Kelompok: 3
Anggota
1. Achmad Muktafi Shofhal Jamil (200341617220)
2. Herlina Prastika Widowati (200341617253)
3. Paulina Retno Ningtyas (200341617212)
4. Wintang Wanudya Kristianto (200341617262)
Tujuan:
1. Mahasiswa dapat menganalisis proses spermatogenesis di dalam testis
2. Mahasiswa dapat mendeskripsikan perkembangan sel germa di dalam tubulus seminiferus.
Pelajari baik-baik materi dari buku sumber, kemudian diskusikan dengan kelompok
Anda untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!
1. Sebutkan bagian-bagian yang terdapat pada gambar di bawah ini!
1. Spermatogonia
2. Sel Sertoli
3. Sel Myoid
4. Spermatid
5. Spermatosit primer
6. Sel Interstisial
3. Mengapa dalam proses spermatogenesis harus diawali dulu dengan pembelahan mitosis
sebelum pembelahan meiosis? Jelaskan jawaban anda!
Jawab: Karena pada tahap awal spermatogenesis, pembelahan mitosis diperlukan untuk
perbanyakan sel dengan sifat diploid (2n). Sel primordium akan membelah dan berdiferensiasi
menjadi sel-sel punca yang membelah secara mitosis hingga membentuk spermatogonium.
Pada proses berikutnya yaitu spermatositogenesis akan tetap terjadi pembelahan mitosis,
dimana spermatogonia tipe A membelah secara mitosis menjadi spermatogonia tipe B yang
masih bersifat diploid. Kemudian setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini akhirnya tumbuh
menjadi spermatosit primer yang tetap bersifat diploid. Baru setelah terjadi pembelahan
mitosis, akan dilanjut pembelahan meiosis pada spermatosit primer hingga menjadi
spermatozoa. Jadi, pada spermatogenesis pembelahan mitosis ini diperlukan untuk
perbanyakan sel dan pertumbuhan.
5. Seorang remaja laki-laki berumur 15 tahun belum mengalami “mimpi basah” sebagai tanda
dimulainya spermatogenesis. Analisislah apa yang memungkinkan terjadinya fenomena
tersebut!
Jawab: Kemungkinan remaja laki-laki tersebut kadar FSH-nya belum siap atau belum
berkadar tinggi, karena hormon FSH yang memiliki fungsi sebagai starter spermatogenesis
pertama kali, sehingga testis remaja tersebut belum terangsang untuk melakukan
spermatogenesis. Jika, kadar hormon FSH pada remaja tersebut sudah cukup maka akan
mengalami spermatogenesis untuk pertama kalinya, yang ditandai dengan mimpi basah
sebagai pertanda bahwa laki-laki tersebut tengah mengalami masa pubertas.
6. Jelaskan hubungan antara peran sel Leydig dan sel Sertoli dalam proses spermatogenesis!
Jawab:
Hubungan antara peran sel leydig dan sel sertoli dalam proses spermatogenesis yaitu pada sel
leydig untuk menghasilkan hormon testoteron. Selain itu, sel sertoli sebagai sel penunjang
testis yang terletak di antara sel-sel spermatogenetik di tubulin seminiferi. Sel sertoli ini
melaksanakan banyak fungsi penting testis, antara lain :
Memberi dukungan fisik, perlindungan, dan nutrisi bagi sperma yang sedang berkembang
(spermatid).
Fagositosis kelebihan sitoplasma (corpus residule) dari spermatid yang sedang
berkembang.
Pelepasan sperma matang yaitu spermation, ke dalam lumen tubuli semineferi
Sekresi cairan testis kaya-fruktosa untuk nutrisi dan transport sperma ke duktus
ekskretorius.
Pembentukan dan pelepasan protein pengikat-androgen (ABP) yang mengikat dan
meningkatkan kadar testoteron di lumen tubuh seminiferi yang penting untuk
spermatogenesis. Sekresi ABP berada di bawah kendali follicle-stimulating hormone
(FSH) dari kelenjar pituitaria.
Sekresi hormon inhibin, yang menekan pengeluran FSH dari kelenjar pituitaria.
Pembentukan dan pelepasan anti-millerian hormone, juga disebut mullerian-inhibiting
hormon, yaitu menekan perkembangan dukta miller pada pria dan menghambat
perkembangan organ reproduksi wanita.
8. Mengapa testis manusia berada di luar tubuh (di dalam skrotum)? Kaitkan jawaban anda
dengan persyaratan proses spermatogenesis!
Jawab: Pada mamalia, khususnya manusia, memiliki testis yang terletak di luar tubuh,
dihubungkan oleh tubulus spermatikus dan terletak di dalam skrotum. Jika spermatogenesis
dimulai sedangkan testis tetap dalam rongga tubuh (kriptorkismus), maka kerusakan akibat
suhu dapat terjadi pada sel germinal testis. Dalam artikel yang kami baca, dapat ditarik
kesimpulan bahwa proses spermatogenesis akan lebih efisien jika proses tersebut terjadi pada
tempat dengan suhu yang lebih rendah dari suhu tubuh (< 37 °C).
DAFTAR RUJUKAN
Ross, M. H., and Pawlina, W. 2011. Histology: A Textbook and Atlas with Correlated Cell
and Molecular Biology. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.