Analisis semen
Oleh
Faroland Dedi
Pembimbing:
dr.July Kumalawati, SpPK(K), DMM
KASUS :
Tn. HP, pria, 35 tahun, dirujuk dokter M ke laboratorium salah satu rumah sakit swasta di
Jakarta pada tanggal 8 Desember 2011, untuk pemeriksaan analisis semen.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 8-12-2011 pukul 10.20 WIB (disalin dari blanko
pemeriksaan analisis semen):
KETERANGAN
Lama menikah : 5 tahun.
Lama berpantang : 5 hari
Tempat pengeluaran : RS / Rumah / lain-lain
Cara pengeluaran : Masturbasi sendiri / Dibantu istri
Wadah / tempat : Pot steril
Kelengkapan : Lengkap / Sebagian kecil tumpah / Sebagian besar tumpah
Jam pengeluaran : 10.20 WIB
Jam diperiksa : 10.25 WIB
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK
Volume : 2,5 ml
Warna : Putih mutiara / Putih keruh / lain-lain............................
Bau : Khas / Tidak khas
Liquifaksi : 5 menit ( 20 – 60 menit )
pH : 8,0 ( 7,2 – 7,8 )
Viskositas : Normal / Encer / Abnormal
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK
Konsentrasi Sperma : 47 juta/ml (> 20 juta/ml)
Jumlah total sperma : 117 juta/ ejakulasi (> 40 juta / ejakulasi)
Motilitas
A. Sperma bergerak cepat dan lurus kemuka : 60 % (>25% kategori a)
B. Sperma bergerak tidak lurus dan lambat : 20 % (>50% kategori a+b)
C. Sperma bergerak di tempat : 10 %
D. Sperma tidak bergerak : 10 %
1
VIABILITAS
Jumlah Sperma hidup : 90 % ( 50% atau lebih)
Jumlah Sperma mati : 10 %
Sel lain
Leukosit : 0,8 (< 1 juta / ml)
Eritrosit : negatif (negatif)
Epitel : negatif (negatif)
Bakteri : negatif (negatif)
Lain-lain : negatif (negatif)
KESIMPULAN
Volume : Normospremia / Hipospermia /Hiperspermia.
Konsentrasi : Normozoospermia / Oligozoospermia / Azoospermia
Motilitas : Normozoospermia / Asthenozoospermia / Necrozoospermia
Morfologi : Normozoospermia / Teratozoospermia
Data tambahan :
Pasien dan istri sudah berkonsultasi dengan seorang dokter spesialis obgyn dan pasien dirujuk
oleh seorang androlog untuk penanganan infertilitas.
2
Teori singkat
3
Saat ejakulasi, semen merupakan gabungan dari spermatozoa dan campuran cairan
yang berasal dari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis dan prostat. Setelah
dikeluarkan, spermatozoa dapat bertahan hidup selama 2 hari di dalam saluran reproduksi
wanita.1
Sewaktu ejakulasi, semen tidak dikeluarkan sekaligus tetapi secara bertahap. Ada 4
tahap atau fraksi dalam ejakulasi yaitu (1) fraksi pra ejakulasi, yang merupakan sekresi dari
kelenjar Cowper / Bulbo uretra dan kelenjar Littre. Sekret ini dikeluarkan dari penis jauh
sebelum ejakulasi, volume ± 0,2 ml. Diduga berfungsi untuk melicinkan uretra dan
melicinkan vagina sewaktu koitus; (2) fraksi awal, yang merupakan hasil sekresi dari prostat,
sekretnya berupa lendir, volume 0,5 ml. Lendir mengandung berbagai zat untuk memelihara
spermatozoa ketika berada di luar tubuh; (3) fraksi utama, terdiri dari lendir yang berasal dari
vesicula seminalis dan spermatozoa yang berasal dari epididimis. Volume ± 2 ml; (4) fraksi
akhir, terdiri dari lendir yang berasal dari vesicula seminalis dan sedikit sekali spermatozoa
(yang non motil). Volume ± 0,5 ml.
4
Dalam melakukan analisis semen banyak faktor yang dapat mempengaruhi validitas
hasil pemeriksaan dan faktor tersebut dapat timbul pada fase preanalitik dan fase analitik
sehingga menjaga integritas sampel dalam seluruh fase pemeriksaan adalah sangat penting.
Fase preanalitik
Pada fase ini pasien harus diberikan instruksi lisan dan tertulis yang jelas dalam
pengambilan sampel. Instruksi ini meliputi pentingnya proses pengantaran sampel ke
laboratorium, khususnya jika sampel tidak diambil di laboratorium. Sampel harus dihindari
dari perubahan suhu yang ekstrim selama transportasi ke laboratorium.
Instruksi yang harus diberikan pada pasien yaitu sebelum sampel diambil pasien harus
berpuasa seksual sekurang-kurangnya 48 jam dan tidak lebih dari 7 hari. Sampel diambil
dengan cara masturbasi dan ditampung dalam kontainer yang berdiameter lebar, terbuat dari
kaca atau plastik dan tidak bersifat toksik terhadap spermatozoa (gambar 2). Tidak
menggunakan pelicin ataupun kondom karena pelicin ataupun zat yang terdapat di dalam
kondom dapat mempengaruhi motilitas spermatozoa. Sampel harus tertampung semua.3
5
Evaluasi makroskopik
Warna
Warna normal dari semen adalah putih kelabu / putih mutiara. Jika warnanya merah
atau kecoklatan, maka ini mengindikasikan adanya darah dalam semen. Jika warnanya putih
dan keruh, ini dapat mengindikasikan adanya inflamasi atau infeksi.
Volume
Mengukur volume dilakukan dengan memindahkan ejakulat ke dalam gelas ukur.
Volume normal adalah 2-5 mL. Volume semen sebagian besar berasal dari sekret vesikula
seminalis dan prostat, sebagian kecil lainnya berasal dari bulbouretra dan epididimis. Volume
semen yang sedikit mengindikasikan adanya abnormalitas pada saluran genitalia seperti
obstruksi ejaculatory duct ataupun vas deferens, dapat juga disebabkan adanya kesalahan
dalam proses pengambilan sampel seperti hilangnya satu fraksi dari ejakulat serta dapat
disebabkan adanya ejakulasi retrograde. Volume semen yang meningkat menggambarkan
adanya eksudasi yang aktif seperti pada inflamasi kelenjar aksesori.3
Likuefaksi (pencairan)
Semen yang baru saja dikeluarkan selalu menunjukkan adanya gumpalan di antara
lendir putih dan berbentuk semi solid, yang lama kelamaan menjadi cair (likuefaksi). Proses
ini terjadi karena kerja dari enzim yang diproduksi oleh prostat, antara lain seminin. Pada
semen yang normal, gumpalan ini akan mencair setelah 15-20 menit. Jika likuefaksi melebihi
20 menit atau lebih lama lagi berarti terjadi gangguan pada prostat dan defisiensi seminin.
Pemeriksaan Viscositas (kepekatan)
Setelah terjadi likuefaksi, biasanya semen menjadi homogen, tetapi tetap
menunjukkan suatu sifat kepekatan. Untuk mengukur viscositas dari semen yang termudah
dengan menyentuh permukaan semen dengan pipet atau batang pengaduk, kemudian ditarik,
maka akan terjadi benang yang panjangnya sekitar 2 cm. Semakin panjang benang yang
terjadi, maka semakin tinggi viscositasnya.3
Pemeriksaan pH
Nilai pH semen menggambarkan keseimbangan antara pH sekret kelenjar aksesori
yang berbeda. Vesikula seminalis menghasilkan sekret yang umumnya alkali dan sekret
prostat umumnya bersifat asam. Nilai rujukan pH semen adalah 7,2 - 7,8. 3, 4 pH harus diukur
setelah likuefaksi terjadi, biasanya sekitar 30 menit. Perubahan dalam volume dan pH yang
rendah dapat terjadi karena abnormalitas kongenital saluran genitalia atau adanya obstruksi.
Nilai pH >8 dapat disebabkan oleh adanya infeksi pada prostat, vesikula seminalis atau pada
epididimis.5
6
Evaluasi mikroskopik
Jumlah spermatozoa
Jumlah spermatozoa normal adalah > 20 juta spermatozoa/mL. Menghitung jumlah
spermatozoa dapat dilakukan dengan metoda hemositometer biasa atau dengan kamar hitung
improved Neubauer. Larutan pengencer yang biasa dipergunakan ialah campuran 50 g
natrium bikarbonat dalam 1000 mL aquadest ditambah dengan 10 mL formaldehide 35%.
Larutan pengencer ini juga bertindak sebagai spermisida yang mematikan spermatozoa, serta
merupakan garam fisiologis, dengan demikian spermatozoa yang terdapat di dalam kamar
hitung dapat lebih cermat dihitung.3
Hemositometer improved Neubauer memiliki 2 buah kamar hitung yang terpisah
berukuran 3 mm x 3 mm. Setiap kamar hitung terbagi menjadi 9 kotak besar berukuran 1 mm
x 1 mm seperti pada gambar 3. Kedalaman hemositometer adalah 0,1 mm, sehingga volume
setiap kotak besar adalah 100 nL. Kotak 4 dan 6 terdiri dari 5 baris dan 4 sehingga menjadi
20 kotak kecil, sementara kotak nomor 5 terdiri dari 5 baris dan 5 kolom sehingga menjadi 25
kotak kecil dan setiap kotak kecil terbagi lagi menjadi 16 kotak yang lebih kecil lagi seperti
terlihat pada gambar 3 sebelah kanan. Volume cairan dalam setiap baris pada kotak 4, 5 dan 6
dapat dihitung yaitu volume kotak besar : jumlah baris = 100 nL : 5 = 20 nL.
1 2 3
4 5 6
7 8 9
7
paling sedikit 400 spermatozoa dengan cara menghitung sekitar 200 spermatozoa pada setiap
kamar hitung.3
Spermatozoa yang dihitung adalah yang memiliki kepala dan ekor yang terdapat di
dalam kotak kecil. Jika spermatozoa berada pada garis batas kotak kecil, maka dasar
menentukan apakah suatu spermatozoa dapat dihitung atau tidak adalah berdasarkan letak
posisi kepala pada batas kotak kecil seperti pada gambar 4.
4 5 6
Gambar.5 Cara menghitung spermatozoa.
8
Langkah berikutnya adalah menghitung jumlah dan selisih dari dua jumlah
spermatozoa yang kita dapat. Tentukan apakah perbedaan kedua jumlah tersebut dapat
diterima berdasarkan tabel 1.
Tabel.1 Perbedaan nilai yang dapat diterima dari 2 replika perhitungan.3
Contoh 1, dengan pengenceran 1:20, pada perhitungan kamar hitung 1 didapat 201
spermatozoa dalam 7 baris dan pada kamar hitung 2 didapati 245 spermatozoa dalam 7 baris.
Jumlah keduanya adalah 201+245 = 446 dalam 14 baris. Selisihnya adalah 245-201 = 44.
Dari tabel 1 terlihat perbedaan yang terjadi melebihi batas dimana nilai antara 427 – 448
batasnya adalah 41, sehingga harus diulang dengan pengenceran yang baru.
Contoh 2, dengan pengenceran 1:20, pada perhitungan kamar hitung 1 didapat 220
spermatozoa dalam 4 baris dan pada kamar hitung 2 didapati 218 spermatozoa dalam 4 baris.
Jumlah keduanya adalah 438 dalam 8 baris dan selisihnya adalah 2. Dari tabel 1 perbedaan
ini dapat diterima.
Dari contoh 2 diatas, jika dimasukkan kedalam rumus tersebut, konsentrasi spermatozoa
adalah (438/8) x 1/20 x 20 = 54,75 spermatozoa/nL atau 54,75 x 106 spermatozoa/mL
Untuk menghitung jumlah spermatozoa per ejakulasi, didapat dengan rumus:
Jumlah spermatozoa/ejakulasi = jumlah spermatozoa/mL x volume semen.
9
Jumlah leukosit atau sel bulat lain di dalam semen.
Konsentrasi leukosit atau sel bulat di dalam semen dapat dihitung bersamaan dengan
penghitungan konsentrasi spermatozoa di dalam semen. Langkah pertama adalah menghitung
jumlah lekosit atau sel bulat di antara 400 spermatozoa yang didapat dari perhitungan replika
2 kamar hitung. Langkah berikutnya adalah menghitung jumlah dan selisih dari dua jumlah
leukosit atau sel bulat yang kita dapat. Tentukan apakah perbedaan kedua jumlah tersebut
dapat diterima berdasarkan tabel 1.
Konsentrasi leukosit atau sel bulat dapat dihitung dengan rumus :
C = S x (N/400)
S = konsentrasi spermatozoa (106 /mL). N = jumlah leukosit/sel bulat.
Contoh 1, pada perhitungan kamar hitung 1 didapat 21 leukosit per 200 spermatozoa
sementara pada replika 2 didapati 39 leukosit per 200 spermatozoa. Jumlah keduanya adalah
21+39 = 60. Selisihnya adalah 39-21 = 18. Dari tabel 1 terlihat perbedaan yang terjadi
melebihi batas dimana nilai antara 55 – 62 batasnya adalah 15, sehingga harus diulang
dengan pengenceran yang baru.
Contoh 2, pada perhitungan kamar hitung 1 didapat 24 leukosit per 200 spermatozoa dan
pada kamar hitung 2 didapati 36 leukosit per 200 spermatozoa. Jumlah keduanya adalah 60
dan selisihnya adalah 22. Dari tabel 1 perbedaan ini dapat diterima.
Dari contoh 2 diatas, jika dimasukkan kedalam rumus tersebut dengan konsentrasi sperma 70
x 106 / mL, maka konsentrasi leukosit adalah 70 x 106 x (60/400) = 10,5 x 106 leukosit/mL
Motilitas
Spermatozoa bergerak/motil agar dapat sampai di alat reproduksi wanita untuk
pembuahan. Energi untuk motilitas bersumber pada bagian tengah spermatozoa (gambar 6).
Bagian tengah spermatozoa itu dapat diibaratkan sebagai generator. Energi dari bagian tengah
disalurkan ke bagian distal, yaitu ke ekor, kemudian ekor bergerak. Jadi ekor dapat
diibaratkan sebagai kemudi juga sebagai pendorong spermatozoa. Energi yang keluar
menyebabkan dua macam gerakan. Pertama, gerakan bergelombang ke ujung ekor.
Gelombang itu makin ke ekor makin lemah. Gerakan kedua bersifat sirkuler. Energi yang ke
ujung ekor itu tidak lurus ke belakang tapi arahnya melingkari batang tubuh bagian tengah,
terus ke ujung ekor. Resultan dari dua gerak tersebut menyebabkan motilitas spermatozoa,
seluruh tubuh spermatozoa mulai dari kepala sampai ke ekor bergerak melingkar pada
10
sumbunya dan ke depan. Hal ini menyebabkan gerak lurus ke depan aktif, lincah dengan
irama getar ekor yang teratur. Dengan demikian hanya spermatozoa yang normal saja yang
dapat bergerak normal pula. Jika bentuk kepala spermatozoa tak normal misalnya berbentuk
terato, maka arah gerakan tak mungkin lurus ke depan, sebab bentuk bagian depan tak ideal
untuk memperoleh gerak lurus. Demikian pula jika bagian tengah yang bengkok, bagian ekor
yang melingkar ataupun bagian kepala yang masih tertempel oleh sisa sitoplasma (imatur),
semuanya mengakibatkan terganggunya gerak lurus ke depan dan lincah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dibedakan dua macam motilitas spermatozoa
yaitu spermatozoa motilitas baik yaitu yang bergerak lurus ke depan, lincah, cepat dengan
beat ekor yang berirama dan spermatozoa motilitas kurang baik seperti motilitas bergetar atau
berputar, motilitas tanpa arah, motilitas karena asimetri kepala atau ekor, motilitas
spermatozoa teraglutinasi, motilitas spermatozoa yang lemah dan spermatozoa yang tidak
bergerak sama sekali atau tetap diam di tempat.
11
Vitalitas spermatozoa
Spermatozoa yang tidak bergerak, belum tentu mati. Adakalanya lingkungannya tidak
cocok sehingga spermatozoa tidak bergerak, untuk itu perlu dibedakan lagi antara
spermatozoa yang hidup dengan spermatozoa yang mati.
Untuk memeriksa vitalitas spermatozoa, dilakukan pengecatan dengan eosin. Cara ini
digunakan untuk memastikan diagnosa necrozoospermia. Sampel semen dibuat hapusan,
diwarnai, dikeringkan dan diperiksa spermatozoa yang mati dan yang hidup di bawah
mikroskop perbesaran 10 x 100. Spermatozoa yang mati tidak dapat mencegah zat warna
masuk ke dalam selnya sehingga terlihat berwarna pink, sementara spermatozoa yang hidup
tidak akan terwarnai (terlihat berwarna biru muda) seperti pada gambar 7.
12
Tabel 2 : Beberapa jenis abnormalitas spermatozoa.
Abnormalitas kepala Abnormalitas Abnormalitas ekor
bagian tengah
- Kepala oval besar - Bagian tengah tebal - Ekor sangat melingkar
- Kepala oval kecil - Bagian tengah patah - Ekor patah yang meninggalkan
- Kepala pipih (tapering head = lepto) - Tak mempunyai bagian sisa ekor.
- Kepala berbentuk pir (piriform head) tengah - Ekor lebih dari satu
- Kepala dua (duplicated head) - Ekor sebagai tali terpilin
- Kepala berbentuk amorfous (terato)
13
tersebut adalah aglutinasi palsu. Aglutinasi yang terjadi dapat berupa kepala dengan kepala,
ekor dengan ekor atau kepala dengan ekor seperti pada gambar 9.
Pada analisis semen dapat dijumpai beberapa hal yang memerlukan evaluasi lebih
lanjut seperti pada keadaan tidak ditemukan spermatozoa (azoospermia) maka pemeriksaan
fruktosa dapat dilakukan untuk membuktikan adanya abnormalitas kongenital atau adanya
suatu obstruksi. Fruktosa dihasilkan pada vesikula seminalis, penurunan kadar fruktosa dapat
terjadi jika terdapat anomali kongenital atau adanya obstruksi yang bisa terjadi pada vesikula
seminalis, vas deferens atau ejaculatory duct.
TERMINOLOGI
Berikut beberapa terminologi yang dipergunakan dalam spermatologi seperti
Azoospermia dimana dalam ejakulat tidak terdapat / ditemukan spermatozoa.
Aspermatogenesis yaitu tidak terjadi pembuatan spermatozoa di dalam testis. Aspermia yaitu
tidak terdapat ejakulat. Normospermia yaitu jumlah volume semen 2-5 ml. Hypospermia
yaitu volume ejakulat < 1 ml. Hyperspermia yaitu volume ejakulat > 6 ml.
14
Hypospermatogenesis yaitu proses pembentukan spermatozoa sangat sedikit didalam testis.
Oligospermia yaitu jumlah spermatozoa di bawah kriteria normal (< 20 juta tiap ml semen).
Normozoospermia yaitu jumlah spermatozoa dalam batas normal berkisar antara 40-200
juta/ml. Necrospermia yaitu semua spermatozoa dalam keadaan mati. Extreme oligospermia
yaitu jumlah spermatozoa di bawah 1 juta / ml ejakulat. Asthenozoospermia yaitu
spermatozoa yang lemah sekali gerak majunya. Teratozoospermia yaitu bentuk spermatozoa
yang abnormal lebih dari 40%. Polizoospermia yaitu bila jumlah spermatozoa > 250 juta per
ml semen. Leukospermia yaitu warna semen putih keruh serupa susu karena terdapat leukosit
yang banyak. Hemospermia yaitu warna semen kemerahan karena terdapat eritrosit yang
banyak.
DISKUSI
Pasien seorang pria umur 35 tahun, dirujuk ke laboratorium untuk pemeriksaan
analisis semen dengan keluhan utama sudah 5 tahun berkeluarga namun belum punya anak.
Sebelumnya pasien dan istrinya sudah berkonsultasi ke dokter spesialis obgyn dan
selanjutnya pasien ditangani oleh seorang androlog.
Hasil pemeriksaan analisis semen secara makroskopik didapati semen dalam batas
normal, sedangkan pada pemeriksaan mikroskopik didapati konsentrasi dan jumlah total
spermatozoa dalam batas normal, 60% motilitas bergerak cepat dan lurus ke muka, namun
68% mempunyai abnormalitas kepala yaitu kepala oval kecil, jumlah spermatozoa hidup 90%
dan sel lain seperti eritrosit masih dalam batas normal yaitu < 1 juta/mL.
KESIMPULAN
Dari data awal dan tambahan dapat disimpulkan pasien mengalami kelainan
morfologi spermatozoa yaitu kepala oval kecil yang menyebabkan kemampuan spermatozoa
untuk melewati lender serviks berkurang sehingga tidak efektif untuk membuahi ovum.
15
DAFTAR PUSTAKA :
1. Weiser WJ. How to Find Out What’s Wrong. A basic guide to male infertility.
Alabama: American Urological Association; 2010. p. 1-12.
2. Bjorndahl L. Basic physiology. In: Bjorndahl L, Mortimer D, Barratt CLR, Castila JA,
editors. A Practical Guide to Basic Laboratory Andrology. New York: Cambridge
University Press; 2010. p. 5-32.
3. Cooper TG. Standard procedure. In: Cooper TG, editor. WHO laboratory manual for
the Examination and processing of human semen. 5 th ed. Switzerland; 2010. p. 7-133.
4. Brunzel NA. Seminal fluid analysis. In: Brunzel NA, editor. Fundamental of urine &
body fluid analysis. 2 nd ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2004. p. 299-309.
5. Barawski D, Bluth MH. Reproductive function and pregnancy. In: McPherson RA,
Pincus MR, editors. Henry's clinical diagnosis and management by laboratory methods.
22 ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone; 2006. p. 402-16.
6. Niederberger C. It's alive. 2011 [cited 2 feb 2012]; Available from:
http://www.maledoc.com/blog/tag/semen-analysis/
16