Anda di halaman 1dari 7

PEMERIKSAAN DAN ANALISIS SPERMA

Gambar 1. Struktur Sperma Manusia (sumber : Guyton, 2006)

I.Morfologi Spermatozoa
Spermatozoa memiliki tiga bagian : Kepala yang ditudungi akrosom, bagian tengah, dan ekor.
Kepala terutama terdiri dari nukleus, yang mengandung informasi genetik sperma.
Akrosom, menutupi dua pertiga anterior dari nukleus, merupakan vesikel terisi enzim yang
memungkinkan sperma menembus oosit sekunder saat fertilisasi. Akrosom merupakan modifikasi
lisosom, dibentuk oleh agregasi vesikel-vesikel yang diproduksi oleh kompleks golgi-retikulum
endoplasma sebelum organel ini disingkirkan. Enzim akrosomal tetap inaktif sampai sperma kontak
dengan ovum.
Mobilitas spermatozoa dihasilkan oleh suatu ekor panjang mirip cambuk (flagellum) yang
gerakannya dijalankan oleh energi ATP yang dihasilkan oleh mitokondria yang terkonsentrasi di
bagian tengah sperma.

II.Pemeriksaan Sperma
Pemeriksaan sperma merupakan salah satu elemen penting dalam penilaian fertilitas atau
infertilitas. Pemeriksaan sperma ini bukan hanya diperuntukkan bagi pria yang dianggap mengalami
infertilitas saja, tapi beberapa kasus pasca operasi yang melibatkan organ reproduksi pria, misalnya
pengangkatan salah satu testis pada kasus kanker testis.
Tes infertilitas yang paling sering digunakan adalah Spermiogram. Tahapan pemeriksaannya
sebagai berikut :
1.Pengujian makroskopik yaitu analisis terhadap beberapa karakteristik fisik dari semen yaitu bau,
kekentalan, dan pH
2.Pengujian mikroskopik yaitu analisis beberapa parameter spermatozoa yaitu : konsentrasi
(kepadatan), motilitas, dan morfologi (struktur dan bentuk).
Adapun parameter untuk sperma normal adalah :
1.Berdasarkan ph : semen harus bersifat agak basa 7.0 – 8.5
2.Berdasarkan viskositas : semen harus mudah dituang
3.Berdasarkan volume 2-5 cm3
4.Cacah spermatozoa (sperm count). Angka yang normal untuk ini 200 juta/cm3
5.Kelincahan gerak (motilitas), uji ini menyatakan tingkat aktivitas sperma. Jika spermatozoa tidak
bergerak, mereka tidak dapat sampai ke telur
6.Morfologi, memberikan informasi tentang bentuk sperma

Kriteria Cairan Semen Pada Ejakulasi Normal Manusia

A.Pemeriksaan Makroskopis Sperma


Pemeriksaan makroskopis semen merupakan pemeriksaan awal melalui pengamatan fisik sampel.
Pengamatan dilakukan pada suhu kamar, dimana penilaian pada volume , bau, likuefaksi
(pencairan), warna, konsistensi dan Ph.
 Volume Sperma
Volume semen ditampung dengan gelas ukur atau pipet khusus. Jika diperlukan
pemeriksaan Bio-assay atau kultur semen, maka semua peralatan harus steril. Tabung plastik
dan jarum hipodermik tidak boleh digunakan karena dapat mempengaruhi motilitas
spermatozoa
 Bau Sperma
Spermatozoa mempunyai bau khas, seperti bunga akasia. Semen dapat berbau lain seperti
amis, busuk dapat dicurigai adanya infeksi atau sebab sebab lain seperti parasite.
 Koagulasi dan Likuefaksi
Semen ejakulat akan mengalami proses koagulasi (terbentuknya koagulum) yang
disebabkan oleh protein-protein yang dihasilkan oleh kelenjar vesika seminalis. Semen
normal pada suhu ruang akan mengalami pencairan, menjadi homogen dalam waktu 60
menit. Pada sampel sperma yang tidak mengalami likuefaksi maka dapat ditambahkan
bromerelin atau plasmin agar sampel semen dapat segera mengalami pencairan dengan
segera. Proses penambahan bahan-bahan tersebut belum diketahui dengan jelas apakah
mempengaruhi fungsi spermatozoa atau biokimia plasma semen.
 Warna Sperma
Warna spermatozoa normal adalah putih keabuan atau putih mutiara agak keruh. Pada
keadaan Azoospermia atau Oligospermia sperma akan berwarna putih jernih, warna putih
jernih inilah yang sering ditafsirkan sebagai mani encer. Apabila didapatkan sel eritrosit
maka sperma akan berwarna kecoklatan atau merah tua, hal ini disebabkan hemoglobin
dalam kasus hemospermia
 Konsistensi atau Viskositas
Konsistensi atau viskositas dapat diukur dengan menekan keluar sampel lewat jarum 21G.
Observasi bentuk yang keluar berupa tetesan atau bentuk seperti benang yang keluar dari
ujung jarum. Nilai normal apabila yang keluar berupa tetesan. Nilai abnormal apabila berupa
benang dengan panjang lebih dari 2 cm. Pengukuran dapat dilakukan juga dengan pipet
Eliasson yang disederhanakan skalanya. Pengukuran dilakukan dengan cara semen dihisap
sampai tanda 0,1 ml, ujung atas ditutup dengan jari telunjuk dan dipegang tegak lurus.
Tangan kiri memegang stopwatch. Bersamaan dibukanya tutup ujung jari, stopwatch
ditekan. Hitung waktu jatuhnya tetesan pertama, normal 2 detik. Cara yang lain dengan
batang pengaduk gelas, celupkan batang pengaduk ke dalam semen, angkat dan perhatikan
tetesan/benang cairan yang terjadi. Normal apabila tetesan/benang tidak melebihi 2 cm
 pH Sperma
Pengukuran dilakukan dengan kertas pH atau lakmus. pH harus diperiksa dalam waktu 1
jam setelah ejakulat. Semen yang terlalu lama akan berubah pH nya. Nilai normal lebih dari
7.2-8.0 sesuai stantard WHO 92 : 7.2-8.0. pH lebih tinggi dari 8.0 patut dicurigai adanya
infeksi akut kelenjar prostat. ph dibawah 7.2 dengan Azoospermia kemungkinan terjadi
infeksi pada vesika seminalis atau epididymis

B.Pemeriksaan Mikroskopis Sperma


Pemeriksaan mikroskopis semen meliputi konsentrasi sperma, motilitas, aglutinasi, viabilitas
sperma, morfologi. Hasil kesimpulan analisis semen banyak ditentukan dari pemeriksaan
mikroskopis semen.
 Konsentrasi sperma
Syarat utama dalam pemeriksaan konsentrasi spermatozoa adalah jumlah spermatozoa per
lapang pandang harus homogen, tersebar merata. Apabila jumlah per lapang pandang sangat
bervariasi menandakan sampel tidak homogen. Pemeriksaan harus diulang, semen harus
dicampur dengan baik agar sampel benar-benar homogen. Konsentrasi dapat dipelajari
dengan cara satu tetes semen diteteskan pada kaca obyek, tutup dengan kaca penutup dan
dilihat dibawah mikroskop (400X). Jika sulit memperkirakan jumlah atau kepadatan
spermatozoa per lapang pandang yang bergerak maka panaskan obyek glass dengan cara
dilewatkan d iatas api bunsen hingga spermatozoa akan mati. Lihat di bawah mikroskop dan
akan lebih mudah menghitung dengan counter jumlah spermatozoa yang tidak bergerak.
Konsentrasi sperma ditentukan dengan menggunakan hemositometer

Gambar 2. Hemositometer

 Motilitas
Motilitas sperma adalah kemampuan sperma dalam bergerak dengan tepat menuju sel telur.
Sperma yang tidak bergerak dengan baik tidak akan mampu mencapai sel telur dalam proses
fertilisasi. Penilaian motilitas dapat dilakukan dengan cara satu tetes semen (10-15 µL)
diteteskan dengan mikro pipet pada kaca obyek dan ditutup dengan kaca penutup kemudian
preparat diperiksa di bawah mikroskop pada pembesaran 400X dengan beberapa lapang
pandang (4-6 LPB). Berat dari kaca penutup akan menyebabkan tersebarnya sampel secara
merata untuk memberikan pengamatan yang optimal. Preparat basah ini dibiarkan selama 1
menit pada suhu kamar (18-24oC), di luar suhu ini sperma akan terjadi motilitas. Pergerakan
spermatozoa dapat diklasifikasikan dalam 4 golongan yaitu:

a. Gerak spermatozoa cepat, maju k edepan dan lurus.


b. Gerak spermatozoa maju, lambat atau berkelok.
c. Tidak ada gerak maju ke depan.
d. Tidak bergerak sama sekali.
Semen yang normal menunjukkan 60% spermatozoa motil atau lebih yang sebagian besar
menunjukkan pergerakan baik sampai sangat baik.

Sesuai dengan WHO manual guide, saat ini terdapat evaluasi dan kategori dari motilitas
sperma. Hasil dari pemeriksaan dikategorikan dalam motil progresif, motil yang tidak
progresif, dan imotil. Adapun tingkat motil dari spermatozoon sebagai berikut :
 Motil progresive (PR) : spermatozoa bergerak secara aktif, baik membentuk lintasan
melingkar yang jauh ataupun dekat, tanpa memperthatikan kecepatan
 Motil non-progresif (NP) : segala pola pergerakan kecuali pergerakan maju seperti berenang
membentuk area lingkaran kecil, gerakan flagela yang memindahkan kepala sperma, atau hanya
pergerakan flagela yang nampak untuk diobservasi
 Imotil (IM) : tidak ada pergerakan.
Ketika melaporkan hasil pemeriksaan motilitas sperma, dianjurkan untuk secara spesifik
mencantumkan motilitas total (PR+NP) atau motil progresif (PR).
Hal ini juga diakui bahwa persentase sperma motil progresif dikaitkan dengan tingkat
kehamilan dan perlakuan yang hati-hati saat melakukan prosedur harus dilaksanakan untuk
memastikan pengukuran yang akurat.

Gambar 3. Ilustrasi Pergerakan Sperma

Gambar 4. Ilustrasi Sperma Menempel Pada Sel Telur

 Aglutinasi
Aglutinasi sperma terjadi karena spermatozoa yang motil terikat satu dengan yang lain.
Ikatan ini terjadi antara kepala dengan kepala, leher dengan leher, ekor dengan ekor ataupun
tipe campuran antara kepala dengan ekor dan lain-lain. Aglutinasi sperma mengarah pada
proses imunologis sebagai penyebab infertilitas. Aglutinasi diamati pada 10 lapang pandang
secara acak dan tentukan presentase rata-rata sperma yang berlekatan.
 Viabilitas sperma
Viabilitas sperma harus dinilai jika persentase sperma motil progresif rendah sekitar 30 –
40%. Tingkat normal seorang pria dikatakan subur akan menghasilkan sekitar 58%-60%
sperma hidup. Pemeriksaan viabilitas sperma penting untuk menentukan apakah
spermatozoa non motil tersebut hidup atau mati. Sperma yang tidak layak memiliki kepala
warna merah atau merah gelap dan sperma layak memiliki kepala putih atau merah muda
yang samar. Sebagai acuan sel-sel yang layak tidak akan muncul bernoda dan sebaliknya sel
non layak akan mengambil noda. Viabilitas sperma dan kemampuan fertilisasi sperma
memiliki korelasi positif dalam keberhasilan reproduksi
 Morfologi sperma
Morfologi sperma adalah keseluruhan bentuk sperma yang telah dilakukan proses
pengecatan dan bentuk normalnya didasarkan pada kriteria Kruger (metode untuk menilai
morfologi sperma). Proses ini bertujuan untuk melihat bentuk-bentuk sperma dan
menentukan persentase bentuk abnormal dari kepala sampai ekor. Pemeriksaan morfologi
memerlukan persiapan khusus dengan membuat hapusan ejakulat pada objek glass, difiksasi
dan diwarnai sehingga bentuk sperma dapat dinilai. Evaluasi dapat menunjukkan
kemampuan sperma dalam proses pembuahan, dimana akrosom melepaskan enzim hidrolitik
dan membantu sperma melalui lapisan luar. Pemeriksaan morfologi perlu memperhatikan
bentuk dan ukuran atau besarnya. Penilaian dilakukan dari ujung kepala sampai ujung ekor.
Kriteria morfologi sperma yang ditetapkan oleh Kruger mendefinisikan spermatozoa normal
memiliki konfigurasi oval (bentuk kepala adalah oval dengan garis bentuk halus) dengan
kontur halus. Kepala oval dengan panjang 4-5 µm, diameter lebar adalah 2,5-3,5 µm diukur
dengan mikrometer okuler bagian mid peace tipis dan lebar kurang dari 1µm dengan
panjang1,5 x panjang kepala, jika ada tetesan sitoplasma tidak boleh melebihi setengah dari
lebar kepala, semua bentuk yang meragukan dianggap abnormal. Selain itu, harus ada
wilayah akrosom yang terdefinisi dengan baik yang terdiri dari 40% -70% dari daerah
kepala. Ekor harus lurus, seragam, tidak bergulung dan memiliki panjang sekitar 45 µm.
Kriteria sperma abnormal antara lain : Kepala cacat, yaitu terlalu besar atau terlalu kecil,
runcing, pyriform (bentuk seperti pear), bulat, kepala amorphous, kepala bervacuola (>20%
dari daerah kepala diduduki oleh daerah vacuolar), kepala dengan daerah akrosom kecil
(<40% dari daerah kepala) dan memiliki dua kepala, atau kombinasi dari semuanya. Cacat
pada leher atau mid-piece, termasuk leher bengkok (leher dan ekor membentuk sudut lebih
besar dari 90o ), penyisipan asimetris mid-piece ke kepala, tebal yang abnormal pada mid-
piece atau kombinasi dari semuanya. Selain itu juga bisa terjadi defek pada ekor seperti
ukuran yang pendek, jumlah lebih dari satu, terlihat hancur, bengkok (>90 o ), lebar tampak
tak teratur, atau kombinasi dari semuanya

III.Analisis Semen
Analisis semen merupakan salah satu pemeriksaan awal yang dilakukan pada kasus infertilitas.
Tujuan analisis semen adalah untuk mengetahui kondisi sperma dan hasilnya dapat menentukan
apakah sperma tersebut fertil atau infertile. Perkiraan kompetensi fungsional sperma dapat
dievaluasi melalui analisis semen. Empat kategori utama cacat sperma mengarah ke diagnosis
infertilitas laki-laki adalah
1.Jumlah sperma yang sedikit (oligozoospermia)
2.Masalah pada motilitas sperma (asthenozoospermia)
3.Cacat morfologi sperma (teratozoospermia)
4.Tidak adanya sperma dalam semen (azoospermia), yang mungkin terjadi karena kurangnya
produksi atau obstruksi
Prosedur kerja
Pemeriksaan makroskopik dengan menggunakan standar analisis WHO (1999, 2010) meliputi:
a. Pengukuran volume
Sperma ditampung seluruhnya dalam botol penampung yang bermulut lebar untuk sekali
ejakulasi. Volume diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala volume 0.1 ml.
b. pH
Sperma yang telah dituangkan kedalam tabung reaksi, lalu dimasukkan kertas pH, selanjutnya
dibaca hasilnya. Sperma yang normal menunujukkan sifat yang agak basa yaitu 7.2 – 7.8.
c. Bau sperma
Spermatozoa yang baru keluar mempunyai bau khas atau spesifik, untuk mengenal bau sperma,
seseorang harus telah mempunyai pengalaman untuk membaui sperma. Sekali seorang telah
mempunyai pengalaman, maka ia tidak akan lupa akan bau sperma yang khas tersebut. Sperma
yang baru keluar pada botol penampung, dicium baunya, lalu dilaporkan bau khas yang tercium
menurut standar WHO (1999, 2010).
d. Warna sperma
Sperma yang telah ditampung dalam tabung reaksi diamati dengan menggunakan latar putih
dan menggunakan penerangan yang cukup. Memeriksa warna sperma sekaligus memeriksa
kekeruhan, sperma yang normal biasanya berwarna putih keruh seperti air kanji kadang-kadang
agak keabu-abuan.
e. Likuefaksi
Likuefaksi diperiksa 20 menit setelah ejakulasi (setelah dikeluarkan). Dapat dilihat dengan
melihat koagulumnya. Bila 20 menit belum homogen kemungkinan ada gangguan pada
kelenjar prostat. Bila sperma yang baru diterima langsung encer mungkin tidak mempunyai
koagulum karena saluran pada kelenjar vesica seminalis buntu atau memang tidak mempunyai
vesica seminalis.
f. Viskositas
Kekentalan atau viskositas sperma dapat diukur setelah likufaksi sperma sempurna.
Pemeriksaan viskositas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
 Cara subyektif
Dengan cara menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau batang pengaduk, kemudian di
tarik maka akan terbentuk benang.
 Cara pipet Elliason
Syaratnya sperma harus homogen dan pipet yang digunakan harus kering. Mengukur viskositas
dengan menggunakan pipet elliason. Prosedurnya cairan sperma dipipet sampai angka 0.1
kemudian atas pipet ditutup dengan jari. Setelah itu arahkan pipet tegak lurus dan stopwatch
dijalankan, jika terjadi tetesan pertama stopwatch dimatikan dan dihitung waktunya dengan
detik

Hasil Analisa Sperma


Hasil analisis ‘normal’ tidak identik dengan ‘fertil (subur)’ dan ‘abnormal’ tidak identik dengan
‘infertil’ (tidak subur). Jika seseorang memiliki sperma yang motil dalam semennya, maka ia
potensial subur. Secara umum, kesempatan hamil berkorelasi dengan jumlah total sperma yang
motil.

Pemeriksaan Konsentrasi Sperma


Istilah 'jumlah total sperma' dan 'konsentrasi sperma' harus dibedakan. Konsentrasi sperma
mengacu pada jumlah spermatozoa per satuan volume semen sedangkan jumlah total sperma
mengacu pada jumlah total spermatozoa di seluruh ejakulasi dan diperoleh dengan mengalikan
konsentrasi sperma dengan volume semen. Jumlah total sperma per ejakulasi dianjurkan
sebagai parameter yang menyediakan informasi mengenai kapasitas testis untuk memproduksi
spermatozoa. Keadaaan dimana tidak adanya sperma pada cairan semen setelah ejakulasi
disebut azoospermia

Link Video Terkait :

https://www.youtube.com/watch?v=rbO2MIlfN6Q

https://www.youtube.com/watch?v=0W9MVCB1w-4

Anda mungkin juga menyukai