Anda di halaman 1dari 12

Skenario Seorang wanita 24 tahun dibawa dan diantar ke PUSKESMAS oleh polisi.

Ia ditemukan tidak sadar di jalan Tamalanrea Km.9 dan sebuah sepeda motor ditemukan sejauh 5 meter dari korban. Sayangnya, ia dilaporkan meninggal 10 menit setelah tiba di PUSKESMAS. Sepeda motor yang ditemukan hanya menunjukkan sedikit kerusakan. Kata kunci wanita 24 tahun tidak sadar sepeda motor ditemukan sejauh 5 m dari korban meninggal 10 menit setelah tiba di puskesmas Sepeda motor hanya sedikit kerusakan.

Kata sulit Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik , atau gigitan hewan atau juga gangguan pada ketahanan jaringan tubuh yang disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal, berupa potongan atau kerusakan jaringan, dapat disebabkan oleh cedera atau operasi (Ilmu Kedokteran Forensik : Bagian Kedokteran Forensik FKUI). Pertanyaan 1. Menjelaskan patomekanisme luka / trauma menggunakan pengetahuannya tentang histologi, anatomi tubuh manusia ? 2. Mendeskripsikan karakteristik luka ? 3. Menjelaskan karakteristik kemungkinan agen penyebab luka ? 4. Menjelaskan keparahan / derajat luka sesuai dengan hukum yang berlaku ? 5. Menetapkan penyebab kematian paling mungkin (COD) menggunakan pendekatan Proximus Mortis (PMA) pada kejadian dimana kematian merupakan konsekuensi dari luka / trauma ?

Jawaban Pertanyaan 1. patomekanisme luka / trauma menggunakan pengetahuannya tentang histologi, anatomi tubuh manusia jawab : Pada saat tubuh mengabsorbsi kekuatan baik dari elastisitas jaringan atau kekuatan rangka. Intensitas tekanan mengikuti hukum fisika. Hukum fisika yang terkenal dimana kekuatan = masa x kecepatan. Dengan adanya masa dan kecepatan maka tubuh yang bersentuhan dengan benda kasar dapat menyebabkan perlukaan. Perlukaan pada skenario ini disebut abrasi, dimana abrasi ini hanya melibatkan kulit bagian luar yaitu Cuma pada epidermis yang mengalami gangguan. Faktor lain yang penting adalah daerah yang mendapatkan kekuatan. kekuatan dari masa dan kecepatan yang sama yang terjadi pada dareah yang lebih kecil menyebabkan pukulan yang lebih besar pada jaringan. Efek dari kekuatan mekanis yang berlebih pada jaringan tubuh dan menyebabkan penekanan, penarikan, perputaran, luka iris. Kerusakan yang terjadi tergantung tidak hanya pada jenis penyebab mekanisnya tetapi juga target jaringannya. Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan kerusakan tulang, pembuluh darah dan organ termasuk fraktur, laserasi, kontusi, dan gangguan pada semua sistem organ, sehingga tubuh melakukan kompensasi akibat ada trauma bila kompensasi tubuh tersebut berlanjut tanpa dilakukan penanganan akan mengakibatkan kematian seseorang. Mekanisme kompensasi tersebut adalah : 1. Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan peningkatan tekanan arteri dan vena, bronkhodilatasi, takikardia, takipneu, capillary shunting, dan diaforesis. 2. Peningkatan heart rate. Cardiac output sebanding dengan stroke volume dikalikan heart rate. Jika stroke volume menurun, heart rate meningkat. 3. Peningkatan frekuensi napas. Saat inspirasi, tekanan intrathoracik negatif. Aksi pompa thorak ini membawa darah ke dada dan pre-loads ventrikel kanan untuk menjaga cardiac output. 4. Menurunnya urin output. Hormon anti-diuretik dan aldosteron dieksresikan untuk menjaga cairan vaskular. Penurunan angka filtrasi glomerulus menyebabkan respon ini.

5. Berkurangnya tekanan nadi menunjukkan turunnya cardiac output (sistolik) dan peningkatan vasokonstriksi (diastolik). Tekanan nadi normal adalah 35-40 mmHg. 6. Capillary shunting dan pengisian trans kapiler dapat menyebabkan dingin, kulit pucat dan mulut kering. Capillary refill mungkin melambat. Perubahan status mental dan kesadaran disebabkan oleh perfusi ke otak yang menurun atau mungkin secara langsung disebabkan oleh trauma kepala (Deskripsi Luka : www.scribd.com/doc/61937669/Referat-Forensik) 2. Terjadi luka Abrasi pada region Frontotemporal. Terjadi robeknya A. Meningea Media yang menyebabkan perdarahan massif epidural yang menekan otak. Berikut merupakan Vascularisasi Duramater intracranial : 1. A. Meningea Anterior (cab. a.eth.ant a.ophtalmica) 2. A. Meningea media (cab.a.maxillaris int) 3. Rm.meningea posterior ( cab.a.vert + a.ph.asc + a.occ) Dan Yang paling luas vascularisasinya adalah A.Meningea Media HISTOLOGI Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu: 1. Lapisan epidermis atau kutikel 2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin) 3. Lapisan subkutis (hipodermis) Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.

1. stratum

Lapisan iusidum,

epidermis stratum stratum

terdiri atas : stratum korneum, granulosum,

spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel - sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum,merupakan lapisan sel sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin, Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jeias di telapak tangan dan kaki. Stratum spinosum (stratum Malphigi) atau disebut pula prickle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besamya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah - tengah. Sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel - sel stratum spinosum terdapat jembatan - jembatan antar sel {intercellular bridges) yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan - jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel - sel Stratum spinosum mengandung banyak glikogen. Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sef-sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsl

reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu: a. sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel. b. sel pembentuk melanin(melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna muda. dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes). 2. Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen - elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni : a. pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah. b. pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin suflat, di bagian ini terdapat pula fibroblas. membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis. 3. Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi selsel lemak di daiamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel - sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel - sel lemak disebut p-yiikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan. Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.

Luka lecet merupakan perlukaan paling superficial yang tidak menembus lapisan epidermis dan tidak berdarah karena pembuluh darah terdapat pada lapisan dermis. Kontak Gesekan yang mengangkat sel keratinisasi dan sel dibawahnya akan memyebabkan daerah tersebut pucat dan lembab oleh karena cairan eksudat jaringan. Ketika kematian terjadi sesudahnya, abrasi menjadi kaku, tebal, perabaan seperti kertas berwarna kecoklatan. Pada abrasi yang terjadi sesudah kematian berwarna kekuningan jernih dan tidak ada perubahan warna. Berikut ini merupakan Perubahan Histologi Secara umum akibat luka : 1. 30 menit 4 jam terjadi pada pengumpulan leukosit PMN pada luka dan terbentuknya benang benang fibrin. 2. 4 12 jam terjadi udem jaringan dan pembengkakan endotel Pembuluh Darah 3. 12 24 jam terjadi peningkatan jumlah makrofag dan dimulai pembersihan jaringan mati 4. 24 72 jam terdapat peningkatan jumlah leukosit sampai maksimal sekitar 48 jam, perbaikan dimulai, fibroblast muncul, pembuluh darah baru mulai terbentuk, untuk membuat jaringan granulasi 5. 3 6 hari, epidermis mulai tumbuh 6. 10 15 hari, epidermis menjadi tipis dan datar 7. Minggu bulan, proses penyembuhan jaringan berlanjut, jaringan granulasi terbentuk 3. Deskripsi karakteristik luka Beradasarkan kasus pada skenario dan gambar maka luka pada pemerikasaan didapatkan luka lecet. Jumlahnya : dua buah Lokasinya : lecet pertama disisi pelipis gambar. Bentuknya : tidak teratur. Ukurannya : lecet di pelipis kiri satu sentimeter dan lecet dipipi kiri atas dengan panjang kiri. Lecet kedua dipipi kiri atas, lokasi

berdasarkan garis koordinat dan absis tubh tidak dapat ditentukan karena Cuma berupa

empat koma lima sentimeter, lebar tiga koma lima sentimeter. Sifatnya: garis batas lecet tidak teratur dan bentuknya tidak teratur. Daerah didalam garis batas luka terlihat sedikit kemerahan, terdiri dari kulit yang lapisan epidermisnya terkelupas. Disekitar lecet tidak ditemukan kelainan. 4. Karakteristik kemungkinan agen penyebab luka jawab : Berdasarkan gambar pada skenario ini luka yang terjadi pada korban yaitu berupa abrasi yang disebabkan oleh trauma tumpul dalam hal ini aspal. 5. Derajat Luka Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu: a. Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak menghalangi pekerjaan korban. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352 ayat 1. b. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu. c. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu: Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut (NB :semua luka tembus yang mengenai kepala, dada atau perut dianggap membawa bahaya maut) Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya Hilangnya salah satu panca indra korban Cacat besar Terganggunya akan selama > 4 minggu Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu

Jadi, dari kualifikasi ini, maka luka pada kasus termasuk luka derajat 3 yang menyebabkan kematian pada korban.

6. Perdarahan Intrakranial a. Perdarahan Epidural (Hematoma) Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam tengkorak, umumnya arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan terjadi perdarahan yang cepat. Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura menjauh dari tengkorak dan ruang epidural menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam, otak mendapatkan kompresi atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri kepala, penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian akan terjadi bila tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala sampai munculnya gejalagejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai lucid interval b. Perdarahan Subdural (Hematoma) Perdarahan ini timbul apabila terjadi bridging vein yang pecah dan darah berkumpul di ruang subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak di bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka lucid interval juga lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan perdarahan subdural yang fatal. Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus, perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak. Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke seluruh permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel pada dura. Sering kali, pembuluh dara besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali. Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada

perdarahan subdural ini bervariasi antar individu, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri. Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma, meskipun dapat tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada orang-orang dengan gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu alcohol kronik, meskipun tidak menyebabkan perdarahan yang besar dan berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan subdural akibat trauma, dapat timbul persarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang normal. Akan tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada mekanisme pembekuan darah, dapat bersifat fatal. Adakalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari perdarahan di tempat lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari substansi otak melewati pia mater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid dan mencapai ruang subdural. c. Perdarahan Subarakhnoid Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan trauma. Penyebabnya antara lain: 1. Nontraumatik: a. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak b. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid 2. Traumatik: a. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan perdarahan subarakhnoid b. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang menyebabkan robeknya arteri vertebralis c. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang diakibatkan gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala. Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh dindingnya dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun dapat menyebabkan ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah

dan akhirnya menimbulkan disfungsi yang serius atau bahkan kematian. Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang menyebabkan ruptur pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami nyeri kepala lebih dahulu akibat mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan gangguan tingkah laku berupa perilaku mudah berkelahi yang berujung pada trauma. Contoh yang lain, apakah seseorang yang jatuh dari ketinggian tertentu menyebabkan ruptur aneurisma, atau seseorang tersebut mengalami ruptur aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid dan akhirnya kehilangan kesadaran dan terjatuh. Pada beberapa kasus, investigasi yang teliti disertai dengan otopsi yang cermat dapat memecahkan tekateki tersebut. Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap kepala yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam tengkorak. Tekanan dan goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak ditemukan faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk, perdarahan ini dapat menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada kepala. Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat mengakibatkan fraktur pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior. Karena arteri vertebralis melewati bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut dapat menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas meningkat dan perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa kasus, kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma. Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini merupakan tipe perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan meluas hingga ke sisi lateral otak sehingga serupa dengan perdarahan yang berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar yang terdapat di dasar otak.Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak ditemukan adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak.

Penyebab terjadinya perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian bawah otak, serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun tidak selalu ada, yang bisa mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu. Bukti pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan leher, yang nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian. (Windi et all, www.freewebs.com/traumatologie2/traumatologi.htm) Oleh karena itu, kemungkinan multiple cause of desease (MCOD) pada kasus ini adalah : o Ia o o o Ib Ic Id : Gagal Nafas : Herniasi batang Otak : Perdarahan masif : Trauma tumpul akibat tertumbuk di aspal

DAFTAR PUSTAKA Ilmu Kedokteran Forensik : Bagian Kedokteran Forensik FKUI Khan, Sahar. 2010. Refarat Forensik Deskripsi Luka. Available from : www.scribd.com/doc/61937669/Referat-Forensik Windi et all. 2010. Traumatologi Forensik. Available from : www.freewebs.com/traumatologie2/traumatologi.htm

Anda mungkin juga menyukai