OLEH :
2021.04.025
2021 / 2022
ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS DIRUANG AGUNG WILIS (RBK)
OLEH :
2021.04.025
2021 / 2022
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Apendisitis ini diajukan sebagai tugas program studi Profesi Ners
dan dinyatakan telah mendapat persetujuan pada tanggal
Mahasiswa,
202104025
Menyetujui,
Mengetahui,
Asuhan Keperawatan Apendisitis ini diajukan sebagai tugas program studi Profesi Ners
dan dinyatakan telah mendapat persetujuan pada tanggal
Mahasiswa,
202104025
Menyetujui,
Mengetahui,
2. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Usus Besar
Usus besar atau intestinun mayor panjangnya lebih kurang 1,5 m, lebarnya
5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar: selaput lendir, lapisan otot
melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah
menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feses. Usus besar
terdiri dari :
a. Sekum Di bawah sekum terdapat apendiks vermivormis yang berbentuk seperti
cacing sehingga di sebut umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya di tutupi
oleh peritonium mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan
dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup.
b. Apendiks Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum,
mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat
dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea
terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal di belakang
sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks
beraksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya
ke dalam rongga abdomen.
c. Kolon asendens Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan ,
membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah melengkung ke kiri,
lengkungan ini di sebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon
transversum
d. Kolon transversum Panjangnya lebih kurang 38 cm, membujur dari kolon
asenden sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan
terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
e. Kolon desendens Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen
bagian kiri membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan
ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
f. Kolon sigmoid Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens,
terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S,
ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
g. Rektum Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum
dan os koksigis. ( Syaifuddin, 2006)
2. Anatomi Apendiks
6. Patofisiologi
Apendisitis
Inflamasi
Infeksi
Jumlah leukosit
Hipertermi
8. Komplikasi
1. Perforasi apendiks Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi dapat diketahui dengan gambaran klinis
seperti suhu tubuh lebih dari 38,50C dan nyeri tekan pada seluruh perut yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit.
3. Abses Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah. Teraba massa lunak
di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.
9. Pemeriksaan Penunjang
2. Pemeriksaan Radiologi
d. C – Reactive Protein (CRP) C – Reactive Protein (CRP) adalah sintesis dari reaksi
fase akut oleh hati sebagai respon dari infeksi atau inflamasi. Pada apendisitis
didapatkan peningkatan kadar CRP (Mutaqqin, Arif & Kumala Sari 2011)
10. Penatalaksanaan
1. pembedahan/Apendiktomi
1. PENGKAJIAN
1. Data umum
Pengkajian adalah suatu tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama
memberikan asuhan keperawatan sesuai kebutuhan individu (klien) seperti identitas klien
(nama, umur, agama, tempat tinggal, status pendidikan, dll) dan penanggung jawab klien.
2. Kesehatan umum
1) Alasan MRS / Keluhan Utama Pada anamnesis keluhan utama yang lazim di
dapatkan adalah keluhan adanya nyeri akibat tindakan pembedahan maupun sebelum
pembedahan. Untuk mendapatkan pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien,
dapat digunakan metode PQRST (Mutaqqin, 2011).
2) Riwayat penyakit sekarang / riwayat kejadian Didapatkan keluhan nyeri hebat pada
abdominal bawah, dan nyeri di daerah sekitar paha dalam maupun testis, keluhan
gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia, serta kelelahan pasca nyeri sering di
dapatkan (Mutaqqin, 2011).
3) Riwayat penyakit dahulu Pada riwayat penyakit dahulu yang penting untuk di kaji
antara lain penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi, tuberculosis, dipertimbangkan
sebagai sarana pengkajian preoperatif (Mutaqqin, 2011).
3. Pola kesehatan
1) Pola nutrisi dan cairan Klien yang mengalami apendiksitis biasanya mempunyai
kebiasaan mual, muntah, anoreksia.
2) Pola aktivitas Pembatasan aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan inta abdomen
seperti bersin, mengangkat beban berat, batuk, mengejan.
4. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan fisik
2) Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan
kunci dari diagnosis apendiksitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/ tungkai diangkat tinggi-
tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign).
5) Suhu tdubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axsila), lebih menunjang
lagi adanya radang usus buntu.
6) Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di
rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum
akan lebih menonjol.
b. Pemeriksaan laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000- 18.000/mm3.
Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi (pecah)
c. Pemeriksaan radiologi
4) Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan
apendikogram.
8. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Hipertermi
3. Risisko infeksi
4. Konstipasi
9. INTERVENSI KEPERAWATAN
10. IMPLEMENTASI
11. EVALUASI
Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah,
ketika pasien dan professional kesehatan menentukan kemajuan pasien menuju
pencapaian tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan (Kozier et al.,
2010).
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP
(subjektif, objektif, assesment, planning). Adapun komponen SOAP yaitu
1. S (subjektif) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah
tindakan diberikan,
2. O (objektif) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan,
3. A (assesment) adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif,
4. P (planing) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
hasil analisa (Dermawan, 2012).
Evaluasi terhadap masalah keperawatan nyeri akut pada pasien apendiktomi
mengacu pada rumusan tujuan dalam rencana keperawatan, yang mencangkup aspek
waktu dan kriteria hasil. Aspek waktu menjadi pedoman kapan harus dievaluasi dan
aspek kriteria hasil sebagai pedoman apakah tujuan yang direncanakan berhasil atau
tidak. Adapun kriteria hasil yang ditetapkan mengacu pada SLKI PPNI (2019) yaitu :
a. Keluhan nyeri menurun
b. Tampak meringis menurun
c. Sikap protektif menurun
d. Gelisah menurun
e. Kesulitan tidur menurun
f. Frekuensi nadi membaik
g. Tekanan darah membaik
h. Pola napas membaik