Anda di halaman 1dari 16

“ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SISTEM INTEGUMEN : LUKA

BAKAR”

Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
ANDI SELFI ARIF BAKRI BADDAR 2201005

SITI NURHALIZAH HAKIM 2201106

SITTI AISYAH 2201110

ALFIRA PRATIWI JAFAR 2201064

CICI PUTRI ANDINI 2201011

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKUKANG MAKASSAR


PRODI S1 KEPERAWATAN KONVERSI
2023
KONSEP DASAR TEORI
A. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Artawan, 2013).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas dan suhu sangat rendah (Adhy dkk, 2014:386).
Luka bakar adalah salah satu cedera yang paling luas yang berkembang di dunia. Luka
bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas
seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma
dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Pitoyo, 2013:2).

B. Etiologi
Etiologi luka bakar antara lain adalah sebagai berikut: 1) Luka bakar suhu tinggi (thermal
burn) yang disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas dan bahan
padat. Luka bakar api berhubungan dengan asap atau cedera inhalasi. 2) Luka bakar bahan kimia
(chemical burn) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa yang kuat.
Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan
luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadibmisalnya karena kontak
dengan zat-zat pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat
kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat
kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia. 3) Luka bakar sengatan listrik (electrical
burn) disebabkan karena lewatnya tenaga listrik bervoltase tinggi melalui jaringan menyebabkan
perubahan menjadi tenaga panas, ia menimbulkan luka bakar yang tidak hanya mengenai kulit
dan jaringan subkutis, tetapi juga semua jaringan pada jalur arus listrik tersebut. Luka bakar listrik
biasanya disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltase tinggi. Anggota gerak
merupakan kontak yang terlazim, dengan tangan dan tangan yang lebih sering cedera daripada
tungkai dan kaki. Kontak sering menyebabkan gangguan jantung dan atau pernafasan, dan
resusitasi kardiopulmonal sering diperlukan pada saat kecelakaan tersebut terjadi. Luka pada
daerah masuknya listrik biasanya gosong dan tampak cekung. 4) luka bakar radiasi (radiasi
injury) disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan
dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau sumber dari radiasi untuk keperluan terapeutik
pada dunia kedokteran. Terpapar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga
merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi (Musliha, 2010).
C. Manifestasi
Manifestasi luka bakar antara lain adalah nyeri lokal, eritema, kemerahan, pucat, menggigil,
sakit kepala, mual dan muntah, lepuh berisi air dan berselaput tipis, area yang rusak berlilin dan
putih, perubahan suara, batuk, mengi, sputum gelap pada luka bakar mukosa (Wolters dkk, 2013).
Manifestasi tentang luka bakar dapat ketahui dengan derajat luka yang dibagi menjadi 4 derajat
yaitu: 1) Grade I dengan kerusakan jaringan hanya terjadi pada epidermis, nyeri, warna kulit
kemerahan, kering, pada tes jarum terdapat hiperalgesia, lama sembuh ±7 hari kulit menjadi
normal. 2) Grade II: terdapat grade II a dimana jaringan yang rusak adalah sebagian dermis, folikel
rambut, dan kelenjar keringat utuh, rasa nyeri, warna kemerahan pada lesi, adanya cairan pad bula,
waktu sembuh 7-14 hari. Dan pada grade II b dimana jaringan yang rusak sampai dermis, hanya
kelenjar keringat yang utuh, eritema, terkadang ada sikatrik, waktu sembuh 14-21 hari. 3) Grade
III yaitu jaringan yang rusak meliputi seluruh epidermis dan dermis, kulit kering, kaku, terlihat
gosong, terasa nyeri karena ujung saraf rusak, waktu sembuh lebih dari 21 hari. 4) Grade IV
dimana luka bakar mengenai seluruh lapisan kulit, otot bahkan tulang, penderita tidak akan
merasakan nyeri karena kerusakan saraf, warna kulit menjadi abu-abu, kehitaman, kering dan
mengelupas (Muttaqin dan Kumala, 2011)
.
D. Klasifikasi
Macam-macam luka bakar antara lain yaitu:
1. Berdasarkan kedalaman luka:
a. Derajat 1 (superficial)luka bakar akan sembuh dalam waktu singkat, paling lambat satu
minggu tanpa dilakukannya pengobatan atau dapat diberikan analgetik apabila merasa
kesakitan dan berikan obat-obatan topikal pada kulit yang tampak kemerahan tanpa ada
kerusakan jaringan kulit.
b. Derajat 2 (partial thickness) terdiri dari superfisial (superficial partial thickness) dan dalam
(deep partial thickness). Pada luka derajat 2 superfisial kulit berwarna merah dan adanya
bula (gelembung), organ kulit seperti kelenjar sebasea dan kelenjar kulit masih utuh. Pada
luka bakar ini terjadi keruskan epidermis yang ditandai rasa nyeri dan akan sembuh dalam
waktu 10 sampai dengan 14 hari dan dapat dilakukan kompres dengan menggunakan NaCl.
Untuk luka bakar derajat 2 dalam kulit menjadi kemerahan disertai adanya jaringan yang
terkelupas (kerusakan dermis dan epidermis), organ-organ kulit seperti kelenjar keringat
folikel rambut, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh, proses penyembuhan pada luka
derajat 2 dalam biasanya memerlukan waktu penyembuhan yang lama tergantung jaringan
epitel yang masih tersisa.
c. Derajat 3 (full thickness)ditandai dengan seluruh dermis dan epidermis mengalami
kerusakan, tidak dijumpai rasa nyeri dan kehilangan sensasi karena ujung-ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan/kematian bahkan bisa merusak jaringan lemak dan otot
walaupun jaringan tersebut tidak mengalami nekrosis. Proses penyembuhan terjadi lama
karena tidak terbentuk epitelisasi jaringan dari dasar luka yang spontan. Kulit yang terbakar
berwarna abu-abu dan pucat. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang
dikenal sebagai eskar.
d. Derajat 4 (fourth degree)semua jaringan sudah terjadi kerusakan bahkan dapat
menimbulkan jaringan nekrotik.

2. Berdasarkan ukuran luas luka Rule Of Nine menunjukkan persentase luas luka bakar yaitu:
Kepala dan leher 9%, Dada depan dan belakang 18%, Abdomen depan dan belakang 18%,
Tangan kanan dan kiri 18%, Paha kanan dan kiri 18%, Kaki kanan dan kiri 18%, Genitalia 1%.

3. Berdasarkan diagram penentuan luas luka dijelaskan dengan diagram Lund dan Bowder pada
orang dewasa yaitu sebagai berikut: kepala 7, leher 2, dada dan perut 13, punggung 13, pantat
kiri 2,5, pantat kanan 2,5, kelamin 1, lengan atas kanan 4, lengan atas kiri 4, lengan bawah
kanan 3, lengan bawah kiri 3, tangan kanan 2,5, tangan kiri 2,5, paha kanan 9,5, paha kiri 9,5,
tungkai bawah kanan 7, tungkai bawah kiri 7, kaki kanan 3,5 dan kaki kiri 3,5 (Musliha, 2010:
208).

E. Patofisiologi
Jaringan lunak akan mengalami cedera bila terkena suhu diatas 1150F (460C). Luasnya
kerusakan bergantung pada suhu permukaan dan lama kontak. Sebagai contoh pada kasus luka
bakar tersiram air panas pada orang dewasa, kontak selama 1 detik dengan air yang panas dari
shower dengan suhu 68,90C dapat menimbulkan luka bakar yang merusak epidermis dan dermis
sehingga terjadi cedera derajat tiga (full-thickness injury). Sebagai manifestasi dari cedera luka
bakar panas, kulit akan melakukan pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan pembentukan
oksigen reaktif dan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan menyebabkan
penurunan tekanan onkotik. Hal ini menyebabkan kehilangan cairan serta viskositas plasma
meningkat dengan menghasilkan suatu formasi mikrotrombus. Cedera luka bakar dapat
menyebabkan keadaan hipermetabolik yang dimanifestasikan dengan adanya demam,
peningkatan laju metabolisme, peningkatan ventilasi, peningkatan curah jantung, peningkatan
glukoneogenesis, serta meningkatkan katabolisme otot viseral dan rangka. Adanya luka pada
sistem pernafasan misalnya pada wajah yang merusak mukosa sehingga terjadi udema pada laring
dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan menyebabkan ketidakefektifan pola nafas. Terjebak
kebakaran dalam ruangan tertutup juga dapat menyebabkan cedera inhalasi sehingga terjadi
cedera alveolar yang ditandai dengan adanya sputum berkarbon yang memunculkan diagnosa
ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang diakibatkan karena keracunan gas (PCO2 yang
meningkat sedangkan PO2 turun). Keracunan gas tersebut dan sebagai akibat dari peningkatan
permeabilitas kapiler akan menyebabkan adanya penurunan cairan intravaskuler sehingga terjadi
hipovolemia dan hipoksia jaringan dan memunculkan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer (Muttaqin & Kumala, 2012: 200, Nurarif dan Hardhi, 2015: 212 ).
Masalah yang dapat timbul pada luka bakar yang luas yaitu gangguan pada sistem
hormonal dan gangguan keseimbangan cairan elektrolit. Hal tersebut terjadi akibat kehilangan
cairan serta dapat menyebabkan penurunan jumlah limfosit sehingga luka beresiko mengalami
sepsis. Mediator inflamasi seperti (sitokin, TNF-α dan sel fagosit nekrotik) dan gangguan
metabolisme (protein, karbohidrat dan lemak) dapat muncul sebagai akibat dari luka bakar yang
luasnya >20% . Meningkatnya stress oksidatif juga dapat menyebabkan peningkatan produksi
radikal bebas sehingga akan mengganggu fungsi imun (Adhy dkk, 2014: 386, Artawan, 2013).

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus luka bakar yaitu infeksi luka yang gejalanya
sama dengan proses penyembuhan luka yaitu adanya eritema, edema, dan nyeri tekan. Demam,
malaise, dan gejala yang lebih buruk dapat menyebabkan sepsis dan kerusakan yang lebih dalam.
Luka bakar juga dapat menyebabkan timbulnya syok, cedera inhalasi apabila pasien menghirup
udara di dalam ruangan tertutup (Lalani, 2013, Pamela, 2011: 189).
Luka bakar terutama dengan luas >20% dapat menyebabkan gangguan metabolisme
protein, karbohidrat dan lemak. Selain itu, semakin berat kerusakan jaringan maka proses
inflamasi juga semakin lama terjadi dan tidak terkendali. Hal tersebut akan menyebabkan
terjadinya inflamasi sistemik dan penekanan sistem imun yang berbahaya karena dapat menjadi
SIRS dan MODS (Adhy dkk, 2014: 386).

G. Penatalaksanaan
Prioritas pertama perawatan pasien luka bakar adalah menghilangkan sumber panas bila
masih ada. Pakaian dan perhiasan yang menghasilkan panas harus dilepas, dan setiap bahan kimia
dalam bentuk bubuk kering harus disingkirkan dari kulit. Bila sumber luka bakar telah
dihilangkan, perhatian pemberi perawatan beralih pada ABC (Airway, Breathing dan
Circulation). Cedera inhalasi harus dicurigai pada pasien yang berada dalam lingkungan yang
terbakar dalam ruangan tertutup atau pasien yang tampak mengalami perubahan tingkat
kesadaran. Cedera inhalasi mungkin gejalanya tidak muncul selama beberapa jam setelah waktu
cedera. Siapkan untuk intubasi endotrakea profilaktik kemudian beri oksigen melalui mask face
atau endotracheal tube pada setiap pasien yang menunjukkan mekanika pernapasan meragukan
atau yang mempunyai indikasi klinis adanya cedera inhalasi yang ditandai dengan hangusnya
bulu hidung, suara serak, batuk, sputum berkarbon, wheezing, takipne, dispnea, agitasi dan stridor
yang gejalanya mungkin tidak muncul beberapa jam setelah cedera terjadi (Pamela, 2011: 189).
Luka bakar yang meliputi semua ekstremitas menyebabkan reaksi kulit yang melepaskan
zat vasoaktif yang menimbulkan pembentukan oksigen reaktif sehingga permeabilitas kapiler
meningkat. Kehilangan cairan secara masif akan terjadi pada 4 jam pertama setelah cedera dengan
akumulasi maksimum edema pada 24 jam pertama setelah luka terjadi sehingga akan sulit untuk
melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien. Oleh karena itu perlu dilakukan
pemasangan selang infus dengan diameter besar untuk resusitasi cairan dan pemasanngan kateter
urin sebagai indikator status sirkulasi yang harus dipantau dan diukur setiap jam. Untuk resusitasi
cairan formula yang sering digunakan yaitu formula Parkland pada 24 jam pertama cidera. Pada
formula tersebut cairan yang digunakan adalah cairan Ringer Laktat dengan rumus 4ml/kgBB/%
luka bakar dimana setengah dari hasil penjumlahan yang telah dilakukan diberikan dalam 8 jam
pertama dan sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya (Muttaqin dan Kumala, 2012: 207,
Nurarif dan Hardhi, 2015: 212).
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A. Pengkajian
1. Data Umum
Berisi mengenai identitas pasien yang meliputi nama, umur, No.RM, jenis kelamin,
agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, jam datang, jam diperiksa,
tipe kedatangan dan informasi data.
2. Keadaan umum pada pasien luka bakar dengan gawat darurat yang berisi tentang
observasi umum mengenai penghentian proses luka bakar dan pemeriksaan status ABC
(Airway, Breathing dan Circulation) (Pamela, 2011).
3. Pengkajian primer
a. Airway: mengkaji ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas, sumbatan total atau
sebagian, distress pernafasan, ada tidaknya aliran udara dan adanya gangguan pada
jalan nafas misalnya edema tipe torniket pada daerah leher yang dapat menyumbat
pernafasan (Karika, 2011).
Masalah airway yang timbul pada pasien luka bakar yaitu pasien sulit bernafas,
terdapat edema di jalan nafas, batuk, suara serak, stridor, takipne, dispnea, agitasi
adanya sputum mengandung karbon (Pamela, 2011).
b. Breathing: mengkaji adanya henti nafas dan adekuatnya pernafasan, frekuensi nafas
dan pergerakan dinding dada(naik turunnya dinding dada), suara pernafasan melalui
hidung atau mulut, merasakan udara yang dikeluarkan dari jalan nafas (Kartika,
2011:44).
Masalah breathing yang timbul pada pasien luka bakar yaitu terganggunya ekspansi
dada akibat adanya krustal tebal pada luka bakar derajat 3 yang mengelilingi dada,
adanya penggunaan otot bantu pernafasan, pasien sulit bernafas, RR > 24x/menit,
irama nafas tidak teratur, nafas cepat dan pendek, suara nafas wheezing (Pamela,
2011).
c. Circulation: mengkaji ada tidaknya denyut nadi, kemungkinan syok, dan adanya
perdarahan eksternal, denyut nadi, kekuatan dan keteraturan, warna kulit dan
kelembaban, tanda-tanda perdarahan eksternal, tanda- tanda jejas atau trauma.
Masalah circulation yang timbul pada pasien luka bakar yaitu peningkatan curah
jantung dalam beberapa menit pertama cedera, nadi tidak dapat diraba, tingkat
kesadaran menurun (Pamela, 2011).
d. Disability: mengkaji kondisi neuromuskular pasien, keadaan status kesadaran(GCS),
keadaan ekstrimitas, kemampuan motorik dan sensorik.
Pada pasien luka bakar yang diakibatkan oleh luka bakar listrik dapat terjadi
penurunan kesadaran, paralisis motorik, disorientasi dan defisit sensorik (Lalani,
2013).
e. Exposure and environment control: pemaparan dan kontrol lingkungan tentang
kondisi pasien secara umum (Kartika, 2011:73).
4. Pengkajian sekunder
a. Riwayat keperawatan :
Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama pasien, riwayat
penyakit saat ini, riwayat pengobatan, pengobatan yang sedang dijalani, riwayat
keluarga dan sosial, serta review sistem (Kartika, 2011:44).
Pengkajian subjektif nyeri meliputi: P (penyebab, yang menimbulkan
nyeri, adakah hal yang menyebabkan kondisi memburuk/membaik), Q (kualitas,
keluhan klien), R (arah perjalanan nyeri, daerah nyeri), S (skala nyeri 1-10), T
(lamanya nyeri dirasakan, terus menerus/ hilang timbul) (Kartika , 2011:44).
Pengkajian Objektif tanda-tanda vital meliputi tekanan darah meliputi
systole > 100-140 mmHg, diastole > 60-90 mmHg, nadi 60-100 kali/ menit atau
lebih, suhu: 36-37,5 C atau meningkat dan pernafasan lebih dari 16- 24 kali/menit
(Kartika, 2011: 44).
b. Pemeriksaan fisik per sistem yang biasa timbul pada luka bakar yaitu:
 Sistem neurologi
Menurut metode Glascow Coma Scale (GCS) dengan penilaian Eye (4
untuk buka mata spontan, nilai 3 dengan suara, nilai 2 dengan nyeri dan 1 tanpa
respon), penilaian Verbal (5 apabila orientasi bagus, 4 jika pasien bingung, 3
apabila kalimat tidak jelas, 2 jika suara tidak jelas/bergumam dan 1 jika tidak
ada respon) serta motorik (6 bila pasien dapat mengikuti perintah dengan baik,
5 bila pasien mampu melokalisasi nyeri, 4 bila pasien menghindari nyeri, 3 bila
fleksi abnormal, 2 bila ekstensi abnormal dan 1 bila tanpa respon) (Kartika,
2011: 58).
Pada kasus luka bakar dapat ditemukan penurunan kesadaran yaitu
nyeri pada respon membuka mata, gangguan verbal, dan gangguan motorik
karena adanya cedera (Lalani, 2013).
 Sistem respirasi
Periksa bagian wajah, dada, dan leher pasien atas adanya tanda-tanda
distress pernafasan seperti penggunaan otot aksesori, keteraturan retraksi dada,
keteraturan pola nafas, dan suara nafas abnormal (Kartika, 2011: 61).
Pada kasus luka bakar dapat ditemukan adanya batuk, suara serak,
stridor, takipne, dispnea, agitasi adanya sputum mengandung karbon,
penggunaan otot bantu pernafasan, pasien sulit bernafas, RR lebih atau kurang
dari 24x/menit, irama nafas tidak teratur, nafas cepat dan pendek, suara nafas
wheezing(Pamela, 2011).
 Sistem kardiovaskuler
Kaji atas adanya keluhan nyeri pada dada, normalitas tanda-tanda vital,
dan denyut jantung yang cepat, pelan atau tidak teratur (Kartika, 2011).
Dalam pengkajian sistem kardiovaskuler pada kasus luka bakar akan
terjadi peningkatan curah jantung dalam beberapa menit cedera, dan nadi sulit
diraba (Pamela, 2011).
 Sistem pencernaan
Periksa adanya distensi abdomen, jejas, dan adanya luka. Auskultasi
keempat kuadran dan pastikan status peristaltik usus. Palpasi adanya nyeri,
hepatomegali, dan limpa. Perkusi untuk mngetahui ukuran organ dan
memeriksa daerah cairan atau rongga intra abdominal (Kartika, 2011).
Pada luka bakar akan ditemukan adanya penurunan metabolik sebagai
akibat dari respon sistemik pada 24 jam pertama cedera (Gurnida, 2011).
 Sistem muskuloskeletal
Gangguan muskuloskeletal di unit gawat darurat berhubungan dengan
trauma dan infeksi. Kaji luka atas adanya edema, eritema, jejas, dan nyeri.
Periksa pergerakan dan status neurovaskular pasien untuk mendeteksi masalah.
Lepaskan semua perhiasan dan pakaian ketat dari daerah luka (Kartika, 2011:
62).
Pada pasien luka bakar dapat ditemukan edema jaringan dan nekrosis
(Lalani, 2013: 357).
 Sistem perkemihan
Catat frekuensi urin, adanya inkontinensia, terasa panas, atau bau aneh
dan status nyeri pada sistem urinaria.
Pada pasien luka bakar akan ditemukan urine berwarna kemerahan yang
menunjukkan adanya hemokromogen dan mioglobin akibat kerusakan otot
karena luka bakar yang dalam (Muttaqin dan Kumala, 2012: 207).
 Sistem integumen
Meliputi pemeriksaan warna, tekstur, turgor, suhu, kepucatan, sianosis
dan kekuningan (Kartika, 2011: 62).
Pada sistem integumen pasien luka bakar mengalami gangguan
integritas kulit seperti kulit berwarna abu-abu dan pucat, dan adanya krustal
(Pamela, 2011, Nurarif dan Hardhy, 2015).
 Sistem endokrin
Perhatikan adanya gangguan endokrin jika pasien merasa sering lelah,
lemah, terjadi penurunan BB, poliuri, polidipsi dan polifagi (Kartika, 2011:64).
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan pada luka bakar meliputi laboratorium meliputi kadar
elektrolit serum yang mungkin normal pada awalnya tetapi akan berubah
selama program tindakan awal, BUN (nitrogen urea darah) dan kreatinin
mungkin meningkat palsu berkaitan dengan kekurangan cairan, glukosa darah
yang mungkin meningkat sebagai akibat respon stres, gas darah arteri awalnya
Po2 mungkin normal pada cedera inhalasi tetapi penting untuk
mendokumentasikan pH pada pasien yang menderita luka bakar listrik karena
umumnya akan mengalami asidosis metabolik ringan yang akan membaik
dengan resusitasi secara adekuat, hitung darah lengkap dimana pada awalnya
hemoglobin dan hematokrit mungkin meningkat sebagai akibat pergeseran
cairan intraseluler, albumin serum kadarnya mungkin rendah karena protein
plasma terutama albumin hilang ke dalam jaringan yang cedera sekunder akibat
peningkatan permeabilitas kapiler, skrining obat dan alkohol serum serta
skrining obat dalam urine secara khusus apabila pasien tidak sadar atau tingkat
kewaspadaannya menurun, karboksihemoglobin serum pada pasien dengan
dugaan cedera inhalasi dengan peningkatan kadar >10%, mioglobulin urine
harus dilakukan untuk pasien luka bakar listrik karena mioglobulin dilepaskan
ketika jaringan otot mengalami kerusakan dimana mioglobulin dapat
menyebabkan kerusakan pada tubulus ginjal bila ginjal tidak dibilas dengan
baik dan urine akan berubah menjadi merah terang atau berwarna teh, radiografi
dada untuk mengetahui perubahan radiograf dada yang biasanya terlihat sekitar
48 jam setelah cedera inhalasi, elektrokardiogram terutama di indikasikan pada
luka bakar listrik karena disertai komplikasi disritmia jantung dan juga CT scan
untuk menyingkirkan hemoragi intrakranial pada pasien dengan penyimpangan
neurologik yang menderita cedera listrik (Pamela, 2011: 200).

B. Dignosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
melalui rute abnormal.
2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; bentukan oedem;
manifulasi jaringan cedera.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan destruksi lapisan kulit.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat;
kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatik.

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Rencana Tujuan (SLKI) Rencana Intervensi (SIKI)

1 Risiko hipovlemia Status cairan (membaik) Manajemen hipovolemia :


Definisi : Dengan kriteria hasil : a. Periksa tanda
Berisiko mengalami a. Kekuatan nadi dangejala
penurunan volume cairan meningkat hipovolemia
intravaskiler, interstisiel b. Turgor kulit b. Monitorintake dan
dan/atau intraseluler membaik output cairan
Ds : - c. Output urine c. Berikan asupan
Do : - meningkat cairan
d. Frekuensi nadi d. Anjurkan
membaik memperbanyak
e. Tekanan darah asupan cairan oral
membaik e. Kolaborasi
f. Tekanan nadi pemberian cairan
membaik
g. Membran
mukosa
membaik
2 Nyeri akut Tingkat nyeri (menurun) Manajemen nyeri :
Definisi : Dengan kriteria hasil : a. Identifikasi lokasi,
Pengalaman sensorik atau a. Mengeluh nyeri karakteristik,
emosional yang berkaitan menurun durasi, frekuensi,
dengan kerusakan jaringan b. Meringis kualitas, intensitas
aktual dan fungsional, menurun nyeri.
dengan onset mendadak c. Sikap protektif b. Identifikasi skala
atau lambat dan menurun nyeri.
berintensitas ringan hingga d. Gelisah c. Kontrol lingkungan
berat yang berlangsung menurun yang memperberat
kurang dari 3 bulan. Nyeri rasa nyeri
akut d. Anjurkan
berhubungan dengan agen menggunakan
pencedera analgetik secara tepat
fisik
(terbakar)
Batasan
karakterist
ik : Data
subjektif :
a.
Kli
en
mengeluh
nyeri
Data
objektif :

a. Tampak meringis
b. Bersikap protektif
(waspada, posisi
menghindari nyeri)
c. Gelisah
3 Gangguan Integritas kulit dan Perawatan integritas kulit :
integritas jaringan (meningkat) a. Identifikasi
kulit Dengan kriteria hasil : penyebab gangguan
Definisi : a. .Kerusakan integritas kulit
Kerusakan jaringan b. Ubah posisi tiap 2
kulit menurun jam sekali
(dermis b. Kerusakan c. Gunakan produk
dan/atau lapisan kulit berbahan
epidermis) menurun ringan/alami dan
atau c. Kemerahan hipoalergik pada
jaringan menurun kulit sensitif
(membran d. Suhu kulit d. Anjurkan minum
membaik
mukosa, air yang cukup
kornea,
fasia, otot,
tendon,
tulang,
kartilago,
kapsul
sendi
dan/atau
ligamen).
Gangguan
integritas
kulit
berhubung
an dengan
faktor
terbakar.
Batasan
karakterist
ik :
Data
subjektif :
a.
.Kl
ien
mengataka
n kulitnya
terasa
perih dan
panas
Data
objektif :

a. Kerusakan
jaringan dan/atau
lapisan kulit
b. Nyeri
c. Kemerahan

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam
Potter dan Perry, 1997).
Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi,
pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai
dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan
kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan
keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi (Kozier et al, 1995).
E. Evaluasi Keperawatan
Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun
evaluasi berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan proses
keperawatan (Alfaro-Lefevre, 1998). Tahap evaluasi merupakan
perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan
merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah
ditentukan, untuk mengetahuipemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai