STASE KMB
DISUSUN OLEH:
2011102412069
2. Etiologi
CKD bisa terjadi karena berbagai kondisi klinis seperti penyakit komplikasi
yang bisa menyebabkan penurunan fungsi pada ginjal (Muttaqin & Sari 2011).
Menurut Robinson (2013) dalam Prabowo dan Pranata (2014) penyebab CKD,
yaitu:
a. Penyakit glomerular kronis (glomerulonephritis)
b. Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis)
c. Kelainan vaskuler (renal nephrosclerosis)
d. Obstruksi saluran kemih (nephrolithiasis)
e. Penyakit kolagen (Systemic Lupus Erythematosus)
f. Obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida)
Sedangkan menurut Muttaqqin & Sari (2011) kondisi klinis yang bisa memicu
munculnya CKD, yaitu:
3. Patofisiologi
CKD diawali dengan menurunnya fungsi ginjal, sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) ada yang utuh dan yang lainnya rusak. Akibatnya nefron
yang utuh atau sehat mengambil ahli tugas nefron yang rusak. Nefron yang sehat
akhirnya meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsinya dan ekskresinya meski
GFR mengalami penurunan, serta mengalami hipertropi. Semakin banyak nefron
yang rusak maka beban kerja pada nefron yang sehat semakin berat yang pada
akhirnya akan mati. Fungsi renal menurun akibatnya produk akhir metabolisme
dari protein yang seharusnya diekskresikan kedalam urin menjadi tertimbun dalam
darah dan terjadi uremia yang mempengaruhi semua sistem tubuh (Nursalam &
Batticaca, 2009; Mutaqqin & Sari, 2011; Haryono, 2013). Salah satunya yaitu
sistem integumen karena adanya gangguan pada reabsorbsi sisa-sisa metabolisme
yang tidak dapat dieksresikan oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan natrium dan
ureum yang seharusnya dikeluarkan bersama urine tetap berada dalam darah pada
akhirnya akan diekskresikan melalui kapiler kulit yang bisa membuat pigmen kulit
juga berubah (Baradero, Dayrit, & siswadi, 2009; Haryono, 2013; Prabowo &
Pranata 2014). Karena sisa limbah dari tubuh yang seharusnya dibuang melalui
urine terserap oleh kulit maka dapat menyebabkan pruritus, perubahan warna kulit,
uremic frosts dan kulit kering karena sering melakukan hemodialisa (LeMone dkk,
2015). Sindrom uremia juga bisa menyebabkan respon pada muskuloskeletal yaitu
terdapat ureum pada jaringan otot yang bisa menyebabkan otot mengalami
kelemahan, kelumpuhan, mengecil dan kram. Akibatnya bisa menyebabkan terjadi
miopati, kram otot dan kelemahan fisik (Muttaqin & Sari, 2014). Saat seseorang
mengalami gangguan pada jaringan otot bisa membuat kesulitan dalam beraktivitas
hingga tirah baring yang lama hingga bisa menyebabkan penekanan pada area
tulang yang menonjol dan akan terjadi luka tekan. Sehingga terjadilah gangguan
integritas kulit pada penderita CKD.
4. Pathway
5.
6. Manifestasi klinis
Menurut Haryono (2013) & Robinson (2013) CKD memiliki tanda dan gejala
sebagai berikut:
a. Ginjal dan gastrointestinal biasanya muncul hiponatremi maka akan muncul
hipotensi karena ginjal tidak bisa mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
dan gangguan reabsorpsi menyebabkan sebagian zat ikut terbuang bersama
urine sehingga tidak bisa menyimpan garam dan air dengan baik. Saat terjadi
uremia maka akan merangsang reflek muntah pada otak.
b. Kardiovaskuler biasanya terjadi aritmia, hipertensi, kardiomiopati, pitting
edema, pembesaran vena leher.
c. Respiratory system akan terjadi edema pleura, sesak napas, nyeri pleura, nafas
dangkal, kusmaull, sputum kental dan liat
d. Integumen maka pada kulit akan tampak pucat, kekuning-kuningan
kecoklatan,biasanya juga terdapat purpura, petechie, timbunan urea pada kulit,
warna kulit abu-abu mengilat, pruritus, kulit kering bersisik, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar
e. Neurologis biasanya ada neuropathy perifer, nyeri, gatal pada lengan dan kaki,
daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat.
f. Endokrin maka terjadi infertilitas dan penurunan libido, gangguan siklus
menstruasi pada wanita, impoten, kerusakan metabolisme karbohidrat.
g. Sistem muskulosekeletal: kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang.
h. Sistem reproduksi: amenore, atrofi testis.
7. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus
Kockroft – Gault sebagai berikut :
8. Komplikasi
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin aldosterone
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah
selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. Neuropati perifer j. Hiperuremia
9. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi
ginjal.
b. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
c. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
d. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
e. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
f. Foto Polos Abdomenuntuk menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu
atau obstruksi lain.
g. Pielografi Intravena untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko
terjadi penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati
asam urat.
h. USG. Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
i. Renogram. Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
j. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
a) Volume: Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak
ada (anuria).
b) Warna: Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
c) Berat Jenis: Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas: Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
a) Ureum:
b) Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik
10. Penatalaksanaan
a. Terapi Konservatif Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap
klien Cronic renal Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi
dari bulan sampai tahun (Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin,
Observasi balance cairan, Observasi adanya odema dan Batasi cairan yang
masuk).
b. Asidosis metabolik Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat
meningkatkan serum K+ (hiperkalemia ):
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama
dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
3) Anemia
a) Anemia Normokrom normositer Berhubungan dengan retensi
toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin (ESF:
Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan
pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO )
dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
b) Anemia hemolisis Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi
yang dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan
hemodialisis atau peritoneal dialisis.
c) Anemia Defisiensi Besi Defisiensi Fe pada CKD berhubungan
dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser
( terapi pengganti hemodialisis ).
2. Diagnosa keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan
retensi cairan dan natrium.
b. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
mual muntah.
3. Intervensi
N SLKI SIKI
SDKI
O
1. Hipervolemia Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Manajemen hypervolemia
berhubungan selama …x24 jam diharapkan volume cairan (I.15506)
dengan penurunan tubuh pasien seimbang dengan kriteria hasil: 1.1 periksa tanda dan gejala
haluran urin dan Keseimbangan cairan (L.05020) hypervolemia
retensi cairan dan - Asupan cairan (5) 1.2 identifikasi penyebab hypervolemia
natrium. - Keluaran urin (5) 1.3 monitor intake dan output cairan
- Edema (5) 1.4 timbang BB setiap hari di waktu
- Tekanan darah (5) yang sama
- Turgor kulit (5) 1.5 batasi asupan cairan dan garam
- Berat badan (5) 1.6 anjurkan melapor jika keluarran
Indicator urin <0,5 ml/kg/jam dalam 6 jam
1. Menurun/meningkat/memburuk 1.7 anjurkan melapor jika ada
2. Cukup menurun/cukup meningkat/cukup peningkatan BB 1 kg/hari
memburuk 1.8 kolaborasi pemberian diuretic
3. Sedang
4. Cukup meningkat/cukup menurun/cukup
membaik
5. Meningkat/menurun/membaik
2. Pola napas tidak Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Manajemen jalan nafas (I.01011)
efektif selama …x24 jam diharapkan pola nafas 2.1 monitor pola nafas
berhubungan pasien seimbang dengan kriteria hasil: 2.2 monitor bunyi nafas
dengan Pola nafas (L.01004) 2.3 posisikan fowlwr/semi-fowler
hiperventilasi paru. - Dispnea (5) 2.4 berikan oksigen jika perlu
- Frekuensi nafas (5)
- Kedalaman nafas (5)
Indicator
1. Meningkat/memburuk
2. Cukup meningkat/cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup menurun/cukup membaik
5. Menurun/membaik
DAFTAR PUSTAKA
Arifa dkk.2017. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Ginjal Kronik Pada
Penderita Hipertensi Di Indonesia. Jurnal MKMI, Vol. 3 No. 14
Fadhila dkk, 2018.Hubungan Antara Tekanan Darah dan Fungsi Ginjal pada Preeklamsi di
RSUP DR. M. Djamil. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7 (1)\
LeMone, Priscilla dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 5 Vol 2. Jakarta:
EGC
Mohamad dkk. 2016. Hasil Diagnostik Mycobacterium Tuberculosis Pada Penderita Batuk
≥2 Minggu Dengan Pewarnaan Ziehl-Neelsen di Puskesmas Ranomuut dan Puskesmas
Kombos Manado. Jurnal e-Biomedik (e-Bm), Vol. 4 No. 2
Muttaqin & Sari. 2011. Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika. 2014. Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika
Noviyanti dkk, 2015.Perbedaan Kadar LDL-Kolesterol Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Dengan Dan Tanpa Hipertensi di RS Dr. M. Djamil Padang Tahun 2011. Jurnal
Kesehatan Andalas.2015; 4 (2)
Nursalam & Batticaca.2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan.Jakarta: Salemba Medika
Prabowo & Pranata. 2014. Buku ajar keperawatan sistem perkemihan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Roviati, Evi. 2012. Systemic Lupus Erithematosus (SLE): Kelainan Autoimun Bawaan Yang
Langka Dan Mekanisme Biokimiawinya. Jurnal Scientiae Educatia Vol. 1 Ed. 2
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Edisi 1.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1.
Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi 1.
Cetakan II Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia