Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN COMBUSTIO ( LUKA BAKAR )


DI ICU RSUD dr. SOEDARSO
PONTIANAK

DI SUSUN OLEH
SYF. NURJANNAH
NIM : 211122035

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN NERS


JURUSAN KEPERAWATAN PONTIANAK
POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
TAHUN 2021 / 2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN
DENGAN COMBUSTIO ( LUKA BAKAR ) DI ICU RSUD
dr. SOEDARSO PONTIANAK

Pontianak, Maret 2022


Mahasiswa

Syf. Nurjannah
Nim : 211122035

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Winnellia F.S.R, MPH. Dasih Minarti, S.Kep, Ners.


NIP : 197602082002122003 NIP : 197302141998032002
A. KONSEP DASAR LUKA BAKAR

1. Pengertian

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan


kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi (Musliha, 2010).
Luka bakar adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu panas
(thermal), bahan kimia, elektrik dan radiasi (Suryadi, 2001).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi juga disebabkan oleh
kontak dengan suhu rendah (Masjoer, 2003).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang
memberikan gejala tergantung luas dalam dan lokasi lukanya (Tim Bedah,
FKUA, 1999).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik, dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid
(misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat
menimbulkan luka bakar dan dapat menyebabkan kerusakan organ. Bahan
kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan
sehingga terjadi diskonfirgurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses
penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas
dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak , semakin luas
dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat,2003).

Jadi, luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh panas,
kimia, elektrik maupun radiasi.
2. Etiologi

Terdapat 4 jenis cedera luka bakar menurut Moenadjat (2005) yaitu :


a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn) seperti gas, cairan, bahan padat. Luka
bakar suhu tinggi (thermal burn) biasanya disebabkan oleh air panas (scald),
jilatan api ketubuh (flash), kobaran api ketubuh (flam), dan akibat terpapar
atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas dan lain-lain).
b. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)
Luka bakar bahan kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan dalam bidang industry militer ataupun bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.
c. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah
khususnya tunika intima sehingga menyebabkan gangguan serkulasi ke
distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak baik kontak
dengan arus maupun grown.
d. Luka bakar radiasi (radiasi injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif.
Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk
keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industry. Akibat terpapar
sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar
dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas, (misal: suhu
benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, api, air panas, minyak
panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran
(Effendi. C, 1999).
3. Klasifikasi

a. Berdasarkan penyebab :
1) Luka bakar karena api.
2) Luka bakar karena air panas.
3) Luka bakar karena bahan kimia.
4) Luka bakar karena listrik.
5) Luka bakar karena radiasi.
6) Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).
b. Berdasarkan kedalaman :
1) Luka bakar derajat I (super ficial patial thickness)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang didalam
proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar
derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan,
terdapat gelembung-gelembung yang ditutupi oleh daerah putih,
epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit
yang berwarna merah serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan
biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka
tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas
setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
2) Luka bakar derajat II (deep partial thickness)
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka
berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi diatas permukaan kulit
normal, nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi, Luka bakar derajat II
ada 2, meliputi :
a) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih
utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
b) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih
utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang
tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu
bulan.
3) Luka bakar derajat III (full thickness)
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih
dalam, apendises kulit seperti folikel rambur, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau cokelat,
kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi
protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri.
Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.
c. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
1) Luka bakar ringan / minor
a) Luka bakar dengan luas <15% pada dewasa.
b) Luka bakar dengan luas <10% pada anak dan lansia.
c) Luka bakar dengan luas <2% pada usia (tidak mengenai muka, tangan,
kaki, dan perineum.
2) Luka bakar sedang (moderate burn)
a) Luka bakar dengan luas 15-20% pada dewasa, dengan luka bakar
derajat III <10%.
b) Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia <10 tahun atau dewasa
>40 tahun, dengan luka bakar derajat III <10%.
c) Luka bakar derajat III <10% pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
3) Luka bakar berat (major burn)
a) Derajat II-III >20% pada pasien berusia <10 tahun atau >50 tahun.
b) Derajat II-III >25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama.
c) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum.
d) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar.
e) Luka bakar listrik tegangan tinggi.
f) Disertai trauma lainnya.
g) Pasien-pasien resiko tinggi.
d. Berdasarkan luas permukaan tubuh yang terbakar
Dalam menentukan luas permukaan tubuh yang terbakar dapat diukur
dengan beberapa metode :
1) Rule of nine
a) Kepala dan leher : 9%
b) Lengan masing-masing 9% : 18%
c) Badan depan 18% dan badan belakang 18% : 36%
d) Tungkai masing-masing 18% : 36%
e) Genetilia / perineum : 1%
2) Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan
diagram Lund dan Browder sebagai berikut :
4. Fase

Terdapat 3 fase dalam luka bakar yaitu :


a. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat
terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi
obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca
trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada
fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
b. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan :
1) Proses inflamasi dan infeksi.
2) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau
tidak bertuju epitel luas dan atau pada struktur atau organ-organ
fungsional.
3) Keadaan hipermetabolisme.
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadi maturase parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada
fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan
pigmentasi, deformitas, dan kontraktur.

5. Patofisiologi

Pada dasarnya luka bakar itu terjadi akibat paparan suhu yang tinggi,
akibatnya akan merusak kulit dan pembuluh darah tepi maupun pembuluh darah
besar dan akibat kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan plasma
sel darah, protein dan albumin, mengalami gangguan fisiologi. Akibatnya
terjadilah kehilangan cairan yang masif, terganggunya cairan di dalam lumen
pembuluh darah. Suhu tinggi juga merusak pembuluh darah yang
mengakibatkan sumbatan pembuluh darah sehingga beberapa jam setelah
terjadi reaksi tersebut bisa mengakibatkan radang sistemik, maupun kerusakan
jaringan lainnya. Dari kilasan diatas maka pada luka bakar juga dapat terjadi
sok hipovelemik (burn syok).
Luka bakar (combustio) pada tubuh dapat terjadi karena konduksi panas
langsung atau radiasi elektromagnetik. Setelah terjadi luka bakar yang parah,
dapat mengakibatkan gangguan hemodinamika, jantung, paru, ginjal serta
metabolik akan berkembang lebih cepat. Dalam beberapa detik saja setelah
terjadi jejas yang bersangkutan, isi curah jantung akan menurun, mungkin
sebagai akibat dari refleks yang berlebihan serta pengembalian vena yang
menurun. Kontaktibilitas miokardium tidak mengalami gangguan.
Segera setelah terjadi jejas, permeabilitas seluruhh pembuluh darah
meningkat, sebagai akibatnya air, elektrolit, serta protein akan hilang dari ruang
pembuluh darah masuk ke dalam jarigan interstisial, baik dalam tempat yang
luka maupun yang tidak mengalami luka. Kehilangan ini terjadi secara
berlebihan dalam 12 jam pertama setelah terjadinya luka dan dapat mencapai
sepertiga dari volume darah. Selama 4 hari yang pertama sebanyak 2 pool
albumin dalam plasma dapat hilang, dengan demikian kekurangan albumin
serta beberapa macam protein plasma lainnya merupakan masalah yang sering
didapatkan.
Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar, pengaliran
plasma dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan, sehingga timbul
oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih lanjut
lagi mengakibatkan penurunan pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh
tubulus dirangsang, ekskresi kalium diperbesar dan kemih dikonsentrasikan
secara maksimal.
Albumin dalam plasma dapat hilang, dengan demikian kekurangan albumin
serta beberapa macam protein plasma lainnya merupakan masalah yang sering
didapatkan.

Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar, pengaliran
plasma dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan, sehingga timbul
oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih lanjut
lagi mengakibatkan penurunan pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh
tubulus dirangsang, ekskresi kalium diperbesar dan kemih dikonsentrasikan
secara maksimal.

6. Tanda dan Gejala

Menurut Wong and Whaley’s 2003, tanda dan gejala pada luka bakar adalah :
a. Grade I
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar), kulit kering kemerahan,
nyeri sekali, sembuh dalam 3-7 hari dan tidak ada jaringan parut.
b. Grade II
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar) dan dermis (kulit bagian
dalam), terdapat vesikel (benjolan berupa cairan atau nanah) dan oedem sub
kutan (adanya penimbunan dibawah kulit), luka merah dan basah mengkilap,
sangat nyeri, sembuh dalam 21-28 hari tergantung komplikasi infeksi.
c. Grade III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah keputih-
putihan (seperti merah yang terdapat serat putih dan merupakan jaringan
mati) atau hitam keabu-abuan (seperti luka yang kering dan gosong juga
termasuk jaringan mati), tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh
sendiri (perlu skin graf).

7. Komplikasi

Komplikasi dari luka bakar adalah :


a. Curting ulcer / dekubitus
b. Sepsis
c. Pneumonia
d. Gagal ginjal akut
e. Deformitas
f. Kontraktur dan hipertrofi jaringan parut
g. Gagal ginjal kongestif
h. Sindrom kompartemen
i. Adult Respiratory Distress Syndrome
j. Syok sirkulasi
k. Ileus paralitk

8. Pemeriksaan diagnostic

a. Laboratorium
1) Hemoglobin : Hemoglobin turun menunjukkan adanya pengeluaran darah
yang banyak sedangkan peningkatan >15% mengindikasikan adanya
cedera.
2) Hematokrit : Hematokrit yang meningkat menunjukkan adanya
kehilangan cairan sedangkan hematokrit turun dapat terjadi sehubungan
dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
3) Leukosit : Leukositos dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi.
4) Gas Darah Arteri (GDA) : Untuk mengetahui adanya kecurigaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon dioksida.
5) Elektrolit serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
6) Glukosa serum :Peninggian glukosa serum menunjukkan respon stress.
7) Albumin serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
8) BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
9) Ureum.
10) Protein.
11) Urine lengkap.
b. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokard atau disritmia.
c. CVP : Untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar
>30% dewasa dan >20% pada anak.

9. Penatalaksanaan Medik

Tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan pasien luka bakar antara lain
terapi cairan dan terapi obat-obatan topical :
a. Pemberian cairan intravena
3 macam cairan diperlukan dalam kalkulasi kebutuhan pasien :
1) Koloid termasuk plasma expander seperti dextran.
2) Elektrolit seperti NaCl, larutan ringer, larutan Hartman, atau larutan
tirode.
3) Larutan non elektolit seperti glukosa 5%.
Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan
secara teliti. Kemudian jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung.
Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini.
Pemberian cairan ada beberapa formula :
1) Formula baxter hanya memakai cairan RL dengan jumlah : % luas luka
bakar x BB (kg) x 4cc diberikan ½ 8 jam1 dan ½ nya 16 jam berikut
untuk hari ke 2 tergantung keadaan.
Resusitasi cairan hari pertama : Baxter
a) Dewasa : Baxter
RL 4cc x BB x % luas luka bakar / 24 jam
b) Anak : jumlah resusitasi + kebutuhan faal :
RL : Dextran = 17 : 3
2cc x BB x % luas luka bakar
c) Kebutuhan faal :
i. <1 tahun : BB x 100cc
ii. 1-3 tahun : BB x 75cc
iii. 3-5 tahun : BB x 50cc
iv. ½ diberikan 8 jam pertama
v. ½ diberikan 16 jam berikutnya
Hari kedua :
a) Dewasa : Dextran 500-2000 + D5% albumin
(3-x) x 80 x BB gr/hr
(albumin 25% = gram x 4cc) 1cc/m
b) Anak : diberikan sesuai kebutuhan faal
2) Formula Evans
a) Cairan yang diberikan adalah saline
b) Elektrolit dosis : 1cc x BB (kg) x % luas luka bakar
c) Koloid dosis : 1cc x BB (kg) x % luas luka bakar
d) Glukosa : Dewasa 2000cc dan anak 1000cc
3) Formula Brook
a) Cairan yagn diberikan adalah ringer laktat
b) Elektrolit : 1,5cc x BB (kg) x % luas luka bakar
c) Koloid : 0,5cc x BB(kg) x % luas luka bakar
d) Dektros : Dewasa 2000cc dan anak 1000cc
4) Formula Farkland
a) Cairan yang diberikan adalah ringer laktat
b) Elektrolit : 4cc x BB (kg) x % luas luka bakar
b. Terapi obat-obatan topical
Ada berbagai jenis obat topical yang dapat digunakan pada pasien luka bakar
antara lain :
1) Mefenamid acetate (sulfamylon)
Indikasi : luka dengan kuman pathogen gram positif dan negative, terapi
pilihan untuk luka bakar listrik dan pada telinga.
Keterangan : Berikan 1-2 x/hari dengan sarung tangan steril,
menimbulkan nyeri partial thickness burn selama 30 menit, jangan dibalut
karena dapat mengurangi efektivitas dan menyebabkan macerasi.
2) Silver nitrat
Indikasi : Efektif sebagai spectrum luas pada luka pathogen dan infeksi
candida, digunakan pada pasien yang alergi sulfa atau tosix epidermal
nekrolisis.
Keterangan : Berikan 0,5% balutan basah 2-3 x/hari, yakinkan balutan
tetap lembab dengan membasahi setiap 2 jam.
3) Silver Sulfadiazine
Indikasi : Spektrum luas untuk microbial pathogen, gunakan dengan hati-
hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
Keterangan : Berikan 1-2 x/hari dengan sarung steril, biarkan luka
terbuka atau tertutup dengan kasa steril.
4) Providone Iodine (betadine)
Indikasi : Efektif terhadap kuman gram positif dan negative, candida
albican, dan jamur.
Keterangan : Tersedia dalam bentuk solution, sabun, dan salep, mudah
digunakan dengan sarung tangan steril, mempunyai kecenderungan untuk
menjadi kerak dan menimbulkan nyeri, iritasi, mengganggu pergerakan,
dan dapat menyebabkan asidosis metabolic.
Dengan pemberian obat-obatan topical secara tepat dan efektif,
diharapkan dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis
yang seringkali masih terjadi penyebab kematian pasien.

10. Proses Penyembuhan

Berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi 2 yaitu


akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam
jangka waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang
tidak ada tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu.
Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera jaringan
lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada tipe cedera
jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti decubitus dan ulkus tungkai,
luka traumatis misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar atau luka akibat
tindakan bedah. Luka dikatakan mengalami proses penyembuhan jika
mengalami proses fase respon inflamasi akut terhadap cedera, fase destruktif,
fase proliferative, dan fase maturase. Kemudian disertai dengan berkurangnya
luasnya luka, jumlah eksudat berkurang, dan jaringan luka semakin membaik.
Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui proses
peradangan yang dikarakteristikan dengan 5 tanda utama yaitu bengkak,
kemerahan, panas, nyeri, dan kerusakan fungi. Proses penyembuhan mencakup
beberapa fase (Potter dan Perry, 2005) yaitu :
a. Fase inflammatory
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3-4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) akibat vasokonstriksi pembuluh darah besar di
daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan
jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Scab (keropeng)
juga dibentuk dipermukaan luka. Scab membantu hemostasis dan mencegah
kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel
berpindah dari luka ke tepi. Sel epitel membantu sebagai barrier antara tubuh
dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Suplai darah
yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang
diperlukan pada proses penyembuhan.
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel
berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial.
Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih
kurang 24 jam setelah cedera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme
dan sel debris melalui proses yang disebut fagositosis. Makrofag juga
mengeluarkan factor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan
ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama
mempercepat proses penyembuhan.
Respon inflammatory ini sangat penting bagi proses penyembuhan.
Respon segera setelah terjadi injuri akan terjadi pembekuan darah untuk
mencegah kehilangan darah. Karakteristik fase ini adalah tumor, rubor,
dolor, calor, dan function laesa. Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi
infeksi.
b. Fase proliferative
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-4 atau 5 sampai hari ke-21.
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblast, sel inflamasi, pembuluh
darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid.
Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah
luka mulai 24 jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan mensintesis
kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari
setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah
ketegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat
menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka
terbuka. Kapilarisasi dan epitelisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan
aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi
penyembuhan.
c. Fase maturase
Fase maturase dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun. Fibroblas terus
mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan dalam struktur
yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan
meninggalkan garis putih. Dalam fase ini terdapat remodelling luka yang
merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen
yang berlebih dari regresi vaskularitas luka.
Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuknya jaringan parut 50-80% sama
kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudia terdapat pengurangan secara
bertahap pada aktivitas seluler dan vaskularisasi jaringan yang mengalami
perbaikan (Syamsulhidjayat, 2005)
11. Pathway

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
Identitas pasien : Resiko luka bakar setiap umur berbeda, anak dibawah 2
tahun dan diatas 60 tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi, pada
umur 2 tahun lebuh rentan terkena infeksi.
b. Riwayat Penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang
a) Sumber kecelakaan.
b) Sumber panas atau penyebab yang berbahaya.
c) Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi.
d) Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan.
e) Keadaan fisik disekitar luka bakar.
f) Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk ke RS.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien luka bakar (combustio) adalah
nyeri dan sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan karena iritasi terhadap
saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperharikan paliatif (P),
quality (Q), region (R), severe (S), dan time (T). Sesak nafas yang timbul
beberapa jam/hari setelah pasien mengalami luka bakar dan disebabkan
karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran
nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada penurunan
ekspansi paru.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai penyakit yang
merubah kemampuan untuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya
pertahanan terhadap infeksi (seperti DM, gagal jantung, sirosis hepatis,
dan gangguan pernafasan).
4) Data biologis
a) Pola nutrisi : kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah.
b) Pola minum : meliputi kebiasan pasien sehari-hari dirumah dan di RS,
apabila terjadi perubahan pola menimbulkan masalah bagi pasien.
c) Pola eliminasi : haluaran urine menurun/tidak ada selama fase darurat,
warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengidentifikasikan kerusakan otot dalam, diuresis (setelah kebocoran
kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi), dan penurunan bising
usus/tidak ada, khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari
20% sebagian stress penurunan motilitas/peristaltic gastrik.
d) Pola istirahat/tidur : pola tidur akan mengalami perubahan yang
dipengaruhi oleh kondisi pasien dan akan mempengaruhi proses
penyembuhan.
e) Pola hygiene : pada pola ini mengalami penurunan karena pasien tidak
dapat melakukan sendiri.
f) Pola aktifitas : penurunan kekuatan, tahanan, keterbatasan rentang
gerak pada area yang sakit, gangguan masa otot, dan perubahan tonus.
5) Data sosial
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, dan kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
dan marah.
6) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : umumnya penderita datang dengan keadaan kotor
mengeluh panas, sakit, dan gelisah sampai menimbulkan penurunan
tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat.
b) TTV : tekanan darah menurun, nadi cepat, suhu dingin, pernafasan
lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48
jam pertama.
c) Kepala dan leher : catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan
warna rambut setelah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar,
grade, dan luas luka bakar.
d) Mata : catat kesimetrisan dan kelengkapan mata, edema, kelopak mata,
lesi adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan,
bulu mata yang rontok kena air panas, dan bahan kimia akibat luka
bakar.
e) Hidung : catat adanya perdarahan, mukosa kering, secret, sumbatan,
dan bulu hidung yang rontok.
f) Telinga : catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan, dan serumen.
g) Mulut : sianosis karena kurangnya suplai darah ke otak dan bibir
kering karena intake cairan kurang.
h) Leher : catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan
sebagai kompensasi untuk mengatasi kekurangan cairan.
i) Pemeriksaan thoraks : inspeksi bentuk thoraks, irama pernafasan,
ekspansi dada tidak maksimal, vocal fremitus kurang bergetar karena
cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, dan suara
nafas tambahan ronchi.
j) Abdomen : inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung dan
palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi
adanya gastritis.
k) Genetalia : kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakan tempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga
potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
l) Ekstremitas : catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat
luka baru pada musculoskeletal, dan kekuatan otot menurun karena
nyeri.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan
atau vena.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme.
d. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler.
e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur / bentuk
tubuh.
f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan massa otot.
g. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer.

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Perfusi perifer Setelah dilakukan I. Perawatan 1) Penurunan atau
tidak efektif tindakan sirkulasi tidak adanya nadi
berhubungan keperawatan selama  Observasi dapat
dengan 3x24 jam diarapkan 1) Periksa menggambar-kan
penurunan aliran perfusi perifer sirkulasi cedera vaskuler
arteri dan atau meningkat dengan perifer. dan perlunya
vena. kriteria hasil : evaluasi medis
1) Penyembuhan segera terhadap
luka meningkat. status sirkulasi.
2) Edema perifer 2) Mengetahui
menurun. adanya factor
3) Nyeri ekstremitas risiko gangguan
menurun. sirkulasi.
4) Pengisian kapiler 2) Identifikasi 3) Untuk
membaik. factor resiko mengurangi nyeri.
5) Akral membaik. gangguan
sirkulasi.

3) Monitor panas,
kemerahan, 4) Mengurangi
nyeri, atau tekanan pada area
bengkak pada keterbatasan
ektremitas. perfusi.
 Terapeutik
4) Hindari
pemasangan 5) Mengurangi
infus atau tekanan pada
pengambilan ektremitas.
darah di area
keterbatasan
perfusi.
5) Hindari
pengukuran
darah pada 6) Mengurangi
ektremitas penekanan pada
dengan area cedera.
keterbatasan
perfusi.
6) Hindari 7) Agar tidak
penekanan dan terjadinya infeksi.
pemasangan 8) Agar tidak terjadi
tourniquet pada infeksi.
area yang
cedera.
7) Lakukan
pencegahan 9) Agar tidak terjadi
infeksi. dehidrasi.
8) Lakukan 10) Agar kulit tetap
perawatan kaki lembab.
dan kuku jika
adanya luka
bakar. 11) Agar
9) Lakukan mendapatkan
hidrasi. nutrisi yang
 Edukasi sesuai.
10) Anjurkan 12) Agar pasien
melakukan mengetahui
perawatan tanda dan gejala
kulit yang darurat yang
tepat. harus segera
11) Ajarkan dilaporkan.
program diet.

12) Informasikan
tanda dan
gejala darurat
yang harus
dilaporkan.
2 Nyeri akut Setelah dilakukan I. Manajemen 1) Untuk berfokus
berhubungan tindakan nyeri pada penyebab
dengan agen keperawatan selama  Observasi nyeri dan
pencedera 3x24 jam 1) Identifikasi manajemen nya.
kimiawi. diharapkan tingkat lokasi,
nyeri menurun karakteristik,
dengan kriteria hasil durasi,
: frekuensi,
1) Keluhan nyeri kualitas, dan
menurun. intensitas 2) Untuk mengetahui
2) Meringis nyeri. tingkat nyeri klien.
menurun. 2) Identifikasi 3) Mengetahui
3) Gelisah menurun. skala nyeri. seberapa kuat
4) Kesulitan tidur nyeri yang
menurun. dirasakan oleh
5) Frekuensi nadi 3) Identifikasi klien.
membaik. respon nyeri 4) Mengetahui factor
secara non yang memperberat
verbal. dan memperingan
nyeri.
4) Identifikasi 5) Mengetahui
factor yang adanya efek
memperberat samping analgetik.
dan
memperingan 6) Untuk mengurangi
nyeri. rasa nyeri.
5) Monitor efek 7) Untuk mengurangi
samping rasa nyeri.
penggunaan
analgetik.
Terapeutik 8) Agar pola istirahat
6) Berikan teknik dan tidur pasien
non membaik.
farmakologis. 9) Agar tidak
7) Kontrol menambah rasa
lingkungan nyeri.
yang
memperberat
rasa nyeri.
8) Fasilitasi
istirahat dan
tidur.
10) Pengetahu-an
9) Pertimbangkan yang adekuat
jenis dan tentang penyakit
sumber nyeri menurunkan
dalam kecemasan
pemilihan pasien,
strategi menurunkan
meredakan respon stress
nyeri. pasien sehingga
Edukasi pasien lebih
10) Jelaskan rileks.
penyebab, 11) Agar pasien dan
periode, dan keluarga
pemicu nyeri. mengetahui
strategi
meredakan nyeri.
12) Agar mampu
memonitor nyeri
secara mandiri.
13) Agar analgetik
yang dikonsumsi
tepat.
14) Untuk
meredakan nyeri.

11) Jelaskan 15) Untuk


strategi menurunkan
meredakan tingkat nyeri.
nyeri.

12) Anjurkan
memonitor
nyeri secara
mandiri.
13) Anjurkan
menggunakan
analgetik
secara tepat.

14) Ajarkan teknik


non
farmakologis.
 Kolaborasi
15) Kolaborasi
pemberian
analgetik.
3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan I. Manajemen 1) Mengetahui
berhubungan tindakan nutrisi. kekurangan
dengan keperawatan selama  Observasi nutrisi pasien.
peningkatan 3x24 jam 1) Identifikasi
kebutuhan diharapkan status status nutrisi.
metabolisme. nutrisi membaik 2) Identifikasi 2) Mengetahui
dengan kriteria hasil alergi dan adanya alergi atau
: intoleransi intoleransi pada
1) Porsi makan yang makanan. pasien.
dihabiskan. 3) Membuat waktu
2) Verbalisasi untuk 3) Identifikasi makan
meningkat-kan makanan yang menyenang-kan
nutrisi meningkat. disukai. yang dapat
3) BB membaik. meningkat-kan
4) Frekuensi makan nafsu makan.
membaik. 4) Mengetahui
5) Nafsu makan kebutuhan kalori
membaik. dan nutrisi pasien.
4) Identifikasi 5) Mengetahui
kebutuhan asupan makanan
kalori dan jenis pasien.
nutrient. 6) Membantu dalam
5) Monitor identifikasi
asupan malnutrisi protein
makanan. kalori khususnya
bila berat badan
6) Monitor berat kurang dari
badan. normal.
7) Mengetahui hasil
laboratorium
normal atau tidak.
8) Mulut yang bersih
dapat
meningkatkan
nafsu makan.
7) Monitor hasil 9) Agar nafsu makan
pemeriksaan pasien meningkat.
laboratorium.

 Terapeutik
8) Lakukan oral 10) Agar makanan
hygiene dapat dicerna
sebelum dengan baik.
makan. 11) Untuk
meningkat-kan
9) Sajikan pengetahuan
makanan memilih
secara menarik makanan.
dan suhu yang
sesuai. 12) Untuk
 Edukasi menentukan
10) Anjurkan jenis kalori dan
posisi duduk. nutrisi yang
dibutuhkan
pasien.
11) Ajarkan diet
yang
deprogram-
kan.

 Kolaborasi
12) Kolaborasi
dengan ahli
gizi.
4 Gangguan Setelah dilakukan I. Dukungan 1) Penentuan adanya
mobilitas fisik tindakan ambulasi nyeri untuk
berhubungan keperawatan selama Observasi menentukan
dengan 3x24 jam 1) Identifikasi ambulasi yang
penurunan massa diharapkan adanya nyeri tepat untuk
otot. mobilitas fisik atau keluhan pasien.
meningkat dengan fisik lainnya. 2) Mengetahui
kriteria hasil : 2) Identifikasi toleransi fisik
1) Pergerakan toleransi fisik pasien dalam
ekstremitas melakukan melakukan
meningkat. ambulasi. ambulasi.
2) Kekuatan otot 3) Mengetahui
meningkat. 3) Monitor tingkat berat atau
3) Nyeri menurun. frekuensi tidaknya
4) Kecemasan jantung dan
menurun. tekanan darah ambulasi.
5) Gerakan terbatas sebelum
menurun. memulai
ambulasi.
4) Monitor 4) Mengetahui
kondisi umum kecenderung-an
selama tingkat kesadaran
melakukan dan potensial
ambulasi. peningkatan
tekanan darah.
5) Alat bantu
 Terapeutik diperlukan untuk
5) Fasilitasi membantu pasien
aktivitas dalam melakukan
ambulasi latihan ambulasi.
dengan alat 6) Pengetahuan
bantu. tentang ambulasi
oleh keluarga
dapat meningkat-
kan respon
6) Libatkan keluarga dalam
keluarga untuk membantu pasien.
membantu 7) Memberikan
pasien dalam pemahaman
meningkatkan mengenai
ambulasi. manfaat tindakan.
8) Meningkat-kan
sirkulasi dan
mencegah
 Edukasi kontraktur.
7) Jelaskan tujuan 9) Menurunkan
dan prosedur komplikasi tirah
ambulasi. baring dan
meningkat-kan
8) Anjurkan penyembuh-an
melakukan serta normalisasi
ambulasi dini. fungsi organ.

9) Ajarkan
ambulasi
sederhana
yang harus
dilakukan.
5 Risiko infeksi Setelah dilakukan I. Pencegahan 1) Mengetahui
berhubungan tindakan infeksi tindakan yang
dengan keperawatan selama  Observasi akan dilakukan
ketidakadekuata 3x24 jam 1) Monitor tanda dan mengetahui
n pertahanan diharapkan tingkat dan gejala dini terjadinya
tubuh primer. infeksi menurun infeksi local infeksi.
dengan kriteria hasil dan sistemik. 2) Mengurangi
: 2) Batasi jumlah kontaminasi
1) Kemerahan pengunjung. silang.
menurun. 3) Mencegah
2) Nyeri menurun. 3) Berikan terjadinya infeksi
3) Bengkak perawatan yang lebih luas.
menurun. kulit pada area 4) Untuk mencegah
4) Nafsu makan edema. terjadinya infeksi
meningkat. 4) Cuci tangan
sebelum dan nosocomial.
sesudah
kontak dengan
pasien dan
lingkungan 5) Meminimal-kan
pasien. kesempatan untuk
5) Pertahankan kontaminasi.
teknik aseptic 6) Meningkat-kan
pada pasien pengetahuan
berisiko tinggi. pasien dan
6) Jelaskan tanda keluarga.
dan gejala 7) Mencegah infeksi
infeksi. nosocomial.

7) Ajarkan cara 8) Agar pasien


mencuci mengetahui cara
tangan dengan memeriksa luka
benar. untuk mencegah
8) Ajarkan cara infeksi.
memeriksa 9) Untuk memenuhi
luka. kebutuhan
metabolisme.
10) Mempertahan-kan
keseimbang-an
cairan.
9) Anjurkan
meningkat-kan
asupan nutrisi.
10) Anjurkan
meningkat-kan
asupan cairan.

4. Implementasi Keperawatan
Pada pasien luka bakar yang mengalami perfusi perifer tidak efektif,
implementasi disesuaikan dengan intervensi atau rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan yaitu perawatan sirkulasi (PPNI, 2018).
Dalam melakukan atau melaksanakan tindakan keperawatan anggota kesehatan
bekerja sama dengan pasien dan keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan.
Selama melaksanakan tindakan keperawatan didukung juga dengan adanya
fasilitas yang memadai dari rumah sakit.
Dalam hal ini, prinsip yang harus diterapkan dalam pembuatan implementasi
keperawatan adalah kita harus menentukan perencanaan yang tepat sebelum kita
membuat implementasi keperawatan, adapun yang harus diperhatikan adalah :
a. Mencegah terjadinya komplikasi.
b. Meningkatkan konsep diri dan penerimaan situasi.
c. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, risiko komplikasi, dan
kebutuhan pengobatan lainnya.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik
pada status kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan
dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang
diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang
dietetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan ( klien mengalami kesulitan untuk
mencapai tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mencapai tujuan).
DAFTAR PUSTAKA
David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka Dalam. Surabaya :
Plastic Surgery

Dewi, R,. Sintia, Y. 2013. Luka Bakar Konsep Umum. Denpasar : Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana

Gurnida, Dida, Lilisari. 2011. Dukungan Nutrisi pada Penderitas Luka Bakar.
Bandung : Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran

Kristanty. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Luka Bakar. Jakarta : CV.
Trans Info Media

Siti, S. A. 2008. Luka Bakar. Surabaya : RSUD Dr. Soetomo

Suriadi. 2007. Manajemen Luka. Pontianak : Romeo Grafika

Arif, M. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : Salemba


Medika

Moenadjat, Y. 2007. Luka Bakar Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai