Anda di halaman 1dari 35

SKENARIO 1 BLOK 7.

3
LUKA BAKAR

Pembimbing Tutor : dr. Paramita

Kelompok 5
Anggota Kelompok :
Rahmania G1A113082
HummairaAtthirahManda G1A113084
PrimaditaAsisPratiwi G1A113085
Karina RijaSriayu G1A113086
RirinOctarina G1A113087
Jasmine Fimania G1A113088
RizkiSariwahyuni G1A113091
WegrimelAriegara G1A113092
DestiEmiliani G1A113093

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS JAMBI
2016/2017
A. Skenario
Suatu hari terjadi kebakaran yang menyebabkan timbulnya beberapa korban yang
dibawa ke puskesmas. Salah satunya adalah Tn.Y, 36 tahun, postur tubuh kurus. Pasien
dalam keadaan sadar, terdapat luka bakar pada beberapa bagian tubuh yang meliputi
kedua tangan, dada, perut dan punggung, alis dan tampak jelaga pada lubang hidung
pasien. Pasien terlihat sesak serta merasa panas dan nyeri pada saluran napas. Anda
sebagai dokter IGD yang menerima pasien melaksanakan prinsip triase dalam menerima
pasien untuk selanjutnya melakukan bantuan hidup dasar pada pasien serta tatalaksana
awal menghindari komplikasi.

B. Klarifikasi istilah
1. Jelaga : butiran arang yang halus dan lunak yang terjadi dari asap
lampu dan sebagainya berwarna hitam.1
2. Triase : proses skrining secara cepat terhadap semua anak sakit segera
setelah tiba di rumah sakit untuk mengidentifikasikorban dengan cedera yang
mengancam jiwa untuk kemudian diberikan prioritas untuk dirawat atau dievakuasi ke
fasilitas kesehatan.2
3. Bantuan hidup dasar : pertolongan pertama yang dilakukan pada korban henti
jantung atau henti napas.3
C. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana etiologi luka bakar?
2. Bagaimana klasifikasi derajat pada luka bakar?
3. Bagaimana penilaian awal saat pasien datang ke IGD?
4. Bagaimana patofisiologi luka bakar?
5. Faktor apa saja yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas pada pasien luka
bakar?
6. Bagaimana tatalaksana luka bakar secara umum dan tatalaksana yang dapat
diterapkan pada kondisi tn.Y?
7. Apa makna klinis didapatkan jelaga di lubang hidung pasien?
8. Apa saja komplikasi atau kondisi yang dapat memperberat luka bakar dan bagaimana
penatalaksanaannya?
9. Apa makna klinis pasien terlihat sesak napas, panas, dan nyeri pada saluran napas?
10. Apa tujuan dan prinsip triase?
11. Bagaimana metode triase di IGD dan cara mengelompokkan prioritas triase?
12. Apa tujuan dan prinsip BHD?
13. Apa saja kompetensi dokter IGD yang harus dimiliki dalan menangani kasus Tn.Y?
14. Bagaimana cara menerapkan BHD pada setiap pasien? Jelaskan metode ABSC secara
lengkap!
15. Jelaskan alur penatalaksaan pada Tn.Y dimulai dari awal masuk IGD sampai
penatalaksaan untuk menghindari komplikasi!Bagaimana cara menilai TBSA pada
luka bakar?
16. Bagaimana tatalaksana trauma inhalasi?
17. Apa diagnosis dari kasus Tn.Y?
D. Analisis Masalah
1. Bagaimana etiologi luka bakar?
Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tidak langsung, juga
disebabkan oleh pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka
bakar bukan karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air
panas, banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Penyebab luka bakar dapat
dikelompokkan menjadi beberapa hal berikut:
a. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan api
ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak
dengan objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-lain)
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima,
sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada
jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe injury
ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam
dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga
dapat menyebabkan luka bakar radiasi.4,5

2. Bagaimana klasifikasi derajat pada luka bakar?


Derajat I
Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh hanya dalam
5-7 hari; misalnya tersengat ,matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan
rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat.
Derajat II
Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen epitel
sehat yang tersisa. Elemen epitel tersebut, misalnya epitel basal, kelenjar sebasea,
kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya sisa sel epitel ini, luka dapat
sembuh sendiri dalam dua sampai 3 minggu. Gejala yang timbul adalah nyeri,
gelembung, atau bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena
permeabilitas dindingnya meningkat.
Derajat III
Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin subkutis, atau
organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen epitel hidup tersisa yang
memungkinkan penyembuhan dari dasar luka; biasanya diikuti dengan terbentuknya
eskar yang merupakan jaringan nekrosis akibat denaturasi protein jaringan kulit. Oleh
karena itu, untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan skin grafting. Kulit
tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan
sekeliling yang masih sehat. Tidak ada bula dan tidak terasa nyeri.

Luas luka bakar


A. Rumus 10 untuk bayi
B. Rumus 10-15-20 untuk anak
C. Rumus untuk orang dewasa
Beratnya luka bakar berdasarkan derajat dan luasnya kulit yang terpapar, dapat
dikategorikan menjadi 3 yaitu ringan, sedang, dan berat.
a. Luka bakar ringan
Apabila terdapat luka bakar derajat I seluas <15% atau derajat II seluas <2%
b. Luka bakar sedang
Apabila terdapat luka bakar derajat I seluas 10-15% atau derajat II seluas 5-10%.
c. Luka bakar berat
Apabila terdapat luka bakar derajat II seluas >20% atau derajat III seluas >10%
atau mengenai wajah, tangan-kaki, alat kelamin/persendian disekitar keliak atau
akibat listrik tegangan tinggi (>1000V) atau dengan komplikasi patah
tulang/kerusakan jaringan lunak/ganguan jalan napas.4,6

3. Bagaimana penilaian awal saat pasien datang ke IGD?


1. Persiapan penderita
a. Alat pelindung diri
b. Kesiapan kelengkapan dan ruangan untuk resusitasi
c. Persiapan untuk tindakan resusiatsi yg lebih komplek
d. Persiapan untuk terapi definitif
2. Triase
Triase adalah proses skrining secara cepat terhadap semua anak sakit segera
setelah tiba di rumah sakit untuk mengidentifikasi ke dalam salah satu kategori
berikut:
a. Dengan tanda kegawatdaruratan (EMERGENCY SIGNS): memerlukan
penanganan kegawatdaruratan segera.
b. Dengan tanda prioritas (PRIORITY SIGNS): harus diberikan prioritas dalam
antrean untuk segera mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan tanpa ada
keterlambatan.
c. Tanpa tanda kegawatdaruratan maupun prioritas: merupakan kasus NON-
URGENT sehingga dapat menunggu sesuai gilirannya untuk mendapatkan
pemeriksaan dan pengobatan.
3. Survey primer
(A) / Airway maintenence adalah mempertahankan jalan napas, hal ini dapat
dikerjakan dg teknik manual ataupun menggunakan alat bantu(OPA,ET).
Tindakan ini mungkin akan banyak memanipulasi leher sehingga harus
diperhatikan untuk menjaga stabilitas tulang leher
(B) / Breathing adalah menjaga pernapasan/ventilasi dapat berlangsung dg baik.
Setiap penderita trauma berat memerlukan tambahan oksigen yg harus diberikan
kpd penderita dg cara yg efektif
(C) / Circulation adalah mempertahankan sirkulasi bersama dg tindakan untuk
menghentikan perdarahan. Pengenalan dini tanda2 syok perdarahan &
pemahaman tg prinsip pemberian cairan sangat penting dilakukan shg
memnghindari pasien dari keterlambatan penanganan
(D) / Disalbility adalah pemeriksaan untuk mendapatkan kemungkinan adanya
gangguan neurologis
(E) / Enviroment atau Exposure adalah pemeriksaan pd seluruh tubuh penderita
untuk melihat jejas atau tanda2 kegawatan yg mungkin tidak terlihat dg menjaga
supaya tidak terjadi hipotermi
4. Resusitasi
5. Pemeriksaan penunjang untuk survey primer dan resusitasi
6. Survey sekunder
Pengkajian head to toe tenokus, adalah pengkajian komprehensif sesuai dengan
keluhan utama pasien.
7. Pemeriksaan penunjang untuk survey sekunder
8. Pengawasan dan evaluasi ulang
9. Terapi definitif.7

4. Bagaimana patofisiologi luka bakar?


Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau
radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 44C tanpa
kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat
kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang
tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan
intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan
tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan
permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial
menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan iuntravaskuler mengalami defisit,
timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi
ini dikenal dengan syok. Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang
disebabkan oleh kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ
multi sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan
pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein),
sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun,
apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipopolemik dan
hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila
sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan
sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti: otak,
kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat
mengakibatkan kegagalan organ multi sistem.5
Proses kegagalan organ multi sistem ini terangkum dalam bagan berikut:
5. Faktor apa saja yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas pada pasien
luka bakar?
Tingginya angka mortalitas dan morbiditas akibat luka bakar dilakukan pengamatan
dengan permasalahan terletak pada beberapa faktor yang sangat kompleks, dapat
dikelompokkan antara lain:
Faktor Pasien
Penyebab kematian pada luka bakar :
a. Sepsis
Jaringan yang mengalami koagulasi pada suhu tubuh merupakan media kultur
yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Hal ini
menyebabkan berkurangnya sirkulasi ke jaringan yang berfungsi membawa
produk darah yang merupakan bagian dari mekanisme pertahanan humoral.
b. Usia.
Luka bakar yang bagaimanapun dalamnya luasnya menyebabkan kematian
yang lebih tinggi pada anak dan orang dewasa diatas usia 60 tahun. Kematian
pada anak-anak oleh karena daya kekebalan belum sempurna. Orang dewasa yang
lebih tua sering kali menderita penyakit sampingan yang memperbesar kematian.
Faktor Pelayanan, termasuk disini adalah petugas dan fasilitas pelayanan yang ada.
a. Petugas
Pengetahuan, khususnya mengenai patofisiologi luka bakar dan
penatalaksanaan luka bakar baik pada penatalaksanaan awal maupun
penatalaksanaan lanjut (indikasi, kontraindikasi, timing, prosedur yang disiapkan
dan yang penting mengetahui permasalahan yang ada).
b. Fasilitas pelayanan yang kurang atau tidak memadai.
Pada penatalaksanaan luka bakar yang berpengaruh pada Mortalitas dan
Morbiditas dimana sering kali terjadi kondisi-kondisi dimana kasus luka bakar
datang dengan kondisi syok dikirim oleh suatu fasilitas pelayanan kesehatan,
tanpa tindakan pertolongan sebelumnya, khususnya tindakan resusitasi cairan
pada fase syok yang sangat menentukan kondisi maupun tindak lanjut.
Faktor Cedera
a. Jenis-jenis luka bakar dan luasnya lokasi luka bakar.
Penderita dengan luka bakar khusus harus selalu dilakukan penanganan khusus
seperti luka yang disebabkan oleh listrik atau bahan kimia mungkin nampak tidak
begitu berat, seakan-akan luka tersebut hanya ringan tetapi sering kali mengenai
struktur yang dalam dan sulit ditangani.
Luas dan lokasi luka bakar juga merupakan suatu penentu keparahan luka
misalnya, luka bakar pada tangan, walaupun hanya derajat II dapat menunjukkan
bekas atau kontraktur yang Menyebabkan tangan tidak dapat digunakan kecuali
kalau pengobatan khusus diberikan sedini mungkin selanjutnya bahkan luka
bakar yang tidak parahpun pada kedua tangan menyebabkan penderita tidak dapat
merawat dirinya sendiri diluar rumah sakit. Penderita dengan luka bakar perineal
harus dirawat di rumah sakit karena besarnya kemungkinan terjadi peradangan.
b. Lama kontak dengan sumber panas
Semakin lama kontak dengan sumber panas, kerusakan jaringan semakin dalam
dan luas.
Penyakit penyerta anak-anak oleh karena daya kekebalan belum sempurna. Orang
dewasa yang lebih tua sering kali menderita penyakit sampingan yang memperbesar
kematian.9

6. Bagaimana tatalaksana luka bakar secara umum dan tatalaksana yang dapat
diterapkan pada kondisi tn.Y?
a. Tatalaksana secara umum dapat dibagi menjadi 7 fase yaitu :
Rescue ( selamatkan pasien dari sumber penyebab luka bakar )
Resuscitation ( Jaga sirkulasi, biasanya memberikan cairan )
Retrieve ( setelah evakuasi dan tatalaksana di unit gawat darurat, rujuk ke
unit luka bakar )
Resurface ( perbaikan kulit dan jaringan yang telah luka )
Dressing ( penatalaksanaan luka sederhana, debridemen hingga skin graft )
Rehabilitate ( mengembalikan semua fungsi baik, fisik, emosional dan
psikologi pasien )
Reconstruct ( memperbaiki semua jaringan parut )
Review ( terutama pada anak-anak, membutuhkan pemeriksaan ulang setiap
tahun )
b. Tatalaksana yang dapat diterapkan pada kondisi Tuan.Y sama seperti pada
tatalaksana umum diatas. Namun, perlu diperhatikan kriteria luka bakar yang
terdapat pada Tuan. Y dan trauma lain yang mungkin menyertai luka bakar
tersebut.10,11,12

7. Apa makna klinis didapatkan jelaga di lubang hidung pasien?


Didapatkan jelaga dilubang hidung merupakan indikasi adanya trauma inhalasi.
Tanda-tanda trauma inhalasi adalah sebagai berikut:
a. Riwayat luka bakar karena api atau luka bakar diruang tertutup
b. Luka bakar yang luas dan dalam di area wajah, leher, atau upper torso
c. Bulu hidung yang terbakar
d. Adanya sputum berkarbon atau partikel karbon diorofaring.13

8. Apa saja komplikasi atau kondisi yang dapat memperberat luka bakar dan
bagaimana penatalaksanaannya?
A. Syok hipovolemik
Pada luka bakar yang berat akan mengakibatkan koagulasi disertai dengan
nekrosis jaringan yang akan menimbulkan respon fisiologis pada setiap system
organ, tergantung pada ukuran luka bakar yang terjadi. Destruksi jaringan akan
disertai dengan peningkatan permebilitas kapiler sehingga cairan intravena akan
keluar ke interstisial. Hal ini akan disertai dengan proses evaporasi pada bagian
kulit yang rusak sehingga cairan tidak akan bertahan lama. Keadaan ini
selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik.
Pada kondisi ini perlu dilakukan resusitasi cairan segera. Selama ini digunakan
cairan isotonik (RL); dengan cara ini cukup efektif menangani syok hipovolemik
dan juga dapat mengurangi kebutuhan terhadap transfuse darah. Cairan koloid
lainnya sepert Asetat Ringer (AR) juga dapat digunakan. Pemberiannya dilakukan
dalam waktu cepat, menggunakan beberapa jalur intravena, bila perlu melalui
vascular access (vena seksi dan sebagainya). Jumlah cairan yang diberikan adalah
tiga kali jumlah cairan yang diperkirakan hilang.
B. Infeksi, Sepsis, SIRS, dan MODS
Infeksi jaringan invasive sering terjadi pada pasien dengan luka bakar derajat
III yang meliputi lebih dari 30% permukaan tubuhnya. Resiko terjadinya infeksi
pada luka bakar meningkat jika terdapat luka terbuka atau karena komorbiditas.
SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada
pasien luka bakar maupun pasien trauma lainnya. Dalam penelitian dilaporkan
bahwa SIRS dan MODS menyebabkan kematian sebesar 81% pasca trauma.
SIRS
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap
berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma,
luka bakar, reaksi autoimun, sirosis, pankreatitis, dll.
Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi
(proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka,
namun oleh karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus,
respon ini berubah secara berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan
kerusakan pada organ-organ sistemik, menyebabkan disfungsi dan berakhir
dengan kegagalan organ terkena menjalankan fungsinya; MODS (Multi-system
Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ (Multi-
system Organ Failure/MOF).
Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection, injury,
inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury. Kriteria
klinik yang digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of Chest
phycisians dan the Society of Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila
dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut selama beberapa hari, yaitu:
- Hipertermia (suhu > 38C) atau hipotermia (suhu < 36C)
- Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)
- Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah
(PaCO2< 32 mmHg)
- Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000 sel/mm3),
atau dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).
Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur
darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan
dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS.
Pada dasarnya MODS adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan
fungsi organ pada pasien akut sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat
dipertahankan tanpa intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu
proses yang berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS
menggambarkan kondisi lebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum
keadaan yang berawal dari SIRS.
Penatalaksanaan luka bakar bersifat lebih agresif dan bertujuan mencegah
perkembangan SIRS, MODS, dan sepsis. Pemberian Nutrisi Enteral Dini (NED)
melalui pipa nasogastrik dalam 8 jam pertama pasca cedera. Selain bertujuan
mencegah terjadinya atrofi mukosa usus, pemberian NED ini bertitik tolak
mencegah dan mengatasi kondisi hipometabolik pada fase akut / syok dan
mengendalikan status hiperkatabolisme yang terjadi pada fase flow.
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera
termis harus segera dilakukan nekrotomi dan debridement, dan dilakukan sedini
mungkin (eksisi dini, hari ketiga-keempat pasca cedera luka bakar sedang, hari
ketujuh-kedelapan pada luka bakar berat), bahkan bila memungkinkan dilakukan
penutupan segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah
akibat kehilangan kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang
menimbulkan gangguan metabolisme), barrier terhadap kuman dan proses
inflamasi berkepanjangan yang mempengaruhi proses penyembuhan, tidak
menunggu jaringan granulasi yang dalam hal ini mengulur waktu dan
memperberat stres metabolisme.
Pemberian obat-obatan yang bersifat anti inflamasi seperti antihistamin
dianggap tidak bermanfaat. Pemberian steroid sebelumnya dianggap bermanfaat
namun harus diingat saat pemberian serta efek sampingnya.
C. Cedera Inhalasi
Konsekuensi klinis dapat berupa edema saluran nafas atas, bronospasm, oklusi
saluran nafas, hilangnya klirens silier, peningkatan ruang rugi, intrapulmonary
shunting. Menurunnya komplaiens dindng dada, tracheobronkitis, dan pneumonia.
Tanda tanda dari keracunan karbondioksida adalah sakit kepala, bingung, koma
dan aritmia.
a. Indikasi trauma inhalasi : adanya riwayat trauma pada ruangan tertutup, luka
bakar wajah, bulu hidung/mata terbakar, jelaga pada lubang hidung atau
rongga mulut, suara serak (hoarseness), konjungtivitis, takipnea, sputum
berjelaga, meningkatnya level CO dalam darah ( tampak darah lebih merah
cerah)
b. Tersangka trauma inhalasi membutuhkan intubasi segera akibat edema jalan
napas yang progresif. Kegagalan dalam mendiagnosis trauma inhalasi dapat
berakibat obstruksi jalan nafas, jika tidak tertatalaksana dapat menyebabkan
kematian.
c. X-ray dada dan analisa gas darah dapat digunakan untuk mengeksklusikan
trauma inhalasi.
d. Direk bronchoscopi saat ini digunakan sebagai alat untuk diagnose
Standar prosedur trauma inhalasi di unit luka bakar:
1. Anamnesis
- Riwayat terbakar dalam ruang tertutup
- Riwayat pingsan dalam ruang tertutup yang terbakar
2. Pemeriksaan fisik
- Luka bakar diwajah
- Rambut / alis/ bulu hidung terbakar
- Jelaga pada rambut / alis/ bulu hidung
- Lidah dan mukosa intraoral bengkak
- Suara serak
- Sesak napas
- Konfirmasi dengan pemeriksaan laringoskop : terdapat hiperemis / edema
3. Tindakan
- Pemasangan ETT disesuaikan dengan usia (dewasa/anak)
- Bila ditemukan salah satu atau lebih dari pemeriksaan fisik poin 4,5,6,7
(seperti tertera diatas) lakukan intubasi segera.
- Bila ditemukan salah satu atau lebih dari pemeriksaan fisik poin 1.2.3
(seperti tertera diatas) lakukan observasi ketat tanda klinis dan
laboratorium, bila observasi ketat tidak dapat dilakukan maka lakukan
intubasi
- Bila usaha intubasi 1 kali gagal dilakukan harus dikonversi ke
Trakeostomi
- Bila ditemukan edema massif pada wajah dan leher disertai tanda klinis
trauma inhalasi lakukan Trakeostomi segera.
- Bila timbul keraguan sebaiknya dilakukan intubasi sebelum semuanya
terlambat.
D. Stress Ulcer
Stress ulcer ini biasanya terjadi dalam 96 jam pasca cedera termis sedangkan
lokasi anatomic tersering adalah gaster (daerah fundus dan korpus) dan dinding
posterior duodenum. Stress ulcer ini memberikan gejala perdarahan
gastrointestinal masif dan memiliki angka mortalitas yang tinggi. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan riwayat cedera disertai adanya klinik hematemesis, cairan
hitam pada pipa nasogastrik Pada pemeriksaan endoskopik dijumpai keseluruhan
mukosa pucat, erosi mukosa akut tanpa indurasi disekitarnya, dijumpai peteki
eritematous dan makula disertai fokus hemoragik pada mukosa.
Pemberian nutrisi parenteral dini ternyata merupakan cara yang efektif dalam
mencegah terjadinya stress ulcer meskipun belum dapat menurunkan angka
mortalitas luka bakar secara keseluruhan. Pemberian antasida sebagai upaya
menetralisir asam lambung yang dicurigai terjadi pada kondisi stress. Pemberian
H2 antagonis reseptor seperti ranitidin dan simetidin dilaporkan memiliki
efektifitas yang sama dengan antasida. Pemberian inhibitor H-K ATP ase seperti
omeperazol dan lozoperazol memiliki efektifitas yang baik pada kondisi
terjadinya perdarahan.9

9. Apa makna klinis pasien terlihat sesak napas, panas, dan nyeri pada saluran
napas?
Terjadi kerusakan epitel jalan nafas oleh panas dan zatkimia atau akibat
intoksikasi sistemik dari hasil pembakaran itu sendiri. Hasil pembakaran tidak hanya
terdiri dari udara saja, tetapi merupakan campuran dari udara, partikel padat yang
terurai di udara ( melalui suatu efek iritasi dan sitotoksik). Aerosol dari cairan yang
bersifat iritasi dan sitotoksik serta gas toksik dimana gabungan tersebut bekerja
sistemik. Partikel padat yang ukurannya > 10 mikrometer tertahan di hidung dan
nasofaring. Partukel yang berukuran 3-10 mikrometer tertahan pada cabang
trakeobronkial, sedangkan partikel berkuran 1-2 mikrometer dapat mencapai alveoli.
Gas yang larut air bereaksi secara kimai pada saluran nafas , sedangkan gas yang
kurang larut air pada saluran nafas bawah. Adapau gas yang sangat kurang larut air
masuk melewat barier kapiler dari alveolus dan menghasilkan efek toksik yang
bersifat sistemk. Kerusakan langsung dari sel-sel epitel, menyebabkan kegagalan
fungsi dari apparatus mukosilier dimana akan merangsang terjadinya suatu reaksi
inflamasi akut yang melepaskan makrofagg serta aktifitas netrofil pada daerah
tersebut. Selanjutnya akan di bebaskan oksigen radikal, protease jaringan, sitokin, dan
konstriktor otot polos (tromboksan A2,C3A, C5A). Kejadian ni mrnyebabkan
peningkatan iskemia pada saluran nafas yang rusak, selanjutnay terjadi edema dari
dinding saluran nafas dan kegagalan mikrosirkulasi yang akan meningkatkan
resistensi didding saluran nafas dan pembuluh darah paru. Komplains paru akan turun
akibat terjadinya edema paru interstitiil sehingga terjadi edema pada saluran nafas
bagian bawah akibat sumbatan pada saluran nafas yang dibentuk oleh sel-sel epitel
nekrotik, mukus dan se- sel darah.14

10. Apa tujuan dan prinsip triase?


Tujuan silakukan triase adalah:
a. Identifikasi cepat korban yang memerlukan stabilisasi segera, Ini lebih ke
perawatan yang dilakukan di lapangan.
b. Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan
c. Untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa dan kecacatan.
Triase dilakukan berdasarkan observasi Terhadap 3 hal, yaitu :
1. Pernafasan ( respiratory)
2. Sirkulasi (perfusion)
3. Status Mental (Mental State)
Prinsip prinsip triase yang utama sekali harus dilakukan adalah:
1. Triase umumnya dilakukan untuk seluruh pasien
2. Waktu untuk Triase per orang harus lebih dari 30 detik
3. Prinsip utama Triase adalah melaksanakan prioritas dengan urutan nyawa
>fungsi> penampilan.
4. Pada saat melakukan Triase, maka kartu Triase akan dipasangkan kepada korban
luka untuk memastikan urutan prioritasnya.2,15

11. Bagaimana metode triase di IGD dan cara mengelompokkan prioritas triase?
Simple Triage and Rapid Treatment (START) adalah metode yang telah
dikembangkan atas pemikiran bahwa Triase harus akurat, cepat, dan universal.
Metode tersebut menggunakan 4 macam observasi yaitu, bisa berjalan,
bernafas,sirkulasi darah, dan tingkat kesadaran untuk menentukan tindakan dan
pentingsekali bagi seluruh anggota medis untuk mampu melakukan Triase dengan
metode ini. Untuk alur pelaksanaan triase pada korban bencana massal, dapat dilihat
pada skema berikut :
Pengkategorian Triase
Korban yang nyawanya dalam keadaan kritis dan memerlukan prioritas
utamadalam pengobatan medis diberi kartu merah. Korban yang dapat menunggu
untukbeberapa jam diberi kartu kuning, sedangkan korban yang dapat berjalan
sendiridiberi kartu hijau. Korban yang telah melampaui kondisi kritis dan
kecilkemungkinannya untuk diselamatkan atau telah meninggal diberi kartu hitam.
Dalam kondisi normal, pasien yang sudah diambang kematian dapat diselamatkan
denganpengobatan yang serius walaupun kemungkinannya sangat kecil. Para petugas
medisyang sudah terbiasa memberikan pelayanan medis yang maksimal dan
pantangmenyerah terhadap pasien dengan kondisi seperti itu, mungkin akan
dihinggapi perasaan berdosa saat memberikan kartu hitam kepada korban. Disinilah
letak perbedaan antara pengobatan darurat dengan prinsip terbaik untuk satu orang
danpengobatan bencana dengan prinsip terbaik untuk semua . 15
Untuk lebih jelasnya, kategori triase dapat kita lihat pada tabel berikut ini:
Prioritas Warna Kode Kategori Kondisi Penyakit/luka
1 Merah I Prioritas utama Memerlukan pengobatan dengan segera
pengobatan karena dalam kondisi yang sangat kritis
yaitu tersumbatnya jalan napas,
dyspnea, perdarahan, syok, hilang
kesadaran
2 Kuning II Bisa menunggu Pengobatan mereka dapat ditunda untuk
pengobatan beberapa jam dan tidak akan
berpengaruh terhadap nyawanya.
Tanda-tanda vital stabil
3 Hijau III Ringan Mayoritas korban luka yang dapat
berjalan sendiri mereka dapat
melakukan rawat jalan
4 Hitam 0 Meninggal Korban sudah menunggal ataupun
tanda-tanda kehidupannya terus
menghilang

12. Apa tujuan dan prinsip BHD?


Istilah basic life support mengacu pada mempertahankan jalan nafas dan
mendukung pernafasan dan sirkulasi. Basic life support terdiri dari beberapa elemen:
penilaian awal, pemeliharaan saluran nafas, penyelamatan pernapasan (seperti
pernapasan dari mulut ke mulut) dan kompresi dada eksternal. Jika semua
digabungkan maka hal ini disebut dengan istilah Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Tujuan bantuan hidup dasar adalah suatu tindakan untuk mempertahankan
ventilasi dan sirkulasi yang cukup sampai suatu cara dapat diperoleh untuk mengubah
penyebab dari henti jantung. Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi
darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi
buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen
dengan kekuatan sendiri secara normal.16
American Heart Association untuk CPR dan ECC

13. Apa saja kompetensi dokter IGD yang harus dimiliki dalan menangani kasus
Tn.Y?
Berdasarkan SKDI, maka kompetensi dokter umum yang harus dimiliki dalam
menangani kasus Tn.Y adalah:17
Kegawatdaruratan
Keterampilan Tingkat Keterampilan
Bantuan hidup dasar 4A
Ventilasi masker 4A
Transpor pasien 4A
Resusitasi cairan 4A
Pemeriksaan turgor kulit untuk menilai 4A
dehidrasi
Sistem Muskuloskeletal
Keterampilan Tingkat Keterampilan
Inspeksi tulang belakang saat berbaring 4A
Inspensi tulang belakang saat bergerak 4A
Inspeksi tonus otot ekstremitas 4A
Inspeksi sendi ekstremitas 4A
Palpasi tulang belakang, sendi sakro-iliaka, 4A
dan otot-otot punggung
Palpasi tendon dan sendi 4A
Tes fungsi otot dan sendi bahu 4A
Tes fungsi sendi pergelangan tangan, 4A
metacarpal, dan jari-jari tangan

Sistem Integumen
Keterampilan Tingkat Keterampilan
Inspeksi kulit 4A
Inspeksi mukosa 4A
Inspeksi kuku 4A
Inspeksi rambut dan skalp 4A
Palpasi kulit 4A
Pemilihan obat topikal 4A
Perawatan luka 4A

14. Bagaimana cara menerapkan BHD pada setiap pasien? Jelaskan metode ABSC
secara lengkap!
Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) ini disebut
survei primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5 menit
Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan
bebas ? Jika ada obstruksi maka lakukan :
Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
Suction / hisap (jika alat tersedia)
Guedel airway / nasopharyngeal airway
Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral
Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas.
Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan :
Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
Pernafasan buatan Berikan oksigen jika ada
Inspeksi / lihat frekwensi nafas (LOOK) Adakah hal-hal berikut :
. Sianosis
. Luka tembus dada
. Flail chest
. Sucking wounds
. Gerakan otot nafas tambahan
Palpasi / raba (FEEL)
. Pergeseran letak trakhea
. Patah tulang iga
. Emfisema kulit
. Dengan perkusi mencari hemotoraks dan atau pneumotoraks
Auskultasi / dengar (LISTEN)
. Suara nafas, detak jantung, bising usus
. Suara nafas menurun pada pneumotoraks
. Suara nafas tambahan / abnormal
Circulation
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan
nafas bebas danpernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan :
Hentikan perdarahan eksternal
Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
Berikan infus cairan
Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap
nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow Coma
Scale.
AWAKE = A
RESPONS BICARA (verbal) = V
RESPONS NYERI = P
TAK ADA RESPONS = U
Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera yang
mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in-line harus dikerjakan.18

15. Jelaskan alur penatalaksaan pada Tn.Y dimulai dari awal masuk IGD sampai
penatalaksaan untuk menghindari komplikasi!
a. Anamnesis
Identitas pasien
Bahan yang menyebabkan luka bakar (api, air panas, listrik atau kimia)
Bagaimana kontaknya dengan Tuan. Y
Pertolongan pertama yang telah dilakukan dan tata laksana lanjutan yang
telah diberikan
Adakah kejadian lain yang menyertai (seperti jatuh, tabrakan atau ledakan)
Adakah risiko trauma inhalasi (terutama pada kejadian di dalam ruangan
tertutup)
Kapan terjadi dan berapa lama pajanan
Sudahkan resusitasi cairan dimulai
b. Survei Primer
Airway
Pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan jalan nafas. Dalam tahap ini dapat
dilakukan head tilt chin lift apabila tidak adanya jejas atau kecurigaan adanya
cedera servikal. Namun apabila terdapat adanya tanda-tanda jejas cedera
servikal maka dapat dipasang collar neck dan dilakukan jaw thrust
maneuver. Kemudian, perhatikan adanya tanda-tanda inhalasi gas panas yang
dapat menyebabkan edema pita suara.
Tanda-tanda dari trauma inhalasi yaitu :
Riwayat luka bakar karena api atau luka bakar di ruangan tertutup
Luka bakar yang luas dan dalam di area wajah, leher atau upper torso
Bulu hidung terbakar (jelaga pada sekitar hidung)
Adanya sputum berkarbon atau partikel karbon di orofaring.
Apabila didapatkan tanda-tanda adanya trauma inhalasi maka segera lakukan
tindakan pemasangan intubasi jalan nafas. Namun, bila saluran nafas tidak
memungkinkan untuk dilakukan intubasi, maka dapat dilakukan trakeostomi
atau krikotiroidostomi untuk membuka jalan nafas pasien.
Breathing
Dalam tahap ini dilihat bagaimana pernafasan pasien yang meliputi look,
listen and feel.Look yaitu melihat pergerakan dinding dada, lakukan penilaian
apakah pergerakannya simetris atau tidak. Listen yaitu mendengarkan suara
nafas pasien, apakah terdapat suara nafas atau tidak. Feel yaitu merasakan
hembusan nafas pasien, dengan cara mendekatkan pipi pemeriksa dekat
hidung pasien. Kemudian, pada seluruh pasien luka bakar sebaiknya
mendapatkan oksigen 100% dengan non-breathing mask.
Luka bakar yang mengelilingi dada, atau sangat luas dan dalam di area dada,
dapat membatasi pergerakan dada dan membuat ventilasi adekuat.
Dibutuhkan tindakan eskarotomi.
Circulation
Buat dua jalur intravena yang besar segera di area tanpa luka.
Disability
Periksa tingkat kesadaran pasien dengan glasgow coma scale. Pada kasus ini
kesadaran pasien yaitu compos mentis dengan GCS lebih dari 13.
Environment/Exposure
Seluruh pakaian pasien dibuka agar permukaan tubuh dapat diperksa untuk
mendapatkan estimasi akurat dari area luka bakar dan jejas yang menyertai.
Pasien sebaiknya segera ditutup selimut untuk menghindari hipotermia.
c. Survei Sekunder
Pada bagian ini dilakukan pemeriksaan head to toe dan perhitungan luas
permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Perhitungan dapat dilakukan dengan
tiga cara yaitu :
Rule of 9
Pemeriksaan ini baik dan cepat. Lebih sering digunakan pada dewasa, yaitu
area tubuh dibagi berdasarkan area 9%. Sedangkan pada anak sedikit berbeda
karena ukuran kepalanya yang relatif lebih besar sehingga kurang akurat
digunakan untuk anak-anak.

Permukaan palmar
Gunakan area permukaan palmar pasien (termasuk jari-jari) secara kasar
merupakan 0.8% total permukaan tubuh. Dapat digunakan untuk
mengestimasi luka bakar kecil (<15%) atau yang sangat besar (>85% hitung
permukaan yang tidak terbakar). Namun ukuran medium seringkali tidak
akurat.
Bagan Lund and Browder
Dapat digunakan pada bentuk tubuh dan usia bervariasi, termasuk pada anak-
anak.

Pada kasus Tuan.Y, dilakukan pemeriksaan TBSA dengan menggunakan rule


of 9. Luka bakar yang terjadi pada Tuan. Y terdapat pada kedua tangan ,
dada, perut, punggung dan alis.
Maka : 9+9+18+18+9 = 63% (berdasarkan klasifikasi luka bakar termasuk
Luka Bakar Berat, tidak diketahui kedalaman dan bentuk luka bakar sehingga
belum diketahui derajat luka bakarnya)
d. Resusitasi Cairan
Hal ini sangat penting dilakukan, pemberian resusitasi cairan harus dilakukan
bersamaan dengan pemeriksaan diatas, agar pasien tidak mengalami syok dan
segera mendapatkan cairan.
Resusitasi cairan (diperlukan untuk luka bakar permukaan tubuh > 10%).
Gunakan larutan Ringer laktat dengan glukosa 5%, larutan garam normal
dengan glukosa 5%, atau setengah garam normal dengan glukosa 5%.
24 jam pertama: hitung kebutuhan cairan dengan menambahkan cairan dari
kebutuhan cairan rumatan dan kebutuhan cairan resusitasi (4 ml/kgBB untuk
setiap 1% permukaan tubuh yang terbakar) Cairan yang diberikan dalam waktu
24 jam yaitu berupa kristaloid, dan jam berikutnya dapat diberikan cairan koloid
karena dapar memperbaiki ekspansi volume intravaskular. Resusitasi cairan
diberikan dengan formula Parkland yaitu :

4 mL x presentasi (%) TBSA/luas luka bakar x berat badan (Kg)

Berikan dari total kebutuhan cairan dalam waktu 8 jam pertama, dan sisanya
16 jam berikutnya.

Contoh: untuk pasien dengan berat badan 20 kg dengan luka bakar 25%
Total cairan dalam waktu 24 jam pertama
= (60 ml/jam x 24 jam) + 4 ml x 20kg x 25% luka bakar
= 1440 ml + 2000 ml
= 3440 ml (1720 ml selama 8 jam pertama)

24 jam kedua: berikan hingga cairan yang diperlukan selama hari pertama
Awasi pasien dengan ketat selama resusitasi (denyut nadi, frekuensi napas,
tekanan darah dan jumlah urin)
Transfusi darah mungkin diberikan untuk memperbaiki anemia atau pada
luka-bakar yang dalam untuk mengganti kehilangan darah.

e. Manajemen nyeri dan luka bakar


Dapat diberikan analegesik terutama pada luka bakar superfisial karena
sangat nyeri. Bila NSAID tidak dapat mengatasi nyeri, dapat diberikan
morfin oral (pada luka bakar kecil) atau intravena. Dengan dosis 2-3 mg
setiap kali pemberian dan di titrasi untuk kontrol. Jangan memberikan lebih
dari 0,1 mg/KgBB dalam periode 1-2 jam.
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan
dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan
ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera
sembuh rasa sakit yang minimal. Setelah luka dibersihkan dan di
debridement, luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki beberapa fungsi:
pertama dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan epitel
dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus
benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi.
Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar pasien
merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit Pilihan penutupan
luka sesuai dengan derajat luka bakar.
Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya
barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup
dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan
melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen,
Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan pembengkakan
Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka setiap
harinya, pertama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian
dibalut dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik.
Pilihan lain luka dapat ditutup dengan penutup luka sementara yang
terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau Allograft
(homograft, cadaver skin) ) atau bahan sintetis (opsite, biobrane,
transcyte, integra)
Luka derajat II ( dalam ) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi
awal dan cangkok kulit (early exicision and grafting )
f. Nutrisi
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari
orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan
hipermetabolik. Kondisi yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi
hipermetabolik yang ada adalah: Umur, jenis kelamin, status gizi penderita,
luas permukaan tubuh, massa bebas lemak.
Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat, penyakit
ginjal dan lain-lain.
Luas dan derajat luka bakar
Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas melalui
evaporasi)
Aktivitas fisik dan fisioterapi
Penggantian balutan
Rasa sakit dan kecemasan
Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.
Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal adalah
dengan mengukur kebutuhan kalori secara langsung menggunakan indirek
kalorimetri karena alat ini telah memperhitungkan beberapa faktor seperti BB,
jenis kelamin, luas luka bakar, luas permukan tubuh dan adanya infeksi. Untuk
menghitung kebutuhan kalori total harus ditambahkan faktor stress sebesar 20-
30%. Tapi alat ini jarang tersedia di rumah sakit. Yang sering di
rekomendasikan adalah perhitungan kebutuhan kalori basal dengan formula
HARRIS BENEDICK yang melibatkan faktor BB, TB dan Umur.
Sedangkan untuk kebutuhan kalori total perlu dilakukan modifikasi formula
dengan menambahkan faktor aktifitas fisik dan faktor stress. Pria : 66,5 + (13,7
X BB) + (5 X TB) (6.8 X U) X AF X FS Wanita : 65,6 + (9,6 X BB) + (1,8 X
TB)- (4,7 X U) X AF X FS Perhitungan kebutuhan kalori pada penderita luka
bakar perlu perhatian khusus karena kurangnya asupan kalori akan berakibat
penyembuhan luka yang lama dan juga meningkatkan resiko morbiditas dan
mortalitas. Disisi lain, kelebihan asupan kalori dapat menyebabkan
hiperglikemi, perlemakan hati.
Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa
metode yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan waktu dimualinya
pemberian nutrisi dini pada penderita luka bakar, masih sangat bervariasi,
dimulai sejak 4 jam pascatrauma sampai dengan 48 jam pascatrauma.
g. Mencegah terjadinya komplikasi
Escharotomy
Luka bakar grade III yang melingkar pada ekstremitas dapat menyebabkan
iskemik distal yang progresif, terutama apabila terjadi edema saat resusitasi
cairan, dan saat adanya pengerutan keropeng. Iskemi dapat menyebabkan
gangguan vaskuler pada jari-jari tangan dan kaki. Tanda dini iskemi adalah
nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai baal pada ujung-ujung distal.
Juga luka bakar menyeluruh pada bagian thorax atau abdomen dapat
menyebabkan gangguan respirasi, dan hal ini dapat dihilangkan dengan
escharotomy. Dilakukan insisi memanjang yang membuka keropeng sampai
penjepitan bebas.
Antimikroba
Dengan terjadinya luka mengakibatkan hilangnya barier pertahanan kulit
sehingga memudahkan timbulnya koloni bakteri atau jamur pada luka. Bila
jumlah kuman sudah mencapai 105 organisme jaringan, kuman tersebut
dapat menembus ke dalam jaringan yang lebih dalam kemudian menginvasi
ke pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi sistemik yang dapat
menyebabkan kematian. Pemberian antimikroba ini dapat secara topikal
atau sistemik. Pemberian secara topikal dapat dalam bentuk salep atau
cairan untuk merendam. Contoh antibiotik yang sering dipakai : Salep :
Silver sulfadiazine, Mafenide acetate, Silver nitrate, Povidone-iodine,
Bacitracin (biasanya untuk luka bakar grade I), Neomycin, Polymiyxin B,
Nysatatin, mupirocin , Mebo.
MEBO/MEBT (Moist Exposed Burn Ointment / Therapy) BROAD
SPECTRUM OINTMENT
Preparat herbal, menggunakan zat alami tanpa kimiawi, Toxisitas dan
efek samping belum pernah ditemukan, Terdiri dari : 1. Komponen
Pengobatan : beta sitosterol, bacailin, berberine Yang mempunyai efek :
Analgesik, anti-inflamasi, anti-infeksi pada luka bakar dan mampu
mengurangi pembentukan jaringan parut. 2. Komponen Nutrisi : amino
acid, fatty acid dan amylose, yg memberikan nutrisi untuk regenerasi dan
perbaikan kulit yg terbakar.
Efek pengobatan :
Menghilangkan nyeri luka bakar, mencegah perluasan nekrosis pada
jaringan yg terluka, mengeluarkan jaringan nekrotik dengan
mencairkkannya, membuat lingkungan lembab pada luka yang
dibutuhkan selama perbaikan, jaringan kulit tersisa. Kontrol infeksi
dengan membuat suasana yg jelek untuk pertumbuhan kuman. bukan
dengan membunuh kuman, Merangsang pertumbuhan PRCs ( potential
regenerative cell ) dan stem cell untuk penyembuhan luka dan
mengurangi terbentuknya jaringan parut Mengurangi kebutuhan untuk
skin graft. Prinsip penanganan luka bakar dgn MEBO Makin cepat
diberi MEBO , hasilnya lebih baik ( dalam 4-12 jam setelah kejadian)
Biarkan luka terbuka Kelembaban yg optimal pada luka dengan MEBO
Pemberian salep harus teratur & terus menerus tiap6-12 jam
dibersihkan dengan kain kasa steril jangan dibiarkan kulit terbuka tanpa
salep > 2-3 menit untuk mencegah penguapan cairan di kulit dan
microvascular menyebabkan thrombosit merusak jaringan dibawahnya
yang masih vital. Pada pemberian jangan sampai kesakitan / berdarah,
menimbulkan perlukaan pada jaringan hidup tersisa Luka jangan
sampai maserasi maupun kering Tidak boleh menggunakan :
desinfektan (apapun) , saline atau air untuk Wound debridement.

h. Indikasi rujuk ke Unit Luka Bakar (Burn Center)


Usia <5 tahun atau >60 tahun
Luka bakar mengenai wajah, tangan atau perineum.
Di kaki, bila kehilangan banyak kulit
Bila mengenai lipagan seperti aksila atau leher
Luka bakar yang melingkar di ekstrimitas, torso atau leher
Trauma inhalasi
Trauma kimia >5% total area tuuh, pajanan terhadap radiasi yang
mengionisasi, trauma listrik tegangan listrik, trauma panas tekanan tinggi,
luka bakar asam hidrofluorat >1% total luas permukaan tubuh atau trauma
yang diduga karena disengaja (seperti kekerasan)
Luas kulit yang terkena :
Anak-anak berusia <16 tahun; bila >5% dari seluruh luas permukaan
tubuh
Dewasa >16 tahun; bila >10% luas permukaan tubuh.
Adanya kondisi komorbid lain yang menyertai seperti kehamilan,
imunosupresi, gangguan jantung, fraktur, trauma kepala atau
kecelakaan.10,11,12

16. Bagaimana tatalaksana trauma inhalasi?


Pengobatan trauma inhalasi adalah bersifat suportif.
Airway
Jika dicurigai seseorang dengan trauma inhalsi maka sebelum dikirim ke pusat
luka bakar sebaiknya dilakukan intubasi cepat untuk melindungi jalan nafas
sebelum terjadi pembengkakan wajah dan faring yang biasanya terjadi 24-48 jam
setelah kejadian , dimana jika terjadi edema maka yang diperlukan adalah
trakeostomi atau krikotiroidotomi jika intubasi oral tidak dapat dilakukan.
Breathing
Jika didapatkan tanda-tanda insufisiensi pernafasan seperti susah nafas, stridor ,
batuk, retraksi suara nafas bilateral atau anda tanda keracunan CO maka
dibutuhkan oksigen 100% atau oksigen tekan tinggi yang akan menurunkan waktu
paruh dari CO dalam darah.
Circulation
Pengukuran tekanan darah dan nadi untk mengetahut stabilitas hemodinamik.
Untuk mencegah syok hipovolemik diperlukan resusitasi cairan intravena. Pada
pasien dengan trauma inhalasi biasanya biasanya dalam 24 jam pertama digunakan
cairan kristaloid 40-75 % lebih bnayak dibandingkan pasien yang hanya luka bakar
saja.
Neurologik
Pasien yang berespon atau sadar membantu untuk mengetahui kemampuan
mereka untuk melindungi jalan nafas dan merupakan indikator yang baik untk
mengukur kesussesan resusitasi. Pasien dengan kelainan neurologik seringkali
memerlukan analgetik poten
Luka bakar
Periksa seluruh badan untuk mengetahui adanya trauma lain dan luka bakar.
Cuci Nacl kulit yang tidak terbakar untuk menghindari sisa zat toksik
Medikasi
a. Kortikosteroid: Digunakan untuk menekan inflamasi dan menurunkan edema
b. Antibiotik : Mengobati infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh
staphylococus Aureus dan Pseudomonas Aeruginosa pada pasien-pasien
dengan kerusakan paru
c. Amyl dan sodium nitrit untuk mengobati keracunan sianida tetapi harus
berhati-hati jika ditemukan pula tanda-tanda keracunan CO kerena obat ini
dapat menyebabkan methahemoglobinemia. Oksigen dan sodium tiosulfat juga
dapat sebagai antidotum sianida, antidotum yang lain adalah hidroksikobalamin
dan EDTA
d. Bronkodilator untuk pasien-pasien dengan bronkokontriksi. Pada kasus-kasus
berat , bronkodilator digunakan secara intravena.19,20

17. Apa diagnosis dari kasus Tn.Y?


Tn.Y mengalami luka bakar berat karena luka bakar mengenai bagian wajah, tangan-
kaki dan dan terdapat komplikasi gangguan saluran napas dengan luas luka bakar
menurut TBSA sebanyak 63%.
E. Mind Mapping

Etiologi

Patofisiologi

Luka Bakar Komplikasi

Triase

Airway Primary Survey


Breathing
Circulation BHD
Disability
Secondary Survey
Expossure

Diagnosis

Tatalaksana
DAFTAR PUSTAKA

1. http://kbbi.web.id/jelaga (diakses pada 1 desember 2016)


2. Iqfadhilah. 2014. Triase Gawat Darurat Lengkap PPGD. (diakses pada 1 desember
2016 pada URL http://www.idmedis.com/2014/03/triase-gawat-darurat-lengkap-
ppgd.html)
3. Diklat RSCM. 2015. Pelatihan Internal RSCM: Bantuan Hidup Dasar. (diakses pada
1 desember 2016 pada
URLhttp://www.rscm.co.id/files/Arsip/02%20BANTUAN%20HIDUP%20DASAR%
202015-modul.pdf)
4. Sjamsuhidajat, R. de Jong, W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
5. Syuhar, M Novsandri. 2014. Perbandingan Tingkat Kesembuhan Luka Bakar Derajat
II Antara Pemberian Madu dengan Tumbukan Daun Binahong pada Tikus Putih
(Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley. (diakses pada 1 desember 2016 pada
URLhttp://digilib.unila.ac.id/2418/10/BAB%20II.pdf)
6. Dewi, Yulia RS. 2013. Luka Bakar: Konsep Umum dan Investigasi Berbasis Klinis
Luka Antemortem dan Postmortem. (diakses pada 1 desember 2016 pada URL
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/viewFile/5820/4382)
7. Roespandi, Hanny. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. (diakses
pada 1 desember 2016 pada URLhttp://www.ichrc.org/buku-saku-pelayanan-
kesehatan-anak-di-rumah-sakit)
8. Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan & Keteknisan Medik. 2011. Standar
Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
9. Maulana, RA. 2015 Faktor Resiko yang Berperan Pada Mortalitas Penderita Luka
Bakar Rawat Inap di RSUPH Adam Malik Medan dari Tahun 2011-2014. (diakses
pada 1 desember 2016 pada
URLhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45081/4/Chapter%20II.pdf)
10. Tanto,Chirs.,dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran edisi IV jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.
11. Yofita, Safriani. Penanganan Luka Bakar. (Diakses pada tanggal 4 Desember 2016
dari URL http://www1-
media.acehprov.go.id/uploads/PENANGANAN_LUKA_BAKAR.pdf)
12. World Health Organization (WHO).2007. Management of Burns. (Diakses pada
tanggal 4 Desember 2016 dari URL :
http://www.who.int/surgery/publications/Burns_management.pdf)
13. Arif, M. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Penerbitan Media
Aesculapius FKUI.
14. Anonim. Trauma Inhalasi Pada Luka Bakar. (diakses pada 1 desember 2016 pada
URLhttp://www.scribd.com/doc/77334668/Referat-trauma-inhalasi)
15. Artlinta, Ayu. 2015. Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja Perawat dalam
Kesiapsiagaan Triase dan kegawatdaruratan pada Korban Bencana Massal di
Puskesmas Langsa Baro Tahun 2013. (diakses pada 1 desember 2016 pada
URLhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/47959/4/Chapter%20II.pdf)
16. Ramadhan, MQ. 2014. Gambaran Pengetahuan Anggota Palng Merah Remaja
Tingkat Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Medan Sungal Tahun 2013 Tentang
Bantuan Hidup Dasar.(diakses pada 1 desember 2016 pada
URLhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42881/4/Chapter%20II.pdf)
17. KKI. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran
Indonesia
18. Anonim. 2011. Trauma.(diakses pada 1 desember 2016 pada
URLhttp://www.primarytraumacare.org/wp-
content/uploads/2011/09/PTC_INDO.pdf)
19. Guyton, C Arthur dan Jhon E. hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-
11, cetakan ke-1. Jakarta: EGC
20. Snell, Richard S.2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-6,
cetakan ke-1. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai