Anda di halaman 1dari 20

Clinical Science Session (CSS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A217107

**Pembimbing

T2 MRI

Sundary Florenza, S.Ked* dr.H. Ali Imran Lubis, Sp. Rad**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU RADIOLOGI RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018
HALAMAN PENGESAHAN

Clinical Science Session (CSS)

DISUSUN OLEH

Sundary Florenza, S.Ked

G1A217107

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas

Bagian Ilmu Kedokteran Radiologi RSUD Raden Mattaher Jambi Program Studi

Pendidikan Kedokteran Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan

Jambi, Juni 2018

PEMBIMBING

dr. H. Ali Imran Lubis, Sp.Rad


NIP. 19591115 198603 1 009
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
Clinical Science Session ini dengan judul “T2 MRI”. Laporan ini merupakan
bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Radiologi RSUD
Raden Mattaher Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Ali Imran Lubis, Sp.Rad selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan sehingga laporan Clinical Science Session ini dapat terselesaikan dengan
baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan
Clinical Science Session ini.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis.Sebagai
penutup semoga kiranya laporan Clinical Science Session ini dapat bermanfaat
bagi kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, Juni 2018

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN...................................................... .
KATA PENGANTAR...................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS ......................................................... 2
2.1 Identitas Pasien .................................................................... 2
2.2 Anamnesis ............................................................................ 2
2.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................ 3
2.4 Pemeriksaan Penunjang ....................................................... 6
2.5 Diagnosa .............................................................................. 7
2.6 Penatalaksanaan ................................................................... 7
2.7 Prognosis .............................................................................. 10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................... 11
3.1 Anatomi ............................................................................... 11
3.2 Fraktur Terbuka Radius Distal ............................................. 18
BAB IV ANALISIS KASUS ....................................................... 36
BAB V KESIMPULAN ............................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 39
BAB I
PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi di bidang kesehatan yang ada pada saat ini memberi
kemudahan bagi para praktisi kesehatan untuk mendiagnosa penyakit serta
menentukan jenis pengobatan bagi pasien. Salah satu bentuk kemajuan tersebut
adalah penggunaan alat MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk melakukan
pencitraan diagnosa penyakit pasien.

MRI( Magnetic Resonance Imaging) merupakan suatu alat diagnostik mutakhir


untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh anda dengan menggunakan medan
magnet yang besar dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi, penggunaan
sinar X, ataupun bahan radioaktif. selama pemeriksan MRI akan memungkinkan
molekul-molekul dalam tubuh bergerak dan bergabung untuk membentuk sinyal-
sinyal. Sinyal ini akan ditangkap oleh antena dan dikirimkan ke komputer untuk
diproses dan ditampilkan di layar monitor menjadi sebuah gambaran yang jelas
dari struktur rongga tubuh bagian dalam.

MRI menciptakan gambar yang dapat menunjukkan perbedaan sangat jelas dan
lebih sensitive untuk menilai anatomi jaringan lunak dalam tubuh, terutama otak,
sumsum tulang belakang, susunan saraf dibandingkan dengan pemeriksaan x-ray
biasa maupun CT scan juga jaringan lunak dalam susunan musculoskeletal seperti
otot, ligament , tendon , tulang rawan , ruang sendi seperti misalnya pada cedera
lutut maupun cedera sendi bahu. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan dengan
MRI yaitu evaluasi anatomi dan kelainan dalam rongga dada, payudara , organ
organ dalam perut, payudara, pembuluh darah, dan jantung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik penggambaran
penampang tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom hidrogen.
Tehnik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan
tergantung pada banyak parameter. Alat tersebut memiliki kemampuan membuat
gambaran potongan coronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi
tubuh pasien. Bila pemilihan parameternya tepat, kualitas gambaran detil tubuh
manusia akan tampak jelas, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat
dievaluasi secara teliti. Magnetic Resonance Imaging yang disingkat dengan MRI
adalah suatu alat diagnostik mutahir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh
dengan menggunakan medan magnet dan gelombang frekuensi radio, tanpa
operasi, penggunaan sinar X ataupun bahan radioaktif. Hasil pemeriksaan MRI
yaitu berupa rekaman gambar potongan penampang tubuh/organ manusia dengan
menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5 Tesla (1 Tesla =
1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen.

2.2 Tipe MRI


MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari :
MRI yang memiliki kerangka terbuka (open gantry) dengan ruang yang luas
MRI yang memiliki kerangka (gantry) biasa yang berlorong sempit.
Sedangkan bila ditinjau dari kekuatan magnetnya terdiri dari :
MRI Tesla tinggi ( High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1 – 1,5 T
MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 – T
MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T.
Sebaiknya suatu rumah sakit memilih MRI yang memiliki tesla tinggi karena alat
tersebut dapat digunakan untuk teknik Fast Scan yaitu suatu teknik yang
memungkinkan 1 gambar irisan penampang dibuat dalam hitungan detik, sehingga
kita dapat membuat banyak irisan penampang yang bervariasi dalam waktu yang
sangat singkat. Dengan banyaknya variasi gambar membuat suatu lesi menjadi
menjadi lebih spesifik.
2.3 Komponen MRI
Komputer pada MRI merupakan otak dan komponen utama yang digunakan untuk
memproses sinyal, menyimpan data dan menampilkan gambar yang dihasilkan.
Selain sistem computer, komponen utama pada perangkat MRI adalah: magnet
utama, koil gradient X, Y, dan Z, koil pemancar dan penerima radiofrekuensi,
serta sistem akuisisi data dalam komputer.
Pada gambar 2.1 menunjukkan beberapa perangkat keras dari mesin MRI dimana
diantaranya magnet utama, koil gradient X, Y, dan Z, koil pemancar dan penerima
radiofrekuensi.

Gambar 2.1 Beberapa perangkat keras dari mesin MRI

2.4 Prinsip MRI


Pada prinsip ini proton yang merupakan inti atom hydrogen dalam sel
tubuh berputar (spining), bila atom hydrogen ini ditembak tegak lurus pada
intinya dengan radiofrekuensi tinggi didalam medan magnit secara periodik akan
beresonansi, maka proton tersebut akan bergerak menjadi searah / sejajar. Dan
bila radiofrekuensi tinggi ini dimatikan, maka proton yang bergetar tadi akan
kembali keposisi semula dan akan menginduksi dalam satu kumparan untuk
menghasilkan sinyal elektrik yang lemah. Bila hal ini terjadi berulang-ulang dan
sinyal elektrik tersebut ditangkap kemudian diproses dalam komputer akan dapat
disusun menjadi suatu gambar.
Permanent magnet (generating a constant static magnetic
field)
Gradient magnetic field coil (providing MR signal with positional information)
Transmitter coil (applying an RF pulse)
Receiver coil (receiving MR signal)

Display

Image
Nc Processing
system

Rf Signal

Gambar 2.2 Komposisi dasar sistem MRI

Metode ini dipakai karena tubuh manusia mempunyai konsentrasi atom hydrogen
yang tinggi (70%). Untuk menghasilkan sebuah gambaran dari proton, minimum
dibutuhkan tenaga medan magnit 0,064 Tesla. Untuk suatu medan magnit yang
rendah 0,2 tesla dibutuhkan kumparan yang normal dimana tenaga listrik dirubah
menjadi panas. Untuk suatu medan magnit diatas 0,3 tesla dibutuhkan suatu
kumparan istimewa / super. Kumparan ini ekstrim dingin (-2690 C), sehingga
tahanannya tidak sama sekali nol. Oleh karena itu, kumparan super ini tidak
memakai listrik kumparan ini sangat mahal. Saat kini alat Magnetic Resonance
Imaging (MRI) yang digunakan mulai dari 0.064T sampai 3 Tesla. Teknik
penggambaran MRI relatif kompleks karena gambaran yang dihasilkan tergantung
pada banyak parameter. Bila pemilihan parameter tersebut tepat, kualitas gambar
MRI dapat memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang
kontras, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara
teliti. Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknologi pencitraan yang
menggabungkan prinsip magnetic dan resonansi (gelombang radiofrekuensi)
untuk menghasilkan gambaran parenkim tubuh manusia.
Prinsip dasar pencitraan MRI dapat disimpulkan secara ringkas yaitu dalam
keadaan normal proton proton hydrogen dalam tubuh tersusun secara acak
sehingga tidak ada jaringan magnetisasi. Ketika pasien dimasukan kedalam medan
magnet yang kuat dalam pesawat MRI, proton-proton dalam tubuh pasien akan
searah (parallel) dan tidak searah (antiparallel) dengan kutub medan magnet
pesawat serta melakukan gerakan presesi. Selisih proton proton yang searah dan
berlawanan arah amat sedikit dan tergantung kekuatan medan magnet pesawat dan
selisih inilah yang akan merupakan inti bebas (tidak berpasangan) yang akan
membentuk jaringan magnetisasi. Pemberian gelombang radio frequency (RF)
proton menyerap sinyal elektromagnetik atau sinyal MRI. Sinyal - sinyal diterima
oleh sebuah koil antena penerima, selanjutnya sinyal- sinyal tersebut diubah
menjadi pulsa listrik dan dikirim ke sistem komputer untuk diubah menjadi
gambar.

2.4.1 Dasar Fisika MRI

Gambar 2.3 Dasar Fisika MRI

Gambar 2.3 menunjukkan dasar fisika MRI, dimana (a) inti hidrogen mengitari
sumbunya atau spinning memiliki medan magnet, panah kuning merupakan arah
sumbu magnetis. Pada awalnya inti hidrogen (1–6), berpresesi dengan berbagai
sudut akan tetapi saat masuk kedalam medan magnet eksternal (B0) akan berbaris,
jumlah momen magnetis disebut vektor magnetisasi (NMV). RF diberikan NMV
membentuk sudut yang menghasilkan dua komponen magnetisasi yaitu
magnetisasi longituginal (Mz) dan magnetisasi transversal (Mxy). Presesi
Magnetisasi transversal disekitar koil penerima, dipengaruhi tegangan (i). Ketika
RF dimatikan terjadi T1 pembangkitan atau T1 recovery, T2 peluruhan atau T2
decay dan T2*

2.5 Parameter MRI

Parameter pada magnetic resonance imaging adalah variabel yang dapat


mengakibatkan terjadinya pembedaan kontras. Dan khususnya dalam bidang
kesehatan untuk mendiagnosa suatu kelainan pada jaringan tubuh manusia.
Parameter dalam MRI dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. waktu pengulangan atau time repetition (TR)
b. waktu gaung atau time encho (TE)

a. waktu pengulangan atau time repetition (TR)


Waktu pengulangan adalah interval waktu antara pengulangan dua pulsa yang
sama. Pemberian TR yang panjang dapat mengevaluasi jaringan dalam irisan yang
lebih banyak serta SNR (Signal to Noise Ratio) yang lebih baik, namun
menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh data menjadi lebih
lama.TR yang pendek dapat mempersingkat waktu pengambilan data namun
jumlah irisan jaringan yang dievaluasi menjadi sedikit dan SNR menjadi rendah.

Gambar 2.4

b. waktu gaung atau time encho (TE)


Waktu gaung adalah interval waktu dari saat terakhir pada RF diberikan sampai
terdeteksinya sinyal MR (Magnetic Resonance) maksimum. Sinyal MR
maksimum tersebut merupakan sinyal spin echo. TE disebut pendek, jika
waktunya kurang dari 30 ms. Pemberian TE dengan panjang waktu sekitar tiga
kali lipat TE pendek disebut TE panjang. Pemilihan panjang dan pendeknya akan
mempengaruhi intesitas sinyal yang didapat.

Gambar 2.5

Intensitas sinyal besar jika memakai TE pendek, namun akibatnya kekontrasan


citra kurang baik karena tidak dapat membedakan jaringan yang satu dengan
jaringan yang lainnya yang memiliki relaksasi transversal yang berbeda.Pemilihan
TE panjang dapat memberikan kekontrasan citra yang kurang baik, namun
intensitas sinyal yang di dapat kecil

2.6 Pengukuran Sinyal MRI


Secara ringkas prosedur pembentukan gambar pada pemeriksaan MRI adalah
pasien diletakan dalam medan magnet yang kuat selanjutnya dipancarkan sebuah
gelombang radio, ketika gelombang radio dimayikan (turn off) pasien
memancarkan signal yang berasal dari proton proton tubuh pasien dan signal
tersebut akan diterima oleh antenna dan dikirim ke sisitem komputer untuk
direkonstruksi menjadi gambar. Proses terjadinya signal MRI yang berasal dari
pasien tersebut melalui 3 fase fisika yaitu : Fase Presesi (Magnetisasi), Fase
Resonansi dan Fase Relaksasi.

a. Fase Presesi dimana telah diketahui inti sebuah atom terdiri dari neutron
yang tidak bermuatan (netral) dan proton yang bermuatan positif.
Protonyang bersifat magnetic memiliki medan magnet yang mengarah
pada 2 kutub (utara dan selatan) mirip dengan sebuah magnet kecil
sehingga proton proton dengan kutubnya tersebut lazim disebut “
Magnetic Dipole “. Dalam keadaan normal proton proton hydrogen dalam
tubuh tersusun secara acak sehingga tidak dihasilkan jaringan magnetisasi.
Ketika pasien dimasukan kedalam medan magnet yang kuat dalam
pesawat MRI, magnetik dipole tubuh pasien akan searah (parallel) dan
tidak searah (antiparallel) dengan kutub medan magnet pesawat. Selisih
proton proton yang searah dan berlawanan arah amat sedikit dan
tergantung kekuatan medanmagnet pesawat dan selisih inilah yang akan
merupakan inti bebas (tidak berpasangan) yang akan membentuk jaringan
magnetisasi.
b. Fase Resonansi dimana kita mengetahui secara tepat frekuensi presesi
proton proton sangat mutlak untuk menentukan besarnya frekuensi presesi
gelombang radio (RF) yang akan dipancarkan untuk mengubah arah
orientasi dipole yang membentuk jaringan magnetisasi. Ketika proton
proton hydrogen mengalami 1 presesi, maka proton proton akan mudah
menyerap energi luar. Pada saat fase presesi itulah gelombang radio (RF)
dipancarkan dan proton proton hydrogen akan menyerapnya dan mulai
bergerak meninggalkan arah longitudinal (L direction) yang sejajar dengan
arah kutub magnet pesawat menuju kearah transversal (Tegak lurus
terhadap sumbu medan magnet pesawat) dan menghasilkan magnetisasi
transversal.
c. Fase Relaksasi dibagi menjadi T1 dan T2. T1 didefenisikan sebagai waktu
yang diperlukan proton proton hydrogen sekitar 63% telah berada kembali
dalam arah longitudinal (magnetisasi longitudinal). T1 mencerminkan
tingkat trnsfer energi frekuensi radio (RF) dari proton proton keseluruh
jaringan sekitar (Tissue-Lattice) sehingga T1 biasa pula dikenal; istilah “
Spin Lattice-Relaxation”, dimana besar T1 tergantung pada konsentrasi
dan kepadatan proton. Waktu yang diperlukan proton proton dari keadaan
magnetisasi transversal berkurang hingga sekitar 37 % saja merupakan
nilai T2 yang sebenarnya. Kehilangan signal yang diakibatkan oleh medan
magnetic lokal yang tidak homogen tersebut, menutupi nolai T2 yang
sebenarnya

2.7 Cara kerja MRI

Putaran nukleus atom molekul otot diselarikan dengan menggunakan


medan magnet yang berkekuatan tinggi, Kemudian, denyutan/pulse frekuensi
radio dikenakan pada tingkat menegak kepada garis medan magnet agar
sebagian nuklei hidrogen bertukar arah, kemudian frekuensi radio akan
dimatikan menyebabkan nuklei berganti pada konfigurasi awal. Ketika ini
terjadi, tenaga frekuensi radio dibebaskan yang dapat ditemukan oleh
gegelung yang mengelilingi pasien, Sinyal ini dicatat dan data yang dihasilkan
diproses oleh komputer untuk menghasilkan gambar yang diinginkan.
Komponen-komponen seperti pada gambar dibawah ini yaitu :
1. System magnet.
2. Alat pemancar radio frekuensi tinggi.
3. Alat penerima radio frekuensi yang tinggi.
4. Computer
5. Tenaga listrik dan system pendingin

Gambar 2.6
2.8 Pembobotan Pada MRI

Pembobotan pada MRI merupakan suatu pencitraan degan menggunakan


beberapa parameter yang berhubungan dengan jaringan tubuh yang akan di
diagnosa, dipengaruhi oleh nilai TR dan TE. Dalam penelitian ini dikaji tentang
pembobotan T2, yang memanfaatkan echo train length (ETL) namun akan
dijelaskan secara ringkas tentang pembobotan T1.

a. Pembobotan T1 atau Spin Latice Relaxation


Pembobotan T1 merupakan pembobotan dengan parameter TR dan TE yang
pendek. Pada pembobotan T1 dengan nilai TR pendek jaringan (lemak) akan
mengalami recovery penuh pada arah longitudinal dan akan tampak gelap atau
hyperintense. Sedangkan pada jaringan yang memiliki nilai TR panjang (CSF)
akan mengalami recovery sebagian atau partial, sehingga akan tampak
hypointense, tetapi untuk jaringan yang mempunyai T1 yang cepat maka
padapembobotan T1 akan kelihatan terang atau hypointens. Tabel dibawah ini
menunjukkan karateristik jaringan dari struktur anatomi

b. Pembobotan T2 atau Spin-spin Relaxation


Pembobotan T2 adalah pembobotan dengan mengunakan parameter TR yang
lama dan TE yang lama.Pembobotan T2 baik dalam menciptakan sinyal yang
terang pada pemeriksaan kelainan patologi. Air akan tampak lebih cerah dari
lemak (Robbie, 2006). Nilai TR lebih dari 1000 msec dan TE lebih dari 30 msec.
Dengan TR yang panjang mengakibatkan terjadinya proses magnetisasi ke
equilibrium untuk semua jenis jaringan (fat, CSF) sudah mencapai magnetisasi
maksimum, saat itu juga perbedaan intensitas sinyal relative untuk semua
jaringan.

Dengan nilai TE yang panjang maka jaringan yang mempunyai nilai TR pendek
yaitu lemak pada pembobotan T2 akan tampak gelap atau hyperintens, karena
waktu untuk meluruh atau relaksasi spin-spin pendek sehingga peluruhan sinyal
menjadi lebih banyak. Peluruhan sinyal yang banyak mengakibatkan intensitas
sinyal relatif yang dihasilkan menjadi sedikit, menjadi hyperintens. Artinya
peluruhan sinyal yang sedikit akan meminimalkan proses.

Pembobotan T2 penting dalam memperlihatkan citra dari vertebra lumbal


terutama irisan sagital dibandingkan teknik SE konvensional. Pembobotan T2
FSE menggunakan echo train yang panjang atau ETL. Semakin banyak ETL,
pembobotan T2 akan semakin tinggi. Hal ini akan menyebabkan kekaburan citra
atau blurring, memungkinkan pengurangan nilai signal to noise ratio (SNR) atau
perbandingan antara besarnya amplitudo sinyaldengan amplitude noise, yang
berpengaruh terhadap kontras citra atau contras tonoise ratio (CNR) merupakan
salah satu kelemahan FSE

Relaksasi Spin T1 dan T2

a. Relaksasi T1
Waktu relaksasi T1 ini terjadi dimana energi yang dibebaskan ke
lingkungan sekitar akan menyebabkan magnetisasi bidang longitudinal akan
semakin lama semakin menguat (recovery) dengan waktu recovery yang konstan
dan berupa proses eksponensial.
Pada saat pulsa RF dihentikan (off), akan terjadi proses dimana Net Magnetisasi
Vektor kehilangan energi yang dikenal dengan relaksasi. Ada dua fenomena yang
terjadi pada saat terjadinya relaksasi yaitu jumlah magnetisasi pada bidang
longitudinal secara perlahan semakin meningkat yang dikenal dengan peristiwa
recovery dan pada saat yang sama jumlah magnetisasi pada bidang transversal
akan meluruh yang dikenal dengan decay

Gambar 2.7 Magnetisasi longitudinal

Sebagai contoh adalah lemak dan cairan cerebro spinal. Lemak memiliki waktu
relaksasi T1 yang pendek sekitar 180 ms sedangkan untuk cairan cerebrospinal
memiliki waktu relaksasi T1 yang panjang berkisar 2000 ms. Sehingga untuk
mencapai waktu relaksasi T1 (63%), lemak akan lebih cepat dibanding dengan
cairan cerebrospinal. Dengan demikian untuk pembobotan T1, jaringan dengan
waktu relaksasi T1 pendek (lemak) akan tampak terang dan jaringan dengan
waktu relaksasi T1 panjang (cairan cerebrospinal) akan tampak gelap.

Relaksasi T1 (Relaksasi Longitudinal) Proton kembali ke kondisi awal setelah


melepaskan energi yang diserap dalam bentuk panas yang sangat sedikit dan
gelombang RF. Magnetisasi net berotasi kembali ke sumbu z (Mz). Jadi, setelah
beberapa saat, situasi menjadi sama persis sebelum pulsa RF dikirim. Relaksasi
T1 adalah konstanta waktu. T1 didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan Mz
(magnetisasi longitudinal) untuk mencapai 63% dari magnetisasi awal.
Gambar2.8 Proses Relaksasi T1

b. Relaksasi T2
Penerapan pada pulsa RF 900 pada spin sampel menyebabkan terdapat
perubahan arah magnetisasi longitugunal menjadi sumbu transversal yang
menjadikan nilai magnetisasi longituginal Mz = 0 dan magnetisasi transversal
Mxy dalam kondisi maksimum. Setelah berada pada bidang transversal spin akan
dirotasikan dibidang tersebut sehingga terdapat laju perubahan magnetisasi
terhadap waktu yang sesuai dengan persamaan gyroskopik
Pada saat spin berpresisi pada bidang transversal terdapat interaksi yaitu
interaksi antar spin yang menyebabkan perubahan magnetisasi tanpa mengubah
nilai energi interaksi awal, sehingga besar magnetisasi transversal mengecil secara
eksponensial dengan bertambahnya waktu t, yang merupakan solusi persamaan
gerak tersebut (persamaan Bloch) didiskripsikan dengan T2 adalah waktu
transversal yang besarnya diukur setelah meluruh 37% dari
amplitudemaksimumnya disebut juga spin – spin (Gambar 2.6). T2 decay
dihasilkan oleh Spin Relaxation yaitu pertukaran energi antar nuklei yang satu
dengan nukleiyang lain disekitarnya.
Waktu relaksasi T2 akan lebih pendek dari pada waktu relaksasi T1.
Secara umum pada pembobotan T2, jaringan dengan waktu relaksasi T2 panjang
(seperti cairan cerebro spinal sekitar 300 ms akan tampak terang dan jaringan
dengan waktu relaksasi T2 pendek (seperti lemak sekitar 90 ms) akan tampak
gelap. Kecepatan meluruhnya komponen magnetisasi tranversal tergantung dari
konstanta waktu relaksasi transversal atau waktu relaksasi spin-spin, yang
merupakan interaksi antara proton dengan proton. Berdasarkanmekanisme
relaksasi baik transversal maupun longitudinal di atas, untuk berbagai jaringan
dalam tubuh mempunyai prilaku dan waktu relaksasi yang berbeda – beda, yang
diterangkan pada Tabel 2.5

Tabel 2.1 Waktu relaksasi T1 dan T2 pada jaringan tubuh

Relaksasi T2 (Relaksasi Transversal) Spin-spin tereksitasi dengan koherensi fasa


yang sama pada bidang x-y ketika pulsa RF mengenai spin. Magnetisasi
longitudinal menjadi berkurang dan terbentuk magnetisasi transversal (Mxy).
Namun, koherensi fasa di bidang x-y akan menghilang karena perbedaan medan
magnet dari tiap spin. Spin-spin mulai berputar dengan kecepatan berbeda dan
tidak menunjuk ke arah yang sama (spin dephasing). Sementara itu, semua spin
tetap berputar di sekitar sumbu z pada bidang x-y[2,4,11]. Relaksasi T2 juga
merupakan konstanta waktu seperti relaksasi T1. Relaksasi T2 terjadi lebih cepat,
yaitu dalam waktu dua puluh milidetik, sedangkan relaksasi T1 memerlukan
beberapa detik[4,11]. T2 didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan spin untuk
dephasing menjadi 37% dari nilai awal. Tiap jaringan memiliki laju dephasing
yang berbeda.
Gambar 2.9 Proses Relaksasi T2

2.9 Perbedaan hasil MRI T1 dan T2

Gambar 2.10 MRI T1 dan T2


BAB III
KESIMPULAN

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik penggambaran


penampang tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom hidrogen.
Tehnik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan
tergantung pada banyak parameter. Alat tersebut memiliki kemampuan membuat
gambaran potongan coronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi
tubuh pasien.
komponen utama pada perangkat MRI adalah: magnet utama, koil gradient
X, Y, dan Z, koil pemancar dan penerima radiofrekuensi, serta sistem akuisisi data
dalam komputer. Parameter pada magnetic resonance imaging adalah variabel
yang dapat mengakibatkan terjadinya pembedaan kontras. Dan khususnya dalam
bidang kesehatan untuk mendiagnosa suatu kelainan pada jaringan tubuh manusia.
Parameter dalam MRI dapat dibagi menjadi dua, yaitu waktu pengulangan atau
time repetition (TR) dan waktu gaung atau time encho (TE). Pembobotan pada
MRI merupakan suatu pencitraan dengan menggunakan beberapa parameter yang
berhubungan dengan jaringan tubuh yang akan di diagnosa, dipengaruhi oleh nilai
TR dan TE.
Proses relaksasi dikelompokkan menjadi dua, yaitu relaksasi spin-kisi
(relaksasi longitudinal) dan relaksasi spin-spin (relaksasi transversal) yang
ditandai masing-masing dengan waktu relaksasi T1 dan T2.

Anda mungkin juga menyukai