Anda di halaman 1dari 25

TUGAS

* Kepaniteraan Klinik Senior/G1A216035/Januari 2019


** Pembimbing : dr. Fitriyanti, Sp. KK, FINSDV

TINEA FASIALIS

Oleh:
Hafizani Rahmah, S.Ked*
G1A216035

Pembimbing:
dr. Rini Chrisna, M.Ked(DV),Sp.DV **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H ABDUL MANAP
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

TINEA FASIALIS

Oleh:
Hafizani Rahmah, S.Ked
G1A216035

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H ABDUL MANAP
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

Jambi, Januari 2019


Pembimbing

dr. Rini Chrisna, M.Ked(DV),Sp.DV

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
sebab karena rahmatnya, Case Report Session (CRS) yang berjudul “TINEA
FASIALIS” ini dapat terselesaikan. Tugas ini dibuat agar penulis dan teman –
teman sesama koas periode ini dapat memahami tentang patogenesis, komplikasi,
dan pengobatan dari kasus ini. Selain itu juga sebagai tugas dalam menjalankan
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin RSUD H.
Abdul Manap Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Rini Chrisna,


M.Ked(DV),Sp.DV selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan
khususnya pembimbing dalam tugas Case Report Session (CRS) ini. Penulis
menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran agar lebih baik kedepannya. Akhir kata, semoga tugas baca jurnal
ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi serta pengetahuan
kita.

Jambi, Januari 2019

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur superficial yang


disebabkan oleh jamur dermotofita yakni Trichophyton spp, Microsporum spp,
dan epidermophyton spp. Penyakit ini menyerang jaringan yang mengandung zat
tanduk yakni epidermis (tinea korporis, tinea kruris, tinea manus et pedis), rambut
(tinea kapitis), kuku (tinea unguinum). Dermatofitosis terjadi karena terjadi
inokulasi jamur pada tempat yang diserang, biasanya di tempat yang lembab
dengan maserasi atau ada trauma sebelumnya. Ciri khas pada infeksi jamur adanya
central healing yaitu bagian tengah tampak kurang aktif, sedangkan bagian
pinggirnya tampak aktif. Faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya udara
lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber
penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik penggunaan antibiotika dan
obat steroid, Higiene juga berperan untuk timbulnya penyakit ini.1,2,3

Dermatofitosis salah satu pembagiannya berdasarkan lokasi bagian tubuh


manusia yang diserang salah satunya adalah Tinea fasialis, merupakan suatu
dermatofitosis superfisial yang terbatas pada kulit yang tidak berambut, yang
terjadi pada wajah, memiliki karakteristik sebagai plak eritema yang melingkar
dengan batas yang jelas. Tinea fasialis dapat muncul pada segala usia dimana
puncaknya terjadi pada anak-anak dan mereka yang berusia 20-40 tahun.1,3,4

4
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
JAMBI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
Jl. Letjen Soeprapto Samping RSUD Raden Mattaher Telanaipura Jambi telp/fax (0741) 60246

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N

Umur : 32 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Mawar 1 RT 18 Perum. Mutiara Bagan Pete

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Pernikahan : Menikah

Suku Bangsa : Indonesia

Hobi :-

I. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Timbul bercak kemerahan disertai gatal pada wajah sebelah kanan sejak ±
3 minggu.
B. Keluhan Tambahan :
-
C. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien mengeluhkan bercak-bercak berwarna merah disertai
dengan rasa gatal pada daerah wajah sebelah kanan mulai dirasakan sejak ±
3 minggu yang lalu. Awalnya bercak kemerahan kecil seperti jerawat,
kemudian pasien berobat ke puskesmas dan diberi obat vitamin dan salep
tapi pasien lupa nama obatnya. Setelah berobat keluhan pasien tidak

5
berkurang, bercak kemerahan di wajah pasien semakin melebar, pasien juga
mengeluh gatal dirasakan terus menerus sepanjang hari dengan intensitas
yang sama dan memberat bila berkeringat.
Pasien bekerja sebagai pastrycook sehingga pasien sering berkeringat,
hal ini menyebabkan gatal di wajah pasien semakin bertambah, walaupun
begitu pasien tidak menggaruk daerah yang gatal karna takut ada lecet di
wajah pasien. Pasien juga memelihara anjing di rumahnya.

D. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Keluhan serupa sebelumnya (-)


- Riwayat penyakit kulit lainnya (-)
- Riwayat trauma fisik (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat diabetes (-)

E. Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama seperti pasien


- Riwayat alergi (-)
- Riwayat diabetes (-)

F. Riwayat Sosial Ekonomi :

- Pasien bekerja sebagai pastrycook dimana pasien sering berkeringat


dikarnakan pekerjaan pasien.
- pasien mandi 2x/hari
- pasien tidak menggunakan pakaian, handuk yang sama dengan
anggota keluarga yang lain.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : tampak sakit ringan
2. Tanda Vital :

6
Kesadaran : Composmentis RR :20 x/i
TD :- Nadi :88 x/i
Suhu : 36,7

3. Kepala :
a. Mata : CA (-). SI (-), RC (+/+)
b. THT : Deviasi Septum (-), nyeri tekan tragus (-)
c. Leher : Pembesaran KGB (-)

4. Thoraks :
a. Jantung : Tidak ada keluhan
b. Paru : Tidak ada keluhan

5. Genitalia : Tidak di Periksa

6. Ekstremitas
a. Superior : normal
b. Inferior : normal

B. Status Dermatologi
1. Inspeksi

7
Regio fasialis dextra
- Plak, bentuk ireguler, ukuran plakat, jumlah 2 buah, sirkumskrip,
eritem, tepi aktif dengan papul dan gambaran khas cental healing,
penyebaran diskret.
2. Palpasi : Nyeri tekan (-)

3. Lain-lain :

Regio fasialis dextra


Plak, bentuk ireguler, ukuran plakat,
jumlah 2 buah, sirkumskrip, eritem,
tepi aktif dengan papul dan gambaran
khas cental healing, penyebaran
diskret.

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada pasien ini Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

IV. DIAGNOSIS BANDING


- Tinea fasialis
- Dermatitis seboroik
- Akne vulgaris
- Dermatitis Atopi
V. DIAGNOSIS KERJA
Tinea fasialis
VI. TERAPI
Non medikamentosa :
 Edukasi tentang penyakit pasien
 Menjaga kebersihan kulit dengan mandi 2x sehari

8
 Menghindari menggaruk daerah lesi, untuk mencegah terjadinya infeksi di
daerah lesi
 Menjaga kulit tetap kering dan bersih dengan menghindari aktivitas yang
dapat mengeluarkan banyak keringat.
 Kontrol kembali untuk menilai keberhasilan terapi

Medikamentosa

 Topikal
Ketokonazol krim 2% 2 x sehari selama 4 minggu
 Oral
Cetrizine 1 x 10 mg

Ketokonazole 1 x 200 mg selama 4 minggu

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


 Pemeriksaan KOH 10%
Pemeriksaan KOH 10% dilakukan dengan cara diambil kerokan di bagian
yang tekena kemudian diteteskan KOH 10% dan dilihat diatas mikroskop
pembesaran mulai dari 10x kemudian 40x. Diharapkan akan terlihat hifa
dan spora, terlihat hifa berbentuk dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan
bercabang maupun spora berderet/ artospora.

 Pemeriksaan Lampu Wood


Pemeriksaan lampu wood dilakukan dengan terlebih dahulu
membersihkan kulit dari obat topikal atau bahan kosmetik, pemeriksaan
dilakukan di ruangan gelap, jarak lampu Wood dengan lesi yang akan
diperiksa ± 10-15cm kemudian arahkan lampu Wood ke bagian lesi
dengan pendaran paling besar dan jelas. Diharapkan hasil pemeriksaan
lampu wood didapatkan pendaran warna hijau tidak ada warna violet (
dermatitis seboroik).

9
 Pemeriksaan Kultur
Pemeriksan kultur ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang
mahal, tetapi pemeriksaan ini sangat berguna ketika pemeriksaan yang
lain meragukan. Spesimen dibiakkan pada soboround’s dextrose agar
dan penambahan obat sikloheksemid atau kloramfenikol untuk mencegah
bakteri lain tumbuh. Dibutuhkaan waktu 7-21 hari untuk
membiakkannnya.

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad Sanationam : bonam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Tinea Korporis


3.1.1. Definisi
Tinea fasialis adalah suatu dermatofitosis superfisial yang terbatas
pada kulit yang tidak berambut, yang terjadi pada wajah, memiliki
karakteristik sebagai plak eritema yang melingkar dengan batas yang
jelas.1
3.1.2. Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dan lebih banyak terjadi
pada daerah-daerah tropis dengan temperatur dan kelembaban yang tinggi.
Tinea fasialis banyak terjadi pada anak-anak, kira-kira 19% dari populasi
anak dengan dermatofitosis.1,3
Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa wanita mungkin lebih
sering terinfeksi dari pada pria . Pada wanita, infeksi dermatofit pada
wajah dapat didiagnosis sebagai tinea fasialis, sedangkan infeksi-infeksi
lain yang terjadi pada pria di daerah yang sama didiagnosis sebagai tinea
barbae. Data menunjukkan perbandingan penderita wanita dan pria adalah
1,06:1.3,4
Tinea fasialis dapat terjadi pada semua umur, dengan dua usia
insidens puncak.Usia insidens pertama meningkat pada anak-anak, karena
kebiasaan mereka kontak dengan hewan peliharaan. Kasus yang jarang
dapat terjadi pada neonatus, yang mungkin terinfeksi dari kontak
langsung dari saudara mereka yang terinfeksi atau kontak langsung dari
hewan peliharaan. Usia insidens yang lain dapat meningkat pada usia 20-
40 tahun.3

3.1.3. Etiologi dan Faktor Resiko

Dermatofitosis disebabkan oleh jamur yang berasal dari genus


Microsporum,Trichophyton, dan Epidermophyton. Organisme-organisme ini,

11
yang disebut dermatofit,adalah agen patogenik yang keratinofilik. Klasifikasi
dermatofit, antara lain:2,5,6

1.Zoophilic

dermatofit; sering ditemukan pada hewan tetapi dapat ditransmisikan kemanusia,


dapat menyebabkan inflamasi akut berupa pustul dan vesikel. Beberapaspesies
dermatofit jenis ini, antara lain:

a.Spesies yang terdistribusi di seluruh dunia:

 M. canis var. canis(terdapat pada kucing, anjing, domba, babi,


hewanpengerat, dan monyet)
 M. gallinae(terdapat pada ayam, kucing, dan hewan pengerat)
 M. Nanum (terdapat pada babi)
 T. Equinum (terdapat pada kuda)
 T. mentagrophytes var. Mentagrophytes (terdapat pada kucing,
anjing,domba, babi, hewan pengerat, dan monyet)
 T. mentagrophytes var. Quinkeanum (terdapat pada kucing, anjing, dan
tikus)
 T. Verrucosum (terdapat pada anjing, domba, babi, kuda)

b.Spesies yang terbatas pada letak geografis:

 M. canis var. Distortum (terdapat pada kucing, anjing, kuda, monyet;


tersebardi Amerika Serikat, Amerika Selatan, Australia, dan Selandia
Baru)
 M. persicolor (terdapat pada anjing; tersebar di Amerika Serikat dan
EropaBarat)
 T. mentagrophytes var. Erinacei (tersebar di Eropa, Inggris, Selandia
Baru,dan Afrika)
 T. Simii (terdapat pada ayam dan monyet; tersebar di India)

2.Anthropophilic dermatofit; sering ditemukan pada manusia dan sangat


jarangditransmisikan ke hewan, menyebabkan inflamasi ringan atau tidak ada

12
inflamasisama sekali, bersifat kronik. Beberapa spesies dermatofit jenis ini, antara
lain:

a.Spesies yang terdistribusi di seluruh dunia:

 E. Floccosum
 M. Audouinii
 T. mentagrophytes var. Interdigitale
 T. Rubrum
 T. tonsurans

b.Spesies yang terbatas pada letak geografis:

 M. Ferrugineum (tersebar di Afrika, India, Eropa Timur, Asia, dan


AmerikaSelatan)
 T. Concentricum (tersebar di Pulau Pasifik, India, dan Amerika Selatan)
 T. Gourvilii (tersebar di Afrika Tengah dan Afrika Selatan)
 T. Megninii (tersebar di Portugal dan Sardinia)
 T. Schoenleinii (tersebar di Eropa, Mediterania, Timur Tengah,
AfrikaSelatan, dan secara sporadis di Amerika Serikat)
 T. Soudanense (tersebar di Afrika Tengah dan Afrika Selatan)
 T. Violaceum (tersebar di Afrika, Eropa, dan Asia)

3.Geophilic dermatofit; sering ditemukan pada tanah, karena mereka


mendekomposisi rambut, bulu, dan sumber-sumber keratin yang lain. Jenis
dermatofit ini tidak hanya menginfeksi manusia, tetapi juga hewan, menyebabkan
inflamasi yang moderat.Beberapa spesies dermatofit jenis ini, antara lain: M.
cookie, M. gypseum, M. fulvum, M. vanbreuseghemii, M. amazonicum, M.
praecox, T. ajelloi,dan T. terrestre.

Agen penyebab tinea fasialis sangat bervariasi, tergantung pada


letak geografisnya:3,7

1. Secara umum, reservoir hewan pada zoophilic dermatofit, terutama


Microsporum canis, terdapat pada hampir semua hewan peliharaan.

13
2. Di Asia, Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton rubrum yang
tersering.
3. Di Amerika Utara, Trichophyton tonsurans adalah patogen yang utama.
4. Di Brazil, Trichophyton rubrum yang tersering. Namun, Trichophyton
raubitschekii ,yang merupakan spesies jamur baru di Brazil, yang memiliki
kesamaan sifat dengan Trichophyton rubrum , telah diteliti dapat menjadi
agen penyebab tinea fasialis.

Berikut adalah faktor-faktor risiko timbulnya penyakit ini:1,8

1. Banyak terjadi di daerah tropis dengan iklim panas dapat mempermudah


perkembangan penyakit ini.
2. Kontak dengan pakaian, handuk, atau apapun yang sudah berkontak dengan
penderita
3. Kontak kulit ke kulit dengan penderita atau hewan peliharaan
4. Umur 12 tahun ke bawah
5. Lebih sering menghabiskan waktu di tempat yang tertutup
6. Penggunaan obat-obatan glukokortikoid topikal dalam jangka waktu yang
lama
3.1.4. Manifestasi Klinis
Penderita tinea fasialis biasanya datang dengan keluhan rasa gatal dan
seperti terbakar di wajah terutama jika berkeringat dan terkena sinar
matahari (fotosensitivitas). Namun, kadang-kadang,penderita tinea fasialis
dapat memberikan gejala yang asimptomatis.1,10,11
Tanda klinis yang dapat ditemukan pada tinea fasialis, antara lain:
bercak, macula sampai dengan plak, sirkular, batas yang meninggi, dan
regresi sentral memberi bentuk seperti ring-like appearance. Kemerahan
dan skuama tipis dapat ditemukan.8

3.1.5. Diagnosis
1.Anamnesis Hal-hal yang dapat kita temukan dari anamnesis, antara
lain:1,3,10
- Rasa gatal dan seperti terbakar di wajah terutama jika berkeringat
dan terkena sinar matahari.

14
- Ada riwayat kontak dengan hewan peliharaan
- Ada riwayat kontak langsung dengan penderita dermatofitosis
- Ada riwayat penggunaan bersama barang-barang penderita
dermatofitosis,misalnya handuk

2.Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisis dapat kita temukan makula sampai dengan plak yang
berbatas tegas, batas yang meninggi, dan regresi sentral. Skuama biasanya
nampak, namun minimal. Lesi berwarna merah sampai merah muda. Pada
penderita yang berkulit hitam, terjadi lesi hiperpigmentasi. Lesi bisa terdapat pada
seluruh bagianwajah, tetapi biasanya tidak simetris.1

3.1.6. Diagnosis Banding


Beberapa diagnosis banding pada tinea fasialis, antara lain:
a. Dermatitis seboroik 1
Dermatitis seboroik adalah dermatosis kronik yang tersering, yang
memiliki gambaran kemerahan dan skuama yang terjadi pada daerah-
daerah yang memiliki kelenjar keringat yang aktif, seperti wajah dan kulit
kepala, juga di daerah dada.Gejala yang timbul berupa gatal, sangat
bervariasi, biasanya gatal semakin memburuk dengan meningkatnya
perspirasi. Pada pemeriksaan fisis ditemukan,makula atau papul berwarna
kemerahan atau keabu-abuan dengan skuama kering berwarna putih.
Ukurannya bervariasi, antara 5-20 mm. Berbatas tegas, sering terdapat
krusta dan celah pada telinga luar bagian belakang. Skuama yang terdapat
pada kulit kepala inilah yang sering disebut sebagai ketombe.
b. Akne vulgaris16

Akne vulgaris banyak terjadi pada usia pubertas. Lesi primer akne
berada pada wajah, dan pada derajat tertentu mengenai punggung, dada,
dan bahu. Adapun beberapa lesi dapat ditemukan pada tungkai.
Patogenesisnya meliputi hiperproliferasifolikular epidermal, produksi
sebum berlebih, inflamasi, dan muncul serta aktivitas dari
Propionibacterium acnes. Penyakit ini ditandai oleh berbagai macam lesi
klinik dan dapat pula terjadi inflamasi. Pada akne non-inflamasi,

15
contohnya seperti komedo, baik komedo terbuka maupun komedo tertutup.
Komedo terbuka nampak sebagai lesi datar atau sedikit meninggi dengan
folikular berwarna gelap pada tengah lesi akibat keratin dan
lipid.Sedangkan komedo tertutup sulit divisualisasikan. Dapat tampak
sedikit peninggian,berwarna pucat, dengan orifisium yang tidak dapat
dilihat secara klinis.Pada lesi yang disertai dengan inflamasi, lesi beragam
dari bentuk papul dengan tepi kemerahan sampai pustul, dan nodul.
Beberapa nodul besar disebut dengan kista dan nodulokistik untuk kasus
berat.

c. Dermatitis Atopi
Dermatitis atopik atau eksim atopik adalah kondisi kulit kronis
yang menyebabkan serangan gatal-gatal dan kemudian menghilang untuk
beberapa waktu. Dermatitis atopik membuat kulit menjadi meradang,
gatal, kering dan pecah-pecah. Bagian kulit kering tersebut dapat muncul
di kulit kepala, dahi dan wajah.
Dermatitis atopik dapat terlihat berbeda-beda pada bayi, anak-anak,
dan orang tua. Gatal-gatal yang memuncak pada malam hari. Bagian kulit
yang berwarna merah hingga abu kecoklatan pada tangan, kaki,
pergelangan kaki dan tangan, leher, dada bagian atas, lipatan mata, bagian
dalam sikut dan lutut.
3.1.7. Penatalaksanaan
1. Topikal
Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali sehari
selama 1-2 minggu.
Alternatif : Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol,
klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu.
1.
Sistemik 1,2
Untuk pengobatan sistemik dalam mengeradikasi dermatofit, obat-obatan
oral yang digunakan, antara lain:
 Flukonazol:orang dewasa 150– 200 mg/minggu selama 4 – 6
minggu,sedangkan anak-anak 6 mg/kg/minggu selama 4 – 6 minggu.

16
Sediaan fluconazoletablet 100, 150, 200 mg; suspense oral (10 or 40
mg/ml); dan intravena 400 mg.
 Griseofulvin:Orang dewasa 500 – 1000 mg/hari (atau lebih) selama
4minggu, sedangkan anak-anak 15 – 20 mg/kg/hari selama 4 minggu.
Micronized :250 atau 500 mg tablet; 125 mg/sendok teh suspensi.
Ultramicronized : 165 atau330 mg tablet. Aktif hanya melawan dermatofit,
kurang efektif daripada Triazoles . Efek samping yang dapat ditimbulkan,
antara lain: nyeri kepala,mual/muntah, fotosensitivitas. Infeksi T. rubrum
Dan T. tonsurans dapat kurang berespon. Sebaiknya diminum dengan
makanan berlemak untuk memaksimalkan penyerapan.
 Itrakonazol: untuk dewasa 400 mg/hari selama 1 minggu dan untuk anak-
anak 5 mg/kg/hari selama 1 minggu. Sediaannya 100 mg dalam kapsul;
solusiooral (10 mg/ml) dalam intravena. Untuk Triazole, kerjanya
membutuhkan pHasam pada lambung agar kapsulnya larut. Dapat
menimbulkan aritmia ventrikularbila dikonsumsi bersama
terfenadine/astemizole, meskipun jarang. Golongan azole lainnya, yaitu
ketokonazole juga memiliki potensial interaksi dengan obatlain, seperti
agen hipoglikemik oral, kalsium antagonis, fenitoin, dan lain-lain.
 Terbinafin: dosis untuk dewasa adalah 250 mg/hari selama 2 minggu,
dandosis anak-anak adalah 62,5 mg/hari (<20 kg), 125 mg/hari (20 – 40
kg) atau 250mg/hari (>40 kg) selama 2 minggu. Sediaannya 250 mg dalam
tablet. Dapat menyebabkan mual, dispepsia, nyeri perut, kehilangan
pengecapan.
3.1.8. Pencegahan
Pencegahan untuk tinea fasialis, meliputi:19
 Menghindari kontak langsung dengan mereka yang menderita tinea
fasialis.
 Menjaga kulit agar tetap bersih dan kering, mencuci muka setelah
berolahraga ataupun berkeringat
 Mencuci barang-barang pribadi secara berkala (seprei, pakaian, dan lain-
lain)
 Jangan berbagi perlengkapan perawatan diri (handuk, sisir, sikat)

17
 Mencuci tangan
3.1.9. Prognosis
Dengan pengobatan teratur, tinea fasialis dapat sembuh dalam waktu satu
bulan. Prognosis dikatakan baik jika:14,19

Faktor predisposisi dapat dihindarkan atau dihilangkan

Dapat menghindari sumber penularan

Pengobatan teratur dan tuntas.

18
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien Ny. N datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD H. Abdul Manap pada
tanggal 10 Januari 2019 dengan keluhan utama terdapat bercak kemerahan disertai
gatal pada wajah sebelah kanan sejak ± 3 minggu terakhir. Pada pasien ini
ditegakkan diagnosis kerja tinea fasialis. Hal ini diperoleh dengan dilakukannya
anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Dari anamnesis, didapatkan pasien perempuan 32 tahun, Pasien bekerja


sebagai pastrycook sehingga pasien sering berkeringat. Pasien juga memelihara
anjing di rumahnya. Pada pasien ini sesuai dengan teori dimana terdapat faktor
resiko yaitu berkeringat dan kontak hewan peliharaan. Faktor resiko pada tinea
fasialis banyak terjadi di daerah tropis dengan iklim panas, kontak dengan
pakaian, handuk, atau apapun yang sudah berkontak dengan penderita, kontak
kulit ke kulit dengan penderita atau hewan peliharaan.

Pasien mengeluhkan bercak-bercak berwarna merah disertai dengan rasa gatal


pada mulai dirasakan sejak ± 3 minggu yang lalu bercak tersebut semakin hari
juga semakin melebar. Hal ini sesuai dengan teori dimana lesi tinea fasialis dapat
berupa bercak-bercak yang terdapat pada daerah kulit tubuh yang tidak berambut
yang terjadi pada wajah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi diregio fasialis. Lesi berupa plak
eritem, jumlah 2, ukuran plakat, bentuk bulat, sirkumskrip, penyebaran diskret, ,
gambaran khas terlihat tepi aktif dan central hiling. Hal ini sesuai dengan
gambaran tinea fasialis dimana kelainan berbatas tegas terdiri atas bermacam-
macam effloresensi kulit, bagain tepi lesi lebih aktif (tanda peradangan) tampak
lebih jelas dari pada bagian tengah. Kelainan yang dilihat dalam klinis merupakan
lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema. Daerah di tengahnya
biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif yang sering disebut
dengan central healing.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, diagnosis ditegakan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan dermatologis. Berdasarkan

19
kepustakaan pemeriksaan penunjang yang disarankan dilakukan untuk
menegakkan tinea fasialis antara lain adalah pemeriksaan langsung dengan
mikroskop menggunakan larutan KOH 10%. Pemeriksaan dengan KOH 10%
Diharapkan akan terlihat hifa dan spora, terlihat hifa berbentuk dua garis sejajar,
terbagi oleh sekat dan bercabang maupun spora berderet/ artospora. Kemudian
juga dapat dilakukan pemeriksaan lampu wood dan diharapkan hasil pemeriksaan
lampu wood didapatkan pendaran warna hijau.
Diagnosis banding pada pasien ini adalah tinea fasialis, dermatitis seboroik,
acne vulgaris. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan,makula atau papul
berwarna kemerahan atau keabu-abuan dengan skuama kering berwarna putih, hal
ini untuk menyingkirkan diagnosis banding dermatitis seboroik.
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa nonmedikamentosa dan
medikamentosa. Untuk penatalaksanaan nonmedikamentosa, diberikan informasi
berupa edukasi bahwa penyakitnya adalah kurap, penyebabnya adalah jamur dan
dapat menular. Kondisi ini tidak meninggalkan jaringan parut yang permanen atau
perubahan warna kulit, membaik dalam beberapa minggu setelah terapi. Menjaga
kebersihan kulit dengan mandi 2x sehari, menghindari menggaruk daerah lesi,
untuk mencegah terjadinya infeksi di daerah lesi, menjaga kulit tetap kering dan
bersih dengan menghindari aktivitas yang dapat mengeluarkan banyak keringat
dan kontrol kembali untuk menilai keberhasilan terapi. Sedangkan untuk
penatalaksanaan medikamentosa, pada pasien ini diberikan ketokonazole 2%
cream dioleskan di seluruh daerah lesi 2x sehari setelah mandi selama 4 minggu,
ketokonazole oral 200mg 1x1 selama 4 minggu dan certirizine oral 10 mg/hari
selama 14 hari. Berdasarkan kepustakaan penatalaksanaan tinea fasialis obat
pilihan dapat diberikan golongan alilamin (terbinafin, butenafin) sekali sehari
selama 1-2 minggu, atau dapat diberikan alternative golongan azol (ketokonazol).
Pada pasien ini diberikan obat ketokonazol krim. Sebenarnya obat yang lebih baik
diberikan adalah golongan alilamin, dikarenakan golongan alilamin bersifat
fungisidal dimana obat tersebut merupakan suatu senyawa yang dapat membunuh
jamur dengan cara menekan biosintesis ergosterol. Namun dikarenakan obat
terbinafin cukup mahal dan sulit di temukan maka pada pasien ini diberikan
ketokonazol yang bersifat fungistatik dimana obat tersebut menghambat

20
pertumbuhan jamur dengan cara mengganggu enzim kerja sitokrom P-450
lanosterol 14-demethylase yang berfungsi sebagai katalisator untuk mengubah
lanosterol menjadi ergosterol.Sementara untuk obat mengurasi rasa gatal dapat
diberikan cetirizine 10 mg/hari selama 14 hari, cetirizine bekerja dengan
memblokir efek pelepasan histamine dimana histamine merupakan salah satu
mediator yang menyebabkan gatal. Pada pasien ini diberikan antihistamin H1
generasi kedua dimana obat tersebut tidak menembus sawar darah otak, sehingga
mempunyai efek sedasi minimal atau bahkan tidak ada.

21
BAB V
KESIMPULAN
Tinea fasialis adalah suatu dermatofitosis superfisial yang terbatas pada
kulit yang tidak berambut, yang terjadi pada wajah. Penyakit ini memiliki
karakteristik sebagai plak eritema yang melingkar dengan batas yang jelas yang
bisa melebar dan bagian tengah lesi relatif lebih tenang. Gejala subjektif gatal
dapat dirasakan sampai mengganggu aktifitas sehari-hari. Faktor resiko
kebersihan lingkungan yang buruk, sering malakukan aktivitas yang menyebabkan
berkeringat dan hewan peliharaan dengan penyakit kulit perlu dihindari. Penyakit
ini tidak menyebabkan kematian, tapi mengganggu kenyamanan dan estetika kulit.

Dalam pengobatan Tinea fasialis, selain pengobatan farmakologi, juga


penting untuk memberikan edukasi kepada pasien tentang faktor pencetus dan
faktor resiko untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah penyakit berulang.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis


of clinical dermatology 5th ed. New York: The McGraw-Hill Companies;
2007. p. 1-7,20-2.
2. Sobera JO, Elewski BE. Fungal diseases. In: Bolognia JL, Jorizzo JL,
Rapini RP,editors. Dermatology 2nded. British: Mosby Elsevier; 2008. p.
1-10, 25-6.
3. Szepietowski JC. Tinea faciei. Available
from:URL:http://emedicine.medscape.com/article/1118316.
4. Starova A, Stefanova MB, Skerlev M. Tinea faciei-hypo diagnosed
facialdermatoses. Macedonian Journal of Medical Sciences 2010; 3(1):
29-30.
5. Institute for International Cooperation in Animal Biologics.
Dermatophytosis. Available from:
URL:www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/dermatophytosis.pdf
6. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Superficial fungal
infections:dermatophytosis, onychomycosis, tinea nigra, piedra. In:
Freedberg IM, Eisen AZ,Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI,
editors. Fitzpatrick’s dermatology ingeneral medicine volume 1 6 th ed.
New York: The McGraw-Hill Companies; 2009.p. 1993-4.
7. Costa AR, Criado PR, Valente NYS, Sittart JAS, Stelmach RS,
Vasconcellos C.Trichophyton raubitschekii: a new agent of
dermatophytosis in brazil?.DermatologyOnline Journal 2003; 9(1): 5.
8. Badash M. Ringworm. Available from:
URL:http://healthlibrary.epnet.com/print.aspx?token=de6453e6-8aa2-
4e28-b56c-5e30699d7b3c&ChunkIID=11589.
9. Hay RJ, Moore MK. Mycology. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Griffiths C,editors. Rook’s textbook of dermatology volumes 1-4 7thed.
USA: BlackwellPublishing; 2004. p. 31.5-6, 31.22-3.
10. Hainer BL. Dermatophyte infections. American Family Physician 2003 ;
67: 103,5.

23
11. Khaled A, Chtourou O, Zeglaoui F, Fazaa B, Jones M, Kamoun MR.
Tinea faciei: areport on four cases. Acta Dermatoven APA 2007 ; 16(4):
172.
12. Trozak DJ, Tennehouse DJ, Russell JJ. Dermatology skills for primary
care, anillustrated guide. New Jersey: Humana Press; 2006. p. 126.
13. Thomas B. Clear choices in managing epidermal tinea infections. The
Journal of Family Practice 2003 ; 52(11): 853-4.
14. Bramono K. Bahan kuliah dermatofitosis. Jakarta: Departemen IK Kulit
danKelamin FKUI-RSCM; 2011.
15. Wolff K, Johnson RA. Fungal infections of the skin and hair. In:
Fitzpatrick’s coloratlas and synopsis of clinical dermatology 6th edition.
United states: McGraw Hill;2009. p. 695.
16. Wolff K, Goldsmith L, Katz SI, et al. Disorders of the sebaceous glands.
In:Fitzpatrick’s dermatology in general medicine 7 th ed. United States:
McGraw Hill;2008. p. 692-4, 704-6.
17. James WD, Berger TG, Elston DM. Disease resulting from fungi and
yeasts. In:Andrews’ disease of the skin: clinical dermatology 10th ed.
Canada: SaundersElsevier; 2006. p. 301-2.
18. Lewis RA. Ringworm-all information. Available from:
URL:http://www.umm.edu/ency/article/001439all.htm
19. Schueler SJ, Becket JH, Gettings DS. Facial tinea-home care. Available
from: URL:http://www.freemd.com.htm

24
Lembar Diskusi

Cetirizine adalah golongn antihistamin generasi kedua. cetirizine melintasi


penghalang darah-otak dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu
efeknya pada sistem saraf pusat dibandingkan dengan obat generasi pertama
(misalnya CTM) lebih kecil.

25

Anda mungkin juga menyukai