Anda di halaman 1dari 56

APLIKASI

PEMERIKSAAN IMUNOASAI
PADA BEBERAPA PENYAKIT

Dr. Bastiana Bermawi, SpPK


PENDAHULUAN
• Salah satu reaksi tubuh terhadap invasi mikroorganisme  membentuk antibodi (Ab)
spesifik terhadap mikroorganisme tsb

• TEKNIK IMUNOASAI dapat menunjukkan adanya Ab spesifik di dalam serum


penderita terhadap kuman penyebab yang merangsang pembentukan Ab spesifik tsb,
dengan menggunakan antigen yang sudah diketahui

• IMUNOASAI/SEROLOGI dapat membantu menegakkan diagnosis penyakit infeksi


2
APLIKASI IMUNOASAI
IMUNOASAI dapat membantu menegakkan diagnosis:
• Penyakit infeksi bakterial: Demam Tifoid; TBC; Sifilis; dll
• Penyakit Infeksi Virus: Hepatitis viral; HIV; Demam Dengue atau DBD; dll
• Penyakit Infeksi Parasit: Toksoplasmosit; Malaria; dll
• Penyakit yang terkait dengan infeksi: penentuan CRP (C- Reaktif Protein);
Faktor Rheumatoid (RF) ; ANA (Antibodi AntiNuklear)

3
DEMAM TIFOID
• Kuman penyebab: bakteri Salmonella typhosa
• Gambaran klinis amat bervariasi dan umumnya tidak khas utk demam tifoid pemeriksaan lab
menjadi PENTING
• Pemeriksaan lab utk menegakkan diagnosa :
a. Isolasi kuman penyebabnya S.typhi dari specimen klinis: darah, sumsum tulang,
urine, tinja, cairan duodenum
b. Imunoasai: melcak kenaikan kadar Ab thd Ag S.typhi dan menentukan adanya Ag
spesifik dari S.typhi
c. Uji PCR (Polymerase Chain Reaction): melacak DNA spesifik dari S.typhi
4
Pembagian Imunoasai untuk Demam Tifoid
Imunoasai utk melacak kenaikan kadar Ab thd S.typhi:
• Uji Widal:
Uji aglutinasi yg menggunakan suspense kuman salmonella typhi dan S.paratyphi
sebagai Ag utk mendeteksi adanya Ab thd S.yphi atau paratyphi dalam serum penderita
• Uji ELISA:
- untuk melacak Ab Salmonela typhi Indirect ELISA
- untuk melacak Ag Salmonela typhi double Ab sandwich ELISA
• Imunochromatografi (ICT)
5
Ag. pada permukaan sel Aglutinasi
Ab.

Tak larut
Prinsip dasar reaksi aglutinasi 6
UJI WIDAL
• UJI WIDAL SLIDE: uji aglutinasi yg memakai Ag suspense kuman (tak
larut) yang direaksikan dgn Ab spesifik thd kuman tsb yg ada di dalam serum
penderita
• Prinsip dasar: 1 tetes serum (Ab) + 1 tetes Ag aglutinasi

+ - 7
• Bahan Pemeriksaan untuk UJI WIDAL: serum
• Persiapan penderita: untuk uji widal tidak perlu persiapan penderita secara
khusus. Darah dapat diambil sewaktu waktu dan penderita tidak perlu puasa
• Pengambilan bahan pemeriksaan: darah diambil secara steril dari vena
cubiti sebanyak 5 ml, dibiarkan beku di suhu ruangan dan serumnya
dipisahkan secara steril. Bila tidak segera diperiksa, serum dapat disimpan
dalam kulkas (4°C) selam 1 hari atau disimpan beku selam beberapa hari.
• Pengiriman bahan pemeriksaan: bila tempat pengambilan bahan
pemeriksaan jauh dari lab, serum atau darah dikirimkan dalam termos es,
sebab antibodi mudah rusak terkena udara panas atau sinar matahari.

8
Uji Widal dilaksanakan thd seri antigen berikut:
1. Antigen H (Ag flagella): dibuat dari strain S.typhi yang motil dgn
permukaan koloni yag licin.
2. Antigen O (antigen somatik): dibuat dari kuman strain S.typhi yg tidak
motil
3. Antigen Paratyphi A: dibuat dari strain S.paratyphi A
4. Antigen Paratyphi B: dibuat dari kuman strain S.paratyphi B

Sebelum dipakai suspensi Ag tsb harus diencerkan dahulu dgn larutan saline
normal steril sampai mencapai kekeruhan sama dgn tabung no 3 dari Mc
Farland (3 Unit Mc Farland sesuai dengan 9x108 kuman /ml)
Cara pengenceran serum yg dipakai oleh berbagai kit uji widal slide, untuk
mendapatkan titer tertentu, berbeda antar kit satu dengan kit lainnya

9
• Sebagai contoh: Perbandingan volume serum dan larutan dapar fosfat utk
mendapatkan pengenceran serum atau titer Ab untuk uji widal (Kit tertentu)
Ekivalen dengan Titer Serum
1/10 1 bagian 2 bagian
1/20 1 bagian 3 bagian
1/40 1 bagian 5 bagian
1/80 1 bagian 7 bagian
1/160 1 bagian 9 bagian
1/320 1 bagian 13 bagian
1/640 1 bagian 23 bagian

• Titer awal pengenceran serum jg berbeda antar kit, sebagai contoh pengenceran awal yg dianjurkan kit
tsb di atas dipakai titer awal 1:40 untuk agglutinin O,H dan Paratyphi B serta titer awal 1;20 utk
aglutininParatyhipi A.
• Bila pada titer awal tsb tes POSITIF maka harus diteruskan dengan pengenceran selanjutnya, namun
bila tes negative, maka uji idal slide dilaporkan NEGATIF
10
RHEUMATOID ARTRITIS
(Penentuan Rheumatoid Factor)

11
Penentuan Rematoid Factor/RF
(Tes Rose Waaler)
RF = auto Antibodi (IgM, IgG, IgA) terhadap IgG yang terbentuk pada
stadium agak lanjut penyakit Rhematoid Arthritis (RA)
IgM-anti IgG, IgG-anti IgG, IgA anti IgG

Tes Rose Waaler


( cara aglutinasi lateks )
hanya menentukan : IgM anti IgG
12
Rematoid Factor/RF

Proses lokal :
RF hanya bereaksi dengan IgG abnormal di sendi
(yang di sirkulasi IgG normal)  kalau IgG abnormal >> baru masuk sirkulasi

Nilai klinis : tidak terlalu baik


 Positif pada 70-80% penderita RA (6-12 bulan)
 Positif pada penyakit lain : SLE (30-50%), scleroderma (30%), Sjorgen syndrome (75%),
endocarditis lenta, beberapa penyakit virus (hepatitis, Herpes Zoster dll)
 Orang normal 4-6% positif.
13
+ +
Partikel Ab dalam serum
Ag Larut
Partikel disalut Ag

Gambar Aglutinasi pasif Aglutinasi 14


UJI ROSE-WAALER
SERUM * Waterbath 50°C, ½jam

Encerkan secara serial ( 1/32 – 1/1792 )

Tambahkan susp SDM ( 5 % ) yg sensitized

INKUBASI 4°C 18 jam

Baca adanya aglutinasi (HN 1:32)

* Untuk hilangkan aglutinin nonspesifik (Ab heterofil), serum &


SDM domba yang dipadatkan (4 : 1), inkubasi 40 menit, 2 kali. 15
ANTI STREPTOLISIN O
(ASO)

16
Anti Sreptolisin O Ab yg dibentuk tubuh thd
enzim proteolitik SO (Streptolisin O).
Streptolisin O  Produk ekstra-seluler dr -hemolitik
streptococcus group A,C humanus & G dari Lancefield
Aktivitas biologik ; merusak dinding SDM (sel darah
merah)  menyebabkan lisis
INDIKASI PEMERIKSAAN:
1. Membantu menegakkan diagnose demam rhematik
& glomerulonephritis akut.
2. Meramalkan kekambuhan pada demam rhematik
17
Streptolisin O,
d Streptokinase

c Hyaluronidase
Diphosphopyridine
b nucleotidase

a Desoxyribonuclease
A, B, C,
Struktur antigen  -hemolitik streptococcus group A dari
Lancefield. a = kapsul, b= komponen permukaan dari dinding sel ,
c= dinding sel, d= komponen intraseluler.
18
Kompleks Reaksi Positif
SO ASO
A. SO-ASO
SDM Tak ada
hemolisis

Reaksi Negatif
B. SO SO
SDM Hemolisis
Serum
tanpa ASO

Gambar Prinsip dasar uji Antistreptolisin O 19


SO, JUMLAH
Serum pend. SO pd
TERTENTU ASO
(ASO > 200 iu) LATEKS

AGLUTINASI
(POSITIF)

Prinsip dasar uji aglutinasi lateks ASO 20


HARGA NORMAL :
Batas atas : 200 iu/ml.
Pd 20 % orang normal>200 iu/ml
Dipengaruhi usia & geografi/iklim.
- Bayi baru lahir ; > tinggi daripada Ibunya   dengan tajam dalam
beberapa minggu
- Usia sekolah ; titer mulai sp titer usia dewasa

- Usia lanjut ; titer  lagi.


- Titer normal  bila makin dekat katulistiwa
21
NILAI KLINIS
- Kurang baik yaitu 20 % orang normal  ASO  200 iu
- Periksa 1X  tak punya arti DX yang penting.
- ASO pos  ada/pernah infeksi dengan Streptococcus,
dan tak berarti penderita suatu peny. tertentu
( demam rhematik ).

- Penyakit-2 hepar, ginjal & hyperlipidemia  pos. semu


o.k. inhibator nonspesifik  absorbsi/LAT

22
- 80% pend demam rhematik  titer tinggi makin
tinggi setelah serangan faringitis
- Titer ASO  pada 2 X pemeriksaan berturut-turut 
kemungkinan kambuh amat besar
- Titer ASO  : karakteristik dari penyakit Ankylosing
spondylitis, glomerulonephritis, scarlet fever & tonsilitis.

- Titer ASO amat rendah  sindroma nefrotik,


penyakit-2 defisiensi Ab.

23
PENYAKIT SIFILIS

24
SIFILIS
• Kuman penyebab: Treponema pallidum
• Antibodi terhadap sifilis mulai terbentuk pada akhir stadium I, tp kadarnya
amat rendah pada uji serologis awal sering memberi hasil yg negatif.
• Pada sifilis antibodi Ig M terbentuk lebih dahulu baru IgG
• Titer Ab terus meningkat dan mencapai puncak pada stadium II, selanjutnya
mulai menurun sedikit pada stadium laten dan menunjukkan titer yang agak
rendah (tapi masih positif) pada sifilis stadium lanjut (late siphilis)

25
Macam Imunoasai untuk sifilis, a.l:
1. Uji VDRL
2. Uji TPHA (treponema pallidum Hemagglutination)
3. Uji Flourescence Treponemal Antibody-absorption (FTA-abs)
4. Uji ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay)

26
UJI VDRL
• Prinsip dasar:
Ag lipoid (cardiolipin-lecithin-cholesterol) + reagin dalam serum penderita presipitasi
• Serum penderita dipanaskan lebih duludi waterbath 56°C selama 30 menit untuk menginaktifkan komplemen
• Ada 2 jenis uji VDRL:
a. Uji VDRL slide :
serum pasien diteteskan ke atas gelas ojek yang cekung +Antigen lalu dikocok dgn cara diletakkan di atas
rotator adanya presipitasi dibaca secara mikroskopis
b. Uji VDRL tabung:
serum pasien + Ag, lalu dikocok dengan rotato presipitasi dibaca secara makroskopis
27
Antigen

Inkubasi

Serum dengan Ab Presipitasi

Uji presipitasi tabung


28
Hasil Pemeriksaan VDRL
a. KUALITATIF:
Hanya diperhatikan adanya dan besarnya gumpalan yang dilihat dibawah mikroskop (pembesaran 100x).
Bila terjadi:
1. Beberapa gumpalan yg besar/sedang POSITIF
2. Beberapa gumpalan yang kecil POSITIF LEMAH
3. Tidak ada gumpalan NEGATIF
b. SEMIKUANTITATIF
Semua serum yang memberi hasil positif /positif lemah harus dilanjutkan pemeriksaannya dengan cara
pengenceran secara serial (1/2, ¼, 1/8, 1/16, 1/32 dst ).
Di Indonesia ditentukan bahwa titer ¼ dianggap sebagai sifilis dan harus diobati sebagai sifilis
29
UJI TPHA
Prinsip dasar: Ag T. pallidum + Ab dalam serum  inkubasi Aglutinasi

• Merupakan Uji Hemaglutinasi pasif.


• Sebagai antigen dipakai T.pallidum strain Nichol dan sebagai carrier dipakai sel darah merah kalkun
• SDM kalkun yang diliputi oleh Ag T.pallidum + Ab dalam serum penderita lalu diinkubasi. Bila POSITIF
akan terjadi aglutinasi
• Tes ini tidak dapat dipakai untuk memonitor hasil pengobatan karena sekali positif tetap positif 30
UJI FTA-abs

• Prinsip dasar:
Ag yg difiksasi pada slide, ditambah serum penderita. Setelah inkubasi dan dicuci ditambah
antihuman globulin (AHG) yang diberi label dengan flouresens. Setelah inkubasi dan dicuci, dilihat dgn
mikroskopflouresens yang menggunakan sumber cahaya ultra violet. Bila POSITIF akan terlihat
T.pallidum yang memberikan flouresensi.
• FTA-abs adalh imunoasai yg amat sensitive dan spesifik
• Baik untuk DIAGNOSTIK, tapi tidak dapt untuk monitoring pengobatan karena sekali positif tetap
positif walaupun pasien telah diberi pengobatan sampai sembuh
31
PEMERIKSAAN SIFILIS: ELISA

Prinsip dasar: Uji ELISA tidak langsung untuk penentuan Ab


Enzim yg dipakai HRP (Horse Raddish Peroxidase), substrat H2O2 0,03% dan 5- ASA
Pembacaan dgnspektrofotometer, λ= 449 nm. Bila POSITIF timbul produk berwarna
coklat
Dapat menentukan kelas antibodi anti sifilis: IgG atau Ig M dpt tahu aktifitas penyakit
32
INFEKSI VIRUS DENGUE

33
DEMAM DENGUE
Demam dengue :
menyerupai berbagai penyakit seperti demam tifoid, leptospirosis, malaria, atau
infeksi virus lain (influenza).

Demam berdarah dengue (DBD)


• keadaan yang lebih berat ditandai dengan demam
tinggi, berbagai tanda perdarahan, hepatomegali dan
kegagalan sirkulasi.
34
Uji Serologi
Uji HI (Haemagglutination Inhibition)
Bahan :
• 5 ml darah utuh, pisahkan serumnya, masukkan dalam
botol steril tertutup rapat, kirim ke laboratorium. Bila
tidak segera dikirim, serum simpan dalam lemari es
(4oC), pengiriman dalam termos berisi es.
• Darah kapiler dari ujung jari, teteskan pada kertas
saring diameter 12,7 mm, bolak-balik sampai jenuh.
Keringkan pada suhu kamar 2-3 jam, kirim ke lab
dalam amplop.

36
Prinsip reaksi HI :
Virus dapat mengaglutinasi sel darah merah. Aglutinasi tidak
akan terjadi bila dalam serum penderita terdapat antibodi
homolog terhadap antigen virus tersebut.
virus + sdm (angsa)  aglutinasi  negatif.
virus + sdm (angsa) + serum yang mengandung antibodi
spesifik  tidak aglutinasi  positif.
virus + sdm (angsa) + serum yang tidak mengandung
antibodi spesifik  terjadi aglutinasi  negatif.

37
• Uji serologi HI merupakan gold standard WHO
untuk diagnosis infeksi virus dengue.

Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai bertahun-


tahun, sehingga uji ini baik untuk studi sero-epidemiologi.
Sayangnya uji ini membutuhkan sepasang serum (paired
sera), yang diambil pada fase akut (hari ketiga-kelima) dan
fase konvalesen (hari ke sepuluh-keduabelas)
Diagnosis ditegakkan bila terdapat kenaikan titer
konvalesen 4x lipat titer serum akut.
Primer < 1/1280
Sekunder > 1/2560
38
Uji Dengue blot/Dot imunoasai/Dengue Stick
(IgM anti dengue dan IgG anti dengue)
Prinsip dasar :
• Uji ELISA indirek
• Uji Capture ELISA
Bahan : serum
Fase padat : kertas nitroselulose
Interpretasi :
• Positif : terbentuk dot warna biru-ungu
• Negatif : tidak terbentuk warna
Bila hasil negatif, tunggu hasil pemeriksaan serum konvalesen untuk
konfirmasi.
Hasil tidak dapat dipercaya bila kontrol negatif memberikan hasil positif,
atau sebaliknya.
40
Uji Captured ELISA
• Paling banyak dipakai saat ini
• Dapat deteksi IgM dan IgG-anti dengue
• Sensitivitas pada serum akut 78%, pada HI 53%, bila serum sepasang
sensitivitas 97%.
• Pada Captured ELISA tertentu (Akira Igrashi, Jepang), dapat deteksi
antibodi IgM terhadap jenis serotipenya.
• Terdapat Dengue Duo ELISA (Panbio, Australia), sekaligus IgM dan IgG
dalam satu kali metode pemeriksaan dengan serum tunggal.
• Keterbatasan : butuh waktu semalam, kurang praktis untuk di lapangan.

41
Uji Imunokromatografi / Rapid Test
Banyak dipakai & tes paling berkembang saat ini.

Prinsip : uji gabungan Captured ELISA + kromatografi.

Keuntungan :
• Cepat ( 5-15 menit )
• Serum tunggal : deteksi IgG & IgM anti-dengue sekaligus.

42
Prinsip Uji Rapid Test

Gold Labelled
Serum Monoclonal
Muncul garis
IgM and anti-dengue
Recombinant Warna pink/purple
Anti-human IgG virus
IgM & IgG dengue
antibodies (Conjugate)
pd membrane proteins
(test line) (DEN-1, 2, 3,
4)
Pada bantalan
antigen

43
K Biotine – bovine serum albumin
T Monoclonal antihuman IgM antibody
T Monoclonal antihuman IgG antibody
Antigen rekombinan D1, 2, 3, 4
Conjugat colloidal gold labelled monoclonal antibody
Neutravidine-gold
Interpretasi Hasil

C C C C
IgM IgM IgM IgM
IgG IgG IgG IgG

Negatif IgM positif IgM & IgG IgG positif


Dengue Primer positif Dengue
Dengue Sekunder
Sekunder
KOMBINASI Ig GIgM
2. Kombinasi dan &
IgM Capture
IgG ELISA
captured ELISA

No. HASIL INTERPRETASI


Urut
IgG IgM
1 POS POS DENGUE SEKUNDER

2 NEG POS DENGUE PRIMER


3 POS NEG DUGAAN DENGUE SEKUNDER

NON-DENGUE / PRIMER
4 NEG NEG AMAT AWAL.
RETEST STLH 4–7 HARI
C-REACTIVE PROTEIN

47
C-REACTIVE PROTEIN
Suatu Protein Fase Akut yg terdapat dalm serum
Keadaan normal: jumlah sangat rendah
Kadar meningkat bias sampai 1000 kali lipat pada keadaan reaksi radang atau
kerusakan jaringan yang disebabkan penyakit infeksi maupun non infeksi
INDIKASI PEMERIKSAAN:
• Membantu menegakkan dx dari penyakit yg berkaitan dgn proses radang
dan nekrosis jaringan
• Memantau hasil pengobatan
• Pertandan inflamasi pd penyakit kardiovaskulerm utk meramal kmkn
adanya serangan penyakit jantung koroner
Sintesis CRP terutama oleh hepatosit di hati. Setelah terjadinya
reaksi radang akut/ kerusakan jaringan, sintesis dan sekresi
CRP meningkat dengan tajam dan hanya dalam waktu 12-48
jam telah mencapai nilai puncaknya.
Kadar CRP akan menurun tajam bila proses keradangan/
kerusakan jaringan telah mereda, dimana 24-48 jam kemudian
telah dicapai nilai normalnya kembali.

49
CRP (mg%)
5,0

3,0

1,0

Pre-OP 0 24 48 72 96

Gambar Perubahan kadar CRP serum setelah operasi tanpa penyulit


CRP mempunyai kelebihan dibandingkan LED, kenaikan
suhu tubuh atau protein fase akut yang lain (1-anti-
trypsin, 1-acid glukoprotein, haptoglobin).
CRP meningkat dalam waktu 6 jam setelah proses
dimulai, mencapai puncak setelah 48-72 jam,
dipertahankan selama masih ada proses radang atau
nekrosis jaringan dan menurun dengan curam segera
setelah proses radang atau nekrosis menghilang.
Keuntungan penentuan CRP, tidak dipengaruhi oleh
obat-obatan kortikosteroid atau obat anti radang
lain.

51
Cara Pemeriksaan :
1. Presipitasi Tabung Kapiler
2. Aglutinasi Lateks
3. Uji Imunodifusi Radial (RID)
4. Imunoasai berlabel (ELISA, RIA, dll) : hsCRP, ssCRP

digoyang secara
Ad 1.
ringan untuk
mencampur serum-
3 cm anti serum
+ serum
penderita
Letakkan tegak
Botol berisi pada blok plastisin
tabung
sera anti-CRP
kapiler

Interpretasi Hasil :
(kualitatif) Inkubasi 37oC 2 jam  dibiarkan
1 mm = + semalam suhu ruangan  ukur tinggi
2 mm = + + presipitat dalam mm
Cara Aglutinasi Lateks

1. Serum penderita
1 2 3 2. Kontrol positif
3. Kontrol negatif

1 tetes serum + 1 tetes reagensia Latex-CRP


(partikel Latex yang disalut antibodi anti CRP)
di atas gelas obyek, dengan batang pengaduk, diaduk  gelas
obyek digoyang dengan rotator/ tangan  hasilnya dibaca
setelah 3-5 menit.

Interpretasi Hasil :
+ = aglutinasi  kadar CRP > 0,5 mg/100 ml ( = 5 mg/L )
Bila negatif  ulangi dengan pengenceran 1 : 10
- = normal
Uji aglutinasi slide / lempeng Positif Negatif
Uji Imunodifusi Radial (RID) (tes presipitasi)

• Serum baku dan serum penderita dimasukkan ke


dalam berbagai sumur dari lempengan (plate) RID-
CRP, setelah waktu inkubasi (48 jam), diukur diameter
dari cincin presipitasi.
Kemudian buat kurva baku, dan tentukan kadar CRP
serum penderita dengan kurva baku tersebut.

Agar/gel
mengandung anti
CRP
Imunoasai berlabel
EVALUASI HASIL CRP
< 10 mg/L • Konsentrasi Normal
10 - 25 • Meningkat tapi secara diagnostic tidak
mg/L begitu bermaknaSelama pengobatan
antibiotik semestinya menutrun di bawah
level ini
•Tidak menyigkirkan adanya infeksi bakteri
jika infeksi berlangsung singkat
• Ambil sampil baru beberapa jam kemudian
25 - 50 • Tada suatu proses”Infeksi bakteri atau
mg/L virus?
50 - 100 • sering pada Infeksi bakteri
mg/L • Jarang terjadi pada infeksi virus

> 100 • Umumnya terjadi infeksi bakteri


mg/L

Anda mungkin juga menyukai