Anda di halaman 1dari 18

JURNAL AWAL PRAKTIKUM KOSMETIKA

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN


“BIONE” BODY LOTION

DOSEN PENGAMPU :

Putu Sanna Yustiantara, S. Farm., M. Si., Apt.

KELOMPOK 5

Firlyandhika Dwi Faturrochman (1708551067)


Ni Putu Trisna Ayundita (1708551072)
I Putu Mas Arie Pradina Putri (1708551080)

Mirillia Vital Moreira (1708551083)


Desak Putu Putri Satriyani (1708551090)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu merancang formula body lotion.
2. Mahasiswa mampu membuat dan melakukan evaluasi terhadap body lotion.
3. Mahasiswa mampu menganalisis pengaruh rasio asam stearat dan
trietanolamin terhadap sifat fisika sediaan body lotion.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sabun Cair
Sabun cair adalah sediaan berbentuk cair yang ditujukan untuk
membersihkan kulit, dibuat dari bahan dasar sabun yang ditambahkan
surfaktan, pengawet, penstabil busa, pewangi dan pewarna yang
diperbolehkan, dan dapat digunakan untuk mandi tanpa menimbulkan iritasi
pada kulit (SNI, 1996). Sabun cair memiliki bentuk yang menarik dan lebih
praktis dibandingkan sabun dalam bentuk padatan. Sabun antiseptik yang
beredar di pasaran apabila sering digunakan dalam rentang waktu yang lama
dapat menyebabkan efek samping dan iritasi kulit (Sharma et al., 2016).
2.2 Lidah Buaya
Tanaman lidah buaya telah digunakan oleh masyarakat di Pontianak
(Kalimantan Barat) telah diolah menjadi berbagai olahan baik makanan,
minuman maupun obatobatan namun bagian kulit daunnya menjadi limbah.
Tanaman Lidah buaya Pontianak memiliki keunikan dimana ukurannya
besar, daging yang tebal serta pohon yang tinggi menjadikan lidah buaya
menjadi tanaman lokal yang telah diolah menjadi berbagai produk pangan
sebagai oleh-oleh khas daerah, bahkan di Pontianak tanaman ini telah
dibudidayakan pada lokasi Aloe Vera Center yang ada di Pontianak. Akan
tetapi, pengembangan produk kulit daun lidah buaya menjadi produk
kosmetik masih belum banyak dieksplorasi, menjadikannya sebagai salah
satu alternatif bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai bahan
antibakteri, serta dapat mengurangi jumlah limbah kulit daun lidah buaya
yang berasal dari produksi aneka olahan makanan dan minuman lidah buaya
tersebut. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak lidah
buaya dalam bentuk sediaan krim terbukti menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, dan
Escherichia coli (Azubuike et al., 2015). Selain itu, ekstrak lidah buaya
dalam bentuk sediaan gel juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus epidermidis (Widia, 2012). Hal ini disebabkan lidah buaya
mengandung saponin, flavonoid, terpenoid, tanin, dan antrakuinon (Kumar
et al., 2012).
2.3 Saponifikasi
Proses pembentukan sabun dikenal sebagai reaksi penyabunan atau
saponifikasi, yaitu reaksi antara lemak atau trigliserida dengan alkali. Alkali
yang biasa digunakan adalah NaOH dan KOH. Molekul sabun terdiri dari
rantai karbon, hidrogen, dan oksigen yang disusun dalam bagian kepala dan
ekor. Bagian kepala yang disebut sebagai gugus hidrofilik (rantai karboksil)
untuk mengikat air. Bagian ekor sebagai gugus hidrofobik (rantai
hidrokarbon) untuk mengikat kotoran (Swern, 1979).

Gambar 1. Reaksi Saponifikasi (Swern, 1979).


Lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali sedikit berlebih. Bila
penyabunan selesai, garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun
sebagai padatan. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol, dan
kelebihan alkali dipisahkan, dan gliserol dipulihkan lewat penyulingan.
Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan
alkali merupakan larutan yang tidak saling larut (immiscible). Setelah
terbentuk sabun, maka kecepatan reaksi akan meningkat, di mana pada
akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi karena jumlah minyak yang
sudah berkurang. Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis,
sehingga harus diperhatikan pada saat penambahan minyak dan alkali agar
tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada proses penyabunan, penambahan
larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil
diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun. Untuk membuat proses
yang lebih. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan,
antara lain: konsentrasi larutan KOH/NaOH, suhu, pengadukan dan waktu
(Hart, 2004).
III FORMULASI
3.1 Formula Pustaka
Ekstrak Aloe vera 3%
Setil Alkohol 6%
Asam stearat 6%
Lanolin 3%
TEA 3%
Gliserin 3%
Propilen Paraben 30,18%
Metil Paraben 0,02%
Lavender Eo q.s
Aquadest Ad 150%
(Megantara, dkk., 2017).
3.2 Formula yang Diajukan
Ekstrak Aloe vera 3%
Setil Alkohol 6%
Asam stearat 8%
Lanolin 3%
TEA 4%
Gliserin 3%
Propilen Paraben 30,18%
Metil Paraben 0,02%
Lavender Eo q.s
Aquadest Ad 150%
IV. MONOGRAFI BAHAN
4.1 Tinjauan Fisikokimia Bahan Aktif
1. Ekstrak Aloe Vera
Ekstrak Aloe vera atau lidah buaya didapatkan dengan cara
mengambil bagian daunnya dan kulitnya, lalu dihaluskan menggunakan
blender sampai didapat ekstrak cair. Setelah itu, dipanaskan pada suhu yang
rendah untuk menguapkan airnya agar didapatkan ekstrak yang kental
(West, 2003). Aloe vera memiliki beberapa manfaat yaitu sebagai pelembab
dan anti-aging, sebagai anti-inflamasi, bertindak untuk meningkatkan
penetrasi dan penyerapan bahan bioaktif lainnya ke dalam jaringan, untuk
menyembuhkan dermatitis akibat radiasi dan dermatitis seborheik dan juga
sebagai perlindungan terhadap radiasi (Sampath, 2010).
4.2 Tinjauan Fisikokimia Eksipien
1. Setil Alkohol
Pemerian : Bentuk seperti lilin, serpihan putih, kubus,
butiran. Memiliki bau yang khas dan rasa
hambar.
Titik lebur : 45˚C-52˚C.
Kelarutan : Bebas larut dalam etanol 95% dan eter,
kelarutannya akan meningkat dengan
meningkatnya suhu, praktis tidak larut dalam
air, larut ketika dilelehkan dengan lemak,
parafin padat, dan isopropil miristat.
Inkompaktibilitas : Kompatibel dengan oksidator kuat.
Penggunaan : Dalam sedian lotion, krim, dan salep
digunakan untuk meningkatkan stabilitas,
meningkatka tekstur, dan eningkatkan
konsistensi. Memiliki sifat emolien karena
penyerapan dan retensi setil alkohol di
eperdermis sebagai pelumas dan pelembut
kulit.
(Rowe et al., 2009).
2. Asam stearat
Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan
susunan hablur; putih atau kuning pucat;
mirip lemak lilin.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20
bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian
kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.
Suhu lebur : Tidak kurang dari 540.
(Depkes RI, 1979).
Stabilitas dan penyimpanan : Asam stearat merupakan material yang
stabil, tetapi sering juga ditambahkan
antioksidan. Disimpan dalam wadah tertutup
rapat dan kering.
Penggunaan : Emulsifying agent; solubilizing agent;
lubrikan dalam tablet dan kapsul. Asam
stearat bisa digunakan untuk sediaan oral dan
sediaan topikal. Pada sediaan topikal, asam
stearat bisa digunakan sebagai emulsifing
dan solubilizing agen.
Bobot molekul : 284,47 g/mol.
Titik lebur : 69 - 70C.
Inkompatibilitas : Asam stearat kompatibel dengan sebagian
besar logam hidroksida dan mungkin tidak
sesuai dengan basa, zat pereduksi, dan zat
pengoksidasi.
(Rowe et al., 2009).
3. Lanolin
Pemerian : Massa seperti lemak, lengket; warna
kuning; bau khas.
Kelarutan : Tidak larut dalam air; dapat bercampur
dengan air lebih kurang 2 kali beratnya; agak
sukar larut dalan etanol dingin; lebih larut
dalam etanol panas; mudah larut dalam eter,
dan dalam kloroform.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada
suhu ruang terkendali.
(Kemenkes RI, 2014).
Stabilitas dan penyimpanan : Lanolin secara bertahap dapat mengalami
autoksidasi selama penyimpanan. Untuk
menghambat proses ini, pemasukan
hidroksitoluena butilasi diizinkan sebagai
antioksidan. Paparan terhadap pemanasan
yang berlebihan atau berkepanjangan dapat
menyebabkan lanolin anhidrat berwarna
gelap dan mengembangkan bau seperti tengik
yang kuat. Namun, lanolin dapat disterilkan
dengan panas kering pada 15080C. Salep
mata yang mengandung lanolin dapat
disterilkan dengan penyaringan atau dengan
paparan iradiasi gamma. Lanolin harus
disimpan dalam wadah yang diisi dengan
baik dan tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, di tempat yang sejuk dan kering.
Masa penyimpanan normal adalah 2 tahun.
Penggunaan : Agen pengemulsi.
Inkompatibilitas : Lanolin dapat mengandung prooxidants,
yang dapat mempengaruhi stabilitas obat
aktif tertentu.
(Rowe et al., 2009).
4. Trietanolamin
Pemerian : Cairan kental jernih, tidak berwarna sampai
berwarna kuning pucat dengan sedikit berbau
amoniak.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, methanol,
karbon tetraklorida, aseton dan dapat larut di
dalam benzene dengan perbandingan 1 : 20,
etil eter dengan perbandingan 1 : 63 pada
suhu 20°C.
Stabilitas dan penyimpanan : Terjadinya perubahan warna menjadi
kecokelatan jika terpapar udara dan cahaya.
Penyimpanan trietanolamin dalam wadah
kedap udara, terlindung dari cahaya, di
tempat sejuk dan kering.
Titik lebur : 20 – 21 °C.
Penggunaan : Agen pembasa dan agen pengemulsi.
Trietanolamin juga banyak digunakan dalam
sediaan farmasi lainnya antara lain sebagai
buffer, pelarut, polymer plasticizer dan
sebagai humektan.
Inkompaktibilitas : Trietanolamin akan bereaksi dengan asam
mineral, kristal garam dan ester.
(Rowe et al., 2009).
5. Gliserin
Pemerian : Cairan seperti sirop; jernih, tidak berwarna;
tidak berbau; manis diikuti rasa hangat.
Higroskopik. Jika disimpan beberapa lama
pada suhu rendah dapat memadat membentuk
massa hablur tidak berwarna yang tidak
melebur hingga suhu mencapai kurang lebih
200.
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dan dengan
etanol (95%) P; praktis tidak larut dalam
kloroform P, dalam eter P, dan dalam minyak
lemak.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Bobot molekul : 92,10 g/mol.
(Depkes RI, 1979).
Khasiat dan penggunaan : Pemanis, humektan.
Inkompatibilitas : Gliserin dapat meledak jika dicampur
dengan zat pengoksidasi kuat seperti
kromium trioksida, kalium klorat, atau
kalium permanganat. Dalam larutan encer,
reaksi berlangsung pada kecepatan yang
lebih lambat dengan beberapa produk
oksidasi terbentuk. Perubahan warna hitam
gliserin terjadi di hadapan cahaya, atau
kontak dengan nitrogen atau basa bismut
nitrat. Kontaminan besi dalam gliserin
bertanggung jawab atas penggelapan warna
campuran yang mengandung fenol, salisilat,
dan tanin. Gliserin membentuk kompleks
asam borat, asam gliseroborat, yang
merupakan asam kuat dari asam borat.
(Rowe et al., 2009).
6. Propilen Paraben
Pemerian : Serbuk kristal putih, tidak berbau dan tidak
berasa.
Titik didih : 295˚C.
Kelarutan : Larut dalam aseton, eter, 1,1 bagian etanol
5,6 bagian etanol (50%), 250 bagian gliserin,
3330 bagian mineral oil, 70 bagian minyak
kacang, 3,9 bagian propilen glikol, 110
bagian propilen glikol (50%), 4350 bagian air
(15˚ C), 2500 bagian air, 225 bagian air
(80%).
Penggunaan : Nipasol banyak digunakan sebagai
pengawet antimikroba dalam kosmetik,
produk makanan, dan formulasi farmasi.
Nipasol dapat digunakan tunggal atapun
kombinasi dengan ester paraben lainnya.
Pada sediaan topikal nipasol biasa
dikombinasi dengan nipagin dengan kadar
0,01%-,6%.
Stabilitas : Larutan pada pH 3-6 stabil (dekomposisi
kurang dari 10%) selama 4 tahun
penyimpanan pada suhu ruang. Larutan pH 8
atau lebih mengalami hidrolisis (dekomposisi
terjadi lebih dari 10%) setelah penyimpanan
selama 60 hari pada suhu ruang.
(Rowe et al., 2009).
7. Metil Paraben / Nipagin
Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk
hablur, putih; tidak berbau atau berbau khas
lemah; sedikit rasa terbakar.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene dan
dalam karbon tetraklorida; mudah larut
dalam etanol dan dalam eter.
(Kemenkes RI, 2014).
Stabilitas dan penyimpanan : Larutan metilparaben dalam air pada pH 36
dapat disterilkan dengan autoklaf pada 120°C
selama 20 menit, tanpa dekomposisi. Larutan
berair pada pH 3-6 stabil (kurang dari 10%
dekomposisi) hingga sekitar 4 tahun pada
suhu kamar, sedangkan larutan berair pada
pH 8 atau lebih dapat mengalami hidrolisis
cepat (10% atau lebih setelah penyimpanan
60 hari di sekitar suhu kamar).
Penggunaan : Pengawet antimikroba.
Bobot molekul : 152,15 g/mol.
Inkompatibilitas : Aktivitas antimikroba metilparaben dan
paraben lainnya sangat berkurang dengan
adanya surfaktan nonionik, seperti polisorbat
80, sebagai hasil dari miselisasi. (10,11)
Namun, propilen glikol (10%) telah terbukti
mempotensiasi aktivitas antimikroba dari
paraben dengan adanya surfaktan nonionik
dan mencegah interaksi antara metilparaben
dan polisorbat 80. Nipagin tidak cocok
dengan zat lain, seperti bentonit, magnesium
trisilikat, talek, tragacanth, natrium alginat,
essential oils, sorbitol, andatropine. Ini juga
bereaksi dengan berbagai gula dan alkohol
gula terkait. Absorpsi metilparaben oleh
plastik juga telah dilaporkan; jumlah yang
diserap tergantung pada jenis plastik dan
kendaraan. Telah diklaim bahwa botol
polietilen densitas rendah dan densitas tinggi
tidak menyerap metilparaben. Metilparaben
berubah warna dengan adanya zat besi dan
mengalami hidrolisis oleh alkali lemah dan
asam kuat.
(Rowe et al., 2009).
8. Lavender Eo
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; memiliki
aroma herbal yang segar dan ringan; mudah
menguap (Sabara & Alina, 2009).
Kegunaan : Antioksidan dan antifungi (Heather, 2005).
9. Aquadest
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;
tidak mempunyai rasa.
Berat molekul : 18,02 gram/mol.
pH : Antara 5-7.
(Depkes RI, 1995).
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI,
1979).
V. PROSEDUR KERJA
5.1 ALAT DAN BAHAN
Alat
1. Neraca analitik
2. Penangas air
3. Batang pengaduk
4. Cawan porselen
5. Termometer
6. Beaker glass
7. Sendok tanduk
8. Kertas perkamen
9. Pipet tetes
10. Gelas arloji
11. Waterbath
12. Wadah sediaan
Bahan
1. Ekstrak Aloe Vera
2. Setil alkohol
3. Asam stearate
4. Lanolin
5. TEA
6. Gliserin
7. Propil paraben
8. Metil paraben
9. Essensial oil
10. Akuades
5.2 PROSEDUR KERJA
Ditimbang dan diukur semua bahan yang akan digunakan

Fase minyak (asam stearate, lanolin, setil alkohol, propil paraben) dilarutkan pada
suhu 650-750C (Campuran I)

Fase air (akuades, gliserin, TEA, metil paraben) dilarutkan terpisah pada suhu 65 0-
750C (Campuran II)

Dimasukkan campuran 2 ke dalam campuran 1 sedikit demi sedikit sambil


dilakukan pengadukan yang konstan hingga membentuk emulsi

Campuran yang sudah membentuk emulsi kemudian ditambahkan ekstrak aloe vera
dan essensial oil

Sediaan body lotion dimasukkan ke dalam wadah dan dilakukan evaluasi sediaan

5.3 PERHITUNGAN
A. Perhitungan penimbangan untuk membuat 2 sediaan body lotion
a. Ekstrak aloe vera = x 150 g = 4,5 g
= 4,5 g x 2 =9g
b. Setil alkohol = x 150 g =9g

=9gx2 = 18 g
c. Asam stearate = x 150 g = 12 g

= 12 g x 2 = 24 g
d. Lanolin = x 150 g = 4,5 g

= 4,5 g x 2 =9g
e. TEA = x 150 g =6g

=6gx2 = 12 g
f. Gliserin = x 150 g = 4,5 g

= 4,5 g x 2 =9g
g. Propil paraben = x 150 g = 45,27 g

= 45,27 g x 2 = 90,54 g
h. Metil paraben = x 150 g = 0,03 g

= 0,03 g x 2 = 0,06 g
i. Essensial oil = q.s
j. Akuades = Ad 150 mL
= 150 mL x 2 = 300 mL
B. Tabel Penimbangan
Bobot Bobot
No Bahan Fungsi untuk 1 untuk 2
sediaan sediaan
1 Ekstrak Aloe Zat aktif 4,5 g 9g
Vera
2 Setil alkohol Emolien 9g 18 g
3 Asam stearate Emulsifying agent 12 g 24 g
4 Lanolin Agen pengemulsi 4,5 g 9g
5 TEA Agen pembasa dan 6g 12 g
pengemulsi
6 Gliserin Humektan 4,5 g 9g
7 Propil Pengawet fase cair 45,27 g 90,54 g
paraben
8 Metil paraben Pengawet fase 0,03 g 0,06 g
minyak
9 Essensial oil Pewangi q.s q.s
10 Akuades Pelarut Ad 150 mL Ad 300 mL
Total 150 mg 300 mg

VI EVALUASI
6.1 Cara Kerja Evaluasi
a. Uji Organoleptis

Diamati sediaan body lotion secara visual meliputi warna, bau,


dan bentuk.

Dicatat hasil pengamatan yang diperoleh

b. Uji Viskositas

Sediaan body lotion dimasukkan ke dalam beaker glass.


Pengukuran viskositas dilakukan dengan memakai viskometer
Brokefield dengan spindle yang sesuai

Dicatat hasil viskositas yang diperoleh

(Mardikasari et al., 2017).


c. Uji pH

Sediaan lotion sebanyak 1 ml dilarutkan dalam 10 ml akuades,


dan dimasukkan ke dalam botol vial.

Elektroda dicuci dengan akuades, kemudian pH meter dikalibrasi


dengan larutan dapar pH asam (pH 4,00) dan pH netral (pH 7,00)

Elektroda dicuci kembali dengan akuades

Elektroda dicelupkan dalam larutan sampel, dan dibaca pH dari


.
sediaan body lotion

d. Uji Kesukaan

20 orang responden diminta untuk sediaan body lotion yang telah


dibuat dari segi kemasan, aroma, warna, dan tekstur.

Responden mengisi penilaian pada lembar kuisioner yang telah


disediakan.
6.2 Syarat Uji Evaluasi
a. Uji Organoleptis

Uji Evaluasi Peryaratan


Warna dan bau dari
Organoleptis
basis seragam
(Mardikasari et al., 2017).
b. Uji pH

Uji Evaluasi Peryaratan


Ph Berkisar antara 4,5 – 8,0

(SNI- 16-3499-1996).
c. Uji Viskositas

Uji Evaluasi Peryaratan


Viskositas yang baik 2000 - 50000cp
(SNI- 16-3499-1996).
d. Uji Kesukaan
Uji kesukaan kuisioner bertujuan untuk mengetahui tingkat
kesukaan dengan melakukan kuisioner responden dengan mencoba
mengoleskan sediaan aromaterapi dan mengamati rasa dikulit.
VII KEMASAN DAN ETIKET
7.1 Kemasan Primer
7.2 Kemasan Sekunder

7.3 Etiket
DAFTAR PUSTAKA

Allen, L.V., Popovich, N.G., Ansel, H.C. 2014. Ansel Bentuk Sediaan Farmasetis
& Sistem Penghantaran Obat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Azubuike, C.P., Ejimba, S.E., Idowu, A.O., Adeleke, I. 2015. Formulation And
Evaluation Of Antimicrobial Activities Of Herbal Cream Containing
Ethanolic Extracts Of Azadirachta Indica Leaves And Aloe Vera Gel.
Journal of Pharmacy and Nutrition Sciences. 5(1) : 137-142.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Heather, MA Cavanagh. 2005. Lavender essential oil : a review. Australian
Infection Control. 1(1) : 35-37.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi Kelima. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kumar, S. 2016. Essentials of Microbiology. New Delhi : Jaypee Brothers
Medical Publishers.
Mardikasari, A. N. T. A. Mallaranggeng., W. O. S. Zubadyah., E. Juswita. 2017.
Formulasi dan Uji Stabilitas Lotion dari Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji
(Psidium guajava L.) Sebagai Antioksidan. Jurnal Farmasi, Sains, dan
Kesehatan. 3(2) : 28-32.
Rowe, R. C., P. J. Sheskey, and M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Sixth Edition. USA: Pharmaceutical Press.
SNI-16-3499-1996. 1996. Syarat Mutu Pelembab Kulit. Badan Standardisasi
Nasional.
Widia, W. 2012. Formulasi sediaan gel ekstrak etanol daun lidah buaya (Aloe
vera (L.) Webb) sebagai antijerawat dengan basis sodium alginat dan
aktivitas antibakterinya terhadap Staphylococcus epidermidis. Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1-1.

Anda mungkin juga menyukai