Anda di halaman 1dari 27

PERENCANAAN GUSSET PLATE/PELAT BUHUL

(MAKALAH)

Dosen Pembimbing :

OKTA MEILAWATY, S.T., M.T.


NIP. 19770505 200501 2 022

Oleh Kelompok XVI :

1. NATALIYUS LEONARDO TARUNG DAB 116 088


2. NORVIA AYUNDA DAB 116 095
3. YULIANUR DAB 116 096
4. KELVIN ENRICO DAB 116 102
5. CENI KRISTINA DAB 116 103
6. RIZKI FAJRIANUR AKBAR DAB 116 108
7. ANDREANSYAH DAB 116 111
8. CHRISTIAN HADINATA DAB 116 112
9. DOA RISKA DAB 116 134
10. PEBRINA STIANI DAB 116 146

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala berkat dan rahmat-
Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perencanaan Gusset Plate/Pelat
Buhul” ini dengan baik dan tepat waktu.
Sebagai manusia yang penuh keterbatasan, dalam menyusun makalah ini kami
mengalami tantangan maupun kesulitan, namun berkat bantuan Tuhan Yang Maha Esa dan
sumber-sumber yang kami ambil sebagai acuan untuk menambah wawasan kami dalam
menyelesaikan masalah ini.

Kami mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca demi
menambah wawasan dan pengetahuan.

Kami juga menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih banyak kekurangan,
maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.

Palangka Raya, April 2019

KELOMPOK XVI

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………….………………………........................................... i

DAFTAR ISI ………...……………………………………………............................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………….…................................ 1

1.2 Rumusan Masalah …………....…………………………….................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………..................................... 3

1.4 Manfaat Penulisan .…………………………………………................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sambungan Baja ......................................................……….................................... 4

2.2 Gusset Plate/Plat Buhul ........................................................................................... 8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .............................……………………………….................................. 22

3.2 Saran ......................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………....................... 23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Baja merupakan salah satu bahan bangunan yang unsur utamanya terdiri dari
besi. Baja ditemukan ketika dilakukan penempaan dan pemanasan yang menyebabkan
tercampurnya besi dengan bahan karbon pada proses pembakaran, sehingga
membentuk baja yang mempunyai kekuatan yang lebih besar dari pada besi. Bila
dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya, baja lebih banyak memiliki
keunggulan-keunggulany yang tidak terdapat pada bahan-bahan konstruksi lain.
Disamping kekuatannya yang besar untuk menahan kekuatan tarik dan kekuatan tekan
tanpa membutuhkan banyak volume, baja juga mempunyai sifat-sifat lain yang
menguntungkan sehingga menjadikannya sebagai salah satu material yang umum
dipakai. Sifat-sifat baja antara lain :
 Kekuatan tinggi Kekuatan baja bisa dinyatakan dengan kekuatan tegangan leleh fy
atau kekuatan tarik fu. Mengingat baja mempunyai kekuatan volume lebih tinggi
dibanding dengan bahan lain, hal ini memungkinkan perencanaan sebuah
konstruksi baja bisa mempunyai beban mati yang lebih kecil untuk bentang yang
lebih panjang, sehingga struktur lebih ringan dan efektif.
 Kemudahan pemasangan Komponen-komponen baja biasanya mempunyai bentuk
standar serta mudah diperoleh dimana saja, sehingga satu-satunya kegiatan yang
dilakukan dilapangan adalah pemasangan bagian-bagian yang telah disiapkan.
 Keseragaman Baja dibuat dalam kondisi yang sudah diatur (fabrikasi) sehingga
mutunya seragam.

Dalam konstruksi baja, setiap bagian elemen dari strukturnya dihubungkan


satu sama lain dengan menggunakan alat pengikat (fastener)/penyambung. Pada
struktur rangka baik atap maupun jembatan baja, juga pada struktur portal, tempat
berkumpulnya batang-batang, yang disebut titik buhul, menggunakan pelat
penyambung yang dinamakan pelat buhul, dimana batang-batang tadi diikat dengan
menggunakan alat pengikat pada pelat buhul tersebut. Jenis-jenis alat pengikat yang
sering digunakan adalah paku keling (rivet), baut (bolt), dan las (welded).

1
Dalam konstruksi baja, setiap bagian elemen dari strukturnya dihubungkan
satu sama lain dengan menggunakan alat pengikat (fastener)/penyambung. Pada
struktur rangka baik atap maupun jembatan baja, juga pada struktur portal, tempat
berkumpulnya batang-batang, yang disebut titik buhul, menggunakan pelat
penyambung yang dinamakan pelat buhul, dimana batang-batang tadi diikat dengan
menggunakan alat pengikat pada pelat buhul tersebut.
Beban atau muatan yang dipikul oleh struktur ini akan diuraikan dan
disalurkan kepada batang batang baja struktur tersebut, sebagai gaya gaya tekan dan
tarik, melalui titik titik pertemuan batang (Titik Buhul). Gaya gaya eksentrisitas yang
dapat menimbulkan momen sekunder selalu dihindari. Oleh karena itu garis netral tiap
tiap batang yang bertemu pada titik buhul harus saling berpotongan pada satu titik
saja, untuk menghindari timbulnya momen sekunder.
Dengan demikian ada hal hal penting yang perlu diperhatikan pada konstruksi
rangka baja yaitu :
 Mutu dan dimensi tiap tiap batang harus kuat menahan gaya yang timbul. Batang
batang dalam keadaan tidak rusak/bengkok dan sebagainya. Oleh karena itu batang
batang rangka jembatan harus dijaga selama pengangkutan, penyimpanan, dan
pemasangan.
 Kekuatan pelat penyambung harus lebih besar daripada batang yang disambung
(Struktur sambungan harus lebih kuat dari batang utuh).
 Untuk mencegah terjadinya eksentrisitas gaya yang dapat menyebabkan momen
sekunder, maka garis netral tiap batang yang bertemu harus berpotongan melalui
satu titik (harus merencanakan bentuk pelat buhul yang tepat).

Pelat buhul yang paling ujung, baik pelat buhul bawah maupun atas, Biasanya
panjangnya dilebihi, untuk keperluan penyambungan dengan linking steel bila
diperlukan.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Apa itu sambungan baja?
2. Apa yang dimaksud dengan Pelat Buhul?

2
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari pada penulisan makalah ini adalah :
1. Menjelaskan tentang Sambungan Baja?
2. Menjelaskan tentang Gusset Plate / Pelat Buhul?

1.4 Manfaat Penulisan


Tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang Struktur Baja dan juga detail dari
Sambungan Baja tersebut yang nanti sehingga dapat bermanfaat saat akan
melakukan perencanaan Struktur Baja.
2. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang Gusset Plate / Pelat Buhul yang
berhubungan dengan perencanaan lapangan terbang.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sambungan Baja


Di dalam struktur rangka sambungan pelat ataupun sambungan profil
bajatidak dapat dihindari karena ada kemungkinan suatu profil baja kurang
panjangnya, tetapi selain itu ada juga kemungkinan diadakan sambungan karena
pertemuan suatu batang dengan batang yang lain pada satu titik buhul, dengan
menggunakan pelat buhul. Alat penyambung yang lazim digunakan untuk profil baja
ialah baut, paku keling dan Las.
Sambungan baja dalam perencanan struktur (konstruksi) baja didasarkan pada
tipe profil baja yang dipakai, secara umum sambungan terbentuk didasarkan atas
hubungan sambungan sebagai berikut:
1. Sambungan antar balok (balok dengan balok); Sambungan ini merupakan
sambungan yang menghubungkan antara balok dengan balok, yaitu jenis
sambungan memanjang, sehingga menjadikan baja profil yang menerus secara
horizontal. Sambungan baja ini dapat dilakukan dengan menggunakan profil yang
sama dan sejenis atau dengan profil yang berbeda. Sambungan atau hubung kedua
profil yang disambung, dapat menggunakan salah satu jenis sambungan atau
kombinasi dari beberapa alat sambung, baut, paku dan las.

4
Gambar

2. Sambungan antar Kolom (kolom dengan kolom); Sambungan ini merupakan


sambungan yang menghubungkan antara Kolom dengan Kolom, sehingga
mendapatkan Profil yang menerus secara vertikal. Sambungan baja ini dapat
dilakukan dengan menggunakan profil yang sama dan sejenis atau dengan profil
yang berbeda. Sambungan atau hubungan kedua profil yang disambung, dapat
menggunakan salah satu jenis sambungan atau kombinasi dari beberapa alat
sambung, baut, paku dan las.

Gambar

5
3. Kolom-kolom pada konstruksi merupakan elemen struktur yang menerima beban-
beban dari balok dan pelat yang diteruskan ke pondasi. Kolom mengalami tekan
aksial searah sumbunya dan penempatan balok yang mempunyai eksentrisitas
menimbulkan gaya-gaya lentur. Tidak seperti elemen struktur tarik yang
bebannya cenderung menahan elemen struktur pada posisinya, elemen struktut
tekan sangat peka terhadap faktor-faktor yang dapat menimbulkan peralihan
lateral atau tekuk. Kolom pada hakekatnya jarang sekali mengalami tekanan
aksial saja. Namun, bila pembebanan ditata sedemikian rupa hingga pengekangan
(restraint) rotasi ujung dapat diabaikan atau beban dari batang-batang yang
bertemu di ujung kolom bersifat simetris dan pengaruh lentur sangat kecil
dibandingkan tekanan langsung, maka batang tekan dapat direncanakan dengan
aman sebagai kolom yang dibebani secara konsentris.

6
4. Sambungan Titik Buhul (Simpul); Sambungan ini merupakan sambungan yang
menyatukan beberapa Batang/Balok menjadi satu Titik Buhul (Simpul) atau Titik
Pertemuan, sambungan ini dilakukan dengan cara memberi Pelat Baja (Pelat
Buhul/Simpul) sebagai titik pertemuan batang-batang aksial tersebut. Sambungan
baja ini dapat dilakukan dengan menggunakan profil yang sama dan sejenis atau
dengan profil yang berbeda. Sambungan atau hubungan kedua profil yang
disambung, dapat menggunakan salah satu jenis sambungan atau kombinasi dari
beberapa alat sambung, baut, paku dan las.

Sambungan Pada Simpul, selalu dibarengi dengan adanya pelat simpul (gusset plate)
sebagai bagian dari alat sambung, untuk mempersatukan dan menyambung batang-
batang yang bertemu di titik simpul tersebut, pelat simpul sebagai pelat penyambung,
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

 Lebar, sehingga paku keling/baut dapat dipasang menurut peraturan yang


ditentukan.
 Kuat menerima beban dari batang-batang yang diteruskan pelat simpul, maka
simpul perlu diperiksa kekuatannya, dengan cara mengadakan beberapa
potongan untuk diperiksa kekuatannya pada potongan tersebut. Tetapi
sebelum dilanjutkan mengenai pemeriksaan pelat simpul, sekilas di ulang
kembali dulu tentang perhitungan banyaknya baut/paku keling yang
diperlukan

7
 Pelat buhul harus memiliki ketebalan yang lebih besar dibandingkan dengan
profil tebal pelat pada profil baja, hal ini dikarenakan semua gaya yang bekerja
pada struktur rangka utama akan disalurkan ke pelat buhul tersebut
 Takikan; Tidak terjadi takikan pada pelat buhul, pada posisi yang menerima
beban, yaitu pada bagia sudut dalam, karena dapat mengakibatkan pelat simpul
rawan sobek (perhatikan takikan padagambar di bawah ini).

Gambar

2.2 Gusset Plate (Plat Buhul)


Gusset Plate atau plat buhul adalah sistem sambungan memakai pelat baja,
bisa tunggal atau berpasangan yang berguna untuk mempersatukan dan menyambung
batang-batang yang bertemu di titik simpul.
Syarat-syarat plat buhul :
 Cukup lebar sehingga dapat memenuhi syarat-syarat atau peraturan
penempatan baut/paku keling;
 Tidak terjadi takikan (Jika terjadi takikan mudah sobek);
 Cukup kuat menerima gaya-gaya batang yang diluruskan plat buhul (perlu
dianalisis kekuatan plat simpul pada penampang potongan tertentu dari pelat
buhul)
Menurut R. E. Whitmore material plat buhul berbahan alumunium. Hasil tes
menunjukan distribusi tegangan dengan sudut 30 derajat di sepanjang pertemuan plat
buhul dan bresing (daerah efektif plat buhul) yang kemudian dikenal dengan metode
lebar Whitmore. Pada tahun yang sama Whitmore menyatakan dari hasil penelitian
yang dilakukan bahwa distribusi tegangan normal dan distribusi tegangan geser
terjadi di daerah kritis pelat buhul-bresing.

8
Menurut Astaneh (1998) pelat buhul direncanakan agar memiliki kekuatan
dan daktilitas yang cukup untuk dapat menahan gaya aksial, geser dan lentur dari
bresing, balok, dan kolom. Pengaruh daktilitas dari pelat buhul akan sangat berperan
dalam mengakomodasi rotasi di daerah pertemuan bresing dan pelat buhul, untuk
menjamin agar pelat buhul dapat berotasi dengan bebas Astaneh menyarankan di
daerah pertemuan antara pelat buhul dan bresing diberi jarak sebesar 2tp.

Gambar

Gambar

9
Perencanaan seismik di setiap sambungan termasuk pelat buhul adalah untuk
mengidentifikasi cara kegagalan dari tiap-tiap elemen. Cara kegagalan dari setiap
elemen harus direncanakan secara hirarki kelelehan agar dapat menghasilkan suatu
performa seismik yang bersifat daktail dari setiap elemen yang nantinya akan
menghasilkan peningkatan daktilitas secara global dari rangka bresing eksentrik.

Di dalam sambungan plat buhul terdapat alat penyambung yang lazim


digunakan untuk profil baja ialah baut, paku keling dan Las. Kalau dibandingkan
ketiga alat penyambung ini, alat penyambung las merupakan alat penyambung yang
menghasilkan sambungan yang lebih kaku. Tetapi antara alat penyambung baut dan
paku keling, alat penyambung paku keling menghasilkan sambungan yang lebih kaku
jika dibandingkan dengan alat penyambung baut.

1. Sambungan Dengan Menggunakan Baut


Baut adalah salah satu alat penyambung profil baja, selain paku keling dan las.
Baut yang lazim digunakan sebagai alat penyambung profil baja adalah baut
hitam dan baut berkekuatan tinggi. Baut hitam terdiri dari 2 jenis, yaitu : Baut
yang diulir penuh dan baut yang tidak diulir penuh, sedangkan baut berkekuatan
tinggi umumnya terdiri dari 3 type yaitu :
 Baut baja karbon sedang
 Baut baja karbon rendah
 Baut baja tahan karat
Pada umumnya baut yang digunakan untuk menyambung profil baja ada 2 jenis,
yaitu, baut yang diulir penuh dan baut yang tidak diulir penuh.
 Baut yang diulir penuh berarti mulai dari pangkal baut sampai ujung baut
diulir Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut:

Gambar

10
Diameter baut yang diulir penuh disebut Diameter Kern (inti) yang ditulis dengan
notasi kd atau 1d pada Tabel Baja tentang Baut, misalnya :

Diameter yang dipergunakan untuk menghitung luas penampang (A baut) adalah

1
𝐴 𝑏𝑎𝑢𝑡 = 4 𝜋 . 𝑑 s2

Dimana : A baut = Luas Penampang baut

𝑑𝑛+3 .𝑑𝑘
ds = 4

Kalau baut yang diulir penuh digunakan sebagai alat penyambung, maka ulir baut
akan berada pada bidang geser. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut.

Gambar Ulir baut berada pada bidang geser

11
 Baut yang tidak diulir penuh adalah baut yang hanya bagian ujungnya
diulir. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut:

Gambar Baut Yang Tidak Diulir Penuh

Diameter nominal baut yang tidak diulir penuh ialah diameter terluar dari
batang baut. Diameter nominal ialah diameter yang tercantum pada nama
perdagangan, misalnya baut M16 berarti diameter nominal baut tersebut = 16 mm.
Mengenai kekuatan tarik baut, anda dapat melihat pada tabel konstruksi baja. Untuk
menghitung luas penampang baut tidak diulir penuh digunakan rumus : 𝐴 𝑏𝑎𝑢𝑡 =
1
𝜋 .𝑑
4

Jenis-Jenis sambungan yang menggunakan baut :

 Baut dengan 1 irisan (Tegangan geser tegak lurus dengan sumbu baut)

Gambar Baut Dengan 1 Irisan

 Baut dengan 2 irisan (Tegangan geser tegak lurus dengan sumbu baut)

Gambar Baut Dengan 2 Irisan

12
 Baut yang dibebani sejajar dengan sumbunya

Gambar baut yang dibebani sejajar dengan sumbunya

 Baut yang dibebani sejajar sumbu dan tegak lurus sumbu

Gambar baut yang dibebani sejajar sumbu dan tegak lurus sumbu

Besarnya tegangan izin baut pada sambungan yang menggunakann baut telah
diatur pada PPBBI pasal 8.2 yaitu:
Tegangan geser izin : τ = 6,0 ⋅ σ
Tegangan terik izin : σ = 7,0 ⋅ σ

Tegangan idiil (akibat geser dan tarik) izin :


(Ket. St = Jarak sumbu baut paling luar ke tepi pelat yang disambung)

13
Mengenai jarak baut pada suatu sambungan, tetap harus berdasarkan
PPBBI pasal 8.2, yaitu :
 Banyaknya baut yang dipasang pada satu baris yang sejajar arah gaya, tidak boleh
lebih dari 5 buah.
 Jarak antara sumbu buat paling luar ke tepi atau ke ujung bagian yang disambung,
tidak boleh kurang dari 1,2 d dan tidak boleh lebih besar dari 3d atau 6 t (t adalah
tebal terkecil bagian yang disambungkan).
 Pada sambungan yang terdiri dari satu baris baut, jarak dari sumbu ke sumbu dari
2 baut yang berurutan tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar
dari 7 d atau 14 t.
 Jika sambungan terdiri dari lebih satu baris baut yang tidak berseling, maka jarak
antara kedua baris baut itu dan jarak sumbu ke sumbu dari 2 baut yang berurutan
pada satu baris tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7 d
atau 14 t.
2,5 d < s < 7 d atau 14 t
2,5 d < u < 7 d atau 14 t
1,5 d < s1 < 3 d atau 6 t
 Jika sambungan terdiri dari lebih dari satu baris baut yang dipasang berseling,
jarak antara baris-baris buat (u) tidak bole kurang dari 2,5 d dantidak boleh lebih
besar dari 7 d atau 14 t, sedangkan jarak antara satu baut dengan baut terdekat
pada baris lainnya (s2) tidak boleh lebih besar dari 7d – 0,5 u atau 14 t – 0,5 u.

2. Sambungan dengan menggunakan paku keling


Paku keling (rivet) adalah salah satu alat penyambung atau profil baja, selain
baut dalam las. Paku keling terdiri dari sebuah baja yang pendek yang mudah
ditempa dan berbentuk mangkuk setengah bulatan. Pada saat paku keling dalam
keadaan plastis, paku keling dipukul dengan palu sehingga akan terbentuk sebuah
kepala lagi pada sisi yang lainnya. Dan biasanya, paku keling akan mengembang
sehingga mengisi seluruh lubang. Penggunaan paku keling sebagai alat
penyambung lebih kaku bila dibandingkan dengan penggunaan baut.
Pada umumnya paku keling yang dipakai pada struktur baja adalah paku
keling yang dipasang di bengkel dan paku keling yang dipasang di lapangan.

14
Sebagaimana telah dijelaskan pada pendahuluan, paku keling terdiri secara
sederhana dari sebuah baja yang pendek, mudah ditempa dan berbentuk mangkuk
setengah bulatan. Tetapi bisa juga kepala paku keling tersebut berbentuk
bonggolan. Pada saat paku keling berada dalam keadaan plastis, paku keling
dipukul dengan palu sehingga akan terbentuk sebuah kepala lagi pada sisi yang
lainnya, dan paku keling tersebut mengembang serta mengisi seluruh lubang.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar 8 berikut ini.

Gambar Alat penyambung dengan paku keling

Didalam perhitungan, prinsip sambungan dengan menggunakan paku keling


sama saja dengan prinsip sambungan dengan menggunakan baut. Yang
membedakannya hanyalah tegangan izin. Untuk mengetahui tegangan izinnya
dapat dilihat PPBBI pasal 8.3. ayat (1). Kecuali kombinasi tegangan geser dan
tegangan tarik yang diizinkan sama dengan kombinasi tegangan geser dan
tegangan tarik pada sambungan baut, yaitu :

Hal ini didasarkan kepada pendapat Gunawan dan Margaret (1991) yang
menyatakan bahwa pada PPBBI rumus tersebut ditulis salah.
Besarnya tegangan izin dalam menghitung kekuatan paku keling adalah :
Tegangan geser yang diijinkan : τ = 0,8 σ
Tegangan terik yang diijinkan : σ tr = 0,8 σ
σ tr = 2 σ untuk S1 > 2 d
σ tr = 1,6 σ untuk1,5 d ≤ S1 ≤ 2 d
Dimana :
S1 = Jarak dari paku keling yang paling luar ke tepi bagian yang disambung
d = Diameter pake keling.

15
σ = Tegangan dasar menurut tabel 1 (pasal 2.2), kecuali untuk tumpuan
menggunakan tegangan dasar bahan yang disambung.

3. Sambungan dengan menggunakan las


Pengelasan adalah salah satu cara menyambung pelat atau profil baja, selain
menggunakan baut dan paku keling. Kalau diperhatikan sekarang ini, sebagian
besar sambungan yang dikerjakan di bengkel menggunakan las, misalnya
pembuatan pagar besi, pembuatan tangga besi ataupun jerejak. Proses pengelasan
biasanya dikerjakan secara manual dengan menggunakan batang las (batang
elektroda). Batang elektroda berbeda-beda tipenya tergantung kepada jenis baja
yang akan dilas, di pasaran biasanya disebut las listrik. Selain itu ada juga proses
pengelasan dengan menggunakan gas acetylin yang disebut las antogen, bahasa
pasarannya disebut las karbit.
Pada konstruksi baja biasanya terdapat 2 macam las, yaitu las tumpul dan las
sudut.
 Las tumpul, Untuk menyambung pelat atau profil baja dengan las tumpul ada
4 jenis yaitu :
o Las tumpul persegi panjang : Sambungan jenis ini hanya dipakai bila tebal
logam dasar tidak lebih dari 5 mm.

Gambar Las tumpul Persegi Panjang


o Las tumpul V tunggal : Sambungan jenis ini tidak ekonomis bila logam
dasar tebalnya melebihi 15 mm.

Gambar Las Tumpul V tunggal

16
o Las tumpul V ganda : sambungan jenis ini lebih cocok untuk seluruh
kondisi.

Gambar Las Tumpul V Ganda


o Las tumpul U tunggal : Sambungan jenis ini cocok untuk logam dasar yang
tebalnya tidak lebih dari 30 mm

Gambar Las Tumpul U Tunnggal


 Las sudut
Untuk menyambung pelat atau profil baja dengan las sudut ada 3 jenis yaitu :
o Las sudut datar : Sambungan jenis ini adalah sambungan las yang
paling umum digunakan karena memberikan kekuatan yang sama dengan
pemakaian elektroda yang lebih sedikit

Gambar Las Sudut Datar


o Las sudut cekung : Pemakaian elektroda lebih banyak dibandingkan
dengan las sudut datar.

Gambar Las Sudut Cekung

17
o Las sudut cembung : Pemakaian elektroda lebih banyak sama seperti
las sudut cekung.

Gambar Las Sudut Cekung

Peraturan Sambungan Dengan Menguunakan Las


Untuk menyambung pelat atau profil baja dengan menggunakan las harus
berpedoman kepada Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI) tahun
1983, pasal 8.5, antara lain :
1) Panjang netto las adalah :
Ln = Lbruto – 3a
Dimana : a = tebal las
Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar 16 pada halaman berikut ini.

Gambar Panjang Las dan Tebal Las

2) Panjang netto las tidak boleh kurang dari 40 mm atau 8 a 10 kali tebal las.
3) Panjang netto las tidak boleh lebih dari 40 kali tebal las. Kalau diperlukan
panjang netto las yang lebih dari 40 kali tebal las, sebaiknya dibuat las yang
terputus-putus.

18
4) Untuk las terputus pada batang tekan, jarak bagian-bagian las itu tidak boleh
melebihi 16 t atau 30 cm. Sedangkan pada batang tarik, jarak itu tidak boleh
melebihi 24 t atau 30 cm, dimana t adalah tebal terkecil dari elemen yang
dilas.
5) Tebal las sudut tidak boleh lebih dari ½ t √2
6) Gaya P yang ditahan oleh las membentuk sudut α dengan bidang retak las,
maka tegangan miring diizinkan adalah :
1
𝜎𝑎=
√sin2 𝑎 + 3 cos2 𝑎

Tegangan miring yang terjadi dihitung dengan :


𝑃
𝜎 = 𝐴 𝜎 𝑎 Dimana : P = Gaya yang ditahan oleh las

A = Luas bidang retak luas

Tegangan idiil pada las dapat dihitung dengan :


𝜎𝑎 1
𝜎 = Dimana : c = √sin2
𝑐 𝑎+3 cos2 𝑎

7) Gaya yang diijinkan untuk beberapa macam sambungan las

a.

P= A(untuk =900)

b.

19
c.

P = 0,58 A(untuk =00)

d.
P = 0,58 A(untuk =00)

e.
P = 0,91 A(untuk =790)

f.
P = 0,71 A(untuk =450)

g.
P = 0,58 A(untuk =00)

20
h.
P= A(untuk =900)

i.
P = 1,2 A

j.
P = 0,89 A(untuk =770)

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Sambungan baja dalam perencanan struktur (konstruksi) baja didasarkan pada tipe
profil baja yang dipakai, secara umum sambungan terbentuk didasarkan atas
hubungan sambungan sebagai berikut, yaitu sambungan antar balok (balok dengan
balok), sambungan antar kolom (kolom dengan kolom), sambungan belok dengan
kolom, sambungan titik buhul.
2. Gusset Plate atau plat buhul adalah sistem sambungan memakai pelat baja, bisa
tunggal atau berpasangan yang berguna untuk mempersatukan dan menyambung
batang-batang yang bertemu di titik simpul.
3. Syarat-syarat plat buhul :
 Cukup lebar sehingga dapat memenuhi syarat-syarat atau peraturan penempatan
baut/paku keling;
 Tidak terjadi takikan (Jika terjadi takikan mudah sobek);
 Cukup kuat menerima gaya-gaya batang yang diluruskan plat buhul (perlu
dianalisis kekuatan plat simpul pada penampang potongan tertentu dari pelat
buhul)
4. Di dalam sambungan plat buhul terdapat alat penyambung yang lazim digunakan
untuk profil baja ialah baut, paku keling dan Las.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan,
baik dari segi penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya dan dari segi isi juga
masih perlu ditambahkan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kepada para
pembaca atau makalah ini agar dapat memberikan kritikan dan masukan yang bersifat
membangun. Sehingga makalah dapat tersusun dengan baik dan sempurna.

22
DAFTAR PUSTAKA

Wiryanto Dewobroto.2016. Struktur Baja – Perilaku, Analisis & Desain – AISC 2010. Edisi
kedua. Tangerang: Penerbit Jurusan Teknik Sipil UPH.

Charles G. Salmon, Jhon E. Johnson. 1990. Struktur Baja, Design Dan Perilaku. Jilid 1.
Jakarta:Penerbit AIRLANGGA.

23

Anda mungkin juga menyukai