3.1. Runway
panjang runway biasanya ditentukan oleh jenis pesawat yang beroperasi. Parameter-
parameter yang mempengaruhi panjang landasan bagi pesawat besar:
Dalam hal ini untuk menentukan panjang runway dengan menggunakan jenis pesawat A-
300, B-747 B, dan B-747-300. Sehingga didapat panjang runway (landas pacu) adalah:
1. A-300 = 1981,2 m.
2. B-747 B = 2438,4 m.
3. B-747-300 = 2346,96 m.
1. Elevasi = 204 m.
2. Slope = 4%.
3. Temperatur
T1 (°C) 20 28,5 20 27 24
T2(°C) 29,6 24 29,4 30 31
Digunakan runway terpanjang (B-747 B) = 2438,4 m.
𝐸
𝐿1 = 𝐿0 (1 + 0,07. )
300
Dimana: L1 = Panjang runway koreksi (m)
L0 = Basic runway lenghth (m)
E = Elevasi (m)
15
Maka nilai runway koreksi terhadap elevasi:
204
L1 = 2438,4 (1 + 0,07. 300)
= 2554,468 m.
∑ 𝑇1 119,5
𝑇1 = = = 23,9 °𝐶
𝑛 5
∑ 𝑇2 144
𝑇2 = = = 28,8 °𝐶
𝑛 5
Rata-rata efektif:
𝑇2 − 𝑇1
𝑇 = 𝑇1 + ( )
3
28,8−23,9
= 23,9 + ( )
3
= 25,533 °C
16
Menurut ICAO, untuk kenaikan suhu sebesar 1°C maka panjang landasan harus
dikoreksi sebesar 1%. Rumus umum:
𝐿2 = 𝐿1 (1 + 0,01(𝑇 − 𝑇0 ))
= 2857,411 m
17
3.1.4. Lebar Runway
Lebar safety area paling kurang 2 kali landasan, tetapi yang disyaratkan FAA
adalah 500 ft (150 m).
Dari tabel 4.6 (Merancang dan merencanakan lapangan terbang, Ir. Heru Basuki)
Dalam perencanaan runway perlu direncanakan blast pad dan safety area. Blast
pad adalah suatu area yabg direncanakan untuk mencegah erosi pada permukaan yang
berbatasan dengan ujung, bisa dengan perkerasan atau rumput. Untuk pesawat transport
dubutuhkan blash 200 ft = 60 m dan untuk pesawat berbadan lebar dibutuhkan blast pad
400 ft = 120 m. (Ir. Heru Basuki, Merancang dan Merencanakan Lapangan Terbang)
18
3.2. Taxiway
Fungsi utama taxiway adalah sebagai jalan pesawat dari landas pacu ke bangunan utama
terminal dan sebaliknya atau dari landas pacu ke hanggar pemeliharaan.
Kecepatan pesawat yang sedang masuk atau akan keluar taxiway menuju landas pacu tidak
secepat pesawat di landasan pacu, maka dengan kecepatan yang lebih rendah lebar taxiway
tergantung dari ukuran lebar sayap (wingspan) dari pesawat rencana, seperti yang tercantum
pada tabel 4.8 (Ir. Heru Basuki, Merancang dan Merencanakan Lapangan Terbang).
Lebar taxiway dan lebar total taxiway tidak boleh kurang dari yang ditunjukan pada tabel
tersebut. Pesawat B-747 B dengan wingspan 59,66 m kode huruf pesawat adalah “E” sesuai tabel
Aerodrome Reference Code 4.1.
19
3.3. Exit Taxiway
Exit taxiway berfungsi untuk menekan sekecil mungkin waktu penggunaan runway ketika
pesawat mendarat.
Apabila lalu lintas rencana pada jam puncak kurang dari 26 gerak (mendarat atau lepas
landas) exit taxiway menyudut siku cukup memadai. Tetapi untuk kecepatan tinggi atau
kecepatan keluar, exit taxiway mempunyai sudut 30° - 45° dengan kecepatan lokal antara 30
mil/jam – 60 mil/jam.
Pesawat rencana dan operasi dari data termasuk dalam kode huruf “E” maka digunakan exit
taxiway kecepatan tinggi.
1. Kemudahan bagi sebagian besar konfigurasi pada pendaratan pesawat untuk membuat
belokan.
2. Sisa perkerasan yang lapang didapatkan antara sisi luar roda pendaratan dengan tepi
perkerasan.
3. Muara yang diperluas dari exit taxiway memberikan kemungkinan beberapa variasi
sumbu belokan ke taxiway bila pesawat tidak memulai beloknya dari titik yang ditandai
pada landasan.
4. Konfigurasi kemungkinan pesawat belok saat kecepatan tinggi yaitu 50 knot (93
km/jam).
Dimana:
D = 1500 m.
𝑆𝐸 = 450 + 1500
= 1950 m.
Jarak ini harus ditambah 3% per 300 m, setiap kenaikan 5,6°C dari kondisi
standar 15°C = 59°f dan 10% untuk kenaikan 1% slope.
20
a. Koreksi Terhadap Elevasi
Setiap kenaikan 300 m dari muka air laut jarak ditambah 3%
3 ℎ
𝐿1 = 𝐿0 (1 + . )
100 300
3 204
= 1950 (1 + 100 . 300)
= 1989,78 m
180. 𝐿1
𝐴1 =
𝜋. 𝑅1
𝐴2 = 𝐴 . 𝐴1
𝜋. 𝑅2 . 𝐴2
𝐿2 = (𝑚)
180
𝑉2
𝑆𝐷 =
25,5. 𝑑
21
Telah ditentukan bahwa:
Perhitungan:
962
𝑅2 = = 567,138 𝑚.
125.0,13
963
𝐿1 = = 86,528 𝑚.
45,5.0,39.567,138
180.86,528
𝐴1 = = 9,181 = 9° 10′ 50,9"
𝜋. 540
𝐴2 = 𝐴 . 𝐴1
𝐷 𝐿𝑅/𝑊 + 𝐿𝑇/𝑊
𝐿 𝑒𝑥𝑖𝑡 𝑡𝑎𝑥𝑖𝑤𝑎𝑦 = −( )
sin 𝐴 2 𝑠𝑖𝑛 𝐴
180 60,96+23
= sin 45° − ( 2 𝑠𝑖𝑛 45° )
22
3.3.3. Jari-Jari Taxiway
Untuk menentukan jari-jari taxiway digunakan rumus:
0,388. 𝑊 2
𝑅=
𝑇
(2) − 𝑆
1
= 11 + 2,5
2
=8
Sehingga didapat:
3.3.4. Fillet
pada persilangan antara taxiway dengan landasan apron, perlu tambahan luas agar
gerakan pesawat masih mempunyai wheel clearance (Ir. Heru Basuki), dimana yang
diisyaratkan tambahan luas persilangan tersebut adalah Fillet.
0,388. 𝑊 2
𝑅2 = 𝑅1 − ( + 𝑆)
𝑅1
23
Dimana: R2 = Jari-jari Fillet
R1 = Jari-jari taxiway
W = Wheel base
S 1
= 2 𝑤ℎ𝑒𝑒𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑘 + 𝑓𝑘, 𝑓𝑘 = 2,5 𝑚
Maka:
0,388. 20,522
𝑅2 = 46,679 − ( + 8)
46,679
= 35,179 𝑚.
0,388.𝑊 2 1
Menurut R. Horenluff, apabila + 𝑆 ≤ 2 . 𝑇, maka pelebaran luas tersebut
𝑅
tidak diperlukan (T = 23).
Dengan demikian dari koreksi diatas tidak diperlukan pelebaran taxiway untuk
jari-jari Fillet (R2) = 35,179 m.
24
3.4. Holding Bay
Lapangan terbang yang lalu lintasnya sangat padat membutuhkan adanya holding bay
sehingga pesawat dari apron dapat ke ujung landasan dengan cepat tanpa harus menunggu
pesawat di depan yang sedang menyiapkan persiapan teknis. Ukuran yang diperlukan untuk
sebuah holding bay tergantung:
1. Jumlah dan posisi pesawat yang akan dilayani, ditentukan olrh frekuensi pemakaiannya.
2. Tipe-tipe pesawat yang akan dilayani.
3. Cara-cara pesawat yang masuk dan meninggalkan holding bay.
Pada umumnya kebebasan ujung pesawat (eing clearance) pesawat yang sedang parkir dan
pesawat yang berjalan melewatinya tidak boleh kurang dari 15 m (50 ft).
1. Suatu bidang yang letaknya masih diatas runway yang lebarnya ≥ 500 ft (153 m) dan
letaknya pada perpanjangan dari sumbu runway dan masih dalam pengawasan pejabat-
pejabat pelabuhan udara.
2. Clear way adalah bidang yang letaknya pada perpanjangan ujung-ujung runway dengan
slope ≤ 1,25% (memanjang) dan tidak boleh terdapat benda-benda yang menyilang
kecuali penerangan-penerangan atau lampu-lampu dari runway yang tingginya tidak
boleh lebih dari 25 inch dari muka air runway dan letaknya sepanjang sisi-sisi samping
dari runway, sehingga panjang clear way maksimum = ½ selisih 1,5% lift off distance.
25
Untuk mencapai titik angkutnya (lift off point) dan jarak daripada lepas landas take off
distance dikurangi sama dengan take off run. Take off run ini diberi perkerasan penuh.
26
BAB IV
𝑉. 𝑇
𝐺=
𝑈
Untuk rata-rata pada gate occupancy time pada setiap kelas pesawat dibagi perjam
= 60 menit (1 jam).
27
Tabel 4.1 Gate Occupancy Time
Nose in Parking
Angled Nose in Parking
Pararel Parking
Nose Out Parking
Angled Nose Out Parking
28
Tipe parkir pesawat yang digunakan pada perhitungan ini adalah Nose-in parking.
Tipe nose-in parking adalah posisi pesawat parkir tegak lurus terhadap bagunan terminal
dengan hidung pesawat berjarak sedekat mungkin dengan bangunan tersebut. Pesawat
memasuki posisi parkir dengan tenaga sendiri dan keluar dibantu dengan alat dorong.
1
𝑟 = (𝑤𝑖𝑛𝑔𝑠𝑝𝑎𝑛 + 𝑤ℎ𝑒𝑒𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑘) + 𝑓𝑜𝑟𝑤𝑎𝑟𝑑 𝑟𝑜𝑙𝑙
2
Dengan forward roll = 10 ft = 3,048 m.
1. Pesawat A-300
1
𝑟 = (𝑤𝑖𝑛𝑔𝑠𝑝𝑎𝑛 + 𝑤ℎ𝑒𝑒𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑘) + 𝑓𝑜𝑟𝑤𝑎𝑟𝑑 𝑟𝑜𝑙𝑙
2
1
𝑟 = (44,83 + 9,6) + 3,048
2
= 30,263 𝑚
𝐿 = 𝜋. 𝑟 2
= 𝜋. (30,263)2
= 2877,225 𝑚2
2. Pesawat B-747 B
1
𝑟 = (𝑤𝑖𝑛𝑔𝑠𝑝𝑎𝑛 + 𝑤ℎ𝑒𝑒𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑘) + 𝑓𝑜𝑟𝑤𝑎𝑟𝑑 𝑟𝑜𝑙𝑙
2
1
𝑟 = (59,66 + 11) + 3,048
2
= 59,788 𝑚
𝐿 = 𝜋. 𝑟 2
= 𝜋. (59,788)2
29
= 11229,953 𝑚2
3. Pesawat B-747-300
1
𝑟 = (𝑤𝑖𝑛𝑔𝑠𝑝𝑎𝑛 + 𝑤ℎ𝑒𝑒𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑘) + 𝑓𝑜𝑟𝑤𝑎𝑟𝑑 𝑟𝑜𝑙𝑙
2
1
𝑟 = (59,48 + 10,98) + 3,048
2
= 38,278 𝑚
𝐿 = 𝜋. 𝑟 2
= 𝜋. (38,278)2
= 4603,078 𝑚2
30
Lebar apron dihitung sesuai dengan jenis pesawat dengan panjang badan terbesar
yaitu pesawat B-747-300 = 95,46
𝐿 = 190,97 𝑥 95,46
= 18229,996 𝑚2
Direncanakan hanggar untuk pemeliharaan yang didalamnya digunakan untuk satu pesawat,
dalam perencanaan ini digunakan pesawat B-747 B dan B-747-300.
a. Panjang hanggar
Didesain berdasarkan pesawat B-747 B
𝑝 = 𝑤𝑖𝑛𝑔𝑠𝑝𝑎𝑛 + 2𝑐
Dimana: C = Wing tip clearance (diambil 4,5 m)
𝑝 = 59,66 + (2𝑥45)
= 68,66 𝑚
b. Lebar hanggar
Didesain berdasarkan pesawat B-747-300
𝑙 = 𝑃𝑏 + 2𝑐
Dimana: C = Wing tip clearance (diambil 4,5 m)
𝑙 = 70,46 + (2𝑥45)
= 79,46 𝑚
c. Luas Hanggar
𝐿 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟 𝑥 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 ℎ𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟
= 68,66 𝑥 79,46
= 5455,724 𝑚2
Ruang gerak dan peralatan reparasi diambil 100m2 sehingga luas total hanggar:
𝐿𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 5455,724 + 100
= 5555,724 𝑚2
31
BAB V
5.1.1 Keberangkatan
Hall Keberangkatan
Hall atau ruang tunggu keberangkatan harus cukup luas untuk menampung
penumpang datang pada waktu sibuk sebelum mereka masuk menuju ke
check-in area. (Persyaratan teknis pengoperasian fasilitas teknik Bandar udara,
SKEP/77/VI/2005).
Untuk menghitung luas hall keberangkatan dapat digunakan rumus:
𝐴 = 0,75(𝑎(1 + 𝐹) + 𝑏) + 10
Keterangan:
A = Luas hall keberangkatan (m2)
a = Jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
b = Jumlah penumpang transfer
F = Jumlah pengantar atau penumpang (2 orang)
32
Keterangan:
A = Luas ruang tunggu keberangatan
C = Jumlah penumpang dating pada waktu sibuk
U = Rata-rata waktu menunggu terlama (120 menit)
i = Proporsi penumpang menunggu tercepat (0,6)
V = Rata-rata waktu menunggu tercepat (60 menit)
K = proporsi penumpang menunggu tercepat (0,4)
Check-in Area
Check-in area harus cukup untuk menampung penumpang waktu sibuk
selama mengantri untuk check-in. untuk menghitung luas check-in area dapat
digunakan rumus:
𝐴 = 0,25 × (𝑎 + 𝑏) + 10%
Keterangan:
A = Luas area chek-in (m2)
a = Jumlah penumpang berangkat
b = Jumlah penumpang transfer
Check-in Counter
Meja check-in counter harus dirancang untuk dapat menampung segala
peralatan yang dibutuhkan untuk check-in (computer, print, dll) dan
memungkinkan gerakan petugas yang efisien. Untuk menghitung jumlah meja
pada check-in counter dapat digunakan rumus:
𝑎+𝑏
𝑁=( ) × 𝑡1𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑟 + 10%
60
Ketrangan:
N = Jumlah meja
a = Jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
b = jumlah penumpang transfer
t1 = Waktu pemrosesan chec-in penumpang (2 menit/penumpang)
Tempat duduk
Kebutuhan tempat duduk diperkirakan sebesar 1/3 penumpang pada waktu
sibuk. Untuk menghitung jumlah kursi pada tempat duduk dapat digunakan
rumus:
1
𝑁 = ×𝑎
3
Keterangan:
N = Jumlah tempat duduk dibutuhkan
a = Jumlah Penumpang waktu sibuk
33
Fasilitas Umum (Toilet)
Untuk toilet, diasumsikan bahwa 20% dari penumpang waktu sibuk
menggunakan fasilitas toilet. Kebutuhan ruang per orang = 1 m2. Penempatan
toilet pada ruang tunggu, hall keberangkatan, hall kedatangan. Uuntuk toilet
para penyandang cacat besar pintu mempertimbangkan lebar kursi roda. Toilet
untuk lanjut usia perlu dipasangi raling di dindng yang memudahkan para
lansia berpegangan. Untuk menghitung luas toilet dapat digunakan rumus:
𝐴 = 𝑃 × 0,2 × 1𝑚2 + 10%
Keterangan:
A = Luasan Toilet
P = jumlah penumpang waktu sibuk
5.1.2 Kedatangan
Bagasi Conveyor Belt
Bagasi conveyor belt tergantung dari jenis dan jumlah seat pesawat udara
yang dapat dilayani pada satu waktu. Idealnya satu baggage claim. Untuk
menghitung panjang conveyor belt dapat digunakan rumus:
∑𝑝 × 𝑛
𝐿=( ) × 20𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Keterangan:
L = Panjang conveyor belt
ƩP = Jumlah pesawat udara saat jam puncak
n = Konstanta dari jenis pesawat udara dan jumlah seat
L ≤ 12 m menggunakan tipe linier; L > 12 m menggunaan tipe circle;
L ≤ 3 m menggunakan gravity roller.
34
Bagasi Claim Area
Bagasi claim area atau ruang penerimaan bagasi dapat dihitung luasannya
dengan menggunakan rumus:
𝐴 = 0,9𝐶 + 10%
Keterangan:
A = Luas baggage claim area
C = Jumlah penumpang datang pada waktu sibuk
Hall Kedatangan
Hall atau ruangan kedatangan harus cukup luas untuk penumpang serat
penjemput penumpang pada waktu sibuk. Area ini dapat pula mempunyai
fasilitas komersial. Untuk menghitung luas hall kedatangan dapat digunakan
rumus:
𝐴 = 0,375(𝑏 + 𝑐 + 2. 𝑐. 𝑓) + 10%
Keterangan:
A = Luas area hall kedatangan
b = Jumlah penumpang transfer
c = Jumlah penumpang datang pada waktu sibuk
f = Jumlah pengunjung per penumpang (2 orang)
Tempat Parkir
Tempat parkir disyaratkan sedekat mungkin dengan terminal atau kawasan
yang dilayani. Daya tamping parkir dihitung dari jumlah penumpang waktu
sibuk. Untuk menghitung kapasitas kendaraan yang parkir dapat digunakan
rumus:
𝐴=𝐸×𝐹
𝐼 =𝐴×ℎ
Keterangan:
E = Jumlah penumpang jam sibuk
f = Jumlah kendaraan perpenumpang (0,8)
A = Jumlah kendaraan yang parkir
i = Luas lahan parkir
h = Kebutuhan lahan parkir per kendaraan (35 m2)
35
5.2 Kebutuhan Luas Terminal Penumpang
Kebutuhan luas terminal penumpang didasarkan pada jumlah penumpang rencana dan
standar luasan yang ditetapkan. Standar luas ruangan biasanya dihitung dengan satuan luas tiap
penumpang. Standarisasi bangunan terminal penumpang ini dibuat sebagai salah satu perkiraan
dalam program perencanaan bangunan terminal penumpang suatu Bandar udara.
Besaran dalam standar luas bangunan penumpang merupakan besaran yang memenuhi
persyaratan operasional keselamatan penerbangan. Untuk memenuhi kebutuha akan pelayanan
dan kenyamanan penumpang, seperti ruang-ruang komersial besaran dalam standar ini dapat
diperbesar.
Faktor yang mempengaruhi besaran bangunan terminal penumpang ini antara lain:
5.3.1 Keberangkatan
Hall Keberangkatan
𝐴 = 0,75(𝑎(1 + 𝐹) + 𝑏) + 10
= 0,75(450(1 + 2) + 0) + 10
= 1022,5 𝑚2
Check-in Area
𝐴 = 0,25 × (𝑎 + 𝑏) + 10%
= 0,25 × (450 + 0) + 10%
= 112,6 𝑚2
36
Check-in Counter
𝑎+𝑏
𝑁=( ) × 𝑡1𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑟 + 10%
60
450 + 0
=( ) × 2 + 10%
60
= 15,1 ≈ 16 𝑏𝑢𝑎ℎ
Tempat duduk
1
𝑁 = ×𝑎
3
1
= × 450
3
= 150 𝑏𝑢𝑎ℎ
5.3.2 Kedatangan
Bagasi Claim Area
𝐴 = 0,9𝐶 + 10%
= (0,9 × 450) + 10%
= 405,1 𝑚2
Hall Kedatangan
𝐴 = 0,375(𝑏 + 𝑐 + 2. 𝑐. 𝑓) + 10%
= 0,375(0 + 450 + (2 × 450 × 2)) + 10%
= 843,85 𝑚2
37
5.3.3 Luas Passanger Terminal
Di dalam terminal direncanakan ada 10 ruangan dimana diperuntukan sebagai
area penjualan dengan ukuran 1 ruangan 4x4 m, jadi luas seluruh ruangan adalah 160 m2.
𝑎𝑟𝑒𝑎 + 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑓𝑎𝑠𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑢𝑚𝑢𝑚 + 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑎𝑔𝑎𝑠𝑖 𝑐𝑙𝑎𝑖𝑚 𝑎𝑟𝑒𝑎 + 𝐿𝑢𝑎𝑠 ℎ𝑎𝑙𝑙
= 3081,1 𝑚2
Diasumsikan parking area akan terisi 50% dari jumlah penumpang total,
maka:
Banyak penumpang = 50% x jumlah penumpang terbanyak
= 50% x 450
= 225 orang
Diasumsikan penumpang yang akan diantar oleh mobil sebesar 70% dan
sepeda motor 30%, maka:
Jumlah mobil : 70% x 450 = 315 unit mobil
Jumlah motor : 30% x 450 = 135 unit motor
Untuk penalaran ruang parkir yang normal untuk sebuah mobil adalah 7 m2
dan untuk sepeda motor adalah 1,7 m2, maka:
Luas parkir area untuk mobil = 7 x 315
= 2205 m2
Luas parkir area untuk sepeda motor = 1,7 x 135
= 229,5 m2
Luas total = 2205 + 229,5
= 2434,5 m2
38
Ruang gerak sirkulasi 1-3 m2 (diambil 2 m2) untuk sirkulasi mobil dan motor.
Jadi luas parking area adalah:
Luas parking area rencana = Ruang gerak x (Jumlah kendaraan/2)
+ L total parking area
= (2 x 225) + 2434,5
= 2884,5 m2
39
BAB VI
Perkerasan adalah struktural yang terdiri dari beberapa lapisan dengan perkerasan dan
daya dukung yang berlainan. Peerkerasan berfungsi sebagai tumpuan rata-rata pesawat.
Perkerasan yang rata menghasilkan jalan pesawat yang nyaman. Dilihat dari fungsinya, maka
harus dapat dijamin bahwa tiap lapisan mempunyai kekerasan dan ketebalan yang sempurna agar
tidak mengalami perubahan karena tidak mampu menahan beban pesawat (distress).
Titik 1 2 3 4 5
CBR 6,3 6,1 6,2 6,3 6
40
Tabel 6.3 Perhitungan Analitis Nilai CBR
𝑋̅ − 𝑆𝐷
= 6,18 − 0,13
= 6,05%
Dari gambar 6.1 Grafik hubungan CBR dan komulatif (%) didapat nilai CBR 6,07%
untuk konfidance 95%. Dengan ini CBR 6,07% untuk perencanaan perkerasan harus diadakan
stabilitas tanah dengan jalan mencampur material subgrade yang ada dengan semen, aspal
ataupun kapur setelah dipadatkan sehungga nilai CBRnya akan lebih tinggi. Harga CBR = 6,07%
ini termasuk klasifikasi F7 (Tabel hal 293 buku “Merancang Dan Merencanakan Lapangan
Terbang” Ir. Heru Basuki) dengan grup tanah E-9.
41
6.3 Perhitungan Total Perkerasan
Tabel 6.5 Perhitungan Perkerasan Total
Tipe Pesawat Forecast Jumlah Tipe MTOW Wheel Wheel Load F Dual Gear Ekivalen
Annual Roda Roda (lbs) (lbs) Pesawat Departure Arrival
Departure (W2) Rencana (R1) Departure Dari
(W1) Pesawat
Rencana (R2)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
A-300 2190 4 DW 302000 71725 1 2190 889,160
B-747-B 2190 8 DT 775000 92031,25 92031,25 1 2190 2190
B-747-300 2190 8 DT 710000 84312,5 1 2190 1575,048
Cara perhitungan:
Kesimpulan:
Cek:
43