Anda di halaman 1dari 29

BAB III

PANJANG LANDAS PACU DAN LANDAS PENGHUBUNG

3.1. Runway
panjang runway biasanya ditentukan oleh jenis pesawat yang beroperasi. Parameter-
parameter yang mempengaruhi panjang landasan bagi pesawat besar:

1. Elevasi lapangan terbang.


2. Temperatur.
3. Take off weight.
4. Distance (jarak).

Dalam hal ini untuk menentukan panjang runway dengan menggunakan jenis pesawat A-
300, B-747 B, dan B-747-300. Sehingga didapat panjang runway (landas pacu) adalah:

1. A-300 = 1981,2 m.
2. B-747 B = 2438,4 m.
3. B-747-300 = 2346,96 m.

Dari data yang sudah ditentukan:

1. Elevasi = 204 m.
2. Slope = 4%.
3. Temperatur

Tabel 3.1 Temperatur

T1 (°C) 20 28,5 20 27 24
T2(°C) 29,6 24 29,4 30 31
Digunakan runway terpanjang (B-747 B) = 2438,4 m.

3.1.1. Koreksi Terhadap Elevasi


Menurut ICAO, setiap kenaikan 300m (1000ft) dari muka air laut harus dikoreksi
sebesar 7%. Rumus dasarnya:

𝐸
𝐿1 = 𝐿0 (1 + 0,07. )
300
Dimana: L1 = Panjang runway koreksi (m)
L0 = Basic runway lenghth (m)
E = Elevasi (m)

15
Maka nilai runway koreksi terhadap elevasi:
204
L1 = 2438,4 (1 + 0,07. 300)
= 2554,468 m.

3.1.2. Koreksi Terhadap Temperatur


T1 = Temperatur rata-rata dari temperatur harian rata-rata dalam bulan terpanas.

T2 = Temperatur rata-rata dari temperatur maksimum dalam bulan terpanas.

Tabel 3.1 Temperatur Rata-Rata

Tahun ke- T1 (oC) T2 (oC)


1 20 29,6
2 28,5 24
3 20 29,4
4 27 30
5 24 31
n=5 ∑ = 119,5 ∑ = 144
Rata-rata 23,9 28,8

∑ 𝑇1 119,5
𝑇1 = = = 23,9 °𝐶
𝑛 5
∑ 𝑇2 144
𝑇2 = = = 28,8 °𝐶
𝑛 5
Rata-rata efektif:

𝑇2 − 𝑇1
𝑇 = 𝑇1 + ( )
3
28,8−23,9
= 23,9 + ( )
3

= 25,533 °C

16
Menurut ICAO, untuk kenaikan suhu sebesar 1°C maka panjang landasan harus
dikoreksi sebesar 1%. Rumus umum:

𝐿2 = 𝐿1 (1 + 0,01(𝑇 − 𝑇0 ))

Dimana: L2 = Panjang runway dengan koreksi temperatur


L1 = Panjang runway dengan koreksi elevasi
T = Temperatur efektif rata-rata
T0 = Temperatur turun = 15° - 0,0065.E

Maka panjang runway dengan koreksi temperatur adalah:

L2 = 2554,46784 (1 + 0,01 (25,533 − (15 − (0,0065 . 204))))

= 2857,411 m

3.1.3. Koreksi Terhadap Slope


Untuk tiap kenaikan kontur 1% maka panjang runway dikoreksi 20%. Dengan
rumus umum:
𝐿3 = 𝐿2 (1 + 0,2 . 𝑆)

Dimana: L3 = Panjang runway dengan koreksi slope


L2 = Panjang runway dengan koreksi
S temperatur
= Presentasi kemiringan

Maka panjang runway dengan koreksi slope adalah:


𝐿3 = 2857,411(1 + (0,2 . 4))
= 5143,339 m.

17
3.1.4. Lebar Runway
Lebar safety area paling kurang 2 kali landasan, tetapi yang disyaratkan FAA
adalah 500 ft (150 m).

Dari tabel 4.6 (Merancang dan merencanakan lapangan terbang, Ir. Heru Basuki)

 Lebar perkerasan = 200 ft = 60,96 m.


 Lebar bahu landasan = 25 ft = 7,62 m.
 Lebar area keamanan = 700 ft = 213,36 m.

Dalam perencanaan runway perlu direncanakan blast pad dan safety area. Blast
pad adalah suatu area yabg direncanakan untuk mencegah erosi pada permukaan yang
berbatasan dengan ujung, bisa dengan perkerasan atau rumput. Untuk pesawat transport
dubutuhkan blash 200 ft = 60 m dan untuk pesawat berbadan lebar dibutuhkan blast pad
400 ft = 120 m. (Ir. Heru Basuki, Merancang dan Merencanakan Lapangan Terbang)

Gambar 3.1 Penampang Melintang Runway

18
3.2. Taxiway
Fungsi utama taxiway adalah sebagai jalan pesawat dari landas pacu ke bangunan utama
terminal dan sebaliknya atau dari landas pacu ke hanggar pemeliharaan.

Kecepatan pesawat yang sedang masuk atau akan keluar taxiway menuju landas pacu tidak
secepat pesawat di landasan pacu, maka dengan kecepatan yang lebih rendah lebar taxiway
tergantung dari ukuran lebar sayap (wingspan) dari pesawat rencana, seperti yang tercantum
pada tabel 4.8 (Ir. Heru Basuki, Merancang dan Merencanakan Lapangan Terbang).

Lebar taxiway dan lebar total taxiway tidak boleh kurang dari yang ditunjukan pada tabel
tersebut. Pesawat B-747 B dengan wingspan 59,66 m kode huruf pesawat adalah “E” sesuai tabel
Aerodrome Reference Code 4.1.

3.2.1. Lebar Taxiway


ICAO menetapkan lebar untuk taxiway kode huruf E sebagai berikut:

 Lebar taxiway = 23 m = 75 ft.


 Lebar total taxiway = 44 m = 145 ft.

3.2.2. Kemiringan dan Jarak Pandang


ICAO menetapkan persyaratan kemiringan dari jarak pandang taxiway sebagai
berikut:

 Kemiringan memanjang maksimum = 1,5%


 Kemiringan melintang maksimum = 1,5%
 Kemiringan daerah aman = 2,5% ke atas 1,5% ke bawah
 Jarak pandangan maksimum = 300 m dari 3 m di atas

19
3.3. Exit Taxiway
Exit taxiway berfungsi untuk menekan sekecil mungkin waktu penggunaan runway ketika
pesawat mendarat.

Apabila lalu lintas rencana pada jam puncak kurang dari 26 gerak (mendarat atau lepas
landas) exit taxiway menyudut siku cukup memadai. Tetapi untuk kecepatan tinggi atau
kecepatan keluar, exit taxiway mempunyai sudut 30° - 45° dengan kecepatan lokal antara 30
mil/jam – 60 mil/jam.

Pesawat rencana dan operasi dari data termasuk dalam kode huruf “E” maka digunakan exit
taxiway kecepatan tinggi.

Alasan memilih exit taxiway konfigurasi pada kecepatan tinggi adalah:

1. Kemudahan bagi sebagian besar konfigurasi pada pendaratan pesawat untuk membuat
belokan.
2. Sisa perkerasan yang lapang didapatkan antara sisi luar roda pendaratan dengan tepi
perkerasan.
3. Muara yang diperluas dari exit taxiway memberikan kemungkinan beberapa variasi
sumbu belokan ke taxiway bila pesawat tidak memulai beloknya dari titik yang ditandai
pada landasan.
4. Konfigurasi kemungkinan pesawat belok saat kecepatan tinggi yaitu 50 knot (93
km/jam).

3.3.1. Mentukan Letak Exit Taxiway


Lokasi exit taxiway ditentukan oleh titik sentuh pesawat pada waktu mendarat di
landasan dan perilaku pesawat saat mendarat. Jarak dari threshold ke lokasi exit taxiway
ditentukan dengan rumus SE = jarak touchdown + D.

Dimana:

jarak touchdown pesawat rencana = 450 m (1500 ft) dan

D = 1500 m.

𝑆𝐸 = 450 + 1500

= 1950 m.

Jarak ini harus ditambah 3% per 300 m, setiap kenaikan 5,6°C dari kondisi
standar 15°C = 59°f dan 10% untuk kenaikan 1% slope.

20
a. Koreksi Terhadap Elevasi
Setiap kenaikan 300 m dari muka air laut jarak ditambah 3%
3 ℎ
𝐿1 = 𝐿0 (1 + . )
100 300
3 204
= 1950 (1 + 100 . 300)
= 1989,78 m

b. Koreksi Terhadap Temperatur


Setiap kenaikan 5,6°C dari keadaan standar, jarak ditambah 1%
(𝑇𝑒𝑓𝑓 − 𝑇𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 )
𝐿2 = 𝐿1 (1 + 0,01 )
5,6
(25,533−(15−0,0065.204))
= 1989,78 (1 + 0,01 )
5,6
= 2027,207 m

c. Koreksi Terhadap Slope


𝑆
𝐿3 = 𝐿2 (1 + 0,1 . %)
1
4%
= 2027,207 (1 + 0,1 . 1%)
= 2838,090 m

Sehingga jarak dari threshold ke exit taxiway = 2838,090 m.

3.3.2. Menentukan Dimensi Exit Taxiway


𝑉2
𝑅2 =
125. 𝐹
𝑉2
𝐿1 =
45,5. 𝐶. 𝑅2

180. 𝐿1
𝐴1 =
𝜋. 𝑅1

𝐴2 = 𝐴 . 𝐴1

𝜋. 𝑅2 . 𝐴2
𝐿2 = (𝑚)
180
𝑉2
𝑆𝐷 =
25,5. 𝑑

21
Telah ditentukan bahwa:

 Kecepatan yang ideal adalah 30 mil/jam – 60mil/jam. Diambil 60 mil/jam,


karena 1 mil = 1,6 km maka:
𝑉 = 60 . 1,6 = 96 km/jam.
 Dari V = 96 km/jam didapat nilai R1 = 540 m (180 ft). (Ir. Heru Basuki,
Merancang dan Merencanakan Lapangan Terbang)
 D = 180 m.
 A= 30° - 45°, diambil A = 45°.
 Koefesien gesekan (f) = 0,13.
 C = 1,3 ft = 0,39 m ; d = 1 m/dt.
 LR/W = 60,96 m.
 LT/W = 23 m.

Perhitungan:

962
𝑅2 = = 567,138 𝑚.
125.0,13

963
𝐿1 = = 86,528 𝑚.
45,5.0,39.567,138
180.86,528
𝐴1 = = 9,181 = 9° 10′ 50,9"
𝜋. 540
𝐴2 = 𝐴 . 𝐴1

= 45° − 9° 10′ 50,9"

= 35° 49′ 9,1"

𝜋. 567,138.35° 49′ 9,1"


𝐿2 = = 354,553 𝑚.
180
962
𝑆𝐷 = = 361,412 𝑚.
25,5.1

𝐷 𝐿𝑅/𝑊 + 𝐿𝑇/𝑊
𝐿 𝑒𝑥𝑖𝑡 𝑡𝑎𝑥𝑖𝑤𝑎𝑦 = −( )
sin 𝐴 2 𝑠𝑖𝑛 𝐴
180 60,96+23
= sin 45° − ( 2 𝑠𝑖𝑛 45° )

= 195,390 𝑚. (Lebar exit T/W Kecepatan tinggi)

22
3.3.3. Jari-Jari Taxiway
Untuk menentukan jari-jari taxiway digunakan rumus:

0,388. 𝑊 2
𝑅=
𝑇
(2) − 𝑆

Dimana: W = Wheel Base


T = Lebar taxiway
S = Jarak antara titik tengah roda pendaratan utama dengan
tepi perkerasan
1
= 2 𝑤ℎ𝑒𝑒𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑘 + 𝑓𝑘, dimana 𝑓𝑘 = 2,5

Untuk jenis pesawat B-747 B diperoleh data sebagai berikut:

 Wheel Base = 20,52 m.


 Wheel track = 11 m.
 Lebar taxiway = 23 m.
1
Maka, 𝑆 = 2 𝑤ℎ𝑒𝑒𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑘 + 𝑓𝑘

1
= 11 + 2,5
2
=8

Sehingga didapat:

0,388. 𝑊 2 0,388. 20,522


𝑅= = = 46,679 𝑚.
𝑇 23
(2) − 𝑆 (2)−8

3.3.4. Fillet
pada persilangan antara taxiway dengan landasan apron, perlu tambahan luas agar
gerakan pesawat masih mempunyai wheel clearance (Ir. Heru Basuki), dimana yang
diisyaratkan tambahan luas persilangan tersebut adalah Fillet.

Dalam menentukan jari-jari Fillet digunakan rumus:

0,388. 𝑊 2
𝑅2 = 𝑅1 − ( + 𝑆)
𝑅1

23
Dimana: R2 = Jari-jari Fillet
R1 = Jari-jari taxiway
W = Wheel base
S 1
= 2 𝑤ℎ𝑒𝑒𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑘 + 𝑓𝑘, 𝑓𝑘 = 2,5 𝑚

Untuk jenis pesawat B-747 B:

 Wheel Base = 20,52 m.


 Wheel track = 11 m.
 S = 8 m.

Maka:

0,388. 20,522
𝑅2 = 46,679 − ( + 8)
46,679

= 35,179 𝑚.
0,388.𝑊 2 1
Menurut R. Horenluff, apabila + 𝑆 ≤ 2 . 𝑇, maka pelebaran luas tersebut
𝑅
tidak diperlukan (T = 23).

0,388. 𝑊 2 0,388. 20,522


= + 8 = 11,5
𝑅 46,679
1 1
𝑇 = . 23 = 11,5
2 2
Maka 11,5 ≤ 11,5.

Dengan demikian dari koreksi diatas tidak diperlukan pelebaran taxiway untuk
jari-jari Fillet (R2) = 35,179 m.

24
3.4. Holding Bay
Lapangan terbang yang lalu lintasnya sangat padat membutuhkan adanya holding bay
sehingga pesawat dari apron dapat ke ujung landasan dengan cepat tanpa harus menunggu
pesawat di depan yang sedang menyiapkan persiapan teknis. Ukuran yang diperlukan untuk
sebuah holding bay tergantung:

1. Jumlah dan posisi pesawat yang akan dilayani, ditentukan olrh frekuensi pemakaiannya.
2. Tipe-tipe pesawat yang akan dilayani.
3. Cara-cara pesawat yang masuk dan meninggalkan holding bay.

Pada umumnya kebebasan ujung pesawat (eing clearance) pesawat yang sedang parkir dan
pesawat yang berjalan melewatinya tidak boleh kurang dari 15 m (50 ft).

3.5. Clear Way


Clear way adalah bagian yang tidak dipergunakan untuk take off. Definisi clear way:

1. Suatu bidang yang letaknya masih diatas runway yang lebarnya ≥ 500 ft (153 m) dan
letaknya pada perpanjangan dari sumbu runway dan masih dalam pengawasan pejabat-
pejabat pelabuhan udara.
2. Clear way adalah bidang yang letaknya pada perpanjangan ujung-ujung runway dengan
slope ≤ 1,25% (memanjang) dan tidak boleh terdapat benda-benda yang menyilang
kecuali penerangan-penerangan atau lampu-lampu dari runway yang tingginya tidak
boleh lebih dari 25 inch dari muka air runway dan letaknya sepanjang sisi-sisi samping
dari runway, sehingga panjang clear way maksimum = ½ selisih 1,5% lift off distance.

25
Untuk mencapai titik angkutnya (lift off point) dan jarak daripada lepas landas take off
distance dikurangi sama dengan take off run. Take off run ini diberi perkerasan penuh.

3.6. Stop Way


Definisi stopway adalah suatu landasan yang masih terletak diats runway yang lebarnya tidak
kurang dari lebar runway dan letaknya pada perpanjangan ujung. Ujung runway sama dengan
sumbu runway dan ini disediakan untuk memungkinkan pesawat terbang yang gagal lepas
landas, yang mengadakan perlambatan hingga berhenti, daya dukung stop way sedemikian besar
sehingga masih dianggap mampu memikul pesawat yang sama.

26
BAB IV

DIMENSI APRON DAN HANGGAR

4.1. Perencanaan Apron


Apron merupakan bagian lapangan terbang yang disediakan untuk memuat dan menurunkan
penumpang serta barang dari pesawat, pengisian bahan bakar, parkir pesawat dan pengecekan
alat mesin pesawat untuk pengoperasian selanjutnya. Dimensi apron ditentukan dan dipengaruhi
oleh:

1. Jumlah gate position.


2. Konfigurasi parkir pesawat.
3. Cara pesawat masuk dan keluar apron.
4. Karakteristik pesawat termasuk tempat naik dan turun.

4.1.1. Gate Position


Dalam menentukan gate position dipengaruhi oleh:

a. Kapasitas pesawat perjam.


b. Jenis pesawat dan persentase jenis pesawat.
c. Lama penggunaan gate position oleh pesawat.
d. Persentase pesawat yang tiba dan berangkat.

Untuk menghitung jumlah gate position (G), digunakan rumus:

𝑉. 𝑇
𝐺=
𝑈

Dimana: G = Jumlah gate position


V = Volume rencana pesawat yang tiba dan berangkat
T = Rata-rata gate accupancy time
U = Utilization factor (factor pengguna)
Untuk penggunaan secara bersama oleh semua pesawat:

𝑈 = 0,5 − 08 (digunakan U = 0,7)

Untuk rata-rata pada gate occupancy time pada setiap kelas pesawat dibagi perjam
= 60 menit (1 jam).

27
Tabel 4.1 Gate Occupancy Time

Occupancy Time (T)


Pesawat
(meter)
Kelas A 60
Kelas B 45
Kelas C 30
Kelas D dan E 20
Untuk kapasitas runway (V) sesuai dengan hasil perhitungan/data yang ada. Jenis
pesawat yang akan dilayani:

a. A-300 = 1 pesawat perjam.


b. B-747-300 = 1 pesawat perjam.
c. B-747 B = 1 pesawat perjam.

a. Pesawat A-300 (kelas A)


60
1 . (60)
𝐺1 = = 1,429 ≈ 1 buah
0.7
b. Pesawat B-747-300 (Kelas A)
60
1 . (60)
𝐺2 = = 1,429 ≈ 1 buah
0.7
c. Pesawat B-747 B (kelas A)
60
1 . (60)
𝐺3 = = 1,429 ≈ 1 buah
0.7
Jadi jumlah gate position untuk semua jenis pesawat = 3 buah.

4.1.2. Konfigurasi Parkir Pesawat


Konfigurasi parkir pesawat adalah posisi pesawat terhadap gedung terminal dan
cara pesawat tersebut bergerak memasuki dan keluar dari tempat parkir. Pemilihan tipe
pesawat harus memperhatikan kenyamanan penumpang terhadap kebisingan, jet blash
dan pengaruh cuaca buruk, disamping biaya operasi dan pemeliharaan peralatan pesawat
di apron. Berbagai bentuk konfigurasi pesawat:

 Nose in Parking
 Angled Nose in Parking
 Pararel Parking
 Nose Out Parking
 Angled Nose Out Parking

28
Tipe parkir pesawat yang digunakan pada perhitungan ini adalah Nose-in parking.
Tipe nose-in parking adalah posisi pesawat parkir tegak lurus terhadap bagunan terminal
dengan hidung pesawat berjarak sedekat mungkin dengan bangunan tersebut. Pesawat
memasuki posisi parkir dengan tenaga sendiri dan keluar dibantu dengan alat dorong.

4.1.3. Turning Radius


Turning radius masing-masing pesawat adalah:

1
𝑟 = (𝑤𝑖𝑛𝑔𝑠𝑝𝑎𝑛 + 𝑤ℎ𝑒𝑒𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑘) + 𝑓𝑜𝑟𝑤𝑎𝑟𝑑 𝑟𝑜𝑙𝑙
2
Dengan forward roll = 10 ft = 3,048 m.

Tabel 4.2 Dimensi Pesawat

Wingspan (Ws) Panjang Badan (Pb) Wheel Track


Jenis Pesawat Jumlah Pesawat
(meter) (meter) (meter)
A-300 1 44,83 53,62 9,6
B-747-B 1 59,66 53,82 11
B-747-300 1 59,48 70,46 10,98

1. Pesawat A-300
1
𝑟 = (𝑤𝑖𝑛𝑔𝑠𝑝𝑎𝑛 + 𝑤ℎ𝑒𝑒𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑘) + 𝑓𝑜𝑟𝑤𝑎𝑟𝑑 𝑟𝑜𝑙𝑙
2
1
𝑟 = (44,83 + 9,6) + 3,048
2
= 30,263 𝑚
𝐿 = 𝜋. 𝑟 2
= 𝜋. (30,263)2
= 2877,225 𝑚2

2. Pesawat B-747 B
1
𝑟 = (𝑤𝑖𝑛𝑔𝑠𝑝𝑎𝑛 + 𝑤ℎ𝑒𝑒𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑘) + 𝑓𝑜𝑟𝑤𝑎𝑟𝑑 𝑟𝑜𝑙𝑙
2
1
𝑟 = (59,66 + 11) + 3,048
2
= 59,788 𝑚
𝐿 = 𝜋. 𝑟 2
= 𝜋. (59,788)2
29
= 11229,953 𝑚2

3. Pesawat B-747-300
1
𝑟 = (𝑤𝑖𝑛𝑔𝑠𝑝𝑎𝑛 + 𝑤ℎ𝑒𝑒𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑘) + 𝑓𝑜𝑟𝑤𝑎𝑟𝑑 𝑟𝑜𝑙𝑙
2
1
𝑟 = (59,48 + 10,98) + 3,048
2
= 38,278 𝑚
𝐿 = 𝜋. 𝑟 2
= 𝜋. (38,278)2
= 4603,078 𝑚2

4.1.4. Luas Apron

Tabel 4.3 Luas Apron (Nose-In)

Bentang Panjang Jumlah Gate Panjang Lebar


No Tipe Sayap Badan Position Apron Apron
. Pesawat
(m) (m) (m) (m) (m)
1. A-300 44,83 53,62 1 53,83 78,62
2. B-747-B 59,66 53,82 1 68,66 78,82
3. B-747-300 59,48 70,46 1 68,48 95,46
Σ =190,97

30
Lebar apron dihitung sesuai dengan jenis pesawat dengan panjang badan terbesar
yaitu pesawat B-747-300 = 95,46

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑝𝑟𝑜𝑛 = ∑ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑝𝑟𝑜𝑛 𝑥 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑎𝑝𝑟𝑜𝑛

𝐿 = 190,97 𝑥 95,46

= 18229,996 𝑚2

4.2. Perencanaan Hanggar


Hanggar adalah sebuah struktur tertutup yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
pesawat yang dapat melindungi pesawat dari cuaca dan cahaya ultraviolet.

Direncanakan hanggar untuk pemeliharaan yang didalamnya digunakan untuk satu pesawat,
dalam perencanaan ini digunakan pesawat B-747 B dan B-747-300.

a. Panjang hanggar
Didesain berdasarkan pesawat B-747 B
𝑝 = 𝑤𝑖𝑛𝑔𝑠𝑝𝑎𝑛 + 2𝑐
Dimana: C = Wing tip clearance (diambil 4,5 m)
𝑝 = 59,66 + (2𝑥45)
= 68,66 𝑚

b. Lebar hanggar
Didesain berdasarkan pesawat B-747-300
𝑙 = 𝑃𝑏 + 2𝑐
Dimana: C = Wing tip clearance (diambil 4,5 m)
𝑙 = 70,46 + (2𝑥45)
= 79,46 𝑚

c. Luas Hanggar
𝐿 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟 𝑥 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 ℎ𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟
= 68,66 𝑥 79,46
= 5455,724 𝑚2
Ruang gerak dan peralatan reparasi diambil 100m2 sehingga luas total hanggar:
𝐿𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 5455,724 + 100
= 5555,724 𝑚2

31
BAB V

DIMENSI TERMINAL PENUMPANG, FASILITAS TERMINAL,

DAN FASILITAS BANDARA

5.1 Passanger Terminal


Passanger terminal atau terminal penumpang Bandar udara menurut petunjuk teknis
tahun 1995 adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menaikan dan menurunkan
penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi serta pengaturan kedatangan
dan pemberangkatan kendaraan umum.

Persyaratan teknis pengoperasian fasilitas sisi darat Bandar udara:

5.1.1 Keberangkatan
 Hall Keberangkatan
Hall atau ruang tunggu keberangkatan harus cukup luas untuk menampung
penumpang datang pada waktu sibuk sebelum mereka masuk menuju ke
check-in area. (Persyaratan teknis pengoperasian fasilitas teknik Bandar udara,
SKEP/77/VI/2005).
Untuk menghitung luas hall keberangkatan dapat digunakan rumus:
𝐴 = 0,75(𝑎(1 + 𝐹) + 𝑏) + 10
Keterangan:
A = Luas hall keberangkatan (m2)
a = Jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
b = Jumlah penumpang transfer
F = Jumlah pengantar atau penumpang (2 orang)

 Ruang Tunggu Keberangkatan


Ruang tunggu keberangatan harus cukup untuk menampung penumpang
waktu sibuk selama menunggu waktu check-in dan selama penumpang
menunggu saat boarding setelah check-in. pada ruang tunggu dapat disediakan
fasilitas komersial bagi penumpang untuk berbelanja selama waktu
menunggu. Untuk menghitung luas ruang tunggu keberangkatan dapat
digunakan rumus:
𝐶𝑈 × 𝑖 + 𝑉 × 𝐾
𝐴=𝐶−( ) + 10%
30

32
Keterangan:
A = Luas ruang tunggu keberangatan
C = Jumlah penumpang dating pada waktu sibuk
U = Rata-rata waktu menunggu terlama (120 menit)
i = Proporsi penumpang menunggu tercepat (0,6)
V = Rata-rata waktu menunggu tercepat (60 menit)
K = proporsi penumpang menunggu tercepat (0,4)

 Check-in Area
Check-in area harus cukup untuk menampung penumpang waktu sibuk
selama mengantri untuk check-in. untuk menghitung luas check-in area dapat
digunakan rumus:
𝐴 = 0,25 × (𝑎 + 𝑏) + 10%
Keterangan:
A = Luas area chek-in (m2)
a = Jumlah penumpang berangkat
b = Jumlah penumpang transfer

 Check-in Counter
Meja check-in counter harus dirancang untuk dapat menampung segala
peralatan yang dibutuhkan untuk check-in (computer, print, dll) dan
memungkinkan gerakan petugas yang efisien. Untuk menghitung jumlah meja
pada check-in counter dapat digunakan rumus:
𝑎+𝑏
𝑁=( ) × 𝑡1𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑟 + 10%
60
Ketrangan:
N = Jumlah meja
a = Jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
b = jumlah penumpang transfer
t1 = Waktu pemrosesan chec-in penumpang (2 menit/penumpang)

 Tempat duduk
Kebutuhan tempat duduk diperkirakan sebesar 1/3 penumpang pada waktu
sibuk. Untuk menghitung jumlah kursi pada tempat duduk dapat digunakan
rumus:
1
𝑁 = ×𝑎
3
Keterangan:
N = Jumlah tempat duduk dibutuhkan
a = Jumlah Penumpang waktu sibuk

33
 Fasilitas Umum (Toilet)
Untuk toilet, diasumsikan bahwa 20% dari penumpang waktu sibuk
menggunakan fasilitas toilet. Kebutuhan ruang per orang = 1 m2. Penempatan
toilet pada ruang tunggu, hall keberangkatan, hall kedatangan. Uuntuk toilet
para penyandang cacat besar pintu mempertimbangkan lebar kursi roda. Toilet
untuk lanjut usia perlu dipasangi raling di dindng yang memudahkan para
lansia berpegangan. Untuk menghitung luas toilet dapat digunakan rumus:
𝐴 = 𝑃 × 0,2 × 1𝑚2 + 10%
Keterangan:
A = Luasan Toilet
P = jumlah penumpang waktu sibuk

 Fasilitas Custom Imigration Quarantine


Pemeriksaan passport diperlukan untuk terminal penumpang keberangkatan
international/luar negeri serta pemeriksaan orang-orang yang masuk dalam daftar
cekal dari imigrasi. Untuk menghitung jumlah gate passport digunakan rumus:
𝑡2
𝑁 = ((𝑎 + 𝑏) × ) + 10%
60
Keterangan:
N = Jumlah gate passport control
a = jumlah penmpang berangkat pada waktu sibuk
b = Jumlah penumpang transfer
t2 = Waktu pelayanan counter (0,5 menit/penumpang)

5.1.2 Kedatangan
 Bagasi Conveyor Belt
Bagasi conveyor belt tergantung dari jenis dan jumlah seat pesawat udara
yang dapat dilayani pada satu waktu. Idealnya satu baggage claim. Untuk
menghitung panjang conveyor belt dapat digunakan rumus:
∑𝑝 × 𝑛
𝐿=( ) × 20𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Keterangan:
L = Panjang conveyor belt
ƩP = Jumlah pesawat udara saat jam puncak
n = Konstanta dari jenis pesawat udara dan jumlah seat
L ≤ 12 m menggunakan tipe linier; L > 12 m menggunaan tipe circle;
L ≤ 3 m menggunakan gravity roller.

34
 Bagasi Claim Area
Bagasi claim area atau ruang penerimaan bagasi dapat dihitung luasannya
dengan menggunakan rumus:
𝐴 = 0,9𝐶 + 10%
Keterangan:
A = Luas baggage claim area
C = Jumlah penumpang datang pada waktu sibuk

 Hall Kedatangan
Hall atau ruangan kedatangan harus cukup luas untuk penumpang serat
penjemput penumpang pada waktu sibuk. Area ini dapat pula mempunyai
fasilitas komersial. Untuk menghitung luas hall kedatangan dapat digunakan
rumus:
𝐴 = 0,375(𝑏 + 𝑐 + 2. 𝑐. 𝑓) + 10%
Keterangan:
A = Luas area hall kedatangan
b = Jumlah penumpang transfer
c = Jumlah penumpang datang pada waktu sibuk
f = Jumlah pengunjung per penumpang (2 orang)

5.1.3 Jalan dan Tempat Parkir Kendaraan


 Jalan
Jalan pada Bandar udara menggunakan konstruksi perkerasan lentur.

 Tempat Parkir
Tempat parkir disyaratkan sedekat mungkin dengan terminal atau kawasan
yang dilayani. Daya tamping parkir dihitung dari jumlah penumpang waktu
sibuk. Untuk menghitung kapasitas kendaraan yang parkir dapat digunakan
rumus:
𝐴=𝐸×𝐹
𝐼 =𝐴×ℎ
Keterangan:
E = Jumlah penumpang jam sibuk
f = Jumlah kendaraan perpenumpang (0,8)
A = Jumlah kendaraan yang parkir
i = Luas lahan parkir
h = Kebutuhan lahan parkir per kendaraan (35 m2)

35
5.2 Kebutuhan Luas Terminal Penumpang
Kebutuhan luas terminal penumpang didasarkan pada jumlah penumpang rencana dan
standar luasan yang ditetapkan. Standar luas ruangan biasanya dihitung dengan satuan luas tiap
penumpang. Standarisasi bangunan terminal penumpang ini dibuat sebagai salah satu perkiraan
dalam program perencanaan bangunan terminal penumpang suatu Bandar udara.

Besaran dalam standar luas bangunan penumpang merupakan besaran yang memenuhi
persyaratan operasional keselamatan penerbangan. Untuk memenuhi kebutuha akan pelayanan
dan kenyamanan penumpang, seperti ruang-ruang komersial besaran dalam standar ini dapat
diperbesar.

Faktor yang mempengaruhi besaran bangunan terminal penumpang ini antara lain:

1. Jumlah penumpang pertahun


2. Jumlah penumpang waktu sibuk yang menentukan besaran ruang-ruang pada
bangunan terminal penumpang.

5.3 Perhitungan Perencanaan Terminal Penumpang dan Parking Area


Luas terminal penumpang diperhitungkan terhadap ruang gerak dan sirkuasi penumpang.
Maka rencana terminal penumpang menggunakan jumlah penumpang pada jam sibuk pada
pesawat B-747-300 dengan penumpang terbanyak dari rencana penumpang pesawat lainnya
sebanyak 608 penumpang dalam 1 kali trip.

5.3.1 Keberangkatan
 Hall Keberangkatan
𝐴 = 0,75(𝑎(1 + 𝐹) + 𝑏) + 10
= 0,75(450(1 + 2) + 0) + 10
= 1022,5 𝑚2

 Ruang Tunggu Keberangkatan


𝐶𝑈 × 𝑖 + 𝑉 × 𝐾
𝐴=𝐶−( ) + 10%
30
(120 × 0,6) + (60 × 0,4)
= 450 − ( ) + 10%
30
= 446,9 𝑚2

 Check-in Area
𝐴 = 0,25 × (𝑎 + 𝑏) + 10%
= 0,25 × (450 + 0) + 10%
= 112,6 𝑚2

36
 Check-in Counter
𝑎+𝑏
𝑁=( ) × 𝑡1𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑟 + 10%
60
450 + 0
=( ) × 2 + 10%
60
= 15,1 ≈ 16 𝑏𝑢𝑎ℎ

 Tempat duduk
1
𝑁 = ×𝑎
3
1
= × 450
3
= 150 𝑏𝑢𝑎ℎ

 Fasilitas Umum (Toilet)


𝐴 = 𝑃 × 0,2 × 1𝑚2 + 10%
= 450 × 0,2 × 1 + 10%
= 90,1 𝑚2

 Fasilitas Custom Imigration Quarantine


𝑡2
𝑁 = ((𝑎 + 𝑏) × ) + 10%
60
2
= ((450 + 0) × ) + 10%
60
= 15,1 ≈ 16 𝑏𝑢𝑎ℎ

5.3.2 Kedatangan
 Bagasi Claim Area
𝐴 = 0,9𝐶 + 10%
= (0,9 × 450) + 10%
= 405,1 𝑚2

 Hall Kedatangan
𝐴 = 0,375(𝑏 + 𝑐 + 2. 𝑐. 𝑓) + 10%
= 0,375(0 + 450 + (2 × 450 × 2)) + 10%
= 843,85 𝑚2

37
5.3.3 Luas Passanger Terminal
Di dalam terminal direncanakan ada 10 ruangan dimana diperuntukan sebagai
area penjualan dengan ukuran 1 ruangan 4x4 m, jadi luas seluruh ruangan adalah 160 m2.

𝐿𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 ℎ𝑎𝑙𝑙 𝑘𝑒𝑏𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡𝑎𝑛 + 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑟𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢 + 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐶ℎ𝑒𝑐𝑘 𝑖𝑛

𝑎𝑟𝑒𝑎 + 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑓𝑎𝑠𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑢𝑚𝑢𝑚 + 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑎𝑔𝑎𝑠𝑖 𝑐𝑙𝑎𝑖𝑚 𝑎𝑟𝑒𝑎 + 𝐿𝑢𝑎𝑠 ℎ𝑎𝑙𝑙

𝑘𝑒𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 + 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑟𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛

= 1022,5 + 446,9 + 112,6 + 90,1 + 405,1 + 843,85 + 160

= 3081,1 𝑚2

Jadi, luas passanger terminal sebesar 3081,1 m2.

5.3.4 Perencanaan Parking Area


Untuk menentukan parking area, luasnya berdasarkan banyaknya penumpang
datang dan berangkat. Jumlah penumpang terbanyak dalam 1 kali trip pada jam sibuk
sebanyak 608 penumpang. Maka rencana parking area sebagai berikut.

 Diasumsikan parking area akan terisi 50% dari jumlah penumpang total,
maka:
Banyak penumpang = 50% x jumlah penumpang terbanyak
= 50% x 450
= 225 orang

 Diasumsikan penumpang yang akan diantar oleh mobil sebesar 70% dan
sepeda motor 30%, maka:
Jumlah mobil : 70% x 450 = 315 unit mobil
Jumlah motor : 30% x 450 = 135 unit motor

 Untuk penalaran ruang parkir yang normal untuk sebuah mobil adalah 7 m2
dan untuk sepeda motor adalah 1,7 m2, maka:
Luas parkir area untuk mobil = 7 x 315
= 2205 m2
Luas parkir area untuk sepeda motor = 1,7 x 135
= 229,5 m2
Luas total = 2205 + 229,5
= 2434,5 m2

38
 Ruang gerak sirkulasi 1-3 m2 (diambil 2 m2) untuk sirkulasi mobil dan motor.
Jadi luas parking area adalah:
Luas parking area rencana = Ruang gerak x (Jumlah kendaraan/2)
+ L total parking area
= (2 x 225) + 2434,5
= 2884,5 m2

5.4 Perencanaan Terminal Building


Terminal building berfungsi untuk melayani segala keperluan penumpang yang datang
dan akan berangkat, termasuk barang-barannya. Untuk memenuhi semua kebutuhan penumpang,
maka pada terminal building harus disediakan fasilitas lain:

a) Fasilitas untuk operasi bagasi (bagasi dalam)


- Tempat penerimaan bagasi (bagasi dalam)
- Tempat untuk memproses keberangkatan penumpang (counter)
- Loket informasi
- Ruang telekomunikasi
- Ruang security

b) Fasilitas untuk kantor pemerintah


- Kantor bead an cukai
- Kantor pos
- Kantor pengamat cuaca
- Kantor kesehatan
- Imigrasi

c) Fasilitas untuk kenyamanan penumpang


- Restoran
- Pertokoan (souvenir shop)
- Ruang tunggu
- Ruang VIP
- Telepon umum
- Asuransi
- Bank/money charger
- Tempat penitipan barang
- Mushola
- Smooking room
- Wc/toilet
- Dll.

39
BAB VI

PERENCANAAN PERKERASAN LANDAS PACU

Perkerasan adalah struktural yang terdiri dari beberapa lapisan dengan perkerasan dan
daya dukung yang berlainan. Peerkerasan berfungsi sebagai tumpuan rata-rata pesawat.
Perkerasan yang rata menghasilkan jalan pesawat yang nyaman. Dilihat dari fungsinya, maka
harus dapat dijamin bahwa tiap lapisan mempunyai kekerasan dan ketebalan yang sempurna agar
tidak mengalami perubahan karena tidak mampu menahan beban pesawat (distress).

Perkerasan runway dan taxiway menggunakan perkerasan flexible. Perkersan flexible


adalah perkerasan yang dibuat dari campuran aspal dengan agregrat yang digelar diatas
permukaan material “cement freated” mutu tinggi. Perkerasan flexible terdiri dari lapisan
surface course, base course dan subbase course. Lapisan tersebut digelar di tanah asli yang
disebut subgrade.

Perkerasan kaku/rigid terdiri dari slot-slot beton tebal 20 cm – 60 cm di gelar di atas


permukaan yang telah dipadatkan, ditunjang oleh lapisan tanah asli dan dipadukan (subgrade)
yang pada kondisi-kondisi tertentu terkadang subbase diperlukan.

6.1 Perencanaan Perkerasan Flexible


Perencanaan perkerasan flexible runway dan taxiway dipakai standar perencanaan
perkerasan dengan metode FAA dan data yang ada.

Tabel 6.1 Data Pesawat

Tipe Pesawat Forecast Arrival Departure Tipe Roda MTOW (lbs)


DC-9-32 6 x 365 = 290 DW 302000
B-747-B 6 x 365 = 290 DT 775000
B-747-300 6 x 365 = 290 DT 710000

6.2 Perhitungan Nilai CBR


Tabel 6.2 Nilai CBR Tanah Dasar

Titik 1 2 3 4 5
CBR 6,3 6,1 6,2 6,3 6

40
Tabel 6.3 Perhitungan Analitis Nilai CBR

Titik (n) CBR % (Xi) (𝑋̅ − 𝑋𝑖)2


1 6,3 0,0144 ∑ 𝑋𝑖
𝑋̅ =
2 6,1 0,0064 𝑛
3 6,2 0,0004
30,9
4 6,3 0,0144 = 5
5 6 0.0324 = 6,18
Ʃ 30,9 0,068

∑(𝑋̅ −𝑋𝑖)2 0,068


Standar deviasi (SD) = √ =√ = 0,13
𝑛−1 5−1

Maka nilai yang mewakili adalah:

𝑋̅ − 𝑆𝐷

= 6,18 − 0,13

= 6,05%

Tabel 6.4 Perhitungan Grafis Nilai CBR

CBR F F/ƩF (F/ƩF) x 100% Komulatif


6,3 1 0,2 20% 20%
6,1 1 0,2 20% 40%
6,2 1 0,2 20% 60%
6,3 1 0,2 20% 80%
6 1 0,2 20% 100%
Ʃ 5 1 100%

Dari gambar 6.1 Grafik hubungan CBR dan komulatif (%) didapat nilai CBR 6,07%
untuk konfidance 95%. Dengan ini CBR 6,07% untuk perencanaan perkerasan harus diadakan
stabilitas tanah dengan jalan mencampur material subgrade yang ada dengan semen, aspal
ataupun kapur setelah dipadatkan sehungga nilai CBRnya akan lebih tinggi. Harga CBR = 6,07%
ini termasuk klasifikasi F7 (Tabel hal 293 buku “Merancang Dan Merencanakan Lapangan
Terbang” Ir. Heru Basuki) dengan grup tanah E-9.

41
6.3 Perhitungan Total Perkerasan
Tabel 6.5 Perhitungan Perkerasan Total
Tipe Pesawat Forecast Jumlah Tipe MTOW Wheel Wheel Load F Dual Gear Ekivalen
Annual Roda Roda (lbs) (lbs) Pesawat Departure Arrival
Departure (W2) Rencana (R1) Departure Dari
(W1) Pesawat
Rencana (R2)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
A-300 2190 4 DW 302000 71725 1 2190 889,160
B-747-B 2190 8 DT 775000 92031,25 92031,25 1 2190 2190
B-747-300 2190 8 DT 710000 84312,5 1 2190 1575,048

Cara perhitungan:

 Kolom (1) : Jenis pesawat yang direncanakan


 Kolom (2) : Jumlah kali pesawat memakai runway untuk keberangkatan
pertahun
 Kolom (3) (4) (5) : Didapat dari buku Ir. Heru Basuki
95%×𝑀𝑇𝑂𝑊
 Kolom (6) : 𝑊2 = , dengan syarat MTOW tidak boleh > 300000
𝑛
lbs, apabila lebih MTOW harus di asumsikan mejadi 300000 dan
roda di konversi ke dual tandem.
 Kolom (7) : Didapat dari buku Ir. Heru Basuki
 Kolom (8) : Beban peta roda pesawat rencana, diambil dari yang terberat
konfigurasi pada pendaratannya
 Kolom (9) : F . Forecast Annual Departure
 Kolom (10) : log R1 = (log R2) x (W2/W1)1/2

6.4 Perhitungan Tebal Perkerasan

6.4.1 Tebal Perkerasan Total


Untuk CBR tanah dasar = 6,07% tebal perkerasan total dihitung dengan
menggunakan gambar 6.17 untuk B-747-300 berat kotor landasan 710000 lbs dengan
annual departure 2190. Menghitung tebal perkerasan total flexible menggunakan gambar
6.17 didapat tebal perkerasan 15,5 inch = 39,4 cm.

6.4.2 Tebal Subbase Course


Tebal Subbase Course juga dihitung dengan grafik 6.17. akan tetapi nilai CBR
yang digunakan sesuai dengan data yaitu 26%. Dengan cara yang sama maka didapat
nilai tebalsubbase course = 10 inch = 25 cm. angka ini berarti ketebalan surface base
diatas lapisan subbase dengan 26% diperlukan 10 inch = 25 cm, maka tebal subbase = 6,2
inch = 15,8 cm.
42
6.4.3 Tebal Permukaan
Pada grafik 6.17 tercantum tebal lapisan surface adalah:

 Untuk daerah kritis = 4 inch = 10,16 cm.


 Untuk daerah nonkritis = 3 inch = 7,62 cm.

6.4.4 Tebal Base Course


Ketebalan bisa dihitung menggunakan 6,2 – 4 = 2,2 inch. Hasil perhitungan base
course ini harus diuji terhadap grafik 6,24 didapat tebal base course minimum = 6,07
inch. Selisih base course = 6,07 – 2,2 = 3,87 inch = 9,83 cm. nilai tersebut tidak
ditambahkan dengan tebal total perkerasan, tapi diambil tebal subbase = 9,3 – 3,87 = 5,43
inch = 13,79 cm.

6.4.5 Tebal Daerah Tidak Kritis


Ketebalan daerah tidak kritis dipakai faktor pengali 0,9 kali base dan subbase
yang kritis. Pada daerah pinggir dikali dengan faktor pengali 0,7 namun hanya berlaku
pada base course karena subbase terdiri dilalui oleh drainase melintang landasan bagian
transisi dan surface terlihat pada gambar 2.5 (buku “Merancang dan Merencanakan
Lapangan Terbang” Ir. Heru Basuki)

Kesimpulan:

Hasil perhitungan diadakan pembuatan kelas sebagai berikut:

Tabel 6.6 Kesimpulan total tebal perkerasan

Kritis Nonkritis Pinggir


in cm in cm in cm
Surface Aspal 4 10,16 3 7,62 2 5,08
Base Course 2,2 5,59 3,87 9,83 4 10,16
Subbase Course 9,3 23,6 6,3 15,75 8 20,23
Drainase Melintang 0 0 3 7,62 7 17,78

Cek:

Total ketebalan perkerasan = Tebal (Surface + Base Course + Subbase Course)

15,5 = 4 + 2,2 + 9,3

15,5 = 15,5 Ok!

43

Anda mungkin juga menyukai