Anda di halaman 1dari 22

Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar

Fakultas Teknik
Program Studi: Teknik Sipil, Teknik Mesin, Teknik Elektro, Teknik Kimia, Teknik Informatika
Kampus Daya (Kantor Pusat) Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 13 Daya (0411) 586-748, 586-702
Kampus Cendrawasih Jl. Cendrawasih No.65 (0411) 855-397, 873-259 Makassar Indonesia

Program Studi Teknik Sipil


SOAL TUGAS PELABUHAN

NAMA : ROINALDY SANGLE


STAMBUK : 6160505170301
KELAS : B6

Data Kapal :
 Type / Jenis Kapal = Kapal Barang
 Tonase = 5.000 DWT
 Panjang Kapal = 122 m
 Lebar Kapal = 18,30 m
 Draft Kapal = 7,50 m
` Hasil Analisis Pasang Surut:
 HWS = + 1,80 m LWS
 LWS = 0,00 m LWS
 MSL = + 0,90 m LWS
Hasil AnalisisTanah = Terlampir
Rencanakan / Hitung :
1. Arah & Kecepatan Angin (Gambar Mawar Angin untuk data 1 tahun)
2. Type Dermaga (disertai penjelasan)
3. Panjang & Lebar Dermaga
4. Lebar Alur
5. Elevasi Lantai Dermaga & Elevasi Dasar Laut
6. Panjang & Lebar Trestel untuk Dermaga Type Jetty
7. Beban - Beban yang bekerja pada Dermaga
8. Kebutuhan Luas Gudang & Lapangan Penumpukan Terbuka
Gambar / Sketsa :
 Layout (penempatan dermaga dan fasilitas berupa gudang, lapangan penumpukan
terbuka dan jalan)
 Tampak Depan Dermaga
 Potongan Memanjang Dermaga

Makassar, ..........................

Asisten Tugas

Ir. Sufiati Bestari., M.T


Rencanakan / Hitung :
1. Arah & Kecepatan Angin (Gambar Mawar Angin untuk data 1 tahun)
 Stasiun Klimatologi Medan

2. Type Dermaga (disertai penjelasan)

Type Dermaga

Dermaga merupakan tempat dimana kapal akan bertambat dan melakukan bongkar muat barang. Panjang
dermaga harus cukup untuk menampung seluruh panjang kapal atau setidak-tidaknya 80% dari panjang
kapal. Hal itu perlu mengingat barang dibongkar muat melalui bagian muka, belakng, dan tengah kapal.
Desain pelabuhan yang direncanakan adalah Pelabuhan dengan Dermaga Tipe Jetty.

Pantai mempunyai kemiringan kecil (landai) dan pelabuhan akan digunakan untiuk
berlabuh kapal barang curah cair/padat (kapal minyak, kapal LNG, kapal/tongkang batubara,
dan semacamnya) dengan bobot cukup besar (draft kapal besar). Bongkar muat barang dapat
dilakukan dengan menggunakan pompo uuntuk minyak dan LNG, sedang untuk batu bara bisa
menggunakan belt conveyor. Dengan demikian muatan tersebut tidak memberikan beban yang
besarpada dermaga. Mengingat hal tersebut, apabila digunakan wharf diperlukan kedalaman
pelabuhan yang dalam sehingga struktur dermaga sangat besar/berat dan pengerukan dasar
laut dalam jumlah besar. Dalam hal ini, penggunaan jetty akan lebih efesien dan murah.
Pelabuhan Pertamina Cilacap adalah salah satu contoh jetty untuk kapal tanker, dan Pelabuhan
Badak Kalimantan Timur adalah contoh jetty untuk kapal LNG, sedang contoh dermaga untuk
membbongkar muatan batu bara adalah jetty PLTU ( Pembangkit Listrik Tenaga Uap )
Tanjungjati Jepara Jawa Tengah. Meskipun pada umumnya jetty digunakan untuk merapat
kapal barang curah cair maupun padat , namun dermaga kapal peti kemas dipelabuhan
Tanjung Perak Surabaya menggunakan Tipe Jetty. (Bambang Triatmojdo: 2010, hlm. 202).

Tipe Jetty
Jetty adalah dermaga yang menjorok ke laut sedemikian sehingga sisi depannya berada
pada kedalaman yang cukup untuk merapat kapal. Jetty digunakan untuk merapat kapal
tanker atau kapal pengangkut gas alam, yang mempunyai ukuran sangat besar. Sisi
mukanya biasanya sejajar dengan pantai dan dihubungkan dengan daratan oleh jembatan
yang membentuk sudut tegak lurus dengan jetty.
Alasannya :

 Akan lebih ekonomis karena tidak memerlukan pengerukan guna menghindari biaya

operasional yang besar.

 Pada saat terjadi muka air terendah kapal masih mampu merapat dan tidak terkandas atau

terhambat pada permukaan dasar laut.

 Berdasarkan nilai LWS nilai muka air terendah, kapal tidak akan kandas dan dermaga tidak

akan tergenang pada saat muka air tinggi karena menggunakan tipe dermaga Jetty.

 Jetty biasanya searah dengan garis pantai dan dihubungkan dengan daratan oleh jembatan

yang biasanya membentuk sudut tegak lurus dengan jetty sehingga jetty dapat berbentuk

huruf T atau L.

 Jetty adalah dermaga yang menjorok ke laut dan biasanya kapal dapat merapat di kedua sisi

jetty.

Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal kedalaman air di alur masuk
harus cukup besar untuk pada muka air terendah dengan kapal bermuatan penuh.
Kedalaman air ini ditentukan oleh berbagai faktor seperti yang ditunjukkan dalam gambar
berikut. Kedalaman air total adalah :

H=d+G+R+P+S+K

d : draft kapal
G : gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat
R : ruang kebebasan bersih
P : ketelitian pengukuran
S : pengendapan sedimen antara dua pengerukan memungkinkan pelayaran
K : toleransi pengerukan

- Kedalaman alur pelayaran (H) dihitung dari tinggi muka air surut terendah
yakni dari LWS 0,00 m.
- Nilai draft kapal (d) dalam tabel karakteristik kapal perlu ditambah dengan
angka koreksi karena adanya salinitas dan kondisi muatan. Angka koreksi
minimum 0,3 (Bambang Triatmojdo: 2010, hlm. 149).
- Di mulut pelabuhan dengan gelombang besar, Brunn (1981) memberikan
ruang kebebasan bruto sebesar 20% atau sebesar 0,2 m dari draft kapal
(Bambang Triatmodjo: 2010, hlm. 146).
- Ketelitian pengukuran (P) tergantung pada alat ukur yang digunakan, faktor

lingkungan yang mempengaruhi pengukuran seperti arus, gelombang, dan

pasang surut. Diasumsikan pengukuran kedalaman memakai alat perum

gema. Berdasarkan SNI 8283:2016 tentang ”Metode pengukuran kedalaman

menggunakan alat perum gema untuk menghasilkan peta batimetri” ketelitian

pengukuran pada kedalaman sampai 60 m mencapai 10 cm.

- Lalu, besarnya endapan antara dua pengerukan (S) tergantung pada transpor
sedimen yang terjadi dalam area pelabuhan. Pelabuhan rencana berada di
daerah dengan gelombang dan angkutan sedimen besar dan dasar laut
berpasir. Diasumsikan pengerukan akan dilakukan setiap 10 tahun dimana
dalam satu tahun tinggi endapan yang terjadi sebesar 5 cm, maka pada 10
tahun ke depan tinggi endapan sebesar 50 cm.
- Tolerasi pengerukan (K) tergantung dari alat keruk yang digunakan. Dalam
buku Criteria for the Depths of Dredged Navigational Channels (1983)
besarnya toleransi pengerukan umumnya sebesar 2 feet atau 0,6 m.

Maka kedalaman alur ialah:

H = -(7,50 + 0,3) + (-1,5) + (-7,50 x 20%) + (-0,5) + (-0,6) + (-0,5)

= -12,40 m

0,00 m

-7,50 + 0,3 +
+m
d

- 1,50
G
m
- 12,40 m - 7,50x20%

25
R
- 0,5 m G
P
- 0,6 m
S
Elevasi Dasar Laut = - 12,40 m
Maka Kedalaman laut harus pada level tinggi muka air minimum ditambah full draft, hingga dermaga
- 0,5 m K

Loa = 122 m
harus pada kontur tersebut
Full Draft Kapal : H + LWSL
Kedalaman laut = Full Draft + LWS : (-14,8 m) + (-1,0 m)
= (-12,40) + (0,00)
: -15,8 m
= -12,40 m

3. Panjang & Lebar Dermaga

Lp = 244 m
d = 363 m
e=8m

15

Dermaga yang digunakan adalah dermaga tipe Jetty berbentuk L dengan 2 (dua) tambatan agar waktu

operasionalnya dapat berjalan dengan cepat serta dapat mengefisiensikan waktu.

Panjang dermaga dan Lebar dermaga dapat di hitung dengan rumus sebagai berikut
25

Lp = n × Loa + (n-1)× 15 + 50 B = a +2 e
a = 3m

Dengan :

Lp = Panjang Dermaga

Loa = Panjang kapal yang ditambat

A = Luas Gudang

n = Jumlah kapal yang ditambat

b = Lebar Gudang (min 60m)

a = Lebar Apron (min 3m)

e = Lebar Jalan (min 8m)


B = Lebar Dermaga

Data Kapal :
 Type / Jenis Kapal = Kapal Barang Curah

 Tonase = 5.000 DWT

 Panjang Kapal = 122 m

Maka :

Panjang Dermaga

Lp = n x Loa + (n - 1) x 15 + 50

= 2 x 122 + (2 - 1) x 15 + 50

= 309 m

Lebar Gudang

d = Lp – 2e

= 309 – (2 × 8)

= 293 m

Lebar Dermaga

Lebar dermaga (Bp) = 2a + b


Dengan :
a = Lebar apron (min 3m)
b = lebar gudang (berdasarkan penentuan lebar apron dari Quinn A.
Def., 1972 dalam “Perencanaan Pelabuhan” Bambang Triatmodjo, hlm. 218, lebar
gudang minimal 60,0 m; diasumsikan 80 m)

Maka :
Bp = 2a + b
= 2(3) + 80
= 86 m
*syarat lebar gudang min 60 m (Bambang Triadmojo)
*lebar apron dan jalan apron liat gambar 6.29 (Quinn A, Def., 1972)
Desain Pelabuhan

4. Lebar Alur

Lp = 480 m
25 Loa = 240 Loa = 240 m 25
1
m
5
Penamba
a=3 t tali
m Dermaga jangkar
e=8 kapal
m

Lebar Alur biasanya diukur pada kaki sisi miring saluran atau pada kedalaman yang
direncanakan. Lebar alur tergantung dari beberapa faktor, yaitu :
1. Lebar, kecepatan, dan gerakan kapal.
Trestel

2. Trafik kapal, apakah alur direncanakan untuk satu atau dua jalur.
3. Kedalaman alur.
4. Apakah alur sempit atau lebar.
5. Stabilitas tebing alur.
6. Angina, gelombang arus dan arus melintang dalam alur.

Tidak ada rumus yang memuat faktor-faktor tersebut secara eksplisit, tetapi beberapa kriteria telah
ditetapkan berdasarkan pada lebar kapal dan faktor-faktor tersebut secara eksplisit.
Alur pelayaran yang di pilih yaitu 2 alur pelayaran, dengan tujuan untuk mengarahkan kapal-
kapal yang akan keluar masuk ke pelabuhan agar pelabuhan bisa lebih teratur dan proses kegiatan
bongkar muat lebih cepat di lakukan supaya kapal tidak mengantri saat ingin bersandar ke dermaga.
Memilih alur pelayaran dua kapal dilihat juga jumlah tambatan kapal pada dermaga yaitu dua
tambatan agar lalu lintas kapal dapat teratur dan tidak adanyanya kemacetan pada alur pelayaran.
Lebar alur dapat di hitung sebagai berikut :
Lebar Alur = 1,5×(B) + 1,8×(B) + 1,0×(B) + 1,8×(B) + 1,5×(B)
Diketahui:
Lebar Kapal (B) = 18,30 m
Maka:
Lebar Alur = 1,5×(B) + 1,8×(B) + 1,0×(B) + 1,8×(B) + 1,5×(B)
= (1,5×18,30) + (1,8×18,30) + (1,0×18,30) + (1,8×18,30)
= 111,63 m

5. Elevasi Lantai Dermaga & Elevasi Dasar Laut GAMBAR


 Elevasi Lantai Dermaga
Elevasi lantai dermaga dapat di hitung sebagai berikut :

Elevasi Lantai Dermaga = HWSL + TINGGI JAGAAN + TEBAL DERMAGA

Data :
a. HWSL = +1,80 m
b. Tinggi Jagaan = (Umumnya 50 cm = 0,5 m)
c. Tebal Dermaga = 1,5 m
Maka :
Elevasi Lantai Dermaga = HWSL + Tinggi Jagaan + Tebal Dermaga
= 1,80 + 0,5 + 1,5
= 3,8 m

 Elevasi Dasar Laut


Elevasi Dasar Laut = - 12,40 m (di dapat dari hasil perhitungan nomor 2)

Elevasi Lantai Dermaga = + 3,8 m


Trestel
Lantai Dermaga +1,5m

Tinggi jagaan = + 0,5 m


HWSL = + 0,00 m

0,00 m

7,50 + 0,3 + d
+m
- 1,50
- 7,50x20% G
m
- 0,6 m
- 0,5 m R
- 12,40 m Full Draft Kapal : H
G + LWSL
P
: (-14,8 m) + (-1,0 m)
: -15,8 m
S

- 0,5 m K

Elevasi Dasar Laut = - 12,40 m


6. Panjang & Lebar Trestel untuk Dermaga Type Jetty

Lapangan
Penumpukan
Terbuka Kantor
Gudang Laut Kantor
Kantor Lapangan
Penumpukan
Terbukat

Gudang Laut
Kantor

Alu levas
rP
E
ela
yar ar La
iD
an
as
=1 t=-
2,4
u
0 m 1,78 m
2
 Menghitung Panjang dan Lebar Trestel :
Dik : - Jarak Trestel pada peta : 6 cm
- Skala Peta : 1 : 2500

Panjang Trestel = jarak trestel pada peta x skala


= 3 cm x2500
= 7500 cm
= 75 m

Dik : Lebar jalan : 8 m


Lebar treste = 2 x lebar jalan
=2x8
= 16 m

7. Beban - Beban yang bekerja pada Dermaga


a) Pembebanan Arah Vertikal
1. Beban Mati/Beban Sendiri
Beban mati atau beban sendiri merupakan beban yang memiliki besar yang
konstan dan terdapat pada satu titik tertentu. Beban mati meliputi beban
struktur yang ditinjau yaitu beban pelat, balok memanjang dan melintang, serta
pier.
Untuk beban pelat, pertama dihitung beban terbagi ratanya pada setiap
luasan pelat, kemudian dicari beban terbagi rata ekuivalensinya yang akan
diterima pada balok. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pelaksanaan analisa
strukturnya. Pada balok, beban terbagi ratanya tergantung dari beban yang
direncanakan, dan begitu juga dengan pier. Akhirnya semua beban tersebut
dijadikan satu dalam berat sendiri. Untuk sebagian besar beton bertulang, harga
standar berat volume yang dipakai adalah 2.4 t/m3 (2400 kg/m3).

q D =LP × B P × h × B j Beton¿ 309 ×86 × 0,5× 2,4¿ 31 .888 , 8 ton

Keterangan :
Lp = Panjang Pier/Dermaga
Bp = Lebar Pier/ Dermaga
h = Tebal Plat Lantai Beton Dermaga
Bj = Berat Jenis Beton Normal (2,4 t/m3)

2. Beban Hidup
Beban hidup adalah beban yang besar yang berada di atas dermaga dan
letaknya dapat berubah. Beban ini meliputi beban orang, beban forklift, beban
truk, beban hujan, beban conveyor dan beban crane.
Beban Truk menurut RSNI – T – 02 – 2005 tentang “Standar Pembebanan
untuk Jembatan”:

Diketahui :
Berat Truk (W) = 45 ton (Truck Trailer)
Lebar Truk (b) = 2,4 m
Panjang Truk (p) = 18 m
A = p×b
=18×2,4
2
=43 ,2 m
Mobile Crane dalam RSNI – T – 02 – 2005 tentang “Standar Pembebanan
untuk Jembatan”:
Diketahui :
Berat Crane (W) = 75 ton
Lebar Crane (b) = 6,16 m
Panjang Crane (p) = 7,8 m
A = p×b
=7,8×6 , 16
2
=48 ,048 m
b) Pembebanan Arah Horizontal
Pada arah horizontal dermaga mengalami pembebanan oleh gaya benturan
kapal ketika merapat pada dermaga (gaya sandar, berthing forces) dan gaya tambat
(mooring forces), yaitu gaya yang ditimbulkan ketika kapal bertambat di dermaga
yang disebabkan oleh angin, arus, dan gelombang.
Diketahui:
Bobot Kapal = 5.000 DWT
Berat Total (Wt) = 8.440 ton (lihat Tabel 1.2, Bambang
Triatmodjo:2010, hlm.37)
Panjang Kapal (Loa) = 122 m
Lebar Kapal (B) = 18,30 m
Draft (d) = 7,50 m
Kecepatan merapat kapal (V) = 0,12 m/s (Lihat Tabel 6.1, Bambang
Triatmodjo:2010, hlm.221)
Percepatan gravitasi (g) = 9,81 m/s2
Koef. Kekerasan (Cs) = 1 (Bambang Triatmodjo:2010,
hlm.221)
Koef. Bentuk dari tambatan (Cc) = 1 (Bambang Triatmodjo:2010,
hlm.221)
Sudut Merapat (ϕ) = 10° (benturan maksimum terjadi
apabila kapal bermuatan penuh
menghantam dermaga pada sudut 10º
terhadap sisi depan dermaga,
Bambang Triatmodjo:2010 hlm. 219)
Bj Air Laut (γw) = 1,025 t/m3 (1025 kg/m3)
Kecepatan angin maksimum (Vw) = 65,853 m/s (diambil dari tabel data
angin satu tahun yang dipakai
membuat diagram Mawar Angin)

Luas bidang kapal terkena angin (Aw) = 3324 m2 (diandaikan)


Luas bidang kapal terendam (Ac) = 855,2 m2 (diandaikan)
Kecepatan arus (Vc) = 1,2 m/s (diandaikan)

1. Gaya Sandar (Berthing Forces)


Ketika kapal merapat ke dermaga dapat terjadi benturan antara kapal yang
bergerak dan dermaga. Gaya yang timbulkan oleh benturan tersebut disebut
gaya sandar. Gaya benturan tersebut menimbulkan energi benturan. Untuk
memperkecil energi benturan yang terjadi pada sisi dermaga dipasang fender
(Bambang Triatmodjo:2010, hlm. 219-223). Perhitungan besar energi benturan
dan kebutuhan akan fender pada dermaga dapat dihitung dengan cara sebagai
berikut:
Panjang Garis Air:
1,0193 1,0193
L pp=0,846 × L oa =0,846 × 122 =113 , 239 m

Koefisien Blok Kapal:


W 8440
C b= = =0,5 30
L pp × B × d × γ 0 113,239 ×18 , 3 0 ×7 , 50 ×1,025

Koefisien Massa:
π d 3,14 7,50
C m=1+ x =1+ x =2,2 14
2C b B 2× 0 ,530 18 ,30

Koefisien Eksentrisitas:
Dengan koef. Blok Cb = 0,530, maka dari gambar 6.30 pada buku
“Perencanaan Pelabuhan” (Bambang Triatmodjo:2010, hlm.223) didapatkan
rasio r/L = 0,217.
Sehingga r = 0,217 x Loa = 0,217 x 122 = 26,474 m.
Untuk perencanaan kapal yang bersandar di dermaga:
1 1
l= × L oa= ×122=30 , 5 m
4 4
Koefisien Eksentrisitas dihitung dengan rumus:
1 1
C e= 2
= =0 , 430
30,5 2
1+ ( rl ) 1+(26,474 )
Komponen kecepatan kapal dalam merapat yang tegak lurus dengan
dermaga/pier. Untuk kapal dengan bobot di atas 30000 DWT kecepatan
merapat kapal ialah V = 0,12 m/s (Lihat Tabel 6.1, Bambang
Triatmodjo:2010, hlm.221).
V x =V ×sin 10 °=0 ,12×sin 10°= 0,021 m/s

Energi Sandar (Berthing Energy):


W V x2 5000 ×0,02 12
E= ×C m . C e . Cs . Cc = ×2 , 214 ×0,430 × 1×1=0 , 107 ton. m
2×g 2 × 9,81

Jadi energi yang membentur dermaga ialah sebesar 0,107 ton.m.

Perencanaan Fender:
Dari perhitungan sebelumnya diketahui bahwa besar energi benturan yang
disebabkan oleh kapal merapat ke dermaga adalah E = 0,107 tm. Tipe
fender ditentukan berdasarkan nilai tersebut dan karakteristik fender yang
akan dipakai.
Fender yang akan dipakai ialah fender karet Seibu tipe V (300H) dengan
Energi serap = 2,25 ton.m (>0,107 tm), Reaksi = 22,5 ton, Defleksi = 135
mm atau 0,135 m (Lihat Tabel 7.3, “Bambang Triatmodjo:2010, hlm.269”),
maka besar gaya bentur yang diserap oleh sistem fender ialah (F):
W 5000
F= × V x 2= × 0,0212 =1, 665 ton. m
g × d fender 9,81 ×0,135

2. Gaya Tambat
Kapal yang merapat di dermaga ditambatkan dengan tali pada bollard untuk
menahan gerakan kapal akibat angin dan arus. Gaya tarikan kapal pada alat
penambat inilah yang disebut gaya tambat (mooring forces). Karena itu, bollard
yang dipasang pada dermaga harus mampu menahan gaya tarikan tersebut.
 Gaya akibat angin
Angin dapat menyebabkan gaya pada dermaga. Angin yang berhembus ke
badan kapal yang ditambatkan mengakibatkan gerakan pada kapal. Selanjutnya
kapal yang bergerak akibat gaya angin tersebut menyebabkan terjadinya gaya
tarikan atau gaya tumbukan pada alat penambat tergantung dari mana arah
angin berhembus. Besar gaya angin bergantung pada arah hembusan angin, dan
dapat dihitung dengan rumus:

Pa = 0,063 V2 = 0,063 x 65,8532 =273,207 kg/m2

Misalnya proyeksi bidang yang tertiup angin adalah 70% dari luas bagian
kapal yang berada di atas permukaan air maka gaya pada kapal adalah:
Gaya lateral  angin datang arah lebar α = 90°:
Rw =1,1× P a × 70 % × A w =1,1× 273,207 ×70 % × 3324=699. 267 , 85263 kg ≈ 699 , 268 ton
Gaya longitudinal  angin datang arah buritan α = 180°:
Rw =0,5 × Pa ×70 % × A w =0,5 × 273 ,207 ×70 % ×3324=3 17 . 849 ,0238 kg ≈317 ,849 ton
Gaya longitudinal  angin datang arah haluan α = 0°:
Rw =0,42× Pa × 70 % × A w =0,42 ×273,207 ×70 % × 3324=266 .993,1799 kg ≈ 266 , 993 ton
 Gaya akibat arus
Arus yang bekarja pada bagian kapal yang terendam air juga akan
menyebabkan terjadinya gaya pada kapal yang kemudian diteruskan pada alat
penambat dan dermaga. Gaya tersebut dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
V
c2
( )
Ra = Cc x γw x Ac x 2×g

1, 22
= 1 x 1025 x 855,2 x ( )
2× 9,81
= 64.336,1468 kg = 64,336 ton
 Gaya pada bollard
Bollard adalah alat penambat yang dipakai untuk mengikatkan atau
melilitkan tali atau rantai kapal pada dermaga ketika bersandar di dermaga.
Tali-tali penambat diikatkan pada bagian haluan, buritan, dan badan kapal.
Pada bollard bekerja gaya tarikan dari kapal yang bergerak akibat tipuan angin
dan arus. Karena itu, bollard harus mampu menahan gaya tarikan tersebut.
Paling tidak gaya minimum yang harus ditahan bollard ialah besar gaya yang
bisa memutuskan tali penambat. Selain bollard adapula alat pengikat yang
disebut bitt (ukurannya lebih kecil daripada bollard). Bitt dipakai untuk
mengikat kapal pada kondisi cuaca normal, sedangkan bollard dipakai pada
kondisi badai.
Dimensi bollard dan pengangkerannya pada dermaga harus direncanakan
dengan baik sehingga mampu menahan gaya. Berdasarkan Tabel 6.2 dalam
“Perencanaan Pelabuhan” (Bambang Triatmodjo:2010, hlm. 226) . maka dapat
diketahui bahwa gaya-gaya yang bekerja pada setiap bollard ialah:
P = 200 kN

8. Perhitungan Kebutuhan Luas Gudang dan Lapangan Penumpukan Terbuka


Menurut Bambang Triatmodjo, luas gudang dan lapangan penumpukan
terbuka dapat dihitung dengan persamaan berikut (Bambang Triatmodjo: 2010,
hlm. 308):

T ×TrT ×Sf
A=
365×Sth×(1−BS )

Keterangan :
A = luas gudang/lapangan penumpukan (m2)
T = throughput per tahun (muatan yang lewat tiap tahun, ton)
TrT = transit time (waktu transit, hari, diasumsikan 7 hari)
Sf = storage factor (rata-rata volume untuk setiap satuan berat komoditi,
m3/ton, misalnya 1 m3 muatan mempunyai berat 1,5 ton, berarti

1
Sf = =0 ,6667 m3 /ton
1,5 untuk penyimpanan di gudang dan
diasumsikan 1,0 m3/ton untuk penyimpanan di lapangan
penumpukan.
Sth = stacking height (tinggi tumpukan muatan, m, diasumsikan 3 m
untuk penyimpanan di gudang dan 2 m untuk penyimpanan di
lapangan penumpukan)
BS = broken stwage of cargo (volume ruang yang hilang di antara
tumpukan muatan dan ruang yang diperlukan untuk lalu lintas alat
pengangkut seperti forklift atau peralatan lain untuk menyortir,
menumpuk dan memindahkan muatan, %, diasumsikan 50%)
365 = jumlah hari dalam satu tahun.
Untuk menggunakan rumus di atas harus diketahui terlebih dahulu bagaimana arus
barang yang melalui dermaga dan berapa besar muatan yang lewat tiap tahun. Karena
kedua hal itu tidak diketahui maka harus diasumsikan. Diasumsikan arus barang yang
akan melalui dermaga sebesar 75% diangkut langsung ke tempat tujuan dan 25 %
tertahan di pelabuhan. Sebanyak 25 % dari barang yang tertahan tersebut 80 %
disimpan di gudang sedang 20 % disimpan di lapangan penumpukan.
 Luas Gudang
Panjang gudang:
d = L – (c + e)
= 122 – (15 + 7,5)
= 99,5 m ≈ 100 m
Dengan:
- L = panjang kapal
- c = tempat b/m, truk dengan lebar minimal 12,0 m (berdasarkan
penentuan lebar apron dari Quinn A. Def., 1972 dalam
“Perencanaan Pelabuhan” oleh Bambang Triatmodjo, hlm.
218; diasumsikan 15 m)
- e = lebar jalan (dari sumber yang sama, dengan asumsi lebar
apron 12,9 m diperoleh e = 7,5 m)
Lebar gudang:
b = 80 m (sudah diasumsikan sebelumnya pada perhitungan
dimensi dermaga)
maka luas gudang yang diperlukan ialah :
A =dxb
= 100 x 80
= 8.000 m2
 Luas Lapangan Penumpukan Terbuka
Sebelum mencari luas tersebut harus dicari dahulu berapa nilai T untuk
gudang (T1) dan lapangan penumpukan terbuka (T2).

A × 365× St h×(1−BS) 8000 ×365 ×3 ×(1−0,5)


T 1= = =938 . 524 , 502ton
TrT × Sf 7 × 0,6667

Jika T1 = 80 % dari muatan kapal yang tertahan di dermaga dan T2 = 20%


sisanya maka T2 = ¼ T1 = 234.631,1255 ton.

Maka luas lapangan penumpukan terbuka ialah:


T 2 × TrT × Sf 234.631,1255 ×7 × 1 2 2
A= = =4.499,775 m ≈ 4500m
365 × St h ×(1−BS) 365 ×2,0 ×(1−0,5)

Gambar / Sketsa :
1000 m
250 kendaraan 4m

5m

8m

5m

520 m
40 deret
Lp = 309 m

25 m Loa = 122 m 15 m Loa = 122 m 25 m


mm

Kapal 1 Kapal 2

a=3m
B = 11 m e=8m

Pesisir Pantai

Gudang Laut Gudang Laut 60,6 m


60,6 m
66 m 66 m

Lapangan
Gudang Gudang
Penumpukan
Lapangan Lapangan 1000 m
KANTOR

PARKIR
KANTOR

520 m

Anda mungkin juga menyukai