Anda di halaman 1dari 43

Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar

Fakultas Teknik
Program Studi: Teknik Sipil, Teknik Mesin, Teknik Elektro, Teknik Kimia, Teknik Informatika

Kampus Daya (Kantor Pusat) Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 13 Daya (0411) 586-748, 586-702
Kampus Cendrawasih Jl. Cendrawasih No.65 (0411) 855-397, 873-259 Makassar Indonesia

Program Studi Teknik Sipil

SOAL TUGAS PELABUHAN

NAMA : FELIX REYFALDI L.A


STAMBUK : 6160505170364
KELAS : B6

Data Kapal :
• Type / Jenis Kapal = Kapal Barang Umum
• Tonase = 30.000 DWT
• Panjang Kapal = 213 m
• Lebar Kapal = 30,10 m
• Draft Kapal = 13,40 m
` Hasil Analisis Pasang Surut:
• HWSL = + 2,30 m LWS
• LWSL = 0,00 m LWS
• MSL = + 1,15 m LWS
Hasil AnalisisTanah = Terlampir
Rencanakan / Hitung :
1. Arah & Kecepatan Angin (Gambar Mawar Angin untuk data 1 tahun)
2. Type Dermaga (disertai penjelasan)
3. Panjang & Lebar Dermaga
4. Lebar Alur
5. Elevasi Lantai Dermaga & Elevasi Dasar Laut
6. Panjang & Lebar Trestel untuk Dermaga Type Jetty
7. Beban - Beban yang bekerja pada Dermaga
8. Kebutuhan Luas Gudang & Lapangan Penumpukan Terbuka Gambar /
Sketsa :
• Layout (penempatan dermaga dan fasilitas berupa gudang, lapangan penumpukan
terbuka dan jalan)
• Tampak Depan Dermaga
• Potongan Memanjang Dermaga

Makassar, ..........................

Asisten Tugas

Ir. Sufiati Bestari., M.T.


A. Pendahuluan

Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang


terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut
meliputi dermaga dimana kapal bertambat untuk bongkar muat barang, gudang laut
(transito) dan tempat-tempat penyimpanan dimana kapal membongkar muatannya,
dan gudang-gudang dimana barang-barang dapat disimpan selama menunggu
pengiriman ke daerah tujuan atau pengapalan. Pelabuhan merupakan suatu pintu
gerbang dan pemelancar hubungan antar daerah, pulau atau bahkan antar benua dan
bangsa yang dapat memajukan daerah belakang atau daerah pengaruh. Daerah
belakang adalah daerah yang mempunyai kepentingan hubungan ekonomi, social dan
lain-lain dengan pelabuhan tersebut. Menurut Tiatmodjo selain untuk kepentingan
social dan ekonomi, adapula pelabuhan yang dibangun untuk tegaknya suatu negara.
Dalam hal ini pelabuhan disebut dengan pangkalan angkatan laut atau pelabuhan
militer.
Dalam bahasa Indonesia dikenal dalam 2 istilah yang berhubungan dengan
arti pelabuhan yaitu Bandar dan pelabuhan. Bandar (Harbour) adalah daerah perairan
yang terlindungi terhadap gelombang dan angin untuk berlabuhnya kapal-kapal.
Pelabuhan adalh daerah perairan yang terlindungi terhadap gelombang yang
dilengkapi dengan fasilitas terminal laut seperti dermaga dan gudang.kedua istilah
tersebut sering tercampur, sehingga orang mengartikannya sama. Pelabuhan adalah
Bandar yang dilengkapi dengan bangunan-bangunan untuk pelayanan penumpang
dan muatan seperti dermaga tambatan dan segala perlengkapannya (Triadmodjo,
2008 : 3)
B. Perancangan Pelabuhan Barang

Pelabuhan yang akan dirancang ialah pelabuhan barang yang secara khusus
melayani kegiatan bongkar muat untuk kapal barang umum (general cargo).
Langkah kerja dimulai dari pemaparan dan pengolahan beberapa data yang
diperlukan kemudian dilanjutkan dengan perhitungan dimensi beberapa fasilitas
pokok pada pelabuhan barang. Terakhir hasil dari pengolahan data dan perhitungan
tersebut akan ditampilkan dalam sebuah gambar/sketsa pelabuhan beserta detaildetail
gambar seperti yang diminta dalam blanko tugas.

1. Data-data Perencanaan

Dalam perencanaan suatu pelabuhan dibutuhkan beberapa data. Data-data


tersebut mencakup data topografi dan bathimetri, data angin, data pasang surut,
data gelombang, data mekanika tanah, dan data kapal. Di sini tidak semua data
tersebut akan dilampirkan. Berdasarkan uraian dalam blanko tugas, untuk
merancang suatu pelabuhan setidaknya dibutuhkan data-data berikut ini:

a) Data Topografi dan Bathimetri (Peta no. 1)


Menurut Pasal 1 UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, “Pelabuhan
adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau
bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan
penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda
transportasi.”
Pada umumnya pelabuhan terdiri dari daerah daratan dan daerah pantai.
Idealnya, daerah daratan cukup luas untuk membangun pelabuhan beserta semua
fasilitasnya. Dilihat dari bentuk topografinya, daratan pada peta cukup luas
sehingga memungkinkan untuk membangun fasilitas-fasilitas pelabuhan seperti
dermaga, jalan, dan gudang. Luasnya daerah pelabuhan juga memungkinkan bagi
pengembangan pelabuhan di masa mendatang.
Pantai pada peta diasumsikan adalah pantai berpasir. Dilihat dari garis
kontur yang membentuk daerah kedalaman, pantai tersebut termasuk landai.
Jarak dari bibir pantai (kontur 0,00) ke kedalaman 1 m (kontur -1,00) saja relatif
cukup jauh. Karena itu, kemungkinan untuk pembangunan pelabuhan akan
memerlukan pengerukan ataupun reklamasi untuk menjangkau daerah yang
kedalamannya cukup untuk kapal berlabuh.
WIND ROSE PLOT: DISPLAY:

Station # 1 Wind Speed


Direction (blowing from)

NORTH

10.3%

8.24%

6.18%

4.12%

2.06%

EAST

WEST

WIND SPEED
(Knots)

>= 21.58
17.11 - 21.58
11.08 - 17.11

SOUTH 7.00 - 11.08


4.08 - 7.00
0.97 - 4.08
Calms: 0.00%

COMMENTS: DATA PERIOD: COMPANY NAME:

Start Date: 1/1/2012 - 01:00


End Date: 12/31/2012 - 06:00
MODELER:

CALM WINDS: TOTAL COUNT:

0.00% 366 hrs.

AVG. WIND SPEED: DATE: PROJECT NO.:

12.04 Knots 5/26/2020


WRPLOT View - Lakes Environmental Software

DIAGRAM MAWAR ANGIN


Mawar angin atau cakra angin (wind rose) adalah sebuah metode
penggambaran informasi mengenai kecepatan dan arah angin pada suatu lokasi
tertentu. Mawar angin digambarkan dalam format melingkar dengan skema
frekuensi angin yang berhembus dari arah tertentu. Panjang setiap mahkota
menunjukkan tingkat frekuensi berhembusnya angin dari arah tersebut, bernilai
nol di pusat mawar dan terus meningkat hingga tepi mawar. Pelabuhan akan
dibangun di pantai yang terbuka ke laut. Dengan kondisi seperti itu, data angin
sangat dibutuhkan kerena angin menimbulkan arus dan gelombang serta
menimbulkan tekanan pada kapal dan bangunan pelabuhan.
.
b) Data Kapal Barang Umum
Dimensi kapal, bobot kapal, jumlah kapal yang melaut, serta durasi kapal
melaut menentukan dimensi kolam pelabuhan. Kedalaman kolam pelabuhan
dan lebar serta kedalaman alur pelayaran ditentukan berdasarkan ukuran kapal
terbesar. Kapal terbesar yang akan menggunakan pelabuhan ialah kapal barang
30000 DWT dengan ukuran sebagai berikut:
- Panjang : 213 m - Lebar : 30,10 m
- Draft : 13,40 m

Data-data itu berdasarkan tabel karakteristik kapal:

2. Bentuk Pelabuhan yang Direncanakan


Beberapa kriteria dari pelabuhan yang direncanakan adalah sebagai berikut
ini:
- Pelabuhan diperuntukkan sebagai pelabuhan barang umum. Dimensi
pelabuhan berdasarkan jumlah kapal yang masuk dan dimensi kapal
yang direncanakan ialah 30000 DWT. Seluruh kapal direncanakan dapat
berlabuh di kolam pelabuhan.
- Pelabuhan dibangun di pantai yang terbuka ke laut karena itu pelabuhan
dilengkapi dengan pemecah gelombang pada kedua sisinya.
- Mulut dan alur pelayaran disesuaikan dengan arah angin dominan yakni
ke arah utara timur laut.
- Pembangunan dermaga menggunakan tipe pier

3. Fasilitas-fasilitas pada Pelabuhan Barang Umum yang Direncanakan


Seperti yang kita ketahui pada pelabuhan barang umum terjadi kegiatan
bongkar muat barang dari dan/atau ke kapal. Barang diturunkan dari kapal akan
diletakan di atas dermaga. Sebagian barang itu diangkut langsung ke truk atau
kereta api dan dibawa ke tempat tujuan. Sebagian lainnya disimpan di gudang
ataupun di lapangan penumpukan terbuka sebelum dikirim ke tempat tujuan.
Untuk menunjang kelancaran kegiatan tersebut diperlukan fasilitasfasilitas
berikut:
a) Alur Pelayaran
Alur pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas
hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari oleh
kapal di laut, sungai atau danau. Alur pelayaran dicantumkan dalam peta laut dan
buku petunjuk-pelayaran serta diumumkan oleh instansi yang berwenang. Alur
pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal masuk ke kolam pelabuhan, oleh
karena itu harus melalui suatu perairan yang tenang terhadap gelombang dan
arus yang tidak terlalu kuat.Alur pelayaran berfungsi untuk mengarahkan kapal-
kapal yang akan keluar/masuk ke pelabuhan. Agar kapal-kapal dapat bergerak
dengan lancar, perlu dirancang kedalaman dan lebar alur yang cukup.
Perencanaan dimensi dan bentuk alur pelayaran menggunakan dimensi kapal
terbesar yang akan melaluinya dan kondisi meteorologi dan oseonografi.. Jika
kedalaman tidak cukup maka perlu dilakukan pengerukan.

b) Kolam Pelabuhan
Kapal-kapal yang memasuki pelabuhan akan menuju kolam pelabuhan
untuk berlabuh, bongkar muat barang, ataupun melakukan gerakan untuk
memutar. Agar kegiatan bongkar muat dapat dapat berjalan dengan lancar,
pelabuhan harus terlindungi dari gangguan gelombang dan meiliki kedalaman
yang cukup. c) Dermaga
Dermaga merupakan tempat dimana kapal akan sandar dan melakukan
bongkar muat barang. Panjang dermaga harus cukup untuk menampung seluruh
panjang kapal atau setidak-tidaknya 80% dari panjang kapal. Hal itu perlu
mengingat barang dibongkar muat melalui bagian muka, belakng, dan tengah
kapal.
d) Alat penambat
Alat penambat adalah alat yang dipakai untuk menyandarkan kapal baik
ketika kapal merapat di dermaga ataupun menunggu di perairan sebelum merapat
ke dermaga. Alat penambat di perairan disebut pelampung penambat dan
diletakkan juga di luar perairan pelabuhan. Salah satu bentuk pelampung
penambat ialah mooring buoy yang terbuat dari pelampung penambat, beton
pemberat, jangkar dan rantai yang mengaitkan jangkar dan pelampung . Bentuk
lain ialah dolphin yang terbuat dari tiang-tiang yang dipancang dan dilengkapi
dengan alat penambat.

e) Apron
Apron atau halaman dermaga dipakai sebagai tempat untuk menampung
barang yang akan dibongkar dari kapal ataupun akan dimuat ke kapal. Untuk
tujuan itu, halaman dermaga sebaiknya dirancang cukup luas. Lebar apron
tergantung pada fasilitas yang ditempatkan di atasnya, seperti truk dan/kereta
api, kran, dan alat pengangkut lainnya. Biasanya lebar apron antara 15 m dan 25
m.
f) Gudang Laut (Gudang lini I)
Gudang laut merupakan tempat penyimpanan sementara untuk
barangbarang yang dibongkar dari kapal, khususnya barang-barang yang
memerlukan perlindungan dari hujan dan panas matahari. Masa penyimpanan
untuk barangbarang yang akan dimasukkan ke dalam peredaran bebas setempat
(dengan angkutan darat) maksimum 15 hari. Lalu, masa penyimpanan untuk
barangbarang yang akan dibawa ke pelabuhan lain maksimum 30 hari. Letaknya
di tepi perairan pelabuhan.
g) Lapangan Penumpukan Terbuka
Lapangan penumpukan terbuka menjadi tempat untuk meletakkan
barangbarang yang dibongkar dari kapal atau yang akan diangkut ke kapal dan
tidak memerlukan perlindungan dari hujan dan terik matahari. Lapangan
penumpukan terbuka memiliki luas yang cukup dan letaknya di dekat dermaga.
h) Gudang Penyimpanan (warehouse)
Gudang lini II (warehouse) merupakan tempat menyimpan barang-barang
bongkar muat dari/ke kapal dengan waktu penyimpanan lebih dari 15 hari atau
30 hari sebelum diantar ke tempat tujuan. Barang-barang dari gudang lini I yang
sudah melebihi batas penyimpanan akan dipindahkan ke gudang lini II. Gudang
ini dibuat agak jauh dari dermaga. Konstruksi gudang ini lebih berat dari gudang
laut (lini I).

i) Jalan
Jalan merupakan suatu lintasan yang dapat dilalui kendaraan maupun
pejalan kaki. Jalan pada pelabuhan dibuat untuk memperlancar laju truk dan
peralatan pengangkut barang. Jalan ini menjadi jalur transportasi pengangkutan
barang dalam pelabuhan dan terhubung dengan jalan (jalan raya) di luar
pelabuhan ke mana barang akan dibawa ke tempat tujuan.. j) Peralatan Bongkar
Muat Barang
Untuk memperlancar kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan
dibutuhkan sarana penunjang. Pada umumnya, peralatan bongkar muat barang
yang dipakai di pelabuhan barang ialah kran darat (gantry crane), dan
kendaraaan untuk mengangkut/memindahkan barang seperti forklift.

4. Perencanaan Dermaga
a) Tipe Dermaga
Ada tiga (3) tipe dermaga:
1) Tipe Wharf
Wharf adalah dermaga yang paralel dengan pantai dan biasanya berimpit
dengan garis pantai. Wharf juga berfungsi sebagai penahan tanah yang
ada di belakangnya.
2) Tipe Pier
Pier adalah dermaga yang berada pada garis pantai dan posisinya tegak
lurus dengan garis pantai (berbentuk jari). Pada dermaga pier kedua
sisinya dapat dipakai, sehingga lebih banyak kapal yang dapat merapat.
Perairan di antara dua pier yang bersampingan disebut slip.

3) Tipe Jetty
Jetty adalah dermaga yang menjorok ke laut sedemikian sehingga sisi
depannya berada pada kedalaman yang cukup untuk merapat kapal. Jetty
digunakan untuk merapat kapal tanker atau kapal pengangkut gas alam,
yang mempunyai ukuran sangat besar. Sisi mukanya biasanya sejajar
dengan pantai dan dihubungkan dengan daratan oleh jembatan yang
membentuk sudut tegak lurus dengan jetty.

b) Pemilihan Tipe Dermaga (Tipe Pier)


Dermaga yang akan dibangun ialah dermaga tipe pier. Pier adalah dermaga
yang dibangun berbentuk jari dan dapat merapatkan kapal pada kedua sisinya
sehingga bisa digunakan untuk bersandar kapal lebih banyak untuk satu satuan
panjang pantai. Perairan diantara dua pier disebut slip (Bambang Triadmojo, hal
: 211). Hal itu membuat dermaga tipe pier lebih efisien karena dapat
memungkinkan lebih banyak kapal dapat bersandar. Tipe ini biasa dipakai untuk
melayani kapal barang dengan beban muatan di atas dermaga yang cukup besar.
Lagi pula di atas pier dapat dibangun gudang barang.
Pemilihan tipe dermaga disesuaikan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi tipe struktur dermaga adalah sebagai berikut (Triatmodjo,
1996 : 157-159 dalam HSB, 2009) :
- Topografi daerah pantai
Pantai dimana pelabuhan akan dibangun memiliki kemiringan kecil
(landai). di lokasi dimana kemiringan dasar cukup kecil, pembuatan pier
dengan melakukan pemancangan tiang perairan yang dalam menjadi hal
yang praktis dan ekonomis. Lokasi pembangunan pelabuhan tentu akan
dibangun di daerah pantai yang memiliki jarak terdekat dengan daerah
kedalaman untuk mengurangi biaya pekerjaan reklamasi.
- Jenis kapal dan ukuran kapal yang dilayani
Kapal yang akan berlabuh pada pelabuhan yang direncanakan ialah
kapal barang dengan kapal terbesar berbobot 30000 DWT. Kapal
tersebut memiliki panjang 213 m, lebar 30,40 m, dan draft 13,40 m.
Dengan ukuran tersebut dermaga dimana kegiatan bongkar muat barang
berlangsung akan menerima beban yang besar di atasnya, seperti kran
barang yang dibongkar muat peralatan transportasi (kereta api dan truk).
Untuk keperluan tersebut dermaga tipe wharf akan lebih cocok namun
karena faktor topografi daerah pantai yang di rencanakan tidak cocok
karena kemiringan yang kecil akan membuat tipe wharf kurang
ekonomis karena memakan biaya yang besar oleh kerena itu, salah satu
dermaga yang cocok untuk keprluan itu ialah dermaga tipe pier selain
tipe wharf.
- Daya dukung tanah
Pada umumnya tanah yang di dekat daratan mempunyai daya dukung
yang lebih besar daripada tanah di dasar laut yang biasanya berupa
endapan yang belum padat. Daya dukung tanah hasil reklamasi tentu
akan berbeda. Diharapkan daya dukungnya bisa lebih baik.

c) Perhitungan Dimensi Dermaga Data Kapal :


- Tipe/jenis kapal : Kapal Barang
- Tonase : 30,000 TON
- Panjang kapal : 213 m
- Draf kapal : 13,40 m
- Lebar kapal : 30,10 m
Direncanakan tipe dermaga pier dengan 2 tambatan. Menurut Bambang
Triatmodjo, dimensi dermaga pier dapat dihitung dengan rumus berikut ini:
1. Panjang Pier :
Lp = 2Loa + 50
= (2 x 213) + 50
= 476 m
2. Lebar Pier :
Bp = 2a + b
= 2 (12,9) + 80
= 105,8 m
3. Lebar Slip :
S = 2B + 35
= 2 (30,10) + 35
= 95,20 m

Keterangan :
- Lp = Panjang dermaga
- Loa = Panjang kapal
- Bp = Lebar pier
- b = lebar gudang (berdasarkan penentuan lebar apron dari Quinn A.
Def., 1972 dalam “Perencanaan Pelabuhan” Bambang Triatmodjo,
hlm. 218, lebar gudang minimal 60,0 m; diasumsikan 80 m)
- a = Lebar apron (berdasarkan sumber yang sama, direncanakan 12,9 m)
- 50 = Ketetapan jarak bagian depan/belakang kapal dengan dermaga
untuk pier dua tambatan
- 35 = Ketetapan jarak antar kapal dengan kapal lain di dermaga
untuk pier dua tambatan - S = Lebar split

d) Perhitungan Elevasi Lantai Dermaga dan Elevasi Dasar Laut


Menurut Bambang Triatmodjo, elevasi puncak dermaga ditentukan oleh
beberapa faktor berikut:
- Elevasi muka air pasang tertinggi
- Kenaikan muka air karena pengaruh gelombang dan angina
- Tipe kapal yang menggunakan pelabuhan
- Fasilitas yang digunakan untuk kegiatan bongkar muat barang Bambang
Tiatmodjo menjelaskan bahwa pada umumnya, untuk terminal barang
umum, elevasi permukaan dermaga paling tidak 1,5 m di atas muka air
rencana. Berdasarkan penjelasan itu maka untuk menentukan elevasi
dermaga paling tidak elevasi muka air rencana sudah diketahui.
Elevasi muka air rencana (DWL) ditentukan menggunakan data
pengamatan pasang surut minimal selama 15 hari dimana di dalamnya sudah
tercakup satu siklus pasang surut yakni pasang purnama dan perbani. Elevasi
muka air rencana didasarkan pada kondisi pasang surut, kenaikan muka air
akibat pemanasan global (SLR) dan wave setup (Sw) (Bambang Triatmodjo:
2010, hlm. 438-440). Berdasarkan keterangan tersebut, elevasi muka air dapat
dihitung menggunakan rumus berikut:
DWL = HWL + Sw + SLR

- Untuk data pasang surut diperoleh beberapa elevasi muka air


(berdasarkan keterangan pada blanko tugas), yakni HWL = 2,30 m ; MSL
= 1,15 m; dan LWL = 0,00 m .
- Untuk mencari kenaikan muka air karena gelombang (wave setup) harus
diketahui kemiringan dasar laut, tinggi gelombang di daerah dalam,
koefisien refraksinya. Semua itu dipakai untuk mencari tinggi gelombang
pecah yang akan dimasukkan ke dalam rumus mencari wave setup.
Karena data-data tersebut tidak ada maka diandaikan nilai Ws =
0,60 m. Nilai itu menyatakan bahwa tinggi muka air dalam pelabuhan
(air tenang) akibat adanya gelombnag dari laut lepas bertambah tinggi
setinggi 60 cm.
- Untuk nilai SLR dapat diperoleh dari grafik perkiraan kenaikan muka air
laut karena pemanasan global dalam buku “Perencanaan Pelabuhan”
halaman 442. Dari garifk tersebut diketahui bahwa pada 50 tahun
kemudian (2070) tinggi muka air laut bertambah sebesar 0,40 m.
- Jadi,
DWL = 2,30 + 0,60 + 0,40 = 3,30 m.

Dengan begitu elavasi dermaga ditetapkan sebagai berikut:


= DWL + 1,5
= 3,30 + 1,5
= 4,80 m
Untuk elevasi dasar pelabuhan di depan dermaga ditentukan berdasarkan
muka air surut terendah. Dalam bukunya “Perencanaan Pelabuhan”, Bambang
Triatmodjo menuliskan bahwa cara perhitungannya sama dengan perhitungan
kedalaman alur pelabuhan (H). Karena itu, perhitungannya akan dibuat pada
bagian Perencanaan Alur Pelayaran dan Kedalaman Alur.

5. Perencanaan Lebar Alur Pelayaran dan Kedalaman Alur


a) Perencanaan Lebar Alur Pelayaran
Lebar alur diukur dari kedalaman yang direncanakan. Penentuan lebar alur
tergantung pada beberapa faktor berikut:
- Lebar, kecepatan dan gerakan kapal
- Trafik kapal, apakah alur direncanakan untuk satu atau dua jalur
- Kedalaman alur
- Apakah alur sempit atau lebar
- Stabilitas tebing alur
- Angin, gelombang, arus, dan arus melintang dalam alur

Menurut Bambang Triatmodjo, tidak ada rumus yang memuat faktor-faktor


tersebut secara eksplisit, tetapi beberapa kriteria telah ditetapkan berdasarkan
pada lebar kapal dan faktor-faktor tersebut secara implisit.
Alur direncanakan untuk dua jalur. Berdasarkan buku “Perencanaan
Pelabuhan” oleh Bambang Triadmojo (hlm. 149) ,didapatkan rumus untuk
menghitung lebar alur dua jalur sebagai berikut:
L = 7,6 * B
= 7,6 * 30,10
Dengan lebar keamanan minimum antara dua kapal yang bersimpangan ialah
180% dari lebar kapal  1,8 x 30,10 = 54,18 m.

b) Perencanaan Kedalaman Alur


Idealnya kedalaman alur direncanakan dengan memperhitungan kondisi
dimana pada muka air terendah kapal terbesar bermutan penuh yang
menggunakan pelabuhan masih dapat beroperasi dengan lancar. Dalam buku
“Perencanaan Pelabuhan”, (Bambang Triatmodjo: 2010, hlm. 143) terdapat
rumus untuk menghitung kedalaman alur pelayaran yakni sebagai berikut:
H =d+G+R+P+S+K

Dengan :
H : Kedalaman alur d :
Draft kapal
G : Gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat
R : Ruang kebebasan bersih
P : ketelitian pengukuran
S : Ruang pengendapan sedimen antara dua pengerukan
K : Toleransi pengerukan
Elevasi muka air
rencana

KAPA Draft
kapal
L

Gerak vertikal
karena
kapal gelombang dan
squat Ruang kebebasan
bruto
Ruang kebebasan Elevasi
bersih alur
dasar
Ketelitian nominal
pengukuran

Endapan antara dua


pengerukan
Toleransi Elevasi pengerukan
pengerukan alur

- Kedalaman alur pelayaran (H) dihitung dari tinggi muka air surut
terendah yakni dari LWS 0,00 m.
- Nilai draft kapal (d) dalam tabel karakteristik kapal perlu ditambah
dengan angka koreksi karena adanya salinitas dan kondisi muatan. Angka
koreksi minimum 0,3 (Bambang Triatmojdo: 2010, hlm. 145).
- Di mulut pelabuhan dengan gelombang besar, Brunn (1999) memberikan
ruang kebebasan bruto (G+R) sebesar 20% draft kapal atau sebesar 0,5
m. Nilai itu diambil dengan mengasumsikan bahwa di laut terbuka
yang menghadap ke pelabuahan biasa terbentuk gelombang besar
dan diperkirakan kecepatan kapal yang akan masuk ke pelabuhan
masih besar. (Bambang Triatmodjo: 2010, hlm. 146).
- Ketelitian pengukuran (P) tergantung pada alat ukur yang digunakan,

faktor lingkungan yang mempengaruhi pengukuran seperti arus,

gelombang, dan pasang surut. Diasumsikan pengukuran kedalaman

memakai alat perum gema. Berdasarkan SNI 8283:2016 tentang

”Metode pengukuran kedalaman menggunakan alat perum gema

untuk menghasilkan peta batimetri” ketelitian pengukuran pada

kedalaman sampai 60 m mencapai 10 cm.


- Lalu, besarnya endapan antara dua pengerukan (S) tergantung pada
transpor sedimen yang terjadi dalam area pelabuhan. Pelabuhan
rencana berada di daerah dengan gelombang dan angkutan sedimen
besar dan dasar laut berpasir. Diasumsikan pengerukan akan
dilakukan setiap 10 tahun dimana dalam satu tahun tinggi endapan
yang terjadi sebesar 5 cm, maka pada 10 tahun ke depan tinggi
endapan sebesar 50 cm.
- Tolerasi pengerukan (K) tergantung dari alat keruk yang digunakan.
Dalam buku Criteria for the Depths of Dredged Navigational Channels
(1983) besarnya toleransi pengerukan umumnya sebesar 2 feet atau
0,6 m.

Maka kedalaman alur ialah:

H=d+G+R+P+S+K

= (13,40 + 0,3) + (13,40 x 20%) + 0,1 + 0,5 + 0,6

= 17,58 m

6. Perencanaan Kolam Pelabuhan


Kolam pelabuhan ialah bagian perairan pelabuhan di mana kapal-kapal akan
berlabuh, melakukan aktivitas bongkar muat barang, ataupun melakukan gerakan
untuk memutar. Untuk mendukung kelancaran dan keamanan kegiatankegiatan
tersebut khususnya aktivitas bongkar muat barang, kolam pelabuhan harus
tenang, mempunyai luas dan kedalaman yang cukup. a) Kolam Putar
Untuk memudahkan kapal bermanuver, setidaknya luas kolam putar perlu
dirancang dengan jari-jari 1,5 kali panjang kapal total (Loa) dari kapal terbesar
yang menggunakannya (Bambang Triatmodjo:2010, hlm. 152). Berdasarkan data
tersebut maka luas kolam putar pada pelabuhan rencana ialah:

Aputar = Π R2

= Π (1,5 Loa)2

= Π (1,5 x 213)2
= 320.531,985 m2
b) Kedalaman Kolam Pelabuhan
Kedalaman kolam pelabuhan perlu dirancang dengan mempertimbangkan
bahwa kapal terbesar dengan muatan penuh masih dapat berlayar dan bersandar
di dermaga dengan lancar dan aman pada saat elevasi muka air laut mencapai
kondisi LLWL (Lower Low Water Level) atau LLWS (Lower Low Water Spring
Tide). Dengan demikian nilai kedalaman alur pelayaran dapat juga dipakai untuk
menentukan kedalaman kolam pelabuhan.
Hkolam = Halur = -17,58 m

c) Ketenangan di Kolam Pelabuhan


Untuk mendukung kelancaran pergerakan kapal di pelabuhan, penambatan
kapal dan proses bongkar muat barang di dermaga maka perairan pada kolam
pelabuhan harus cukup tenang baik dalam kondisi biasa maupun saat badai.

7. Beban-beban yang Bekerja pada Dermaga


a) Pembebanan Arah Vertikal
1. Beban Mati/Beban Sendiri
Beban mati atau beban sendiri merupakan beban yang memiliki besar
yang konstan dan terdapat pada satu titik tertentu. Beban mati meliputi
beban struktur yang ditinjau yaitu beban pelat, balok memanjang dan
melintang, serta pier.
Untuk beban pelat, pertama dihitung beban terbagi ratanya pada setiap
luasan pelat, kemudian dicari beban terbagi rata ekuivalensinya yang akan
diterima pada balok. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pelaksanaan
analisa strukturnya. Pada balok, beban terbagi ratanya tergantung dari beban
yang direncanakan, dan begitu juga dengan pier. Akhirnya semua beban
tersebut dijadikan satu dalam berat sendiri. Untuk sebagian besar beton
bertulang, harga standar berat volume yang dipakai adalah 2.4 t/m 3 (2400
kg/m3).

qD  LP BP hBjBeton
 476105,80,52,4
 60432,96ton
Keterangan :
Lp = Panjang Pier/Dermaga Bp =
Lebar Pier/ Dermaga h = Tebal
Plat Lantai Beton Dermaga
Bj = Berat Jenis Beton Normal (2,4 t/m3)

2. Beban Hidup
Beban hidup adalah beban yang besar yang berada di atas dermaga dan
letaknya dapat berubah. Beban ini meliputi beban orang, beban forklift,
beban truk, beban hujan, beban conveyor dan beban crane.
Beban Truk menurut RSNI – T – 02 – 2005 tentang “Standar Pembebanan
untuk Jembatan”:

Diketahui :
Berat Truk (W) = 45 ton (Truck Trailer)
Lebar Truk (b) = 2,4 m
Panjang Truk (p) = 18 m
A  pb
182,4
 43,2 m2

Mobile Crane dalam RSNI – T – 02 – 2005 tentang “Standar Pembebanan


untuk Jembatan”:
Diketahui :
Berat Crane (W) = 75 ton
Lebar Crane (b) = 6,16 m
Panjang Crane (p) = 7,8 m
A  pb
 7,86,16
 48,048 m2

b) Pembebanan Arah Horizontal


Pada arah horizontal dermaga mengalami pembebanan oleh gaya benturan
kapal ketika merapat pada dermaga (gaya sandar, berthing forces) dan gaya
tambat (mooring forces), yaitu gaya yang ditimbulkan ketika kapal bertambat di
dermaga yang disebabkan oleh angin, arus, dan gelombang.
Diketahui:
Bobot Kapal = 30.000 DWT
Berat Total (Wt) = 45,600 ton (lihat Tabel 1.2, Bambang
Triatmodjo:2010, hlm.37)
Panjang Kapal (Loa) = 213 m
Lebar Kapal (B) = 30,10 m
Draft (d) = 13,40 m
Kecepatan merapat kapal (V) = 0,12 m/s (Lihat Tabel 6.1, Bambang
Triatmodjo:2010, hlm.221)
Percepatan gravitasi (g) = 9,81 m/s2
Koef. Kekerasan (Cs) = 1 (Bambang
Triatmodjo:2010, hlm.221)
Koef. Bentuk dari tambatan (Cc) = 1 (Bambang Triatmodjo:2010,
hlm.221)

Sudut Merapat (ϕ) = 10° (benturan maksimum terjadi


apabila kapal bermuatan penuh
menghantam dermaga pada sudut
10º terhadap sisi depan dermaga,
Bambang Triatmodjo:2010 hlm.
219)
Bj Air Laut (γw) = 1,025 t/m3 (1025 kg/m3)
Kecepatan angin maksimum (Vw) = 10 m/s (diambil dari tabel data angin
satu tahun yang dipakai membuat
diagram Mawar Angin)

Luas bidang kapal terkena angin (Aw) = 2568 m2 (diandaikan)


Luas bidang kapal terendam (Ac) = 955,2 m2 (diandaikan)
Kecepatan arus (Vc) = 1,7 m/s (diandaikan)

1. Gaya Sandar (Berthing Forces)


Ketika kapal merapat ke dermaga dapat terjadi benturan antara kapal
yang bergerak dan dermaga. Gaya yang timbulkan oleh benturan tersebut
disebut gaya sandar. Gaya benturan tersebut menimbulkan energi benturan.
Untuk memperkecil energi benturan yang terjadi pada sisi dermaga dipasang
fender (Bambang Triatmodjo:2010, hlm. 219-223). Perhitungan besar energi
benturan dan kebutuhan akan fender pada dermaga dapat dihitung dengan
cara sebagai berikut:
Panjang Garis Air:

Lpp  0,846Loa1,0193  0,8462131,0193 199,842 m

Koefisien Blok Kapal:

Cb  W  45,600  0,551 Lpp  Bd 0 199,84230,1013,401,025


Koefisien Massa:


Cm 1 xd 1 3,14 x13,40  2,268
2Cb B 20,551 30,10

Koefisien Eksentrisitas:
Dengan koef. Blok Cb = 0,551, maka dari gambar 6.30 pada buku
“Perencanaan Pelabuhan” (Bambang Triatmodjo:2010, hlm.223)
didapatkan rasio r/L = 0,217.
Sehingga r = 0,217 x Loa = 0,217 x 213 = 46,221 m.
Untuk perencanaan kapal yang bersandar di dermaga:

l  Loa  213  53,25 m


Koefisien Eksentrisitas dihitung dengan rumus:

1 1
Ce  2  2  0,429
1 l  1 53,25 

r   46,221
Komponen kecepatan kapal dalam merapat yang tegak lurus dengan
dermaga/pier. Untuk kapal dengan bobot di atas 30000 DWT kecepatan
merapat kapal ialah V = 0,12 m/s (Lihat Tabel 6.1, Bambang
Triatmodjo:2010, hlm.221).
Vx V sin 10 0,12sin 10 0,021m/ s

Energi Sandar (Berthing Energy):

E  WVx2 Cm.Ce.Cs.Cc  300000,0212


2,2680,42911 0,656ton.m
2g 29,81

Jadi energi yang membentur dermaga ialah sebesar 0,656 ton.m.


Perencanaan Fender:
Dari perhitungan sebelumnya diketahui bahwa besar energi benturan
yang disebabkan oleh kapal merapat ke dermaga adalah E = 0,656 tm.
Tipe fender ditentukan berdasarkan nilai tersebut dan karakteristik fender
yang akan dipakai.
Fender yang akan dipakai ialah fender karet Seibu tipe V (300H) dengan
Energi serap = 2,25 ton.m (>0,656 tm), Reaksi = 22,5 ton, Defleksi = 135
mm atau 0,135 m (Lihat Tabel 7.3, “Bambang Triatmodjo:2010,
hlm.269”), maka besar gaya bentur yang diserap oleh sistem fender ialah
(F):

F WVx2  30000 0,0212  9,989 ton.m


gd fender 9,810,135

2. Gaya Tambat
Kapal yang merapat di dermaga ditambatkan dengan tali pada bollard
untuk menahan gerakan kapal akibat angin dan arus. Gaya tarikan kapal pada
alat penambat inilah yang disebut gaya tambat (mooring forces). Karena itu,
bollard yang dipasang pada dermaga harus mampu menahan gaya tarikan
tersebut.
 Gaya akibat angin
Angin dapat menyebabkan gaya pada dermaga. Angin yang berhembus
ke badan kapal yang ditambatkan mengakibatkan gerakan pada kapal.
Selanjutnya kapal yang bergerak akibat gaya angin tersebut menyebabkan
terjadinya gaya tarikan atau gaya tumbukan pada alat penambat tergantung
dari mana arah angin berhembus. Besar gaya angin bergantung pada arah
hembusan angin, dan dapat dihitung dengan rumus:

Pa = 0,063 V2 = 0,063 x 102 = 6,3 kg/m2

Misalnya proyeksi bidang yang tertiup angin adalah 70% dari luas
bagian kapal yang berada di atas permukaan air maka gaya pada kapal
adalah:
Gaya lateral  angin datang arah lebar α = 90°:
Rw 1,1Pa 70% Aw 1,16,370%256816609,824kg
12457,368ton Gaya longitudinal  angin datang arah buritan α =
180°:
Rw  0,5Pa 70% Aw  0,56,370%2568 7549,92 kg 
5,662,44ton Gaya longitudinal  angin datang arah haluan α = 0°:

Rw  0,42Pa 70% Aw  0,426,370%2568 6341,9328kg  4756,45ton

• Gaya akibat arus


Arus yang bekarja pada bagian kapal yang terendam air juga akan
menyebabkan terjadinya gaya pada kapal yang kemudian diteruskan pada
alat penambat dan dermaga. Gaya tersebut dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:

Ra = C c x γw x A c x ( Vc2 )
2 g

1,72
= 1 x 1025 x 955,2 x (
29,81
= 144.217,1865 kg = 144,217 ton
• Gaya pada bollard
Bollard adalah alat penambat yang dipakai untuk mengikatkan atau
melilitkan tali atau rantai kapal pada dermaga ketika bersandar di dermaga.
Tali-tali penambat diikatkan pada bagian haluan, buritan, dan badan kapal.
Pada bollard bekerja gaya tarikan dari kapal yang bergerak akibat tipuan
angin dan arus. Karena itu, bollard harus mampu menahan gaya tarikan
tersebut. Paling tidak gaya minimum yang harus ditahan bollard ialah besar
gaya yang bisa memutuskan tali penambat. Selain bollard adapula alat
pengikat yang disebut bitt (ukurannya lebih kecil daripada bollard). Bitt
dipakai untuk mengikat kapal pada kondisi cuaca normal, sedangkan
bollard dipakai pada kondisi badai.
Dimensi bollard dan pengangkerannya pada dermaga harus
direncanakan dengan baik sehingga mampu menahan gaya. Berdasarkan
Tabel 6.2 dalam “Perencanaan Pelabuhan” (Bambang Triatmodjo:2010,
hlm. 226) gaya-gaya yang bekerja pada setiap bollard dapat dihitung dengan
cara interpolasi:

(4000030000) = (P600) P = 700 kN


5000040000 800P

8. Perhitungan Kebutuhan Luas Gudang dan Lapangan Penumpukan


Terbuka
Menurut Bambang Triatmodjo, luas gudang dan lapangan penumpukan terbuka
dapat dihitung dengan persamaan berikut (Bambang Triatmodjo: 2010, hlm.
308):

A T TrT Sf
365Sth(1 BS)

Keterangan :
A = luas gudang/lapangan penumpukan (m2)
T = throughput per tahun (muatan yang lewat tiap tahun, ton)
TrT = transit time (waktu transit, hari, diasumsikan 7 hari)
Sf = storage factor (rata-rata volume untuk setiap satuan berat komoditi,
m3/ton, misalnya 1 m3 muatan mempunyai berat 1,5 ton, berarti

Sf   0,6667m3 /ton untuk penyimpanan di gudang dan

diasumsikan 1,0 m3/ton untuk penyimpanan di lapangan


penumpukan.
Sth = stacking height (tinggi tumpukan muatan, m, diasumsikan 3 m
untuk penyimpanan di gudang dan 2 m untuk penyimpanan di
lapangan penumpukan)
BS = broken stwage of cargo (volume ruang yang hilang di antara
tumpukan muatan dan ruang yang diperlukan untuk lalu lintas alat
pengangkut seperti forklift atau peralatan lain untuk menyortir, menumpuk
dan memindahkan muatan, %, diasumsikan 50%) 365 = jumlah hari dalam
satu tahun.

Untuk menggunakan rumus di atas harus diketahui terlebih dahulu bagaimana


arus barang yang melalui dermaga dan berapa besar muatan yang lewat tiap
tahun. Karena kedua hal itu tidak diketahui maka harus diasumsikan.
Diasumsikan arus barang yang akan melalui dermaga sebesar 75%
diangkut langsung ke tempat tujuan dan 25 % tertahan di pelabuhan.
Sebanyak 25 % dari barang yang tertahan tersebut 80 % disimpan di
gudang sedang 20 % disimpan di lapangan penumpukan.
• Luas Gudang Panjang gudang: d = L – (c + e)
= 213 – (15 + 7,5)
= 190,5 m ≈ 191 m Dengan:
- L = panjang kapal
- c = tempat b/m, truk dengan lebar minimal 12,0 m (berdasarkan
penentuan lebar apron dari Quinn A. Def., 1972 dalam
“Perencanaan Pelabuhan” oleh Bambang Triatmodjo, hlm.
218; diasumsikan 15 m)
- e = lebar jalan (dari sumber yang sama, dengan asumsi lebar
apron 12,9 m diperoleh e = 7,5 m) Lebar gudang:
b = 80 m (sudah diasumsikan sebelumnya pada
perhitungan dimensi dermaga) maka luas gudang
yang diperlukan ialah :
A =dxb
= 191 x 80
= 15,280 m2

• Luas Lapangan Penumpukan Terbuka


Sebelum mencari luas tersebut harus dicari dahulu berapa nilai T untuk
gudang (T1) dan lapangan penumpukan terbuka (T2).

T1  A365Sth(1BS)  152803653(10,5) 1792581,799ton


TrTSf 70,6667

Jika T1 = 80 % dari muatan kapal yang tertahan di dermaga dan T 2 = 20%


sisanya maka T2 = ¼ T1 = 448145,44975 ton.

Maka luas lapangan penumpukan terbuka ialah:

A T2 TrT Sf  448145,4497571  8594,570m2  8600m2


365Sth(1 BS) 3652,0(1 0,5)
GAMBAR DENAH PELABUHAN
SKALA 1 : 100
NAMA
FELIX REYFALDI LINGGI ALLO
STAMBUK
6160505170364
DOSEN
IR. SUFIATI BESTARI, M.T
ASISTEN
IR. SUFIATI BESTARI, M.T
TUGAS
PERANCANGAN PELABUHAN
NAMA GAMBAR
GAMBAR DENAH PELABUHAN
SKALA
1
: 100
NO. GAMBAR
1
POTONGAN A-A DERMAGA
NAMA
FELIX REYFALDI LINGGI ALLO
STAMBUK
6160505170364
DOSEN
IR. SUFIATI BESTARI, M.T
ASISTEN
IR. SUFIATI BESTARI, M.T
TUGAS
PERANCANGAN PELABUHAN
NAMA GAMBAR
POTONGAN A-A DERMAGA
SKALA
1:
50
NO. GAMBAR
2
GAMBAR TAMPAK SAMPING KANAN DERMAGA
NAMA
FELIX REYFALDI LINGGI ALLO
STAMBUK
6160505170364
DOSEN
IR. SUFIATI BESTARI, M.T
ASISTEN
IR. SUFIATI BESTARI, M.T
TUGAS
PERANCANGAN PELABUHAN
NAMA GAMBAR
GAMBAR TAMPAK SAMPING KANAN
DERMAGA
SKALA
1
: 100
NO. GAMBAR
3
GAMBAR POTONGAN MEMANJANG DERMAGA
NAMA
FELIX REYFALDI LINGGI ALLO
STAMBUK
6160505170364
DOSEN
IR. SUFIATI BESTARI, M.T
ASISTEN
IR. SUFIATI BESTARI, M.T
TUGAS
PERANCANGAN PELABUHAN
NAMA GAMBAR
GAMBAR POTONGAN MEMANJANG DERMAGA
SKALA
1:
50
NO. GAMBAR
4
a b a
=
Loa= 213 m
a 12,9 m
=
Gambar Skema Pier Berbentuk Jari untuk Dua Tambatan b= 80 m
Bp 105,8 m
NAMA
FELIX REYFALDI LINGGI ALLO
STAMBUK
6160505170364
DOSEN
IR. SUFIATI BESTARI, M.T
ASISTEN
IR. SUFIATI BESTARI, M.T
TUGAS
PERANCANGAN PELABUHAN
NAMA GAMBAR
GAMBAR SKEMA PIER BERBENTUK
JARI UNTUK DUA TAMBATAN
SKALA
1:
50
NO. GAMBAR
5
Gambar Potongan Elevasi Dermaga dan Dasar Laut
NAMA
FELIX REYFALDI LINGGI ALLO
STAMBUK
6160505170364
DOSEN
IR. SUFIATI BESTARI, M.T
ASISTEN
IR. SUFIATI BESTARI, M.T
TUGAS
PERANCANGAN PELABUHAN
NAMA GAMBAR
GAMBAR POTONGAN ELEVASI
DERMAGA DAN DASAR LAUT
SKALA
1:
50
NO. GAMBAR
6
A
A
Gambar Potongan dan Penempatan Bollard dan Bitt
NAMA
FELIX REYFALDI LINGGI ALLO
STAMBUK
6160505170364
DOSEN
IR. SUFIATI BESTARI, M.T
ASISTEN
IR. SUFIATI BESTARI, M.T
TUGAS
PERANCANGAN PELABUHAN
NAMA GAMBAR
GAMBAR POTONGAN DAN
PENEMPATAN BOLLARD DAN BITT
SKALA
1:
25
NO. GAMBAR
5

Anda mungkin juga menyukai