Oleh Kelompok 3:
1. Abdullah Sahid Al Akbar (0422030001)
2. Adhek Bagus Mahendra (0422030003)
3. Akmal Hafizh Rusydi (0422030007)
4. Amhara Dwi Ariyanti (0422030008)
5. Farhan Risq Shubhi (0422030014)
6. Farrell Putera Zhafran (0422030015)
7. Hizkya Suwandi Putra (0422030017)
8. Megananda Herlambang Putra (0422030019)
9. Mirekhel Tyandanuwidiyanto (0422030020)
10. Moh. Alvan Mavaza (0422030022)
11. M. Rizky Primadani (0422030026)
12. Nadryka Dharyatha P. (0422030029)
13. Purysta Puspa Dyah W. (0422030032)
Dosen Pembimbing :
Ir. Indra Tjahja
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tanggal 27 Desember 2018, Pemerintah Republik Indonesia mengundangkan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 125 Tahun 2018 tentang Pengerukan dan
Reklamasi. Peraturan ini mencabut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun
2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 136 Tahun 2015 serta mencabut Pasal 14 huruf d
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 23 Tahun 2015. Selain reklamasi dan
pengerukan, dibutuhkan pembangunan pelabuhan yang memakan biaya yang sangat besar.
Oleh karena itu diperlukan suatu perhitungan dan pertimbangan yang masak untuk
memutuskan pembangunan suatu pelabuhan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan
didalam pembangunan suatu pelabuhan adalah kebutuhan akan pelabuhan dan
pertimbangan ekonomi, volume perdagangan melalui laut, dan adanya hubungan dengan
daerah pedalaman baik melalui darat maupun air.
Perencanaan pelabuhan harus memperhatikan berbagai faktor yang akan
berpengaruh pada bangunan-bangunan pelabuhan dan kapal-kapal yang berlabuh. Ada
beberapa faktor yang harus diperhitungkan seperti ekologi pantai, faktor angin, faktor
kedalaman air, faktor pasang surut, faktor arus, faktor gelombang, karakteristik kapal.
BAB II
PEMBAHASAN
c. Kekuatan Angin,
Sedangkan kekuatan angin sebanding dengan kecepatan angin
1. Penentuan titik-titik yang dibutuhkan di lokasi pemetaan, agar situasi dari pelabuhan
dapat digambarkan dalam peta.
2. Pengamatan fluktuasi muka air laut untuk menentukan tinggi muka air laut di lokasi
pemetaan pada saat tertentu.
3. Pendugaan kedalaman laut, untuk menentukan kedalaman laut di lokasi pemetaan, agar
dapat digambarkan kondisi kontur pada daerah yang dipetakan.
Hasil rekaman sounding (pendugaan kedalaman laut) yang didapatkan berupa grafik
kedalaman laut dilokasi pemetaan pada saat tertentu.
3. Faktor Pasang Surut
Pengertian
Pasang surut penting dalam penentuan dimensi bangunan pelabuhan. Elevesi
puncak bangunan didasarkan pada muka air pasang, sedang kedalaman alur dan perairan
pelabuhan dirancang berdasar muka air surut.
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu akibat dari
adanya tarik menarik benda-benda langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air
laut di bumi. Meski massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, pengaruh gaya
tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari karena
jaraknya terhadap bumi yang jauh lebih dekat.
Tipe pasang surut
Pada lokasi berbeda mempunyai tipe pasang surut yang berbeda / tidak sama.
Dalam satu hari dapat terjadi satu atau dua kali pasang surut. Secara umum ada empat
tipe pasamg surut yaitu:
• Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang
hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang
surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
• Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal)
Pengaruh pasang surut dalam perencanaan pelabuhan
Mengingat perubahan elevasi muka air laut setiap saat, maka diperlukan suatu
elevasi yang ditetapkan berdasarkan data pasut sebagai pedoman dalam perencanaan suatu
pelabuhan. Beberapa definisi elevasi tersebut adalah sebagai berikut:
• Muka air tinggi/high water level (HWL) : muka air tertinggi saat air pasang dalam satu
siklus pasut.
• Muka Air Rendah/low water level (LWL) : kedudukan air terendah saat air surut
• Muka air tinggi rerata/mean high water level (MHWL) : rerata dari muka air tinggi selama
periode 19 tahun. Digunakan untuk menentukan elevasi puncak pemecah gelombang,
dermaga, panjang rantai penampung penambat.
• Muka air rendah rerata/ mean low water level (MLWL) : rerata dari muka air rendah
selama periode 19 tahun
• Muka air laut rerata/ mean sea level ( MSL) : muka air rerata antara muka air tinggi rerata
dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai referensi untuk elevasi di
daratan.
• Muka air tinggi tertinggi/highest high water level (HHWL) : air tertinggi saat pasang surut
purnama atau bulan mati.
• Air rendah terendah /lowest low water level (LLWL) : air terendah saat pasang surut
purnama atau bulan mati. Digunakan untuk menentukan kedalaman alur pelayaran dan
kolam pelabuhan.
• Higher high water level : air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari, seperti dalam
pasang surut tipe campuran.
• Lower low water level : air terendah dari dua air rendah dalam satu hari.
Pengamatan Pasang Surut
Pengamatan ini dilakukan untuk mendapatkan data elevasi muka air tertinggi dan
terendah. Pengamatan ini dilakukan terus menerus 24 jam dalam 2 minggu. Alat yang
digunakan bernama automatic water level recorded berfungsi untuk mencatat elevasi muka
air. Tujuan pengamatan digunakan untuk menentukan :
1. Pasang tertinggi
2. Surut terendah
3. Beda pasang surut
Kegiatan kerja reklamasi harus mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang sesuai
dengan wilayah kegiatan kerja reklamasi, yaitu:
Sementara dalam hal kegiatan kerja meliputi kegiatan kerja keruk di alur
pelayaran dan wilayah perairan pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, serta
terminal yang berada di luar daerah lingkungan kerja atau daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan dan terminal khusus, serta kegiatan kerja keruk yang
sumber dananya berasal dari APBN dan lokasi pembungan hasil pengerukan yang
digunakan untuk kegiatan kerja reklamasi, maka persetujuan kegiatan kerja keruk
dan reklamasi diajukan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Perhubungan
Laut. Persetujuan tersebut berlaku untuk jangka waktu paling lama 4 tahun
berdasarkan jadwal pelaksanaan kegiatan yang disampaikan pemohon.
• berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum
indonesia;
• melampirkan akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar serta pengesahan
dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam permohonan;
• memiliki tempat usaha atau kantor yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan;
• surat keterangan domisili perusahaan yang masih berlaku;
• laporan keuangan perusahaan minimal 1 tahun terakhir yang diaudit oleh kantor
akuntan public terdaftar;
• memiliki paling sedikit 1 unit kapal keruk yang laik laut berbendera Indonesia;
• memiliki paling sedikit 5 orang tenaga ahli warga negara Indonesia yang memiliki
kualifikasi pendidikan sebagai berikut:
i. Ahli Nautika Tingkat I;
ii. Ahli Teknika Tingkat I;
iii. Teknik Sipil;
iv. Teknik Geodesi; dan
v. Teknik Kelautan
• melampirkan berita acara peninjauan lapangan oleh tim teknis terpadu kantor pusat
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dengan melibatkan Sekretariat Jenderal
Perhubungan Laut; dan
• bagi perusahaan pengerukan dan reklamasi berbentuk badan usaha patungan (joint
venture) yang dibuktikan dengan surat perjanjian kerjasama (joint venture) wajib
memiliki paling sedikit 1 unit kapal keruk jenis trailling suction hopper dredger
yang laik laut dengan ukuran hopper paling sedikit 5000 m3.
Izin usaha pengerukan dan reklamasi berlaku selama perusahaan menjalankan kegiatan
usahanya dan harus dievaluasi setiap 2 tahun sekali oleh Direktur Jenderal Perhubungan
Laut dengan melibatkan Sekretariat Jenderal Perhubungan Laut. Izin usaha tersebut
dilarang untuk dipindahtangankan dan/atau dialihkan kepada pihak lain.