Agus Salim A
I. PENDAHULUAN
I.1. Definisi
Ada dua istilah dalam bahas Inggris yang diIndonesiakan sebagai pantai dalam teknik pantai
yaitu coast dan shore. Teknik pantai dalam bahasa inggris dikenal sebagai coastal engineering. Bagian
– bagian daerah / kawasan pantai juga berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut.
map
mas
‘
bar
Ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan teknik pantai, meliputi oceanografi, meteorologi, geologi,
hidrolika, statistik matematika.
1
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Pengendalian terhadap buangan air panas PLTGU, minyak tumpah, polutan pabrik di lautan
Perencanaan pelabuhan dan bangunan pelengkapnya
Pengerukan daerah pelabuhan dan pembuangannya.
2
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Teori ini diajukan pertama kali oleh Airy (1845). Dikenal juga dengan nama teori gelombang linier
atau teori gelombang Airy, teori ini merupakan teori gelombang 2 dimensi. Persamaan gelombang teori
Airy didapatkan dengan menggunakan asumsi / anggapan sebagai berikut:
Zat cair adalah homogen, tidak termampatkan, rapat massa () konstan
Tegangan permukaan diabaikan
Tekanan pada muka air konstan dan seragam
Zat cair ideal sehingga berlaku aliran “irrotasional” (persamaan Laplace)
Dasar laut tetap, impermeabel, horisontal
Amplitudo gelombang dianggap kecil dibandingkan dengan panjang gelombang (L) dan
kedalaman (d).
Berlaku persamaan Bernoulli linier.
∂ ϕ2 ∂ϕ 2
Persamaan kontinyuitas Laplace: + =0. (2.1)
∂ x2 ∂ y2
dan kondisi batas pada dasar laut :
kecepatan vertikal di dasar laut adalah nol (0)
∂ϕ
ν=0 → ν= =0 di y = -d .................................................... (2.2)
∂y
3
Teknik Pantai M. Agus Salim A
4
Teknik Pantai M. Agus Salim A
gL
C2 tanh kd
2 ............................................................................ (2.8)
Jika nilai k = /C = (2/T)/C dimasukkan ke persamaan (2.8) maka akan didapatkan harga C dalam
fungsi T dan d.
gT 2d
C tanh
2 L ........................................................................... (2.9)
Persamaan (2.9) adalah persamaan kecepatan rambat gelombang.
Jika nilai k = 2/L dan nilai C = L/T dimasukkan ke dalam persamaan (2.9) tersebut maka akan
didapatkan persamaan panjang gelombang.
gT 2 2d
L tanh
2 L …………………………………………………….. (2.10)
2 πd
batas digunakan sebagai pengklasifikasi gelombang. Klasifikasi gelombang dapat dilihat pada
L
tabel berikut.
gT 2
L0
2 .................................................................... ... (2.12)
Pada gelombang air dangkal nilai (d/L) kurang dari (1/25) sehingga nilai tanh(2d/L) sama dengan
(2d/L), maka persamaan (2.9.) dan persamaan (2.10) menjadi:
5
Teknik Pantai M. Agus Salim A
C gd
.............. ........................................................... (2.13.)
dan
L gdT CT
.......................................................………. (2.14.)
Gambar 2.1. menunjukkan suatu gelombang monokromatik (monochromatic wave) bergerak dengan
kecepatan jalar C di air dengan kedalaman d. Dalam gambar tersebut juga ditunjukkan tinggi
gelombang (wave height) H, dan panjang gelombang (wave length) L.
.
2.3. Kinematika gelombang
Kecepatan horisontal atau vertikal partikel air dapat ditentukan / diturunkan dari potensial
∂ϕ ∂ϕ
kecepatan: u= dan v=
∂x ∂y
Setelah melalui beberapa proses matematika didapatkan:
πH sin h k ( d + y )
T ) ( sin h k d )
v=( sin ( kx−σt ) ………………………………………………………(2.16)
∂u 2 π 2 H cos h k ( d + y )
ax ≅
∂t
= (
T2 )( sin h k d )
cos ( kx−σt ) ………………………………………… (2.17)
v 2 2 H sinh k d y
ay sin kx t
t T 2 sinh kd …………………………………………. (2.18)
Koordinat partikel air dapat ditentukan dengan rumus:
H cos h k ( d + y )
ξ= ∫ udt= sin ( kx−σt ) ………………………………………………….(2.19)
2 sin h k d
H sin h k ( d + y )
ε = ∫ vdt= cos ( kx−σt ) ………………………………………………… (2.20)
2 sin h k d
H
dengan : jari – jari orbit partikel air yang bergerak dipermukaan.
2
6
Teknik Pantai M. Agus Salim A
SWL
y g H cosh k (d y )
2 cosh kd
-ρgy
Persamaan 2.23. tidak berlaku untuk partikel air yang berada di alas SWL atau dengan kata lain batas
atas berlakunya rumus tersebut pada still water level.
7
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Tenaga total dari suatu gelombang adalah jumlah dari tenaga kinetik dan tenaga potensial dari
gelombang tersebut.
η SWL
ν
dy
d
‘ u
dx
-d
Ek
ρg H 2 L ………………………………………………………………………..(2.23)
¿
16
Energi potensial:
1 1 1
Ep=∫ ρg η2 dx = ρg η2 L = ρg a2 L
2 2 4
ρg H 2 L …………………………………………………………………………(2.24)
¿
16
ρg H 2 L ……………………………………………………………………(2.25)
E=Ek+ Ep=
8
Energi tersebut merupakan suatu variabel dari titik ke titik yang lain sepanjang wave length. Energi
rata-rata persatuan luas:
E ρg H 2 …………………………………………………………………………….(2.26)
Ē= =
L 8
dengan:
E = energi rata-rata persatuan luas; energi density atau specific energy (Nm/m2).
H = Hrms = akar kuadrat rata-rata tinggi gelombang (m).
= rapat massa air (kg/m3).
g = percepatan gravitasi (m/det2)
Energy transfer (pemindahan energi) adalah perambatan energi searah dengan arah gelombang.
8
Teknik Pantai M. Agus Salim A
P = 'energy tansfer' per satuan panjang (per satuan waktu); energy flux ( Nm
det
(m) )
9
Teknik Pantai M. Agus Salim A
10
Teknik Pantai M. Agus Salim A
puncak gelombang dan dianggap tidak ada energi yang merambat sepanjang puncak-gelombang
maka energi transfer di antara dua garis ini dapat dianggap konstan.
‘
Gambar 2.7. Jalur Gelombang
P1.B1 = P2.B2
E1n1C1.B1 = E2n2C2B2
ρ g H 21 ρ g H 22
n1 C 1 B 1 n2 C 2 B 2
8 = 8
B1
√
‘
B2
……………………………………………………………………. (2.32)
n1 C 1
√ n2 C 2
= disebut koefisien 'Shoaling' atau biasa disingkat K s jika n1C1 pada air-dalam.
B1
√ B2
= disebut koefisien 'Refraction' atau biasa disebut K R jika B1 pada air-dalam.
bertambahnya kecepatan jalar gelombang dan wave steepness ( HL ) . Perpindahan partikel air ini tidak
dalam jumlah yang cukup besar tetapi sangat berpengaruh terhadap pembentukan wave set up di
11
Teknik Pantai M. Agus Salim A
‘pantai. Untuk menentukan kenaikan elevasi muka air ini dipakai rumus:
S = 0,19
[ √ ]
1-2,82
Hb
g T2
Hb (2.33)
dengan:
S = wave set up (± 15% Hb)
Hb = Tinggi gelombang di breaker line
(breaker height).
T = periode gelombang.
g = percepatan gravitasi
‘
2.6. Gelombang Pecah
2.6.1. Air dalam (deepwater)
Tinggi maksimum gelombang yang menjalar di air dibatasi oleh suatu keadaan di mana
kecepatan partikel air di puncak gelombang sama dengan kecepatan jalar gelombang (C). Apabila
keadaan tersebut dilampaui maka gelombang akan pecah. Miche (1944) menentukan kondisi batas
tersebut berdasarkan wave steepness:
( HL ) maks
1
= tan h
7
2 πd
L( ) (2.34)
Rumus tersebut juga telah dibuktikan oleh Danel (1952). Di air-dalam persamaan tersebut menjadi :
H0 1
( ) L0 maks
=
7
(2.35)
‘
Gambar. 2.8. Definisi sket gelombang
Jika gelombang bergerak dari tempat yang dalam yang makin lama makin dangkal pada suatu
tempat tertentu gelombang tersebut akan pecah.
12
Teknik Pantai M. Agus Salim A
( HL )
maks
1
= tan h
7
2 πd
L ( )
2 πd
( ) L kecil
tanh ( 2 Lπd )= ( 2Lπd )
( HL )
maks
=
1 2 πd
( )
7 L
( Hd )
maks
=0,9 (2.36)
13
Teknik Pantai M. Agus Salim A
14
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Karena bottom friction, gelombang yang bergerak dari P menuju ke Q akan mengalami
kehilangan tenaga. Kehilangan tenaga tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan tinggi
gelombang (HP> HQ).
Pada tempat yang dangkal kehilangan tenaga gelombang akan lebih besar dibandingkan pada
tempat yang dalam, hal ini disebabkan karena gerakan partikel air pada tempat yang dalam tidak
begitu terasa di dasar laut sehingga kehilangan tenaga akibat 'friction' kecil.
15
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Untuk menentukan, perubahan tinggi gelombang karena bottom friction dilakukan secara empiris.
HQ = Kf. HP . . . . . . . . . . . . . . . . ,. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.38)
HQ = tinggi gelombang di Q.
HP = tinggi gelombang di P.
Kf = koefisien bottom friction (didapatkan dari grafik pada lampiran 7). Perlu diingat bahwa pada grafik
yang dipakai untuk menentukan K f tersebut hanya berlaku pada kedalaman konstan dan dengan
satuan foot - pound - second. Sehingga untuk pantai yang mempunyai landai perlu diadakan
penyederhanaan agar supaya dapat memakai garafik tersebut.
16
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Penyelesaian :
Lo = 1,56T2 = 1,56.42 = 25 m. jika g = 9,81m/dt2
d 5
= =0,20 tabel C1 n = 0,6677
L0 25
d
= 0,2251
L❑
d 5
L= = =¿22,2 m.
0,2251 0,2251
L 22,2
C= = =5,55 m/det
T 4
1 1
Ē= ρg H 2= 1024.9,81 .12=1256 Nm( watt)
8 8
P = E.n.C.b. = 1256. 0,6677 . 5,55 . 4,57 = 21270 Nm (watt).
πH cos h k (d + y )
U A= cos (¿ kx−σt )¿
T sin h k d
2π 2π
cos h (d + y ) cos h (5−2)
πH L π .1 22,2
¿ cos θ= cos 1 ,132
T sin h k d 4 2π
sin h 5
22,2
= 0,283 m/det.
2π 2π
V A= πH sin h L (d + y ) π .1
sin h
22,2
(5−2)
sin θ= sin 1, 132
T sin h k d 4 2π
sin h 5
22,2
17
Teknik Pantai M. Agus Salim A
= 0,35 m/det.
(2)
Diketahui gelombang bergerak dari P (kedalaman 6 m) menuju Q (kedalaman 4 m). Hitung tinggi
gelombang di Q.
Penyelesaian :
g T 2 9,81. 82
L0 = = =100 m
2π 2π
dP 6
= =0,06 → tabel C1 → K s .P =0,9932
L0 100
dQ 4
= =0,04 → tabelC 1 → K s. Q=1,064
L0 100
K sQ 1,064
→ K s . P →Q = = =1,071
K sP 0,9932
6+4 5
d̄ T = m=5 m = =16,4 feet
2 0,3048
f . H P . Δx . K s 0,01.2 .0,9932.1000
A= 2
= =0,8
( d̄ T ) 52
T2 82 T2
= =3,9 dengan nilai A = 0,8 dan =3,9 harga Kf dapat diketahui pada grafik lampiran 7,
d̄ T 16 , 4❑ d̄ T
Kf = 0,875
Tinggi gelombang di titik Q:
HQ = HP.KsPQ.Kf = 2.1,071.0,875 =1,874 m
18
Teknik Pantai M. Agus Salim A
gL 2 πd
Berdasarkan persamaan C =
√ 2π
tan h ( )
L
terlihat bahwa kecepatan gelombang
tergantung pada kedalaman air di mana gelombang tersebut merambat / menjalar. Jika kecepatan
gelombang tersebut berkurang dikarenakan kedalamannya berkurang, panjang gelombang (L) akan
ikut berkurang berbanding lurus dengan berkurangnya kecepatan jalar tersebut, apabila gelombang di
sepanjang puncak gelombang (wave crest). Hal itu disebabkan gelombang di tempat yang dalam
bergerak lebih cepat daripada gelombang yang berada di tempat dangkal. Keadaan ini menyebabkan
puncak gelombang bergerak membelok ke arah daerah yang dangkal. Proses berbeloknya arah gerak
puncak gelombang ini disebut refraksi (refraction).
Wave rays
H2 n C B0
H0 √ √
= 0 0
n2 C 2 B 2
Ks = Koefisien 'shoaling'
KR = Koefisien refraksi.
Untuk suatu gelombang yang bergerak dari laut dalam (deep water) ke laut dangkal (shallow water)
berlaku rumus:
19
Teknik Pantai M. Agus Salim A
H 1 1 C0 B0
H0
=
√() √
2 n C B❑
(3.1)
H H B0
=
√
H 0 H ' 0 B❑
(3.2)
H
Harga = (Ks) dapat dilihat pada tabel C, lampiran 21.
H 'o
b) Orthogonal method
Orthogonal method diajukan oleh Arthur pada tahun 1952. Teori ini didasarkan pada 'Snell's law'.
sin α 1 C1 L1
= =
sin α 2 C2 L2
α1 & α2 = sudut antara garis kedalaman dengan puncak gelombang.
C1 & C2 = kecepatan jalar gelombang pada tempat yang ditinjau.
L1 & L2 = panjang gelombang.
20
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Persamaan 3.4. apabila diterapkan pada suatu pantai dengan garis kedalaman paralel maka (gambar
3.4.):
L0 L1
= =x
sin α 0 sin α 1
B0 B1
=x=
cos α 0 cos α 1
B0 cos α 0
KR =
√ √
B1
=
cos α 1
Wiegel dan Arnold pada tahun 1957 melakukan test refraksi pada kolam gelombang dan dapat
21
Teknik Pantai M. Agus Salim A
membuktikan bahwa snell's law berlaku penuh pada sudut datang (α) antara 10° - 70°. dan garis
kedalaman paralel. Agar supaya teori tersebut di atas dapat diterapkan pada garis kedalaman yang
tidak paralel maka diadakan penyederhanaan pada garis kedalaman. Penyederhanaan tersebut
berupa penggambaran garis kedalaman rata-rata antara dua garis kedalaman yang ditinjau. garis ini
lazim disebut kontur tengah (mid countour).
Penggambaran diagram refraksi dapat dipermudah dengan cara grafis yaitu dengan
menggunakan template refraksi (periksa lampiran 8 dan 9). Cara ini merupakan suatu cara yang
sangat populer untuk membuat diagram refraksi, karena mudah pelaksanaannya, menghemat waktu
dan hasilnya cukup teliti.
Prosedur pembuatan diagram refraksi untuk sudut datang gelombang 80°, adalah sebagai berikut:
1. Buatlah template refraksi pada kertas transparan.
2. Buat tabel hubungan antara d dan C1/C2.
3. Haluskan dan sederhanakan garis kedalaman yang ditinjau. Tujuan dari penyederhanaan ini
22
Teknik Pantai M. Agus Salim A
antara lain:
a. kondisi setempat (local condition) supaya tidak begitu berpengaruh terhadap
keseluruhan.
b. dengan penyederhanaan ini hukum snell dapat berlaku.
4. Gambarkan kontur tengah pada setiap 2 buah kontur yang ditinjau.
5. Cari titik potong antara garis arah gelombang dengan kontur tengah.
6. Tarik garis singgung pada kontur tengah di titik potong tersebut pada no. 5
7. Letakan ortogonal template agar berimpit dengan garis arah gelombang datang, dengan titik
1,0 terletak pada titik potong tersebut pada no. 5.
8. Putar template dengan titik putar R sebagai pusat, sehingga titik pada skala dengan nilai C 1/C2
terletak pada garis singgung tersebut pada nomor. 6.
Arah ortogonal template sesudah diputar menunjukkan arah gelombang sesudah proses
refraksi. Ortogonal keluar antara dua kontur menjadi sama.
9. Ulangi prosedur di atas (no. 3 s/d no. 8) untuk interval kontur berikutnya.
10. Ulangi prosedur di atas (no. 2 sId no. 9) untuk periode dan arah gerombang yang lain.
Catatan:
a) Untuk memperoleh hasil yang cukup teliti ambillah harga C 1/C2 terletak antara 0,8 dan 1,2
dan Δα kurang dari 15°.
B1
b)
c)
Perhitungan KR dipergunakan rumus:
Apabila gelombang bergerak melalui suatu bangunan yang kedap air (Gambar 3.6) maka
akan terjadi suatu proses pemindahan energi di sepanjang puncak gelombang tersebut ke arah daerah
yang terlindung bangunan. Proses ini disebut difraksi.
Karena proses difraksi tersebut, di titik A akan terjadi gelombang sebesar:
H(A) = KD(A).H(P) . . . . . . . .. . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.6.)
dengan:
H(P) = tinggi gelombang di P
H(A) = tinggi gelombang di A
KD(A) = Koefisien difraksi dititik A. Koefisien ini dapat dilihat pada lampiran 11.
Apabila gelombang bergerak melalui celah (Barrier gap), juga akan terjadi proses difraksi.
23
Teknik Pantai M. Agus Salim A
. Gambar 3.7. Koefisien difraksi pada celah (Barrier gap) dengan lebar celah/gap = 2 L.
.Untuk menentukan koefisien difraksi pada barrier gap ini sudah diberikan beberapa diagram, untuk
berbagai jenis barrier gap. Diagram difraksi tersebut dapat dilihat pada buku 'Shore-Protection manual'
Vol. 1 th. 1984.
Apabila arah gelombang menyudut terhadap gap, perhitungan dapat disederhanakan dengan
membuat imaginary gap seperti tertera pada gambar. 3.8.
24
Teknik Pantai M. Agus Salim A
25
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Ditanyakan :
a. α pada kedalaman 6 m.
b. tinggi gelombang di titik P (Hp)
c. Energy flux pada P - Q
d. tinggi gelombang di titik R dengan memperhitungkan bottom friction.
Penyelesaian:
g T 2 9,81. 82
a. L0 = = =100 m
2π 2π
d 6 Ks = 0,9932 = (H/H0’)
= =0,06 → tabel C
L0 100 d
=0 ,1043
6 L
L= =57,5 m
0,1043
sin α 0 sin α sin α 0 sin 3 0o .57,5
= →sin α = L= =0,2875
L0 L L0 100
α = 16,70o
cos α 0 12 cos 3 0 o 2
1
b. KR = (
cos α ) (
=
cos 16 , 7 o )
=0,95
26
Teknik Pantai M. Agus Salim A
HP
=K s . K R → H P =0,9932.0,95 .2=1,89 m
H0
Lo 100
c. Co = = =12,5 m/dt
T❑ 8
PP—Q = Eo.Co.no. cos αo.100
ρg H 2 1 o
= .12,5 . . cos 3 0 .100
8 2
1024.9,81. 22 1 o 6
= .12,5 . . cos 3 0 .100=2,7.10 Nm/det (watt).
8 2
f . H P . x . Ks
d. A= ¿¿
T2 82
= =3,25
d̄ T 6/0,3048
dilihat pada grafik lampiran didapatkan nilai Kf = 0,92
HR = Kf.HP = 0,92 . 1,89 = 1,74 m
Pemecah gelombang
27
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Penyelesaian: L0 =
g T 2 32,2. 82
= =328ft
2π 2π
3). Diketahui : gelombang bergerak dari titik 1 ke 6. Kalau diketahui α 1 dan H1 hitung : H2, H3, H4, H5
dan H6
28
r
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Jawab :
a). H2 = Ks. Kr . H1 (bottom friction diabaikan)
b). H3 = kf.H2
c). H4 = Ks. Kr . kf . H3
d). H5 = kf . H4
e). H6 = KD. H5. (bottom friction diabaikan)
4).
Diketahui kolam pelabuhan seperti terlihat pada gambar dengan kedalaman 10 m. Suatu
29
Teknik Pantai M. Agus Salim A
gelombang dengan periode 10 det dan H i = 3 m memasuki kolam tersebut. Hitung tinggi gelombang
maks di A.
Penyelesaian:
T = 10 det; Lo =
g T 2 9,81.102
= =156 m
2π 2. π
d 10 d
= = 0,064 C1 = 0,1082 ;
L0 156 L
L = 92 m.
Sebelum refleksi :
75
β = arc tg ≈ 37°
100
θ = 90°
r= √ 7 52 + 10 0 2 = 125 m.
r 125
= =1,36
L 92
¿ β = 37° ¿ β = 30° ¿ β = 45 °
r
¿ =1,36
L
D
}
¿ θ = 90° K =0,224
r
¿ =1,36
L
} r
¿ =1,36
L
}
¿ θ = 90° K =0,218 ¿ θ = 90 ° K =0,251
D D
r
¿ =2 ,33
L
Dr
}
¿ θr = 90° K =0,148
HA = Hi . KD + Hi . KDr . Cr
= 3.0,224 + 3.0,148.0,4 = 0,85 m.
30
Teknik Pantai M. Agus Salim A
31
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Muka air laut akan mengalami naik turun dikarenakan pengaruh gelombang. Gelombang yang
diterangkan pada bab-bab sebelumnya merupakan gelombang periode singkat (wave of short period)
yang sesuai dengan gelombang yang ditimbulkan oleh angin. Gelombang yang mempengaruhi
fluktuasi muka air laut tersebut meliputi :
a. gelombang pasang surut (astronomical tide).
b. gelombang tsunami
c. gelombang osilasi (basin oscillation).
d. gelombang badai (storm surge)
e. gelombang pengaruh klimatologi (climatologic effects)
f. gelombang pengaruh geologi (geologi effects)
* Gelombang pasang surut yaitu gelombang yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara bumi dan
planet-planet lain terutama bulan dan matahari. Gelombang ini mempunyai periode sekitar 12,4 jam
dan 24 jam.
*. Gelombang tsunami yaitu gelombang yang ditimbulkan oleh gempa bumi di bawah laut. Gelombang
ini mempunyai periode antara 5 - 60 menit.
* Gelombang osilasi yaitu gelombang yang terjadi pada suatu kolam (kolam pelabuhan, teluk, danau
dsb.) yang disebabkan adanya gangguan keseimbangan muka air. Gangguan keseimbangan tersebut
dapat berupa gempa bumi, hembusan angin, dan sebagainya. Gelombang ini mempunyai periode
yang besarnya tergantung pada penyebabnya yaitu bervariasi antara beberapa menit sampai
beberapa jam.
*. Gelombang badai yaitu gelombang yang disebabkan oleh badai (storm surge).
*. Gelombang pengaruh klimatologi dan geologi sukar untuk dipisahkan satu dengan lain. Gelombang
ini biasanya tidak begitu berpengaruh pada perencanaan bangunan-bangunan pantai. Pada bab ini
akan diuraikan secara agak panjang lebar hanya pada gelombang pasang surut. Sedangkan untuk
gelombang-gelombang yang lain dipelajari di luar buku ini.
Gelombang pasang surut ialah gelombang (naik turunnya permukaan air laut) yang digerakkan
oleh gaya tarik menarik antara bumi dengan planet-planet lain terutama bulan dan matahari. Gaya tarik
menarik tersebut dapat ditentukan dengan rumus 'Newton':
M 1. M 2
F=G dengan
x2
F = gaya tarik menarik (N)
M1.M2 = massa benda (kg)
32
Teknik Pantai M. Agus Salim A
33
Teknik Pantai M. Agus Salim A
2π L3
T ω
=2 π
√ G. Mm 1+( Me
Mm )
4.5.
Gaya yang bekerja pada suatu satuan massa air yang berada di permukaan bumi dapat
diterangkan sebagai berikut :
fc = ω2 Le.
Mengingat persamaan 4.1 maka :
G. Mm
fc = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.6.
L2
G. Me
g=
r e2
r e2
G= g
Me
Persamaan 4.6. diubah menjadi :
2
Mm ℜ
fc = g
( )( )
Me L
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.7.
34
Teknik Pantai M. Agus Salim A
2
G. Mm
=¿g Mm ℜ
fa =
s2
Me ( )( ) s
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.8.
cos ( θ+ β ) cos θ
( Mm
¿−g+ g
Me ) [
re
s
2
−2
L ] 2
3
g Mm ℜ (
≈−g+ (
2 Me ) ( L )
1+ 3 cos 2θ ) 4.10
Ft = fc.sin θ - fa.sin (θ + β )
Mm 2 sin θ sin ( θ+ β )
¿g
Me
re
L2 [−
s2 ]
3 Mm ℜ 3
≈− g
2 Me L ( )
sin 2 θ 4.11.
(tractive force'.
Tractive force yang disebabkan oleh bulan dua kali lebih besar dari yang disebabkan oleh matahari.
Gambar 4.5. Skema pasang surut permukaan air di bumi dalam keadaan
ideal karena pengaruh bulan
.
4.2. Jenis gelombang pasang surut
Ada dua macam pasang-surut yaitu:
35
Teknik Pantai M. Agus Salim A
1. Semi Diurnal Tide: Yaitu pasang surut yang mempunyai periode : 12,4 jam. Jadi dalam satu hari
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Keadaan ini terjadi apabila paras perputaran bumi tegak
lurus pada garis yang menghubungkan pusat bumi dan bulan.
2. Diurnal Tide: Yaitu pasang surut yang mempunyai periode: 24 jam. Jadi dalam satu hari terjadi
satu kali pasang dan satu kali surut. Keadaan ini terjadi apabila paras perputaran bumi tidak tegak
lurus pada garis yang menghubungkan pusat bumi dan bulan.
Pengaruh kombinasi antara bulan dan matahari terhadap pasang-surut yang terjadi di bumi
menyebabkan dua keadaan pasang-surut yaitu:
a. Spring tide: pada keadaan ini terjadi HHW (high-high water) dan LLW (low-low water).
b. Neap tide: pada keadaan ini terjadi LHW (low-high water) dan HLW (high-low water).
36
Teknik Pantai M. Agus Salim A
.dengan:
η = elevasi muka air
A = jarak antara datum dengan MSL (mean sea level)
Ai = Amplitudo
Ti = Periode Setiap komponen pasang-surut (tidal componen).
Δi = Sudut phase (phase angle)
Penjelasan:
Komponen pasang-surut dapat diambil dari tabel 4.1.
Ai dan Δi disebut pula konstante pasang surut yang harus didapatkan dari pengamatan.
MSL = Mean Sea Level. ).
37
Teknik Pantai M. Agus Salim A
38
Teknik Pantai M. Agus Salim A
V. GELOMBANG ANGIN
Pendahuluan:
Gelombang yang sangat sering terjadi di laut dan yang cukup penting adalah gelombang yang
dibangkitkan oleh angin. Contoh suatu hasil pencatatan gelombang angin pada suatu lokasi dapat
dilihat pada gambar 5.1
Pencatatan gelombang di dekat lokasi tersebut di atas dalam waktu yang sama, mungkin
kelihatan jauh berbeda, akan tetapi gelombang tersebut mempunyai sifat-sifat statistik yang sarna.
Tinggi gelombang rata-rata yang ditimbulkan oleh angin merupakan fungsi dari kecepatan angin, fetch
(jarak tempuh gelombang) dan lamanya angin berhembus (duration). Pada suatu daerah dengan fetch
tak terbatas (misal laut) mendapat hembusan angin dengan kecepatan tertentu dan lama hembus tak
terbatas akan memberikan /menghasilkan gelombang dengan periode dan tinggi rata-rata yang
tertentu. Keadaan ini disebut 'Fully Developed Sea' (F.D.S.). Tinggi gelombang tersebut tidak dapat
bertambah terus dan mencapai maksimum pada saat energi yang didapat dari angin seimbang dengan
energi yang hilang karena adanya turbulensi maupun pecahnya gelombang. Jika gelombang
meninggalkan daerah pembangkit (generating area) maka profil gelombang akan makin halus dan
tinggi gelombang rata-rata akan berkurang karena gesekan/tahanan oleh udara, turbulensi penyebaran
ke arah lateral dan penyebaran frequensi.
Karena kecepatan rambat gelombang tergantung pada periode gelombang, maka penyebaran
frequency menyebabkan group gelombang tersebar yaitu gelombang dengan periode yang lama akan
bergerak di depan dan gelombang dengan periode pendek akan tertinggal. Dengan memperhatikan
pencatatan gelombang pada gambar 5.1. timbul pertanyaan bagaimana menentukan tinggi dan
periode gelombang dari data tersebut. Jelas bahwa gelombang tersebut merupakan super posisi dari
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Karakteristik dari spektrum gelombang angin terutama tergantung pada panjang fetch (F),
kecepatan angin (U), lama tiup/hembus (td). Akan tetapi ada faktor-faktor lain yang kadang-kadang
sangat berpengaruh misalnya: lebar fetch, kedalaman air, kekasaran dasar, stabilitas atmosphir dan
sebagainya.
Gambar 5.2. menunjukkan secara skematis hubungan antara Tinggi gelombang (Hs)' Periode
gelombang (T g), panjang fetch (F) pada suatu kecepatan angin tertentu.
Teknik Pantai M. Agus Salim A
F
. Jika td ⟩ ,geIombang akan mengikuti lengkung OAB dan sifat-sifat gelombang pada akhir fetch
cg
akan tergantung pada F dan U.
. Jika td dan F mempunyai nilai cukup besar, lengkung OAB akan menjadi datar dan keadaan ini
disebut 'Fully Developed Sea' (F.D.S.).
F
jika td ⟨ gelombang tidak dapat tumbuh mengikuti lengkung OAB melainkan mengikuti OAC.
cg
F min
Dalam hal ini td = dan disebut duration limited.
Cg
Untuk menentukan tinggi ataupun periode gelombang dengan cara ini sudah dibuatkan grafik dan
dapat dilihat pada lampiran 12 dan 13.
Seperti yang telah diuraikan di depan bahwa selain tergantung panjang fetch, pembentukan
gelombang tersebut juga tergantung pada lebar fetch. Untuk menentukan fetch efektif daerah
berbentuk segi-empat dapat dipakai gambar. 5.3. atau lampiran 14.
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Gambar.5.3. Hubungan antara panjang fetch (F), lebar fetch (W), dan panjang fetch efektif (Fe)
pada daerah berbentuk segi- empat.
Sedangkan untuk mendapatkan fetch efektif (Fe) pada suatu daerah dengan bentuk sembarang dapat
ditempuh dengan cara memakai rumus:
Σ X i .cos α
Fe= . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5.1.
Σ cos α
dengan:
Fe = panjang fetch efektif
Xi = panjang fetch pada arah yang ditinjau
α = sudut antara jalur fetch yang ditinjau dengan garis yang tegak lurus pantai.
Pemakaian rumus ini dapat dilihat pada lampiran 15.
Karena gelombang mempunyai sifat random maka untuk mengetahui karakteristik gelombang
tersebut dipakai pendekatan dengan statistik. Dua buah analisa gelombang yang penting adalah:
a) evaluasi distribusi probabilitas dari tinggi gelombang untuk mendapatkan H 33' H10 dan
sebagainya.
b) penentuan spektrum energi gelombang.
Probability of accurance P(Hi) dari suatu tinggi gelombang H i pada suatu hasil pencatatan
yang terdiri dari N gelombang dapat ditentukan dengan distribusi Rayleigh distribution:
Teknik Pantai M. Agus Salim A
2 Hi
P(Hi) = 5.2.
¿¿
1
Hrms=
√ N
Σ H i2
∫ H i . P(H i ). d H i √ π H 5.4
=0 rms
H̄=H 100 =
P(H i ). H i 2
Probabilitas Kumulatif P (≤Hi) (yaitu kemungkinan terjadi gelombang ≤ Hi) dapat ditentukan dengan
rumus
Hi
Hi 2
P( Hi)=∫ P( H i ¿ ) . d H i=1−e−
0
H rms
¿
( ) 5.5
Berdasarkan persamaan 5.5. dapat dibuat tabel distribusi gelombang seperti tertera pada tabel 5.1.
Tabel 5.1. Tabel distribusi gelombang
n% Hn/H33 Hn/H100
1 1,68 2,68
10 1,28 2.03
33 1,00 1,60
50 0,89 1,42
100 0,63 1,00
Longuet-Higgins juga menunjukkan hubungan antara H maksimum dengan H 33 sebagai berikut: Hmaks =
kerapatan energi (energy density) maksimum dari suatu spektrum dan tinggi gelombang signifikan
adalah tinggi gelombang pada periode gelombang tersebut dan dapat ditentukan dengan rumus:
H33 = 4.a 5.8
Σ η2
a ¿
√ N
Beberapa ahli berpendapat bahwa penggunaan komputer yang cukup besar kadang-kadang tidak
5.9.
mungkin dilakukan di suatu tempat, maka mereka mengusulkan untuk memakai model spektrum
energi gelombang (wave energy spectrum model) yang didasarkan pada teori dan data empirik.
SH2 (T) = f (T,g,U,F,td) 5.10.
dengan:
SH2 (T) = penyajian H2 sebagai fungsi T.
Bretschneider (1959) mengusulkan spektrum yang didasarkan pada periode dan tinggi gelombang.
4
( TT̄ )
( )
−0,675
2 3
H̄ T e
S H 2 ( T )=3,44
T̄ 4
dengan:
H̄ = tinggi gelombang rata-rata H100
T̄ = periode gelombang rata-rata.
Pierson dan Moskowitz (1964) mengadakan analisa hasil pencatatan gelombang oleh British
Weather Ships di Atlantic Utara. Dari pencatatan tersebut dipilih gelombang yang ditimbulkan oleh
angin dengan kecepatan 20 - 40 knot. (1 knot = 0,514 m/det = 1 mil/jam = 1852 m/jam). Hasil yang
didapatkan dari analisa di atas didapatkan spektrum sebagai berikut:
4
¿
−0,74 ( 2 πU )
S H 2 ( T )= ( 8,1.1 0 g T e−3
(2 π )
4
2 3
) 5.12.
U adalah kecepatan angin pada elevasi 19,5 m di atas muka air laut (m/det). Spektrum P.M. (Pierson-
Moskowitz) dipakai secara luas sebagai spektrum desain, akan tetapi perlu diingat bahwa spektrum ini
dapat dipakai pada kondisi FDS (Fully developed Sea) yang artinya pada kecepatan angin tertentu
gelombang yang terjadi merupakan gelombang maksimum tanpa mendapat batasan dari lama hembus
dan panjang fetch. Energi spesific ('specific energy = energy per unit area') didapatkan dengan
mengintegralkan luasan di bawah kurve persamaan 5.11 atau 5.12 dari T = 0 ∞ dan dikalikan
dengan ρg.
∞
Ē = ρg ∫ S H 2 (T ) dt 5.13.
0
ρ g ( H 33 )2
Ē=
16
didapatkan:
∞
2
(H33) = 16 ∫ S H 2 (T ) dt 5.14.
0
Tinggi gelombang rencana tergantung pada jenis konstruksi yang akan dibangun. Di bawah ini
diberikan beberapa pedoman untuk menentukan tinggi gelombang rencana untuk beberapa keperluan:
a. Konstruksi kaku (fixed rigid structure). Misalnya: Menara bar lepas pantai. Tinggi
gelombang dipakai H maksimum dengan periode ulang 100 th
b. Konstruksi flexibel ('flexible structure'). Misalnya: Rubble Mound Breakwater Tinggi
gelombang rencana dipakai H s dengan periode ulang yang lebih kecil dari konstruksi kaku.
Dalam memilih periode ulang perlu ditinjau dengan analisa ekonomi.
c. Konstruksi semi kaku (semi rigid structure). Misalnya: Sea Wall. Tinggi gelombang
rencana dipakai H10.
d. Proses yang terjadi dipantai Misalnya: peramalan angkutan sedimen. Tinggi gelombang
rencana dipakai Hs atau Hrms tahunan.
Jawab:
a). Hs = 0,0056 U2 = 0,0056 402 = 8,96 m
T = 0,33.40 = 13,2 det.
U = 40 knot = 40. 0,514 m/det. = 20,57 m/det. .
b). T = 13,2 det.
4
¿
−0,74 ( 2 πU )
(
S H 2 ( T )=
−3 2
8,1.1 0 g T e
(2 π )
4
3
)
4
( 9,81.13,2
2 π .20,7 )
( )
−0,74
−3 2 3
8,1.1 0 9,8 1 13 , 2 e
¿
( 2 π )4
= 0,55 m2/det.
T = 5 det → SH2 = 0,06 m2/det
T = 10 det → SH2 = 0,39 m2/det.
T = 15 det → SH2 = 0,49 m2/det.
T = 20 det → SH2 = 0,08 m2/det.
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Littoral process merupakan hasil interaksi antara angin, gelombang, arus, pasang-surut,
sedimen (pasir) dan lain-lain kejadian di daerah littoral (littoral zone). Terjadinya erosi (erosion) atau
akresi (accretion) pada suatu pantai tergantung pada angkutan sedimen di daerah tersebut. Pada
suatu pantai yang stabil dapat terjadi proses erosi ataupun akresi apabila di daerah tersebut didirikan
suatu bangunan (misal: pemecah gelombang, groin, jettie dsb.).
Contoh kejadian tersebut misalnya:
a. Terjadinya akresi karena adanya pemecah gelombang lepas pantai (off shore break water)
tombolo
Arah gelombang
Pemecah gelombang
Kolam pelabuhan
erosi
akresi
Arah gelombang
Gelombang adalah penyebab utama transportasi sedimen di littoral zone. Gelombang yang
besar akan pecah lebih jauh dari pantai, hal ini berarti surf zone bertambah lebar dan mengakibatkan
bertambahnya transportasi sedimen di pantai tersebut. Perubahan periode gelombang atau tinggi
gelombang menyebabkan pergerakan pasir ke arah pantai atau ke arah laut. Sudut antara puncak
gelombang yang sedang pecah (breaking wave) dengan garis pantai menunjukkan arah dari gerakan
air di daerah surf zone dan biasanya juga menunjukkan arah Iongshore transport. Berdasarkan hal-hal
tersebut di atas pengetahuan tentang keadaan gelombang (periode, tinggi, arah dan distribusi
gelombang pada setiap musim) sangat diperlukan. Littoral transport dapat terjadi dalam 2 cara yaitu
sebagai:
- bed load transport dan atau - suspended load transport'.
Biasanya kedua cara tersebut terjadi bersama-sama. Littoral transport dapat diklasifikasikan menjadi:
a) Angkutan pasir terjadi dari pantai ke laut atau sebaliknya. (On shore off shore transport).
b) Angkutan pasir di sepanjang pantai. (Long shore transport).
'On shore - off shore tranport' adalah proses transport terpenting di zone lepas pantai (off shore- zone).
Sedangkan di surf - zone, 'on shore-off shore' maupun 'long-shore transport' merupakan kejadian yang
sangat penting.
rumus yang lain merupakan rumus-rumus yang cukup teliti karena dalam rumus-rumus tersebut sudah
dimasukkan beberapa parameter lain selain gelombang, di antaranya arus air dan ukuran butir pasir.
Perlu diketahui bahwa perhitungan longshore transport dengan rumus-rumus tersebut di atas (selain
CERC) adalah memerlukan banyak waktu, apalagi kalau jumlah stasion yang ditinjau cukup banyak.
Oleh sebab itu pemakaian rumus-rumus ini harus ditunjang dengan peralatan komputer. Pada bab ini
hanya akan dibahas penjabaran, pemakaian dan syarat-syarat penggunaan rumus CERC (Pemakaian
rumus-rumus lain dapat dilihat/dibaca pada buku Coastal Sedimen Transport, Compution of longshore
transport; Water loopkundig laboratorium, terbitan tahun 1976).
Penjabaran rumus CERC:
S = A . P' 6.1.
S = jumlah angkutan pasir per detik.
A = koefisien
P' = komponen 'energy flux' yang masuk 'breaker zone' per satuan panjang
P=E.n.c 6.2.
P = 'energy flux'
c = kecepatan gelombang
n = 1/2 untuk 'deepwater'
= 1 untuk 'shallow water'
E=
ρg H 2 6.3.
16
ρ = rapat massa air laut
g = percepatan grafitasi
H = tinggi gelombang signifikan
Garis
pantai
Batas gelombang
pecah
Surf zone
Gambar 6.4. Arah Gelombang pada surf zone
Px = P. Sin αbr. .
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Py = P. Cos αbr.
P' = Px.Py =Psin αbr.Cos αbr (6.4.)
Po.bo = P.b
b0
P = Po. = P0.K2RBR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (6.5.)
b
Persamaan : (6.2); (6.3); (6.4); (6.5); -
P' = Po.K2RBR Sin αbr. Cos αbr.
1
= ρ .g. H02 ½. Co. K2 RBR . sin αbr Cos αbr.
16
1
= ρ .g. H02 Co. K2RBR . sin αbr . cos αbr (6.6.)
32
Koefisien CERC sendiri sampai kini masih menjadi perdebatan, karena belum adanya persetujuan dari
beberapa ahli. Sebagai gambaran nilai koefisien CERC dapat dilihat pada tabel 6.1.
Tabel 6.1. Koefisien CERC
N Penemu Jenis Gelombang Koefisien CERC
A'(m3/det) A "(m3/tahun)
o
1 Original CERC Hs 0,014 0,44.106
Hrms 0,028 0,88.106
2 SPM (1975) Hs 0,025 0,79.106
3 Komar (1976) H rms 0,049 1,55.106
4 Svasek H rms 0,039 1,23.106
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Jawab:
L0 =
g T 2 9,81.7 ,5 2
= =¿ 87,8 m
2π 2π
L0 87,8
C0 = = =11,7 m/det
T 7,5
Taksir KRBR = 0,84
HO' = Hrms. KRBR = 1,75 . 0,84 = 1,47.
Hb 1 ,984
2
= = 0,0036
gT 9,81.7 ,5 2
db
grafik lampiran 3 = 1,14 ; db = Hb x 1,14 = 2,26 m
Hb
d b 2 , 26 2 π db
= = 0,026 tanh = 0.3932 (1)
L0 87,8 L
d 10 10 2 π d❑
= = 0,114 tanh = 0,7450 (2)
L0 87,8 L
C b (1) 0,3 932
= = = 0,528
C10 (2) 0,745
Cb
αbr = arc sin sin a' = arc sin (0,528) sin (-16°) = - 8,780
C10
1 0 1
cos α '
K 'R = cos ❑−16
KRBR =
[ cos α br ] [
2
cos ❑−8,78 ] 2
0,85
7.1. Pendahuluan
Dengan adanya pemecah gelombang pada suatu pantai, maka keseimbangan pantai akan
terganggu. Pada pantai tersebut mungkin akan terjadi proses erosi ataupun akresi. Proses ini akan
terjadi cukup cepat apabila angkutan pasir di pantai tersebut cukup besar. Oleh sebab itu penelitian
pengaruh pemecah gelombang terhadap pa ntai perlu dilakukan sehingga hal-hal yang tidak
diinginkan dapat dihindari atau ditekan sekecil mungkin.
gelombang juga merupakan fungsi dari waktu. Oleh sebab itu penentuan gelombang rencana
hanya dapat didasarkan pada teori kemungkinan (secara statistik). Khusus pada
perencanaan 'rubble mound breakwater' biasa dipakai tinggi gelombang signifikan dengan
periode ulang tertentu sebagai gelombang rencana. Hal ini mengingat 'rubble mound
breakwater' merupakan bangunan fleksibel sehingga tidak perlu menggunakan gelombang
terbesar sebagai gelombang rencana.
Gambar. 7.1. Tampang lintang Rubble Mound breakwater ufituk kondisi non breaking wave
Gambar. 7.2. Tampang lintang Rubble Mound Breakwater untuk kondisi 'breaking wave'
Teknik Pantai M. Agus Salim A
DAFTAR PUSTAKA
Ippen A.T., 1966, Estuary and Coastline Hydrodynamics, McGraw-Hili, New York
Nur Yuwono, 1982, Teknik Pantai, Biro Penerbit KMTS FT UGM, Yogyakarta
Quiin, A.D., 1972, Design and Construction of Ports and Marine Structures, McGraw-Hill, New York
Sorensen R.M., 1978, Basic Coastal Engineering, John Wiley & Sons, New York
U.S. Army Coastal Engineering Research Center, 1975, Shore Protection Manual, Government printing office, Washington D'C.
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Lampiran 1
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Lampiran 3
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Lampiran 4
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Lampiran 5
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Lampiran 6
Teknik Pantai M. Agus Salim A
2
Lampiran 7 T
d̄ T
(dT)f2rH0KsΔx
A=
Lampiran 12
Lampiran 13
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Lampiran 14
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Lampiran 15
Teknik Pantai M. Agus Salim A
Leeward
Lampiran 16
Teknik Pantai M. Agus Salim A