Anda di halaman 1dari 27

BAB IV STRUKTUR STATIS TAK TENTU

4.1. Pengertian Struktur Statis Tak Tentu


Beberapa metode klasik telah dikembangkan selama beberapa tahun dalam upaya
menentukan gaya dan perpindahan dari sistem statis tertentu dan statis tak tentu.

Ada beberapa keuntungan dalam mendesain sistem statis tak tentu. Yaitu mencakup
desain struktur menjadi lebih mudah dan lebih rigid/kaku. Dengan tambahan kelebihan
pada sistem berarti memperbesar faktor keamanan. Kerugian mendasar dari sistem statis
tak tentu adalah pengaruh penurunan tumpuan, perubahan temperatur, kesalahan
pabrikasi dan sebagainya pada perilaku elemen strukturnya.
B C D

A E
H G F
P P P
4 @ L

Gambar 4.1 Struktur Rangka Batang Statis Tak Tentu

4.2. Derajat Ketidaktentuan Statis


Struktur statis tak tentu ditunjukkan dengan Derajat Ketidaktentuan Statis. Pada
struktur rangka batang derajat ketidaktentuan statis bisa berbentuk:
- Reaksi Tumpuan/Perletakan (R)
- Kelebihan Jumlah Batang (n)

Dari persamaan (2.1) yang menunjukkan syarat statis tertentu struktur rangka batang
n = 2s – 3
dimana :
n : jumlah batang
s : jumlah simpul/titik hubung
Dengan rumus diatas kita bisa menentukan jenis sifat struktur, yaitu:
Bila n < 2s – 3 : Struktur Tidak Stabil
Bila n = 2s – 3 : Struktur Stabil (Struktur Statis Tertentu)
Bila n > 2s – 3 : Struktur Statis Tak Tentu (Memiliki Kelabihan)

Analisis Struktur II 32
Maka kita dapat membedakan jenis struktur statis tak tentu menjadi :
a. Struktur statis tak tentu dalam
Ciri : - n > 2s – 3
- R =3
b. Struktur statis tak tentu luar
Ciri : - n = 2s – 3
- R >3
c. Struktur statis tak tentu luar dan dalam
Ciri : - n > 2s – 3
- R >3
Sehingga kita dapat mengetahui Derajat Ketidaktentuan Statis dengan rumus:
i = R + n – 2s (4.1)

Latihan 4.1
Tentukan Derajat Ketidaktentuan Statis dari Gambar berikut !

B C P P
A

(a) (c)
P
D

B C
A P P P

(b) (c)

4.3. Kondisi Batas (Boundary Condition)


Penyelesaian analisa struktur dalam menentukan berbagai reaksi pada struktur, baik
reaksi perletakan maupun gaya batang, harus memenuhi seluruh syarat keseimbangan
statis yang berlaku :
- Untuk keseluruhan struktur
- Setiap bagian struktur sebagai benda bebas (setiap bagian dari rangka batang/per
titik hubung)

Analisis Struktur II 33
Persamaan kesimbangan statis untuk aksi dalam bidang x-y yang harus dipenuhi
persamaan (2.2) :
Fx = 0
Fy = 0
Mz = 0

Khusus untuk struktur statis tak tentu persamaan keseimbangan saja tidak cukup,
melainkan harus juga memenuhi SYARAT BATAS (Boundary Condition) atau
SYARAT KESEPADANAN/KOMPATIBILITAS atau SYARAT GEOMETRIS.
Syarat Batas ini menyatakan kontinuitas perpindahan di seluruh bagian struktur.

Pada struktur rangka batang syarat batas harus dipenuhi pada :


1. Pada semua titik tumpuan/perletakan dimana perpindahan struktur harus konsisten
dengan kondisi tumpuan.
Nama Bentuk Translasi Traslasi Rotasi
Tumpuan Vertikal horisontal
i ΔiV = 0 ΔiH = 0 Ada
Sendi Tidak ada translasi 2 arah
i ΔiV = 0 Ada Ada
Rol Tidak ada translasi tegak lurus tumpuan
ΔiV = 0 ΔiH = 0 i = 0
Jepit i Tidak ada translasi dan rotasi

Tabel 4.1 Persamaan Syarat Batas Tumpuan

2. Pada semua titik kumpul (titik hubung) pada bagian dalam struktur
“Tidak ada perubahan panjang batang pada struktur rangka batang”

P P P

Gambar 4.2 Kestabilan titik hubung pada rangka batang


4.4. Metode Gaya (Force Method)

Analisis Struktur II 34
Metode gaya adalah cara perhitungan struktur yang memilih komponen gaya sebagai
besaran dasar yang belum diketahui dan akan dihitung terlebih dahulu.

Ada beberapa cara perhitungan yang satu sama lain agak berbeda dalam teknik solusi
saja, namun tetap didasarkan pada konsep dasar yaitu penentuan gaya kelebihan dengan
penerapan SYARAT BATAS (Boundary Condition) atau SYARAT
KESEPADANAN atau SYARAT GEOMETRIS.

Pada struktur statis tak tentu metode yang paling dasar dan umum dalam
menganalisanya adalah dengan menggunakan metode ini.
Khusus untuk struktur rangka batang statis tak tentu langkah-langkah analisis yang
harus dilakukan adalah :
1. Menjadikan struktur menjadi statis tertentu dengan membuang reaksi kelebihan baik
berupa reaksi perletakan maupun kelebihan gaya batang (redundant).
2. Redundant dijadikan gaya kelebihan yang tidak diketahui.
Analisa struktur statis tak tentu ini menggunakan konsep dasar penentuan defleksi pada
struktur statis tertentu yang dapat diselesaikan dengan menggunakan Metode Beban
satuan (unit load method).

4.5. Hukum Defleksi Timbal Balik


Hukum ini ditemukan pada tahun 1864 oleh Maxwell untuk struktur rangka batang
(truss), yang dapat juga diaplikasikan pada balok dan rangka kaku dan struktur lainnya..
Kemudian pada tahun 1872 diperkenalkan kembali oleh Betti sehingga hukum ini
sering dikenal sebagai Hukum Maxwell-Betti.

Teorema umum Kerja Maya Bolak-Balik :

“Kerja maya yang dilakukan oleh sistem gaya P yang menyebabkan sistem
deformasi dari gaya Q bernilai sama dengan kerja maya akibat sistem gaya Q
yang menyebabkan deformasi dari sistem gaya P.”

Hal ini berlaku untuk semua jenis struktur.

Analisis Struktur II 35
Tinjau rangka kaku berikut ini :

QP2 QQ2
Q2
P2
PP2 PQ2
P3
PP3 PQ3
Q1

QP1 QQ1

P1
PP1 PQ1

(a) (b)
Gambar 4.3 Struktur Rangka Kaku (Frame)
PP1, PP2, PP3 : defleksi arah P akibat P

QP1, QP2 : defleksi arah Q akibat P

QQ1, QQ2 : defleksi arah Q akibat Q

PQ1, PQ2, PQ3 : defleksi arah P akibat Q

Apabila dianggap Gaya P bekerja terlebih dahulu kemudian ditambah gaya Q, maka
kerja nyata yang terjadi adalah :
3 2 3
1 1
W   2 .P .
i 1
i ppi   .Qi . QQi   Pi . PQi
i 1 2 i 1
(4.2)

Sebaliknya kerja nyata akibat gaya Q yang bekerja dahulu, kemudian ditambah gaya P
adalah :
2 3 2
1 1
W  
i 1 2
.Qi . QQi  
i 1 2
.Pi . PPi  
i 1
Qi . QPi (4.3)

Berdasarkan hukum kekekalan energi, maka kedua kondisi diatas menghasilkan kerja
yang sama. Sehingga menghasilkan rumus :
3 2

 Pi . PQi 
i 1
 Q .
i 1
i QPi (4.4)

Analisis Struktur II 36
Bila pada sistem gaya hanya ada satu unit P maupun Q, maka aplikasi pada teorema ini
menjadi :

P1 = 1

P1 (momen) = 1

QP
Q1 (gaya) = 1
PQ QP

PQ

QP = QP

Q1 = 1
QP = QP

(a) (b)

Gambar (4.4) Defleksi Timbal Balik pada Sistem Balok dan Rangka Batang

Hukum Defleksi Timbal Balik menyatakan :

“Defleksi pada Q akibat beban satuan pada P adalah sama dengan defleksi pada
P akibat beban satuan pada Q.”

δQP = δPQ (4.5)

Untuk rangka batang :

F .u Q .L u P .u Q .L
 Qp    (4.6)
EA EA

F .u P .L u Q .u p .L
 PQ    (4.7)
EA EA

Untuk mencari defleksi akibat gaya sebenarnya dari gambar (4.4 a)

ΔQP = P . δQP

ΔPQ = Q . δPQ (4.8)

Atau dengan bentuk yang umum adalah :

Untuk defleksi yang diakibatkan oleh satu gaya rumus umumnya menjadi: (contoh 1)

Δij = Fj . δij (4.9)

Analisis Struktur II 37
Dimana :

Δij = Defleksi pada titik i akibat gaya F pada titik j

Fj = Gaya luar pada titik j

δij = Defleksi pada titik i akibat gaya satuan pada titik j

Untuk defleksi yang diakibatkan oleh lebih dari satu gaya rumus umumnya menjadi:
(contoh 2)

Δin =  (Fj . δij + Fk . δik + Fl . δil +…) (4.10)

Dimana :

Δin = Defleksi pada titik i akibat kondisi ke n yang disebabkan oleh gaya F pada titik j,
gaya F pada titik k, gaya F pada titik l, dst)

Fj,k,l,… = Gaya luar pada titik j,j,k,l,…

δij ,ik,il,… = Defleksi pada titik i akibat gaya satuan pada titik j, gaya satuan pada titik k,
gaya satuan pada titik l, …

Contoh 1:

1. Balok sederhana Statis Tak Tentu dengan 1 derajat kelebihan


A B C
D

D
B1

B2

R2

DB BB

Analisa balok statis tak tentu dengan 1 derajat kelebihan pada RB :

 Akibat Kondisi 1 : Akibat Beban Luar

B1 = PD. BD (4.11)

Analisis Struktur II 38
dimana

B1 : Defleksi pada titik B akibat kondisi 1 yang disebabkan oleh beban luar P pada
titik D

PD : Beban luar P pda titik D

BD : Defleksi pada titik B akibat beban satuan pada titik D

Ingat bahwa dalam hukum defleksi timbal balik BD = DB, sehingga untuk
memudahan perhitungan persamaan (4.11) dapat diubah menjadi :

B1 = PD. DB (4.12)

 Akibat Kondisi 2 : Akibat Gaya Kelebihan (R2)

B2 = R2. BB (4.13)

dimana

B2 : Defleksi pada titik B akibat kondisi 2 yang disebabkan oleh gaya R 2 pada titik
B

R2 : Gaya Kelebihan pada titik B (R2) pada titik B (R2 bisa dibuat menjadi RB)

BB : Defleksi pada titik B akibat beban satuan pada titik B

Dengan adanya hukum defleksi timbal balik kita tidak perlu mencari defleksi akibat
beban satuan pada titik B dan D tetapi cukup mencari beban satuan pada titik yang
ingin dicari defleksinya saja (dalam hal ini pada titik B).

 Syarat Batas

Berdasarkan kondisi tumpuan Rol yang dibuang, maka syarat batas yang dapat
digunakan

ΔBV = 0 (4.14)

Untuk memenuhi syarat batas tersebut maka defleksi yang diakibatkan oleh kondisi
1 (ΔB1) sama dengan kondisi 2 (ΔB2) yang berlawanan arah , yaitu :

B1 = B2 (4.15)

Dari persamaan (4.12) dan (4.13) yang disubstitusi ke persamaan (4.15) reaksi
kelebihan pada titik B (R2) adalah :

Analisis Struktur II 39
 BD
R2  PD . (4.16)
 BB

2. Balok sederhana Statis Tak Tentu dengan 2 derajat kelebihan


P P
A B C
MA D E
P
RA RB RC

P P

B1 C1

B2 C2

RB

B3 C3

RC
1
D B E C

DB BB EB


CB

1
D B E C

DC BC EC


CC

Balok statis tak tentu dengan 2 derajat kelebihan pada RB dan RC:

 Akibat Kondisi 1 : Akibat Beban luar

B1 = PD. BD + PE . BE (4.17)

C1 = PD. CD + PE . CE (4.18)

dimana :

B1 : Defleksi pada titik B akibat kondisi 1 yang disebabkan oleh beban luar P pada
titik D dan P pada titik E

C1 : Defleksi pada titik C akibat kondisi 1 yang disebabkan oleh beban luar P pada
titik D dan P pada titik E

BD : Defleksi pada titik B akibat beban satuan pada titik D

BE : Defleksi pada titik B akibat beban satuan pada titik E

CD : Defleksi pada titik C akibat beban satuan pada titik D

Analisis Struktur II 40
CE : Defleksi pada titik C akibat beban satuan pada titik E

Untuk mendapatkan syarat batas (defleksi) pada titik B dan C maka yang
dibutuhkan adalah beban satuan pada titik B dan C saja, sehingga dengan
menggunakan Hukum Defleksi Timbal Balik, maka defleksi akibat beban satuan
diatas dapat diubah dengan :

BD = DB , BE = EB , CD = DC , CE = EC

 Akibat Kondisi 2 : Akibat Gaya Kelebihan RB

B2 = RB . BB (4.20)

dimana :

B2 : Defleksi pada titik B akibat kondisi 2 yang disebabkan oleh gaya kelebihan RB
pada titik B

BB : Defleksi pada titik B akibat beban satuan pada titik B

 Akibat Kondisi 3 : Akibat Gaya Kelebihan RC

B3 = RC . BC (4..21)

C3 = RC . CC (4.22)

dimana :

B3 : Defleksi pada titik B akibat kondisi 3 yang disebabkan oleh gaya kelebihan RC
pada titik C

BC : Defleksi pada titik B akibat beban satuan pada titik C

C3 : Defleksi pada titik C akibat kondisi 3 yang disebabkan oleh gaya kelebihan RC
pada titik C

CC : Defleksi pada titik C akibat beban satuan pada titik C

Analisis Struktur II 41
 Syarat batas

Berdasarkan kondisi 2 buah tumpuan Rol yang dibuang, maka syarat batas yang
dapat digunakan

ΔBV = 0 (4.23)

ΔCV = 0 (4.24)

Untuk memenuhi syarat batas tersebut maka defleksi yang diakibatkan oleh kondisi
1 (ΔB1 dan ΔC1 ) sama dengan dengan kondisi 2 (ΔB2 dan ΔC2) dan kondisi 3 (ΔB3 dan
ΔC3) yang berlawanan arah yaitu :

B1 = B2 + B3 (4.25)

C1 = C2 + C3 (4.26)

Persamaan (4.25) dan (4.26) adalah persamaan syarat batas dari struktur balok statis
tak tentu dengan 2 derajat kelebihan

4.6. Analisis Rangka Batang Statis Tak Tentu


4.6.1.1. Struktur Rangka Batang Statis Tak Tentu dengan 1 derajat kelebihan
(Single Redundant)

Seperti yang ditunjukkan pada contoh 1 dan 2 pada struktur balok statis tak tentu diatas,
maka analisis untuk struktur rangka batang statis tak tentu dapat dianalogkan dengan
contoh tersebut.

Berdasarkan langkah-langkah analisis yang harus dilakukan pada rangka batang statis
tak tentu sub bab 4.4, maka contoh berikut dapat dianalisis menjadi :

Analisis Struktur II 42
Contoh 4. 1. Tentukan Gaya Batang pada struktur rangka batang statis tak tentu
dengan 1 derajat kelebihan pada tumpuan perletakan (statis tak tentu luar).

A1 A2
L

D
B1 B2 HB
HA
A B

(a)
RA RB
2L

Analisis dengan menggunakan metode Gaya (Force Method)

P P

C C

A1 A2 A1 A2
L

D D
B1 B2 B1 B2
HA HB
A B A B

B1H
(a) (b)
RA RB
2L

C C

A1 A2 A1 A2

D D
B1 B2 B1 B2 1
HB
A B A B

B2H BB

(c) (d)

 Akibat Kondisi 1 : Akibat Beban Luar

F .u BH .L
HB1   (4.27)
EA

Analisis Struktur II 43
dimana :

B1H : Defleksi pada titik B horisontal akibat kondisi 1 yang disebabkan oleh beban
luar

F : Gaya Batang akibat beban luar (kN, kg, ton)

UBH : Gaya batang akibat beban satuan pada titik B arah horisontal

L : Panjang batang (mm, cm, m)

E : Modulus elastisitas (kN/mm2,kg/cm2, ton/mm2)

A : Dimensi Penampang Batang (mm2, cm2, m2)

Catatan : Untuk mencari F dan u, gunakan metode analisis gaya batang seperti
cremona, ritter atau keseimbangan titik.

 Akibat Kondisi 2 : Akibat Gaya Kelebihan (HB)

B2H = HB. BB (4.28)

u BH .u BH .L
dan  BB   (4.29)
EA

dimana :

B2H : Defleksi pada titik B horisontal akibat kondisi 2 yang disebabkan oleh gaya
kelebihan (HB)

HB : Gaya Kelebihan pada titik B (kN, kg, ton)

 Syarat Batas

Berdasarkan kondisi tumpuan Sendi yang diubah menjadi rol, maka syarat batas
yang dapat digunakan

BH = 0 (4.30)

Untuk memenuhi syarat batas tersebut maka defleksi yang diakibatkan oleh kondisi
1 (ΔB1) sama dengan dengan kondisi 2 (ΔB2) yang berlawanan arah yaitu :

Analisis Struktur II 44
B1H = B2H (4.31)

Sehingga berdasarkan persamaan (4.31) gaya kelebihan HB adalah:

HB1
HB  (4.32)
 BB

 Gaya Batang Statis Tak Tentu

Gaya Batang Statis Tak Tentu, rumus umumnya :

F’ = F – K. ui (4.33)

Dimana :

F’ : Gaya Batang Statis Tak Tentu

F : Gaya Batang Statis Tertentu akibat beban luar

ui : Gaya Batang Statis Tertentu akibat beban satuan pada titik i

K : Gaya kelebihan yang ditentukan (Bisa berupa reaksi tumpuan atau gaya
batang)

Dalam hal ini untuk mencari gaya batang struktur rangka batang statis tak tentu pada
contoh ini adalah :

F’ = F – HB. uBH (4.34)

Prosedur yang harus digunakan pada contoh diatas adalah :

1. Buat analisis gambar seperti diatas, yaitu :



Gambar a : Soal

Gambar b : Ubah struktur menjadi statis tertentu dengan melepas reaksi
kelebihan (dalam hal ini mengubah sendi menjadi rol sehingga HB menjadi
reaksi kelebihan) dengan kondisi beban luar terpasang. Gambarkan juga
kemungkinan defleksi yang bakal terjadi (asumsi), ΔB1H

Gambar c : Struktur statis tertentu, buang semua beban luar, pasang
gaya/reaksi kelebihan HB dengan arah yang dapat menyebabkan ΔB2H
berlawanan dengan arah defleksi ΔB1H .

Analisis Struktur II 45

Gambar d : Struktur statis tertentu seperti gambar 3, ganti gaya/reaksi
kelebihan HB dengan beban satuan yang arahnya yang berlawanan sehingga
menyebabkan δBB berlawanan dengan arah defleksi ΔB2H .

Catatan : Buat arah beban satuan searah dengan pemisalan defleksi akibat beban
luar ΔB1H.

2. Hitung gaya batang akibat beban luar (analisis gambar b), sehingga diperoleh nilai F
untuk semua batang.

3. Hitung gaya batang akibat beban satuan (analisis gambar d), sehingga diperoleh
nilai uBH untuk semua batang.

4. Untuk menghitung Pers (4.27) , (4.29) dan (4.34), kita gunakan bantuan tabel :

F .u BH .L
L E.A F uB u BH .u BH .L
Batang E. A F’= F – HB. uBH
(satuan) (satuan) (satuan) (satuan) EA
(satuan)
A1 Panjang Hasil Gaya Gaya Hasil Hasil Gaya batang
batang kali E Batang batang perhitungan perhitungan statis tak tentu
dan A akibat akibat F .u i .L u BH .u BH .L (F’)
beban luar beban E. A EA
satuan
B1 … … … … … … …
dst… … … … … … … …
Jumlah dari ΔB1H δBB

5. Hitung gaya/reaksi kelebihan HB dengan persamaan (4.32)

6. Hitung gaya tiap batang struktur statis tak tentu F’ pada tabel dengan persamaan
(4.34) di kolom terakhir.

Contoh 4.2 .

Tentukan Gaya Batang pada struktur rangka batang statis tak tentu dengan 1 derajat
kelebihan pada gaya batang (statis tak tentu dalam).

Analisis Struktur II 46
P P

D A1
C

D2

T1 T2 L
D1

HA A B1 B

(a)
RA RB
L

Analisis Struktur dengan Metode Gaya :

P P P P

D A1 D
C C
0
D2
0 BD1
T1 T2 L
D1

HA A B1 B HA A B

(a)
RA RB RA (b) PRB
L

D C D C
D2
1
BD2
D2

1
A B A B

(c) (d)

 Akibat Kondisi 1 : Akibat Beban Luar

F .u BD .L
 BD1   (4.35)
EA

Analisis Struktur II 47
dimana :

BD1 : Defleksi (perubahan panjang) pada arah batang BD akibat kondisi 1 yang
disebabkan oleh beban luar (Bedakan pengertian 2 huruf subkrib BD
untuk defleksi pada rangka batang dengan pengertian pada pers (4.8)

F : Gaya Batang akibat beban luar (kN, kg, ton)

UBD : Gaya batang akibat beban satuan pada arah gaya batang BD

L : Panjang batang (mm, cm, m)

E : Modulus elastisitas (kN/mm2,kg/cm2, ton/mm2)

A : Dimensi Penampang Batang (mm2, cm2, m2)

 Akibat Kondisi 2 : Akibat Gaya Kelebihan (D2)

BD 2 = D2. BD-BD (4.36)

u BD .u BD .L
dan  BD  BD   (4.37)
EA

dimana :

BD 2 : Defleksi (perubahan panjang) pada arah gaya batang BD akibat kondisi 2
yang disebabkan gaya kelebihan D2

BD-BD : Defleksi (perubahan panjang) pada arah gaya batang BD akibat beban
satuan pada arah gay a BD

(Perhatikan perbedaan penggunaan subkrib BC-BC dengan persamaan 4.9 dan


4.12)

D2 : Gaya Kelebihan pada arah titik BD (kN, kg, ton)

 Syarat Batas

Berdasarkan syarat batas pada struktur rangka batang bahwa tidak akan perubahan
panjang pada batang BD, sehingga syarat batas yang dapat digunakan

BD = 0 (4.38)

Untuk memenuhi syarat batas tersebut maka defleksi yang diakibatkan oleh kondisi
1 (ΔBD1) sama dengan kondisi 2 (ΔBD2) yang berlawanan arah :

Analisis Struktur II 48
BD1 = BD2 (4.39)

Sehingga berdasarkan persamaan (4.39) gaya kelebihan HB adalah:

 BD1
D2  (4.40)
 BD  BD

 Gaya Batang Statis Tak Tentu

Gaya Batang Statis Tak Tentu, rumus umumnya :

F’ = F – D2. uBD (4.41)

Dimana :

F’ : Gaya Batang Statis Tak Tentu

F : Gaya Batang Statis Tertentu akibat beban luar

Prosedur yang harus digunakan pada contoh diatas adalah :

1. Buat analisis gambar seperti diatas, yaitu :



Gambar a : Soal

Gambar b : Ubah struktur menjadi statis tertentu dengan memotong gaya
batang kelebihan (sehingga batang menjadi terpotong dan bernilai 0) dengan
kondisi beban luar terpasang. Gambarkan juga kemungkinan defleksi yang
bakal terjadi (asumsi), ΔBD1 (perubahan ke arah luar atau batang memanjang)

Gambar c : Struktur statis tertentu, buang semua beban luar, pasang
gaya/reaksi kelebihan D2 sebagai batang tarik dengan arah yang dapat
menyebabkan ΔBD2 berlawanan dengan arah defleksi ΔBD1 . (perubahan ke arah
dalam atau batang memendek)

Gambar d : Struktur statis tertentu seperti gambar 3, ganti gaya/reaksi
kelebihan D2 dengan beban satuan yang arahnya yang berlawanan sehingga
menyebabkan δBD-BD berlawanan dengan arah defleksi ΔBD2 .

Catatan : Buat arah beban satuan searah dengan pemisalan defleksi akibat beban
luar ΔBD1.

2. Hitung gaya batang akibat beban luar (analisis gambar b), sehingga diperoleh nilai F
untuk semua batang.

Analisis Struktur II 49
3. Hitung gaya batang akibat beban satuan (analisis gambar d), sehingga diperoleh
nilai uBD untuk semua batang.

4. Untuk menghitung Pers (4.35) , (4.37) dan (4.41), kita gunakan bantuan tabel :

F .u BD .L
L E.A F uBD u BD .u BD .L
Batang E. A F’= F – D2 uBD
(satuan) (satuan) (satuan) (satuan) EA
(satuan)
A1 Panjang Hasil Gaya Gaya Hasil Hasil Gaya batang
batang kali E Batang batang perhitungan perhitungan statis tak tentu
dan A akibat akibat F .u BD .L u BD .u BD .L (F’)
beban luar beban E. A EA
satuan
B1 … … … … … … …
dst… … … … … … … …
Jumlah dari ΔBD δBD-BD

5. Hitung gaya/reaksi kelebihan D2 dengan persamaan (4.40)

6. Hitung gaya tiap batang struktur statis tak tentu F’ pada tabel dengan persamaan
(4.41) di kolom terakhir.

Latihan 4.2

Tentukan gaya batang pada struktur statis tak tentu pada latihan 4.1!

4.6.1.2. Struktur Rangka Batang Statis Tak Tentu dengan banyak kelebihan
(Multiple Redundants)

Struktur rangka batang statis tak tentu dengan multiple redundants tersusun atas batang-
batang yang terangkai sedemikian rupa sehingga struktur menjadi begitu sedemikian
kokohnya karena memiliki jumlah kelebihan yang bisa terdiri dari kelebihan batang saja
atau kelebihan reaksi tumpuan saja atau kedua-duanya.

Struktur ini memiliki jumlah ketidaktentuan statis yang dapat dihitung dengan rumus
(4.1) :

i = R + n – 2s (4.1)

Analisis Struktur II 50
Bila seandainya kelebihan ada pada rangka batang dan reaksi tumpuannya, maka ada
beberapa cara yang dapat digunakan dalam merubah struktur tersebuut menjadi statis
tertentu.

P P

E H 2 F

T 3
T 4
L
D 4

D 3
C

C H 1 D

T 1
T 2 L
D 2

D 1
A B

Gambar 4.5. Rangka Batang dengan Multiple Redundants

Struktur rangka batang di atas merupakan struktur statis tak tentu yang memiliki 2
derajat ketidaktentuan statis (i = 2), yang ada pada gaya batang dan reaksi tumpuan.
Banyak cara untuk menentukan 2 kelebihan pada struktur ini yang dapat diambil dari
gaya batang maupun dari reaksi tumpuan :

1. Batang BC dan DE
2. Reaksi HB dan batang ED
3. Batang CD dan EF
4. Batang AD dan EF
5. Batang AD dan CF

Yang tidak dapat dilakukan adalah bila menganggap pasangan berikut sebagai
kelebihan:

1. Gaya HB dan batang AD


Karena tidak ada batang pada A untuk menyeimbangkan reaksi HA

2. Batang EF dan CF
Karena titik F akan tidak bisa menerima gaya horisontal

Analisis Struktur II 51
Contoh 4.3.

Struktur rangka batang Statis Tak Tentu seperti contoh diatas diselesaikan dengan
menganggap kelebihan ada pada batang AD dan CF.

P P P P

P P

E H2 F E F
0

0
T3 T4 L
D4
CF1
D3
C P

C H1 D C 0 D

0
T1 T2 L
D2
D1 AD1
A B A B

L
(b)
(a)

E F E F
0 D3

0 D3

CF2 CF3

C D C 0 D
D1
D1 0

A AD2 B A AD3 B

(c) (d)

E F A 1 B
0

1
C 1 D C D
0
0

A 1 B A B
(e) (f)

Analisis Struktur II 52
Analisis rangka batang statis tak tentu dengan 2 derajat kelebihan pada batang D 1 dan
D3 dengan menggunakan metode gaya (Force Method):

 Akibat Kondisi 1 : Akibat Beban luar

F .u AD .L
 AD1   (4.42)
EA

F .u CF .L
 CF 1   (4.43)
EA

dimana :

AD1 : Deformasi pada arah AD akibat kondisi 1 yang disebabkan oleh beban luar.

CF1 : Deformasi pada arah CF akibat kondisi 1 yang disebabkan oleh beban luar.

F : Gaya batang akibat beban luar (N, kN)

L : Panjang batang (m)

E : Modulus elastisitas batang

A : Luas penampang batang

uAD : Gaya batang akibat beban satuan pada arah AD

uCF : Gaya batang akibat beban satuan pada arah CF

 Akibat Kondisi 2 : Akibat Gaya Kelebihan D1


2
u AD .L
 AD 2  D1 . AD  D1 . (4.44)
EA

u CF .u AD .L
 CF 2  D1 . CF  AD  D1 . (4.45)
EA

dimana :

AD2 : Deformasi pada arah AD akibat kondisi 2 yang disebabkan oleh gaya
kelebihan D1.

CF2 : Deformasi pada arah DE akibat kondisi 2 yang disebabkan oleh gaya
kelebihan D1.

Analisis Struktur II 53
D1 : Gaya kelebihan (batang arah AD) (N, kN)

 Akibat Kondisi 3 : Akibat Gaya Kelebihan D3

u AD .u CF .L
 AD 3  D3 . AD CF  D3 . (4.46)
EA
2
u CF .L
 CF 3  D3 . CF  D3 . (4.47)
EA

dimana :

AD3 : Deformasi pada arah AD akibat kondisi 3 yang disebabkan oleh gaya
kelebihan D3.

CF3 : Deformasi pada arah DE akibat kondisi 3 yang disebabkan oleh gaya
kelebihan D3.

D3 : Gaya kelebihan (batang arah CF) (N, kN)

 Syarat batas

Berdasarkan kondisi 2 buah batang yang dipotong karena berfungsi sebagai


kelebihan, maka syarat batas yang dapat digunakan

ΔAD = 0 (4.48)

ΔCF = 0 (4.49)

Untuk memenuhi syarat batas tersebut maka defleksi yang diakibatkan oleh kondisi
1 (ΔAD1 dan ΔCF1 ) sama dengan kondisi 2 (ΔAD2 dan ΔCF2) dan kondisi 3 (ΔAD3 dan
ΔCF3) yang berlawanan arah yaitu :

AD1 = AD2 + AD3 (4.50)

CF1 = CF2 + CF3 (4.51)

Persamaan (4.50) dan (4.51) adalah persamaan syarat batas dari struktur RANGKA
BATANG STATIS TAK TENTU dengan 2 derajat kelebihan

 Gaya Batang Statis Tak Tentu

Gaya Batang Statis Tak Tentu, rumusnya :

Analisis Struktur II 54
F’ = F – D1. uAD– D3. uCF (4.52)

Dimana :

F’ : Gaya Batang Statis Tak Tentu

Prosedur yang harus digunakan pada contoh diatas adalah :

1. Buat analisis gambar seperti diatas, yaitu :



Gambar a : Soal

Gambar b : Ubah struktur menjadi statis tertentu dengan memotong gaya-gaya
batang kelebihan (sehingga batang menjadi terpotong dan bernilai 0) dengan
kondisi beban luar terpasang. Gambarkan juga kemungkinan deformasi yang
bakal terjadi (asumsi), ΔAD1 dan ΔCF1 (perubahan ke arah luar atau batang
memanjang)

Gambar c : Struktur statis tertentu, buang semua beban luar, pasang
gaya/reaksi kelebihan D1 sebagai batang tarik dengan arah yang dapat
menyebabkan ΔAD2 berlawanan dengan arah defleksi ΔAD1. (perubahan ke arah
dalam atau batang memendek)

Gambar d : Struktur statis tertentu, buang semua beban luar, pasang
gaya/reaksi kelebihan D3 sebagai batang tarik dengan arah yang dapat
menyebabkan ΔCF2 berlawanan dengan arah defleksi ΔCF1. (perubahan ke arah
dalam atau batang memendek)

Gambar e : Struktur statis tertentu seperti gambar c, ganti gaya/reaksi
kelebihan D1 dengan beban satuan yang arahnya yang berlawanan.

Gambar f : Struktur statis tertentu seperti gambar d, ganti gaya/reaksi
kelebihan D2 dengan beban satuan yang arahnya yang berlawanan

Catatan : Buat arah beban satuan searah dengan pemisalan defleksi akibat beban
luar ΔAD1 dan ΔCF1

2. Hitung gaya batang akibat beban luar (analisis gambar b), sehingga diperoleh nilai F
untuk semua batang.

Analisis Struktur II 55
3. Hitung gaya batang akibat beban satuan (analisis gambar e), sehingga diperoleh
nilai uAD untuk semua batang.

4. Hitung gaya batang akibat beban satuan (analisis gambar f), sehingga diperoleh nilai
uCF untuk semua batang.

5. Untuk menghitung Pers (4.42) , (4.43) dan (4.52), kita gunakan bantuan tabel (pada
halaman berikut) :

6. Hitung gaya/reaksi kelebihan D1 dan D3 dengan persamaan (4.44 dan 4.47)

Hitung gaya tiap batang struktur statis tak tentu F’ pada tabel dengan persamaan
(4.52) di kolom terakhir.

Analisis Struktur II 56
Analisis Struktur II 57
F .u AD .L F .u CF .L 2 2 uCF .u AD L
L E.A F uAD uCF u AD .L uCF .L
Batang E. A E. A EA F’= F – D2 uAD – D3. uCF
(satuan) (satuan) (satuan) (satuan) (satuan) EA EA
(satuan) (satuan)
A1 Panjang Hasil Gaya Gaya Gaya Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil Gaya batang statis tak
batang kali E Batang batang batang perhitungan perhitungan perhitungan perhitungan perhitungan tentu (F’)
dan A akibat akibat akibat F .u AD .L F .u CF .L 2
u AD .L 2
uCF .L uCF .u AD L
beban beban beban E. A E. A EA EA EA
luar satuan satuan
B1 … … … … … … … … … … …
dst… … … … … … … … … … … …
JUMLAH ΔAD1 ΔCF1 δAD δCF δCF -δAD

Analisis Struktur II 58

Anda mungkin juga menyukai