Anda di halaman 1dari 13

A.

Pengertian Balok Tulangan Rangkap

yang dimaksud dengan balok bertulangan rangkap ialah balok beton yang diberi tulangan
ada penampang beton daerah tarik dan daerah tekan. Dengan dipasangnya tulangan pada daerah
tarik dan tekan, maka balok akan lebih kuat dalam hal menerima beban yang berupa momen
lentur.

Pada praktik di lapangan, (hampir) semua balok selalu dipasang tulangan rangkap. Jadi
balok dengan tulangan tunggal secara praktis tidak ada (jarang sekali dijumpai). Meskipun
penampang beton pada balok dapat dihitung dengan cara tulangan tunggal (yang memberikan
hasil tulangan longitudinal tarik saja), tetapi pada kenyataanya selalu di tambahkan tulangan
tekan minimal 2 batang, dan dipasang pada bagian sudut penampang balok beton yang menahan
tekan.

Tambahan tulangan longitudinal tekan ini selain menambah kekuatan balok dalam hal
menerima beban lentur, juga berfungsi untuk memperkuat kedudukan begel balok (antara tulang
longitudinal dan begel diikat dengan kawat lunak yang disebut binddraad, serta sebagai tulangan
pembentuk balok agar mudah dalam pelaksanaan pekerjaan beton.

B. Perencanaan Balok Tulangan Rangkap


1. Pemasangan tulangan balok

Tulangan longitudinal tarik maupun tekan pada balok dipasang dengan arah sejajar
sumbu balok. Biasanya tulangan tarik dipasang lebih banyak daripada tulangan tekan, kecuali
pada balok yang menahan momen lentur kecil. Untuk balok yang menahan momen lentur
kecil (misalnya balok praktis), cukup dipasang tulangan tarik dan tulangan tekan masing-
masing 2 batang (sehinggal berjumlah 4 batang), dan diletakan pada 4 sudut penampang
balok. Untuk balok yang menahan momen lentur besar, tulangan tarik dipasang lebih banyak
daripada tulangan tekan. Keadaan ini disebebakan oleh kekuatan beton ada daerah tarik yang
diabaikan, sehingga praktus semua beban tarik ditahan oleh tulangan longitudinal tarik (jadi
jumlahnya banyak). Sedangkan pada daerah beton tekan, beban tekan tersebut sebagian
besar ditahan oleh tulangan sehingga jumlah tulangan tekan hanya sedikit.

Pada portal bangunan gedung, biasanya balok yang menahan momen lentur besar terjadi
di daerah lapangan (bentang tengah) dan ujung balok (tumpuan jepit balok), seperti
dilukiskan pada Gambar IV.2
2. Distribusi regangan dan teganan

Regangan dan tegangan yang terjadi pada balok dengan penampang beton bertulang
rangkap dilukiskan seperti pada Gambar IV.3 pada Gambar IV.3 ini dilengkapi dengan
beberapa notasi yang akan dipakai untuk perhitungan selanjutnya.
Pada perencanaan beton bertuang, regangan tulangan tarik selalu diperhitungkan sudah

leleh, yaitu εs = εy dengan εy = fy/Es atau εy = fy/200000. Sedangkan untuk tulangan tekan,
regangan tulangan tekan (εs’) belum tentu leleh.

Nilai regangan tulangan tekan εs’ dapat dihitung/ditentukan dari distribusi regangan pada
C C−ds '
Gambar IV.3(b), dengan penjabaran rumus berikut : =
ε CU ' ε S'

C−ds '
Εs’ = X ε cu '
C

Dengan memasukan nilai a= β1.c atau c = a/β1 dan regangan batas tekan beton εcu’ = 0,003
diperoleh:

'
a− β 1. d s
Εs’ = x 0,003
a
Tegangan tekan baja tulangan fs’ dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (IV-1b) dan
persamaan (IV-2a), serta dengan modulus elastisitas beton Es= 200000 MPa, sehingga diperoleh:

a− β 1. ds '
Fs’ = x 600 jika fs’≥ fy maka dipakai fs’=fy
a

3. Tinggi balok tegangan beton tekan

Tinggi balok tegangan beton tekan persegi ekivalen (a) pada balok dengan tulangan
rangkap dihitung berdasarkan prinsip keseimbangan gaya, yaitu gaya tarik dan gaya tekan
yang terjadi pada penampang balok. Untuk gaya tarik pada balok, gaya tarik oleh beton
diabaikan, sehingga hanya ada gaya tarik oleh baja tulangan saja (Ts). Sedangkan untuk gaya
tekan balok terdiri atas 2 jenis, yaitu gaya tekan baja tulangan (Cs) dan gaya tekan beton
(Cc). pada hitungan struktur beton bertulang, baja tulangan tarik dimanfaakan sepenuhnya
sampai pada batas leleh, sehingga tegangan tarik fs = fy, tetapi baja tulangan tekan belum
tentu leleh, sehingga tegangan tekan baja tetap sebesar fs’

Dengan prinsip keseimbangan antara gaya tarik dan gaya tekan pada penampang balok
tersebut akan memberikan nilai a sebagai berikut:

Ts= Cs+Cc

As . fy = As’ . fs’+ 0,85.fc’a.b

Jika tulangan tekan sudah leleh, maka nilai fs’=fy, sehingga diperoleh:

As.fy=As’.fy + 0,85. fc’ .a .b

( As− A s' ) . fy
a= '
0 , 85. fc . .b

4. Momen nominal dan momen rencana balok


Jika ada 2 buah gaya sama besar yang bekerja dengan arah berlawanan pada jarak
tertentu, maka dapat menimbulkan momen kopel yang besarnya sama dengan gaya bekerja
dikalikan dengan jaraknya.

Pada penampang balok bertulangan rangkap seperti telah dilukisakan pada Gambar IV.,
penampang balok bagian atas bekerja 2 buah gaya tekan ke kiri (Cc dan Cs), sedangkan
peampang balok bagian bawah bekerja 1 buah gaya tarik tersebut sama besar dan bekerja
berlawanan arah, sehingga menimbulkan momen yang disebut momen nominal actual (Mn).
Untuk mempermudah hitungan, maka nilai momen nominal Mn pada penampang balok
diperhitungkan dengan cara menentukan/menghitung besar gaya tekan kemudian dikalikan
dengan jarak antara gaya tekan dan gaya tarik pada penampang.

Selanjutnya, karena gaya tekan pada penampang balok ada 2 macam (Cc dan Cs), maka
momen nominal Mn yang terjadi pada hakikatnya merupakan jumlah antara momen nominal
yang dihasilkan dari gaya tekan beton Cc (diseut Mnc) dan momen nominal yang dihasilkan dari
gaya tekan baja tulanga Cs (disebut Mns). Jika momen nominal Mn sudah dapat dihitung , maka
dengan mudah dapat dihitung pula momen rencana Mr yaitu Mr= ϕ.Mn dengan ϕ beban luntur =
0,8

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan dengan beberapa rumus sebagai berikut :

Mn = Mnc + Mns

Mnc = Cc. ( d-a/2) dengan Cc = 0,85.fc’.a.b

Mns = Cs. (d-ds’) dengan Cs = As’.fs’

Mr = ϕ.Mn dengan ϕ = 0.8

Dengan :
5. Nilai a untuk baja tulangan

Pada perencanaan beton bertulang, baja tulangan tarik dimanfaatkan kekuatannya sampai
batas leleh, atau tegangan tulangan tarik (fs) besarnya sama dengan tegangan leleh baja tulangan
(fy). Pada kenyataannya, tulangan tarik maupun tulangan tekan dapat dipasang lebih dari 1 baris,
seperti dilukiskan pada Gambar IV.4
Jika dimasukan nilai εcu’ = 0,003 (saat beton retak) dan εsd = εy= fy/Es atau εsd = fy/200000
(tulangan tarik paling dalam sudah leleh) ke persamaan (IV-5a), diperoleh:

0,003. dd 600. dd
=
C= fy 600+ fy
+0,003
200000

Nilai c pada persamaan (IV-5b) adalah nilai c maksimal agar tulangan tarik pada baris paling
dalam sudah leleh. Jika dimasukan nilai a (a=β1.c) ke dalam persamaan (IV-5b), maka diperoleh
nilai a maksimal agar tulangan tarik paling dalam leleh (Amaks leleh) seperti berikut :

Untuk tulangan tarik yang tidak lebih dari 2 baris, praktis diambil dd=d (IV-6b)

b.) nilai a pada batas tekan tulangan leleh. Untuk tulangan tarik, jika nila a semakin besar, maka
regangan tulangan tarik semakin kecil. Untuk tulangan tekan akan terjadi sebaliknya, yaitu
semakin besar nilai a, semakin besar pula regangan tulangan tekan, dan semakin kecil nilai a,
semakin kecil pula nilai εs’. Jika nilai a sangat kecil, maka tulagnan tekan belum leleh.
Dari penjelasan tersebut, maka dapat dihitung nilai a minimal agar tulangan tekan pada baris
paling dalam (baris terjauh dari tepi serat tekan) sudah leleh, dengan penjabaran rumus berikut :

Jika dimasukan nilai εcu’ = 0,003 (Saat beton retak) dan εsd’ = εy = fy/Es atau εsd’ = fy/200000
(tulangan tekan paling tepi sudah leleh) ke persamaan (IV-7a), diperoleh:

0,003 . dd ' 600. dd '


C= = (IV-7b)
0,003−fy /200000 600−fy

Jika dimasukan nila a (a=β1.c) ke dalam persamaan (IV-7b), maka diperoleh nilai a minimal agar
tulangan tekan paling tepi leleh (Amin leleh) seperti berikut :

'
600. β 1. d d
amin leleh = (IV-8a)
600−fy

untuk perhitungan praktis, biasanya dipakai dd’=dv’ (IV-6b)

C. Manfaat nilai amaks leleh dan amin leleh pada hitungan beton bertulang. Nilai amkas dan
amin leleh ini berguna untuk mengetahui kondisi tulangan tarik dan tulangan tekan pada
suatu penampang balok beton, apakah semua tulangan tarik dan semua tulangan tekan
sudah leleh atau belum.

Pada prinsip perencanaan balok beton bertulang, semua tulangan tarik diperhitungkan
sudah leleh. Jika ada sebagian tulangan tarik yang belum leleh (terutama tulangan tarik
pada baris paling dalam), sebaiknya dimensi balok diperbesar sedemikian rupa sehingga
diperoleh semua tulangan tarik tersebut sudah leleh. Konidisi tulangan tarik sudah leleh
atau belum leleh dapat diketahui dengan cara menghitung nilai a (tinggi blok tegangan
tekan beton persegi ekivalen) dengan persamaan (IV.3), kemudian dibandingkan dengan
nilai amaks leleh pada persamaan (IV.6a) atau persamaan (IV.6b), sehingga diperoleh 2
kemungkinan berikut :
1.) Jika nilai a ≤ amaksleleh , berarti semua tulangan tarik sudah leleh.
2.) Jika nilai a > amkasleleh, berarti tulangan tarik pada baris paling dalam belum leleh,
makan sebaiknya dimensi balok diperbesar.

Prinsip perencanaan balok beton bertulang tidak mengharuskan bahwa semua tulangan
tekan leleh. Jadi jika terjadi tulangan tekan belum leleh tetap diperbolehkan, meskipun hal ini
akan mengurangi kekuatan balok dalam mendukung beban yang bekerja. Kondisi tulangan tekan
sudah leleh atau belim dapat diketahui dengan cara menghitung nilai a. dengan persamaan (IV.3)
kemudian dibandingkan dengan nilai aminleleh pada persamaan (IV.8a) atau persamaan (IV.8b),
sehingga diperoleh 2 kemungkinan berikut ;

1.) Jika nilai a ≥ aminleleh, berarti semua tulangan tekan sudah leleh, sehingga nilai
tegangan tekan tulangan sama dengan tegangan lelehnya (fs’=fy)
2.) Jika nilai a < amin leleh, berate tulangan tekan pada baris paling dalam belum tentu
leleh, sehingga nilai tegangan tekan tulangan masih lebih kecil daripada tegangan
lelehnya (fs’ < fy)
6. Balok dengan tulangan tekan belum leleh

Untuk keadaaan penampang balok beton bertulang tulangan tekan belum leleh, berarti
regangan εs’ < εy. Regangan dan tegangan tekan dari baja tulangan dapat ditentukan dengan
persamaan sebelumya yaitu persamaan (IV-2a) untuk niali regangan (εs’) dan persamaan (IV-2b)
untuk nilai tegangan (fs)

Keseimbangan antara gaya tarik (Ts) dan gaya tekan (Cs dan Cc) pada penampang balok
akan memberikan hitungan berikut:

Ts = Cs + Cc

Ts – Cs –Cc = 0

As.fy - As’.fs’ – 0,85.fc’.a.b = 0

Dengan memasukan nilai fs’ pada persamaan (IV-2b), diperoleh:

'
a− β 1. d s '
As.fy – As’. x 600−0 ,85. f c . a .b=0
a
Xa

a.As.fy - As’. (a – β1.ds’) x 600 – 0,85.fc’.a2.b = 0

(0,85.fc’.b).a2 + (600.As’ – As.fy).a – 600. Β1.ds’.As’ = 0

' ' '


1 2 600. A s − As . fy 600. β 1. d s . A s
.a + '
. a− =0 ( IV −9 a )
2 2.0 ,85. f c .b 2.0 , 85. fc . b

Diambil notasi p dan q dari persamaan (IV-9a), yaitu :

'
600. A s − As . fy
P= ' (IV-9b)
1 ,7. f c . b

' '
600. β 1. d s . A s
q= (IV-9c)
0 , 85. fc . b

p dan q dimasukan ke persamaan (IV-9a), maka menjadi :

7. Skema hitungan beton bertulang rangkap


a. Menentukan luas tulangan balok. Untuk menetukan luas tulangan yang harus
digunakan/dipasang pada balok, maka perlu data yang berkaitan dengan dimesni balok
(b,h,d,ds dan ds’), mutu bahan beton bertulang (fc’ dan fy) dan beban yang bekerja pada
balok.
b. menentukan momen rencana balok. Untuk menghitung momen rencana balok (Mr)
diperlukan data yang berkaitan dengan dimensi , mutu bahan beton bertulang dan
tulangan longitudinal yang terpasang pada balok

Anda mungkin juga menyukai