Anda di halaman 1dari 20

DISUSUN OLEH:

Maykhisti Syahbandaria (10111710013025)


Syafrullah Mubaraq (10111710013026)
Kevin Herlambang (10111710013027)
M. Aulia Shohibul Hikam (10111710013028)
Rizal Wahyu Pribadi (10111710013029)
DOSEN PEMBIMBING:
Ridho Bayu Aji, ST, MT., Ph.D.

TUGAS MATA KULIA STRUKTUR BETON PRATEKAN


KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas


limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan modul
Beton Pratekan. Dalam modul ini kami akan membahas tentang
“PERHITUNGAN TULANGAN LENTUR PADA BALOK PRATEKAN”.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan
modul ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran demi perbaikan dan kesempurnaan modul ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu proses penyelesaian modul ini, terutama dosen
pengampu mata kuliah Beton Prategang bapak Ridho Bayu Aji, ST,
MT., Ph.D. yang telah mendukung penyusun dalam pembuatan modul
ini. Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
khususnya untuk kami sendiri.

Surabaya, 1 November 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................1
DAFTAR ISI ............................................ 2
A. PENDAHULUAN ........................................3
B. KONSEP DAN PRINSIP BETON PRATEKAN .................. 4
C. METHODE PRATEGANG ..................................6
1. PRATARIK.......................................... 6
2. PASCATARIK........................................7
D. KEKUATAN LENTUR BALOK PRATEKAN ...................... 8
1. Tendon Dengan Lekatan Penuh (bounded)
................................................. ...
8
2. Tendon tanpa lekatan ............................. 9
E. DESAIN PENAMPANG LENTUR BALOK PRATEKAN ............. 10
F. PROSEDUR DESAIN ....................................11
G. CONTOH PERHITUNGAN ................................. 14
REFERENSI ............................................. 17

2
A. PENDAHULUAN
Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan
tekan yang tinggi, tetapi kekuatan tariknya relatif
rendah. Sedangkan baja adalah suatu material yang
mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi. Dengan
mengombinasikan beton dan baja sebagai bahan struktur,
maka tegangan tekan dipikulkan kepada beton sementara
tegangan tarik dipikulkan kepada baja. Pada struktur
dengan bentang yang panjang, struktur beton bertulang
biasa tidak cukup untuk menahan tegangan lentur sehingga
terjadi retak-retak di daerah yang mempunyai tegangan
lentur, geser, atau puntir yang tinggi. Untuk mengatasi
keretakan serta berbagai keterbatasan yang lain maka
dilakukan penegangan (gaya konsentris) pada struktur
beton bertulang dalam arah longitudinal. Gaya konsentris
bekerja dengan cara mengurangi tegangan tarik di bagian
tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja, yang
meningkatkan kapasitas lentur, geser, dan torsional
penampang. Jika kapasitas lentur, geser, dan torsional
beton meningkat, maka penampang beton elastis sehingga
kapasitas tekan beton dapat dimanfaatkan secara efektif
pada semua beban bekerja.

Dapat dilihat pada


sketsa gambar di
samping ini. Suatu
penampang beton
bertulang dimana
penampang beton yang
diperhitungkan untuk
memikul tegangan tekan
adalah bagian di atas
garis netral (bagian
yang di arsir),
sedangkan bagian di bawah garis netral adalah bagian
Tarik yang tidak diperhitungkan untuk memikul gaya Tarik
karena beton tidak tahan terhadap tegangan Tarik. Gaya
tarik beton bertulang dipikul oleh besi penulangan
(rebar). Kelemahan lain dari konstruksi beton bertulang
adalah berat sendiri yang besar. Berikut perbedaan utama
antara beton bertulang dan beton pratekan:

Beton Bertulang
Cara bekerja beton bertulang adalah mengombinasikan
antara beton dan baja tulangan dengan membiarkan kedua
material tersebut bekerja sendiri-sendiri, dimana beton
bekerja memikul tegangan tekan dan baja penulangan
memikul tegangan tarik. Jadi dengan menempatkan
penulangan pada tempat yang tepat, beton bertulang dapat

3
sekaligus memikul baik tegangan tekan maupun tegangan
tarik.

Beton Pratekan
Pada beton pratekan, kombinasi antara beton dengan mutu
yang tinggi dan baja bermutu tinggi dikombinasikan
dengan cara aktif, sedangkan beton bertulang
kombinasinya secara pasif. Cara aktif ini dapat dicapai
dengan cara menarik baja dengan menahannya ke beton,
sehingga beton dalam keadaan tertekan. Karena penampang
beton sebelum beban bekerja telah dalam kondisi
tertekan, maka bila beban bekerja tegangan tarik yang
terjadi dapat dikurangi oleh tegangan yang telah
diberikan pada penampang sebelum beban bekerja.

B. KONSEP DAN PRINSIP DASAR BETON PRATEKAN


Konsep pertama
Sistem pratekan/prategang untuk mengubah beton yang
getas menjadi bahan yang elastis.
Eugene Freyssinet menggambarkan dengan memberikan
tekanan terlebih dahulu (pratekan) pada bahan beton yang
pada dasarnya getas akan menjadi bahan yang elastis.
Dengan memberikan tekanan (dengan menarik baja mutu
tinggi), beton yang bersifat getas dan kuat memikul
tekanan, akibat adanya tekanan internal ini dapat
memikul tegangan tarik akibat beban eksternal.
Hal ini dapat dijelaskan dengan gambar di bawah ini :

Akibat diberi gaya tekan ( gaya prategang ) F yang


bekerja pada pusat berat penampang beton akan memberikan

4
tegangan tekan yang merata di seluruh penampang beton
sebesar F/A, dimana A adalah luas penampang beton
tersebut. Akibat beban merata (termasuk berat sendiri
beton) akan memberikan tegangan tarik di bawah garis
netral dan tegangan tekan di atas garis netral yang
besarnya pada serat terluar penampang adalah :

𝑀𝑐
Tegangan Lentur : 𝑓= 𝐼

Kalau kedua tegangan akibat gaya prategang dan tegangan


akibat momen lentur ini dijumlahkan, maka tegangan
maksimum pada serat terluar penampang adalah :
a. Di atas garis netral :
𝐹 𝑀. 𝑐
𝑓𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = + → 𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑏𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑚𝑝𝑎𝑢𝑖 𝑡𝑒𝑔. ℎ𝑎𝑛𝑐𝑢𝑟 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛
𝐴 𝐼
Di bawah garis netral :
𝐹 𝑀. 𝑐
𝑓𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = − ≥ 0 → 𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑏𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑛𝑜𝑙.
𝐴 𝐼

Konsep Kedua
Sistem prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan
Beton Mutu Tinggi.
Konsep ini hampir sama dengan konsep beton bertulang
biasa, yaitu beton prategang merupakan kombinasi kerja
sama antara baja prategang dan beton, dimana beton
menahan beton tekan dan baja prategang menahan beban

tarik. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pada beton prategang, baja prategang ditarik dengan gaya


prategang T yang mana membentuk suatu kopel momen dengan
gaya tekan pada beton C untuk melawan momen akibat beban
luar. Sedangkan pada beton bertulang biasa, besi
penulangan menahan gaya tarik T akibat beban luar, yang

5
juga membentuk kopel momen dengan gaya tekan pada beton
C untuk melawan momen luar akibat beban luar.

Konsep Ketiga
Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban.
Di sini menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk
membuat keseimbangan gaya-gaya pada suatu balok. Pada
desain struktur beton prategang, pengaruh dari prategang
dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri, sehingga
batang yang mengalami lendutan seperti pelat, balok dan
gelagar tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi
pembebanan yang terjadi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut

Suatu balok beton di atas dua peletakan (simple beam) yang


diberi gaya prategang F melalui suatu kabel prategang
dengan lintasan parabola. Beban akibat gaya prategang yang
terdistribusi secara merata ke arah atas dinyatakan :
8. 𝐹. ℎ
𝑊𝑏 =
𝐿2
Jadi beban merata akibat beban (mengarah ke bawah) diimbangi
oleh gaya merata akibat prategang wb yang mengarah ke atas.
Inilah tiga konsep dari beton prategang (pratekan), yang
nantinya dipergunakan untuk menganalisis suatu struktur
beton prategang.

C. METHODE PRATEGANG

6
Ada dua macam metode pemberian gaya prategang pada beton,
yaitu :
1. Pratarik (Pre-Tension Method)
Metode ini baja prategang diberi gaya prategang dulu
sebelum beton dicor, oleh
karena itu disebut pretension method. Adapun prinsip dari
pratarik ini secara singkat adalah sebagai berikut :

Tahap 1 : Kabel ( Tendon ) prategang ditarik atau diberi


gaya prategang kemudian diangker pada suatu abutment
tetap

Tahap 2 : Beton dicor pada cetakan (formwork) dan


landasan yang sudah disediakan sedemikian sehingga
melingkupi tendon yang sudah diberi gaya prategang dan
dibiarkan mengering

Tahap 3 : Setelah beton mengering dan cukup umur kuat


untuk menerima gaya
prategang, tendon dipotong dan dilepas, sehingga gaya
prategang ditransfer ke beton.

2. Pascatarik (Post-Tension Method)

7
Pada metode Pascatarik, beton dicor lebih dahulu, dimana
sebelumnya telah disiapkan saluran kabel atau tendon yang
disebut duct. Secara singkat metode ini dapat dijelaskan
sebagai berikut :

Tahap 1 : Dengan cetakan (formwork) yang telah


disediakan lengkap dengan
saluran/selongsong kabel prategang (tendon duct) yang
dipasang melengkung sesuai bidang momen balok, beton
dicor

Tahap 2 : Setelah beton cukup umur dan kuat memikul


gaya prategang, tendon
atau kabel prategang dimasukkan dalam selongsong
(tendon duct),
kemudian ditarik untuk mendapatkan gaya prategang.
Metode pemberian gaya prategang ini, salah satu ujung
kabel diangker, kemudian ujung lainnya ditarik

8
(ditarik dari satu sisi). Ada pula yang ditarik di
kedua sisinya dan diangker secara bersamaan. Setelah
diangkur, kemudian saluran di grouting melalui lubang
yang telah disediakan.

Tahap 3 : Setelah diangkur, balok beton menjadi


tertekan, jadi gaya prategang
telah ditransfer ke beton. Karena tendon dipasang
melengkung, maka akibat gaya prategang tendon
memberikan beban merata ke balok yang arahnya ke atas,
akibatnya balok melengkung ke atas.

D. KEKUATAN LENTUR BALOK PRATEKAN


Pada dasarnya, kekuatan lentur penampang beton
prategang dapat dihitung dengan metode kekuatan batas
seperti pada perencanaan beton bertulang biasa. Dalam
perhitungan kekuatan dari tendon prategang, fy harus
diganti dengan fps yaitu tegangan pada tendon prategang
pada saat tercapainya kekuatan nominal penampang. Bila
tidak dihitung secara lebih teliti berdasarkan konsep
kompatibilitas regangan, nilai fps boleh didekati dengan
formula sebagai berikut:
1. Tendon Dengan Lekatan Penuh (bounded)
𝛾𝑝 𝑓𝑝𝑢 𝑑
𝑓𝑝𝑠 = 𝑓𝑝𝑢 [1 − {𝜌𝑝 + (𝜔 − 𝜔′}]
𝛽1 𝑓𝑐 ′ 𝑑𝑝
Dengan syarat 𝑓𝑠𝑐 ≥ 0,5 𝑓𝑝𝑢
Dimana :
𝑓𝑝𝑠 = tegangan pada tendon pada saat penampang
mencapai kuat nominalnya (MPa)
𝑓𝑝𝑢 = Kuat tekan tendon prategang yang
disyaratkan (MPa)
𝑓𝑝𝑒 = Tegangan efektif pada baja prategang
(tendon) sesudah memperhitungkan semua
kehilangan prategang yang mungkin terjadi
(MPa)
𝛾𝑝 = Suatu faktor yang memperhitungkan tipe
tendon prategang
𝑓𝑝𝑦
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ≥ 0,80 → 𝛾𝑝 = 0,55
𝑓𝑝𝑢

𝑓𝑝𝑦
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ≥ 0,85 → 𝛾𝑝 = 0,40
𝑓𝑝𝑢

𝑓𝑝𝑦
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ≥ 0,90 → 𝛾𝑝 = 0,80
𝑓𝑝𝑢

9
𝑓𝑝𝑦 = Kuat leleh tendon prategang (MPa)
𝛽1 = Suatu faktor yang besarnya sesuai SNI-03-
2002 pasal 12.2, dimana:
= Untuk 𝑓𝑐′ ≤ 30𝑀𝑃𝑎 → 𝛽1 = 0,85
Untuk 30 < 𝑓𝑐′ < 50𝑀𝑃𝑎 → 𝛽1 = 0,85 − 0,008(𝑓𝑐′ −
30)
Untuk 𝑓𝑐′ ≥ 50𝑀𝑃𝑎 → 𝛽1 = 0,65
𝑓𝑐′ = Kuat tekan beton (MPa)
𝑑 = Tinggi efektif penampang (jarak dari
serat tekan terjauh dari garis netral ke
pusat tulangan tarik non prategang)
𝑑𝑝 = Jarak dari serat tekan terjauh ke pusat
tendon prategang
𝜌𝑝 = Rasio penulangan prategang, 𝜌 = 𝐴𝑝𝑠
𝑝 𝑏.𝑑𝑝
𝐴𝑝𝑠 = Luas penampang baja prategang
𝑏 = Lebar efektif flens tekan dari komponen
struktur
𝜔 = 𝜌.𝑓𝑦 → 𝜌 = 𝐴𝑠
𝑓𝑐′ 𝑏.𝑑
𝜔′ = 𝜌′.𝑓𝑦 𝑠
→ 𝜌 = 𝑏.𝑑
𝐴 ′
𝑓𝑐′
𝐴𝑠 Luas penampang tarik non prategang
𝐴𝑠 ′ Luas penampang tekan non prategang

Apabila sebaran tulangan tekan diperhitungkan saat


𝑓𝑝𝑢 𝑑
menghitung 𝑓𝑝𝑠 maka suku [𝜌𝑝 + 𝑑 (𝜔 − 𝜔′ )] pada
𝑓𝑐 ′ 𝑝
persamaan di atas harus diambil tidak kurang dari
0,17 dan 𝑑′ tidak boleh lebih besar dari 0,15 𝑑𝑝

2. Tendon tanpa lekatan


A. Rasio bentangan dan tinggi komponen < 35
𝑓𝑐′
𝑓𝑝𝑠 = 𝑓𝑝𝑒 + 70 + ≤ 𝑓𝑦 atau ≤ 𝑓𝑝𝑒 + 400
100.𝜌𝑝
B. Rasio bentangan dan tinggi komponen > 35
𝑐 𝑓′
𝑓𝑝𝑠 = 𝑓𝑝𝑒 + 70 + 300.𝜌 ≤ 𝑓𝑦 atau ≤ 𝑓𝑝𝑒 + 400
𝑝

Untuk menjamin terjadinya leleh pada tulangan non-


prategang, maka SNI membatasi indeks tulangan sebagai
berikut:
1. Untuk komponen struktur dengan tulangan prategang saja
:

10
𝑓𝑝𝑠
𝜔𝑝 ≤ 0,36𝛽1 dimana 𝜔𝑝 = 𝜌𝑝 𝑓 ′
𝑐
2. Untuk komponen struktur dengan tulangan prategang,
tulangan tarik dan tulangan tekan non prategang:
𝑑
𝜔𝑝 + 𝑑 (𝜔 − 𝜔′ ) ≤ 0,36𝛽1
𝑝

3. Untuk penampang bersayap


𝑑
𝜔𝑝𝑤 + 𝑑 (𝜔𝑤 − 𝜔𝑤 ′ ) ≤ 0,36𝛽1
𝑝

Dimana : 𝜔𝑝𝑤 , 𝜔𝑤 , 𝜔𝑤 ′ adalah indeks tulangan untuk


penampang yang mempunyai flens, dihitung
sebagai 𝜔𝑝 , 𝜔, 𝜔′ dengan b sebesar lebar badan
E. DESAIN PENAMPANG LENTUR BALOK PRATEKAN
Dalam desain komponen struktur prategang terhadap
lentur , syarat utamanya adalah harus bisa menjamin agar
batasan tegangan ijin tidak dilanggar (dilampaui),
defleksi atau lendutan yang terjadi masih dalam batasan
yang diizinkan dan komponen struktur mempunyai kekuatan
yang cukup.
Kita lihat penampang beton prategang seperti di bawah

ini :

Untuk memenuhi keseimbangan gaya-gaya horizontal, gaya


tekan C di beton dan gaya tarik T di baja harus saling
mengimbangi, yaitu:
𝐶=𝑇
Apabila tulangan tarik baja lunak diperhitungkan maka
𝐶𝑠′ + 𝐶𝑐′ = 𝑇𝑝 + 𝑇𝑠
Dimana : 𝐶𝑠′ = 𝐴′𝑠 𝑥𝑓𝑠′
𝐶𝑐′ = 0,85𝑓𝑐′ 𝑎𝑏
𝑇𝑝 = 𝐴𝑝𝑠 𝑥𝑓𝑝𝑠
𝑇𝑠 = 𝐴𝑠 𝑥𝑓𝑦
Jadi keseimbangan pada rumus di atas dapat ditulis
ulang menjadi
𝐴𝑝𝑠 𝑓𝑝𝑠 + 𝐴𝑠 𝑓𝑦 = 0,85𝑓𝑐′ 𝑎𝑏 + 𝐴′𝑠 𝑥𝑓𝑠′
Sehingga tinggi balok tekan a dapat ditulis dengan

11
𝐴𝑝𝑠 𝑓𝑝𝑠 + 𝐴𝑠 𝑓𝑦 − 𝐴′𝑠 𝑥𝑓𝑠′
𝑎=
0,85𝑓𝑐′ 𝑎𝑏
Dimana b adalah lebar penampang muka tekan balok.
Dengan mengambil momen terhadap pusat berat balok
tekan, kuat lentur nominal menjadi
𝑎 𝑎 𝑎
𝑀𝑛 = 𝐴𝑝𝑠 𝑓𝑝𝑠 (𝑑𝑝 − ) + 𝐴𝑠 𝑓𝑦 (𝑑 − ) + 𝐴′𝑠 𝑓𝑦 ( − 𝑑 ′ )
2 2 2

Bila penulangan tekan diabaikan:


Momen luar hanya ditahan oleh tulangan tarik dan baja
pratekan:
𝑀𝑛 = 𝑇𝑠 . 𝑍𝑠 + 𝑇𝑝 . 𝑍𝑝
1 1
𝑀𝑛 = 𝑇𝑠 (𝑑 − 𝑎) + 𝑇𝑝 (𝑑𝑝 − 𝑎)
2 2
1
Dimana : 𝑇𝑠 (𝑑 − 2 𝑎) → momen yang dipikul oleh tulangan
tarik
1
𝑇𝑠 (𝑑𝑝 − 2 𝑎) → momen yang dipikul baja
prategang
Presentasi pratekan:
1
𝑇𝑝 (𝑑𝑝 − 𝑎)
2
𝜌= 1 1 𝑥100%
𝑇𝑝 (𝑑𝑝 − 𝑎)+𝑇𝑠 (𝑑− 𝑎)
2 2

Bila merupakan prategang penuh (tulangan non prategang


tidak diperhitungkan, maka momen nominal hanya dipikul
oleh baja prategang
1
𝑀𝑛 = 𝑇𝑝 (𝑑𝑝 − 𝑎)
2
1
𝑀𝑛 = 𝐴𝑝𝑠 𝑓𝑝𝑠 (𝑑𝑝 − 𝑎)
2

Momen dalam semua kasus haruslah

12
𝑀𝑢 = 𝑀𝑛
Dimana  = 0,90 untuk lentur.

F. PROSEDUR LANGKAH DEMI LANGKAN UNTUK DESAIN KONDISI-


BATAS-GAGAL KOMPONEN STRUKTUR PRATEGANG
1. Tentukan apakah prategang parsial akan digunakan atau
tidak. Dengan menggunakan persentase efektif baja
prategang. Tinggi coba-coba h ditentukan berdasarkan
atas 0,6 in. Per ft. bentang atau 75% dari tinggi yang
dibutuhkan untuk penampang beton bertulang sesudah
menghitung kuat nominal yang diperlukan 𝑀𝑛 = 𝑀𝑢 /
2. Tentukan tebal sayap coba-coba sedemikian hingga luas
sayap beton total 𝐴′𝑐 = 𝑀𝑛 /0,68𝑓𝑐′ ℎ yang didasarkan atas
pemilihan lebar sayap menurut persyaratan denah dan
jarak balok. Tentukan luas perencanaan tulangan
prategang 𝐴𝑝𝑠 = 𝑀𝑛 /0,72𝑓𝑝𝑢 ℎ.
3. Gunakan nilai yang masuk akal untuk tegangan baja 𝑓𝑝𝑠
pada saat gagal untuk coba-coba pertama. Jika 𝑓𝑝𝑒 <
0,5𝑓𝑝𝑢 , maka analisis keserasian regangan dibutuhkan.
Tentukan apakah tendonnya terlekat atau tidak. Gunakan
nilai prategang efektif 𝑓𝑝𝑒 dari analisis beban kerja
jika desainnya telah dilakukan. Jika 𝑓𝑝𝑒 > 0,5𝑓𝑝𝑢 ,
gunakan nilai pendekatan yang dihitung dari masing-
masing kasus berikut:
(a) Tendon terlekat
𝛾𝑝 𝑓𝑝𝑢 𝑑
𝑓𝑝𝑠 = 𝑓𝑝𝑢 [1 − {𝜌𝑝 + (𝜔 − 𝜔′}]
𝛽1 𝑓𝑐 ′ 𝑑𝑝
(b) Tendon tak terlekat, rasio bentang/tinggi ≤ 35
𝑓′ 𝑐
𝑓𝑝𝑠 = 𝑓𝑝𝑒 + 70 + 100.𝜌 ≤ 𝑓𝑦 atau ≤ 𝑓𝑝𝑒 + 400
𝑝

(c) Tendon tak terlekat, rasio bentang/tinggi > 35


𝑓′ 𝑐
𝑓𝑝𝑠 = 𝑓𝑝𝑒 + 70 + 300.𝜌 ≤ 𝑓𝑦 atau ≤ 𝑓𝑝𝑒 + 400
𝑝

4. Tentukan apakah penampang coba-coba yang telah dipilih


harus dipandang persegi panjang atau bersayap dengan
cara menentukan posisi sumbu netral 𝑐 = 𝑎/𝛽1. Jika
persegi panjang maka
𝐴𝑝𝑠 𝑓𝑝𝑠 + 𝐴𝑆 𝑓𝑦 − 𝐴′𝑠 𝑓𝑦
𝑎=
0,85𝑓𝑐 ′𝑏
Jika bersayap,
𝐴𝑝𝑤 𝑓𝑝𝑠
𝑎=
0,85𝑓𝑐′ 𝑏𝑤
Dimana 𝐴𝑝𝑤 𝑓𝑝𝑠 = 𝐴𝑝𝑠 𝑓𝑝𝑠 + 𝐴𝑠 𝑓𝑦 − 0,85𝑓𝑐′ (𝑏 − 𝑏𝑤 )ℎ𝑓

13
5. Jika ℎ𝑓 lebih besar dari pada c dan a, analisislah
elemen tersebut sebagai penampang persegi panjang
dengan tulangan tunggal atau rangkap.
6. Carilah indeks penulangan 𝜔𝑝 , 𝜔 dan 𝜔′ untuk kasus 𝑎 <
ℎ𝑓 (sumbu netral di sayap; jadi, gunakan asumsi
penampang persegi panjang)
(a) Penampang persegi panjang dengan baja prategang
saja:
𝑓𝑝𝑠 𝐴𝑝𝑠 . 𝑓𝑝𝑠
𝜔 𝑇 = 𝜔𝑝 = 𝜌𝑝 + ′ =
𝑓𝑐 𝑏𝑑𝑝 𝑓𝑐′
(b) Penampang persegi panjang dengan baja tekan dan
baja tarik non prategang:
𝑑
𝜔 𝑇 = 𝜔𝑝 + (𝜔 − 𝜔′ )
𝑑𝑝
Jika indeks total di (a) atau (b) kurang dari satu
atau sama dengan 0,36𝛽1, maka kuat lenturnya adalah
𝑎 𝑎 𝑎
𝑀𝑛 = 𝐴𝑝𝑠 𝑓𝑝𝑠 (𝑑𝑝 − ) + 𝐴𝑠 𝑓𝑦 (𝑑 − ) + 𝐴′𝑠 𝑓𝑦 ( − 𝑑 ′ )
2 2 2

7. Carilah indeks penulangan 𝜔𝑝 , 𝜔 dan 𝜔 untuk kasus 𝑎 <
ℎ𝑓 (sumbu netral di luar sayap), dengan indeks total
𝑑
𝜔 𝑇 = 𝜔𝑝 + (𝜔 − 𝜔′ )
𝑑𝑝
Indeks ini dihitung berdasarkan atas lebar badan 𝑏𝑤 .
Jika indeks total 𝜔 𝑇 < 0,36𝛽1, maka
𝑎 ℎ𝑓
𝑀𝑛 = 𝐴𝑝𝑤 𝑓𝑝𝑠 (𝑑𝑝 − ) + 𝐴𝑆 𝑓𝑦 (𝑑 − 𝑑𝑝 ) + 0,85𝑓𝑐′ (𝑏 − 𝑏𝑤 )ℎ𝑓 (𝑑𝑝 − )
2 2
Di mana
𝐴𝑝𝑤 𝑓𝑝𝑠
𝑎=
0,85𝑓𝑐′ 𝑏𝑤
Dan
𝐴𝑝𝑤 𝑓𝑝𝑠 = 𝐴𝑝𝑠 𝑓𝑝𝑠 + 𝐴𝑠 𝑓𝑦 − 0,85𝑓𝑐′ (𝑏 − 𝑏𝑤 )ℎ𝑓
Jika indeks total 𝜔 𝑇 > 0,36𝛽1, maka penampang tersebut
bertulangan-lebih dan kuat nominalnya adalah
𝑀𝑛 = 𝑓𝑐′ 𝑏𝑤 𝑑𝑝2 (0,36𝛽1 − 0,0𝛽12 ) + 0,85𝑓𝑐′ (𝑏 − 𝑏𝑤 )ℎ𝑓 (𝑑𝑝 − 0,5ℎ𝑓 )
8. Cek apakah penulangan minimum yang diperlukan 𝐴𝑠 >
0,004𝐴.
Juga cek apakah 𝑀𝑢 ≥ 1,2 𝑀𝑐𝑟 untuk menjamin bahwa baja
tarik non prategang yang digunakan memadai, khususnya
pada tendon tak terlekat.
9. Pilihlah ukuran dan jarak tulangan tarik non prategang
dan tulangan tekan, apabila ada.

14
10. Selidiki apakah momen desain 𝑀𝑢 = Mn sama atau
lebih besar dari pada momen ter faktor 𝑀𝑢 . Jika tidak
maka sesuaikanlah desainnya.

G. CONTOH DESAIN LENTUR BALOK PRATEGANG DALAM SATUAN SI


Contoh soal:
Data:
Ac = 5045 cm2 b = 45,7 cm
Ic = 7,04 x 10 cm
6 4 bw = 15,2
r = 1394 cm
2 2

Cb = 89,4 cm c’ = 32,5 cm
ee = 84,2 cm ec = 60,4 cm
Sb = 78,707 cm 3 St = 216,210 cm3

wD = 11,9 x 103 kN/m wSD = 1459 N/m


Ɩ = 19,8 m wL = 16,1 kN/m
f’c = 34,5 MPa fpi = 1300 MPa
fpu = 1860 MPa fpy = 1580 MPa

Kehilangan prategang Ɣ = 18 % fy = 414 MPa


Aps = 13 tendon berdiameter 12,7 mm (Aps = 99
mm2)
= 13 x 99 = 1287 mm2
Mn yang dibutuhkan = 18,03 x 106 in.lb = 2037 kN.m
Solusi:
1. Besaran penampang (langkah 1 dan 2)
Lebar sayap b = 18 in = 45,7 cm
Tebal rata-rata hf = 4,5 + 0,5 (3,5) = 6,25 in. = 15,7
cm
Coba 4 baja lunak No. 20 M untuk prategang parsial
(diameter = 19,5 mm, As = 300 mm2)
As = 4 x 300 = 1200 mm2
2. Tegangan fps di baja prategang pada kekuatan nominal
dan posisi sumbu netral (Langkah 3)
fpe = Ɣ fpi = 0,82 x 1300 = 1066 MPa
Selidiki posisi sumbu netral

15
Jika ada di luar sayap, maka lokasi kedalaman tersebut
lebih besar dari pada a= Apwfps 0,85 fc’bw
0,5fpu = 0,50 x 1,860 = 930 MPa < 1066 MPa, jadi
prosedur pendekatan ACI dapat digunakan untuk
menentukan fps

𝛾𝑝 𝑓𝑝𝑢 𝑑
𝑓𝑝𝑠 = 𝑓𝑝𝑢 (1 − [𝜌𝑝 ′ + (𝜔 − 𝜔′ )])
𝛽1 𝑓𝑐 𝑑𝑝

dp = 36,16 in. = 91,8 cm, d = 37,6 in. = 95,5 cm

𝑓𝑝𝑦 1,580
= = 0,85, 𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝛾𝑝 = 0,40
𝑓𝑝𝑢 1,860

𝐴𝑝𝑠 1,287
𝜌𝑝 = = = 0,00206
𝑏𝑑𝑝 257 𝑥 918

𝐴𝑠 1,200
𝜌 = = 0,00275
𝑏𝑑 457 𝑥 995
𝐴𝑝𝑠 𝑓𝑝𝑠 1,674
𝜔𝑝 = 𝑥 ′ = 0,00306 𝑥 = 0,14
𝑏𝑑𝑝 𝑓𝑐 34,5

𝐴𝑠 𝑓𝑦 414
𝜔= 𝑥 ′ = 0,00275 𝑥 = 0,033
𝑏𝑑 𝑓𝑐 34,5
𝜔′ = 0
Untuk f’c = 34,5 MPa, β1 = 0,80

0,40 1860 955


𝑓𝑝𝑠 = 1860 (1 − ) [0,00306𝑥 + 𝑥0,033]
0,80 34,5 918
𝑓𝑝𝑠 = 1674 𝑀𝑝𝑎

Dari persamaan 4.47a,


𝐴𝑤 𝑓𝑝𝑠
𝑎=
0,85𝑓𝑐′ 𝑏𝑤

di mana Apwfps = Apsfps + Asfy – 0,85fc’ (b-Bw)hf


Apwfps = 1287 x 1674 x 1200 x 414 – 0,85 x 34,5 x
(45,7-15,2)15,7 x 102
= 106 (2,15 + 0,5 – 1,14) N = 1240 kN

1240 𝑥 10
𝑎= = 24,7 𝑐𝑚 > ℎ𝑓 = 15,7
0,85 𝑥 34,7 𝑥 15,2
16
Jadi sumbu netral ada di luar sayap dan analisis
dilakukan berdasarkan atas penampang T.

3. Kuat lentur nominal yang tersedia (Langkah 4-8)


𝜔𝑇 = 𝜔𝑝 + 𝜔 = 0,14 + 0,033 = 0,173 < 0,36𝛽1, 𝑗𝑎𝑑𝑖, 𝑜𝑘𝑒
Jadi, indeks penulangan maksimum terpenuhi

𝑎 ℎ𝑓
𝑀𝑛 = 𝐴𝑝𝑤𝑓𝑝𝑠 (𝑑 − ) + 𝐴𝑠𝑓𝑦(𝑑 − 𝑑𝑝) + 0,85𝑓 ′ 𝑐(𝑏 − 𝑏𝑤)ℎ𝑓 (𝑑𝑝 − )
2 2

27,7
Mn yang tersedia = 1,24 𝑥 106 (91,8 + ) + 1200𝑥414(95,5 −
2
91,8) + 0,85 𝑥 34,5 (45,7 − 15,2)15,7 (91,8 −
15,2
) 𝑥102
2
= 106(96,6+1,83+118,2) N-cm = 2166 kN-m
> Mn yang dibutuhkan = 2037 kN.m
Jadi penampang ini memadai.

17
REFERENSI

1. ACI Committee 318. "Building Code Requirements for


Structural Concrete (ACI 318-99) and Commentary ACI
318R-95. American Concrete Institute, Farmington
Hills, MI, 1996, pp. 392.
2. Nawy, E. G., Reinforced Concrete -A Fundamental
Approach. 4th Ed., Prentice-Hall, Upper Saddle River,
N.J. 2000, pp 776.
3. Nawy, E. G., and Chiang, J. Y., "Serviceability
Behavior of Pos-Tensioned Beams." Journal of
Prestressed Concrete Institute 25, Chicago Jan. - Feb.
1980: 74-85.
4. Lin, T. Y., and burns, N. H. Design of prestressed
Concrete. John Wiley & Sons, New York, 1981

18
Pembagian Tugas:
Maykhisti Syahbandaria (A. PENDAHULUAN – B. KONSEP DAN PRINSIP)

Syafrullah Mubaraq (C. METHODE PRATEGANG – KATA PENGANTAR –


DAFTAR ISI)
Kevin Herlambang (D. KEKUATAN LENTUR BALOK PRATEKAN – REFERENSI
– COVER)
M. Aulia Shohibul Hikam (E. DESAIN PENAMPANG – F. PROSEDUR
DESAIN)
Rizal Wahyu Pribadi (G. CONTOH PERHITUNGAN)

19

Anda mungkin juga menyukai