Anda di halaman 1dari 46

BAB II

PERHITUNGAN STRUKTUR

2.1 Uraian Umum

Struktur dari Proyek Wisma Utan Kayu Rawamangun Jakarta Timur


yang telah didisain kembali akan dibahas pada Bab II ini. Pembahasan bab
ini terdiri dari dasar perencanaan, perhitungan gording, perhitungan
trekstang, perhitungan ikatan angin, perhitungan kuda – kuda atap,
perhitungan tangga, perhitungan ring balok, perhitungan balok, perhitungan
sloof, perhitungan kolom, perhitungan dinding geser, perhitungan dak atap,
perhitungan pelat lantai, perhitungan pondasi, dan perhitungan gempa.

2.2 Dasar Perencanaan


Dasar perencanaan membahas mengenai jenis pembebanan beserta beban
yang digunakan. faktor pembebanan, persamaan yang dipakai untuk struktur
baja, persamaan yang dipakai untuk stuktur beton, dan persamaan yang
dipakai untuk beban gempa.
2.2.1 Jenis Pembebanan
Perencanaan struktur bangunan bertingkat harus memperhitungkan
beban mati, beban angin, beban hidup, dan beban lainnya yang bekerja
pada struktur bangunan tersebut seperti beban gempa dan beban hujan.
Beban pada struktur dihitung menurut Pedoman Perencanaan
Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987 (PPPURG 1987).
Pembebanan yang digunakan sesuai dengan PPPURG 1987 yaitu:
a. Beban mati
Beban mati adalah berat semua bagian gedung yang bersifat
tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-
penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari gedung. Beban mati terdiri dari
beban bahan bangunan dan beban komponen gedung. Beban mati
yang digunakan pada perhitungan struktur antara lain sebagai
berikut:
a.1. Bahan bangunan
i. Beton bertulang ........................................ 2400 kg/m3
ii. Pasir ......................................................... 1800 kg/m3
iii. Baja .......................................................... 2200 kg/m3
a.2. Komponen gedung
i. Eternit dengan tebal maksimum 4 mm (termasuk
rusuk-rusuknya, tanpa penggantung langit-langit)
..................................................................... 11 kg/m2
ii. Penggantung langit-langit (dari kayu) dengan
bentang maksimum 5 m dan jarak s.k.s. minimum
0,80 m ............................................................ 7 kg/m2
iii. Penutup atap genteng dengan reng dan usuk 50 kg/m2
iv. Dinding pasangan bata merah ½ bata ........ 250 kg/m2
v. Penutup lantai dari ubin semen Portland, teraso dan
beton (tanpa adukan) per cm tebal ............... 24 kg/m2
vi. Adukan semen per cm tebal ......................... 21 kg/m2
b. Beban hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat
penghunian atau peenggunaan suatu gedung, termasuk beban-
beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat
berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama
masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan
pembebanan lantai dan atap tersebut.
Beban hidup yang bekerja pada Wisma Utan Kayu
disesuaikan dengan rencana fungsi bangunan tersebut yaitu
sebagai wisma atau bisa dikategorikan sebagai hotel. Beban hidup
untuk wisma ini terdiri dari:
b.1. Beban atap datar .................................................. 100 kg/m2
b.2. Beban pekerja dan peralatan......................................100 kg
b.3. Beban lantai sesuai peruntukannya ..................... 250 kg/m2
b.4. Beban tangga dan bordes ..................................... 300 kg/m2
c. Beban angin
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung
atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan
udara. Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya
tekanan positif (tekan) dan tekanan negatif (hisap), yang bekerja
tegak lurus pada bidang yang ditinjau. Besar tekanan tiup harus
diambil minimum 40 kg/m2 untuk daerah di tepi laut sampai
sejauh 5 km dari tepi pantai dan 25 kg/m2 untuk daerah yang lebih
dari 5 km dari tepi pantai.
Koefisien angin untuk gedung tertutup sebagai berikut:
c.1. Dinding vertikal
i. Di pihak angin .................................................... + 0,9
ii. Di belakang angin ............................................... - 0,4
c.2. Atap segitiga dengan sudut kemiringan α
i. Di pihak angin : α < 65 ͦ .......................... 0,02 α - 0,4
65 ͦ < α < 90 ͦ.......................... + 0,9
ii. Di belakang angin, untuk semua α ...................... - 0,4
d. Beban hujan
Beban terbagi rata per m2 bidang datar berasal dari beban air
hujan sebesar (40 – 0,8 α) kg/m2 di mana α adalah sudut
kemiringan atap dalam derajat, beban tersebut tidak perlu diambil
lebih besar dari 20 kg/m2 dan tidak perlu ditinjau bila kemiringan
atap lebih besar dari 50 ͦ.
e. Beban gempa
Beban gempa adalah beban statik equivalen yang bekerja
pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari
gerakan tanah akibat gempa itu. Perhitungan pembebanan untuk
gempa haruslah mengikuti SNI 1726-2002 dan SNI 1726-2012
serta menyesuaikan peta gempa 2017.
2.2.2 Faktor Pembebanan
Struktur, komponen, dan fondasi harus dirancang agar memiliki
kekuatan desain sama atau melebihi efek dari beban terfaktor.
Kombinasi beban menurut SNI 1727-2013 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kombinasi Beban Ultimit
No. Kombinasi Beban
1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L +0,5 (Lr atau R)
3. 1,2D + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5 W)
4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau R)
5. 1,2D + 1,0E + L
6. 0,9D + 1,0W
7. 0,9D + 1,0E
Sumber : SNI 1727-2013
2.2.3 Struktur Baja
Struktur baja merupakan struktur bangunan yang terbuat dari
material baja. Struktur baja pada re-disain Wisma Utan Kayu terdiri dari
gording, trekstang, ikatan angin dan kuda-kuda atap.
Baja menggunakan mutu BJ 37. Sifat mekanis baja tersebut
berdasarkan SNI 03-1729-2002 sebagai berikut:
a. Tegangan putus (fu) : 370 MPa
b. Tegangan leleh (fy) : 240 MPa
c. Modulus elastisitas (E) : 200.000 MPa
d. Modulus geser (G) : 80.000 MPa
e. Angka poisson (μ) : 0,3
f. Koefisien pemuaian (α) : 12 × 10-6 /oC
Berikut ini persamaan yang digunakan dalam perencanaan struktur
baja menurut SNI 03-1729-2002 dan SNI 1729:2015 yaitu:
a. Batang tarik
Batang tarik merupakan profil yang menahan gaya tarik yang
terjadi pada struktur baja akibat adanya beban. Profil baja
memiliki kemampuan menahan gaya tarik yang lebih baik dari
pada menahan gaya tekan.
a.1. Tahanan tarik nominal
Komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial
terfaktor (Tu) harus memenuhi:
Tu ≤ ɸ T n ............................................................................................. (2-1)

Tahanan nominal batang tarik (Tn) harus diperiksa


terhadap tiga macam kondisi keruntuhan yaitu:
i. Kondisi leleh dari luas penampang kotor
Tahanan nominal (Tn) harus memenuhi
persamaan:
Tn = Ag fy ................................................................................ (2-2)
ii. Kondisi fraktur dari luas penampang efektif pada
sambungan
Tahanan nominal (Tn) harus memenuhi
persamaan:
Tn = Ae fu ................................................................................ (2-3)
iii. Geser blok pada sambungan
Keruntuhan geser blok merupakan penjumlahan
tarik leleh (atau tarik fraktur) pada satu irisan dengan
geser fraktur (atau geser leleh) pada irisan lainnya
yang saling tegak lurus. Persamaan untuk tahanan
nominal tarik dalam keruntuhan geser blok sebagai
berikut:
Geser Leleh-Tarik Fraktur (fu Ant ≥ 0,6 fu Anv)
Tn = 0,6 fy Agv + fu Ant ................................................... (2-4)
Geser Fraktur-Tarik Leleh (fu Ant < 0,6 fu Anv)
Tn = 0,6 fu Anv + fy Agt ................................................... (2-5)
a.2. Luas neto
Lubang yang dibuat pada sambungan untuk
menempatkan alat pengencang seperti baut atau paku
keling akan mengurangi luas penampang sehingga akan
mengurangi juga tahanan penampang tersebut. Lubang baut
menurut SNI 03-1729-2002 harus berdiameter 2 mm lebih
besar dari diameter baut untuk baut berdiameter tidak lebih
dari 24 mm, sedangkan baut yang diameternya lebih dari 24
mm harus memiliki diameter lubang 3 mm lebih besar dari
diameter baut.
Luas penampang batang tarik tidak boleh diambil lebih
kecil dari 85% luas brutonya atau
An ≥ 0,85 Ag........................................................................................ (2-6)
Lubang yang berselang-seling akan memberikan efek
pada luas neto profil baja. Luas neto profil untuk lubang
berjajar sebagai berikut:
An = Ag – n d t ........................................................(2-7)
Luas neto profil untuk lubang berselang-seling yaitu:
s2 t
An = Ag – n d t + ∑ 4 u ............................................(2-8)

a.3. Luas neto efektif


Luas penampang efektif komponen struktur yang
mengalami gaya tarik harus ditentukan sebagai berikut:
Ae = U An ............................................................................................. (2-9)
𝑥̅
U adalah koefisien reduksi (1 - 𝐿 ≤ 0,9)

Koefisien reduksi (U) untuk beberapa penampang menurut


manual dari American Institute Steel Commite (AISC)
sebagai berikut:
𝑏 2
i. Penampang I dengan ℎ > atau penampang T yang
3

dipotong dari penampang I, dan sambungan pada


pelat sayap dengan jumlah baut lebih atau sama
dengan 3 buah per baris (arah gaya)
U = 0,90
ii. Penampang yang lain (termasuk penampang
tersusun) dengan jumlah alat pengencang minimal 3
buah per baris
U = 0,85
iii. Semua penampang dengan banyak baut 2 buah per
baris (arah gaya)
U = 0,75
a.4. Kelangsingan struktur tarik
Masalah lendutan besar pada komponen struktur tarik dapat
dikurangi dengan memenuhi syarat kekakuan. Syarat ini
𝐿
berdasarkan rasio kelangsingan (λ = 𝑟 ). Batang tarik utama

nilai λ diambil maksimum 240, sedangkan batang tarik


sekunder diambil maksimum 300.
b. Batang tekan
Batang tekan merupakan profil yang menahan gaya tekan
yang terjadi pada struktur baja akibat adanya beban. Profil baja
yang merupakan batang tekan sangat beresiko terjadi tekuk yang
dapat menyebabkan kegagalan struktur. Komponen struktur tekan
haruslah mampu menahan gaya tekan yang terjadi, maka struktur
tekan tersebut haruslah memenuhi persamaan:
Nu ≤ ɸc Nn....................................................................................................... (2-10)
b.1. Tahanan tekan nominal
Daya dukung nominal struktur tekan (Nn) dapat
dihitung menggunakan persamaan:
fy
Nn = Ag fcr = Ag ................................................(2-11)
ω

Besarnya ω ditentukan oleh λc yaitu:


λc < 0,25 maka ω = 1 ................................(2-12)
1,43
0,25 < λc < 1,2 maka ω = 1,6-0,67 λ .....................(2-13)
c

λc > 1,2 maka ω = 1,25 λc .....................(2-14)


2
Besarnya λc dapat dicari dengan persamaan:
λ y f
λc = π √ E ..............................................................(2-15)

b.2. Masalah tekuk lokal


Penampang melintang komponen struktur tekan yang
cukup tipis akan memungkinkan terjadinya tekuk lokal. Hal
ini dapat dihindari dengan membatasi rasio antara lebar
dengan ketebalan suatu elemen. Komponen struktur tekan
yang memiliki rasio antara lebar dan ketebalan lebih besar
dari suatu batas (λr) maka dapat dikategorikan sebagai
penampang langsing. Penampang langsing sebaiknya
dihindari agar tidak menimbulkan masalah tekuk lokal.
Nilai λr bermacam – macam tergantung bentuk
penampangnya. Nilai batas λr untuk profil siku dan profil
channel sebagai berikut:
i. Profil siku
b 200
≤ .................................................................(2-16)
t
√fy

ii. Profil channel


b 170
≤ .................................................................(2-17)
𝑡𝑓
√fy

h 665
≤ ...............................................................(2-18)
𝑡𝑤
√fy

b.3. Komponen struktur tekan tersusun


Komponen struktur tekan dapat tersusun dari dua atau
lebih profil yang disatukan dengan menggunakan pelat
kopel. Analisis kekuatan harus dihitung terhadap sumbu
bahan dan sumbu bebas bahan. Sumbu bahan adalah sumbu
yang memotong semua elemen komponen struktur tersebut,
sedangkan sumbu bebas bahan adalah sumbu yang sama
sekali tidak atau hanya memotong sebagian dari elemen
komponen struktur tersebut.
Kelangsingan pada arah sumbu bahan (sumbu x)
dihitung dengan persamaan berikut:
k Lx
λx = dengan syarat λx ≥ 1,2 λ1 .........................(2-19)
rx

Kelangsingan ideal pada arah sumbu bebas bahan


menggunakan persamaan:
m
λiy = √λy 2 + 2
λ1 2 dengan syarat λiy ≥ 1,2 λ1 ......(2-20)
k Ly
λy = ry
................................................................(2-21)
L1
λ1 = dengan syarat λ1 ≥ 50.............................(2-22)
rmin

Pelat kopel harus memenuhi persamaan:


Ip I1
≥ 10 ..............................................................(2-23)
a L1

c. Struktur lentur
Akibat adanya pembebanan akan menimbukan reaksi lentur
pada struktur. Reaksi tersebut akan menimbulkan lendutan pada
struktur yang dibebani.
c.1. Tahanan momen nominal
Struktur haruslah mampu menahan momen yang
terjadi. Tahanan yang ada harus memenuhi persamaan
berikut:
ɸb Mn > Mu ...................................................................................... (2-24)
Perhitungan tahanan momen nominal dibedakan antara
penampang kompak, tidak kompak,dan langsing.
Penampang langsing (λ > λr) sebaiknya tidak digunakan
karena akan mudah terjadi kegagalan struktur. Penampang
disebut kompak apabila penampang profil mampu menahan
kekuatan tekan yang diberikan oleh beban-beban yang
bekerja pada area tekan penampang profil yang digunakan.
Berikut tahanan momen nominal untuk penampang kompak
dan tidak kompak:
i. Penampang kompak
Penampang kompak dengan batasan λ < λp
memiliki tahanan momen nominal sebagai berikut:
Mn = Mp = Z fy ................................................................ (2-25)
ii. Penampang tidak kompak
Penampang tidak kompak yang memiliki batasan
λp < λ < λr, tahanan momen nominal dicari
menggunakan persamaan:
λr - λ λ - λp
Mn = Mp + Mr ..........................(2-26)
λr - λp λr - λp

Tahanan momen nominal saat λ = λr sebagai berikut:


Mr = (fy – fr) S .............................................(2-27)
dengan besarnya tegangan sisa (fr) sebesar 70 MPa
untuk penampang gilas panas dan 115 MPa untuk
penampang yang dilas.
Material yang telah mencapai batas plastis dan memiliki
paling tidak satu sumbu simetri, maka persamaan berikut dapat
digunakan:
Mux Muy
f =ɸ + ≤ 1 .....................................................(2-28)
b Mnx ɸb Mny

c.2. Lendutan
Lendutan maksimum yang terjadi pada balok biasa
tidak boleh lebih dari L/240 sedangkan untuk balok
pemikul dinding atau bagian finishing yang getas tidak
boleh lebih dari L/360. Lendutan maksimum juga dapat
disyaratkan sendiri dengan syarat balok masih dapat
memberikan kemampuan layanan yang baik.
Lendutan yang terjadi pada bentang sederhana (balok
dengan tumpuan sendi atau roll) dapat menggunakan
persamaan berikut:
5 M L2
δ= ..............................................................(2-29)
48 E I

d. Sambungan baut
Sambungan menggunakan baut harus kuat menahan gaya
pada sambungan dengan mengacu pada SNI 03-1729-2002.
d.1. Tipe baut
Baut dibagi menjadi 3 tipe yaitu baut tipe A307, A325,
dan A490. Berikut ini diameter, proof load dan kuat tarik
minimum baut berdasarkan tipenya:
Tabel 2.2 Tipe – Tipe Baut
Diameter Proof Strees Kuat Tarik Min.
Tipe Baut
(mm) (MPa) (MPa)
A307 6,35 – 10,4 - 60
A325 12,7 – 25,4 585 825
28,6 – 38,1 510 725
A490 12,7 – 38,1 825 1035
Sumber : Agus Setiawan, 2013
d.2. Tahanan nominal baut
Baut harus mampu memikul beban terfaktor sesuai
bersamaan berikut:
Ru ≤ ɸ Rn ........................................................................................... (2-30)
Tahanan nominal baut ditinjau berdasarkan tahanan
geser baut, tahanan tarik baut, dan tahanan tumpu baut.
i. Tahanan geser baut
Tahanan nominal satu buah baut yang memikul
gaya geser didapat dengan persamaan:
Rn = m r1 fub Ab ............................................................... (2-31)
r1 bernilai 0,5 bila baut tanpa ulir pada bidang geser
dan bernilai 0,4 bila baut dengan ulir pada bidang
geser.
ii. Tahanan tarik baut
Baut yang memikul gaya tarik, tahanan
nominalnya dihitung sebagai berikut:
Rn = 0,75 fub Ab......................................................................... (2-32)
iii. Tahanan tumpu baut
Tahanan tumpu nominal tergantung pada kondisi
yang terlemah dari baut atau komponen pelat yang
disambung. Besarnya tahanan tumpu nominal sebagai
berikut:
Rn = 2,4 db tp fu ............................................................... (2-33)
d.3. Tata letak baut
Tata letak baut menurut SNI 03-1729-2002 yaitu:
i. Jarak antar pusat lubang baut harus diambil tidak
kurang dari tiga kali diameter nominal baut dan jarak
maksimumnya tidak boleh melebihi lima belas kali
tebal pelat tertipis dalam sambungan atau maksimum
200 mm (3db < S < 15tp atau 200 mm).
ii. Jarak antara baut tepi dengan ujung pelat harus
sekurang – kurangnya 1,5 diameter nominal baut dan
jarak maksimumnya tidak boleh melebihi 100 mm
ditambah empat kali tebal pelat tertipis dalam
sambungan atau maksimum 200 mm (1,5db < S1 <
(4tp + 100 mm) atau 200 mm).
e. Faktor tahanan
Perencanaan struktur dengan metode LRFD (Load
Resistance and Factor Design) memperhitungkan faktor tahanan.
Faktor tahanan menurut SNI 03-1729-2002 yang digunakan
dalam perhitungan sebagai berikut:
e.1. Komponen struktur memikul lentur ....................... ϕ = 0,90
e.2. Komponen struktur memikul gaya tekan aksial ..... ϕ = 0,85
e.3. Komponen struktur memikul gaya tarik
i. Terhadap kuat tarik leleh .............................. ϕ = 0,90
ii. Terhadap kuat tarik fraktur ........................... ϕ = 0,75
e.4. Komponen struktur pemikul gaya aksial dan lentur
ϕ = 0,90
e.5. Sambungan baut ..................................................... ϕ = 0,75

2.3 Perhitungan Gording


Gording berfungsi sebagai pengikat yang menghubungkan antar kuda-
kuda dan juga menjadi dudukan untuk usuk dan balok jurai dalam.
Perhitungan gording digunakan untuk menganalisa kemampuan gording yang
direncanakan dalam menahan gaya akibat pembebanan.
2.3.1 Data Rencana

Gambar 2.1 Struktur Kuda-kuda


Bentang kuda-kuda 12 m dengan tinggi kuda-kuda 4 m.
tinggi kuda-kuda
Sudut kemiringan atap (α) = arc tan (1 ) (2-34)
⁄2 bentang kuda-kuda

4
= arc tan (1 )
⁄2 × 12

= 33,69
tinggi kuda-kuda
Panjang sisi miring kuda-kuda = (2-35)
sin α
4
= sin 33,69

= 7,211 m
Gording ditempatkan pada titik buhul, sehingga jarak antar gording:
panjang sisi miring kuda-kuda
Jarak antar gording = (2-36)
jumlah segmen
7,211
= 4

= 1,803 m
Jumlah trekstang = 2 buah
Jarak antar kuda-kuda =4m
Gording dengan mutu BJ37 dicoba menggunakan profil Light Lip
Channel 125.50.20.5 dengan data dari tabel profil sebagai berikut:
W = 8,32 kg/m iy = 1,81 cm
A = 10,59 cm2 Sx = 34,70
cm3
Ix = 217 cm4 Sy = 9,38 cm3
Iy = 33,1 cm4 Zx = 50,78
Gambar 2.2 Penampang Profil Light Lip
Channel 125.50.20.5 cm3
ix = 4,77 cm Zy = 15,14 cm3
2.3.2 Pembebanan
Pembebanan gording dihitung berdasarkan point 2.1.1 sebagai
berikut:
a. Beban mati
Penutup Atap (50 × 1,803) = 90,14 kg/m
Berat Gording (8,32 + (10% × 8,32) = 9,15 kg/m +
QD = 99,29 kg/m
QDy = QD sin α
= 99,29 sin 33,69
= 55,08 kg/m
QDx = QD cos α
= 99,29 cos 33,69
Gambar 2.3 Gaya Akibat Beban Mati = 82,61 kg/m
b. Beban hidup
Beban terpusat orang dan peralatan = 100 kg +
PL = 100 kg
PLy = PL sin α
= 100 sin 33,69
= 55,47 kg
PLx = PL cos α
= 100 cos 33,69
Gambar 2.4 Gaya Akibat Beban
Orang dan Peralatan = 83,21 kg
c. Beban angin (untuk  = 33,69)
Lokasi Wisma Utan Kayu berada lebih dari 5 km dari tepi
pantai sehingga beban angin yang diperhitungkan diambil sebesar
25 kg/m2
Koefisien angin tekan (Ct) = 0,02 - 0,4 = 0,274
Koefisien angin hisap (Ch) = - 0,4
ωtekan = Ct × Beban angin(ω) × Jarak gording(s) (2-37)
= 0,274 × 25 × 1,803
= 12,34 kg/m
ωhisap = Ch × Beban angin(ω) × Jarak gording(s) (2-38)
= - 0,4 × 25 × 1,803
= -18,03 kg/m

ωtekan ωhisap

Gambar 2.5 Gaya Akibat Gambar 2.6 Gaya Akibat


Angin Tekan Angin Hisap
d. Beban hujan (untuk  = 33,69)
Beban air hujan (QR) = (40 – 0,8α) × 1,803
= 13,05 × 1,803
= 23,52 kg/m

QR

Gambar 2.7 Gaya Akibat Beban Hujan


2.3.3 Perhitungan Momen
Pada arah sumbu lemah (sumbu y) dipasang 2 buah trekstang pada
tengah bentang gording. Perhitungan momen pada gording
menggunakan persamaan berikut:
Momen pada tengah bentang akibat beban terpusat pada tengah
bentang:
1
M=4Pl (2-39)

Momen pada tengah bentang akibat beban merata sepanjang bentang:


1
M = 8 q l2 (2-40)

a. Akibat beban mati


1
MDx = 8 × QDx × jarak antar kuda-kuda2
1
= 8 × 82,61 × 42

= 165,23 kg m
1 1 2
MDy = 8 × QDy × ( 3 jarak antar kuda-kuda)

1 4 2
= 8 × 55,08 × (3)

= 12,24 kg m
b. Akibat beban hidup orang dan peralatan
1
MLx = 4 × PLx × jarak antar kuda-kuda
1
= 4 × 83,21 × 4

= 83,21 kg m
1 1
MLy = 4 × PLy × ( 3 jarak antar kuda-kuda)
1 4
= × 55,47 ×
4 3

= 18,49 kg m
c. Akibat beban angin
Beban angin bekerja tegak lurus sumbu x sehingga momen
yang ada Mx.
1
Mwx tekan = 8 × ωtekan × jarak antar kuda-kuda2
1
= 8 × 12,34 × 42

= 24,68 kg m
1 1 2
Mwx hisap = 8 × ωhisap ×( 3 jarak antar kuda-kuda)

1 4 2
= 8 × (-18,03) × (3)

= -4,01 kg m
d. Akibat beban hujan
Beban hujan bekerja tegak lurus sumbu x sehingga momen
yang ada Mx
1
MRx = 8 × QR × jarak antar kuda-kuda2
1
= 8 × 23,52 × 42

= 47,05 kg m
Berdasarkan kombinasi beban pada point 2.1.2, Momen ultimit
searah sumbu x dan sumbu y dapat ditabelkan sebagai berikut:
Tabel 2.3 Kombinasi Beban Ultimit Gording
No. Kombinasi Beban Arah x (kg m) Arah y (kg m)
1. U = 1,4D 231,322 17,135
2. U = 1,2D+1,6L+0,5Lr 331,404 44,271
U = 1,2D+1,6L+0,5R 354,926 44,271
3. U = 1,2D+1,6Lr+L 281,481 33,177
U = 1,2D+1,6Lr+0,5W 210,616 14,687
U = 1,2D+1,6R+L 356,753 33,177
U = 1,2D+1,6R+0,5W 285,888 14,687
4. U = 1,2D+1,0W+L+0,5Lr 306,161 33,177
U = 1,2D+1,0W+L+0,5R 329,683 33,177
5. U = 0,9D+1,0W 173,387 11,015
Jadi Mux = 356,753 kg m = 356,753 × 104 N mm
Muy = 44,271 kg m = 44,271 × 104 N mm
2.3.4 Kontrol Tegangan Lentur
Untuk menentukan penampang kompak atau tidak, maka perlu
dihitung kontrol kelangsingan penampang:
Flens:
λf ≤ λp
b 170

tflens √fy

50 170

5 √240
10 < 10,97 (Penampang Kompak)
Web:
λ𝑤 ≤ λ𝑝
ℎ 665

𝑡𝑤𝑒𝑏 √𝑓𝑦

125 665

5 √240
25 < 42,93 (Penampang Kompak)
Profil dinyatakan memiliki penampang kompak dapat Mn dapat
diperoleh dengan persamaan (2-20):
Mnx = Zx .fy
= 50,78 × 103 × 240
= 1218,75 × 104 N mm
Mny = Zy .fy
= 15,14 × 103 × 240
= 363,48 × 104 N mm
Untuk mengantisipasi masalah puntiran maka Mny dapat dibagi dua
sehingga kontrol penampang pada persamaan (2-3) sebagai berikut:
Mux Muy
f =ϕ + 𝑀𝑛𝑦
b Mnx ϕb
2

356,753 × 104 44,271 × 104


= 0,9 × 1218,75 × 104 + 363,48 × 104
0,9 ×
2

= 0,60 < 1 OK
2.3.5 Kontrol Lendutan
Syarat nilai lendutan tidak melebihi 1/300 dari jarak kuda-kuda
1 1
× jarak kuda-kuda = × 4000 = 16,67 mm
240 240
Lendutan dihitung berdasarkan persamaan (2-24) sebagai berikut:
Lendutan arah sumbu x (δx)
5 × Mx × (L)2
δx = 48 × E × Ix
2
5 × 356,753 ×104 × (4 × 103 )
δx =
48 × 200000 × 217 × 104
= 13,70 mm
Lendutan arah sumbu y (δy)
5 × My × (L)2
δy = 48 × E × Iy

2
5 × 44,271 ×104 × (2 × 103 )
δx =
48 × 200000 × 33,1 × 104
= 1,70 mm
Kontrol lendutan (δ)

δ = √δ2x + δ2y .................................................................................(2-41)

= √(13,70)2 + (1,70)2

= 13,80 mm < 16,67 mm OK


∴ Berdasarkan perhitungan, gording yang digunakan profil Light
Lip Channel 125.50.20.5 cukup kuat menahan beban yang ada.
2.4 Perhitungan Trekstang
Trekstang merupakan batang baja yang menahan momen punter (torsi)
pada gording. Keberadaan trekstang akan memperkaku gording sehingga
momen yang ada menjadi lebih kecil.
2.4.1 Data Perencanaan
Trekstang mutu BJ 37
Jarak antar gording (s) = 1,803 m
Jarak antar kuda-kuda =4m
Kemiringan atap () = 33,69o
Jumlah trekstang = 2 buah
Berat penutup atap (genteng) = 50 kg/m2
Berat sendiri gording = 8,32 kg/m
Beban orang dan peralatan = 100 kg
Mutu baja BJ 37
2.4.2 Pembebanan
Berdasarkan perhitungan 2.3.2 diperoleh pembebanan sebagai
berikut:
QDy = 55,08 kg/m
PLy = 55,47 kg
Ptotal = 1,2 × QDy × jarak antar kuda-kuda + 1,6 × PL ....................... (2-42)
= 1,2 × 55,08 × 4 + 1,6 × 100
= 353,12 kg
2.4.3 Beban Aksial Trekstang
Jumlah trekstang yang digunakan 2 buah, maka n = 2
Ptotal 353,12
Tu = = = 176,56 kg .........................................................(2-43)
n 2

2.4.4 Tahanan Tarik Trekstang


Berdasarkan persamaan (2-2) dan (2-3) maka tahanan tarik
trekstang diperoleh sebagai berikut:
Trekstang diasumsikan berdiameter 12 mm sehingga tahanan tarik
batang pada kondisi leleh sebesar:
Tn = Ag fy
= ¼ 𝜋 d2 fy
= ¼ × 𝜋 × 122 × 240
= 27143,36 N
Tahanan tarik batang pada kondisi fraktur sebesar:
Tn = Ae fu
= ¼ 𝜋 d2 fu
= ¼ × 𝜋 × 122 × 370
= 41846,01 N
Tahanan tarik kondisi leleh lebih kecil dari pada tahanan tarik
kondisi fraktur, maka Tn kondisi leleh lebih menentukan.
2.4.5 Cek Gaya pada Batang
Trekstang harus mampu menahan gaya tarik. Gaya tahan harus
lebih besar dari gaya yang terjadi sesuai persamaan (2-1). Gaya yang
terjadi akibat beban ultimit dibandingkan dengan tahanan batang yang
ada dihitung sebagai berikut:
Tu < ɸ Tn
176,56 kg < 0,90 × 27143,36 N
1765,60 N < 24429,02 N
Berdasarkan perhitungan diatas maka diameter trekstang yang
diasumsikan dapat digunakan.
∴ Trekstang menggunakan diameter 12 mm sejumlah 2 buah per panjang
gording.

2.5 Perhitungan Ikatan Angin


Ikatan angin berfungsi untuk menerima gaya-gaya yang bekerja sejajar
dengan arah memanjang bangunan dan tegak lurus terhadap bidang kerja
sebagai akibat dari adanya tekanan angin. memperkaku kuda-kuda. Ikatan
angin ditarik terlebih dahulu sebelum pemasangan agar dapat mengikat
struktur kuda-kuda lebih kuat sehingga mengurangi goyangan.
2.5.1 Data Perencanaan
Jarak antar gording (s) = 1,803 m
Jarak antar kuda-kuda =4m
Kemiringan atap () = 33,69o
Sudut kemiringan ikatan angin = 29,02o
Berat penutup atap (genteng) = 50 kg/m2
Berat sendiri gording = 8,32 kg/m
Beban orang dan peralatan = 100 kg
Mutu baja BJ 37
2.5.2 Pembebanan
Beban direncanakan sebagai beban terpusat pada tiap joint ikatan
angin sebagai berikut:
PD (50 × 4 × 1,803) + ((8,32 + 10% × 8,32) × 4) = 397,16 kg
PL = 100 kg
Beban searah sumbu batang
397,16
PD = sin(29,02 ) × 2 = 1637,55 kg
o

100
PL = sin(29,02 ) × 2 = 412,31 kg
o

Beban total ultimit


Pu = 1,2 PD + 1,6 PL
= 1,2 × 1637,55 + 1,6 × 4122,31
= 2624,75 kg
= 26247,5 N
2.5.3 Tahanan Tarik Ikatan Angin
Berdasarkan persamaan (2-2) dan (2-3) maka tahanan tarik
trekstang diperoleh sebagai berikut:
Trekstang diasumsikan berdiameter 16 mm sehingga tahanan tarik
batang pada kondisi leleh sebesar:
Tn = Ag fy
= ¼ 𝜋 d2 fy
= ¼ × 𝜋 × 162 × 240 = 48254,86 N
Tahanan tarik batang pada kondisi fraktur sebesar:
Tn = Ae fu
= ¼ 𝜋 d2 fu
= ¼ × 𝜋 × 162 × 370
= 74392,91 N
Tahanan tarik kondisi leleh lebih kecil dari pada tahanan tarik
kondisi fraktur, maka Tn kondisi leleh lebih menentukan.
2.5.4 Diameter Ikatan Angin yang digunakan
Ikatan angin harus mampu menahan gaya tarik. Gaya tahan harus
lebih besar dari gaya yang terjadi sesuai persamaan (2-1). Gaya yang
terjadi akibat beban ultimit dibandingkan dengan tahanan batang yang
ada dihitung sebagai berikut:
Tu < ɸ Tn
26247,5 N < 0,90 × 48254,86 N
26247,5 N < 43429,37 N
Berdasarkan perhitungan diatas maka diameter ikatan angin yang
diasumsikan dapat digunakan.
∴ Ikatan angin menggunakan diameter 16 mm.

2.6 Perhitungan Kuda-Kuda


Kuda-kuda berfungsi untuk menerima beban dari konstruksi atap yang
akan disalurkan pada konstruksi struktur bangunan baik langsung ke kolom
maupun ke balok.
2.6.1 Data Perencanaan
Struktur kuda-kuda atap bentang 12 m seperti pada Gambar 2.1
memiliki data rencana sebagai berikut:
Tinggi kuda-kuda =4m
Bentang kuda-kuda = 12 m
Jarak antar kuda-kuda =4m
Kemiringan atap () = 33,69o
Jarak antar gording (s) = 1,803 m
Berat penutup atap (genteng) + reng + usuk = 50 kg/m2
Berat sendiri gording = 8,32 kg/m
Beban langit-langit dan penggantungnya = 18 kg/m2
Beban orang dan peralatan = 100 kg
Beban angin = 25 kg/m2
Beban air hujan = 13,05 kg/m2
Mutu baja BJ 37
Kuda-kuda menggunakan profil double siku 60.60.6. Data profil
siku 60.60.6 menurut data tabel profil sebagai berikut:

W = 5,42 kg/m iy = 1,82 cm


A = 6,91 cm2 Sx = 5,45 cm3
Ix = 22,8 cm4 Sy = 5,45 cm3
Gambar 2.8 Penampang Iy = 22,8 cm4 Zx = 9,82 cm3
Profil Siku 60.60.6 ix = 1,82 cm Zy = 9,82 cm3
Tumpuan kuda-kuda sebelah kiri adalah sendi, sedangkan sebelah
kanan adalah rol.
2.6.2 Input Beban pada SAP 2000
Beban pada kuda-kuda terdiri atas beban genteng + reng + usuk,
beban plafon, beban gording, beban pekerja dan peralatan, beban angin
tekan, beban angin hisap, dan beban air hujan serta berat sendiri kuda-
kuda.
Berat sendiri kuda-kuda langsung dihitung oleh SAP 2000 dengan
penggambaran pada SAP 2000. Beban yang lainnya diinput dengan
dihitung terlebih dahulu agar menjadi beban terpusat pada buhul kuda-
kuda.
Berikut ini beban terpusat pada buhul kuda-kuda:
Tabel 2.4 Beban Terpusat pada Buhul Kuda-Kuda
Jarak Total Beban Beban Arah
Jarak
Beban Berat Kuda- Koef. Terpusat Sumbu
Gording
Kuda (kg) X (kg) Z (kg)
Beban Mati
Genteng + reng +
50 4 1,80 360,56 360,56
usuk
Langit-langit dan
18 4 1,80 129,80 129,80
penggantungnya
Gording 8,32 4 36,61 36,61
Beban Hidup
Pekerja dan
100 100 100
peralatan
Beban Angin
Angin tekan 25 4 1,80 0,274 49,36 27,38 41,07
Angin hisap 25 4 1,80 -0,4 -72,11 -40,00 -60,00
Beban Hujan
Beban air hujan 13,05 4 1,80 94,09 52,19 78,29

Berikut ini gambar penginputan beban pada SAP 2000:


a. Input beban mati pada kuda-kuda

Gambar 2.9 Input Beban Mati pada Kuda-Kuda

b. Input beban hidup pada kuda-kuda

Gambar 2.10 Input Beban Hidup pada Kuda-Kuda


c. Input beban angin pada kuda-kuda

Gambar 2.11 Input Beban Angin pada Kuda-Kuda

d. Input beban hujan pada kuda-kuda

Gambar 2.12 Input Beban Hujan pada Kuda-Kuda


2.6.3 Hasil Pembebanan pada Struktur Kuda-Kuda
Hasil dari perhitungan pembebanan dengan menggunakan SAP
2000 diperoleh gaya reaksi pada tumpuan, gaya aksial pada batang,
gaya geser pada batang, dan momen pada batang. Gaya hasil
pembebanan tersebut dicari nilai yang terbesar dari berbagai kombinasi
yang telah disebutkan pada Tabel 2.1. Berikut ini hasil pembebanan
pada struktur kuda-kuda:
a. Hasil cek struktur

Gambar 2.13 Hasil Cek Struktur Kuda-Kuda


Hasil cek struktur akibat pembebanan dengan menggunakan
SAP 2000 diperoleh hasil seperti pada Gambar 2.13. Hasil cek
tersebut menunjukkan profil berwarna biru yang berarti bahwa
struktur tersebut aman dalam menahan beban yang ada.
b. Hasil reaksi tumpuan

Gambar 2.14 Hasil Reaksi Tumpuan Kuda-Kuda


Hasil dari pembebanan dengan beban ultimit diperoleh reaksi
tumpuan sebesar 5134,84kg

c. Hasil gaya aksial kuda-kuda

Gambar 2.15 Hasil Gaya Aksial Kuda-Kuda


Hasil gaya aksial batang pada struktur kuda-kuda seperti pada
Gambar 2.15. Gaya aksial tekan maksimum pada batang sebesar
7605,34 kg, sedangkan gaya aksial tarik maksimum pada batang
sebesar 6228,85 kg.
d. Hasil gaya geser kuda-kuda

Gambar 2.16 Hasil Gaya Geser Kuda-Kuda


Hasil gaya geser batang pada struktur kuda-kuda seperti pada
Gambar 2.16. Gaya geser maksimum pada batang sebesar 44,84
kg.
e. Hasil momen struktur kuda-kuda

Gambar 2.17 Hasil Momen Kuda-Kuda


Hasil momen batang pada struktur kuda-kuda seperti pada
Gambar 2.16. Momen maksimum pada batang kuda-kuda sebesar
22,59 kg m.

2.7 Sambungan Struktur Kuda-Kuda


Sambungan struktur kuda-kuda menggunakan sambungan baut. Batang
antar struktur kuda-kuda disambungkan dengan menggunakan pelat buhul.
Sambungan harus mampu menahan gaya yang terjadi pada batang.
2.7.1 Data Perencanaan
Perencanaan sambungan sebagai berikut:
a. Baut harus mampu memikul gaya aksial dan gaya geser.
b. Gaya aksial tekan maksimum pada batang sebesar 7605,34 kg.
c. Gaya aksial tarik maksimum pada batang sebesar 6228,85 kg.
d. Gaya geser maksimum pada batang sebesar 44,84 kg.
e. Baut dicoba menggunakan tipe A325 diameter ½" (12,7 mm).
f. Pelat buhul diasumsikan menggunakan tebal 4 mm.
g. Batang kuda-kuda menggunakan profil double siku 60.60.6.
2.7.2 Penentuan Jumlah Baut
Tahanan baut ditentukan berdasarkan persamaan (2-31), (2-32),
dan (2-33). Tahanan baut yang ada sebagai berikut:
Tahanan tumpu baut ɸ Rn = ɸ 2,4 db t fuP
= 0,75 × 2,4 × 12,7 × 4 × 370
= 33832 N/baut
Tahanan geser baut ɸ Rn = ɸ 0,5 fub m Ab
= 0,75× 0,4 × 825 ×2× 0,25 ×π×12,72
= 39190 N/baut
Tahanan tarik baut ɸ Rn = ɸ fub Ab
= 0,75 × 825 × 0,25 × π × 12,72
= 78381 N/baut
Tahanan geser memiliki nilai paling kecil dari pada tahanan tumpu
maupun tahanan tarik baut sehingga tahanan geser yang menentukan
dalam penentuan jumlah baut yang dipasang.
Gaya aksial tekan lebih besar dari pada gaya aksial tarik maupun
gaya geser batang. Perencanaan jumlah baut yang dipasang dapat
menggunakan gaya aksial tekan sebagai gaya yang harus ditahan baut.
Jumlah baut yang dipasang dapat ditentukan sebagai berikut:
gaya aksial
n = tahanan baut
7605,34 × 10
= 33832

= 2,25 ≈ 3 buah baut


2.7.3 Penentuan Letak Baut
Baut diletakan sebagai berikut:
a. Jarak pusat ke pusat lubang baut:
Syarat peletakan baut sebagai berikut:
3db < S < 15tp atau 200 mm
3 × 12,7 < S < (15 × 4) atau 200 mm
38,1 mm < S < 60 mm
Jarak dari pusat ke pusat lubang baut diambil 40 mm
b. Jarak pusat baut ke tepi pelat atau profil
1,5db < S1 < (4tp + 100 mm) atau 200 mm
1,5 × 12,7 < S1 < (4 × 4 + 100 mm) atau 200 mm
19,05 mm < S1 < 116 mm
Jarak minimum pusat baut ke tepi pelat atau profil diambil sebesar
25 mm
∴ tiap batang pada buhul kuda – kuda dipasang 3 buah baut yang dipasang
berselang - seling dengan jarak antar pusat baut 40 mm dan jarak minimum
antara pusat baut ke tepi pelat atau profil sebesar 25 mm

2.8. Perhitungan Tangga


2.8.1. Uraian Umum

Tangga merupakan bagian dari suatu bangunan yang berfungsi


untuk penghubung atau sirkulasi antar lantai bangunan bertingkat
dengan berjalan naik atau turun dengan menggunakan trap (anak
tangga). Tangga pada bangunan gedung harus memenuhi persyaratan
keamanan dan kenyamanan pemakaian untuk naik maupun turun yang
tidak melelahkan dan membahayakan pemakainya.
2.8.1.1. Peraturan Perencanaan Tangga

Tangga yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai


berikut :
a. Letak tangga berada pada sirkulasi utama bangunan, mudah
dilihat dan dijangkau dari pintu masuk bangunan dan
mempunyai penerangan yang cukup baik dari alam maupun
buatan.
b. Mempunyai penerangan yang cukup khususnya buatan,
c. Memenuhi persyaratan pemakaian sebagai berikut :
i. Sudut kemiringan tangga sebesar 28° – 35°,
ii. Jumlah anak tangga sampai ke bordes maksimal 12
anak tangga,
iii. Tinggi setiap anak tangga maksimal sebesar 19 cm,
iv. Lebar bordes = 1⁄2 × lebar ruang tangga
v. Perbandingan antrede : optrede harus memenuhi rumus
= a + 2 × O = 62 cm - 65 cm
vi. Perhitungan jumlah anak tangga = 2( n +1 ) = t⁄O
vii. Perhitungan lebar bordes; P = ( a × n ) + b
Keterangan :
a = antrede atau lebar anak tangga
o = optrede atau tinggi anak tangga
b = lebar ruang tangga
n = jumlah anak tangga
t = tinggi ruangan tangga / tinggi lantai
d. Ukuran lebar tangga adalah :
i. Lebar tangga yang dilalui oleh 1 orang adalah sebesar
± 80 cm,
ii. Lebar tangga yang dilalui oleh 2 orang adalah sebesar
± 120 cm,
iii. Lebar tangga yang dilalui oleh 3 orang adalah sebesar
± 160 cm
e. Tangga untuk rumah tinggal memiliki ketentuan sebagai
berikut :
i. Lebar anak tangga = a = 22 cm – 30 cm, dengan lebar
yang baik sebesar 30 cm,
ii. Tinggi anak tangga = 0 = maksimal 20 cm, dengan
tinggi yang baik sebesar 15 cm – 18 cm.
f. Peraturan mengenai tinggi bebas berdiri tangga adalah
sebagai berikut ini :
i. Tinggi bebas berdiri adalah jarak bebas vertikal saat
orang berdiri di tangga mulai dari anak tangga pertama
sampai terakhir,
ii. Orang dan barang harus direncanakan dapat bebas
tanpa ada halangan pada saat melewati anak tangga,
iii. Tinggi bebas minimal kurang lebih 2 m,
iv. Dipertimbangkan untuk menggunakan bordes pada
bidang tangga yang tinggi.
2.8.1.2. Perhitungan Tangga

Perhitungan tangga dan bordes menggunakan perhitungan


yang didapat dari buku Structural Concrete Edisi Keenam
karangan M. Nadim Hassoun dan Akthem Al-Manaseer.
Perhitungan tangga juga mengacu pada SNI 03 – 3847 -2013
mengenai Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk
Bangunan Gedung dan juga mengacu pada ACI 301M -99.

2.8.2. Data Perencanaan

Gambar 2.18 Denah Tangga


Data yang digunakan untuk perencanaan tangga adalah :
a. Tinggi antar lantai = 350 cm = 11,48 ft
b. Panjang ruang tangga = 420 cm = 13,78 ft
c. Lebar tangga = 200 cm = 6,56 ft
d. Tinggi anak tangga (Optrade) = 18 cm syarat : 16 cm ≤ O ≤ 20 cm
Untuk selanjutnya optrade akan disebut rise (rise = 18 cm = 7,09 in)
e. Lebar anak tangga (Antrade) = 30 cm syarat : 26 cm ≤ A ≤ 30 cm
Untuk selanjutnya antrade akan disebut run (run = 30 cm = 11,81 in)

Gambar 2.19 Optrade dan Antrade

tinggi antar lantai 350


f. Jumlah anak tangga = -1= -1
tinggi optrade 18

= 18,44 ≈ 19 anak tangga


g. Lebar bordes (bo)
= panjang tangga - (0,5 × (jumlah anak tangga - 1) × Antrade)
= 420 - (0,5 × (19 - 1) × 30)
= 150 cm = 4,92 ft
Optrade 18
h. Kemiringan tangga = arc tan = arc tan = 30,96°
Antrade 30

i. Tebal pelat tangga (tt) = tebal bordes (tb) = 12 cm = 4,72 in

2.8.3. Pembebanan
Pembebanan yang dihitung meliputi pembebanan pada tangga dan
bordes.
tebal pelat tangga
x= cos θ
4,72
x= = 5,504 in
cos 30,96
Weight of one step = trapezoidal area ×150 psf
x + (rise + x) run
= ( ) × ( 12 ) × 150 psf
2 × 12
5,504 + (7,09 + 5,504) 11,81
= ( )×( ) × 150 psf
2 × 12 12

= 111,32 lb per step


12
Average per foot length = Weight of one step × (run)
12
= 111,32 × ( )
11,81

= 113,11 lb/ft
tebal pelat tangga
Weight of 4,92 in. Landing = × 150
12
4,92
= × 150
12

= 61,5 lb/ft
Weight of step cover = 7,5 lb/ft
Weight of landing = 2 lb/ft
Total DL on stairs = Avg. foot length + weight of step cover
= 113,11 + 7,5
= 120,61 lb/ft
Total DL on landing = Weight of 4,92” landing + weight of landing
= 61,5 + 2
= 63,5 lb/ft
Life Load = 120 lb/ft (ACI 301M – 99)
Wu (on stairs) = 1,2 DL + 1,6 LL
= 1,2 × 120,61 + 1,6 × 120 = 336,72 lb/ft
Wu (on landing) = 1,2 DL + 1,6 LL
= 1,2 × 63,5 + 1,6 × 120 = 268,2 lb/ft
Gambar 2.20 Pembebanan pada Tangga

Gambar 2.20 Pembebanan pada Bordes

2.8.4. Reaksi Tumpuan dan Momen


a. Reaksi Tumpuan dan Momen Pada Tangga

Gambar 2.21 Pembagian Jarak untuk Momen Tangga


RA = RB
WuL Wu Wu
(( a × ) + (b × S ) + (c × L ))
2 2 2
RA = 2
268,2 268,2
((4,92 × )+ (8,86 × 336,72) + (4,92 × ))
2 2
RA = 2

RA = 2151,44 lb
RB = 2151,44 lb
Momen pada tengah bentang tangga
WuL
MU = R A × g – × a × f – WuS × d × e
2
268,2
= 2151,44× 9,35 – × 4,92 × 6,89 – 336,7 × 4,43 × 2,22
2

= 12258,83 lb.ft ≈ 12,26 K.ft

b. Reaksi Tumpuan dan Momen Pada Bordes


WuL WuL
(( a × )+ (b ×WuL ) + (c × ))
2 2
RA = 2
268,2 268,2
(( 2,95 × ) + (0,66 × 268,2 ) + (2,95 × ))
2 2
RA = 2

RA = 473,54 lb
Momen lendutan maksimum (MU)
WuL
MU = R A × g – × a × f – WuL × d × e
2
268,2
MU = 2151,44× 3,61 – × 2,95 × 1,805 – 268,2 × 0,33 × 0,17
2

= 7037,61 lb.ft ≈ 7,04 K.ft


2.8.5. Cek Lendutan Pelat Tangga dan Bordes
Tebal minimum pelat untuk mencegah lendutan
L (4,92 + 8,86 + 4,92) × 12
= = 8,976 in
25 25
Tebal minimum pelat tangga dan bordes
L (4,92 + 8,86 + 4,92) × 12
= = 8,014 in
28 28
Digunakan tebal = 4,72 in < 8,013 in (tebal minimum pelat) ..... not OK
Hasil perhitungan menyatakan tidak OK, tetapi apabila menggunakan
pelat yang tebalnya 8,013 in menjadi tidak sesuai peraturan di SNI
maupun ACI yang menyatakan bahwa tebal pelat adalah sebesar 12 –
15 cm (4,72 – 5,91 in).
Tetap menggunakan tebal pelat = 4,72 in.

2.8.6. Penulangan Tangga dan Bordes


Momen terbesar digunakan pada perhitungan tulangan. Penulangan
tangga dicoba menggunakan tulangan #4 dan begel #3.
Mutu beton (f’c) = 24,9 MPa (Beton K-300)
= 3611,45 psi
Mutu baja tulangan (fy) = 350 MPa (Baja Tulangan U 35)
= 50763,2 psi
h = 120 mm = 4,72 in
d’ = 30 mm = 0,12 in
d = h – (d' + 1⁄2 × ∅)

= 4,72 – (0,12 + 1⁄2 × 0,5) = 4,35 in

i. Perhitungan Tulangan Anak Tangga


Mu = ϕ.As.fy.( d ˗ a/2 ); dengan menggunakan nilai a = 0,5 in
a merupakan jarak gaya tekan terbesar yang bekerja pada struktur
beton.
Mu ×12
As = a
ϕ × fy ×(d - )
2

12,26 ×12
= 0,5
0,9 × 50,76 ×(4,35 - )
2

= 0,79 in2
cek nilai a yang dihitung
As ×fy
a = 0,85 × fc' × b
0,79 ×50,76
= = 1,09 in > 0,5 in........................ OK
0,85 × 3,61 × 12
Hitung nilai ρmin
3 √fc’ 3 √3611,45
ρmin = = = 0,0036
fy 50763,2

As perlu = ρmin × b × d = 0,0036 × 12 × 4,35 = 0,188 in2


Gunakan tulangan #4 (D13) dengan jumlah 1 buah, sehingga pada
gambar penulangan tangga dapat dituliskan 1D13 pada setiap anak
tangga.

ii. Perhitungan Tulangan Pelat Tangga


Mu = ϕ.As.fy.( d ˗ a/2 ); dengan menggunakan nilai a = 0,8 in
Mu ×12
As = a
ϕ × fy ×(d - )
2

12,26 ×12
= 0,8 = 0,82 in2
0,9 × 50,76 ×(4,35 - )
2

cek nilai a yang dihitung


As ×fy
a = 0,85 × fc' × b
0,82 ×50,76
= 0,85 × 3,61 × 12

= 1,13 in > 0,8 in


Mu 12,26
Mn = = = 15,33 ft.K
∅ 0,8
Mn 15330 .12
Rn = = = 810,15 psi
b.d2 12 . 4,352

Hitung nilai ρmin


3 √fc’ 3 √3611,45
ρmin = = = 0,0036
fy 50763,2

0,85.f’c 2.Rn
ρ = [1 – √1 – ]
fy 0,85.f'c

0,85.3611,45 2.810,15
= [1 – √1 – ] = 0,019
50763,2 0,85.3611,45

f’c 87000
ρmax = 0,75.0,85.β. fy . [87000 + fy]
3611,45 87000
= 0,75.0,85.0,85. 50763,2 . [87000 + 50763,2] = 0,024
a. Tulangan Pelat Tangga Arah X
As perlu = ρ × b × h = 0,019 × 12 × 4,72 = 1,076 in2
Gunakan tulangan #4 (D13), As = 0,2 in2
b .As tulangan 12 . 0,2
Jarak tulangan = =
As perlu 1,076

= 2,23 in = 56,642 mm ≈ 50 mm
b .As tulangan 12 .0,2
As = jarak tulangan = = 1,076 in2 = 694,19 mm2
2,23

Gunakan tulangan D13 – 50 (As = 694,19 mm2)


Cek rengangan tarik :
c 0,00300
= fy
d 0,00300 +( )
Es

0,00300
c= 50763,2 × 4,35 = 2,36 in
0,00300 +( )
20×106

c adalah jarak sumbu netral struktur beton dari sisi terluarnya.


d–c
Net tensile strain, ε = ( )
c
4,35 – 2.36
ε =( ) = 0,843 in
2.36

0,843 > 0,005 .......................... OK

b. Tulangan Pelat Tangga Arah Y (Transversal)


Tulangan transversal harus mampu untuk menahan susut.
ρmin = 0,0036
As min = ρmin × b × h = 0,0036 × 12 × 4,72 = 0,21 in2
Gunakan tulangan #4 (D13), As = 0,21 in2
b .As tulangan 12 . 0,2
Jarak tulangan = =
As min 0,21

= 11,43 in = 290,32 mm ≈ 200 mm


b .As tulangan 12 .0,2
As = jarak tulangan = = 0,21 in2 = 135,48 mm2
11,43

Gunakan tulangan D13 – 200 (As = 135,48 mm2)


iii. Perhitungan Tulangan Geser
d
Vu = RA × (h – b)
4,35
= 2,15 × (4,72 – ) = 9,37 K
12

ϕVc = 0,75 × (2 × √f’ c × b × d)

= 0,75 × (2 × √3611,45 × 12 × 4,35)


= 4,71 K
Vu > ϕVc / 2, perlu tulangan geser
Gunakan tulangan #3 (Ø10), As = 0,11 in2
Jarak tulangan = 4,35 / 2 = 4,35 / 2
= 2,175 in = 55,345 mm ≈ 50 mm
Gunakan tulangan geser Ø10 – 50

iv. Perhitungan Tulangan Pelat Bordes


Hitung nilai d pada bordes,
d = h – 0,5 – (d’ + 1⁄2 × ∅)

= 4,72 – 0,5 – (0,12 + 1⁄2 × 0,2) = 4 in


a. Tulangan Pelat Bordes Arah X
Mu bordes = 7,04 K.ft
Mu 7,04
Mn = = = 8,8 ft.K
∅ 0,8
Mn 8800.12
Rn = = = 550 psi
b.d2 12 . 42

3 √fc’ 3 √3611,45
ρmin = = = 0,0036
fy 50763,2

0,85.f’c 2.Rn
ρ = [1 – √1 – ]
fy 0,85.f'c

0,85.3611,45 2.550
= [1 – √1 – ] = 0,012
50763,2 0,85.3611,45
Nilai a = 0,4
Mu × 12
As = a
ϕ × fy ×(d - )
2

7,04 ×12
= 0,4
0,9 × 50,76 ×(4,35 - )
2

= 0,45 in2
As perlu = ρ × b × h = 0,012 × 12 × 4,72 = 0,68 in2
As < As perlu, gunakan As perlu karena nilainya lebih besar.
Gunakan tulangan #4 (D13), As = 0,2 in2
b .As tulangan 12 .0,2
Jarak tulangan = =
As perlu 0,68

= 3,53 in = 89,66 mm ≈ 50 mm
b .As tulangan 12 .0,2
As = jarak tulangan = = 0,68 in2 = 438,71 mm2
3,53

Gunakan tulangan D13 – 50 (As = 438,71 mm2)

b. Tulangan Pelat Bordes Arah Y (Transversal)


Tulangan transversal harus mampu untuk menahan susut.
ρmin = 0,0036
As min = ρmin × b × h = 0,0036 × 12 × 4,72 = 0,21 in2
Gunakan tulangan #4 (D13), As = 0,2 in2
b .As tulangan 12 .0,2
Jarak tulangan = =
As min 0,21

= 11,43 in = 290,32 mm ≈ 200 mm


b .As tulangan 12 .0,2
As = jarak tulangan = = 0,21 in2 = 135,48 mm2
11,43

Gunakan tulangan D13 – 200 (As = 135,48 mm2)

2.9 Perhitungan Pelat Lantai


Pelat lantai harus didisain agar kuat menahan beban rencana dan nyaman
saat digunakan. Pelat ada dua jenis yaitu pelat satu arah dan pelat dua arah.
Pelat satu arah menggunakan tulangan utama pada satu arah sumbu saja,
sedangkan pelat dua arah menggunakan tulangan utama pada kedua arah
sumbu. Pelat satu arah memiliki perbandingan panjang arah y dengan panjang
arah x lebih dari 2,5. Pelat dua arah memiliki perbandingan panjang arah y
dengan panjang arah x kurang dari 2,5.
2.9.1 Data Perencanaan
Pelat lantai terjepit elastis (pelat pada tumpuan merupakan satu
kesatuan monolit dengan balok pemikulnya yang relatif tidak terlalu
kaku dan kekakuannya memungkinkan pelat untuk berputar pada
tumpuan tersebut) dengan material beton sebagai material
penyusunnya. Pelat lantai memikul beban sebagai berikut:
Beban sendiri pelat = 2400 kg/m3
Beban pasir = 1800 kg/m3
Beban spesi (21 kg/m2 × 2) = 42 kg/m2
Beban keramik (24 kg/m2 × 1) = 24 kg/m2
Beban plafon dan penggantungnya = 18 kg/m2
Beban mechanical and electrical (M&E) diasumsikan = 20 kg/m2
Beban hidup lantai = 250 kg/m2

Perhitungan pelat latai didisain dengan menggunakan pelat paling


luas. Disain pelat lantai sebagai berikut:
Tebal pelat, t = 12 cm = 120 mm
lx (panjang sisi pelat yang pendek) =4m
ly (panjang sisi pelat yang panjang) =4m
Mutu beton K250 fc’ = 20,75 MPa
Mutu tulangan U40 fy = 400 MPa
Tebal selimut beton, d” =2,5 cm = 25 mm

2.9.2 Pembebanan
Beban sendiri pelat (2400 × 0,12) = 288 kg/m2
Beban pasir (1800 × 0,07) = 126 kg/m2
Beban spesi (21 kg/m2 × 2) = 42 kg/m2
Beban keramik (24 kg/m2 × 1) = 24 kg/m2
Beban plafon dan penggantungnya = 18 kg/m2
Beban mechanical and electrical (M&E) = 20 kg/m2
qDL = 518 kg/m2
Beban hidup lantai = 250 kg/m2
qLL = 250 kg/m2
qu = 1,2 qDL + 1,6 qLL
= 1,2 × 518 + 1,6 × 250
= 1021,6 kg/m2

2.9.3 Perhitungan Momen


Diameter tulangan arah x dan y dicoba menggunakan ∅ 10
ly 4
=4=1 (2-44)
lx
Koefisien momen pada pelat berdasarkan PBI 1971 diperoleh dari
ly ly
nilai l . Koefisien momen pada pelat untuk l = 1adalah:
x x

Koefisien untuk Mlx = - Mtx yaitu Cx = 36


Koefisien untuk Mly = - Mty yaitu Cy = 36

Gambar 2.18 Sketsa Penampang Pelat Arah X


Jarak tulangan bawah arah x dan arah y dari tepi atas pelat sebagai
berikut:
dx = t – d” – 0,5 diameter tulangan x (2-45)
= 120 – 25 – 0,5 × 10
= 90 mm
dy = t – d” – diameter tulangan x - 0,5 diameter tulangan y (2-46)
= 120 – 25 – 10 – 0,5 × 10
= 80 mm
Momen ultimit arah x dan arah y sebagai berikut:
Mulx = 0,001 qu Cx lx2 (2-47)
= 0,001 × 1021,6 × 36 × 42
= 588,44 kg m
Muly = 0,001 qu Cy lx2 (2-48)
= 0,001 × 1021,6 × 36 × 42
= 588,44 kg m
Tahanan momen yang diperlukan arah x dan arah y sebagai berikut:
Mulx
Mnlx = - Mntx = (2-49)
ɸ
588,44
= 0,8
= 735,55 kg m = 7355520 N mm
Muly
Mnly = - Mnty = (2-50)
ɸ
588,44
= 0,8
= 735,55 kg m = 7355520 N mm
2.9.4 Perhitungan Tulangan Pelat
Mencari nilai ax
0,5 (0,85 fc’ 1000) ax2 – (0,85 fc’ 1000 dx) ax + Mnx = 0 (2-51)
(0,5 × 0,85 × 20,75 × 1000) ax – (0,85 × 20,75 × 90) ax + 7355520 = 0
2

8818,75 ax2 – 1587375 ax + 7355520 = 0


ax = 4,76 mm
Mencari nilai ay
0,5 (0,85 fc’ 1000) ay2 – (0,85 fc’ 1000 dy) ay + Mnx = 0 (2-52)
(0,5 × 0,85 × 20,75 × 1000) ay – (0,85 × 20,75 × 90) ay + 7355520 = 0
2

8818,75 ay2 – 1587375 ay + 7355520 = 0


ay = 4,76 mm
Luas tulangan arah x yang dibutuhkan:
0,85 fc'1000 ax
Asx = (2-53)
fy
0,85 × 20,75 × 1000 × 4,76
= 400
= 209,87 mm2
Luas tulangan minimum arah x:
√fc' 1000 dx
Asx min = (2-54)
4 fy

√20,75 × 1000 × 90
= 4 × 400
= 256,23 mm2
1,4 1000 dx
Asx min = (2-55)
fy
1,4 × 1000 × 90
= 400
= 315 mm2
Asx pakai diambil nilai terbesar dari ketiga nilai Asx yang telah dihitung
sehingga Asx pakai sebesar 315 mm2
Jarak antar tulangan arah x dihitung sebagai berikut:
0,25 π diameter2 1000
Jarak penulangan arah x = (2-56)
Asx pakai

0,25 × π × 102 1000


= 315
= 249 mm ≈ 200 mm
sehingga tulangan pelat bagian lapangan dan bagian tumpuan pada arah
x dipakai ∅ 10 – 200
Luas tulangan arah y yang dibutuhkan:
0,85 fc'1000 ay
Asy = (2-57)
fy
0,85 × 20,75 × 1000 × 5,39
= 400
= 237,88 mm2
Luas tulangan minimum arah y:
√fc' 1000 dy
Asy min = (2-58)
4 fy

√20,75 × 1000 × 80
= 4 × 400
= 227,76 mm2
1,4 1000 dy
Asy min = (2-59)
fy
1,4 × 1000 × 80
= 400
= 280 mm2
Asy pakai diambil nilai terbesar dari ketiga nilai Asy yang telah dihitung
sehingga Asy pakai sebesar 280 mm2
Jarak antar tulangan arah y dihitung sebagai berikut:
0,25 π diameter2 1000
Jarak penulangan arah y = (2-60)
Asy pakai

0,25 × π × 102 1000


= 280
= 280 mm ≈ 200 mm
sehingga tulangan pelat bagian lapangan dan bagian tumpuan pada arah
y dipakai ∅ 10 – 200
∴ Tulangan pelat bagian lapangan dan bagian tumpuan pada arah x
dipakai ∅ 10 – 200. Tulangan pelat bagian lapangan dan bagian tumpuan pada
arah y dipakai ∅ 10 – 200.

Anda mungkin juga menyukai