PENDAHULUAN
Konstruksi kuda-kuda kayu adalah suatu bahan konstruksi yang tersusun dari
bagian rangka batang kayu yang berfungsi sebagai penahan beban yang bekerja pada
konstruksi tersebut dalam satu kesatuan, yaitu semua batang-batang yang menyusun
kerangka batang saling bekerja sama untuk menahan beban yang bekerja. Batang-
batang tersebut mengalami dua jenis gaya, yaitu gaya tekan dan gaya tarik. Untuk
mengetahui besar dan jenis gaya yang bekerja pada masing-masing batang dapat
digunakan metode ritter, cremona atau penentuan keseimbangan pada titik buhul.
Untuk keuntungan dan kerugiannya dari kayu sebagai bahan konstruksi dapat
dipersingkat sebagai berikut :
1
1. Keuntungannya antara lain :
- Mudah dikerjakan
- Mudah diganti
- Kayu mempunyai kekuatan yang tinggi dan berat rendah
- Kayu mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik
2. Kerugian antara lain :
- Sifat kurang homogen dengan cacat-cacat alam seperti arah serat yang
berbentuk menamoang, spiral dan diagonal, mata kayu dan sebagianya.
- Kayu dapt memuai dan menyusut dengan perubahan-perubahan
kelembaban dan pada pembebanan waktu yang terlalu lama suatu balok
akan terdapat lendutan yang relatif besar
- Beberapa kayu bersifat kurang awet dalam keadaan-keadaan tertentu.
Dalam perhitungan perencana perlunya pengeringan kayu, penggunaan teknik
pengawetan dan sebagainya. Salah satu sifat kayu yang sering dikemukakan sebagai
suatu kerugian besar dibandingkan dengan baja dan beton adalah kayu dapat terbakar.
Biasanya terdapat penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan dan syarat-
syarat yang berlaku, tetapi penyimpangan-penyimpangan ini diusahakn sekecil
mungkin sehingga konstruksi secara teknis dapat dipertanggung jawabkan. Karena
penyimpangan pada umumnya disebabkan oleh keadaan bahan misalnya ukuran
panjangnya dalam mendesain bentuk dari kuda-kuda kayu yang akan kita rencanakan.
Adapun dalam rancangan kuda-kuda kayu ini, perhitungan kuda-kuda
menggunakan bahan dari kayu Seumantok, Kelas kuat I dan alat sambung Baut,
bentang 5 m, kemiringan 50°, dan jarak kuda-kuda 0,975 m.
2
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Kuda‐Kuda
Kuda-kuda adalah suatu konstruksi yang tersusun dari bagian rangka batang
baja atau kayu yang berfungsi sebagai penahan beban yang bekerja pada konstruksi
tersebut dalam satu kesatuan, yaitu semua batang-batang yang menyusun kerangka
batang saling bekerja sama dalam satu kesatuan untuk menahan beban yang bekerja.
Batang-batang tersebut mengalami dua jenis gaya, yaitu gaya tekan dan gaya tarik
(hisap). Untuk mengetahui jenis dan besarnya gaya yang bekerja pada masing-masing
batang dapat digunakan metode Cremona.
Dalam perhitungan kuda-kuda penyelesaiannya tidak terlepas dari teori-teori
dan rumus-rumus yang berkaitan dengan pembebanan, sambungan, tegangan dan
ketelitian dalam perhitungannya. Sebelum memasuki tahap perhitungan, terlebih
dahulu ditentukan besarnya beban yang bekerja pada konstruksi kuda-kuda tersebut.
Perhitungan didasarkan pada besarnya beban tersebut,sehingga konstruksi dapat
mendukung beban yang aman.
2.2 Pembebanan
Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983,
struktur suatu bangunan harus direncanakan menurut kekuatannya terhadap
pembebanan-pembebanan oleh beban mati, beban hidup dan beban angin. Untuk
konstruksi kuda-kuda tidak dipengaruhi oleh beban gempa.
Kombinasi pembebanan yang harus ditinjau dalam perencanaan kuda-kuda
adalah beban tetap dan beban sementara. Adapun yang dimaksud dengan
pembebanan tetap adalah beban mati di tambah dengan beban hidup, sedangkan
pembebanan sementara adalah penjumlahan beban mati ditambah dengan bebanhidup
ditambah pula dengan beban angin. Dalam perencanaan diambil beban yang paling
maksimum.
3
2.2.1 Beban Mati
Beban mati adalah beban yang berasal dari beban sendiri pembentuk
konstruksi dan bagian bagian lain yang menyatu dengan pembentuk konstruksi
tersebut. Menurut PPIUG 1983 bab I ayat I, yang dimaksud dengan beban mati
adalah berat semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap termasuk semua
unsur ditambah penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang
merupakan bagian-bagian yang tak terpisahkan dari bagian gedung tersebut.
4
Besarnya beban angin tekan maupun beban angin hisap dihitung berdasarkan
hasil perkalian antara tekanan angin tiup dengan koefisien angin yang telah
ditentukan. Tekanan angin minimum yang disyaratkan dalam PPIUG 1983, 25 kg/m 2,
kecuali daerah yang jauhnya 5 km dari pantai harus diambil 40 kg/m 2. Tekanan angin
tiup harus dihitung dengan menggunakan rumus :
V
P = ( kg/m2 )................................................................................ (2.2)
16
Dimana :
V = Kecepatan angin (m/det2)
P = Beban Angin (kg/m2)
5
2.3.1 Pengaruh Keadaan Konstruksi dan Sifat Muatan Tegangan
Tegangan –tegangan yanga diperkenankan harus digandakan dengan faktor
berikut :
1. Faktor 2/3
Untuk Konstruksi yang selalu terendam air
Untuk konstruksi yang tidak terlindung, dan kemungkinan besar kadar
legas tinggi
2. Faktor 5/6
Untuk Konstruksi yang tidak terlindung, tetapi kayu dapat mengering
dengan cepat
3. Faktor 5/4
Untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap
dan muatan angin
Untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap
dan muatan tidak tetap.
6
q = Beban terbagi rata, dalam (kg/m)
P = Beban terpusat, (kg)
L = Panjang batang, (m)
E = Modulus elasitas kayu, (kg/cm2)
I = Momen inersia (cm4)
Lendutan total yang terjadi pada gording adalah :
f = ( fx ) 2 ( fy ) 2 …………………………………………… (2.5)
7
a. Batang tunggal
8
h
b b
9
Fn = Luas penampang netto, (cm2)
Fn = 0,8 . Fbr
Fbr = Luas penampang bruto
2.5 Sambungan Pada Kayu
Didalam konstruksi kayu yang meminta perhatian besar adalah tempat-
tempat sambungan, karena sambungan selalu merupakan titik terlemah pada
suatu konstruksi.
Alat sambung kayu banyak sekali jenisnya, antara lain baut, paku, kokot
bulldog, pasak cincin, geka, split ring, alligator, bufa, perekat dan lain
sebagainya. Namun pada perencanaan kuda-kuda ini penulis mengunakan baut
sebagai alat sambung.
Menurut PKKI NI 5 1961, beberapa persyaratan sambungan baut pada kayu
adalah sebagai berikut :
1. Alat penyambung baut harus dibuat dari baja St. 37 atau dari besi yang
mempunyai kekuatan paling sedikit seperti baja St. 37
2. Lubang baut harus dibuat secukupnya saja dan kelonggaran tidak boleh lebih
dari 1,3 mm
3. Garis tengah baut paling sedikit harus 10 mm (3/8”), sedang untuk tumpang
satu maupun tumpang dua dengan tebak kayu lebih besar dari pada 8 cm harus
dipakai baut dengan garis tengah paling kecil 12,7 mm (1/2”).
4. Baut harus disertai plat ikutan yang tebalnya minimum 0,3 d dan maksimum 5
mm dengan garis tengah 3 d, dimana d = garis tengah baut.
10
a. Golongan I
b. Golongan II
c. Golongan III
Sambungan tumpang satu
S = 25 d b1 (1 - 0,60 sin α) atau λb = 6,8 ………………………... (2.27)
S = 170 d2 (1 - 0,35 sin α) …………….. ………………………... (2.28)
11
Dimana :
S = Kekuatan sambungan (kg)
α = Sudut antara arah gaya dan arah serat kayu
b3 = Tebal kayu tengah (cm)
b1 = Tebal kayu tepi (cm)
d = Garis tengah baut (cm)
Dari tiap-tiap golongan yang diambil adalah harga yang terkecil, yang
termasuk golongan I adalah kayu kelas kuat I ditambah dengan rasamala. Yang
termasuk golongan II adalah semua kayu dengan kayu kelas kuat II. Yang termasuk
golongan III adalah semua kayu dengan kayu kelas kuat III.
6. Jika pada sambungan tumpang satu, salah satu batasnya dari besi (baja) atau
pada sambungan bertumpang dua pelat-pelat penyambung dengan besi (baja),
Maka harga S dinaikkan 25 %
7. Apabila baut tersebut digunakan pada konstruksi yang selalu terendam air,
maka dalam perhitungan kekuatannya dikalikan dengan 2/3. apabila baut
digunakan pada konstruksi yang tidak terlindung, maka kekuatannya harus
dikalikan dengan 5/6. dan apabila dipergunakan pada konstruksi yanga
mengalami sementara , maka kekuatannya harus dikalikan 5/4.
12
dimana
n = Jumlah Baut (buah)
P = Gaya batang tekan/tarik yang bekerja (kg)
P1 = Gaya batang tarik yang bekerja (kg)
P2 = Gaya batang tekan yang bekerja (kg)
13