Anda di halaman 1dari 34

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanopi Secara Umum

Kanopi mempunyai beberapa pengertian, menurut kamus besar Bahasa


Indonesia kanopi sendiri mempunya arti tirai atau langit-langit dari terpal,
kain, logam, besi dan sebagainya. Di negara-negara Eropa, tepatnya pada
abad pertengahan menjelaskan jika kanopi dalam Bahasa Prancis berarti
Canope serta dalam Bahasa Latin berarti Canopeum mempunyai arti serta erat
kaitannya dengan tempat tidur bertiang empat dengan tirai atau kain yang
menutupi bagian atas serta samping. Kanopi sering digunakan dalam dunia
arsitektur, dimana kanopi merupakan sejenis atap yang dibuat untuk
melindungi bagian luar bangunan dari panas matahari dan terpaan hujan. Pada
saat ini kanopi mengalami perkembangan yang luar biasa dalam bentuk
desain dan struktur yang membentuknya

Pada umumnya struktur kanopi menggunakan baja karena kebutuhan jarak


yang jauh dan kanopi biasanya menggunakan penutup metal yang ringan.
Dengan material baja, karena baja dengan kekakuan 10x lipat dari beton

5
6

didapat struktur yang lebih kecil dan ringan.Untuk bentang kanopi yang tidak
terlalu panjang (misal 10m), bisa digunakan baja profil biasa, untuk yang
lebih panjang dapat digunakan profil baja misal baja I/WF (wide flange).
Serta komponen lain seperti ikatan angin, gording, baut, las dan angkur

Perencanaan merupakan bagian yang terpenting dari pembangunan suatu


kanopi atau bangunan lainnya. Perencanaan suatu konstruksi harus memenuhi
berbagai syarat konstruksi yang telah ditentukan, yaitu kuat, kaku, dan dapat
dilaksanakan dengan biaya yang ekonomis tapi tidak mengurangi mutu
bangunan tersebut sehingga dapat digunakan sesuai dengan funsi utama yang
diinginkan oleh perencana.

Institut Sains & Teknologi Nasional


7

2.2 Dasar Perencanaan

Pada penyelesaian perhitungan struktur kanopi baja ini perencana


berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia
diantaranya:

1. Tata cara perhitungan Struktur baja untuk bangunan (SNI 03-1729


2015) Pedoman ini memuat mengenai persyaratan-persyaratan umum
serta ketentuan teknis perencanaan dan pelaksanaan struktur baja.

2. Tata cara pembebanan (SNI 03-1727-2013) Peraturan ini digunakan


untuk menentukan beban yang diijinkan untuk merencanakan suatu
bangunan. Pedoman ini memuat ketetapan beban yang harus
diperhitungkan dalam perencanaan suatu bangunan.

3. Peraturan pembebanan Indonesia untuk gedung (PPIUG 1983)


Peraturan ini digunakan untuk menentukan beban yang diijinkan untuk
merancang suatu bangunan. Peraturan ini memuat dan menjelaskan
ketetapan mengenai beban-beban yang harus diperhitungkan dalam
perencanaan suatu bangunan.

4. Tabel Konstruksi Baja Ir. Rudy Gunawan Memuat spesifikasi dan


dimensi dari profil-profil baja yang digunakan dalam konstruksi baja.

2.3 Material Baja

Keuntungan Baja sebagai Material Struktur Bangunan (Konstruksi


bangunan). Sifat Baja di samping kekuatannya yang besar untuk menahan
kekuatan tarik dan tekan tanpa membutuhkan banyak volume, baja juga
mempunyai sifat-sifat lain yang menguntungkan sehingga menjadikannya
sebagai salah satu bahan bangunan yang sangat umum dipakai dewasa ini.
Beberapa keuntungan baja sebagai material struktur antara lain:
 Baja memiliki Kekuatan yang Tinggi
 Baja mudah dalam pemasangan
 Baja memiliki Keseragaman

Institut Sains & Teknologi Nasional


8

 Baja memiliki sifat Daktail/Liat (Daktilitas)

Di samping itu keuntungan-keuntungan lain dari struktur baja, antara lain


adalah :
 Proses pemasangan di lapangan berlangsung dengan cepat.
 Dapat di las (welding) atau sistem baut (bolting).
 Komponen-komponen struktumya bisa digunakan lagi untuk
keperluan lainnya.
 Komponen-komponen yang sudah tidak dapat digunakan lagi masih
mempunyai nilai sebagai besi tua.
 Struktur yang dihasilkan bersifat permanen dengan cara pemeliharaan
yang tidak terlalu sukar.

Selain keuntungan-keuntungan tersebut bahan baja juga mempunyai


kelemahan-kelemahan sebagai berikut :
 Komponen-komponen struktur yang dibuat dari bahan baja perlu
diusahakan supaya tahan api sesuai dengan peraturan yang berlaku
untuk bahaya kebakaran.
 Diperlukannya suatu biaya pemeliharaan untuk mencegah baja dari
bahaya karat.
 Akibat kemampuannya menahan tekukan pada batang-batang yang
langsing, walaupun dapat menahan gaya-gaya aksial, tetapi tidak bisa
mencegah terjadinya pergeseran horisontal

Institut Sains & Teknologi Nasional


9

Gambar 2.1 Hubungan Tegangan-Regangan Baja

Sifat Mekanis Baja :

Menurut SNI 03-1729-2002 tentang TATA CARA PERENCANAAN


STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG sifat mekanis baja
struktural yang digunakan dalam perencanaan harus memenuhi persyaratan
minimum yang diberikan pada tabel 1.

Tabel 2.1. Sifat mekanis baja struktural :

Institut Sains & Teknologi Nasional


10

Sifat-sifat mekanis lainnya, Sifat-sifat mekanis lainnya baja struktural untuk


maksud perencanaan ditetapkan sebagai berikut:

Modulus elastisitas : E = 210.000 MPa

Modulus geser : G = 80.000 MPa

Nisbah poisson : μ = 0,3

Koefisien pemuaian : á = 12x10 -6 /oC

2.4. Metode LRFD

Desain struktur haruslah memberikan keamanan yang cukup baik


terhadap kemungkinan kelebihan beban (over load) atau kekurangan
kekuatan. Desain harus memberikan cadangan kekuatan yang diperlukan
akibat kemungkinan kelebihan beban dan kemungkinan kekuatan material
yang rendah. Oleh karena itu LRFD memberikan design factor resistance
(keamanan ) dan faktor beban. Persamaan umum LRFD dituliskan :

∅ Rn>𝛾𝑜 𝛾𝑖 ∙ 𝒬𝑖

Dimana :

∅ = faktor resistensi
Rn = kekuatan nominal
γ = faktor kelebihan beban
Q = beban (beban mati, beban hidup, beban angin)
Ruas kiri menyatakan kekuatan nominal Rn yang sikalikan oleh faktor
pengurangan kapasitas (undercapacity) ∅ ,yaitu bilangan yang lebih kecil
dari 1,0 untuk memperhitungkan ketidakpastian dalam besarnya daya tahan
(resistance uncertainties).
Ruas kanan merupakan jumlah hasil kali pengaruh beban Qi dan faktor
kelebihan beban (overload) γi.jumlah hasil kali ini dikalikan dengan faktor
analisa γo (bilangan lebih besar rai 1,0) untuk memperhitungkan
ketidakpastian dalam analisa struktur. Sebagai perbandingan dengan filosofi

Institut Sains & Teknologi Nasional


11

perencanaan konvensionil, faktor ) ∅ bisa dipindah ke ruas kanan menjadi


penyebut sehingga didapatkan faktor keamanan.

2.4.1. Klasifikasi Pembebanan

Suatu struktur bangunan gudang juga harus direncanakan kekuatannya


terhadap suatu beban. Adapun jenis penbebanan antara lain:

1. Beban mati
Beban mati adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri
bangunan dan unsur bangunan termasuk segala unsur tambahan yang
merupakan suatu kesatuan dengannya. (Peraturan pembebanan
Indonesia untuk gedung 1983 hal. 10 pasal 2.2)

2. Beban hidup

Beban hidup pada atap (Peraturan pembebanan Indonesia untuk


gedung 1983) 1) Beban hidup pada atap atau bagian atap serta pada
struktur tudung (canopy) yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang
harus diambil minimum 100 kg/m² bidang datar. 2) Beban hidup pada
atap atau bagian atap yang tidak dapat dicapai dibebani oleh orang, harus
diambil yang paling menentukan diantara 2 macam berikut :

a) Beban terbagi rata/m² berasal dari beban air hujan sebesar (40 –
0,8 α) kg/m². Dimana α adalah sudut kemiringan atap dalam derajat,
dengan ketentuan bahwa beban tersebut tidak perlu diambil lebih
besar dari 20 kg/m² dan tidak perlu ditinjau bila kemiringan atapnya
adalah lebih besar dari 50 derajat.

b) Beban terpusat dari seorang pekerja atau seorang pemadam


kebakaran dengan peralatannya diambil sebesar minimum 100 kg.

3. Beban Air Hujan

Berdasarkan SNI 1727:2013 beban air hujan rencana dirancang pada


setiap bagian dari suatu atap dan mampu menahan beban dari semua air
hujan, yang dihitung berdasarkan persamaan 2.1 berikut ini

Institut Sains & Teknologi Nasional


12

R=0,0098(ds+dh)..........................................................(2.1)

Keterangan
R = beban air hujan pada atap yang tidak melendut, lb/ft2.
(N/mm2)

ds = kedalaman air pada atap yang tidak melendut meningkat ke

lubang masuk sistem drainase sekunder apabila system drainase


perimer tertutup (tinggi statis), in. (mm)

dh = tambahan kedalaman air pada atap yang tidak melendut di atas

lubang masuk sistem drainase sekunder pada aliran air rencana


(tinggi hidrolik), in. (mm)

2.4.2. Kombinasi Pembebanan

Spesifikasi LRFD mengambil kombinasi-kombinasi beban terfaktorkan


sebagai berikut :

1,4 D
1,2 D + 1,6 L + 0,5 ( La atau H )
1,2 D + 1,6 L ( La atau H ) + ( 0,5 L atau 0,8 W )
1,2 D + 1,3 W + 0,5 L + 0,5 ( La atau H )
1,2 D + 1,0 E + 0,5 L
0,9 D – ( 1,3 W atau 1,0 E )
Beban-beban layanan nominal yang ditunjukan oleh persamaan diatas
adalah:
D = Beban mati yang diakibatkan dengan berat konstruksi permanen,
termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga dan
peralatan layan tetap.
L = Beban hidup yang ditimbulkan oleh pengunaan gedung, termasuk
kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan
dan lain-lain. (SNI 03 – 1729 2002, Hal:13, Pasal 6.2.2)

Institut Sains & Teknologi Nasional


13

La = Beban hidup di atap ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,


peralatan dan material atau selama penggunaan biasa oleh orang
dan benda bergerak.
W = Beban angin.
E = Beban gempa.
H = Beban air hujan atau es, tidak termasuk yang diakibatkan genangan
air

2.4.3. Faktor Tahanan

Faktor Tahanan dalam struktur berdasarkan metode LRFD, di tentukan


dalam Tabel 6.4-2 SNI 03 1729-2002, Sebagai Berikut :
a. Komponen Struktur yang memikul lentur ∅=0,90
b. Komponen struktur yang memikul gaya tekan aksial ∅=0,85
c. Komponen Struktur yang memikul gaya tarik
 Terhadap kuat tarik leleh ∅=0,90
 Terhadap kuat tarik fraktur ∅=0,75
d. Komponen struktur yang memikul gaya aksial dan lentur ∅=0,90
e. Komponen struktur komposit
 Kuat tekan ∅=0,85
 Kuat tumpu beton ∅=0,60
 Kuat lentut dengan distribusi tegangan plastis ∅=0,85
 Kuat lentur dengan distribusi tegangan elastis ∅=0,90
f. Sambungan baut ∅=0,75
g. Sambungan las
 Las tumpul penetrasi penuh ∅=0,90
 Las sudut, las tumpul penetrasi sebagian, las pengisi ∅=0,75

2.4.4. Batas Lendutan

Batas-batas lendutan untuk keadaan kemampuan-layan batas harus


sesuai dengan struktur, fungsi penggunaan, sifat pembebanan, serta

Institut Sains & Teknologi Nasional


14

elemen-elemen yang didukung oleh struktur tersebut. Batas lendutan


maksimum diberikan dalam Tabel 2

Tabel 2.2 Batas lendutan maksimum

2.5. Perencanaan Kanopi

2.5.1 Gording

Struktur gording direncanakan kekuatannya berdasarkan pembebanan


dari beban mati, dan beban hidup

a. Pembebanan
Adapun beban yang bekerja pada gording sebagai berikut :

1) Beban mati (qD) Terdiri dari :

a) Berat sendiri gording

b) Berat atap

2) Beban hidup (qL) Terdiri dari:

a) Beban air hujan

b) Beban pekerja

b. Kombinasi pembebanan :

Kuat perlu (U) yang menahan beban mati (D) dan beban hidup(L)
paling tidak harus sama dengan :

U = 1,2 D + 1,6 L

Institut Sains & Teknologi Nasional


15

2.2.1.1 Kontrol Kekuatan Gording

Mux Muy
+ ≤1
∅ Mnx ∅ Mny

Dimana :

∅=0,9

Mnx = Momen nominal profil terhadap sumbu x-x

Mny = Momen nominal profil sumbu y-y

Penampang kompak yang penampang-penampang yang memenuhi


λ≤λp, kuat lentur nominal penampang adalah Mn=Mp

Penampang tak-kompak Untuk penampang yang memenuhi λp< λ


≤ λr, kuat lentur nominal penampang ditentukan sebagai berikut:

2.2.1.2 Kontrol Kekakuan

1
δ= ¿) (Beban terpusat ditengah/beban pekerja)
48

5. q . l 4
δ= (Beban merata)
348. EI

2.5.2 Trekstang
Cara perhitungan diambil dari kombinasi pembebanan gording dan
menggunakan beban terfaktor. V yang diambil adalah yang terbesar
untuk menentukan luas dan diameter trekstang tersebut.
V = fy . ATrekstang
V = fy . ¼ π.d2

Institut Sains & Teknologi Nasional


16

2.5.3 Perencanaan Balok Lentur

2.5.3.1 Pengertian Balok

Balok adalah komponen struktur yang mendukung beban


transversal, beban lentur atau momen. Balok disebut balok-kolom jika
terdapat beban aksial. Pada kondisi tertentu beban aksial ada yang
diabaikan sehingga tetap sebagai balok.

Gambar 2.2. Profil Baja Wide Flange Shapes


Hubungan antara pengaruh beban luar dan kekuatan: Mu ≤ Ø Mn
dimana, Mux ≤ Ø Mnx dan Muy ≤ Ø Mny Batasan momen
1. Momen leleh My adalah momen lentur yang menyebabkan
penampang mulai mengalami tegangan leleh yaitu diambil sama
dengan fy.S dan S adalah modulus penampang elastis yang ditentukan
menurut Butir 8.2.1(d) ( SNI 03-1729-2002 ).
2. Kuat lentur plastis Mp momen lentur yang menyebabkan seluruh
penampang mengalami tegangan leleh harus diambil yang lebih kecil
dari fy.Z atau 1,5.My, dan Z adalah modulus penampang plastis yang
ditentukan dalam 8.2.1(d) ( SNI 03-1729-2002 ).
3. Momen batas tekuk M, diambil sama dengan S(fy-fr) dan fr
adalah tegangan sisa.
4. Perhitungan modulus penampang elastis dan plastis harus
dilakukan secermat mungkin dengan memperhitungkan adanya
lubang-lubang, perbedaan tegangan leleh pada penampang hibrida,
letak pelat tarik dan tekan, dan arah/sumbu lentur yang ditinjau
sedemikian sehingga kuat momen yang dihasilkan berada dalam
batas-batas ketelitian yang dapat diterima.

2.5.3.2. Stabilitas terhadap tekuk Lokal(local buckling)

Institut Sains & Teknologi Nasional


17

Sebelum memperhitungkan kekuatan momen nominal, suatu


balok harus ditinjau terlebih dahulu kestabilan lateralnya.Desain harus
memperhitungkan fakta bahwa tekuk local flens tekan atau tekuk local
badan dapat terjadi sebelum mencapai regangan tekan yang besar
diperlukan untuk menimbulkan Mp.

Gambar 2.3 Keadaan Batas Tekuk Lokal Flens

Gambar 2.4 Keadaan Batas Tekuk Lokal Web

Balok dengan dimensi yang secara lateral stabil disebut Penampang


Kompak syarat Penampang Kompak :

bf
- Perbandingan lebar flens terhadap tabel flens : λf = tidak
2t f

170
memenuhi λpf = (dalam MPa) atau λpf = 65 𝑓𝑦(dalam ksi)
√ fy

Institut Sains & Teknologi Nasional


18

hw h−(2 tf )
- Perbandingan lebar terhadap tebal : λw = = tidak
tw tw
memenuhi λpw = 1680 𝑓𝑦 (dalam MPa) atau λpw = 640 𝑓𝑦 (dalam
ksi)

Dimana : tf = tebal pelat sayap ( flens) penampang (cm)


bf = lebar pelat sayap ( flens) penampang (cm)
hw = tinggi bersih pelat penampang (cm)
λf = rasio kerampingan pada sayap ( flens )
λpf = rasio kerampingan maksimum pada flens untuk elemen
kompak
λw = rasio kerampingan pada badan ( web )
λpw = rasio kerampingan maksimum pada web untuk elemen
kompak
fy = tegangan leleh

2.5.3.3 Stabilitas terhadap tekuk lateral (lateral buckling)

Kuat komponen struktur dalam memikul momen lentur


tergantung dari panjang bentang antara dua penggekang lateral yang
berdekatan. Batas-batas bentang pengekang lateral (L) ditentukan
sebagai berikut:

1. Bentang pendek L < Lp( Zona I )


E 300
Lp = 1,76.ry
√ fy
(dalam MPa) atau Lp =
√ Fy
.ry (dalam ksi)

Ig
dengan ry =
√ A
Untuk komponen struktur yang memenuhi L <Lp kuat nominal
komponen struktur terhadap momen lentur adalah Mn = Mp.
Dalam kasus perhitungan disini mengunakan bentang pendek.
Jika L <Lp maka penampang sudah kuat terhadap tekuk lateral.

Institut Sains & Teknologi Nasional


19

Jika tidak maka perlu diberikan pengaku antara jarak sama


dengan atau kurang dari Lp.

2. Bentang menengah Lp< L < Lr( Zona II )

Untuk komponen struktur yang memenuhi Lp< L <Lr , kuat


nominal komponen struktur terhadap lentur adalah:

[
Mn = Cb Mr+ ( Mp−Mr ) .
(Lr−L)
( Lr−Lp) ]
< Mp , dengan

12,5· Mmax
Cb = < 2,3
2,5· Mmax+ 3 Ma +4 Mb+3 Mc

dimana, Mmax adalah momen maksimum bentang yang ditinjau


dan MA, MB, MC adalah momen ¼ bentang, tengah bentang
dan ¾ bentang.

3. Bentang panjang L> Lr( Zona III )

Untuk komponen struktur yang memenuhi Lr< L, kuat nominal


komponen struktur terhadap lentur adalah Mn = Mcr< Mp

2.5.3.4. Kekuatan Momen Nominal

Persyaratan kekuatan untuk balok pada sesain faktor beban dan


resistensi menurut LRFD-F2 dapat dinyatakan sebagai berikut :

φbMn > Mu

dimana :

φb = faktor resistensi (yakni reduksi kekuatan) untuk lentur = 0,90

Mn = kekuatan momen nominal

Mu = momen beban layanan terfaktor

Untuk penampang kompak,

Mn = Mp = Z ·Fy

Dimana :

Institut Sains & Teknologi Nasional


20

Mp = kekuatan nominal plastic

Z = modulus plastic

Fy = tegangan leleh yang ditentukan

2.5.3.5. Kekuatan Geser Nominal

Dalam keadaan terlentur, suatu balok akan mengalami gaya geser.


Gaya geser terbesar terjadi pada sumbu balok tersebut

Gambar 2.5 Geser Nominal

Kuat geser nominal ( Vn ) pelat badan harus diambil seperti yang


ditentukan di bawah ini

h kn· E
Untuk Bentang Pendek :
tw
≤1,10
fy√
Maka kuat geser nominal pelat badan, φ·Vn = 0,6 Fy· Aw

Dimana : Vn = kekuatan nominal dalam geser

Fy = tegangan leleh

Aw = luas badan

kn · E h kn · E
Untuk Bentang Menengah : 1,10
√ fy
< <1,37
tw √
fy

Maka kuat geser nominal pelat badan,

[ √ ]
φ·Vn=0,6 Fy· Aw 1,10
kn · E 1
fy (h /tw )

Institut Sains & Teknologi Nasional


21

kn· E h
Untuk Bentang Panjang :1,37
√ fy

tw

Maka kuat geser nominal pada badan,

Aw · Kn· E
φ·Vn=0,9·
(h /tw )²

5
dengan Kn=5+
( a/h)²

dimana :

Kn = 5 apabila tidak dipasang pengaku vertikal

h = tinggi balok berdinding penuh (cm)

tw = tebal pelat badan (cm)

a = jarak antara dua pengaku vertikal (cm)

Aw = luas pelat badan (cm2)

Dalam perencanaan harus diperhitungkan :

φ·Vn> Vu

dengan

φ = faktor reduksi (yakni reduksi kekuatan) untuk geser =


0,90

Vu = beban geser layanan terfaktor

2.5.3.6. Stabilitas terhadap aksi medan tarik (tension field action)

Gelagar pelat biasanya didesain dengan disertai pengaku antara


(intermediate stiffener) seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Kedua parameter stabilitas untuk badan gelagar adalah h/tw dan
a/h. tekuk yang diakibatkan geser dapat dihindari bila parameter-
parameter stabilitas ini dippertahankan cukup rendah; atau
tegangan geser dapat dipertahankan dibawah tegangan tekuk kritis

Institut Sains & Teknologi Nasional


22

τcr. Karena balok tempa dimiliki rasio h/tw yang rendah, tekuk
yang diakibatkan geser tidak akan terjadi. Bila jarak antar pengaku
a membuat a/tw cukup rendah dan ukurannya cukup
memungkinkan, mereka bekerja sebagai elemen vertikal tekan
dalam sebuah rangka (truss). Kekuatan paska tekuk (aksi
medantarik) akan tersedia dan dapat dimanfaatkan dalam desain.

Gambar 2.6 Aksi Medan Tarik

Jika h/tw< 260 dan Vn< Cv (0,6 Fy) · Aw maka penggaku tidak
diperlukan. Persamaan diatas logisnya berlaku untuk situasi-situasi
dengan dan tanpa pengaku antara bila sasarannya adalah untuk
mencegah tekuk yang diakibatkan oleh geser.

Ada 2 kuat tekuk geser (Vn) :

- Kuat tekuk geser elasto-plastis :

Kuat tekuk geser elasto-plastis pelat badan adalah

(1−Cv)
𝑉 𝑛 = 0,06 ∙ 𝑓 𝑦 ∙ 𝐴𝑤 ∙ Cv+
1,15 ∙ √ ¿ ¿ ¿

Dengan

𝐶𝑣 = 1,10 ∙
√ Kn ∙ E /fy
(h /tw )

- Kuat tekuk geser elastik :

Kuat tekuk geser elastis adalah

Institut Sains & Teknologi Nasional


23

(1−Cv)
𝑉 𝑛 = 0,06 ∙ 𝑓 𝑦 ∙ 𝐴𝑤 ∙ Cv+
1,15 ∙ √ ¿ ¿ ¿

Dengan

Kn. E 1
.
𝐶𝑣 = 1,5 ∙ fy h 2
( )
tw

2.5.3.7. Kekuatan terhadap interaksi geser dan lentur

Menurut peraturan SNI 03-1729-2002, Jika momen lentur


dianggap dipikul oleh seluruh penampang, maka balok harus
direncanakan untuk memikul kombinasi lentur dan geser yaitu:

Mu Vu
+ 0,625 ≤ 1,375
ɸ Mn ɸV n

2.5.4 Perencanaan Sambungan

Penggunaan baja pada proyek ini untuk balok induk adalah IWF
400.200.8.13, balok anak 1 menggunakan IWF 300x150x6,5x9, balok
anak 2 menggunakan IWF 250x125x6x9, balok anak 3 menggunakan
IWF 200x100x5,5x8 . Didalam pelaksanaan kerja proyek ini
menggunakan 2 macam sambungan yaitu dengan cara menggunakan baut
dan las. Pemilihan cara tersebut dikarenakan logam baja mudah untuk
pelaksanaan pengelasan, teguh dan liat terhadap struktur yang berbutir
halus yang dapat memikul beban baik dalam keadaan angin maupun
panas. Tebal pelat dicoba-coba disesuaikan dengan diameter baut yang
akan digunakan. Pelat ini digunakan sebagai pelat pembantu dalam
penyambungan antara profil sehingga profil tersebut menjadi satu
kesatuan dengan baut dan las.

2.5.4.1. Sambungan Baut

Jarak minimum:

Institut Sains & Teknologi Nasional


24

S1 > 1,75mm

S > 3d

Jarak maksimum:

S1 < 150mm

S1 < (4tp + 100mm)

S < 200mm

Di Pakai Baja SS 41 atau A36

fy = 250 MPa

fu = 380 MPa

Tabel 2.3 Spesifikasi Mutu Baut

a. Kekuatan suatu baut yang memikul gaya terfaktor, Ru,


harus memenuhi Ru ≤ φ Rn

b. Baut dalam geser


Kuat geser rencana dari satu baut dihitung sebagai berikut:
V d =∅ f Vn=∅ f . r . f bu . Ab
1

c. Baut memikul gaya tarik


T d=∅ f T n =∅ f . 0,75 f bu Ab
Keterangan:
φf = 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur
f bu = tegangan tarik putus baut

Institut Sains & Teknologi Nasional


25

Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

c. Lintang dipikul bersama oleh baut

V
Vi= (Ruv)
n

d. Momen distribusikan Sesuai pengisian baut

M . yi
Ti= (Rvt)
∑ yi2
2 2
Ruv Rvt
[ ∅ v . Rnv ][
+
∅ v . Rnt
≤1 ]
∅ = Faktor reduksi (0,75)
Rnv = Kuat geser nominal baut

Rnt = gaya gesek terfaktor terencana

Rut = gaya tarik terfaktor terencana

2.5.4.2 Sambungan dengan las


∅ Rn=√ Rnv 2 + Rnt 2

Dengan menggunakan elektroda

∅ Rn=∅ tc ( 0,6 F EX )

a yang dibutuhkan

∅ Rn
a=
∅ Rnw

2.6 Aplikasi Baut Angkur

Penggunaan baut angkur sebagai penghubung geser banyak digunakan


umumnya untuk peralatan mekanikal elektrikal seperti tiang listrik, AC,
rambu lalu lintas, furing plafon dan sebagainya. Belakangan ini para engineer

Institut Sains & Teknologi Nasional


26

banyak mempergunakan angkur pada konstruksi, seperti: angkur pada


retaining wall, angkur pada tiang pedestal baja, dan pada sambungan-
sambungan konstruksi baja. Baut angkur yang digunakan sudah dipabrikasi
dengan spesifikasi produk masing-masing penyedia jasa. Baut angkur yang
dibautkan pada stuktural harus diberi chemical anchor sebagai bahan aditif
agar daya rekat antara baut angkur dan struktural semakin kuat dan
mengurangi pull out pada sambungan tersebut. Produk bahan aditif yang
biasanya digunakan antara lain bermerk dagang Hilti, Ramset, Dia-Kress,
Sormat, Simpson.

2.6.1 Klasifikasi Baut Angkur Pada Beton

Baut angkur dapat diklasifikasikan menjadi berbagai macam tipe


klasifikasi, salah satunya adalah pengklasifikasian pada cara
pemasangannya. Menurut Wiston Wayne Clendennen (1994),
berdasarkan klasifikasi ini, angkur terbagi menjadi baut angkur cor
ditempat (cast-in-place) dan baut angkur dipasang (post-installed).

Berikut adalah sistem pembagian angkur:

1. Cast-in place, terdiri dari Headed, J&L Bolts, dan Studs.

2. Post-installed, terbagi atas:

2.1 Bonded, terbagi atas:

a. Adhesive, terdiri dari: Polymer dan Hybrid system

b. Grouted, terdiri dari : Cementitious dan Polymer.

2.2 Mechanical, terbagi atas:

a. Expansion.

b. Undercut.

2.6.1.1 Baut Angkur Cor Ditempat (cast–in–place)

Institut Sains & Teknologi Nasional


27

Baut angkur tipe ini dipasang sesuai disain pada bagian


struktur beton yang akan di cor,sehingga penggunaannya hanya
terbatas pada konstruksi baru. Berikut beberapa tipe angkur cor di
tempat, yaitu: headed bolt, L-bolt, J-bolt dan Headed stud.

2.6.1.2 Baut Angkur Dipasang (post-installed)

Baut angkur tipe ini dipasang pada beton yang telah mengeras
atau beton eksisting. Pemasangan tipe ini dapat digunakan pada
konstruksi baru ataupun rehabilitasi konstruksi lama. Berikut
beberapa tipe angkur dipasang:

1. Expansion anchors terdiri dari: Torque-controlled expansion


anchors; deformation-controlled expansion anchors dan
Displacement-controlled expansion anchors.

2. Undercut anchors.

3. Bonded anchor terbagi atas: Adhesive dan Grouted anchors.

Berikut penjelasan dari masing – masing pembagian angkur:

1. Expansion Anchor

Angkur tipe ini sangat baik untuk digunakan di area yang


memiliki rongga, atau area yang sering mengalami getaran,
seperti di stadium atau bangunan bandara. Expansion anchor
didisain untuk mengembang setelah dipasang. Setelah
pemasangan, muncul gaya gesekan antara angkur dan beton
yang kemudian menimbulkan kekuatan gaya tarik angkur
terhadap beton. Expansion anchor terbagi atas dua tipe, yaitu:
Torque controlled dan Displacement controlled, yang dapat
dilihat pada Gambar 2.1.

Institut Sains & Teknologi Nasional


28

Gambar 2.7 Expansion anchor; (a)Torque-controlled, (b)


Deformation controlled

2. Undercut Anchor

Tipe angkur ini adalah tipe angkur yang cukup kuat dalam
mengikat masing – masing elemen dibandingkan tipe lainnya.
Karena itu angkur ini biasa digunakan di tempat-tempat yang
beresiko, seperti: roller coaster, bangunan tenaga nuklir, dan
struktur lainnya yang menuntut keamanan tinggi. Angkur ini
biasa digunakan pada struktur beban dinamik dan perkuatan
bangunan gempa. Undercut anchor sangat kuat sehingga tidak
akan runtuh terlebih dahulu daripada betonnya, maka tipe ini
lebih banyak dipilih oleh para insinyur.

Gambar 2.8 Undercut drilled bit controlled

Gambar 2.9 Undercut drilled hole

Institut Sains & Teknologi Nasional


29

3. Bonded Anchor

Bonded anchor dapat terbagi atas adhesive dan grouted


anchor. Adhesive anchor memerlukan adhesive chemical untuk
pemasangannya sehingga angkur akan mengikat dengan beton.
Grouted anchor ditanam pada beton yang sebelumnya telah
dilubangi dengan langkah – langkah pemasangan yang sama
dengan adhesive anchor. Angkur tipe ini mengharuskan lubang
yang akan ditanam bersih dan kering agar kekuatan mengikat
antara pasta, angkur dan beton menjadi maksimal. Perbedaan
mendasar pada kedua tipe ini adalah jika diameter lubang sama

1
dengan 1 diameter angkur atau lebih kecil, maka dapat
2
dikatagorikan sebagai adhesive anchor, sebaliknya jika diameter

1
lubang lebih besar 1 kali diameter angkur, maka dapat
2
dikategorikan sebagai grouted anchor.

2.6.2 Kekuatan Baut Angkur Pada Beton

Mekanisme penyaluran gaya geser horizontal yang terjadi dari


balok baja ke pelat beton ditransfer seluruhnya oleh penghubung geser,
dalam hal ini adalah angkur besi beton. Yang mana kekuatan dan luas
bidang kontak tulangan angkur beton tersebut dengan beton sangat
mempengaruhi kapasitas suatu angkur besi beton untuk dapat
mentransfer geser horizontal. Pada Pedoman Perencanaan Lantai
Jembatan Rangka Baja Dengan Menggunakan CSP (Pd T-12-2005-B),
disebutkan bahwa kekuatan sistem penghubung geser dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti:

1. Jumlah penghubung geser.

2. Tegangan longitudinal rata-rata dalam pelat beton di sekeliling


penghubung.

Institut Sains & Teknologi Nasional


30

3. Ukuran.

4. Penataan dan kekuatan tulangan pelat di sekitar penghubung.

5. Ketebalan beton di sekeliling penghubung.

6. Derajat kebebasan dari setiap dasar pelat untuk bergerak secara


lateral dan kemungkinan terjadinya gaya tarik ke atas (up lift force)
pada penghubung.

7. Daya lekat pada antar muka beton-baja.

8. kekuatan pelat beton dan tingkat kepadatan pada beton disekeliling


pada setiap dasar penghubung geser.

Tabel 2.4 Kekuatan Angkur yang di syaratkan

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya deformasi


pada angkur besi beton yaitu: bentuk dan ukurannya, lokasinya pada
balok, lokasi momen maksimum, dan cara pemasangannya pada balok
baja. Dalam perencanaan pemasangan angkur besi beton pada beton,
ACI mengenai Anchorage to Concrete secara umum dapat menjadi
acuan, peraturan lain dapat kita adopsi dari European Organisation for
Technical Approvals (EOTA) yang juga telah menetapkan pedoman
teknisnya “Guideline for European Technical Appropal of Metal
Anchors for Use in Concrete (ETAG-001)”. Berbagai macam
kegagalan yang mungkin terjadi diakibatkan oleh berbagai pembebanan
(tarik, geser) antara lain sebagai berikut: steel failure, pull-out failure,

Institut Sains & Teknologi Nasional


31

concrete cone failure, splitting failure. Model keruntuhan dapat dilihat


pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Tipe Keruntuhan Angkur pada Beton

2.6.3 Beban Tarik


Secara umum, beban tarik yang terjadi pada suatu angkur bisa
dihitung berdasarkan teori elastisitas menggunakan asumsi berikut:

1. Plat dari angkur haruslah kaku sehingga tidak akan berdeformasi


sebelum dibebani.

2. Kekakuan dan modulus elastisitas angkur sama dengan modulus


elastisitas baja.

3. Pada daerah yang tertekan, angkur tidak ikut menyalurkan gaya


normal.

Jika besaran gaya tarik yang berbeda – beda ( N si ) diberikan pada


masing – masing angkur yang berada pada suatu grup angkur, maka

g
eksentrisitas eN dari gaya tarik grup ( N ) harus diperhitungkan untuk
s
mendapatkan kekuatan nominal grup angkur.

2.6.4 Beban Geser

Institut Sains & Teknologi Nasional


32

Berbeda dengan beban tarik, distribusi beban geser pada suatu


pengangkuran bergantung pada model keruntuhan yang terbagi atas:

1. Steel failure dan concrete pry-out failure.

Diasumsikan bahwa semua angkur dalam suatu grup pengangkuran


akan terkena gaya geser bila diameter angkur tidak lebih besar dari
diameter lubang angkur. Jika diameter angkur lebih kecil dari lubang
angkur dalam beton, maka di sela-sela rongga sisa harus diisi mortar
atau bahan aditif.

2. Concrete edge failure.

Pada model kegagalan ini, berdasarkan metode kesetimbangan,


angkur di bagian ujung dan saling paralel yang terkena gaya geser. Jika
besaran gaya geser yang berbeda – beda (V si ) diberikan pada masing –
masing angkur yang berada pada suatu grup angkur, maka eksentrisitas

g
eV dari gaya tarik grup (V ) harus diperhitungkan sesuai Gambar
s
2.11 dan 2.12untuk mendapatkan kekuatan nominal grup angkur.

Gambar 2.11 Contoh distribusi beban ketika semua angkur diberi


beban geser

Gambar 2.12 Contoh distribusi beban ketika hanya sebagian


angkur diberi beban geser

Institut Sains & Teknologi Nasional


33

2.6.5 Ketahanan terhadap beban tarik

Untuk mendapatkan kekuatan nominal angkur terhadap beban tarik


berbeda – beda dalam hal keruntuhannya. Berikut ketahanan beban tarik
berdasarkan tipe keruntuhan menurut SNI 2847 : 2013 (Persyaratan
Beton Struktural untuk bangunan gedung) sebagai berikut:

1. Kekuatan Nominal angkur dalam kondisi tarik

Nsa = Ase,N . Fu

dimana Ase,N adalah luas penampang efektif angkur dalam


kondisi tarik, dan Futa tidak boleh diambil lebih besar dari yang
lebih kecil dari 1,9Fy dan 860 Mpa

2. Keruntuhan yang terjadi pada beton

Ac , N
Nrk , c=N 0Rk , c Ψ s , N . Ψ rs ,N . Ψ ec , N
A 0c , N

Dimana penjelasan untuk masing – masing variabel sebagai


berikut:

a. Nilai awal ketahanan angkur untuk beton retak dan tidak retak
N 0Rk, c =k 1. √ f ck ,cube
. hef 1,5

Dimana :

Fck,cube = Kuat desak beton karakteristik kubus


ukuran150x150 (N/mm2)

Hef = Kedalaman efektif baut angkur (mm)

K1 = 7,2 diaplikasikan pada beton retak

Institut Sains & Teknologi Nasional


34

K1 = 10,1 diaplikasikan pada beton tidak retak

b. Pengaruh lebar dan jarak pada angkur terhadap beton.

c. Faktor Ψs,N mempengaruhi distribusi penyaluran tegangan pada


beton. Untuk pemasangan angkur dengan jarak yang berbeda-
beda, jarak yang paling dekat ke ujung beton yang perlu
dimasukkan dalam perhitungan kuat geser

c
Ψ,= 0.7 + 0.3 ≤1
ccr , N

d. Shell Spalling factor Ψre,N memberi pengaruh pada penulangan

2.6.6 Kekuatan jebol (breakout) beton Angkur dalam kondisi tarik

a Kekuatan jebol (breakout)beton nominal dalam kondisi tarik , N cb dari


angkur tunggal N cbg dari kelompok angkur, boleh melebihi

1. Untuk Angkur Tunggal

Anc
N cb= ❑ Ψ ed , N .Ψ c, N . Ψ cp ,N . Nb (2-3)
A nco

2. Untuk Angkur Kelompok

A nc
N cb g= Ψ ec , N .Ψ ed, N . Ψ c , N . Ψ cp, N . Nb
A❑nco

(2-4)

Faktor-faktor Ψ e c , N ,Ψ ed ,N ,Ψ c, N dan Ψ cp , N didefinisikan di c,d,e,f dan


d Anc Adalah luas kegagaln beton terproyeksi angkur tunggal atau
kelompok angkur, yang harus diperkirakan sebagai gambar geometri
persegi yang dihasilkan dari proyeksi kegagalan ke arah luar 1,5hef
dari garis pusat angkur, atau dalam kasus kelompok angkur, dari garis
melalui suatu baris angkur yang bersebelahan ANco tidak boleh
melebihi nAnco, dimana n adalah jumlah angkur dalam kelompok

Institut Sains & Teknologi Nasional


35

menahan tarik, ANco adalah luas kegagalan beton terproyeksi angkur


tunggal dengan jarak tepi sama atau lebih besar dari 1,5 hef

ANco = 9 9. hef 1,5 (2-5)

b. Kekuatan jebol (breakout)beton dasar angkur tunggal dalam kondisi


tarik pada beton retak tidak boleh melebihi

N❑
b =k c . λa √ f c k,}} . {hef} ^ {1,5}¿ ¿¿ (2-6)

Dimana :
Kc = 10 (untuk angkur dicor didalam)
Kc = 7 ( untuk angkur pasca pasang)
Nilai Kc untuk angkur pasca pasang diizinkan untuk ditingkatkan
diatas 7 berdasarkan pada uji spesifik produk ACI 355.2 atau ACI
355.4 tetapi tidak boleh dalam semua kasusmelebihi 10

Sebagai alternatik, untuk stud berkepala yang di cor didalam dan di


baut beerkepala dengan 280mm<hef<635 mm. Nb tidak boleh
melebihi

Nb=3,9. λa . √ ¿ ¿.hef 5 /3 (2-7)

c. Bila angkur terletak kurang dari 1,5 hef dari tiga tepi atau lebih , nilai
hef yang digunakan untuk perhitungan Anc sesuai dengan (a),
demikian juga dalam pers (2-3) hingga (2-10) hrus lebih besar dari
Ca,max/1,5 dan s/3, dimana s adalah maksimum antara angkur
dalam kelompok

d. Faktor modifikasi untuk kelompok angkur yang dibebani secara


esksentris dalam kondisi tarik Ψ e c , N , harus dihitung sebagai
tetapi nilai Ψ e c , N tidak boleh lebih dari 1,0

Institut Sains & Teknologi Nasional


36

Jika pembebanan pada kelompok angkur sedemikian hingga hanya


beberapa angkur berada dalam kondisi trik, hanya angkur tersebut
yang berada dalam kondisi tarik harus ditinjau eksentrisitas dan
untuk perhitungan pers (2-4)
e. faktor modifikasi untuk pengaruh tepi untuk angkur tunggal atau
kelompok angkur yang dibebani dalam kondisi tarik Ψ ed , N harus
dihitung sebagai

Jika Ca,min > 1,5hef


Maka, Ψ ed , N =1,0 (2-9)
Jika Ca,min < 1,5hef
Ca , min
Maka, Ψ ed . N=0,7+0,3 , (2-10)
1,5hef
f. untuk angkur yang terletak dalam daerah komponen struktur beton
dimana analisi menunjukan tidak ada retak pada tingkat beban layan,
faktor modifikasi berikut diizinkan
Ψ c , N = 1,25 untuk angkur dicor didalam
Ψ c , N = 1,4 untuk angkur pasca pasang

Untuk angkur pasca pasang yang terkualaifikasi untk penggunaan


pada beton tak retak Ψ c , N harus diambil sebesar 1,0

g. Faktor modifikasi untuk angkur pasca pasang yang didesain untuk


beton tak retak sesuai dengan (f) tanpa tulangan pelengkap , Ψ cp ,N ❑
harus dihitung menggunakan jarak kritis cac

Jika Ca,min > Cac


Maka Ψ cp , N = 1 (2-11)
Jika Ca,min > Cac
Maka Ψ cp , N = Ca,min / Cac (2-12)
TetapiΨ cp , N yang ditentukan dari per (2-12) tidak boleh diambil
kurang dari 1,5 hef/Cac

Institut Sains & Teknologi Nasional


37

2.6.7 Kekuatan cabut (pullout) beton angkur dalam kondisi tarik


a. Kekuatan cabut (pullout) nominal angkur tunggal ekspansi pasca
pasang dan bertakik pasca pasang yang di cor didalam tarik, Npn tidak
boleh melebihi
Npn = Ψ c , P . Np (2-13)

b. Kekuatan cabut (pullout) dalam kondisi tarik dari baut


berkaitan dengan Np, untuk penggunaan pers 2-13 harus
melebihi

Np = 0,9.f”c.ehda

Dimana 3da<eh<4,5da

c. Untuk angkur yang terletak dalam daerah komponen struktur


beton dimana analisis menunjuka tidak ada retak pada tingkat
beban layan
Ψ c , P=1,4

Dimana analisis menunjukan retak pada tingkat layan

, Ψ c , P=1,0

Gambar 2.13 Efek grup angkur

Institut Sains & Teknologi Nasional


38

Institut Sains & Teknologi Nasional

Anda mungkin juga menyukai