Anda di halaman 1dari 9

BAB.

I
PERENCANAAN UMUM DAN SURVEI
JEMBATAN
1.1 Pendahuluan

1.1.1. Ruang lingkup

Usulan Teknis ini digunakan sebagai acuan dalam tahapan perencanaan jembatan
yang berisi tentang metodologi perencanaan dan penyelidikan lapangan. Objek utama
dalam Usulan Teknis ini adalah jembatan standar, sebagaimana yang diatur dalam
Surat Edaran Ditjen Bina Marga No. 05/SE/Db/2017, sedangkan untuk jembatan
pejalan kaki, jembatan kereta api, dan jembatan utilitas tidak termasuk dalam lingkup
Usulan Teknis ini.
Usulan Teknis ini merujuk kepada perkembangan terbaru teknologi perencanaan
jembatan yang juga sudah diakomodir pada BMS Peraturan Teknik Jembatan dan BMS
Panduan Perencanaan Jembatan terbaru. Rujukan utama BMS Peraturan Teknik
Jembatan terbaru adalah AASTHO LRFD Bridge Design Specifications 8th Edition
(2017). Penjelasan dalam Usulan Teknis ini juga merujuk kepada dokumen terbaru
dari Federal Highway Administration (FHWA) dan National Highway Institue (NHI).
Pembahasan tentang kriteria perencanaan dan penyelidikan lapangan merujuk
kepada dokumen terbaru yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) atau yang lebih khusus adalah dokumen yang dikeluarkan
oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR.

1.1.2. Acuan normatif

Dokumen referensi di bawah ini harus digunakan dan tidak dapat ditinggalkan untuk
melaksanakan Usulan Teknis ini.
 SNI 1727:2013, Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan
struktur lain.
 SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan.
 SNI 2833:2016, Perencanaan jembatan terhadap beban gempa.

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


 SNI 8460:2017, Persyaratan Perancangan Geoteknik.
 SNI 03-2487:1991, Metode pengujian lapangan kekuatan geser baling tanah
berkohesi. SNI 03-4148.1:2000, Tata cara pengambilan contoh tanah dengan
tabung dinding tipis. SNI 03-6787:2002, Metode pengujian PH Tanah dengan alat
PH meter.
 SNI 13-6793:2002, Metode pengujian kadar air, kadar abu dan bahan organik dari
tanah gambut dan tanah organik lainnya.
 SNI 03-6797:2002, Tata cara klasifikasi tanah dan campuran tanah agregat untuk
konstruksi jalan.
 SNI 03-6870:2002, Cara uji kelulusan air di laboratorium untuk tanah berbutir
halus dengan tinggi tekan menurun.
 SNI 03-6871:2002, Cara uji kelulusan air untuk tanah berbutir kasar dengan tinggi
tekan tetap. SNI 1742:2008, Cara uji kepadatan ringan untuk tanah.
 SNI 1965:2008, Cara uji penentuan kadar air untuk tanah dan batuan.
 SNI 1966:2008, Cara uji penentuan batas plastis dan indeks plastisitas tanah.
 SNI 1976:2008, Cara koreksi kepadatan tanah yang mengandung butiran kasar. SNI
1967:2008, Cara uji penentuan batas cair tanah.
 SNI 2813:2008, Cara uji kuat geser langsung tanah terkonsolidasi dan terdrainase.
SNI 2827:2008, Cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir.
 SNI 3422:2008, Cara uji penentuan batas susut tanah.
 SNI 3423:2008, Cara uji analisis ukuran butir tanah.
 SNI 4153:2008, Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan SPT. SNI 2812:2011, Cara uji
konsolidasi tanah satu dimensi. SNI 1744:2012, Metode uji CBR laboratorium.
 SNI 2455:2012, Cara uji triaksial untuk tanah dalam keadaan terkondolidasi tidak
terdrainase (CU) dan terkonsolidasi terdrainase (CD).
 SNI 3638:2012, Metode uji kuat tekan bebas tanah kohesif.
 SNI 6874:2012, Cara uji sifat dispersif tanah lempung dengan hidrometer ganda.
 SNI 4813:2015, Cara uji triaksial untuk tanah kohesif dalam keadaan tidak
terkonsolidasi dan tidak terdrainase (UU).
 SNI 6371:2015, Tata cara pengklasifikasian tanah untuk keperluan teknik dengan
sistem klasifikasi unifikasi tanah.
 SNI 8072:2016, Cara uji pengukuran potensi keruntuhan tanah di laboratorium.
AASHTO:2017, AASHTO LRFD bridge design specification, 8th Edition.

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 2


 FHWA-NHI-15-047:2015, LRFD for highway bridge superstructures-reference
manual. British Standart 812:1989, Testing aggregates methods for determination
of particle shape.
 ASTM C128-15:2015, Standard test method for relative density (specific
gravity) and absorption of fine aggregate.
 ASTM D422-63(2007)e2:2007, Standard test method for particle-size analysis
of soils (withdrawn 2016).
 ASTM D512-12:2012, Standard test methods for chloride ion in water. ASTM D516-
11:2011, Standard test method for sulfate ion in water.
 ASTM D854-14:2014, Standard test methods for specific gravity of soil solids by
water pycnometer.
 ASTM D1195 / D1195M-09(2015):2015, Standard test method for repetitive static
plate load tests of soils and flexible pavement components, for use in evaluation
and design of airport and highway pavements.
 ASTM D2435 / D2435M-11:2020, Standard test methods for one-dimensional
consolidation properties of soils using incremental loading.
 ASTM D2664-04:2004, Standard test method for triaxial compressive strength of
undrained rock core specimens without pore pressure measurements (withdrawn
2005).
 ASTM D2850-15:2015, Standard test method for unconsolidated-undrained
triaxial compression test on cohesive soils.
 ASTM D4318-17:2017, Standard test methods for liquid limit, plastic limit, and
plasticity index of soils.
 ASTM D4373-14:2014, Standard test method for rapid determination of carbonate
content of soils.
 ASTM D4718-87(2007):2007, Standard practice for correction of unit weight and
water content for soils containing oversize particles.
 ASTM D4719-00:2000, Standard test method for prebored pressuremeter testing
in soils. ASTM D6635-01(2007):2007, Standard test method for performing the flat
plate dilatometer. ASTM D6683-14:2014, Standard test method for measuring bulk
density values of powders and other bulk solids as function of compressive stress.
 ASTM D6913-04(2009) e1:2009, Standard test methods for particle-size
distribution (gradation) of soils using sieve analysis.

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 3


 ASTM D7172-14:2014, Standard test method for determining the relative density
(specific gravity) and absorption of fine aggregates using infrared.
 EN ISO 22476-2:2005, Geotechnical investigation and testing - Field testing - Part 2.
 EN ISO 22476-4:2012, Geotechnical investigation and testing - Field testing - Part 4.
 EN ISO 22476-5:2012, Geotechnical investigation and testing Field testing - Part 5.
 EN ISO 22476-6:2018, Geotechnical investigation and testing. Field testing.
 EN ISO 22476-8:2018, Geotechnical investigation and testing - field testing.

1.1.3. Tujuan Usulan Teknis perencanaan

Tujuan Usulan perencanaan teknis jembatan ini adalah sebagai acuan dalam
perencanaan jembatan dan pedoman pelatihan tentang tahapan perencanaan
jembatan. Usulan Teknis ini diharapkan menjadi referensi bagi praktisi jembatan
dalam menerjemahkan peraturan, norma, standar, pedoman, kriteria dan manual ke
dalam praktik perencanaan. Selain itu, Usulan Teknis ini juga dapat digunakan sebagai
referensi bagi akademisi.

1.2 Metodologi perencanaan


1.2.1. Pendahuluan
Perencanaan struktur jembatan harus menghasilkan struktur yang memenuhi pokok-
pokok perencanaan sebagai berikut (SE Menteri PUPR No. 7/SE/M/2017):
1) Kekuatan dan stabilitas struktur (structural safety),
2) Keawetan dan kelayakan jangka panjang (durability),
3) Kemudahan pemeriksaan (inspectability),
4) Kemudahan pemeliharaan (maintainability),
5) Kenyamanan bagi pengguna jembatan (rideability),
6) Ekonomis,
7) Kemudahan pelaksanaan (constructability),
8) Estetika,
9) Dampak lingkungan pada tingkat yang wajar dan cenderung minimal.
Pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Kementerian PUPR
telah menerbitkan berbagai dokumen Norma, Standar, Pedoman, Manual dan Kriteria
(NSPMK) sebagai acuan pekerjaan perencanaan struktur jembatan yang diharapkan
memenuhi pokok- pokok perencanaan di atas.

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 4


Tahapan perencanaan teknis jembatan dapat dilihat pada Gambar 1.1. Faktor utama
dalam tahapan tersebut adalah:
1) Pengumpulan data,
2) Filosofi perencanaan,
3) Beban rencana,
4) Metode analisis struktur,
5) Metode perhitungan kekuatan elemen struktur,
6) Penyajian hasil perencanaan.
Pada bagian ini memberikan penjelasan mengenai poin 2) dan 4), yaitu dasar-dasar
perencanaan jembatan seperti filosofi perencanaan, serta teori dasar analisis struktur
dan pemilihan metode analisis struktur yang tepat untuk digunakan pada bangunan
atas, bangunan bawah, dan fondasi.

Gambar 1.1-Tahapan perencanaan teknis jembatan


1.2.2. Filosofi perencanaan
1.2.2.1. Umum
Perencanaan teknik jembatan di Indonesia sudah mengikuti metode LRFD (Load
Resistance Factored Design) sejak diberlakukannya BMS Peraturan Teknik Jembatan
pada tahun 1992. BMS 1992 menamakannya dengan ‘Cara Rencana Keadaan Batas’
atau Limit-states Design Method. Metode LRFD menggunakan beberapa kombinasi

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 5


beban yang dinamakan keadaan batas (limit states), sehingga nama lain dari metode
LRFD adalah Metode Limit-states Design. Metode Rencana Keadaan Batas sudah
memperhitungkan variasi dan ketidakpastian pada baik beban maupun kekuatan
elemen struktur. Level keamanan yang relatif merata atau seragam bisa dicapai pada
struktur atas dan struktur bawah berdasarkan analisis risiko yang didapat dari teori
reliabilitas. AASHTO mulai memberlakukan metode LRFD kepada semua jembatan
baru di Amerika Serikat sejak tahun 2007 (FHWA-NHI, 2015). Dalam perencanaan
setiap elemen dan sambungan pada struktur jembatan harus memenuhi Persamaan 1
untuk setiap keadaan batas.

Untuk beban-beban dengan nilai maksimum lebih sesuai maka:

Untuk beban-beban dengan nilai maksimum lebih sesuai maka:

Keterangan:

adalah faktor beban ke-i


adalah faktor pengubah respon berkaitan dengan daktilitas, redundansi, dan
klasifikasi operasional
adalah faktor pengubah respon berkaitan dengan daktilitas
adalah faktor pengubah respon berkaitan dengan redundansi
adalah faktor pengubah respon berkaitan dengan klasifikasi operasional
adalah faktor reduksi
adalah pengaruh gaya

adalah tahanan nominal


adalah tahanan terfaktor
Faktor beban adalah faktor pengali beban yang didasarkan dari hasil analisis statistik,
dan biasanya lebih besar dari 1,0. Nilai faktor beban memperhitungkan kemungkinan
variasi beban, akurasi analisis, dan probabilitas terjadinya beban yang berbeda secara
bersamaan. Nilai faktor beban juga terkait dengan nilai statistik ketahanan melalui
proses kalibrasi.

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 6


Faktor reduksi juga faktor pengali yang didasarkan pada hasil analisis statistik, tetapi
dikalikan dengan reduksi nominal. Nilai faktor reduksi umumnya lebih kecil atau sama
dengan 1,0. Nilai faktor reduksi ini memperhitungkan variasi karakteristik material,
dimensi penampang elemen struktur dan kualitas pengerjaan. Nilai faktor reduksi juga
terkait dengan nilai statistik beban melalui proses kalibrasi.
Beberapa konsep penentuan faktor beban adalah sebagai berikut:
1) Nilai faktor beban yang rendah diterapkan pada beban dengan variasi yang
rendah.
Contoh: variasi berat jenis air sangat rendah, sehingga nilai faktor beban terkait
air selalu 1,0.
2) Kebalikan dari poin 1) di atas, nilai faktor beban yang besar diterapkan pada
beban dengan variasi yang besar.
Contoh: beban kendaraan sangat bervariasi baik dari segi besaran dan
konfigurasi, sehingga nilai faktor beban untuk beban kendaraan pada kombinasi
Kuat I adalah 1,80.
3) Kemungkinan terjadinya beban secara bersamaan.
Contoh: pada kombinasi ekstrem I, dimana beban gempa diperhitungkan, faktor
beban untuk beban hidup hanya 0,5 bahkan bisa dipilih 0 (tergantung klasifikasi
jembatan). Pada kombinasi ekstrem II juga digunakan faktor beban hidup 0,5. Hal
ini berdasarkan kecilnya kemungkinan terjadi beban hidup yang maksimal pada
saat kejadian ekstrem
1.2.2.2. Keadaan batas
Keadaan batas adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan pendekatan
perencanaan dimana jembatan atau elemen yang melebihi keadaan ini tidak lagi
memenuhi persyaratan perencanaan. Dalam konteks Metode Rencana Keadaan Batas,
tercapainya keadaan batas yang bisa dinyatakan secara matematis dengan

tidaklah selalu berarti kegagalan pada jembatan ataupun elemen


tersebut. Kondisi ini lebih menunjukkan bahwa jembatan atau elemen tersebut tidak
lagi memenuhi persyaratan. Persyaratan untuk setiap keadaan batas juga bersifat unik
dan tidak semua keadaan batas atau kombinasi bisa diterapkan pada semua jembatan.
Perencana harus menetapkan keadaan batas mana saja yang relevan dengan jembatan
yang direncanakannya.
Keadaan batas yang dikenal pada BMS 1992 adalah keadaan batas ultimit atau runtuh
dan keadaan batas kelayanan. Keadaan batas pada AASHTO 2017 yang juga digunakan
oleh SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan dan BMS terbaru adalah:

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 7


1) Keadaan batas layan (service limit state)
2) Keadaan batas fatik dan fraktur (fatigue and fracture limit state)
3) Keadaan batas ultimit (strength limit state)
4) Keadaan batas kejadian ekstrem (extreme event limit state)
Setiap keadaan batas terdiri atas beberapa kombinasi beban. Setiap kombinasi
beban menggambarkan tipe beban dan nilai faktor beban yang berbeda. Perbedaan ini
didasarkan pada kondisi pembebanan yang diinginkan dan probabilitas terjadinya
beberapa beban secara bersamaan.
 Keadaan batas daya layan
Keadaan batas daya layan adalah kondisi yang berkaitan dengan lendutan, retakan,
keawetan, dan getaran. Keadaan ini memberlakukan persyaratan desain yang akan
memastikan dan mempertahankan kemampuan fungsional struktur selama masa
layannya. Kombinasi beban yang digunakan pada keadaan batas layan ini meliputi
beban-beban yang diperkirakan akan terjadi beberapa kali pada masa layan jembatan.
Pada keadaan ini, jika nilai batas terlampaui maka berarti tegangan, deformasi, lebar
retak telah melebihi persyaratan dan akan mengganggu tingkat kelayanan jembatan.
Kondisi ini tidak berarti kegagalan elemen dan struktur.
 Keadaan batas fatik dan fraktur
Fatik dapat secara luas didefinisikan sebagai berkurangnya ketahanan material di
bawah fluktuasi tegangan, dimana hal ini terkait dengan kehilangan kekuatan
komponen akibat beban yang berulang. Agar jembatan tidak mengalami kegagalan
akibat fatik selama umur rencana, maka perlu adanya syarat keadaan batas fatik.
Untuk tujuan ini, perencana harus membatasi rentang tegangan akibat satu beban
truk rencana pada jumlah siklus pembebanan yang dianggap dapat terjadi selama
umur rencana jembatan.
Keadaan batas fraktur disyaratkan dalam perencanaan dengan menggunakan
persyaratan kekuatan material sesuai spesifikasi. Keadaan batas fatik dan fraktur
dimaksudkan untuk membatasi terjadinya retak akibat beban siklik yang pada
akhirnya akan menyebabkan terjadinya kegagalan fraktur selama umur rencana
jembatan.
 Keadaan batas ultimit
Keadaan batas kekuatan disyaratkan dalam perencanaan untuk memastikan adanya
kekuatan dan kestabilan jembatan yang memadai, baik yang sifatnya lokal maupun
global, untuk memikul kombinasi pembebanan yang secara statistik mempunyai
kemungkinan cukup besar untuk terjadi selama masa layan jembatan. Kombinasi
beban pada keadaan batas ini kemungkinan besar tidak akan terjadi saat operasional

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 8


jembatan pada situasi normal, tetapi diperkirakan bisa terjadi pada usia layan
jembatan. Kerusakan elemen struktur akan terjadi pada kondisi dimana nilai batas
tercapai, tetapi integritas struktur secara keseluruhan masih dapat dipertahankan.
 Keadaan batas kondisi ekstrem
Keadaan batas ekstrem diperhitungkan untuk memastikan struktur jembatan dapat
bertahan akibat kejadian yang dikategorikan ekstrem. Keadaan batas ekstrem
merupakan kejadian dengan frekuensi kemunculan periode ulang yang lebih besar
secara signifikan dibandingkan dengan umur rencana jembatan. Terdapat 2 keadaan
ekstrem yang diperhitungkan pada jembatan: akibat gempa dan tumbukan kapal serta
kendaraan. Terjadinya tegangan pada area inelastic dan kerusakan pada elemen
struktur akan terjadi jika nilai batas keadaan ini tercapai.
1.2.2.3. Faktor modifikasi beban (η)
Faktor modifikasi beban adalah kombinasi beberapa faktor akibat pengaruh daktilitas,
redundansi dan kepentingan operasional. Ketiga faktor ini diberi notasi η D, ηR
dan ηI. Perkalian faktor beban dengan faktor daktilitas dan redundansi mungkin
akan sedikit membingungkan karena 2 hal ini terkait dengan tahanan atau kapasitas
elemen dan struktur. Faktor ini ditempatkan sebagai pengali beban, bukan reduksi,
karena penggunaannya terkait dengan kondisi beban.
 Daktilitas (ηD)
Faktor daktilitas bisa dimodifikasi untuk kombinasi pada keadaan batas ultimit untuk
menggambarkan karakteristik daktilitas struktur. Nilai 1,05 digunakan pada struktur
dengan sambungan dan elemen tidak daktail. Nilai yang lebih rendah yaitu 0,95 bisa
digunakan pada struktur dengan sambungan dan elemen yang sudah teruji melebihi
persyaratan daktilitas sesuai spesifikasi. Untuk kombinasi selain keadaan batas
ultimit, nilai faktor daktilitas yang digunakan adalah 1,0.
 Redundansi (ηR)
Faktor redundansi digunakan untuk menggambarkan tingkat redundansi elemen dan
struktur. Pada kombinasi keadaan batas ultimit, nilai 1,05 digunakan jika elemen atau
struktur tidak memiliki redundansi yang cukup. Nilai 0,95 bisa digunakan pada
elemen atau struktur dengan kondisi redundansi yang telah terbukti melebihi kondisi
umum. Nilai yang biasa digunakan pada elemen dan struktur konvensional adalah 1,0.
Nilai faktor redundansi pada kombinasi selain keadaan batas ultimit diambil 1,0.
Besaran nilai faktor redundansi dapat bervariasi karena ditentukan berdasarkan
engineering judgement perencana sehingga bersifat subjektif.

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 9

Anda mungkin juga menyukai