Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Perencanaan Jembatan Baja

Menurut (Satyarno, 2003) jembatan rangka dibuat dari struktur rangka yang
biasanya terbuat dari bahan baja dan dibuat dengan menyambung beberapa batang
dengan las atau baut yang membentuk pola-pola segitiga. Jembatan rangka
biasanya digunakan untuk bentang 20 m sampai 375 m. Ada banyak tipe jembatan
rangka yang dapat digunakan diantaranya sebagai berikut, seperti ditunjukkan
pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 tipe-tipe jembatan rangka

2.1.1 Baja Konstruksi

Menurut (Spiegel dan Limbrunner, 1991) baja konstruksi adalah alloy steels
(baja paduan), yang pada umumnya mengandung lebih dari 98 % besi dan
biasanya kurang dari 1 % karbon. Komposisi aktual kimiawi sangat bervariasi
untuk sifat sifat yang diinginkan, seperti kekuatannya dan ketahanannya
terhadap korosi, baja dapat juga mengandung elemen paduan lainnya, seperti
silicon, magnesium, sulfur, fosfor, tembaga, krom, dan nikel, dalam berbagai
jumlah. Baja tidak merupakan sumber yang dapat diperbaharui (renewable), tetapi
dapat mempunyai daur ulang (recycled), dan komponen utamanya, besi, sangat
banyak. Baja tidak mudah terbakar, tetapi harus anti api. Hal ini tidak
dimaksudkan untuk mengatakan bahwa baja merupakan jawaban untuk semua
masalah struktur. Bahan bangunan lainnya, seperti beton, bata, dan kayu,
mempunyai peran sendiri sendiri. Penggunaan struktur baja, apabila dilihat pada
bangunan dan perbandingan (ratio) antara kekuatan berat (atau kekuatan per
satuan berat) harus dipertahankan tinggi, maka bajalah yang dapat memenuhinya.
Baja konstruksi juga memiliki keuntungan dan kelemahan diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Keuntungan baja adalah keseragaman bahan dan sifat sifatnya yang dapat
diduga secara cukup tepat. Kestabilan dimension, kemudahan pembuatan, dan
cepatnya pelaksanaan juga merupakan hal hal yang menguntungkan dari baja
struktur ini.
2. Kelemahan baja adalah mudahnya bahan ini mengalami korosi (tidak semua
jenis baja) dan berkurangnya kekuatan pada temperatu tinggi.

2.2 Dasar Perencanaan Jembatan Baja Komposit I-Girder

Pada perencanan jembatan baja komposit I-Girder, konstruksi jembatan


direncanakan sesuai dengan peraturan sebagai berikut : 1. Standar pembebanan
untuk jembatan, RSNI 2005 2. Pembebanan untuk jembatan, SNI 1725:2016 3.
Standar perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan, SNI 2833:2008 4. Tabel
konstruksi baja Ir. Rudy Gunawan, ISBN 979-413-158-X.

2.2.1 Beban Jembatan

Dalam perencanaan struktur jembatan secara umum, khususnya jembatan


komposit, hal yang perlusekalidiperhatikanadalahmasalahpembebanan yang
akanbekerjapadastrukturjembatan yang dibuat. Di bawah ini merupakan beban-
beban yang terdapat dalam perecanaan struktur jembatan :

A. Aksi Tetap (Permanent Actions)

Aksi tetap merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap
perencanaan jembatan, yang terdiridari: berat sendiri (MS), beban mati tambahan
(MA), dan tekanan tanah (TA).
1. Berat Sendiri (MS)

Berat sendiri (self weight) adalah berat bahan dan bagian jembatan yang
merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non-struktural yang
dipikulnya dan bersifat tetap. Berat sendiri dihitung berdasarkan berat satuan (unit
weight) seperti Tabel 1. Berat satuan untuk menghitung berat sendiri.

Tabel 1. Berat satuan untuk menghitung berat sendiri


Berat sat Berat sat
Bahan / material Bahan / material
( kN/m3) ( kN/m3)
Beton Bertulang 25.0 Timb. Tanah padat 17.2
Beton Prategang 25.5 Kerikil dipadatkan 20.0
Beton 24.0 Aspal Beton 22.0
Batu Pasangan 23.5 Lapisan Beraspal 22.0
Baja 77.0 Air murni 9.8
Besi tuang 71.0 Pasir basah 18.4
Timbal 111.0 Lempung lepas 12.5
Beton ringan 19.6 Kayu ringan 7.8
Neoprin 11.3 Kayu keras 11.0

2. Beban Mati Tambahan (MA)

Beban mati tambahan (superimposed dead load), adalah berat seluruh bahan
yang menimbulkan suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non-
struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Jembatan
direncanakan mampu memikul beban tambahan yang berupa :
a. Aspal beton setebal 50 mm untuk pelapisan kembali di kemudian hari
(overlay).
b. Tambahan genangan air hujan setinggi 50 mm apabila saluran drainase tidak
bekerja dengan baik.

3. Tekanan Tanah (TA)

Tekanan tanah lateral dihitung dihitung berdasarkan harga nominal dari berat
tanah w s, sudut gesek dalam , dan kohesi c dengan :
ws' =ws
' = tan-1(KR x tan ) dengan faktor reduksi untuk , KR= 0.7
= dengan faktor reduksi untuk c' , KcR=1.0
Koefisien tekanan tanah aktif, Ka = tan2 (45-' /2) 2
Koefisien tekanan tanah pasif, Kp = tan 2 (45+ ' / 2)

Pada bagian tanah di belakang dinding penahan yang dibebani lalu-lintas, harus
diper- hitungkan adanya beban tambahan yang setara dengan tanah setebal 0.60 m
yang berupa beban merata pada bagian tersebut.
Beban merata : q = 0.60 x Ws

B. AKSI SEMENTARA (TRANSIENT ACTIONS)

Aksi sementara merupakanbebantidak tetap atau berjalan dalam perhitungan


tegangan pada setiap perencanaan jembatan, yang terdiri dari: beban lalu-lintas,
gaya rem, dan beban untuk pejalan kaki.

1. Beban Lalu-Lintas

Beban lalu-lintas untuk perencanaan jembatan terdiri dari beban lajur "D" dan
beban truk "T". Beban lajur "D" digunakan untuk perhitungan yang mempunyai
bentang sedang sampai panjang, sedang beban truk "T" digunakan untuk bentang
pendek dan lantai kendaraan. Lalu-lintas rencana mempunyai lebar 2.75 m.

1.1 Beban Lajur "D" (TD)


Beban lajur D terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan
beban garis (BGT) seperti terlihat pada Gambar 2.2

q = 9.0 kPa untuk L 30


q = 9.0 x (0.5+15/L) kPa untuk L>30 m

Besarnya BGT dari pembebanan lajur D dan beban roda dari pembebanan truk T
harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara kendaraan yang bergerak
dengan jembatan dengan dikali FBD. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari
beban statais. FBD ini diterapkan pada keadaan batas layan dan batas ultimit. BTR dari
pembebanan lajur D tidak dikali dengan FBD. Untuk pembebanan D : FBD
merupakan fungsi panjang bentang ekivalen seperti tercantum dalam Gambar 2.3

Gambar 2.2 beban lajur D

Gambar 2.3 faktor beban dinamis (DLA)

Untuk bentang menerus, digunakan panjang bentang ekivalen yang dinyatakan


dengan rumus :
LE= (Lav x Lmax)
Keterangan :
Lav = panjang bentang rata-rata
Lmax = panjang bentang maksimum
1.2 Beban Truk "T" (TT)
Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang
mempunyai susunan dan beban as seperti pada Gambar 2.4 Faktor beban dinamis
untuk pembebana truk diambil, = 0.3

Gambar 2.4 pembebanan truk T (500 kN)

2. Gaya Rem (TB)

Pengaruh pengereman dari lalu-lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam arah


memanjang, dan dianggap bekerja pada permukaan lantai jembatan. Besarnya
gaya rem arah memanjang jembatan tergantung panjang total jembatan (Lt)
sebagai berikut :
Gaya rem, TTB = 250 kN untuk Lt 80 m
Gaya rem, TTB = 250 + 2.5 x (Lt-80)kN < Lt < 180 m
Gaya rem, TTB = 500 kN untuk Lt 180 m

Gambar 2.5 gaya rem


3. Pembebanan Untuk Pejalan Kaki (TP)

Trotoar pada jembatan jalan raya direncanakan mampu memikul beban hidup
merata seperti yang dilukiskan pada Gambar 2.6

Gambar 2.6 pembebanan untuk pejalan kaki

A = luas bidang trotoar yang dibebani pejalan kaki (m2)


Beban hidup merata q :
Untuk A 10m2 : q = 5 kPa
Untuk 10 m < A 100 m : q = 5-0.033 x (A-10)kPa
Untuk A > 100 m : q = 2 kPa

C. AKSI LINGKUNGAN (ENVIRONMENTAL ACTIONS)

1. Pengaruh Temperatur (ET)

Variasi temperatur rata-rata pada konstruksi jembatan yang digunakan


untuk menghitung pemuaian dan gaya yang terjadi akibat perbedaan
temperatur diberikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Temperatur Jembatan Rata-rata


Tipe bangunan atas Temperatur min. Temperatur maks.
jembatan rata-rata rata-rata
Lantai beton diatas 15C 40C
gelagar beton
Besarnya harga koefisien perpanjangan akibat suhu disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Sifat Bahan Rata-rata Akibat Pengaruh Temperatur


Bahan jembatan Koefisien muai Modulus elastis
akibat suhu beton
Beton dengan
kuat tekan,< 10 x 10-6 perC 2500 MPa
30 Mpa

2. Beban Angin (EW)


Gaya akibat angin dihitung dengan rumus sebagai berikut :
TEW=0.0006 x Cw x (Vw)2 x Ab kN
Keterangan :
Cw = koefisien seret, lihat Tabel 4.
Vw = Kecepatan angin rencana ( m/det ), lihat Tabel 5
Ab = luas bidang samping jembatan (m2)
Beban garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai
jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas jembatan dihitung
dengan rumus :
TEW = 0.0012 x Cw x (Vw) 2 kN/m dengan Cw = 1.2

Tabel 4. Koefisien seret, Cw


Struktur atas masif Cw Keterangan
b/d = 1.0 2.10 b = lebar total jembatan dihitung dari
b/d = 2.0 1.50 sisi luar sandaran
b/d 6.0 1.25 d = tinggi dtruktur atas
Untuk harga antara b/d dapat diinterpolasi

Tabel 5. kecepatan angin rencana, Vw


Keadaan batas Lokasi
s/d 5 km dari pantai >5 km dari pantai
Daya layan 30 m/det 25 m/det
Ultimit 35 m/det 30 m/det
3. Beban Gempa (EQ)
Beban gempa rencana dihitung dengan rumus :
TEQ = Kh x I x Wt
Kh = C x S

Keterangan :
TEQ = Gaya geser dasar total pada arah yang ditinjau (kN)
Kh = Koefisien beban gempa horisontal
I = Faktor kepentingan
Wt = Berat total bangunan yang berupa berat sendiri dan beban mati
tambahan = PMS + PMA kN
C = Koefisien geser dasar untuk wilayah gempa, waktu getar, dan
kondisi tanah
S = Faktor tipe struktur yang berhubungan dengan kapasitas
penyerapan energi gempa (daktilitas) dari struktur jembatan.

Waktu getar struktur dihitung dengan rumus :


T = 2 x x [WTP /(g x KP )]
KP = 3 x Ec x Ic /h3
WTP = (PMS +PMA )struktur atas + 1/2 x PMS struktur bawah

Keterangan :
T = waktu getar (detik)
WTP = berat sendiri struktur atas dan beban mati tambahan, ditambah
setengah berat sendiri struktur bawah (kN)
PMS = berat sendiri (kN)
PMA = beban mati tambahan (kN)
G = percepatan grafitasi (= 9.8 m/det2)
KP = kekakuan struktur yang merupakan gaya horisontal yang
diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan (kN/m)
Ec = modulus elastis beton (kPa) 4
H = tinggi struktur (m) Untuk struktur jembatan dengan daerah sendi
plastis berupa beton bertulang dan struktur berperilaku elastis
maka nilai faktor tipe struktur,
S = 3.0
Jika struktur dapat berperilaku daktail dan mengalami simpangan yang
cukup besar, sehingga mampu menyerap energi gempa yang besar, maka
nilai faktor tipe struktur,
S = 1.0 x F 1.0
F = 1.25=0.025 x n
Keterangan :
n = jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral yang
ditinjau.
Koefisien geser dasar untuk wilayah gempa 3 disajikan pada Tabel 6,
atau dapat dilihat pada Gambar 2.7

Tabel 6. koefisien geser dasar untuk wilayah gempa 3


T Nilai C untuk tanah
(detik) Keras Sedang Lunak
0.00 0.14 0.18 0.18
0.40 0.14 0.18 0.18
0.55 0.11 1.16 0.18
0.60 0.10 0.15 0.17
0.90 0.10 0.10 0.14
1.30 0.10 0.10 0.10
3.00 0.10 0.10 0.10

Gambar 2.7 Koef . Geser dasar gempa


Kriteria kondisi tanah keras, sedang dan lunak untuk menentukan koefisien
geser dasar diberikan pada Tabel 7. Faktor kepentingan (I) disajikan pada Tabel 8.

Tabel 7. kondisi tanah untuk koefisien geser dasar


Tipe tanah Kedalaman tanah
Keras Sedang Lunak
Untuk seluruh jenis tanah 3m 3 25 m > 25 m
Untuk tanah kohesif dengan kuat 6m 6 25 m > 25 m
geser undrained rata-rata < 5 kPa
Lapisan tanah yang bersifat kohesif
dengan kuat geser undrained rata- 9m 9 25 m > 25 m
rata > 100 kPa atau tanah berbutir
sangat padat
Untuk tanah kohesif dengan kuat 12 m 12 30 m > 30 m
geser undrained rata-rata > 200 kPa
Untuk tanah berbutir dengan ikatan 20 m 20 40 m > 40 m
matrik padat

Tabel 8. faktor kepentingan, I


Klasifikasi I min.
Jembatan yang memuat > 2000 kendaraan/hari,jembatan pada 1.2
jalan raya utama atau arteri, dan jembatan dimana tidak ada
rute alternatif
Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif 1.0
tersedia,tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk
mengurangi pembebanan lalu-lintas
Jembatan sementara (misal, Bailley) dan jembatan yang 0.8
direncanakan untuk mengurangi pembebanan lalu-lintas

4. Tekanan Tanah Lateral Akibat Gempa

Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah dinamis dihitung dengan
menggunakan koefisien tekanan tanah dinamis (KaG)sebagai berikut :
= tan-1 (Kh)
KaG= cos (' - ) / [cos x {1 + ( sin ' x sin (' -)) / cos }]
KaG=KaG-Ka
Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah dinamis :
1
= 2 kN/m

5. Tekanan Air Lateral Akibat Gempa

Gaya gempa arah lateral akibat tekanan air dihitung sebagai berikut :

Tabel 9. Tekanan Air Lateral Akibat Gempa


Tipe Bangunan Gaya air horizontal
Pilar tipe dinding TEQ =0.58 x Kh x I x Wa x b x h2
b x h 2 m2 TEQ =0.57 x Kh x I x Wa x b x h2 (1-4 x b x h)
2 m2 < b x h TEQ =1.17 x Kh x I x Wa x b x h2
Pilar tipe
3.1 m2
kolom dg.
b x h > 3.1 TEQ =0.38 x Kh x I x Wa x h x b2
m2

Keterangan :
wa = berat volume air = 9.8 kN/m
b = lebar pilar (m)
h = kedalaman air rata-rata (m)
Kh = koefisien beban gempa horisontal
I = faktor kepentingan
Gaya gempa arah lateral akibat tekanan air dianggap bekerja pada kedalaman
sama dengan setengah kedalaman air rata-rata.

D. AKSI-AKSI LAINNYA
1. Gesekan Pada Perletakan ( FB )

Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung berdasarkan beban tetap


dikalikan dgn koefisien gesek untuk perletakan yang bersangkutan.
TFB= x (PMS+PMA)
Keterangan :
PMS = aksi tetap berat sendiri stuktur atas (kN)
PMA = aksi tetap beban mati tambahan struktur atas (kN)
= koefisien gesek Untuk jenis perletakan berupa elastomeric,
koefisien gesek rata-rata dapat diambil sebesar 0.18.
Tipe pilar d (m) Pilar beton masif 0.075 Pilar beton portal 0.150

E.Faktor Beban

Aksi / Beban Simbol Faktor Beban Ultimit Daya layan


A. Aksi Tetap
Berat sendiri PMS 1.30 1.00
Beban Mati Tambahan PMA 2.00 1.00
Tekanan Tanah PTA 1.25 1.00
B. Aksi Transien
Beban Lajur "D" atau "T" TTD / TTT 2.00 1.00
Gaya Rem TTB 2.00 1.00
Beban Trotoar TTP 2.00 1.00
C. Aksi Lingkungan
Pengaruh Temperatur TET 1.20 1.00
Beban Angin TEW 1.20 1.00
Beban Gempa TEQ 1.00 1.00
Aliran air, hanyutan / tumbukan TFB 2.00 1.00
D. Aksi Lainnya
Gesekan pada perletakan TFB 1.30 1.00

F. Kombinasi Beban
Kombinasi pada keadaan batas ultimit terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap
dengan satu pengaruh transien.
Gaya rem TTB atau gaya sentrifugal TTR bisa digabungkan dengan pembebanan
lajur D yaitu TTD atau pembebanan Truk T yaitu TTT, dan kombinasinya bisa
dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi beban. Gesekan pada perletakan TBF
dan pengaruh temperatur TET bisa juga digabungkan dengan cara yang sama.
Pada keadaan batas ultimit, tidak diadakan aksi transien lain untuk kombinasi
dengan aksi gempa.
Beberapa aksi kemungkinan dapat terjadi pada tingkat daya layan pada waktu
yang sama dengan aksi lainnya yang terjadi pada tingkat ultimit. Kemungkinan
terjadinya kombinasi seperti ini harus diperhitungkan, tetapi hanya satu aksi pada
tingkat daya layan yang dimasukkan pada kombinasi pembebanan.
Ringkasan dari kombinasi beban yang lazim diberikan dalam tabel berikut

Aksi Kelayanan Ultimit


1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Aksi permanen :
Berat sendiri
Beban mati tambahan
Susut rangak X X X X X X X X X X X X
Pratekan
Pengaruhbeban tetap
pelaksanaan
Tekanan tanah
Penurunan
Aksi transien
Beban lajur D atau X O O O O X O O O O
beban truk T
Gaya rem atau gaya X O O O O X O O O
sentrifugal
Beban pejalan kaki X X
Gesekan perletakan O O X O O O O O O O O
Pengaruh suhu O O X O O O O O O O O
Aliran / hanyutan /
batang kayu dan O O X O O O X O O
hidrostatik / apung
Beban angin O O X O O O X O
Aksi khusus:
Gempa X
Beban tumbukan
Pengaruh getaran X X
Beban X X
X berarti beban yang (1) = aksi permanen Aksi permanen X
selalu aktif X KBL + beban aktif KBU + beban aktif X
X KBL + 1 beban + 1 beban O KBL
O berarti beban yang O KBL
boleh di kombinsi
dengan beban aktif (2) = aksi permanen
tunggal atau seperti X KBL + beban aktif
ditunjukkan X KBL + 1 beban
O KBL + 0.7 beban
O KBL

(3) = aksi permanen


X KBL + beban aktif
X KBL + 1 beban
O KBL + 0.5 beban
O KBL + 0.5 beban
O KBL

Anda mungkin juga menyukai