KAJIAN PUSTAKA
Menurut (Satyarno, 2003) jembatan rangka dibuat dari struktur rangka yang
biasanya terbuat dari bahan baja dan dibuat dengan menyambung beberapa batang
dengan las atau baut yang membentuk pola-pola segitiga. Jembatan rangka
biasanya digunakan untuk bentang 20 m sampai 375 m. Ada banyak tipe jembatan
rangka yang dapat digunakan diantaranya sebagai berikut, seperti ditunjukkan
pada Gambar 2.1.
Menurut (Spiegel dan Limbrunner, 1991) baja konstruksi adalah alloy steels
(baja paduan), yang pada umumnya mengandung lebih dari 98 % besi dan
biasanya kurang dari 1 % karbon. Komposisi aktual kimiawi sangat bervariasi
untuk sifat sifat yang diinginkan, seperti kekuatannya dan ketahanannya
terhadap korosi, baja dapat juga mengandung elemen paduan lainnya, seperti
silicon, magnesium, sulfur, fosfor, tembaga, krom, dan nikel, dalam berbagai
jumlah. Baja tidak merupakan sumber yang dapat diperbaharui (renewable), tetapi
dapat mempunyai daur ulang (recycled), dan komponen utamanya, besi, sangat
banyak. Baja tidak mudah terbakar, tetapi harus anti api. Hal ini tidak
dimaksudkan untuk mengatakan bahwa baja merupakan jawaban untuk semua
masalah struktur. Bahan bangunan lainnya, seperti beton, bata, dan kayu,
mempunyai peran sendiri sendiri. Penggunaan struktur baja, apabila dilihat pada
bangunan dan perbandingan (ratio) antara kekuatan berat (atau kekuatan per
satuan berat) harus dipertahankan tinggi, maka bajalah yang dapat memenuhinya.
Baja konstruksi juga memiliki keuntungan dan kelemahan diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Keuntungan baja adalah keseragaman bahan dan sifat sifatnya yang dapat
diduga secara cukup tepat. Kestabilan dimension, kemudahan pembuatan, dan
cepatnya pelaksanaan juga merupakan hal hal yang menguntungkan dari baja
struktur ini.
2. Kelemahan baja adalah mudahnya bahan ini mengalami korosi (tidak semua
jenis baja) dan berkurangnya kekuatan pada temperatu tinggi.
Aksi tetap merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap
perencanaan jembatan, yang terdiridari: berat sendiri (MS), beban mati tambahan
(MA), dan tekanan tanah (TA).
1. Berat Sendiri (MS)
Berat sendiri (self weight) adalah berat bahan dan bagian jembatan yang
merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non-struktural yang
dipikulnya dan bersifat tetap. Berat sendiri dihitung berdasarkan berat satuan (unit
weight) seperti Tabel 1. Berat satuan untuk menghitung berat sendiri.
Beban mati tambahan (superimposed dead load), adalah berat seluruh bahan
yang menimbulkan suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non-
struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Jembatan
direncanakan mampu memikul beban tambahan yang berupa :
a. Aspal beton setebal 50 mm untuk pelapisan kembali di kemudian hari
(overlay).
b. Tambahan genangan air hujan setinggi 50 mm apabila saluran drainase tidak
bekerja dengan baik.
Tekanan tanah lateral dihitung dihitung berdasarkan harga nominal dari berat
tanah w s, sudut gesek dalam , dan kohesi c dengan :
ws' =ws
' = tan-1(KR x tan ) dengan faktor reduksi untuk , KR= 0.7
= dengan faktor reduksi untuk c' , KcR=1.0
Koefisien tekanan tanah aktif, Ka = tan2 (45-' /2) 2
Koefisien tekanan tanah pasif, Kp = tan 2 (45+ ' / 2)
Pada bagian tanah di belakang dinding penahan yang dibebani lalu-lintas, harus
diper- hitungkan adanya beban tambahan yang setara dengan tanah setebal 0.60 m
yang berupa beban merata pada bagian tersebut.
Beban merata : q = 0.60 x Ws
1. Beban Lalu-Lintas
Beban lalu-lintas untuk perencanaan jembatan terdiri dari beban lajur "D" dan
beban truk "T". Beban lajur "D" digunakan untuk perhitungan yang mempunyai
bentang sedang sampai panjang, sedang beban truk "T" digunakan untuk bentang
pendek dan lantai kendaraan. Lalu-lintas rencana mempunyai lebar 2.75 m.
Besarnya BGT dari pembebanan lajur D dan beban roda dari pembebanan truk T
harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara kendaraan yang bergerak
dengan jembatan dengan dikali FBD. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari
beban statais. FBD ini diterapkan pada keadaan batas layan dan batas ultimit. BTR dari
pembebanan lajur D tidak dikali dengan FBD. Untuk pembebanan D : FBD
merupakan fungsi panjang bentang ekivalen seperti tercantum dalam Gambar 2.3
Trotoar pada jembatan jalan raya direncanakan mampu memikul beban hidup
merata seperti yang dilukiskan pada Gambar 2.6
Keterangan :
TEQ = Gaya geser dasar total pada arah yang ditinjau (kN)
Kh = Koefisien beban gempa horisontal
I = Faktor kepentingan
Wt = Berat total bangunan yang berupa berat sendiri dan beban mati
tambahan = PMS + PMA kN
C = Koefisien geser dasar untuk wilayah gempa, waktu getar, dan
kondisi tanah
S = Faktor tipe struktur yang berhubungan dengan kapasitas
penyerapan energi gempa (daktilitas) dari struktur jembatan.
Keterangan :
T = waktu getar (detik)
WTP = berat sendiri struktur atas dan beban mati tambahan, ditambah
setengah berat sendiri struktur bawah (kN)
PMS = berat sendiri (kN)
PMA = beban mati tambahan (kN)
G = percepatan grafitasi (= 9.8 m/det2)
KP = kekakuan struktur yang merupakan gaya horisontal yang
diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan (kN/m)
Ec = modulus elastis beton (kPa) 4
H = tinggi struktur (m) Untuk struktur jembatan dengan daerah sendi
plastis berupa beton bertulang dan struktur berperilaku elastis
maka nilai faktor tipe struktur,
S = 3.0
Jika struktur dapat berperilaku daktail dan mengalami simpangan yang
cukup besar, sehingga mampu menyerap energi gempa yang besar, maka
nilai faktor tipe struktur,
S = 1.0 x F 1.0
F = 1.25=0.025 x n
Keterangan :
n = jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral yang
ditinjau.
Koefisien geser dasar untuk wilayah gempa 3 disajikan pada Tabel 6,
atau dapat dilihat pada Gambar 2.7
Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah dinamis dihitung dengan
menggunakan koefisien tekanan tanah dinamis (KaG)sebagai berikut :
= tan-1 (Kh)
KaG= cos (' - ) / [cos x {1 + ( sin ' x sin (' -)) / cos }]
KaG=KaG-Ka
Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah dinamis :
1
= 2 kN/m
Gaya gempa arah lateral akibat tekanan air dihitung sebagai berikut :
Keterangan :
wa = berat volume air = 9.8 kN/m
b = lebar pilar (m)
h = kedalaman air rata-rata (m)
Kh = koefisien beban gempa horisontal
I = faktor kepentingan
Gaya gempa arah lateral akibat tekanan air dianggap bekerja pada kedalaman
sama dengan setengah kedalaman air rata-rata.
D. AKSI-AKSI LAINNYA
1. Gesekan Pada Perletakan ( FB )
E.Faktor Beban
F. Kombinasi Beban
Kombinasi pada keadaan batas ultimit terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap
dengan satu pengaruh transien.
Gaya rem TTB atau gaya sentrifugal TTR bisa digabungkan dengan pembebanan
lajur D yaitu TTD atau pembebanan Truk T yaitu TTT, dan kombinasinya bisa
dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi beban. Gesekan pada perletakan TBF
dan pengaruh temperatur TET bisa juga digabungkan dengan cara yang sama.
Pada keadaan batas ultimit, tidak diadakan aksi transien lain untuk kombinasi
dengan aksi gempa.
Beberapa aksi kemungkinan dapat terjadi pada tingkat daya layan pada waktu
yang sama dengan aksi lainnya yang terjadi pada tingkat ultimit. Kemungkinan
terjadinya kombinasi seperti ini harus diperhitungkan, tetapi hanya satu aksi pada
tingkat daya layan yang dimasukkan pada kombinasi pembebanan.
Ringkasan dari kombinasi beban yang lazim diberikan dalam tabel berikut