Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PRERENCANAAN JALAN REL

STRUKTUR DAN PENAMPANG MELINTANG JALAN REL

DOSEN PENGAMPU: CUT DONA KORDELIA .ST

DISUSUN OLEH:

1.YULIANINGSIH SABABALAT (2010003433052)

2.ALEX PRAZA (2010003433058)

FAKULTAS TEKNIK DAN PERENCANAAN

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS EKA SAKTI, PADANG


STRUKTUR DAN PENAMPANG MELINTANG JALAN REL
Jalan rel 

Adalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton, atau konstruksi lainnya yang
terletak di permukaaan, dibawah, dan diatas tanah atau bergantung beserta pengikatnya yang
mengarahkan jalannya kereta api (Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2012).

.Struktur jalan rel

Konstruksi jalan rel merupakan suatu sistem struktur yang menghimpun komponen-


komponennya seperti rel, bantalan, penambat dan lapisan fondasi serta tanah dasar secara
terpadu dan disusun dalam sistem konstruksi dan analisis tertentu untuk dapat dilalui kereta api
secara aman dan nyaman.Struktur jalan rel adalah rangkaian super dan sub struktur yang menjadi
satu kesatuan komponen yang mampu mendukung pergerakan kereta api secara umum.Karena
menopang peregerakan kereta api ,mka struktur jalan rel merupakan sistem dinamik antar
komponen penyususn yang dapat mendistribusikan beberaoa rangkaian kereta api dan sekaligus
mentediakan pergerakan yang stabil dan nyaman.Dengan demikian konsep dan distribusi beban
ini adalah menyalurkan tegangan dari beban kereta api dari tanah dasar tanpa menimbulkan
perubahan bentuk permanen pada tanah.

Jalan rel dan fungsinya


 Rel pada sepur menyediakan permukaan yang mendatar secara menerus untuk gerakan
kereta api
 Rel pada sepur sebagai jalan kecil yang halus dan rata dan mempunyai kofisien gesek
yang kecil.
 Rel bekerja sebagai pemandu arah jalannya kereta api
 Rel bekerja memikul tekanan vertikal akibat beban kereta api, termasuk gaya akibat
pengereman dan gaya akibat termal
 Rel bekerja meneruskan semua beban kereta api ke area yang luas pada tubuh ban
melalui bantalan dan balas.

Secara konstruksi, jalan rel dibagi menjadi dua, yaitu:


1.Jalan rel konstruksi timbunan, biasanya terdapat pada daerah persawahan atau daerah rawa.
2.Jalan rel konstruksi galian, biasanya terdapat pada medan pegunungan.
(a)

(b)

Gambar 1 Contoh potongan jalan rel pada timbunan (a) dan galian (b)
Struktur jalan rel dibagi dalam dua bagian yang terdiri dari kumpulan komponen-komponen jalan
rel, yaitu :
1.Struktur bagian atas atau superstructure terdiri dari rel (rail), penambat (fastening) dan
bantalan (sleeper, tie).
2.Struktur bagian bawah, atau substructure terdiri dari balas (ballast), subbalas (subballast),
tanah dasar (improve subgrade) dan tanah asli (natural ground). Tanah dasar merupakan lapisan
tanah di bawah subbalas yang berasal dari tanah asli tempatan atau tanah yang didatangkan (jika
kondisi tanah asli tidak baik) dan telah mendapatkan perlakuan pemadatan (compaction) atau
diberikan perlakuan khusus (treatment). Pada kondisi tertentu, balas juga dapat disusun dalam
dua lapisan, yaitu balas atas (top ballast) dan balas bawah (bottom ballast).
Konstruksi jalan rel merupakan suatu sistem struktur yang menghimpun komponennya seperti
rel, bantalan, penambat dan lapisan fondasi serta tanah dasar secara terpadu dan disusun dalam
sistem konstruksi dan analisis tertentu untuk dapat dilalui kereta api secara aman dan nyaman.

(a)
(b)

Gambar 2 Struktur jalan rel beserta sistem komponen penyusunnya secara umum

1.Rel (Rail)
Rel merupakan batangan baja longitudinal yang berhubungan secara langsung
dan memberikan tuntunan serta tumpuan terhadap pergerakan roda kereta api secara
berterusan. Oleh karena itu, rel harus memiliki nilai kekakuan tertentu untuk menerima
dan mendistribusikan beban roda kereta api dengan baik.
2.Penambat (Fastening System)
Untuk menghubungkan antara bantalan dengan rel digunakan sistem penambat
dengan jenis dan bentuk yang bervariasi sesuai jenis bantalan yang digunakan serta
klasifikasi jalan rel yang harus dilayani.
3.Bantalan (Sleeper)
Bantalan memiliki beberapa fungsi penting diantaranya menerima beban dari rel
dan mendistribusikannya kepada lapisan balas dengan tingkat tekanan kecil,
mempertahankan sistem penambat untuk mengikat rel pada kedudukannya, dan
menahan pergerakan rel arah longitudinal, lateral dan vertikal. Bantalan terbagi menurut
bahan konstruksinya yakni bantalan besi, kayu dan beton. Perancangan bantalan yang
baik sangat diperlukan agar fungsinya optimal.
4.Lapisan Fondasi Atas atau Balas (Ballast)
Konstruksi lapisan balas terdiri dari material granular/butiran yang diletakkan
sebagai lapisan permukaan (atas) dari konstruksi substruktur. Material balas yang baik
berasal dari batuan yang bersudut, pecah, keras, bergradasi yang sama, bebas dari
debu dan kotoran serta tidak pipih (prone). Lapisan ini berfungsi untuk menahan gaya
vertikal (cabut/uplift), lateral dan longitudinal yang dibebankan kepada bantalan
sehingga bantalan dapat mempertahankan jalan rel pada posisi yang disyaratkan
5.Lapisan Fondasi Bawah atau Subbalas (Subballast)
Lapisan diantara lapisan balas dan lapisan tanah dasar adalah lapisan subbalas.
Lapisan ini berfungsi sebagaimana lapisan balas yaitu mengurangi tekanan di bawah
balas sehingga dapat didistribusikan kepada lapisan tanah dasar sesuai tingkatannya.

6.Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)


Lapisan ini merupakan lapisan dasar struktur jalan rel yang harus dibangun
terlebih dahulu. Fungsi utamanya adalah menyediakan landasan yang stabil untuk
lapisan balas dan subbalas. Lapisan ini adalah komponen substruktur yang sangat
penting sebab memiliki peranan signifikan terkait sifat teknis dan perawatan jalan rel.
7. Lapisan Tanah Dasar (Subrade)

Lapisan tanah dasar merupakan lapisan dasar pada struktur jalan rel yang harus dibangun terlebih
dahulu. Fungsi utama dari lapisan tanah dasar adalah menyediakan landasan yang stabil untuk
lapisan balas dan subbalas. Perilaku tanah dasar adalah komponen substruktur yang sangat
penting yang mana memiliki peranan yang signifikan berkait pada sifat teknis dan perawatan
jalan rel.

8. Wesel

Wesel merupakan konstruksi jalan rel yang paling rumit dengan beberapa persyaratan
dan ketentuan pokok yang harus dipatuhi. Untuk pembuatan komponen-komponen wesel yang
penting khususnya mengenai komposisi kimia dari bahannya.
a. Wesel terdiri atas komponen - komponen sebagai berikut :
1. Lidah
2. Jarum beserta sayap – sayapnya
3. Rel lantak
4. Rel paksa
5. Sistem penggerak
b. Wesel harus memenuhi persyaratan berikut:
1. Kandungan mangaan (Mn) pada jarum mono blok harus berada dalam rentang (11-14)
%.
2. Kekerasan pada lidah dan bagian lainnya sekurang-kurangnya sama dengan kekerasan
rel.
4. Celah antara lidah wesel dan rel lantak pada posisi terbuka tidak boleh kurang dari 125
mm.
5. Celah (gap) antara rel lantak dan rel paksa pada ujung jarum 34mm.
6. Jarak antara jarum dan rel paksa (check rail) untuk lebar jalan rel 1067 mm: 20 a)
Untuk Wesel rel R 54 paling kecil 1031 mm dan paling besar 1043 mm. b) Untuk Wesel
jenis rel yang lain, disesuaikan dengan kondisi wesel.
7. Pelebaran jalan rel di bagian lengkung dalam wesel harus memenuhi peraturan radius
lengkung.
8. Desain wesel harus disesuaikan dengan sistem penguncian wesel.
9. Harus disesuaikan dengan sistem penguncian wesel.

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL

1. Ketentuan Umum Perencanaan Geometrik Jalan Rel


1.1 Standar Jalan Rel

Segala ketentuan yang berkaitan dengan jenis komponen jalan rel di dalam perencanaan
geometrik jalan rel tertuang dalam Tabel Klasifikasi Jalan Rel PM.60 Tahun 2012. Ketentuan
tersebut diantaranya: kelas jalan, daya lintas/angkut, kecepatan maksimum, tipe rel, jenis
bantalan dan jarak, jenis penambat rel dan struktur balasnya.

1.2 Kecepatan

Dalam ketentuan PM.60 tahun 2012, terdapat beberapa tipe kecepatan yang digunakan
dalam perencanaan, yaitu :
a. Kecepatan Rencana
Kecepatan rencana adalah kecepatan yang digunakan untuk merencanakan konstruksi
jalan rel.
b. Kecepatan Maksimum
Kecepatan maksimum adalah kecepatan tertinggi yang diijinkan untuk operasi suatu
rangkaian kereta pada lintas tertentu. Ketentuan pembagian kecepatan maksimum dlam
perencanaan geometrik dapat dilihat pada Tabel Klasifikasi Jalan Rel.
c. Kecepatan Operasi
Kecepatan operasi adalah kecepatan rata-rata kereta api pada petak jalan tertentu.
d. Kecepatan Komersial
Kecepatan komersial adalah kecepatan rata-rata kereta api sebagai hasil pembagian jarak
tempuh dengan waktu tempuh.
2. Alinemen Horisontal
Pada peralihan jalan dari satu arah ke arah yang berbeda dalam alinyemen horizontal
harus ada belokan (lengkung) dengan jari-jar (radius) tertentu. Ketika melewati lengkung, KA
seakan-akan terlempar ke luar menjauhi titik pusat lengkung akibat gaya sentrifugal menurut
rumus berikut:
K = m.ɛ = m. 𝑉2/ 𝑅 = 𝐺 / . 𝑉 2/ 𝑅

Dimana: m = Massa Kendaraan (Kereta Api)


ɛ = Percepatan Radial
G = Berat Kendaraan (Kereta Api), (ton)
g = Percepatan Gravitasi (9.8 m/det2 )
V = Kecepatan Kendaraan (m/det)
R = Radius Lengkung (m)

Besarnya gaya sentrifugal tergantung pada: Berat kendaraan;


 Kecepatan kendaraan
; Berbanding terbalik dengan besarnya radius.
 Beberapa hal yang dapat ditimbulkan oleh adanya gaya sentrifugal yaitu: Rel luar lebih
cepat aus akibat gesekan flens roda sisi luar;
 Sangat riskan terhadap bahaya keluar rel
 (derailment/anjlokan); Sangat riskan terhadap bahaya guling akibat adanya momen
 puntir; Berjalannya kendaraan tidak nyaman (tenang) akibat
 perubahan arah laju kendaraan. Tindakan yang perlu diambil untuk mengurangi bahaya
yang disebabkan oleh gaya sentrifugal tersebut adalah dengan mengadakan peninggian rel luar,
membuat lengkung peralihan dan melakukan pelebaran sepur.
a. Lengkung Peralihan
Agar tidak terjadi kejutan atau sentakan ke samping pada saat KA memasuki
lengkung, maka diperlukan lengkung 23 peralihan secara teratur mulai dari lurusan
dengan nilai radius = ~ sampai dengan nilai radius tertentu = r.m.

b. Gaya Sentrifugal
a) Gaya sentrifugal di imbangi sepenuhnya oleh gaya berat; Gaya berat = Gaya
sentrifugal

c.Peninggian Jalan Rel


Gaya sentrifugal cenderung membuat kereta keluar dari belokan atau lengkung maka
diperlukan peninggian rel untuk mengimbangin gaya sentrifugal pada kereta. Salah
satu cara untuk mereduksi gaya sentrifugal yang membebani kereta api adalah
meninggikan rel luar terhadap rel bagian dalam di lengkung horizontal

d.Peninggian Rel Maksimum

Peninggian rel maksimum berdasarkan stabilitas kereta api pada saat berhenti di bagian
lengkung, digunakan faktor keamanan (safety factor, SF) = 3,0 sehingga kemiringan maksimum
dibatasi sampai 10% atau h maksimum = 110 mm.
e.Pelebaran Sepur

Pada saat gerbong dengan dua gandar kokoh melalui suatu tikungan, maka roda di muka
bagian sisi terluar (pada rel luar) dapat akan menekan rel. Oleh karena gandar muka dan
belakang gerbong merupakan satu kesatuan yang kaku 29 (rigid wheel base), maka gandar
belakang berada pada posisi yang sejajar dengan gandar muka akan memungkinkan tertekannya
rel dalam oleh roda belakang. Flens roda luar akan membentuk sudut dalam posisi di tikungan,
namun sumbu memanjang gerbong letaknya selalu tegak lurus terhadap gandar depan. Untuk
mengurangi gaya tekan akibat terjepitnya roda kereta, maka perlu diadakan pelebaran rel agar rel
dan roda tidak cepat aus. Pelebaran sepur dilakukan agar roda kendaraan rel dapat melewati
lengkung tanpa hambatan dan mengurangi gaya tekan akibat terjepitnya roda kereta ditikungan.
Pelebaran sepur dicapai dengan menggeser rel dalam ke arah dalam. Terdapat tiga faktor yang
sangat berpengaruh terhadap besarnya pelebaran sepur, yaitu :

a) Jari-jari lengkung (R).


b) Ukuran atau jarak gandar muka – belakang yang kokoh/ rigid wheel base, sebagaimana
dijelaskan dalam Gambar 3.6.
c) Kondisi keausan roda dan rel.

.Kriteria Struktur Jalan Rel

1.    Kekakuan (Stiffness)
Kekakuan struktur untuk menjaga deformasi vertikal dimana deformasi vertikal yang diakibatkan
oleh distribusi beban lalu lintas kereta api merupakan indikator utama dari umur, kekuatan dan
kualitas jalan rel. Deformasi vertikal yang berlebihan akan menyebabkan geometrik jalan rel
tidak baik dan keausan yang besar diantara komponen-komponen struktur jalan rel.
2.    Elastisitas (Elastic/Resilience)
Elastisitas diperlukan untuk kenyamanan perjalanan kereta api, menjaga patahnya as roda,
meredam kejut, impact, getaran vertikal. Jika struktur jalan rel terlalu kaku, misalnya dengan
pemakaian bantalan beton,maka untuk menjamin keelastikan struktur dapat menggunakan pelat
karet (rubber pads) di bawah kaki rel.
3.    Ketahanan Terhadap Deformasi Tetap
Deformasi vertikal yang berlebihan akan cenderung menjadi deformasi tetap sehingga geometrik
jalan rel (ketidakrataan vertikal, horisontal dan puntir) menjadi tidak baik, yang pada akhirnya
kenyamanan dan keamanan terganggu.
4.    Stabilitas
Jalan rel yang stabil dapat mempertahankan struktur jalan pada posisi yang tetap/semula (vertikal
dan horisontal) setelah pembebanan terjadi. Untuk ini diperlukan balas dengan mutu dan
kepadatan yang baik, bantalan dengan penambat yang selalu terikat dan drainasi yang baik.
5.    Kemudahan Untuk Pengaturan dan Pemeliharaan (Adjustability)
Jalan rel harus memiliki sifat dan kemudahan dalam pengaturan dan pemeliharaan sehingga
dapat dikembalikan ke posisi geometrik dan struktur jalan rel yang benar jika terjadi perubahan
geometri akibat beban yang berjalan.

KLASIFIKASI JALAN REL MENURUT PD.10 TAHUN 1986

Secara umum jalan rel dibedakan menurut beberapa klasifikasi, antara lain :
1. Penggolongan menurut Lebar Sepur Lebar sepur merupakan jarak terkecil diantara
kedua sisi kepala rel, diukur pada daerah 0 – 14 mm di bawah permukaan teratas kepala rel.

• Sepur Standar (standard gauge), lebar sepur 1435 mm, digunakan di negara- negara Eropa,
Turki, Iran, USA dan Jepang. • Sepur Lebar (broael gauge), lebar sepur > 1435 mm, digunakan
pada negara Finlandia, Rusia (1524 mm), Spanyol, Pakistan, Portugal dan India (1676 mm). •
Sepur Sempit (narrow gauge), lebar sepur < 1435 mm, digunakan di negara Indonesia, Amerika
Latin, Jepang, Afrika Selatan (1067 mm), Malaysia, Birma, Thailand, dan Kamboja (1000 mm).

2. Penggolongan kelas jalan rel menurut Kecepatan Maksimum yang diijinkan untuk Indonesia
• Kelas Jalan I : 120 km/jam
• Kelas Jalan II : 110 km/jam
• Kelas Jalan III : 100 km/jam
• Kelas Jalan IV : 90 km/jam
• Kelas Jalan V : 80 km/jam
3. Penggolongan kelas jalan rel menurut Daya Lintas Kereta Api (juta ton/tahun) yang diijinkan
untuk Indonesia
Daya angkut lintas
Kelas jalan (dalam 106xTon /Tahun)

I <20
II 10-20
III 5-10
IV 25-5
V <25

4. Penggolongan berdasarkan Kelandaian (tanjakan) Jalan


• Lintas Datar : kelandaian 0 - 10 ‰
• Lintas Pegunungan : kelandaian 10 - 40 ‰
• Lintas dengan rel gigi : kelandaian 40 - 80 ‰
• Kelandaian di emplasemen : kelandaian 0 s.d. 1,5 ‰

5. Penggolongan menurut Jumlah Jalur


• Jalur Tunggal : jumlah jalur di lintas bebas hanya satu, diperuntukkan
untuk melayani arus lalu lintas angkutan jalan rel dari 2 arah.
• Jalur Ganda : jumlah jalur di lintas bebas > 1 ( 2 arah) dimana masing-
masing jalur hanya diperuntukkan untuk melayani arus lalu lintas angkutan jalan rel dari 1

BEBAN DAN GAYA PADA REL


Pembebanan dan pergerakan kereta api di atas struktur jalan rel menimbulkan berbagai gaya
pada rel. Gaya-gaya tersebut diantaranya gaya vertikal, gaya transversal (lateral) dan gaya
longitudinal. Keterangan : Gaya vertikal : Q Gaya lateral : Y Gaya longitudinal : T Gaya
akibat perubahan suhu (termasuk gaya longitudinal) : N
3 Gaya vertical : Q
Gaya lateral : Y
Gaya longitudinal : T
1. Gaya Vertikal
Gaya ini adalah beban yang paling dominan dalam struktur jalan rel. Gaya vertikal
menyebabkan terjadinya defleksi vertikal yang merupakan indikator terbaik untuk penentuan
kualitas, kekuatan dan umur jalan rel. Secara global, besarnya gaya vertikal dipengaruhi oleh
pembebanan oleh lokomotif, kereta maupun gerbong.
a. Gaya Lokomotif (locomotive), Jenis lokomotif akan menentukan jumlah bogie dan
gandar yang akan mempengaruhi berat beban gandar di atas rel yang dihasilkannya.
b. Gaya Kereta (car, coach), Karakteristik beban kereta dipengaruhi oleh jumlah bogie
dan gander yang digunakan. Selain itu, faktor kenyamanan penumpang dan kecepatan (faktor
dinamis) mempengaruhi beban yang dihasilkan.
c. Gaya Gerbong (wagon), Prinsip pembebanan pada gerbong adalah sama dengan
lokomotif dan kereta. Meskipun demikian, kapasitas muatan gerbong sebagai angkutan barang
perlu diperhatikan dalam perencanaan beban. Perhitungan gaya vertikal yang dihasilkan beban
gandar oleh lokomotif, kereta dan gerbong merupakan beban statik, sedangkan pada
kenyataannya, beban yang terjadi pada struktur jalan rel merupakan beban dinamis yang
dipengaruhi oleh faktor aerodinamik (hambatan udara dan beban angin), kondisi geometrik dan
kecepatan pergerakan rangkaian kereta api. Oleh karena itu, diperlukan transformasi gaya statik
ke gaya dinamik untuk merencanakan beban yang lebih realistis. Persamaan TALBOT (1918)
memberikan transformasi gaya berupa pengkali faktor dinamis sebagai berikut :

Ip=1+0,01(V/1,609-5)
dimana,
IP = Faktor dinamis,
V = Kecepatan rencana (dalam km/jam)

2. Gaya Transversal (Lateral


Gaya ini terjadi akibat adanya gaya sentrifugal (ketika rangkaian kereta api berada di lengkung
horizontal), gerakan ular rangkaian (snake motion) dan ketidakrataan geomtrik jalan rel yang
bekerja pada titik yang sama dengan gaya vertikal. Gaya ini dapat menyebabkan tercabutnya
penambat akibat gaya angkat (uplift force), pergeseran pelat andas dan memungkinkan terjadinya
derailment (anjlog atau keluarnya roda kereta dari rel).

3. Gaya Transversal (Lateral)


Gaya longitudinal dapat diakibatkan oleh perubahan suhu pada rel (thermal stress) Gaya
ini sangat penting di dalam analisis gaya terutama untuk konstruksi KA yang menggunakan rel
panjang (long welded rails). Gaya longitudinal juga merupakan gaya adhesi (akibat gesekan roda
dan kepala rel) dan gaya akibat pengereman roda terhadap rel. Efek gaya ini akan dibahas pada
perhitungan stabilitas rel panjang menerus dalam

POLA DISTRIBUSI GAYA PADA STRUKTUR JALAN REL

Pola distribusi gaya vertikal beban kereta api dapat dijelaskan secara umum sebagai
berikut :
1. Beban dinamik diantara interaksi roda kereta api dan rel merupakan fungsi dari
karakteristik jalur, kendaraan dan kereta, kondisi operasi dan lingkungan. Gaya yang dibebankan
pada jalur oleh pergerakan kereta api merupakan kombinasi beban statik dan komponen dinamik
yang diberikan kepada beban statik. Beban dinamik diterima oleh rel dimana terjadi tegangan
kontak diantara kepala rel dan roda, oleh sebab itu, sangat berpengaruh dalam pemilihan mutu
baja rel.
2. Beban ini selanjutnya didistribusikan dari dasar rel ke bantalan dengan perantara pelat
andas ataupun alas karet.
3. Beban vertikal dari bantalan akan didistribusikan ke lapisan balas dan subbalas
menjadi lebih kecil dan melebar. Pola distribusi beban yang melebar dan menghasilkan tekanan
yang lebih kecil yang dapat diterima oleh lapisan tanah dasar. Prinsip pola distribusi gaya pada
struktur rel bertujuan untuk menghasilkan reduksi tekanan kontak yang terjadi diantara rel dan
roda (± 6000 kg/cm2) menjadi tekanan yang sangat kecil pada tanah dasar (± 2 kg/cm2). Gambar
4.3 di bawah ini menjelaskan pola distribusi beban pada struktur jalan rel. Prasarana Transportasi
KONSEP PERHITUNGAN BEBAN MENGGUNAKAN TEORI BALOK TUMPUAN
ELASTIK

Teori Beam on Elastik Foundation (BEF) atau Balok di atas Tumpuan Elastik,
dikembangkan pertama kali oleh Winkler pada tahun 1867 untuk perhitungan tegangang
komponen jalan rel. Rel didisain menggunakan konsep “beam-on-elastic-foundation
model” dengan mengasumsikan bahwa setiap rel akan berperilaku sebagi balok menerus
yang diletakkan di atas tumpuan elastik. Modulus fondasi jalan rel (sebagai tumpuan), k,
didefinisikan sebagai gaya tumpuan per unit panjang rel per unit defleksi rel. Modulus
fondasi jalan rel disini termasuk juga pengaruh penambat, bantalan, balas, subbalas dan
subgrade. Gambar 4.5 menunjukkan pola beban dan reksi yang dihasilkan oleh teori BEF.
Model dapat dituliskan dalam persamaan umum (4.4) dan diferensial (4.5) sebagai :

F(x)=-k.y(x)
EL d4y/dx4+k.y=o

dimana,
F(x) : Reaksi merata per satuan panjang
k : Modulus elastisitas jalan rel
y : Defleksi akibat beban pada rel
E : Modulus elastisitas baja penyusun rel
I : Momen inersia rel

Anda mungkin juga menyukai