Lintas kereta api direncanakan untuk melewatkan berbagai jumlah angkutan barang dan/atau penumpang
dalam suatu jangka waktu tertentu. Perencanaan konstruksi jalan rel harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara teknis dan ekonomis.
Secara teknis diartikan konstruksi jalan rel harus dapat dilalui oleh kereta api dengan aman dan tingkat
kenyamanan tertentu selama umur konstruksinya.
Secara ekonomis diharapkan agar pembangunan dan pemeliharaan konstruksi tersebut dapat
diselenggarakan dengan biaya yang sekecil mungkin, dimana masih memungkinkan terjadinya keamanan
dan tingkat kenyamanan.
Perencanaan konstruksi jalan rel dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1.
Jumlah beban
2.
Kecepatan maksimum
3.
Beban gandar
4.
Pola Operasi
Atas dasar diatas dapat diadakan klasifikasi jalan rel (PD. 10, Pasal 1)
Dalam persyaratan teknis Jalur kereta Api No. PM 60 Tahun 2012 di Indonesia dalam perencanaan jalan rel
menggunakan 2 jenis lebar spoor yaitu lebar spoor 1067 mm dan lebar spoor 1435 mm.
Perencanaan konstruksi jalan rel adalah perencanaan sebuah sistem jalan rel yang terdiri dari konstruksi
bagian
atas
dan
konstruksi
bagian
bawah.
Persyaratan geometri
2.
3.
4.
Persyaratan frekuensi
b. Konstruksi bagian bawah yang berupa tanah dasar dan subgrade harus memenuhi persyaratan
stabilitas dan daya dukung
LENGKUNG LINGKARAN
Dua bagian lurus yang perpanjangannya saling membentuk sudut harus dihubungkan dengan lengkung yang
berbentuk lingkaran,dengan atau tanpa lengkung-lengkung peralihan. untuk berbagai kecepatan rencana
besar jari-jari minimum yang diizinkan ditinjau dari dua kondisi
dimana :
R = Jari jati lengkung horizontal (m)
V = Kecepatan rencana (km/jam)
h = Peninggian rel pada lengkung horizontal (mm)
W = Jarak antara kedua titik kontak roda dan rel (1120 mm)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/det2)
2. Gaya Sentrifugal diimbangi oleh gaya berat dan daya dukung komponen jalan rel
a maks = 0,0478 g
Dengan peninggian maksimum h maks = 110 mm, maka Rmin pada kondisi ini adalah
kondisi di mana lengkung peralihan (lh) tidak diperlukan, jika tidak ada peninggian yang harus di capai (h
= 0), berdasar rumus peninggian minimum.
Untuk berbagai kondisi kecepatan rencana diatas, besar jari - jari minimum yang diijinkan sesuai permen
No. 60 tahun 2012 adalah sesuai dengan yang tercantum pada tabel dibawah :
Karena beban gandar dibuat sama untuk setiap kelas, maka klasifikasi hanya didasarkan kepada daya angkut
lintas dan atau kecepatan maksimumnya, maka penggolongan kelas akan ditentukan oleh kecepatan
maksimum. Selain untuk perencanaan, klasifikasi jalan rel dipakai untuk menentukan siklus perawatan
menyeluruh
Menurut Permen no. PM 60 tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalan KA, Klasifikasi kelas jalan
rel dapat dilihat pada table di bawah
Daya angkut lintas adalah jumlah angkutan anggapan yang melewati suatu lintas dalam jangka waktu satu
tahun. Daya angkut lintas mencerminkan jenis serta jumlah beban total dan kecepatan kereta api yang lewat
di lintas bersangkutan. Daya angkut (T) disebut dengan satuan ton/tahun
T = 360 x S x TE
TE = Tp + Kb . Tb + K1 . T1
Dimana :
T
= 1,1 untuk lintas dengan kereta penumpang yang berkecepatan mak 120 km/jam
atau umum, bahkan dalam satu kasus kecelakaan juga disebabkan karena keluarnya roda kereta pada
perlintasan.
Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kondisi konstruksi perlintasan yang tidak baik
dapat menyebabkan kemacetan pada kendaraan umum, pribadi maupun sepeda motor. sehingga membuat
tingkat keamanan pada perlintasan menjadi rendah, diakibatkan penumpukan kendaraan bermotor ketika
melewati perlintasan, beberapa permasalahan yang sering menjadi penyebab tingkat keselamatan di
perlintasan menjadi rendah antara lain:
1.
Konstruksi jalan pada jalan kereta api yang tidak baik, mengakibatkan kendaraan yang
melintas di jalan kereta api harus berjalan perlahan dan mengakibatkan kemacetan kendaraan pada
perlintasan tersebut, sehingga membuat rawan terjadinya kecelakaan ketika kereta api melintas.
2.
Rendahnya disiplin pengguna jalan, yang suka menerobos pintu perlintasan walau sudah
tertutup
3.
Tingginya biaya untuk perawatan perlintasan akibat banyaknya jumlah perlintasan,
sehingga mengakibatkan banyak perlintasan yang tidak terawat.
berdasarkan faktor tersebut maka konstruksi jalan pada perlintasan sebidang memegang peranan penting
dalam meningkatkan faktor keselamatan diperlintasan. Oleh karena itu perencanaan perlintasan sebidang
juga meliputi perencanaan konstruksi jalan pada perlintasan, pengetahuan akan konstruksi jalan pada
perlintasan akan mendukung mewujudkan perencanaan yang sehingga menghasilkan konstruksi yang baik,
aman dan efisien dalam pelaksanaan pekerjaan maupun dalam perawatannya terutama dari segi biaya
2. KONSTRUKSI PERLINTASAN SEBIDANG
Dalam merencanakan konstruksi perlintasan sesuai dengan Peraturan Dinas No. 10 harus memperhatikan
hal-hal tersebut dibawah ini:
Lebar perlintasan sebidang bagi jalan raya dalam keadaan pintu terbuka atau tanpa pintu, harus sama
dengan lebar perkerasan jalan raya yang bersangkutan.
Perlintasan sebidang yang dijaga dilengkapi dengan rel-rel lawan untuk menjamin tetap adanya alur
untuk flens roda kecuali untuk konstruksi lain yang tidak memerlukan rel lawan.
Lebar alur adalah sebesar 40 mm dan harus selalu bersih benda-benda penghalang.
Panjang rel lawan adalah sampai 0,8 meter di luar lebar perlintasan dan dibengkokan
ke dalam agar tidak terjadi tumbukan dengan roda dari rangkaian. Sambungan rel didalam
perlintasan harus dihindari.
Konstruksi perlintasan sebidang dapat dibuat dari bahan beton semen, aspal dan kayu
seperti ditunjukan dalam gambar-gambar 1.6 sampai dengan gambar 1.10
LENGKUNG PERALIHAN
Lengkung peralihan adalah suatu lengkung dengan jari-jari yang berubah beraturan. Lengkung peralihan
dipakai sebagai peralihan antara bagian yang lurus dan bagian lingkaran dan sebagai peralihan antara dua
jari-jari lingkaran yang berbeda. Lengkung peralihan dipergunakan pada jari-jari lengkung yang relatif kecil,
seperti terlihat pada Tabel dibawah.
Lengkung peralihan dibuat untuk mengeliminasi perubahan gaya sentrifugal sedemikian rupa sehingga
penumpang di dalam kereta api tetap terjamin kenyamanannya
Panjang lengkung peralihan tersebut merupakan fungsi dari perubahan gaya sentrifugal persatuan waktu,
kecepatan dan jari-jari lengkung.
Dimana :
l h = Panjang lengkung minimum peralihan (m)
h = Peninggian rel pada lengkung (mm)
V = kecepatan rencana (km/jam)
R = Jari - jari lengkung (m)
Berdasarkan Permen No. 60 tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalan rel,
Persyaratan geometri yang wajib dipenuhi persyaratan:
a)
lebar
b)
c)
d)
pelebaran
e) peninggian rel.
jalan
jalan
rel;
rel;
kelandaian;
lengkung;
dan.
Meskipun adanya perbedaan pada permen dan PD 10, pada dasarnya ada persamaan
dalam pemenuhan persyaratan tersebut,
berdasarkan elemen dasar dari
perencanaan geometri jalan yang meliputi :
a) Alinyemen horizontal/trase jalan, terutama dititik beratkan pada perencanaan
sumbu jalan
b) Alinyemen vertikal/penampang memanjang jalan
c) Penampang melintang jalan
dimana kordinasi yang baik antara bentuk alinyemen vertikal dan horizontal akan
memberikan kamanan dan kenyamanan pada perjalanan kereta api.
maka pada perencanaan geometri jalan rel, kita akan membahas perencanaan dan
persyaratan antara lain:
1. Alinyemen horizontal
a.
b.
Lengkung
o Lengkung lingkaran
o Lengkung peralihan
o Lengkung S
o Pelebaran sepur
o Peninggian rel
Lebar
horizontal,
yang
sepur
meliputi
2. Alinyemen vertikal
a. Landai
b. Landai pada lengkung dan terowongan
c. Lengkung vertikal
(sumber : Permen No 60 tahun 2012, PD 10, Dasar dasar perencanaan geometri jalan
sivia sukirman)
Jadi apa sebenarnya apakah Skilu itu, Skilu adalah "perbedaan ketinggian yang sebenarnya antara sisi rel
kiri dan kanan jalan rel tiap tiga meter", kenapa tiap tiga meter, karena inilah jarak gandar yang dimiliki
roda pada kereta api, tapi seperti kita ketahui di jalan rel ini mengenal toleransi, jadi Skilu juga memiliki
batasan, istilahnya penyakit, batasan ini menunjukkan gejala2 penyakit yang kita alami, sehingga jika
melebihi batas toleransi dan tidak diobati, penyakit ini akan semakin tambah parah dan bisa berakibat fatal.
Dijalan rel, kita mengenal batasan skilu ini tergantung dari kecepatan kereta yang diperbolehkan melintas,
1.
untuk jalan rel dengan kecepatan kereta > 90km/jam batasannya 2,5 mm/m
2.
3.
1.
kita ukur perbedaan peninggian antara rel kanan dan rel kiri tiap tiga meter dengan alat ukur
kita ukur tingginya genjotan (penurunan bantalan rel akibat tekanan kereta yang lewat)
kita
jumlah
hasil
pengukuran
tersebut,
selisihnya
yang
dijadikan
dasar
untuk
menentukan Skilu tersebut masuk toleransi atau tidak........nah nanti kita coba bahas perhitungan2 tentang
SKILU ini....ok yang pasti SKILU bukan SIKILKU....(Sgh)
Kedudukan I:
Gandar depan menempel pada rel luar, sedang gandar belakang bebas diantara kedua rel, disebut sebagai
jalan bebas.
Kedudukan II:
Gandar depan menempel rel luar sedang gandar belakang menempel pada rel dalam, akan tetapi tidak
menekan. Gandar belakang ini berkedudukan radial terhadap titik pusat tikungan (M)
Kedudukan III:
Gandar depan menempel pada rel luar sedang gandar belakang menempel dan menekan pada rel dalam.
Kedua gandar tidak ada yang letaknya radial terhadap titik pusat tikungan. Kedudukan ini disebut jalan
mepet.
Kedudukan IV;
Gandar depan dan gandar belakang menempel pada rel luar. Kedudukan ini disebut jalan tali busur yang
hanya dicapai pada kecepatang yang tinggi.
Untuk mengurangi gaya tekan akibat terjepitnya roda kereta, maka perlu diadakan pelebaran agar rel dan
roda tidak cepat aus.
Ada tiga factor yang sangat berpengaruh terhadap besarnya pelebaran sepur :
1.
2.
3.
Bila kondisi R makin kecil dan d makin besar, kemungkinan terjepitnya kereta makin besar, oleh karena
setiap negara menggunakan ukuran sepur dan gandar yang berbeda-beda, maka terdapat perbedaan
dalam perhitungan pelebaran digunakan pendekatan dari JNR (jepang), dengan menerapkan ukuran-ukuran
sepur dan gandar yang digunakan di Indonesia
3. Keadaan roda
lebar roda
= 130 mm (a)
= 30 mm (b)
Lebar tapak roda yang mungkin = a - b - c = 95 mm, sehingga pada saat gerbong menikung, lebar tapak roda
yang masih mungkin menapak di atas rel dalam, hal mana roda dan rel bersama-sama mencapai toleransi
keausan adalah sebesar 95mm - 50 mm = 45 mm. Nilai ini merupakan besar pelebaran maksimum agar tapak
roda tidak keluar rel pada saat gerbong menikung. Namun secara praktis, pelebaran sepur maksimum diambil
sebesar 20 mm, agar masih terdapat tapak roda yang cukup menapak diatas rel
(sumber : penjelasan PD 10)
Untuk seluruh kelas jalan rel lebar sepur adalah 1067mm yang merupakan jarak terkecil antara kedua sisi
kepala rel, diukur pada daerah 0 -14 mm dibawah permukaan teratas kepala rel.
Pengukuran lebar sepur dilakukan dengan memakai mal (template). Hubungan matematis antara lebar sepur
(S), jarak antara bagian terdalam roda (c), tebal flens roda (f), dan kelonggaran antara rel dan roda (e) adalah
sebagai berikut :
S = c + 2f + 2e
Gambar Pengukuran lebar sepur dan kelonggaran antara roda, rel pada kedudukan tengah
Hubungan di atas berlaku untuk jalur lurus, dimana nilai lebar sepur tetap tidak tergantung pada besar
kecilnya rel, lebar kepala rel atau tingginya rel.
Pada bagian lengkung, lebar sepur perlu diperbesar disesuaikan dengan nilai R (jari-jari) lingkaran, pelebaran
tersebut berangsur angsur dimulai dari awal lengkung hingga lengkung penuh (LIHATPELEBARAN
SEPUR PADA LENGKUNG)
5. GAMBAR RUANG BEBAS LEBAR SEPUR 1067 mm DAN LEBAR SEPUR 1435
mm