Disusun Oleh :
BAGAS SETIAWAN
NIM: 180512001015
KELAS A
ITL TRISAKTI
Jl. IPN Kebon Nanas No.2, RT.9/RW.6, Cipinang Besar Sel., Jatinegara, Kota Jakarta
Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13410
2021
KEBUTUHAN LENGKUNG
Jalan rel adalah entitas tiga dimensi yaitu horizontal, vertical dan
longitudinal. Bentuk ruang dari garis as jalan disebut rute, dan garis proyeksinya
pada bidang horizontal disebut sebagai alinyenen jalan rel horizontal (trase).
Lengkung jalan rel pada titik-titik belok disediakan untuk mendapatkan
perubahan bertahap dalam arah lintasan yang disebut sebagai lengkung
horizontal. Pada jalur kereta api di Indonesia, radius minimum kurva horizontal
harus 150 m untuk lebar sepur 1067 mm. Baik lengkung Horisontal maupun
vertical harus menjamin keamanan, kenyamanan dan kemudahan dilintasi kereta
api.
Rute jalan rel yang lurus selalu diinginkan, karena akan memberikan
penghematan dalam biaya konstruksi, transportasi dan akhirnya pemeliharaan.
Namun ketika terjadi perubahan alinyemen atau kemiringan jalan rel, maka perlu
disediakan kurva dalam kondisi sebagai berikut.
• Pemotongan bukit atau penimbunan lembah yang berlebihan dapat dicegah
dengan memberikan perubahan alinyemen berupa lengkung.
• Halangan alami atau buatan yang menghalangi jalan lurus dapat dipermudah
dengan memberikan jalan pintas.
• Pada rute lurus, tanjakan dibuat lebih nyaman dan mudah dengan memberikan
pengalihan dengan bantuan lengkung.
• Dalam rute lurus, jika ada lahan mahal yang menghalangi, maka dapat dihindari
dengan menyediakan pengalihan dengan lengkung.
• Jalan rel dibuat stabil dan aman disisi bukit dengan merubah alinyemen.
Geometri lengkung horizontal jalan rel adalah lingkaran dengan: Besarnya nilai
radius lengkung R disetiap titik lengkung sama. Radius lengkung juga sering
dinyatakan sebagai sudut lengkung α dalam satuan derajat sepanjang 100 kaki
(30,48m). Sudut Lengkung, Adalah sudut yang ditekuk ditengah lengkung
dengan panjang lengkungan (busur) sepanjang 100 kaki ( 30,48 m).
Hubungan antara Radius dan sudut Lengkung .
R = Radius Lengkung dalam meter,
α = Sudut lengkung
Panjang keliling lingkaran total 2 𝝅R , sudutnya menjadi 𝟑𝟔𝟎𝐨 di tengahnya.
untuk panjang busur lengkungan 30,48 m akan membuat sudut :
α / 30,48 = 360/ 2 𝝅R
α = 360 . 30,48 / 2 𝝅R
α = 1745,6/ R ≅ α = 1746/ R
1
R V2
6
Panjang jarak peralihan diatur sebagai berikut :
ℓ = 400 h untuk kecepatan 45 km/jam
ℓ = 600 h untuk kecepatan 59 km/jam
ℓ = 1000 h untuk kecepatan > 60 km/jam
Apabila menggunakan lengkung peralihan maka :
ℓn = 10 V hn
Penggunaan lengkung peralihan lebih nyaman dilalui kereta api dibandingkan
menggunakan jarak peralihan.
P
T1
T2
R R
y = 2 l R
R 1 6R
R1 R1
V2 B V2
K m
R g R
B = berat KA
g = percepatan karena daya penarik bumi = 9,78 m/det 2
V = kecepatan KA
R = jari – jari lengkung
Makin berat KA, besarnya K semakin besar pula; makain cepat perjalanan KA,
besarnya K bertambah kwadratis; makin besar jari – jari lengkung makin kecil K.
Menurut Stalsel thn 1938, besarnya K dibatasi sampai 4,78 % x berat KA,
sehingga terdapat rumus – rumus :
V2 h
K 0,785 100
1. R s . (K dalam %, V dalam Km/jam, h dalam mm, s = 1130 mm)
V2
8,86 54,01
R mm.
2. Peninggian rel luar h min = (V dalam Km/jam, R dalam m)
V2
6
3. Peninggian rel luar h normal = R mm
d2
W 10
4. Pelebaran spoor pada rel dalam 2R mm. (d = 3000 mm dan R
dalam mm).
V max 4,3 R
Pada umunya hal ini terjadi pada lintas bebas (vrije baan). Yang dinamakan