Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PERLAWANAN
Apabila sebuah kendaraan-rel (Lokomotif, kereta, atau gerbong) berjalan di atas jalan-baja (rel), maka
dia akan mendapatkan suatu perlawanan. Sesuai dengan hukum adanya reaksi karena adanya aksi,
maka bila ada gerakan tentu ada perlawanan yang menentang gerakan itu. Demikian pula dialami oleh
kendaraan-rel yang meluncur di atas jalan-baja.

Macam-macam Perlawanan
Apabila sebuah lokomotif sebagai alat-traksi (alat-penarik) harus menarik sebuah rangkaian kereta-api,
maka untuk dapat bergerak maju di atas rel dia harus bisa mengatasi semua perlawanan yang timbul.

Berbagai macam perlawanan yang harus bisa diatasinya antara lain ialah sebagai di bawah ini:
Perlawanan jalan dari lokomotif di atas jalan datar & lurus (termasuk perlawanan angin) = W L
Perlawanan jalan dari rangkaian kereta/gerbong di atas jalan datar & lurus (termasuk perlawanan angin)
= Wr
Perlawanan tanjakan pada waktu menanjak = W t
Perlawanan lengkungan pada waktu membelok = W l
Perlawanan percepatan dan perlawanan saat berangkat pada waktu “mula-gerak”.

Jadi, perlawanan seluruhnya ialah:

W(total) = WL + Wr + Wt + Wl
Perlawanan-jalan itu pada umumnya terdiri atas:
a. “Perlawanan-gesekan” sebagai fungsi linier dari pada beratnya.
b. “Perlawanan-angin” sebagai fungsi kuadratis dari pada kecepatannya.

a) Gesekan-gelundung
Untuk dapat menggelundung, pasangan roda itu harus bisa mengatasi perlawanan gesekan- gelundung,
sebagai contoh misalnya saja gerobak-sorong seperti diperlihatkan pada Gambar 1.

P=fxG
Dimana:
P = Perlawanan gesekan-gelundung
f = Koefisien gesekan-gelundung
G = Berat tekanan roda
Antara roda & rel, maka koefisien gesekan-gelundung itu pada umumnya diambil sekitar: 2,5 - 3,5.
Disini perlawanan gesekan-gelundung tidak tergantung pada luasnya bidang kontak, dan juga tidak
tergantung pada kecepatannya.

b) Perlawanan-angin
Untuk kecepatan tinggi diatas 40 km/jam, maka perlawanan-angin memegang peranan yang sangat besar.
Pada kenaikan kecepatan jalan kereta-api, maka meningkatnya perlawanan-angin adalah kwadratis sebagai
fungsi daripada kecepatan angin relatif.
Perlawanan-perlawanan itu pada umumnya dinyatakan dalam kilogram, atau dapat juga dinyatakan sebagai
perlawanan-specifiek yang dihitung dalam satuan kilogram/perton (Kg/ton).
Untuk menghitung besarnya perlawanan-perlawanan itu biasanya dipergunakan rumus-rumus empiris,
misalnya saja rumus dari Strahl atau Sanzin dan lain sebagainya.
1. Perlawanan-Jalan pada Lokomotif

Di P.J.K.A kita mengenal adanya pelbagai macam Lokomotif, yaitu Lok-Uap, Lok-Diesel, dan
Lok-Listrik, dan yang sekarang ini beroperasi sebagian besar adalah Lokomotif-Uap dan
Lokomotif-Diesel, yaitu Diesel-Elektris dan Diesel-Hidrolis. Oleh karena konstruksi Lok-Uap
itu jauh berbeda dengan konstruksi Lok-Diesel, maka perlawanan jalan dari Lok-Uap dan
dari Lok-Diesel itu tergantung pada faktor-faktor yang berbeda-beda. Demikian pula
mengenai rumus perlawanan-jalan dari Lok-Uap juga berbeda dengan rumus perlawanan-
jalan dari Lok-Diesel.

a. Lokomotif-Uap
Perlawanan-jalan dari Lokomotif-Uap itu tergantung pada faktor-faktor di bawah
ini:
―Pembagian berat Lokomotif pada roda-rodanya.

―Jumlah banyaknya gandar-penggerak.

―Jumlah banyaknya silinder-uap.

―Bentuk badan Lokomotif.

―Luas penampang melintang dari badan Lokomotif.

―Kecepatan.
Menurut formula dari Starhl, maka rumus perlawanan-jalan dari Lokomotif-Uap
  
adalah sebagai berikut:

WL = 2,5 . Go + c1 . Ga + c2 . F . ( )2

Keterangan:
WL = Perlawanan-total dari Lokomotif (Kg).
Go = Berat lokomotif + tender (dengan separo persediaan), yang didukung oleh
gandar-jalan (Ton).
Ga = Berat-adhesi dari lokomotif yang didukung oleh gandar-penggerak (Ton).
F = Luas penampang dari badan lokomotif (m 2).
V = kecepatan (Km/jam).
c1 dan c2 = Angka-angka konstanta.
Besarnya angka-angka konstanta c1 dan c2 itu ditentukan sebagai di bawah ini:
c1 = Angka konstanta yang besarnya tergantung pada junlah banyaknya gandar-
penggerak serta jumlah banyaknya silinder-uap.
Berikut ini diberikan daftar harga c1, yaitu sebagai berikut:
Daftar harga konstanta c1:
c1 = 5,8 : Untuk 2 gandar-penggerak + 2 silinder uap.
c1 = 7,3 : Untuk 3 gandar-penggerak + 2 silinder uap.
c1 = 8,4 : Untuk 4 gandar-penggerak + 2 silinder uap.
c1 = 9,3 : Untuk 3 gandar-penggerak + 4 silinder uap.
c1 = 10,4 : Untuk 4 gandar-penggerak + 4 silinder uap.
 
Selanjutnya:
c2 = Angka konstanta yang besarnya tergantung pada bentuk badan lokomotif.
Berikut ini diberikan daftar harga c2, yaitu sebagai berikut:

Daftar harga konstanta c2:


c2 = 0,6 Untuk bentuk biasa (konvensional).
c2 = 0,33 Untuk bentuk setengah licin (partially streamlined).
c2 = 0,25 – 0,3 Untuk bentuk licin sempurna (fully streamlined).
 
b. Lokomotif Diesel
Ada tiga macam Lokomotif-Diesel yang kita kenal, yaitu Lokomtip Diesel-Elektris (D.E.), Diesel-Hidrolis (D.H.), dan
Diesel Mekanis (D.M.). Ketiga macam Lok-Diesel ini ada terdapat di P.J.K.A., yaitu:
Lok D.E.: CC.200, BB.200, BB.201, BB.202, dan CC.201.
Lok D.H.: C.300, BB.300, BB.301, BB.302, BB.303, BB.304, D.300 dan D.301.
Lok D.M.: Bimo-Kunting, Trisakti, Pelita-I.
Perlawanan-jalan dari Lokomotif-Diesel itu tergantung pada faktor-faktor seperti dibawah ini;
- Berat-siap dari lokomotif.
- Bentuk badan Lokomotif.
- Luas penampang melintang dari badan lokomotif.
- Kecepatan.

Menurut Formula dari “Henschel”, maka rumus perlawanan-jalan dari Lokomotif-Diesel itu adalah sebagai berikut:

WL = c1 . c2 . GL + c3 . F . (V)2
 
Keterangan:
WL = Perlawanan-total dari Lokomotif (Kg).
GL = Berat-siap dari lokomotif (Ton).
F = Luas penampang dari badan lokomotif (m 2).
V = kecepatan (Km/jam).
c1 dan c2 = Angka-angka konstanta.
c3 = Angka konstanta yang mempengaruhi besarnya perlawanan-angin dan tergantung pada bentuk
badan lokomotif, yaitu: konvensionil, setengah licin, dan licin sempurna (bentuk arus).
Berikut ini diberikan harga-harga konstanta yang biasa dipakai dalam perhitungan-perhitungan, yaitu untuk
lokomotif dengan perbandingan-perbandingan konstruksi yang normal.
Harga-harga tersebut ialah:
c2 = 2,5 – 3,5
c3 = 0,5 – 0,7
c1 = 1 (Untuk baan yang terpelihara baik).
Rumus-rumus empiris ini antara lain dapat diperoleh dari hasil-hasil “percobaan-gelundung” (rolling test)
dalam keadaan “idle” di atas jalan yang datar & lurus. Caranya ialah dengan menggelundungkan lokomotif
itu dalam keadaan “idle” (tanpa diberikan tenaga), ang bermula pada kecepatan tinggi sampai dia berhenti
sendiri. Dari data-data perlawanan yang diperoleh dapatlah didekati harga-harga konstanta di dalam rumus
perlawanan lokomotif.
Di dalam tahun 1956, 1957, dan 1958 oleh M. Subyanto (kepala Biro Penyelidikan & Percobaan/Dinas Traksi)
telah pula diadakan percobaan-percobaan “rolling test”, ang mengahsilkan rumus-rumus empiris bagi
perlawanan lok-lok Diesel dari jenis CC.200, BB.200 dan D.300, yaitu sebagai berikut:

Untuk Lok CC.200 : WL = 2,0 . GL + 0,52 . F . (V)2


Untuk Lok BB.200 : WL = 2,65 . GL + 0,54 . F. (V)2
Untuk Lok D.300 : WL = 3,5 . GL + 0,45 . F . (V)2
 

Percobaan-percobaan di atas telah dilakukan di P.J.K.A. dengan mengambil trayek Bandung-Cicalengka,


yaitu pada test track antara Rancaekek dan Haurpugur.
Dalam pelaksanaan percobaan-percobaan pengukuran lokomotif itu telah dipergunakan sebuah Kereta-Ukur
Dynamo yang dimiliki oleh P.J.K.A., yaitu kereta-ukur DYNLU : 1. yang dibeli pada tahun 1923/1924, dan
hingga kini masih dalam keadaan baik.
2. Perlawanan-jalan pada rangkaian kereta/gerbong

Untuk perhitungan perlawanan rangkaian kereta/gerbong juga dipergunakan rumus-rumus empiris.


Rumus empiris ini antara lain diperoleh dari hasil-hasil “percobaan-gelundung” di atas baan datar & lurus.
Menurut Formula dari “Starhl”, maka rumus perlawanan specifiek untuk kereta-kereta penumpang dan
gerbong-gerbong barang adalah sebagai berikut:

Keterangan :
Wspec = Perlawanan specifiek (Kg/Ton).
V = Kecepatan (Km/jam).

Berdasarkan atas hasil-hasil percobaan dari Ir. P. de Gruyter, Kepala “Proefbureau” - D.T./S.S. dalam Buku
Laporannya bulan Juli 1938, maka untuk kereta-kereta penumpang pada waktu itu dipergunakan rumus
hasil percobaannya, yaitu sebagai berikut :

Keterangan:
q = Berat kereta kosong rata-rata (Ton).
V = Kecepaan kereta-api (Km/jam).
Kalau seandainya berat total dari seluruh rangkaian
kereta/gerbong itu = Gr (Ton), maka dengan memperhitungkan
berat total dari seluruh rangkaian ini kita akan mendapatkan
besarnya perlawanan total dari seluruh rangkaian, yaitu sebesar;
Wr = Gr x Wspec (Kg)

3. Perlawanan-tanjakan
Perlawanan-tanjakan hanya dijumpai pada waktu menanjak,
yaitu pada waktu menjumpai tanjakan yang positip. Apabila
menjumpai suatu “turunan”, yang berarti suatu tanjakan yang
negatip, maka bukannya suatu perlawanan yang dihadapi tetapi
justru mendapatkan tambahan gaya-dorong untuk melaju,
sehingga diperlukan suatu pengereman untuk mempertahankan
batas kecepatan yang diperkenankan.
 a. Tanjakan

Yang diartikan dengan tanjakan sebesar = + i , ialah:


Pada jarak sejauh 1000 meter, maka baan kereta-api itu
naik setinggi: + i (meter). (Gambar: 2)
Jadi, besarnya perlawanan-specifiek ialah = i (Kg/ton).
Dan pelawanan tanjakan total ialah: W t = P (Lihat Gambar: 2).

P = G . sin α = G x x 1000 = G . i (kilogram)

Jadi, kalau perlawanan tanjakan (specifiek) = i (Kg/ton), maka perlawanan tanjakan (total)
ialah: Wt = G.i (Kg).
Berikut ini diberikan batasan-batasan tanjakan (i) maksimum ang diperkenankan untuk
beberapa jenis kendaraan atau baan, yaitu sebagai berikut:
- Untuk Lok-adhesi: i max = 40
- Untuk lok-Gigi: imax = 60-80
- Untuk Autobaan: i max = 300
- Untuk Kabelbaan: imax = bisa lebih dari 300 , sampai 1000 (tegak-lurus) yaitu: elevator.
Ditinjau dari besarnya tanjakan, maka pada jalan kereta-api diadakan 2 (dua) penggolongan, yaitu:
- Baan datar, untuk tanjakan sampai 10
- Baan pegunungan, untuk tanjakan lebih dari 10
- Berhubung hal tersebut di atas maka diadakan perbedaan antara Lok-dataran dan Lok-pegunungan,
terutama sekali pada Lokomotif-Uap. Lok-Uap untuk baan-datar pad aumumnya mempunyai roda
roda penggerak dengan ukuran diameter yang besar-besar karena diperlukan untuk berjalan
dengan kecepatan tinggi. Sedangkan Lok-Uap untuk baan-pegunungan umumnya mempunyai roda
roda penggerak dengan ukuran diameter yang lebih kecil, karena diperlukan gaya-tarik yang besar
untuk menanjak, dan kecepatannya terbatas oleh banyaknya tikungan-tikungan

b. Papan-papan tanjakan
Untuk memberikan petunjuk bagi para Masinis, maka pada setiap tanjakan/turunan itu diberi tanda-
tanda dengan papan (hellingborden) yang menunjukkan berapa besar an berapa panjangnya
tanjakan/turunan yang akan dihadapinya. Panjangnya tanjakan dinyatakan dalam meter, sedangkan
besarnya tanjakan ditunjukkan dengan angka pecahan biasa, misalnya saja:
dst.

Tanda-tanda papan-tanjakan itu dipasang di sebelah kanan dari baan kereta-api, karena tempat duduk
Masinis ada di sebelah kanan dari Kabin-masinis.
Contoh pemasangan papan-tanjakan
dapat dilihat di dalam gambar 3
sebagai berikut:
4. Perlawanan Lengkungan
Pada waktu kereta-api itu membelok, maka terdapat perlawanan tambahan
yang disebabkan oleh adanya lengkungan. Sebetulnya perlawanan-
lengkungan itu hanya terjadi pada pada sebagian dari rangkaian kereta-api
yang kebetulan berada di dalam tikungan.

Tetapi, kalau lengkungan itu panjang sehingga seluruh rangkaian kereta-api itu
berada di dalamnya, maka seluruh berat rangkaian kereta-api itu akan ikut
menentukan besarnya perlawanan total dari lengkungan. Setiap tikungan itu
diberi tanda dengan papan yang disebut “papan-tikungan” (boogborden).
Dalam papan ini dicantumkan petunjuk-petunjuk mengenai besarnya jari-jari
(Radius), dan panjangnya lengkungan dinyatakan dalam meter.

Terjadinya perlawanan-lengkungan itu disebabkan oleh adanya gaya-gaya


yang timbul pada waktu kereta/gerbong sedang melewati lengkungan, yaitu
gaya-Q dan gaya-arah-H, seperti diperlihatkan dalam Gambar: 4 sebagai
berikut:
 
Besarnya Perlawanan-lengkungan
Rumus perlawanan-lengkungan specifiek menurut Formula dari “Hamelinks” terlihat dalam
Tabel No: 1 sebagai berikut:

Kalau berat total dari seluruh rangkaian kereta/gerbong itu = Gr (ton), maka dengan
memperhitungkan seluruh berat rangkaian itu kita akan mendapatkan besarnya perlawanan total
dari lengkungan itu sebesar:

W1 (total) = G r x W1 (spec) (Kg)

Jari-jari Lengkungan Minimum


Di P.J.K.A., jari-jari lengkungan atau “Radius” yang paling kecil pada konstruksi jalan kereta-api adalah
sebagai berikut:
Untuk Lintas-Raya: Rminimum = 150 meter.
Untuk Lintas-Cabang: Rminimum = 80 – 100 meter.
(dan Emplasemen).
5. Perlawanan-percepaan dan saat berangkat.
a. Perlawanan-percepatan
Perlawanan-percepatan ini hanya timbul pada waktu kereta-api itu mempercepat
diri dalam perjalanan, dan hal ini terutama terjadi pada waktu periode “mula
gerak” (“starting period”).
Kalau kecepatannya sudah konstan, maka tidak ada lagi “perlawanan-percepatan”, karena
percepatannya = 0.
Rumus dari perlawanan percepatan specifik adalah sebagai berikut:

Keterangan:
Wp = perlawanan percepatan specifik
b = percepatan (m/sec2)
c = angka konstanta
Harga konstanta c ialah sebagai berikut:
c = 0,03 – 0,1 (untuk kereta-kereta penumpang)
c = 0,06 (untuk rangkaian lok + kereta)
c = 0,08 – 0,1 (untuk lokomotif-uap)
c = 0,15 – 0,3 (untuk lokomotif-listrik).
b. Perlawanan saat berangkat

Pada saat kereta mau berangkat, yaitu pada V = 0, perlawanan itu sebetulnya ada lebih besar,
dan inilah yang dalam bahasa asing disebut: “Brake-away Resistance”. Untuk kereta yang
pakai bantalan-linier (plain bearing) maka perlawanan ini adalah lebih besar bila dibandingkan
dengan kereta yang pakai bantalan-golong (roller-bearing). Hal ini disebabkan karena pada
waktu berhenti logam-bantalan (lager metaal) bagian atas merapat pada leher gandar,
sehingga menimbulkan gesekan yang besar. Akan tetapi, setelah bergerak maka seolah-olah
terdapat lapisan minyak-lincir diantaranya (oliefilm), sehingga perlawanan-gesekan segera
turun, dan berlakulah formula-formula dari perlawanan-jalan yang telah diuraikan di muka.

Untuk bantalan-linier (plain bearing) pada saat mulai bergerak perlawanannya sampai
mencapai 10 a 11 kg/ton, sehingga grafiknya nampak seperti pada gambar no. 5 sebagai
berikut:

Anda mungkin juga menyukai