Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Jurnal adalah sebuah hasil penelitian akan suatu karya yang dirangkum mulai dari latar
belakang hingga hasil dari penelitian tersebut. Dengan adanya jurnal para pembaca dapat
mencari informasi atau pengetahuan untuk menambah pengetahuan mengenai inovasi suatu
produk bari dari para peneliti untuk dapat mengembangkan bakat dan kemampuan para
pembaca/mahasiswa. Untuk itu diperlukan kegiatan Critical Book Report (CBR) agar pembaca
lebih inovatif dan kreatif dalam menciptakan sebuah ide baru.

Critical Jurnal Report (CBR) adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara
meringkas dua buah jurnal atau lebih dan kemudian membandingkannya, dalam hal keaslian
penelitian , tahapan penelitian dll. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya pendidikan dan
pengetahuan sehingga mahasiswa harus mampu mencari sumber ilmu yang terus diperbaharui
dari masa ke masa. CBR ini mengharuskan mahasiwa membaca dan meringkas isi jurnal
kemudian melihat kekurangan dan kelebihan jurnal sehingga dapat membandingkan ilmu
pengetahuan dan tahu apa yang harus diperbaharui agar dapat bersaing di dunia kerja nantinya.

2. Tujuan

 Mengetahui isi jurnal

 Mengetahui perbedaan antara kedua jurnal : kelebihan dan kelemahan jurnal

 Menumbuhkan minat bakat dalam penelitian dan pengembangan bakat.

3. Manfaat

 Mahasiswa mampu mengetahui isi penelitian pada jurnal

 Mahasiswa mampu mengetahui perbedaan kedua jurnal


 Mahasiswa memiliki pola pikir yang lebih kritis dalam menilai sebuah karya tulis

BAB II
RINGKASAN JURNAL
2.1. Jurnal I
ANALISIS KEGAGALAN KONSTRUKSI DAN
BANGUNAN DARI PERSPEKTIF FAKTOR TEKNIS

Kegagalan bangunan dan kegagalan konstruksi dapat disebabkan oleh faktor teknis
maupun faktor non teknis. Faktor teknis karena adanya penyimpangan proses pelaksanaan yang
tidak memenuhi spesifikasi teknis yang disepakati dalam kontrak, sedangkan faktor non teknis
lebih disebabkan karena proses pra kontrak (Bidding) maupun tidak kompetenya Badan Usaha,
tenaga kerja, tidak profesionalnya tata kelola manajerial antara pihak-pihak yang terlibat dalam
proyek konstruksi serta lemahnya pengawasan/supervisi.

Tujuan proyek terdapat 4 target (Husen A., 2009), yaitu : biaya ekonomis, kualitas
terpenuhi, waktu tak terlampui dan keselamatan kerja terpenuhi.

Kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan

Kegagalan merupakan akumulasi dari berbagai faktor. Oyfer (2002) menyatakan


“construction defects” di Amerika disebabkan oleh faktor manusia (54%), desain (17%),
perawatan (15%), material (12%), dan hal tak terduga (2%). Sementara itu, Carper (1989)
menyatakan bahwa penyebab potensial utuk kegagalan konstruksi secara umum disebabkan oleh:
site selection and site developments errors, programing deficienciess, construction errors,
material deficienciesand perational errors.

Tanggung jawab
Pada pasal 11 Undang-Undang RI No. 18 Tahun 1999 dijelaskan tentang tanggung jawab
dari perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi terhadap hasil
pekerjaannya.
Tanggung jawab dapat ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu
1. Pasal 26 Undang-Undang RI No. 18 Tahun 1999 dipaparkan mengenai ketentuan kegagalan
bangunan sebagai berikut :

2. Pasal 36 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 29 Tahun 2000 tentang


Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Sanksi atau hukuman mengenai kegagalan bangunan ini dapat ditinjau dari Undang-
Undang RI No. 18 Tahun 1999 dalam pasal 43.

METODE PENELITIAN
Metode PLS (Partial Least Squares), untuk menggambarkan korelasi antar faktor sebagai suatu
sistem.

1. Model Kuantitatif
Variabel pembangun sistem konstruksi dimodelkan dari 4 faktor utama yaitu Waktu,
Jenis Kontrak (JK), Biaya Konstruksi (B) dan Kualitas Konstruksi (K).

2. Model Kualitatif
Model kualitatif digunakan untuk mengukur variabel yang sifatnya tidak bisa diukur
langsung tetapi mempengaruhi hasil.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Kuantitatif diperoleh dengan dua cara yaitu observasi lapangan dan data sekunder.
1. Kajian yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu faktor kegagalan konstruksi, baik faktor
kuantitatif maupun faktor kualitatif.
2. Pendekatan Model:

a. Model kuantitatif
b. Model disimulasikan dengan metode PLS (Parsial Least Square)
c. Model kualitatif digunakan untuk mengukur faktor yang mempengaruhi kegagala
3. Variabel Yang Diamati:

a. Faktor Waktu (W)


b. Faktor Biaya (B)
c. Faktor Kegagalan (K)
d. Faktor jenis Kontrak (JK)

Model Kuantitatif Kegagalan Konstruksi/Bangunan

Analisis Hasil Simulasi


1. Hubungan antara variabel waktu dan biaya menunjukkan hubungan yang positif, dimana
semakin pendek waktu pelaksanaan biayanya juga akan semakin kecil.

2. Hubungan antara variabel waktu dan kegagalan Konstruksi menunjukkan hubungan yang
negatif, dimana semakin pendek waktu pelaksanaan maka kemungkinan terjadi kegagalan
konstruksi akan semakin besar.

3. Hubungan antara variabel waktu dan jenis kontrak menunjukkan hubungan yang kurang
signifikan. Apapun jenis kontraknya tidak mempengaruhi waktu penyelesaian proyek.

4. Hubungan antara variabel waktu dan kegagalan elemen bangunan menunjukkan hubungan
yang positif, dimana semakin pendek waktu pelaksanaan pada umumnya kegagalan elemen
bangunan semakin meningkat.

Model SEM Kegagalan Konstruksi/Bangunan


Pada tahap kedua dibuat pendekatan graph menggunakan Direct Acryclic Graph (DAG) sebagai
aplikasi metode PLS hubungan kausalitas antar variabel.

Analisis Hasil Simulasi Model


1. Faktor waktu (W) berkorelasi positif terhadap Biaya(B), dengan faktor
pengaruh 0.5655 dan berkorelasi negatif terhadap Kegagalan (K) dengan faktor pengaruh
-0.5289
2. Faktor Jenis Kontrak (JK) mempengaruhi Manajemen Waktu (W) sebesar 0.277 dan
mempengaruhi Kegagalan (K) sebesar -0.2753
3. Faktor Biaya (B) mempengaruhi Kegagalan (K) sebesar -0.2081
4. Namun Jenis Kontrak (JK) tidak mempengaruhi Biaya (B) secara signifikan sehingga tidak
dimodelkan pada simulasi ini.
Model kuantitatif kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan
Ada 3 variabel utama dalam ukuran kualitatif model yaitu Kualitas, Internal Supervisi dan
Eksternal supervisi yang kemudian dihubungkan secara simultan diperoleh hubungan
Hubungan antara Kualitas dan Supervisi (Internal/Eksternal)
1. Kualitas meliputi : Team Work, Komunikasi, Kualitas Supervisi, KomitmenKerja,
Kepercayaan

2. Supervisi dibagi menjadi dua bagian, yaitu Internal dan Eksternal Supervisi.

3. Internal Supervisi meliputi : Pendidikan, Pengalaman, Pelatihan, Sertifikasi, Nilai Proyek.

4. Eksternal Supervisi meliputi : Cek akan digunakan, Cek Penyimpangan, Cek Datang, Evaluasi
Mingguan, Pengawasan Lapangan, Briefing Pagi.

5. Tindak Lanjut Supervisi, Acuan digunakan, Hasil Pekerjaan, PeraturanTerkait, Gambar Kerja,
RMK.
Hasil Simulasi Model Kualitatif
Internal Supervisi mempengaruhi Eksternal Supervisi sebesar 0.4812 dan mempengaruhi
kualitas sebesar 0.2786. Kualitas tergantung pada Eksternal Supervisi dengan faktor pengaruh
sebesar -1.3000 artinya jika Eksternal Supervisi lemah maka tidak pernah akan tercapai kualitas
yang baik pada suatu pekerjaan.

SIMPULAN
Dalam konteks proyek gedung, kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan banyak
terjadi pada elemen struktur bangunan dengan rata-rata penyimpangan sebesar 4,36% dari nilai
kontrak, disusul oleh atap (2,53%) , pondasi (0,15%), utilitas (0,12%) dan finishing (0,07%).
Salah satu indikasi penyebab kegagalan konstruksi dan bangunan adalah nilai kontrak yang lebih
kecil dari 70% nilai pagu anggaran. Selisih nilai kontrak dan pagu yang terlalu besar dan
cenderung tidak rasional akan berakibat pada potensi terganggunya proses pelaksanaan dan tidak
terpenuhinya spesifikasi teknis proyek. Pada kabupaten di mana terdapat proyek-proyek yang
bermasalah, ditengarai berkaitan dengan masih sedikitnya sumber daya manusia yang memiliki
sertifikat keahlian dan keterampilan. Pengawasan proyek berperan penting dalam menjamin
kesuksesan proyek konstruksi. Peran pengawas, baik internal maupun eksternal dalam model
yang dibangun berpengaruh signifikan terhadap kualitas (kegagalan konstruksi dan kegagalan
bangunan) proyek yang sedang dilaksanakan.
2.2. Jurnal II
Studi Struktur dan Konstruksi Bangunan Tradisional
Rumah ‘Pencu’ di Kudus
Abstrak
RUMAH PENCU adalah satu bentuk griya jawa berkarakter joglo dengan teknologi dan
konstruksi tradisional. Bangunan ini memiliki fungsi sebagai rumah tinggal, dimana struktur dan
konstruksi rumah pencu menunjukan keunikan bangunan yang simetris dan tahan/lentur terhadap
gempa.
Pendahuluan
Arsitektur rumah tradisional merupakan wujud paling nyata dari kebudayaan. Rumah
Pencu yang merupakan satu wujud budaya dan sosial ekonomi masyarakat kota Kudus.
Keunikan system struktur dan konstruksi bangunan ini yang dapat dibongkar pasang sehingga
rumah adat pencu ini sangat mudah dipindahkan kemanamana Banyak ragam dalam kategori
bangunan joglo yang ada dalam khazanah arsitektur jawa, Prijotomo J menjelaskan sedikitnya
ada 7 jenis joglo, dan Hamzuri memperoleh 12 ragam joglo. Artinya bangunan joglo
berkembang dan tumbuh sejalan dengan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat jawa.
Rumah adat kota Kudus ini disebut RUMAH PENCU yang dapat disebut JOGLO-SATRU, satru
inilah keunikan dari ragam joglo-joglo yang lain. Yaitu ruang depan/ruang tamu (dapat disebut
sebagai teras depan) yang diluaskan dengan menarik 1 meter kebelakang dalam ruang dalem
rumah, sehingga tempat untuk menerima tamu lebih luas. Manfaat yang diperoleh setelah
diketahuinya sistem struktur dan konstruksi bangunan rumah pencu (joglo satru) adalah
pemahaman terhadap bentuk arsitektur jawa khususnya ragam ‘joglo-satru’.

Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian dengan judul ‘Studi Struktur dan
Konstruksi Rumah Pencu (joglosatru) Dim Kudus’ ini adalah dengan pendekatan
penelitian ‘rasional-kualitatif’.
Metode Pengumpulan Data
Lokasi penelitian adalah Kudus kulon, dengan pertimbangan kriteria inklusi sampel adalah :
masih banyaknya populasi rumah adat Kudus (rumah pencu) berdiri, rumah menunjukan
sebagian besar berbahan dasar kayu jati, kondisi rumah layak huni dan terawat, rumah
dipilih yang tidak banyak ornamen ukiran.

Metode Analisis Data


Eksplorasi sistem struktur dan konstruksi yang diujikan dalam penelitian ini melalui pendekatan
matriks 4-4 dan analisa 4 (empat) variabel penelitian, yaitu: unsur/komponen struktur,
keterkaitan antar unsur/komponen, proses merancang, dan kegiatan membangun (eksekusi
rancangan), variabel ini dianalisis menggunakan pendekatan logika struktur dan efektifitas disain
konstruksi.

Analisis dan Interpretasi


Prihatmaji YP (2007) menyebutkan bahwa ruang bentukan soko guru disebut ‘rong-rongan’
merupakan struktur inti sebagai penahan gaya lateral dan tumpuan yang terjadi pada koneksi
soko guru dan brunjungan yang bersifat rol/elastic merupakan satu sistem struktur ramah
terhadap gempa.

Sistem Struktur Rumah Pencu

Sistem struktur yang ada dalam griya jawa disebut sistem rangka dengan unsurnya menggunakan
kata ‘balungan’, atau dalam struktur modern disebut struktur kolom dan balok dengan penutup
atap juga sistem rangka atap. Namun dalam griya jawa menggunakan istilah ‘brunjung’ untuk
sistem struktur penutup atap, yang unsurnya terdiri dari ‘blandar’, ‘dudur’, ‘molo’, dan ‘ander’.
Keterkaitan antar elemen bagian yang lebih besar dalam sistem struktur bangunan rumah pencu
atau pada umumnya bangunan joglo merupakan ikatan yang bersifat lentur (elastis). Soko-guru
terhadap tumpangsari, tumpangsari terhadap brunjung, dan bangunan inti tersebut terhadap area
pananggap (‘area gedongan’), sampai pada emper maupun dapur menunjukan ikatan yang
lentur. Prinsip lentur disini memiliki makna konsep struktur bahwa kemungkinan penghuni untuk
menyelamatkan diri bila ada gempa mempunyai kesempatan keluar dari rumah sebelum
bangunan mengalami kerusakan patah atau roboh.

Konstruksi Bangunan Rumah Pencu (joglosatru)

Sokoguru-blandar-sunduk disebut sebagai ‘balungan’ atau struktur rangka utama, balungan ini
menjadi peran penting sebagai struktur utama dan memiliki konfigurasi struktur yang menjamin
kekokohan dan kelenturan dengan sistem koneksi cathokan. Balungan menyandang atribut
konstruksi sebagai fungsi acuan terhadap sosok rupa seperti untuk tajug, joglo, limasan, atau
kampung. Sebutan sebagai dhapur griya menjadikan inti struktur rong-rongan tersebut sebagai
fungsi acu diri, meskipun fungsi utamanya sebagai struktur rangka bangunan utama.
Brunjung merupakan rakitan elemen unsure struktur dari : molo, dudur, ander, dan dhadab peksi
yang ditumpangkan diatas balungan sebagai struktur penutup atap.

Setelahnya dilakukan pengembangan ke sisi luar pada keempat arah, depan (ngajeng), belakang
(wingking), samping kanan (iringan tengen), dan samping kiri (iringan kiwa) dengan
penambahan blandar pananggap.

Kelenturan struktur merupakan wujud dari sistem ikatan yang tidak permanen, seperti
‘cathokan’ (sambungan coak dan lidah) dan ‘anjingan’ (ceblokan). Dua sistem koneksi ini
merupakan inti sistem gaya geser yang lentur, dengan perkuatan pada arah beban yang akan
terjadi, sehingga mampu merespon, yang akibatnya bangunan tidak mudah roboh. Untuk
melaksanakan pekerjaan dalam mewujudkan bangunan rumah pencu yang berkarakter joglo
diawali merangkai soko-guru dan blandarnya yang membentuk bangunan balok berdiri yang
merupakan ruang inti joglo yang disebut sebagai rong-rongan yang berdiri di 4 (empat) pondasi
yang disebut umpak dengan sistem ceblokan. Tidak ada ikatan yang sifatnya permanen dalam
sistem struktur tersebut, penggunaan pantek (santek) sangat dominan dalam membangun
konstruksi tersebut.
Kesimpulan
Sistem struktur dan konstruksi rumah pencu Kudus (Joglosatru) dapat dijelaskan sebagai berikut
a. Elemen struktur memiliki karakter sebagai batang menjadi dominan pada system struktur
rumah pencu (joglo satru), dan bidang yang terjadi adalah partisi/dinding dengan sebutan
gebyok. Pada elemen batang menunjukan keragaman macam yang sesuai dengan fungsi batang
tersebut
b. Sistem struktur merupakan rangka batang dengan ikatan tidak permanen yang ditujukan untuk
memberikan respon terhadap beban lateral dengan adanya gempa. Jenis ikatan diseuaikan dengan
fungsi elemen struktur tersebut, dapat dikategorikan menjadi dua cathokan dan anjingan.
c. Untuk mewujudkan elemen struktur menjadi satu ikatan penuh secara keseluruhan dengan cara
merakit dan merupakan bentuk craftmanship, hal ini dibutuhkan keterampilan dan ketelitian
untuk membuatnya.
d. Pemahaman akibat gempa telah direkam oleh masyarakat jawa sejak dulu, ini diwujudkan
dalam bagaimana menyalurkan beban lateral menjadi nol pada elemen tumpang-sari.
e. Disebabkan oleh sistem struktur dan konstruksi tersebut dapat mewujudkan ruang dan bentuk
yang simetris baik tata ruang dalam maupun tampak bangunan.
Hasil penelitian ini memberikan rekomendasi penelitian lanjut adalah :
a. Karakter sistem struktur dan konstruksi bangunan griya jawa khususnya joglo dapat dijadikan
referensi bangunan tahan gempa, karena sifat lentur strukturnya.
b. Sistem koneksi daerah ‘soft storey’ yang sangat rentan patah akibat gempa dapat mengacu
sistem koneksi pada system tumpang-sari yang mampu meredam gaya lateral.
c. Dapat dilakukan penelitian perbandingan untuk karakter bangunan jenis lain seperti tajug,
limasan, dan kampung, apakah sistem struktur dan koneksi telah mengadopsi gempa.
Studi Struktur dan Konstruksi Bangunan Tradisional Rumah Pencu di Kudus
d. Bentuk dan wujud arsitektur relative menjadi terbatas atas kreasi yang dihasilkan, bahwa
rangka penutup atap menjadi satu wujud berkarakter, tidak ada alternatif lain bila adapun hanya
merupakan modifikasi dari bentuk brunjung.
2.3 Jurnal III
KONSTRUKSI BANGUNAN LAUT DAN PANTAI SEBAGAI ALTERNATIF
PERLINDUNGAN DAERAH PANTAI
Nur Hidayat
Abstrak
Daerah pantai merupakan kawasan yang paling produktif dan memiliki keanekaragaman
hayati (biodiversity) yang tinggi, selain itu daerah pantai menyediakan ruang dengan aksebilitas
lebih tinggi bagi kegiatan transportasi dan kepelabuhanan serta ruang yang relatif mudah dan
murah bagi kegiatan industri, pariwisata dan pemukiman. Permasalahan yang terjadi pada daerah
pantai dalam pemanfaatannya sering mengalami kerusakan/perubahan kualitas lingkungan fisik
dan biofisik.

1. Pendahuluan
Pengikisan alami adalah yang terjadi sebagai hasil reaksi dari pantai terhadap kejadian
alami. Manusia menyebabkan erosi manakala usaha manusia berdampak pada sistem yang alami
itu. Sebagian besar erosi akibat ulah manusia adalah disebabkan oleh kurangnya pemahaman
manusia terhadap permasalahan daerah pantai dan pesisir.

2. Tinjauan Pustaka
2.1 Permasalahan garis pantai
Secara alami, pantai berfungsi sebagai pertahanan alami (natural coastal defence)
terhadap hempasan gelombang. Proses perubahan kedudukan garis pantai dimaksudkan
disebabkan oleh (i) daya tahan material penyusun pantai dilampaui oleh kekuatan eksternal yang
ditimbulkan oleh pengaruh hidrodinamika (arus dan gelombang), dan (ii) terganggunya atau
tidak adanya kesimbangan antara pasokan sedimen yang masuk ke arah pantai dan kemampuan
angkutan sedimen pada suatu bagian pantai.
2.2 Penyebab alami kerusakan pantai
a. Naiknya Permukaan Air Laut.
b. Perubahan Suplai sedimen.
c. Gelombang Badai.
d. Limpasan (overwash).
e. Angkutan oleh Angin.
f. Pengangkutan Sedimen.
g. Pemisahan Sedimen Pantai.

2.3 Penyebab kerusakan oleh manusia


Secara spesifik penyebab kerusakan garis pantai akibat ulah manusia dapat dijelaskan
antara lain:
a. Penurunan Tanah
b. Penambangan karang dan pasir laut.
c. Perusakan pelindung alam
d. Interupsi angkutan sejajar pantai.
e. Pengurangan suplai sedimen ke pantai.

2.4 Konsep perlindungan dan penanganan daerah pantai


Kegiatan perlindungan dan penanganan pantai bertujuan terutama untuk melindungi dan
mengamankan :
a. masyarakat yang tinggal di sepanjang pantai dari ancaman gelombang,
b. fasilitas umum yang berada di sepanjang pantai diantaranya adalah jalan raya, rumah ibadah,
pasar, kompleks pertokoan dan kawasan rekreasi,
c. dataran pantai terhadap ancaman erosi dan abrasi,
d. perlindungan alami pantai (hutan mangrove, terumbu karang, sand dunes) dari perusakan
akibat kegiatan manusia,
e. terhadap pencemaran lingkungan perairan pantai, yang pada akhirnya pencemaran ini dapat
merusak kehidupan biota pantai.

2.5 Prosedur penentuan bangunan pelindung untuk daerah pantai


Untuk dapat menentukan bangunan pelindung pantai diperlukan informasi sebagai
berikut ;
a. Besarnya angin yang bertiup dan arah datangnya angin ke pantai
b. Keadaan gelombang (tinggi gelombang, arah gelombang, periode gelombang)
c. Pemanfaatan pantai : Pemukiman, Kota, Pelabuhan, Tempat Wisata, Perkebunan/Pertanian/
Perikanan, Jalan Raya/Fasilitas Umum, Industri/ sumber Energi, Cagar alam
d. Kwalitas air : polutan, angkutan sedimen
e. Arus yang terjadi apakah sejajar pantai atau tegak lurus pantai
f. Pasang surut air laut untuk menentukan tinggi konstruksi
g. Laju kerusakan pantai pada daerah tertentu dengan persyaratan :
 amat sangat berat > 10 m/ tahun
 sangatt berat 5 – 10 m/tahun
 berat 2 – 5 m/tahun
 sedang 2 – 5 m/tahun
 ringan < 0,5 m/tahun
h. Kontur tanah dasar perairan : datar, landai dan terjal
i. Daerahnya apakah daerah lintasan Gempa
j. Sosial budaya masyarakat sekitarnya.
k. Kekuatan tanah disekitar lokasi rencana proyek.

2.6 Sistem perlindungan pantai


Ada beberapa cara untuk melindungi daerah pantai :
a. Mengurangi energi gelombang yang mengenai pantai.
b. Mengubah laju angkutan sedimen sejajar pantai.
c. Memperkuat tebing pantai
d. Menambah suplai sedimen ke pantai
e. Stabilisasi muara sungai
f. Melakukan penghijauan daerah pantai dengan pohon bakau
Berdasarkan fungsinya, bangunan-bangunan laut dan pantai secara umum dapat
diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu :
a. Konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan kira-kira sejajar dengan garis pantai.
b. Konstruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus pantai dan berhubungan dengan pantai.
c. Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai.
2.7. Kontruksi Bangunan Laut dan pantai
2.7.1 BREAKWATER (Mengurangi energi gelombang yang mengenai pantai)
Pengurangan tenaga gelombang yang menghantam pantai dapat dilakukan dengan membuat
bangunan pemecah gelombang sejajar pantai (Offshore Breakwater).
2.7.2 GROIN (Mengubah laju angkutan sedimen sejajar pantai dengan)
Dapat dilakukan dengan mengatur atau mengurangi “longshore transport”. Bangunan yang
digunakan adalah GROIN yang dibangun tegak lurus garis pantai.
2.7.3 REVETMENT(Memperkuat tebing pantai)
Konstruksi perkuatan tebing pantai ini berfungsi untuk melindungi tanah atau bangunan di
belakang dinding/revetmen tersebut dari gempuran gelombang, sehingga tanah tidak tererosi.
2.7.4 SEAWALL (Memperkuat tebing pantai)
Adalah struktur perlindungan pantai yang diletakkan sejajar garis pantai yang berfungsi menahan
gelombang penuh dan sebagai penahan timbunan tanah.
2.7.5 BULKHEAD(Memperkuat tebing pantai)
Bulkhead (turap baja) adalah struktur perlindungan pantai yang diletakkan sejajar garis pantai
yang berfungsi untuk melindungi tanah dari gempuran gelombang juga melindungi terjadinya
kelongsoran (sliding) tanah
2.7.6 JETTY (Stabilisasi muara sungai)
Jetty adalah bangunan pelindung pantai yang diletakkan tegak lurus garis pantai, digunakan
untuk stabilisasi muara sungai.
2.7.7 Beach Nourishment (Menambah suplai sedimen ke pantai)
Sistem pengamanan pantai dengan penambahan suplai sedimen dapat dilakukan dengan “beach
nourishment” yaitu menambahkan suplai sedimen (memindahkan sedimen) dari darat atau dari
tempat- tempat yang potensial akan tererosi, atau mengembalikan keadaan pantai yang tererosi.
2.7.8 Reboisasi (Melakukan penghijauan daerah pantai)
Reboisasi merupakan cara alami untuk pengaman daerah pantai. Penanaman tumbuhan
pelindung pantai seperti pohon bakau atau pohon api-api
3. Kesimpulan
a. Untuk membangun bangunan perlindungan daerah pantai terlebih dahulu harus mengadakan
survey dan mengkaji penyebab kerusakan tersebut.
b. Merencanakan konstruksi bangunan pelindung daerah pantai harus sesuai dengan kondisi
pantai (kerusakan daerah pantai). Kegagalan dalam mengidentifikasi bisa mengakibatkan salah
penempatan dan disain ukuran perlindungan daerah pantai.
2.4. Jurnal IV
ANALISIS KERUSAKAN STRUKTUR
BANGUNAN GEDUNG BAPPEDA WONOGIRI
Henry Hartono
ABSTRACT
The BAPPEDA office building of Wonogiri regency is an office owned by The Government of
Wonogiri Regency that has a function as a Development Planning Board and Research Office of
the Regional Development in Wonogiri regency. The building was built in 1997 with the main
structure of reinforced concrete.

PENDAHULUAN
Dengan melihat kondisi struktur gedung BAPPEDA yang ada saat ini, peneliti mengangkat
permasalahan tersebut dengan rumusan masalah sebagai berikut : Seberapa besar kerusakan
struktur gedung , faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya rembesan air pada struktur
gedung dan bagaimana cara perbaikan yang tepat dan ekonomis terhadap kerusakan struktur
gedung BAPPEDA Wonogiri.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut :
Mengetahui seberapa besar tingkat kerusakan struktur bangunan gedung, mengetahui faktor-
faktor penyebab terjadinya rembesan air pada struktur gedung dan menetapkan metode perbaikan
yang tepat dan ekonomis. Untuk mendukung penelitian ini perlu dipahami pengertian korosi
pada beton, yaitu: Korosi (Kennet dan Chamberlain, 1991) adalah penurunan mutu logam akibat
reaksi elektro kimia dengan lingkungannya. Besi dalam beton sebenarnya tahan terhadap korosi
karena sifat alkali dari beton (pH = 12 – 13), sehingga terbentuk lapisan pasif di permukaan besi
dalam beton. Besi baru terkorosi bila lapisan ini rusak. Proses karbonisasi (Carbonation) dan
intrusi ion – ion klorida dan gas CO2 ke dalam beton merupakan faktor penyebab rusaknya
lapisan tersebut yang berlanjut dengan terkorosinya besi di dalam beton. Guna mencapai umur
bangunan sesuai dengan rencana diperlukan pemeliharaan bangunan dan perawatan bangunan
secara terus menerus (Persyaratan Teknis bangunan Gedung, Departemen Kimpraswil, 1996),
yaitu :
1. Pemeliharaan bangunan. Pemeliharaan bangunan dapat diartikan sebagai berikut :
a. Pemeliharaan bangunan adalah usaha mempertahankan kondisi bangunan agar tetap berfungsi
sebagaimana mestinya atau dalam usaha meningkatkan wujud bangunan, serta menjaga terhadap
pengaruh yang merusak.
b. Pemeliharaan bangunan juga merupakan upaya untuk menghindari kerusakan komponen /
elemen bangunan akibat keusangan/kelusuhan.
2. Perawatan bangunan. Perawatan bangunan dapat diartikan sebagai usaha memperbaiki
kerusakan yang terjadi agar bangunan dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.

Kuat tekan beton


Mutu beton dibedakan dalam 3 (tiga) hal, yaitu :
a. Beton dengan f’c kurang dari 10 MPa, digunakan untuk beton non struktur.
b. Beton dengan f’c = 10 MPa - 20 MPa biasanya digunakan untuk beton struktur.
c. Khusus struktur bangunan tahan gempa dipakai mutu beton f’c minimal 20 MPa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton yaitu = faktor air semen, faktor-
faktor sifat agregat, jenis semen, umur beton dan perbandingan campuran beton. Kuat tekan
beton akan menurun apabila terjadi kerusakan pada beton. Macam kerusakan beton :
a. Retak (crack)
Crack adalah retak pada permukaan beton karena mengalami penyusutan, lendutan akibat beban
hidup (live load)/ beban mati (dead load), akibat gempa bumi maupun perbedaan temperatur
yang tinggi pada waktu proses pengeringan, crack dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam yaitu
1). Retak kecil dengan lebar retakan kurang dari 0,5 mm.
2). Retak sedang dengan lebar retakan antara 0,5 mm sampai 1,2 mm.
3). Retak besar dengan lebar retakan lebih dari 1,2 mm.
b. Pengelupasan (spalling)
Pengelupasan (spalling) pada struktur yaitu terkelupasnya selimut beton besar atau kecil
sehingga tulangan pada beton tersebut Untuk perbaikan beton perlu dipilih bahan perbaikan yang
memenuhi sifat bahan (Suhendro, 2001) yaitu :
1). Stabilitas bentuk
2). Koefisien muai panas
3). Modulus Elastisitas
4). Permeabilitas
Sistem atau metode perbaikan beton harus dipilih/disesuaikan berdasarkan tingkat
kerusakannya. Macam metode perbaikan beton yaitu:
a). Coating
b). Injection (Grouting)
c). Shotcrete
d). Prepacked concrete
e). Jacketing
f). Penambahan tulangan

METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian yang digunakan berupa data dokumen teknis dan elemen struktur yang ada
pada gedung BAPPEDA Wonogiri. Peralatan Penelitian yang digunakan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1). Sikat baja, untuk membersihkan permukaan objek penelitian.
2). Alat pengukur, untuk mengukur panjang dan lebar objek yang diteliti.
3). Kamera Foto, untuk memotret objek penelitian.
4). Kompresor udara, untuk memberikan tekanan.
5). Tabung injection, tempat bahan grouting (bahan epoxy)

Proses Penelitian
Dalam proses penelitian ini dibagi dalam empat kegiatan, yaitu :
1. Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam 4 tahapan yang meliputi :
a). Tahap I : Pada tahap ini yang dipersiapkan bahan dan peralatan,
b). Tahap II : Pada tahap ini yang dilakukan adalah pengamatan visuil, penelitian kondisi beton
dan penelitian dokumen teknis,
c). Tahap III : Pada tahap ini dilakukan analisis data lapangan dan analisis dokumen teknis,
membandingkan dengan landasan teori,
d). Tahap IV : Pada tahap ini ditentukan metode perbaikan dan kesimpulan.
2. Pelaksanaan Penelitian
2a). Pengamatan Visuil.
2b). Pengujian Porositas.
3. Analisis dokumen tekni
Ditemukan kerusakan struktur atau merembesnya air pada plat lantai, balok lantai dan kolom,
maka sesuai dengan tujuan dan manfaat penelitian ini.
4. Analisis pengawasan proyek
Dalam pelaksanaan pembangunan gedung BAPPEDA Wonogiri, pengawasan tidak sesuai
dengan peraturan yang berlaku, yaitu tidak sesuai Peraturan Beton SK.SNI 91.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Pengamatan Visuil
B. Hasil Pengujian Porositas Beton
C. Hasil Kajian Dokumen Teknis

1. Gambar Perencanaan
Dalam penelitian,bidang atau struktur yang paling besar mengalami rembesan air adalah
plat lantai teras. Hal ini dimungkinkan karena lantai teras merupakan bidang terbuka yang
sebagian besar tanpa atap.
2. Rencana kerja dan syarat – syarat (RKS,
1997)
RKS yang belum sesuai dengan peraturan – peraturan pekerjaan beton adalah :
a). Campuran beton
Campuran beton untuk komponen struktur dibuat dengan campuran 1 PC : 2 Psr : 3 Kr, tetapi
bangunan lain yang kedap air, persyaratan campuran tidak tercantum.
b). Pengolahan beton
Pengadukan beton tidak tercantum harus menggunakan beton molen. Oleh karena itu,
pemborong sering melakukan dengan manual.
c). Pemeriksaan beton
Pemeriksaan kualitas beton tidak tercantum harus dilaksanakan dalam setiap volume tertentu.
D. Hasil Kajian pengawasan proyek
Dari kajian terhadap data-data tersebut dan dokumen pengawasan, maka dapat disimpulkan,
bahwa rembesan air pada struktur Gedung kantor BAPPEDA Wonogiri karena porositas beton.
Adanya porositas beton salah satu penyebabnya karena kurangnya pengawasan dalam tahapan-
tahapan pekerjaan beton.
E. Analisis Kerusakan Struktur
Penyebab terjadinya keretakan pada beton adalah :
1. Proses pemadatan beton yang tidak sempurna mengakibatkan beton berongga yang akhirnya
menimbulkan keretakan.
2. Perawatan beton yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pada saat beton berumur
sampai dengan 28 hari, mengakibatkan pengerasan beton permukaan dan bagian dalam beton
tidak bersamaan, karena bagian luar sudah mengeras, sedang bagian dalam belum terjadi
pengerasan, akhirnya mengakibatkan keretakan
F. Metode Perbaikan Struktur
1. Klasifikasi perbaikan struktur
1a). Perbaikan ringan. yaitu perbaikan hanya pada permukaan struktur yang berupa plesteran
dan cat – catan.
1b). Perbaikan sedang. Dilakukan pada struktur yang mendapat rembesan air hujan tidak
langsung dan jarak dari sumber rembesan lebih dari 2 m. Perbaikan ini terjadi pada plat lantai
dan balok lantai 1.
1c). Perbaikan berat Perbaikan berat dilakukan pada struktur bangunan yang pada waktu hujan
mendapat rembesan air secara langsung, berulang-ulang dan berlangsung lama.

2. Metode Perbaikan
2a). Perbaikan ringan. Perbaikan ini meliputi pengelupasan plesteran lama karena plesteran
yang lama sudah rusak (berlumut) dan diganti dengan
plesteran baru dengan campuran 1 Pc : 3 pasir.
2b). Perbaikan sedang.
Tingkat keretakan beton dan diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Retak kecil yaitu retak dengan lebar 0,25 sampai dengan 10 mm.
b. Retak sedang yaitu retak dengan lebar 10 mm sampai dengan 35 mm.
c. Retak besar yaitu retak dengan lebar 35 mm sampai dengan 75 mm.
Tujuan pengelompokan ini dilakukan karena jenis atau spesifikasi bahan yang digunakan
berbedabeda, adapun perbaikan retak pada beton dilakukan dengan jalan injeksi atau grouting
dengan bahan produk FOSROC jenis Epoxy Grouts, yaitu
a. Retak kecil atau berpori-pori kecil menggunakan Conbextea EP 10 TG.
b. Retak sedang menggunakan Conbextea EP 40 TG.
c. Retak besar menggunakan Conbextea EP 65 TB.
Adapun pelaksanaan perbaikan retak kecil meliputi :
a. Plat lantai 1, yaitu plat antara As 6D – J sampai dengan As 5D – J Luas = 36,00 m2
b. Balok lantai 1
c. Kolom lantai dasar dan lantai 1
Perbaikan retak sedang meliputi :
a. Plat lantai 1
b. Balok lantai 1
c. Kolom lantai
Perbaikan retak besar pada Gedung BAPPEDA ini tidak ada.
2c). Perbaikan berat. Untuk perbaikan berat pada Gedung Kantor BAPPEDA ini dilakukan pada
: Plat lantai teras, balok lantai dan kolom.
3. Alternatif perbaikan dan memilih metode Perbaikan
Adapun alternative perbaikan berat ditentukan oleh jenis kerusakan strukturnya yang meliputi :
coating, injection, shotcrete, prepacked concrete, jacketing dan penambahan tulangan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Dari hasil penelitian dan analisis data bangunan Gedung kantor BAPPEDA Wonogiri dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1). Berdasarkan hasil penelitian dan kajian, bahwa rembesan air pada gedung Kantor BAPPEDA
digolongkan pada kerusakan yang bervariasi, yaitu kerusakan ringan, sedang dan berat. Dengan
total kerusakan : 56 m3 beton dari volume keseluruhan : 304 m3.
2). Berdasarkan pengamatan dan kajian teknis rembesan air pada struktur Gedung kantor
BAPPEDA Wonogiri akibat porositas beton yang tinggi dan terjadinya cracks.
3). Berdasarkan analisis perbaikan elemen struktur, perbaikan rembesan air pada Gedung Kantor
BAPPEDA Wonogiri, menggunakan metode epoxy injection pada kerusakan ringan dan sedang,
prepacked concrete dan penambahan tulangan pada kerusakan berat.
Dari hasil penelitian ini disarankan :
1). Untuk kerusakan struktur Gedung Kantor BAPPEDA Kabupaten Wonogiri segera mendapat
perhatian penanganan agar kerusakan lebih lanjut dapat dihindarkan.
2). Dalam suatu perencanaan Gedung Pemerintah perlu diperhatikan pemeliharaan
infrastrukturnya.
3). Untuk mendapatkan hasil yang baik dari suatu pembangunan gedung agar dalam
perencanaan, pelaksanaan konstruksi dan pengendalian berpedoman pada peraturan – peraturan
yang berlaku.

2.5 Jurnal V
EVALUASI KINERJA GEDUNG BETON BERTULANG TAHAN GEMPA dengan
PUSHOVER ANALYSIS (Sesuai ATC-40, FEMA 356 dan FEMA 440)

Yosafat Aji Pranata


ABSTRAK:
Perencanaan gedung tahan gempa di Indonesia sangat penting karena sebagian besar
wilayahnya merupakan wilayah gempa yang mempunyai intensitas moderat hingga tinggi.
Untuk itu dilakukan studi pada tiga buah gedung beton bertulang dengan sistem struktur rangka
khusus dan menengah pemikul momen, bertingkat sepuluh dan beraturan. Gedung didesain
sesuai SNI 1726 (2002) dan SNI 03-2874 (2002). Perilaku seismiknya dievaluasi memakai
evaluasi kinerja memanfaatkan pushover analysis ETABS.

Pendahuluan
Perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa sangat penting di Indonesia, mengingat
sebagian besar wilayahnya terletak dalam wilayah gempa dengan intensitas moderat hingga
tinggi.
Ruang lingkup penulisan ini adalah:
1. Pemodelan struktur gedung beton bertulang.
2. Klasifikasi gedung beraturan dan tidak, 10 lantai.
3. di wilayah gempa 4 dan 6, jenis tanah keras.
4. Pembebanan gempa sesuai SNI 1726-2002.
5. Analisis beban dorong memakai program ETABS.
6. Model sendi memakai default sesuai ATC-40.
7. Analisis riwayat waktu memakai DRAIN-2D.
Sedangkan tujuan penulisannya adalah:
1. Evaluasi perilaku seismik dengan analisis beban dorong dan analisis riwayat waktu
2. Evaluasi kinerja struktur.
Pemodelan, Analisis dan Desain
Pemodelan, analisis dan desain memakai program ETABS v8.5.4, dengan analisis
dinamik respons spektrum [SNI 1726-2002]. Faktor partisipasi massa : translasi sumbu-x,
sumbu-y dan rotasi sumbu-z harus memenuhi syarat partisipasi massa ragam efektif minimum
90%. Kombinasi pembebanan untuk desain sesuai peraturan beton Indonesia [SNI 03-2847-
2002] ada 4 macam yaitu sebagai berikut :
a. 1,4DL
b. 1,2DL + 1,6LL
c. 1,2DL + f.LL ± E; (f = 0,5 karena L < 500 kg/m²)
d. 0,9DL ± E
Pushover Analysis
Adalah suatu analisis statik nonlinier di mana pengaruh Gempa Rencana terhadap
struktur bangunan gedung dianggap sebagai beban-beban statik yang menangkap pada pusat
massa masing-masing lantai. Tahapan analisis sebagai berikut :
1. Menentukan tipe dan besar beban.
a. Beban Gravitasi: beban mati (DL dan SDL) tidak diskalakan sehingga skala = 1 dan beban
hidup (LL) dengan skala 0,3.
b. Kontrol peralihan: memakai batasan drift sesuai kinerja batas ultimit dikalikan tinggi total
gedung. Pola beban yang digunakan adalah pola beban arah utama gedung yang tidak diskalakan
lagi sehingga skala = 1.
2. Melakukan Analisis beban dorong. Dari analisis ini didapat kurva kapasitas yang
menunjukkan hubungan gaya geser dasar terhadap peralihan,
Properti Sendi
Pemodelan sendi digunakan untuk mendefinisikan perilaku nonlinier force-displacement
dan/atau momen-rotasi yang dapat ditempatkan pada beberapa tempat berbeda di sepanjang
bentang balok atau kolom. Pemodelan sendi adalah rigid dan tidak memiliki efek pada perilaku
linier pada member.
Metode Capacity Spectrum (ATC-40)
Metode capacity spectrum adalah metode yang digunakan program ETABS dan dari
output-nya dapat diperoleh parameter titik kinerja struktur. Tahapan desain kinerja struktur
dengan metode capacity spectrum sesuai ATC-40 adalah sebagai berikut :
1. Konversi kurva kapasitas hasil analisis beban dorong menjadi capacity spectrum.
2. Menentukan Performance Point
3. Ubah performance point jadi simpangan atap global.
Metode Displacement Coefficient FEMA 356
Pada metode displacement coefficient (FEMA 356), perhitungan dilakukan dengan memodifikasi
respons elastik linier sistem struktur SDOF ekivalen dengan faktor modifikasi C0, C1, C2 dan
C3 sehingga dapat dihitung target peralihannya, dengan menetapkan dahulu waktu getar efektif
(Te) untuk memperhitungkan kondisi inelastic struktur gedung.
Metode Displacement Coefficient FEMA 440
Merupakan metode displacement coefficient pada FEMA 356 yang telah dimodifikasi dan
diperbaiki.
Kinerja Batas Ultimit Menurut SNI 1726-2002
Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar-tingkat
maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana dalam kondisi struktur gedung di
ambang keruntuhan,
ANALISIS RIWAYAT WAKTU
Beban gempa adalah fungsi waktu, sehingga respon pada struktur juga tergantung dari waktu
pembebanan. Akibat Gempa Rencana struktur akan berperilaku inelastik. Untuk mendapatkan
respon struktur tiap waktu dengan memperhitungkan perilaku nonlinier, maka dilakukan analisis
riwayat waktu inelastic nonlinier dengan analisis langkah demi langkah
(metode integrasi bertahap) memakai DRAIN-2D. Beban gempa yang digunakan adalah El
Centro 1940, Bucharest 1977, Flores 1992 dan Pacoima Dam 1971.
Massa
Massa terpusat pada titik hubung elemen struktural. Massa secara proporsional dengan beban
gravitasi adalah W/g, dengan nilai g = 9,81 m/det².
Kurva Histeresis
Kurva histeresis menyatakan respons riwayat waktu elemen struktur akibat beban dinamik, yang
merupakan beban yang bersifat loading dan unloading.\
Redaman
Model redaman program DRAIN-2D menggunakan redaman Rayleigh di mana matrik redaman
struktur
STUDI KASUS dan PEMBAHASAN
Dibahas model gedung dengan sistem struktur balokkolom, 10 lantai, fungsi perkantoran
(I = 1). Tinggi lantai dasar 4 meter, tinggi lantai 2-10 3,6 meter, jumlah bentang 3x3 bentang @
8 meter. Mutu beton yang digunakan adalah fc’ = 30 MPa, mutu baja fy = 400 MPa, fys = 240
MPa (Balok) dan fys = 400 MPa (Kolom). Pelat menggunakan tebal 120 mm, dengan beban mati
(SDL) untuk pelat lantai 140 kg/m², beban hidup pelat 250 kg/m² (lantai) dan 100 kg/m² (atap).
Dimensi dan ukuran penampang sebagai berikut :
a. Kolom, lt. 1-5 : 80x80 cm, lt. 6-10 : 70x70 cm
b. Balok induk : 40x60 cm, dan anak : 30x60 mm².
Pushover Analysis
Selanjutnya dilakukan analisis pushover pada model gedung berdasarkan jumlah luas
tulangan nominal yang diperoleh dari analisis dinamik. Dari analisis pushover diperoleh hasil
berupa kurva kapasitas (capacity curve) dan skema kelelehan berupa distribusi sendi plastis yang
terjadi.
Metode Capacity Spectrum (ATC-40)
Hasil evaluasi kinerja sesuai ATC-40 memberikan target peralihan untuk gedung tipe I:
0,218 m, gedung tipe II: 0,227 m dan gedung tipe III: 0,332 m.
Metode Displacement Coefficient FEMA 356
Hasil evaluasi kinerja sesuai FEMA 356 memberikan target peralihan gedung tipe I:
0,4045 m, gedung tipe II: 0,4274 m dan gedung tipe III 0,6479 m.
Metode Displacement Coefficient FEMA 440
Hasil evaluasi kinerja sesuai FEMA 440 memberikan target peralihan gedung tipe I:
0,3678 m, gedung tipe II: 0,3885 m dan gedung tipe III: 0,589 m.
Kinerja Batas Ultimit Menurut SNI 1726-2002
Sesuai SNI 1726-2002, dapat dihitung batasan kinerja batas layan dan kinerja batas
ultimit gedung
Evaluasi Kinerja
Dari hasil evaluasi kinerja, dapat dilihat bahwa :
1. Kinerja batas ultimit menurut SNI 1726-2002 adalah sebesar 0,728 meter untuk semua tipe
gedung dan masih lebih besar daripada target peralihan yang dihitung menurut FEMA 356,
FEMA 440 dan ATC-40.
2. Evaluasi kinerja menurut ATC-40 menghasilkan titik kinerja yang paling kecil.
ANALISIS RIWAYAT WAKTU
Analisis riwayat waktu digunakan mengevaluasi perilaku seismik bangunan.
Envelope Peralihan
Drift
Rotasi Sendi Plastis
Batasan nilai maksimum rotasi sendi plastis kategori Life Safety (SP-3) adalah 0,025 [SEAOC
1999]
GAYA GESER DASAR vs PERALIHAN
Dilihat bahwa untuk gempa El Centro, Flores dan Pacoima nilai maksimum envelope peralihan
belum melampaui target peralihan sesuai hasil dari analisis beban dorong, sedangkan untuk
gempa Bucharest sudah melampaui.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Program ETABS telah menyediakan fasilitas untuk melakukan evaluasi kinerja struktur dengan
analisis pushover sesuai ATC-40.
2. Titik kinerja dapat diperoleh dengan pushover analysis.
3. Menentukan titik kinerja (target peralihan) sangat penting sebagai parameter untuk evaluasi
kinerja struktur.
4. Evaluasi kinerja dapat memberikan informasi sejauh mana gempa akan mempengaruhi
struktur bangunan gedung.
5. Walaupun percepatan puncak muka tanah asli gempa Bucharest lebih kecil daripada
percepatan puncak muka tanah wilayah 4 dan 6, tetapi peralihan yang terjadi lebih besar daripada
target peralihan (pushover analysis).
6. Gempa El Centro, Flores, dan Pacoima apabila dibandingkan dengan analisis beban dorong,
hasil peralihan, drift dan rotasi sendi plastis yang terjadi jauh lebih kecil, maka analisis beban
dorong cukup rasional dan dapat diandalkan untuk evaluasi perilaku seismik.
BAB III
KEUNGGULAN JURNAL
A. Hubungan Antar Elemen
Hubungan antar elemen pada kelima jurnal yang saya review cukup berhubungan,
dimana pada setiap jurnal memilki teori yang saling berhubungan sehingga tercetus sebuah ide
baru yang kemudian dituangkan kedalam sebuah penelitian. Setiap jurnal memiliki hasil
penelitian yang baik sehingga dapat menambah minat para pembaca dalam melakukan penelitian
mengenai konstruksi bangunan agar kedepannya mampu memberikan inovasi baru dalam dunia
konstruksi.

B. Originalitas Temuan
Jurnal yang saya review memiliki originalitas temuan yang baik dimana judul penelitian
dan hasil penelitian yang dipaparkan pada jurnal belum pernah di teliti sebelumnya oleh para
peneliti lainnya. Hal ini sangat bermanfaat bagi para mahasiswa karena akan menjadi salah satu
pemicu semangat mahasiswa dalam meneliti atau memberi inovasi baru dalam dunia konstruksi.

C. Kohesi Dan Koherensi Penelitian


Kelima jurnal memiliki kohesi dan koherensi penelitian yang baik dimana hasil penelitian
terpapar dan saling berkaitan.
BAB IV
KELEMAHAN JURNAL
A. Hubungan Antar Elemen
Hubungan antara elemen kurang karena kurangnya kelengkapan pendukung penelitian
pada jurnal, misalnya gambar, dan penjelasan mengenai tata cara pengujian/penelitian kurang
dipaparkan secara rinci. Karena hal ini akan sangat berguna bagi para mahasiswa yang mencoba
membuat penelitian atau inovasi baru.

B. Originalitas Temuan
Originalitas temuan kurang karena sudah ada yang meneliti mengenai hal tersebut
sehingga temuan tersebut dianggap hanya sebagai pembaharuan atau pengembangan saja. Meski
pada dasarnya jurnal ini adalah hasil karya dari para peneliti tersebut namun karena sudah
banyaknya jurnal yang membahas tentang topik diatas atau bahkan ada yang sudah umum dan
bukan sebuah temuan baru hanya sekedar penjelasan mengenai contoh sebuah konstruksi.

C. Kohesi Dan Koherensi Penelitian


Pada kelima jurnal ada beberapa kesalahan dalam pemaparan maksud dari jurnal
sehingga mengurangi tingkat kohesi dan koherensi dari jurnal tesebut karena kata tersebut bisa
bermakna lain yang membuat pembaca kebingungan.
BAB V
IMPLIKASI
A. Teori
Implikasi terhadap teori yaitu muncul teori baru dari hasil kelima penelitian pada jurnal
sehingga memotivasi para mahasiswa atau masyarakat umum untuk melakukan penelitian untuk
memperkuat pemahaman akan hasil penelitian dan dapat mengembangkannya. Semua teori yang
tercantum dalam jurnal ini merupakan suatu ajaran, arahan dan bimbingan yang sangat erat
kaitannya untuk melakukan alternatif praktek dilapangan. Sehingga mahasiswa lebih mudah
memahami ilmu konstruksi.

B. Pemahaman Mahasiswa
Mahasiswa cuku memahami makna dari kelima jurnal, penelitian yang dihasilkan
membuat pemahaman mahasiswa lebih baik dalam bidang konstruksi sehingga mahasiswa dapat
mempraktekkan atau menggunakan hasil penelitian sebagai salah satu alternatif konstruksi.

C. Analisa Mahasiswa
Mahasiswa mampu memahami dan menambah pengetahuan mengenai konstruksi namun
sedikit kurang paham akan hasil penelitian pada bagian pemaparan hasil dan penjelasan cara
penelitian karena kurangnya gambar pendukung dan kurangnya penjelasan secara rinci. Namun
jurnal ini sangat bermanfaat sebagai bahan acuan agar lebih kritis dalam berfikir dan
mengembangkan bakatnya dalam ilmu konstruksi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam
sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal sebagai bangunan atau
satuan infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area. Secara ringkas konstruksi
didefinisikan sebagai objek keseluruhan bangun(an) yang terdiri dari bagian-bagian struktur.
Misal, Konstruksi Struktur Bangunan adalah bentuk/bangun secara keseluruhan dari struktur
bangunan. contoh lain: Konstruksi Jalan Raya, Konstruksi Jembatan, Konstruksi Kapal, dan lain
lain.
Konstruksi sangat penting bagi mahasiswa teknik sipil karena sangat bermanfaat dalam
pemahaman mengenai sistem bangunan , sehingga mahasiswa kedepannya mampu
menbangangun bangunan atau gedung yang sesuai dengan lingkungan, kebutuhan, dan
kelayakan yang sesuai, dan mampu meminimalisir biaya pembangunan tanpa mengurangi
kualitas bangunan.

6.2. Saran
Agar lebih paham lagi mengenai ilmu konstruksi ada baiknya mahasiswa terkait lebih
giat dalam membaca mengenai konstruksi, mengamati konstruksi sekitar agar kedepannya bisa
menciptakan ide baru yang kemudian dihailkan sebuah produk atau inovasi baru dalam dunia
konstruksi.
DAFTAR PUSTAKA

Wiyana, Yustinus Eka. 2012 “Analisis Kegagalan Konstruksi Dan Bangunan Dari Perspektif
Faktor Teknis” Jurusan Sipil, Politeknik Negeri Semarang.

Sudarwanto, Budi 2013 “Studi Struktur dan Konstruksi Bangunan Tradisional Rumah ‘Pencu’ di
Kudus “Jurusan Arsitektur, Universitas Diponegoro.

Hidayat, Nur 2006 “Konstruksi Bangunan Laut Dan Pantai Sebagai Alternatif Perlindungan
Daerah Pantai “ Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tadulako, Palu.

Hartono, Henry 2007 “Analisis Kerusakan Struktur Bangunan Gedung Bappeda Wonogiri” Staf
Pengajar Jurusan Teknik Sipil – Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pranata, Yosafat Aji. 2006 “ Evaluasi Kinerja Gedung Beton Bertulang Tahan Gempa Dengan
Pushover Analysis (Sesuai Atc-40, Fema 356 Dan Fema 440) “Jurusan Teknik Sipil, Universitas
Kristen Maranatha, Bandung

Anda mungkin juga menyukai