Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dimana pembangunan di
segala sektor masih menjadi prioritas utama. Pembangunan segala sektor
tersebut
juga mencakup pendirian bangunan-bangunan sebagai tempat manusia
beraktivitas. Dengan adanya pendirian bangunan, maka tenaga-tenaga ahli
di
bidang bangunan sangat diperlukan. Sejalan dengan hal tersebut, beberapa
tahun
terakhir ini ilmu pengetahuan mengenai bangunan terus berkembang dan
banyak
ditekuni oleh kaum intelektual. Salah satu bidang ilmu bangunan adalah
teknik
sipil. Teknik sipil merupakan salah satu cabang ilmu teknik yang
mempelajari
tentang bagaimana merancang, membangun, merenovasi, tidak hanya gedung
dan
infrastruktur, tetapi juga mencakup lingkungan untuk keselamatan hidup
manusia.
Teknik sipil mempunyai ruang lingkup yang luas, di dalamnya
terkandung
pengetahuan matematika, fisika, kimia, biologi, geologi, komputer, dan
lingkungan.
Dalam membangun suatu bangunan, peranan pondasi turut menentukan usia
dan kestabilan suatu konstruksi bangunannya. Belakangan ini sistem
pondasi
telah berkembang dengan bermacam variasi. Namun dari bermacam-
macam
variasi tersebut hanya sedikit yang menampilkan sistem pondasi untuk
mengatasi
masalah membangun konstruksi di atas tanah lembek.
Sistem pondasi yang konvensional, cenderung hanya di sesuaikan
dengan
besarnya beban yang harus didukung, tapi kurang mempertimbangkan
kondisi
tanah lembek. Akibatnya, bangunan itu mengalami penyusutan usia atau
ketidakstabilan, seperti penurunan, condong, bahkan roboh. Hal itu tentu
merugikan pemilik dan kontraktor yang bersangkutan.
Kondisi tanah yang lembek dapat ditemukan di daerah-daerah yang lembap
atau memiliki curah hujan relatif tinggi. Apabila pada tanah lembek
didirikan
bangunan dengan pondasi konvensional. maka bangunan tersebut tidak
akan
cukup kuat. Untuk menghadapi masalah ini pada tahun 1961, Prof. Dr.
Ir.
Soedijatmo menemukan cara konstruksi baru yang disebut pondasi cakar
ayam.
Cara ini dilakukan dengan mendirikan menara di atas pondasi yang terdiri
dari
plat beton yang didukung oleh pipa-pipa beton di bawahnya. Pipa dan
plat itu
melekat secara monolit (bersatu), dan mencengkeram tanah lembek
secara
meyakinkan. Oleh sebab itu pondasi ini disebut pondasi cakar ayam.Konon
kabarnya ide tersebut (pondasi cakar ayam) ini timbul dari pemikiran ketika
Prof. Dr.Ir.Soedijatmo melihat pohon kelapa yang begitu tinggi dengan beban
yang berat tetapi mampu ditahan oleh akar-akar yang kecil.Rahasia alam
ini,dianalisis oleh Prof.Dr.Ir.Soedijatmo,kemudian terciptalah ide sistem
fondasi yang akhirnya diberi nama”cakar ayam”.Dalam bahasa
Inggris,diterjemahkan menjadi Chiken Feet Foundation.
Pada awalnya sesuai dengan tujuan saat sistem ini ditemukan,pelaksanaannya
cukup dilakukan dengan tenaga manusia secara manual.Tetapi sejak sistem ini
digunakan untuk fondasi landasan pacu bandara Soekarno-Hatta di
Cengkareng,ide penggunaan dengan tenaga manusia secara manual ini
menjadi hambatan karena banyaknya pipa beton yang harus ditanam,yaitu
berjumlah kurang-lebih 200.000 buah.Bila mempertahankan metode secara
manual dalam pelaksanaan pondasi cakar ayam,maka akan memerlukan
tenaga kerja yang banyak dan memerlukan waktu yang cukup panjang.Oleh
karena itu timbullah ide baru untuk cara pelaksanaan pondasi ini dengan
peralatan konstruksi yang merupakan modifikasi dari excavator.ada dua jenis
alat,yaitu alat yang digunakan untuk menggali disebut dengan
CHADU(singkatan dari Cengkareng Hydraulic Drilling Unit) dan alat yang
digunakan untuk memasukkan pipa beton kedalam tanah yang disebut
CHUPP(singkatan dari Cengkareng Hydraulic Pipe Pressed).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah :
a. Mendapatkan sejarah dan perkembangan konstruksi pondasi cakar
ayam.
b. Memahami tentang struktur pondasi cakar ayam
c. Bagaimana proses ditemukannya pondasi cakar ayam

1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah :
a. Dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai
konstruksi
pondasi.
b. Dapat memahami dan mempelajari suatu konstruksi pondasi
yang bisa
digunakan untuk suatu bangunan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pondasi Cakar Ayam

Prof Dr Ir Sedijatmo tahun 1961 ketika sebagai pejabat PLN harus


mendirikan
7 menara listrik tegangan tinggi di daerah rawa-rawa Ancol Jakarta.
Dengan
susah payah, 2 menara berhasil didirikan dengan sistem pondasi
konvensional,
sedangkan sisa yang 5 lagi masih terbengkelai. Menara ini untuk
menyalurkan
listrik dan pusat tenaga listrik di Tanjung Priok ke Gelanggang Olah
Raga
Senayan dimana akan diselenggarakan pesta olah raga Asian Games 1962.
Karena waktunya sangat mendesak, sedangkan sistem pondasi konvensional
sangat sukar diterapkan di rawa-rawa tersebut, maka dicarilah sistem
baru ,
lahirlah ide Ir Sedijatmo untuk mendirikan menara di atas pondasi yang
terdiri
dari plat beton yang didukung oleh pipa-pipa beton di bawahnya. Pipa dan
plat itu
melekat secara monolit (bersatu), dan mencengkeram tanah lembek
secara
meyakinkan.
Oleh Sedijatmo, hasil temuannya itu diberi nama sistem pondasi cakar ayam.
Menara tersebut dapat diselesaikan tepat pada waktunya, dan tetap kokoh
berdiri
di daerah Ancol yang sekarang sudah menjadi kawasan industri. Bagi
daerah
yang bertanah lembek, pondasi cakar ayam tidak hanya cocok untuk
mendirikan
gedung, tapi juga untuk membuat jalan dan landasan. Satu keuntungan
lagi,
sistem ini tidak memerlukan sistem drainase dan sambungan kembang susut.
2.2 Struktur Pondasi Cakar Ayam

Gambar 2.1 Pondasi Cakar Ayam

Pondasi cakar ayam terdiri dari plat beton bertulang yang relatif tipis
yang
didukung oleh buis-buis beton bertulang yang dipasang vertikal dan
disatukan
secara monolit dengan plat beton pada jarak 200-250 cm. Tebal pelat
beton
berkisar antara 10-20 cm, sedang pipa-buis beton bertulang berdiameter 120
cm,
tebal 8 cm dan panjang berkisar 150-250 cm. Buis-buis beton ini gunanya
untuk
pengaku pelat. Dalam mendukung beban bangunan, pelat buis beton dan
tanah
yang terkurung di dalam pondasi bekerjasama, sehingga menciptakan
suatu
sistem komposit yang di dalam cara bekerjanya secara keseluruhan akan
identik
dengan pondasi rakit ralft foundation.
Mekanisme sistem podasi cakar alam dalam memikul beban dari hasil
pengamatan adalah sebagai berikut: Bila diatas pelat bekerja beban titik,
maka
beban tersebut membuat pelat melendut. Lendutan ini menyebabkan
buis-buis
cakar ayam berotasi. Hasil pengamatan pada model menunjukkan rotasi
cakar
terbesar adalah pada cakar yang terletak di dekat beban. Rotasi cakar
memobilisasi tekanan tanah lateral di belakang cakar-ayam dan
merupakan
momen yang melawan lendutan pelat. Dengan demikian, cara
mengurangi
lendutan pelat, semakin besar momen lawan cakar untuk melawan lendutan
maka
semakin besar reduksi lendutan. Momen lawan cakar dipengaruhi oleh
dimensi
cakar dan kondisi kepadatan (kuat geser) tanah disekitar cakar,yaitu
semakin
panjang (dan juga lebar) cakar, maka semakin besar momen lawan
terhadap
lendutan pelat yang dapat diperoleh.
Banyak bangunan yang telah menggunakan sistem yang di ciptakan oleh Prof
Sedijatmo ini, antara lain: ratusan menara PLN tegangan tinggi, hangar
pesawat
terbang dengan bentangan 64 m di Jakarta dan Surabaya, antara runway dan
taxi
way serta apron di Bandara Sukarno-Hatta Jakarta, jalan akses Pluit-
Cengkareng,
pabrik pupuk di Surabaya, kolam renang dan tribune di Samarinda,
jalan tol
palembang-indralaya, dan ratusan bangunan gedung bertingkat di berbagai
kota.
Sistem pondasi cakar ayam ini telah pula dikenal di banyak negara, bahkan
telah mendapat pengakuan paten internasional di 11 negara, yaitu:
Indonesia,
Jerman Timur, Inggris, Prancis, Italia, Belgia, Kanada, Amerika Serikat,
Jerman
Barat, Belanda; dan Denmark.
Gambar 2.2 Pondasi Cakar Ayam yang Telah diberi Tulangan dan Siap Cor

2.3 Pengembangan Cakar Ayam Modifikasi


Pada perkembangannya, konstruksi ini disempurnakan atau dimodifikasi oleh
para ahli dari Universitas Gadjah Mada, antara lain Bambang Suhendro,
Hary
Christady, dan Maryadi Darmokumoro yang tergabung dalam Tim
Pengembangan Cakar Ayam Modifikasi (CAM), dan dinyatakan sebagai
konstruksi yang cocok untuk daerah dengan tanah yang lembek, ekspansif
atau
tanah gambut. Konstruksi Cakar Ayam Modifikasi disebut paling cocok
untuk
konstruksi jalan dengan CBR di atas 2.
Konstruksi Cakar Ayam berbeda dengan fondasi sumuran yang
menumpu
pada tanah keras di dasar pipa, karena konstruksi cakar ayam hanya
mengambang
di dalam massa tanah membawa bangunan di atasnya. Penurunan
(setlement)
diijinkan pada konstruksi Cakar Ayam, tetapi penurunan tersebut terjadi
bersama-
sama, bukan setempat-setempat. Inilah bedanya konstruksi Cakar Ayam
di
bangunan jalan dengan konstruksi rigid pavement, pada konstruksi Cakar
Ayam
tidak dikenal delatasi tetapi sepanjang jalan yang memakai konstruksi
Cakar
Ayam dibuat secara monolit.
Pengembangan konstruksi Cakar Ayam menjadi CAM (Cakar Ayam
Modifikasi) menurut Direktur Cakar Bumi, Mitra Bani, telah diterapkan
pertama
kali pada tahun 2005 sebagai fondasi jalan pengalihan sementara sepanjang
800
meter pada pembangunan jalan layang di Ancol.

Gambar 2.3 CAM di Pantura Pemanukan Indramayu

Uji coba skala penuh konstruksi CAM ini dilakukan di jalan pantura
Indramayu-Pamanukan. Dibandingkan cakar ayam konvensional yang
dipakai
Waskita, CAM memiliki beberapa kelebihan. Pada sistem lama berat
pipa
mencapai satu ton, sedangkan pipa pada sistem CAM hanya 35 kg,
tetapi
memiliki kekuatan yang setara.
CAM muncul menggantikan Cakar Ayam konvensional karena beberapa hal,
yaitu sudah habisnya masa patent dari Cakar Ayam Konvensional
dan penyempurnaan metodenya.

a. Modifikasi 1 : Penggunaan pipa-pipa baja galvanis (tahan karat)


sebagai
pengganti pipa-pipa beton
Ide penggantian pipa-pipa beton Cakar Ayam, yang aslinya
terbuat dari
pipa beton berdiameter 120 cm dengan tebal pipa 8 cm dan panjang
pipa 150-
200 cm, dengan pipa-pipa baja galvanis (dijamin tahan karat
minimal 30
tahun) merupakan usulan dari Bp. Ir. Maryadi D. (di awal
2005), mantan
direktur utama Waskita, setelah mendapat dukungan dari Bp.
Prof. Dr. Ir.
Bambang Suhendro, M.Sc., yang telah melakukan serangkaian
simulasi/verifikasi melalui permodelan numeris dengan Finite
Element
Method 3-D di komputer, dan menghasilkan spesifikasi optimal pipa
sebagai
berikut : diameter pipa 80 cm, tebal 1,4 mm dan panjang 120
cm yang
dipasang pada setiap jarak 250-280 cm.
b. Modifikasi 2 : Penempatan secara langsung slab Cakar Ayam pada
elevasi permukaan tanah lunak asli (tidak pada timbunan)
Modifikasi 2 yang disebutkan di atas merupakan pengembalian
dari
apa yang diimplementasikan selama ini ke konsep aslinya pada
saat
ditemukan pertama kalinya oleh Prof. Dr. Ir. Sedijatmo, yang
tentunya
setelah permukaan tanah asli tersebut di-stripping secukupnya
dan
diberikan lean concrete secukupnya pula (tebal sekitar 5 cm).
c. Modifikasi 3 : Pengembangan material timbunan yang relatif ringan
namun dengan kekuatan dan kekakuan yang memadai
Sedangkan modifikasi ke 3, yaitu pengembangan material
timbunan
yang relatif ringan namun dengan kekuatan dan kekakuan yang
memadai
dan ditimbun langsung di atas slab Cakar Ayam Modifikasi, sebagai
salah
satu upaya untuk memperkecil berat volume timbunan agar
masalah
consolidation settlement dalam jangka panjangnya dapat ditekan
sekecil
mungkin dan sekaligus mengimplementasikan modifikasi 2. Ide
ini merupakan pemikiran dari Prof. Dr. Ir. Bambang Suhendro M.Sc.

Gambar 2.4 Bentuk dan Dimensi Model CAM

Beberapa hal penting yang dapat dirangkum dari kinerja sistem Cakar Ayam
konvensional adalah sebagai berikut :
a. Pipa-pipa Cakar Ayam berfungsi sebagai stiffener sehingga slab
yang
relatif “tipis” (± 15 cm) dapat berprilaku seperti slab “tebal” (±
50 cm)
namun dengan beban berat sendiri slab yang jauh lebih kecil yaitu
hanya
sekitar 1/3-nya.
b. Paling berfungsi bagus apabila mendukung beban terpusat atau
momen.
c. Karena “kakunya” slab, beban terpusat mampu disebarkan ke
luasan
efektif yang relatif besar (semakin lunak tanahnya akan semakin
luas
penyebarannya), sehingga meskipun tanah di bawah slab lunak
namun
bearing capacity sistem menjadi jauh lebih besar. Meskipun
demikian,
karena batasan nilai lendutan maksimum dan deformasi slab beton
yang
diijinkan, sistem ini akan berfungsi optimal pada kisaran tanah
lunak
dengan daya dukung 1,5 – 3,0 t/m2
d. Lendutan akibat beban terpusat relatif jauh lebih kecil (dibanding
dengan
slab tanpa pipa Cakar Ayam)
e. Differential settlement yang terjadi relatif jauh lebih kecil.
f. Yang menahan rotasi pipa bukan tekanan tanah pasif (k p) namun
reaksi subgrade horisontal (kh), yang besarnya proporsional
terhadap lendutan yang terjadi.
g. Sistem tidak dapat mengatasi masalah consolidation settlement

Gambar 2.5 Cakar Ayam Cengkareng 1983


Konstruksi Cakar Ayam konvensional adalah karya bangsa yang sudah
dipatentkan dan diakui oleh pihak Luar Negeri (Jerman Timur, Inggris,
Prancis,
Italia, Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Jerman Barat, Belanda; dan
Denmark).
Setelah masa paten ini habis, maka CAM juga sudah dipatenkan ke
Departemen
Hukum dan HAM Republik Indonesia dengan nomor pendaftaran : P
00200700161.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pondasi Cakar Ayam adalah pondasi yang digunakan untuk mengatasi
masalah pembangunan konstruksi di atas tanah yang lembek. Sistem pondasi
ini
ditemukan oleh Prof. Dr. Ir. Sedijatmo sebagai solusi untuk menghadapi
masalah
pembangunan di atas tanah lembek kawasan Tanjung Priok pada tahun
1961.
Pada tahun 1961, ketika menjadi pejabat PLN, Prof. Sedijatmo
mengemban
tanggung jawab untuk mendirikan tujuh menara listrik bertegangan tinggi
di
daerah rawa-rawa Ancol, Jakarta. Ketujuh menara ini didirikan untuk
menyalurkan listrik dari Tanjung Priok ke Gelanggang Olahraga Senayan,
untuk
keperluan penyelenggaraan Asian Games tahun 1962.
Pondasi cakar ayam terdiri dari plat beton bertulang yang relatif tipis
yang
didukung oleh buis-buis beton bertulang yang dipasang vertikal dan
disatukan
secara monolit dengan plat beton pada jarak 200-250 cm. Tebal pelat
beton
berkisar antara 10-20 cm, sedang pipa-buis beton bertulang berdiameter 120
cm,
tebal 8 cm dan panjang berkisar 150-250 cm. Sistem pondasi cakar ayam ini
telah
pula dikenal di banyak negara, bahkan telah mendapat pengakuan paten
internasional di 11 negara, yaitu: Indonesia, Jerman Timur, Inggris,
Prancis,
Italia, Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Jerman Barat, Belanda; dan
Denmark.
Pada perkembangannya, konstruksi ini disempurnakan atau dimodifikasi oleh
para ahli dari Universitas Gadjah Mada, antara lain Bambang Suhendro,
Hary
Christady, dan Maryadi Darmokumoro yang tergabung dalam Tim
Pengembangan Cakar Ayam Modifikasi (CAM), dan dinyatakan sebagai
konstruksi yang cocok untuk daerah dengan tanah yang lembek, ekspansif
atau
tanah gambut. Konstruksi Cakar Ayam Modifikasi disebut paling cocok
untuk
konstruksi jalan dengan CBR di atas 2.
DAFTAR PUSTAKA

( Online . https://id.wikipedia.org/wiki/Konstruksi_cakar_ayam , diakses pada


tanggal 25
Desember 2015 )
( Online . https://blogpenemu.blogspot.co.id/2014/11/sedyatmo-penemu-
pondasi-cakar-
ayam.html , diakses pada tanggal 25 Desember 2015 )
( Online . http://smartbeauty22.blogspot.co.id/2012/01/pengaplikasian-
pondasi-cakar-
ayam-dalam.html , diakses pada tanggal 25 Desember 2015 )
( Online . http://jumantorocivilengiinering.blogspot.co.id/2015/02/pondasi-
cakar-
ayam.html , diakses pada tanggal 25 Desember 2015 )
( Online . http://eeshape.com/2015/01/22/konstruksi-cakar-ayam/ , diakses
pada tanggal
25 Desember 2015)

Anda mungkin juga menyukai