STA 11+435
Oleh :
197011014
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2022
KATA PENGANTAR
Tak ada kata yang pantas kita panjatkan melainkan rasa syukur kita kepada
Allah SWT. karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir ini. Beribu nikmat tak terhingga dan tak terbayang yang kita rasakan
sekarang merupakan karunia dan anugerah dari Allah swt. Shalawat dan salam
semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjunan alam yakni Nabi Muhammad
SAW.
Raya Salopa Kabupaten Tasikmalaya Pada STA 6+435 - STA 11+435.” ini
do’a dari semua pihak, Tugas Akhir ini tidak dapat di selesaikan tepat pada
waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pengerjaan
1. Kedua orang tua yaitu, Bapak Aip Syaripudin dan Ibu Herlina Abdullah yang
2. Bapak Prof. Dr. Eng. H. Aripin, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Siliwangi.
3. Bapak H. Asep Kurnia Hidayat, Ir., MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil
Universitas Siliwangi.
1
2
4. Bapak Pengki Irawan, S.TP., M.Si., selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah
Penulisan Ilmiah.
7. Semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga laporan Tugas Akhir ini dapat
Penulis
Fahri Agung
Nugraha Saparuloh
NPM. 197011014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR TABEL x
DAFTAR BAGAN xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Maksud dan Tujuan 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Ruang Lingkup Masalah 4
1.6 Sistematika Penulisan 4
BAB 2 LANDASAN TEORI 6
2.1 Perencanaan Geometrik Jalan 6
2.1.1 Klasifikasi Jalan 7
2.1.2 Parameter Perencaan Geometrik Jalan 9
2.1.3 Bagian-bagian Jalan 12
2.1.4 Alinyemen Horizontal 13
2.1.5 Alinyemen Vertikal 31
2.2 Perencaan Tebal Perkerasan 37
2.2.1 Jenis Konstruksi Perkerasan 37
2.2.2 Umur rencana 38
2.2.3 Struktu Perkerasan Lentur 38
2.2.4 Lalu Lintas 41
2.2.5 Daya Dukung Tanah Dasar 51
2.2.6 Fondasi Perkerasan 54
2.2.7 Ketebalan Lapis Perkerasan 56
2.2.8 Daya Dukung Tanah 57
2.2.9 Desain Perkerasan 58
3
4
6
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 4 Kecepatan Rencana (VR) Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Kelas Jalan 11
10
11
Dengan CTB1) 59
Tabel 2. 28 Bagan Desain - 3B. Desain Perkerasan Lentur – Aspal dengan Lapis
Cement) 64
Tabel 2. 32 Kapasitas Dasar untuk Jalan antar Kota Dengan 2 Lajur 2 Arah (2/2
UD) 67
Terhadap Kapasitas 67
(FCSF) 68
16
BAB 1
PENDAHULUAN
Perkembangan jalan raya merupakan salah satu hal yang selalu beriringan
karenanya jalan merupakan fasilitas penting bagi manusia supaya dapat mencapai
suatu tujuan daerah yang ingin dicapai. Keberadaan jalan raya sangat diperlukan
Jalan raya merupakan sarana tranportasi darat yang terbuat dari bahan –
bahan tertentu. Jalan dimulai bersamaan dengan sejarah umat manusia itu sendiri
Perlunya sarana dan prasarana dengan kapasitas yang dapat melayani kebutuhan
jalan untuk transportasi darat harus tertata rapih agar bisa menjaga keselamatan
penggunaan maka perencanaan jalan terdiri dari geometrik jalan dan perkerasan
jalan.
Jalan Raya Salopa termasuk kedalam kelas jalan lokal yang mempunyai
lebar jalan 5 m. Jalan Raya Salopa ini terletak pada Kecamatan Salopa Kabupaten
tempat wisata salah satunya yaitu Curug Cimanitin, dan juga di Salopa ini
1
2
mempunyai sumber daya alam yang melimpah seperti masih banyaknya lahan
penduduk Salopa ini bekerja sebagai petani. Salah satu cara untuk mendukung
memudahkan bagi para penduduk untuk menyalurkan hasil dari sumber daya alam
ini maka dibutuhkan suatu akses jalan yang mempunyai keselamatan, keamanan,
tujuan ) bagi semua sarana yang melaluinya serta sebagai penghubung wilayah
Jalan Raya Salopa dapat dijadikan akses jalan untuk menuju pusat kota.
Maka dari itu sesuai dengan konsentrasi bidang yang diambil yaitu
perencanaan ulang perkerasan lentur, dapat diambil judul Tugas Akhir yaitu:
sebagai berikut:
3
masalah yang pasti menpunyai tujuan yang jelas, diantaranya sebagai berikut:
Siliwangi.
diharapkan
4
f. Lancarnya arus distribusi barang dan jasa yang akan keluar masuk
11+435 ini, dimana penyusun tugas akhir berpedoman pada peraturan – peraturan
ini adalah:
a. Geometrik
b. Perkerasan jalan
c. Drainase jalan
Laporan Tugas Akhir ini yang berjudul Redesign Geometrik dan Perkerasa
Jalan Raya Salopa Kabupaten Taikmalaya pada sta 6+435-sta 11+435 ini meliputi
bagian pertama yang terdiri dari halaman judul, halaman pengesahan, halaman
kata pengantar. Pada bagian kedua sebagian besar dari penyusunan tugas akhir ini
yang terdiri dari lima bab. Pada bagian ketiga terdiri dari penutupan, daftar
penulisan yang di terapkan pada penyusunan laporan tugas akhir ini adalah
sebagiai berikut:
5
BAB I : Pendahuluan
scedule.
perencanaan.
BAB IV : Pembahasan
LANDASAN TEORI
1 “Perencanaan geometrik jalan adalah suatu perencanaan route dari suatu ruas
berdasarkan kelengkapan data dasar, yang didapat dari hasil survey lapangan,
fungsi dasar jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu
paut dengan dimensi nyata dari bentuk fisik dari suatu jalan beserta bagian-
perencanaan rute dari suatu ruas jalan secara lengkap, meliputi beberapa elemen
yang disesuaikan dengan kelengkapan dan data dasar yang ada atau tersedia dari
hasil survei lapangan dan telah dianalisis, serta mengacu pada ketentuan yang
berlaku.
6
7
kendaraan dan lalulintas sehingga akan di hasilkan suatu efisensi, keamanan serta
aspek perencanaan elemen jalan seperti lebar jalan, tikungan, kelandaian jalan,
dan jarak pandang serta kombinasi dari bagian-bagian tersebut, baik untuk suatu
ruas jalan, maupun untuk perlintasan diantara dua atau lebih ruas-ruas jalan.
perencanaan struktur jalan, yang lebih menyoroti faktor kekuatan akibat beban
memberikan pelatanan yang optimal kepada lalu lintas sesuai dengan fungsinya.
a. Alinyemen Horizontal.
b. Alinyemen Vertikal.
rencana jalan yang ditentukan dari standar desain ditentukan oleh klasifikasi jalan
rencana. Pada prinsipnya klasifikasi jalan dalam standar desain (baik untuk jalan
dalam kota maupun jalan luar kota) didasarkan pada klasifikasi jalan menurut
8
beberapa jenis:
Klasifikasi jalan menurut fungsi jalan pada Bina Marga dalam Tata Cara
atas:
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara efisien.
ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
perjalanan jaraj dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terbesar (MST)
Klasifikasi jalan menurut kelas jalan pada Bina Marga dalam Tata Cara
ketentuannya serta kaitannya dengan klasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat
I >10
Arteri II 10
III A 8
III A
Kolektor 8
III B
Lokal III C 8
medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Klasifikasi jalan menurut medan
jalan pada Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota
1. Datar D <3
2. Perbukitan B 3-25
3. Pegunungan G >25
meliputi: kendaraan rencana, kecepatan rencana, volume dan kapasitas jalan dan
tingkat pelayanan yang diberikan oleh jalan tersebut. Parameter ini-parameter ini
merupakan penentu tingkat kenyamanan dan keamanan yang dihasilkan oleh suatu
a. Kendaraan rencana
kedalam 3 kategori:
● Kendaraaan sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau bus besar 2 as.
b. Kecepatan rencana
dibagi waktu tempuh. Kecepatan ini menggambarkan nilai gerak dari kendaraan.
Perencanaan yang baik tentu saja haruslah berdasarkan kecepatan yang dipilih
dari kelayakan bahwa kecepatan tersebut dengan kondisi dan fungsi jalan
perencanaan setiap bagian jalan raya seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak
pandang dan lain-lain. Kecepatan yang dipilih tersebut adalah kecepatan tertinggi
menerus dimana kendaraan dapat berjalan dengan aman dan kenyamanan itu
ditikungsn jarak pandang, maupun secara tak langsung seperti: lebar lajur, lebar
● Cuaca
Tabel 2. 4 Kecepatan Rencana (VR) Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Kelas Jalan
Kecepatan Rencana, Vr, (km/jam)
Fungsi
Datar Bukit Pegunungan
Daeran Manfaat Jalan (DAMAJA) yaitu daerah yang meliputi seluruh badan
jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengaman, derah manfaat jalan dibatasi
● Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan
Daerah milik jalan (DAMIJA) adalah daerah yang dibatasi oleh lebar yang
sama dengan damaja di tambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi
damija yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, dengan ketentuan sebagai
berikut:
13
horizontal. Alinyemen horizontal dikenal juga dengan nama “situasi jalan” atau
“trase jalan”. Alinyemen horizontal terdiri dari garis-garis lurus (biasa disebut
tersebut dapt terdiri dri busur lingkaran ditambah dengan lengkung peralihan atau
2004:19).
14
pusat) yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan rencana VR.
dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yamg lurus
ditempuh dalam waktu tidak <2,50 menit (sesuai VR). Pada tabel 2.5.
b. Tikungan
1. Spiral-Circle-Spiral (SCS),
3. Spiral-Spiral (SS)
mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui
(superelevasi), yang bertujuan untuk memperoleh komponen gaya berat yang dapt
1. Jari-jari minimum
Agar kendaraan stabil saat melalui tikungan, perlu dibuat suatu kemiringan
melintang jalan pada tikungan yang disebut superelevasi (e). Pada saat kendaraan
melalui daerah superelevasi, akan terjadi gesekan arah melintang jalan antara ban
gesekan maksimum.
V2
Rmin = (2.3)
127(e maks+f maks)
Keterangan:
tikungan yang tumpul, karena kecilnya kemiringan yang diperlukan, dapat saja
berlaku, yaitu 2% dan besarnya koefisen gesekan akan timbul pada bagian dengan
lereng yang berlawanan, yang harus masih di bawah batas yang aman.
superelevasi, adalah bilamana jari-jari lebih besar atau sama dengan yang
Perubahan arah yang harus diikuti oleh suatu kendaraan yang melintasi
bagian lurus menuju suatu lengkungan berupa busur lingkaran, secara teoritis
harus dilakukan secara mendadak, yaitu dari R tidak berhingga menuju R tertentu.
Secara praktis hal ini tidak mungkin dilakukan oleh ban kendaraan, karena harus
berarti perlu jarak tertentu pula. Oleh karena itu agar kendaraan tidak
Dengan demikian, gaya sentrifugal yang bekerjan pada kendaraan saat melintasi
VR
Ls= (2.5)
3,6
18
Keterangan:
VR V RC
Ls = 0,022x −2,727 x (2.6)
R .C C
( em−em ) v R
Ls= 3,6 r e
(2.7)
Keterangan:
em = Superelevasi maksimum
en = Superelevasi normal
(m/m/det)
c. Landai Relatif
1/m=¿ ¿ (2.8)
19
Keterangan:
e = Superelevasi, (%)
Gambar 2.
2 Lengkung
Full Circle
Sumber: Geometrik Jalan Perkotaan RSNI T-14-2004
20
Full Circle atau lengkungan busur lingkaran adalah tikungan yang berbentuk
busur lingkaran secara penuh, tikungan ini memiliki satu titik pusat lingkaran
sederhana, hanya lengkung radius yang besar yang diperbolehkan. Pada tikungan
yang tajam, dimana radius lengkung kecil dan superelevasi yang di butuhkan
digunakan untuk radius lengkung yang besar (disarankan > dimana superelevasi
1
Tc =Rc.Tg. .∆ (2.9)
2
1
Ec =Tc.tan. .∆ (2.10)
4
∆ .2 . π . Rc
Lc = (2.11)
360
Keterangan:
TC = Tangen to circle
CT = Circle to tangen
Full circle ini jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu lingkaran
saja. Tikungan F-C hanya digunakan untuk R (jari-jari) yang besar agar tidak
terjadi patahan, karena dengan R kecil maka diperlukan superelevasi yang besar.
250 150 90 50 35 25 13 6
Rmin (m)
0 0 0 0 0 0 0 0
“Tikungan S-C-S (Spiral Circle Spiral) adalah lengkung peralihan spiral yang
menghubungkan bagian lurus dengan radius tak terhingga di awal spiral (sebelah
kiri TS) dan bagian berbentuk lingkaran dengan radius = Rc di akhir spiral
(sebelah kanan SC). Titik TS adalah titik peralihan bagian lurus ke bagian
berbentuk spiral dan titik SC adalah titik peralihan bagian spiral ke bagian
Ls 360
θs= x ................................................................................(2.12)
2. Rc 2 π
Ls2
Xc= Ls-( )
2 ...................................................................................(2.14)
40 x Rc
2
Ls
Yc= .................................................................................................(2.15)
6. Rc
P= Yc-Rc(1-cosθs ¿..............................................................................(2.16)
22
K= Xc−Rcsinθs .............................................................................(2.17)
Rc+ p
Es= −Rc
1 ..................................................................................(2.18)
cos ∆
2
∆ cx 2 πxRc
Ts= ......................................................................................(2.19)
360 0
∆ .2 . π . Rc
Lc=¿ .......................................................................................(2.20)
360
Jika P yang dihitung dengan rumus di atas, maka ketentuan tikungan yang
Ls 2
P= <0,25m..................................................................................(2.22)
24 Rd
Ga
mba r 2.
3
Lengkung Spiral-Circle-Spiral
Sumber: Geometrik Jalan Perkotaan RSNI T-14-2004
Keterangan:
Xc = Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik ST ke SC, (m)
23
1
0 dan θs= . β . Rc yang dipilih harus sedemikian rupa sehingga relatif minimum
2
1
θs= ∆ ...............................................................................................(2.23)
2
Ltot=2 Ls ..........................................................................................(2.24)
θsxπxRd
Ls= ........................................................................................(2.25)
90 0
Yc, Xc, p, k, Ts, dan Es rumus sama dengan lengkung peralihan. Tabel 2.7
g. Diagram Superelevasi
bagian jalan lurus, jalan mempunyai kemiringan melintang yang biasa disebut
lereng normal atau Normal Trawn yaitu diambil 2% baik sebelah kiri maupun
sebelah kanan as jalan. Hal ini dipergunakan untuk sistem drainase aktif. Harga
elevasi (e) yang menyebabkan kenaikan elevasi terhadap sumbu jalan diberi tanda
(+) dan yang menyebabkan penurunan terhadap jalan diberi tanda (-).
bagian lengkung.
dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan bagian lingkaran penuh
sepanjang 1/3Ls.
bagian spiral. e. Superelevasi tidak diperlukan jika radius (R) cukup besar,
untuk itu cukup lereng luar diputar sebesar lereng normal (LP), atau bahkan
E Ls e Ls e Ls e Ls e Ls
0,250 5730 LN 0 LN 0 LN 0 LN 0 LN 0
0,500 2865 LN 0 LN 0 LP 60 LP 70 LP 75
15,000 95 0,096 50
16,000 90 0,097 50
17,000 84 0,099 50
28
V = 80
D (°) R (m) V = 50 km/jam V = 60 km/jam V = 70 km/jam km/jam V = 90 km/jam
E Ls e Ls e Ls e Ls e Ls
18,000 80 0,099 50
bagian lurus. Hal ini terjadi karena pada kecepatan tertentu kendaraan pada
tikungan cenderung untuk keluar jalur akibat posisi roda depan dan roda belakang
Kendaraan yang bergerak dari jalan lurus menuju ke tikungan, seringkali tak
disebabkan karena
● Pada waktu membelok yang diberi belokan pertama kali hanya roda depan,
● Jejak lintasan kendaraan tidak lagi berimpitan, karena bemper depan dan
tetap pada jalurnya terutama pada tikungan-tikungan yang tajam atau pada
maka pada tikungan yang tajam perlu diadakan pelebaran perkerasan jalan.
'
b =B+ b (2.27)
b ' =R c2 √ ❑ (2.28)
Td=√ ❑ (2.29)
Keterangan:
i. Kebebasan Samping
daerah bebas samping di tikungan dimana ada ruang untuk menjamin kebebasan
(m), diukur dari garis tengah lajur dalam sampai obyek penghalang pandangan
900 Jh
E=R(1−cos cos ) (2.30)
πR
0 0
90 Jh 1 ( 90 Jh
E=R(1−cos cos ) Jh−¿ ) sin ¿ ¿ (2.31)
πR 2 πR
Keterangan:
Jarak pandang adalah jarak sepanjang tenga-tengah suatu jalur jalan dari mata
pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang sama yang dapat dilihat oleh
Jarak pandang pengemudi kendaraan yang bergerak pada lajur tepi sebelah
dan lainnya.
(2.32)
Keterangan:
Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd) dapat dibedakan
25
Jh minimum, (m) 175 120 75 55 40 27 16
0
67 25
Jd, (m) 800 550 350 200 15 100
0 0
perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi
pembangunan yang tersedia. Alinyemen vertikal yang mengikuti muka tanah asli
akan mengurangi pekerjaan tanah, tetapi mungkin saja akan mengakibatkan jalan
dapat berupa landai positif (tanjakan), atau landai negatif (turunan), atau landai
nol (datar). Bagian lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung atau
14 – 2004:40).
a. Landai Minimum
Untuk tanah timbunan yang tidak menggunakan kerb, maka lereng melintang
jalan dianggap sudah cukup untuk dapat mengalirkan air diatas badan jalan yang
Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya, perlu dibuat
kemiringan jalan dengan kerb hanya cukup untuk mengalirkan air kesamping.
menggunakan kerb, kelandaian yang dianjurkan adalah sebesar 0,15%, yang dapat
membantu mengalirkan air dari atas badan jalan dan membuangnya ke saluran
Sedangkan untuk jalan-jalan di daerah galian atau jalan yang memakai kerb,
jalan hanya cukup untuk mengalirkan air hujan yang jatuh diatas badan jalan,
b. Landai Maksimum
pada kecepatan truk yang bermuatan penuh mampu bergerak, dengan penurunan
kecepaan tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan
gigi rendah.
8
Vr, (km/jam) 120 110 100 60 50 40 40
0
Panjang kritis adalah panjang landai maksimum yang harus disediakan agar
penurunan kecepatan yang terjadi tidak lebih dari separuh kecepatan rencana (V R).
2. Lengkung Vertikal
(2.33)
(2.34)
(2.35)
(2.36)
Keterangan :
T = ditentukan 3 detik
Jenis lengkungan vertikal dilihat dari titik perpotongan kedua bagian yang
Saodang, 2004:19).
36
Jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal cembung,
(2.37)
Jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal cekung,
.........................................................................................(2.38)
Keterangan:
<40 1 20 – 30
40 – 60 0,6 40 – 80
(2.39)
3. Galian Timbunan
melintang. Dari gambar-gambar tersebut dapat dihitung luas galian dan timbunan,
37
memanjang.
38
“Perkerasan jalan adalah bagian dari jalur lalu lintas, yang bila kita perhatikan
dalam kedudukan yang paling sentral dalam suatu badan jalan. Lalu lintas
langsung terkonsentrasi pada bagian ini, dan boleh dikatakan merupakan urat nadi
dari suatu konstruksi jalan. Perkerasan jalan dalan kondisi baik maka arus lalu
lintas akan berjalan dengan lancar, demikian sebaiknya kalau perkerasan jalan
dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa
lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat
beton.
lentur di atas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.
40
Umur rencana adalah jumlah waktu dalam tahun yang dihitung sejak jalan
tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu
untuk diberi lapis permukaan yang baru. Pemilihan umur rencana dapat dilihat
Umur
Jenis
Elemen Perkerasan Rencana
Perkerasan
(tahun)
Fondasi Jalan
Jalan Tanpa
Semua elemen (termasuk fondasi jalan) Minimum 10
Penutup
Struktur perkerasan jalan lentur dibuat secara berlapis dan terdiri atas
lapisan permukaan (surface couse) yaitu lapisan aus dan lapisan antara. Lapisan
dibawahnya ialah lapisan pondasi yang terdiri dari lapisan pondasi atas (base
course) dan pondasi bawah (subbase course). Lapisan ini terletak diatas tanah
memikul beban lalu lintas. Tebal struktur perkerasan dibuat sedemikian rupa
sampai batas kemampuan tanah dasar memikul beban lalu lintas, atau dapat
dikatakan tebal struktur perkerasan sangat tergantung pada kondisi atau daya
umur rencana, dan kondisi fondasi jalan. Batsan pada tabel 2.16 tidak mutlak,
Perkerasan
kaku dengan
lalu lintas
berat (di 4 - - 2 2 2
atas tanah
dengan CBR
≥2,5%
Perkerasan kaku
dengan lalu lintas
rendah (daerah 4A - 1,2 - - -
pedesaan dan
perkotaan)
AC WC
modifikasi atau
SMA modifikasi 3 - - - 2 2
dengan CTB
(ESA pangkat 5)
AC dengan CTB
3 - - - 2 2
(ESA pangkat 5)
AC tebal
≥100 mm
dengan lapis
fondasi 3B - - 1,2 2 2
berbutir
(ESA pangkat
5)
AC atau HRS
tipis diatas lapis 3A - 1,2 - - -
fondasi berbutir
batuan asli
Lapis Fondasi
6 1 1 - - -
Soil Cement
Perkerasan tanpa
penutup (Japat, 7 1 - - - -
jalan kerikil)
jalan, baik tebal, atau pun pemiihan jenis perkerasan yang akan digunakan.
satu titik pengamatan selama satu satuan waktu (hari, jam, atau menit). Lalulintas
harian rata-rata adalah volume lalulintas rata-rata dalam satu hari”. (Sukirman,
2010:56)
Parameter yang penting dalam analisis struktur perkerasan adalah data lalu
lintas yang diperlukan untuk menghitung beban lalu lintas rencana yang dipikul
oleh perkerasan selama umur rencana. Beban dihitung dari volume lalu lintas pada
Volume tahun pertama adalah volume lalu lintas sepanjang tahun pertama setelah
Analisis volume lalu lintas didasarkan pada survei yang diperoleh dari:
a. Survei lalu lintas, dengan durasi minimal 7 x 24 jam. Survei dapat dilakukan
secara manual mengacu pada Pedoman Survei Perencanaan Lalu Lintas (Pd
efektif. Data harus meliputi semua jenis kendaraan komersial. Apabila diketahui
atau diduga terdapat kesalahan data, harus dilakukan perhitungan lalu lintas
3 Jenis Kendaraan
perkerasannya. Hanya kendaraan niaga dengan jumlah roda enam atau lebih yang
Sepeda motor,
1 kendaraan roda-
3
45
Golonga Kelompok
Jenis Kendaraan Konfigurasi Kode
n Kendaraan
Sedan, jeep,
2 1.1
station wagon
Angkutan
3 penumpang 1.1
sedang
Pick-up, micro
4 truk dan mobil 1.1
hantaran
Truk ringan 2
6a 1.1
sumbu
Truk sedang 2
6b 1.2
sumbu
1.2.2-
7b Truk gandeng
2.2
1.2.2-
7c Truk semitrailer
2.2
Kendaraan tidak
8
bermotor
Sumber: Pd T-19-2004-B
pertumbuhan series (historical growth data) atau formulasi korelasi dengan faktor
46
pertumbuhan lain yang berlaku. Jika tidak tersedia data maka dapat berdasarkan
tabel 2.19.
Arteri dan
4,80 4,83 5,14 4,75
Perkotaan
Kolektor
3,50 3,50 3,50 3,50
Rural
(2.40)
Keterangan:
sepanjang total umur rencana (UR), dengan i1% selama periode awal (UR 1 tahun)
dan i2% selama sisa periode berikutnya (UR – UR1), faktor pengali pertumbuhan
(2.41)
47
Keterangan:
dengan:
(2.42)
Lajur rencana adalah salah satu lalu lintas dari suatu ruas jalan yang
menampung lalu lintas kendaraan niaga (truk dan bus) paling besar. Beban lalu
lintas pada lajur rencana dinyatakan dalam kumulatif beban gandar standar (ESA)
dengan memperhitungkan faktor distribusi arah (DD) dan faktor distribusi lajur
pada jalan dengan dua lajur atau lebih dalam satu arah. Pada jalan yang demikian,
walaupun sebagian besar kendaraan niaga akan menggunakan lajur luar, sebagian
48
1 100
2 80-100
3 60-80
4 50-75
Desain yang akurat memerlukan perhitungan beban lalu lintas yang akurat.
Studi atau survei beban gandar yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik
merupakan dasar perhitungan ESA yang andal. Oleh sebab itu, survey beban
b. Survei beban gandar pada jembatan timbang atau WIM yang pernah
Jika survei beban gandar tidak mungkin dilakukan oleh perencana dan data
menghitung ESA dapat menggunakan nilai VDF pada Tabel 2.21 dan Tabel 2.22.
Jawa
Konfig semua
Kel. kendaraan
Uraian urasi semua
Klasifikasi Sumbu bermotor
Alternatif Sumbu kendaraan VDF 44 VDF 55
Lama kecuali
bermotor
sepeda
motor
Muatan
Sepeda yang
1 1 1.1 2 30,4
motor Diangkut
Sedan/
Angkot/
2, 3, 4 2, 3, 4 Pick-up/ 1.1 2 51,7 74,3
Station
wagon
Faktor Ekivalen
Jenis Kendaraan Distribusi Tipikal (%)
Beban
Konfig semua
Kel. kendaraan
Uraian urasi semua
Klasifikasi Sumbu bermotor
Alternatif Sumbu kendaraan VDF 44 VDF 55
Lama kecuali
bermotor
sepeda
motor
Muatan
Sepeda yang
1 1 1.1 2 30,4
motor Diangkut
Sedan/
Angkot/
2, 3, 4 2, 3, 4 Pick-up/ 1.1 2 51,7 74,3
Station
wagon
tanah,
Truk 2
pasir,
6a.2 6.2 sumbu – 1.2 2 0,8 0,8
besi,
ringan
semen
53
Faktor Ekivalen
Jenis Kendaraan Distribusi Tipikal (%)
Beban
Konfig semua
Kel. kendaraan
Uraian urasi semua
Klasifikasi Sumbu bermotor
Alternatif Sumbu kendaraan VDF 44 VDF 55
Lama kecuali
bermotor
sepeda
motor
Muatan
Sepeda yang
1 1 1.1 2 30,4
motor Diangkut
Sedan/
Angkot/
2, 3, 4 2, 3, 4 Pick-up/ 1.1 2 51,7 74,3
Station
wagon
Truk 2 - -
muatan
6b1.1 7.1 sumbu – 1.2 2 0,7 0,7
umu
cargo sedang
Faktor Ekivalen
Jenis Kendaraan Distribusi Tipikal (%)
Beban
Konfig semua
Kel. kendaraan
Uraian urasi semua
Klasifikasi Sumbu bermotor
Alternatif Sumbu kendaraan VDF 44 VDF 55
Lama kecuali
bermotor
sepeda
motor
Muatan
Sepeda yang
1 1 1.1 2 30,4
motor Diangkut
Sedan/
Angkot/
2, 3, 4 2, 3, 4 Pick-up/ 1.1 2 51,7 74,3
Station
wagon
pasir,
sumbu –
besi,
sedang
semen
Faktor Ekivalen
Jenis Kendaraan Distribusi Tipikal (%)
Beban
Konfig semua
Kel. kendaraan
Uraian urasi semua
Klasifikasi Sumbu bermotor
Alternatif Sumbu kendaraan VDF 44 VDF 55
Lama kecuali
bermotor
sepeda
motor
Muatan
Sepeda yang
1 1 1.1 2 30,4
motor Diangkut
Sedan/
Angkot/
2, 3, 4 2, 3, 4 Pick-up/ 1.1 2 51,7 74,3
Station
wagon
sumbu –
umum
berat
Faktor Ekivalen
Jenis Kendaraan Distribusi Tipikal (%)
Beban
Konfig semua
Kel. kendaraan
Uraian urasi semua
Klasifikasi Sumbu bermotor
Alternatif Sumbu kendaraan VDF 44 VDF 55
Lama kecuali
bermotor
sepeda
motor
Muatan
Sepeda yang
1 1 1.1 2 30,4
motor Diangkut
Sedan/
Angkot/
2, 3, 4 2, 3, 4 Pick-up/ 1.1 2 51,7 74,3
Station
wagon
besi,
berat
semen
Faktor Ekivalen
Jenis Kendaraan Distribusi Tipikal (%)
Beban
Konfig semua
Kel. kendaraan
Uraian urasi semua
Klasifikasi Sumbu bermotor
Alternatif Sumbu kendaraan VDF 44 VDF 55
Lama kecuali
bermotor
sepeda
motor
Muatan
Sepeda yang
1 1 1.1 2 30,4
motor Diangkut
Sedan/
Angkot/
2, 3, 4 2, 3, 4 Pick-up/ 1.1 2 51,7 74,3
Station
wagon
ringan umum
Faktor Ekivalen
Jenis Kendaraan Distribusi Tipikal (%)
Beban
Konfig semua
Kel. kendaraan
Uraian urasi semua
Klasifikasi Sumbu bermotor
Alternatif Sumbu kendaraan VDF 44 VDF 55
Lama kecuali
bermotor
sepeda
motor
Muatan
Sepeda yang
1 1 1.1 2 30,4
motor Diangkut
Sedan/
Angkot/
2, 3, 4 2, 3, 4 Pick-up/ 1.1 2 51,7 74,3
Station
wagon
semen
Faktor Ekivalen
Jenis Kendaraan Distribusi Tipikal (%)
Beban
Konfig semua
Kel. kendaraan
Uraian urasi semua
Klasifikasi Sumbu bermotor
Alternatif Sumbu kendaraan VDF 44 VDF 55
Lama kecuali
bermotor
sepeda
motor
Muatan
Sepeda yang
1 1 1.1 2 30,4
motor Diangkut
Sedan/
Angkot/
2, 3, 4 2, 3, 4 Pick-up/ 1.1 2 51,7 74,3
Station
wagon
berat
Faktor Ekivalen
Jenis Kendaraan Distribusi Tipikal (%)
Beban
Konfig semua
Kel. kendaraan
Uraian urasi semua
Klasifikasi Sumbu bermotor
Alternatif Sumbu kendaraan VDF 44 VDF 55
Lama kecuali
bermotor
sepeda
motor
Muatan
Sepeda yang
1 1 1.1 2 30,4
motor Diangkut
Sedan/
Angkot/
2, 3, 4 2, 3, 4 Pick-up/ 1.1 2 51,7 74,3
Station
wagon
penarik 2
sumbu
Faktor Ekivalen
Jenis Kendaraan Distribusi Tipikal (%)
Beban
Konfig semua
Kel. kendaraan
Uraian urasi semua
Klasifikasi Sumbu bermotor
Alternatif Sumbu kendaraan VDF 44 VDF 55
Lama kecuali
bermotor
sepeda
motor
Muatan
Sepeda yang
1 1 1.1 2 30,4
motor Diangkut
Sedan/
Angkot/
2, 3, 4 2, 3, 4 Pick-up/ 1.1 2 51,7 74,3
Station
wagon
trailer
Faktor Ekivalen
Jenis Kendaraan Distribusi Tipikal (%)
Beban
Konfig semua
Kel. kendaraan
Uraian urasi semua
Klasifikasi Sumbu bermotor
Alternatif Sumbu kendaraan VDF 44 VDF 55
Lama kecuali
bermotor
sepeda
motor
Muatan
Sepeda yang
1 1 1.1 2 30,4
motor Diangkut
Sedan/
Angkot/
2, 3, 4 2, 3, 4 Pick-up/ 1.1 2 51,7 74,3
Station
wagon
trailer
Faktor Ekivalen
Jenis Kendaraan Distribusi Tipikal (%)
Beban
Konfig semua
Kel. kendaraan
Uraian urasi semua
Klasifikasi Sumbu bermotor
Alternatif Sumbu kendaraan VDF 44 VDF 55
Lama kecuali
bermotor
sepeda
motor
Muatan
Sepeda yang
1 1 1.1 2 30,4
motor Diangkut
Sedan/
Angkot/
2, 3, 4 2, 3, 4 Pick-up/ 1.1 2 51,7 74,3
Station
wagon
trailer
64
Faktor Ekivalen
Jenis Kendaraan Distribusi Tipikal (%)
Beban
Konfig semua
Kel. kendaraan
Uraian urasi semua
Klasifikasi Sumbu bermotor
Alternatif Sumbu kendaraan VDF 44 VDF 55
Lama kecuali
bermotor
sepeda
motor
Muatan
Sepeda yang
1 1 1.1 2 30,4
motor Diangkut
Sedan/
Angkot/
2, 3, 4 2, 3, 4 Pick-up/ 1.1 2 51,7 74,3
Station
wagon
Truk 6
1.22-
7c3 14 sumbu – 6 0,3 0,50 41,6 93,7
222
trailer
65
Beban sumbu standar kumulatif atau cumulative single axle load (CESAL)
merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur desain
(2.43)
Keterangan:
Tanah dasar dapat terdiri dari tanah dasar tanah asli, tanah dasar tanah
galian, atau tanah dasar tanah urug yang disiapkan dengan cara dipadatkan. Di
atas lapisan tanah dasar diletakkan lapisan struktur perkerasan lainnya, oleh
karena itu mutu daya dukung tanah dasar ikut mempengaruhi mutu jalan secara
keseluruhan.
67
daya dukung rendah yang bersifat lokal (setempat) dengan daya dukung tanah
dasar yang lebih umum (mewakili suatu lokasi). Tanah dasar lokal dengan daya
dukung rendah biasanya dibuang dan diganti dengan material yang lebih baik atau
Jika tersedia cukup data yang valid (minimum 10 titik data uji per segmen
(2.44)
Dengan,
f = 1,645 (probabilitas 95%), untuk jalan tol atau jalan bebas hambatan
Koefisien variasi (CV) maksimum dari data CBR untuk suatu segmen tidak lebih
besar dari 25%. Koefisien variasi sampai dengan 30% masih boleh digunakan.
Apabila jumlah data per segmen kurang dari 10 maka nilai CBR terkecil dapat
b. Metode Persentil
seragam yang dianggap terdistribusi secara normal. Nilai persentil ke “x” dari
suatu kumpulan data membagi kumpulan data tersebut dalam dua bagian, yaitu
68
bagian yang mengandung “x” persen data dan bagian yang mengandung (100 – x)
persen data.
th
Nilai CBR yang dipilih adalah adalah nilai persentil ke 10 (10 percentile)
yang berarti 10% data segmen yang bersangkutan lebih kecil atau sama dengan
nilai CBR pada persentil tersebut. Atau: 90% dari data CBR pada segmen seragam
tersebut lebih besar atau sama dengan nilai CBR pada persentil tersebut.
i. Susun data CBR secara berurutan dari nilai terkecil hingga terbesar.
iii. Hitung 10% dari (n), nilai yang diperoleh disebut sebagai indeks.
iv. Jika indeks yang diperoleh dari langkah (iii) merupakan bilangan pecahan,
v. (a) Dari kumpulan data yang sudah diurutkan (langkah 1), hitung mulai dari
data terkecil hingga mencapai data diurutan yang diperoleh dari langkah 3. Nilai
v. (b) Dari kumpulan data yang sudah diurutkan (langkah 1), hitung mulai dari
data terkecil hingga mencapai data diurutan yang diperoleh dari langkah 3. Nilai
CBR persentil ke – 10 adalah nilai rata-rata dari dua nilai CBR yaitu CBR pada
Dalam penetapan nilai karakteritsik, nilai-nilai CBR yang kecil, bersifat lokal
kumpulan data dengan catatan bahwa penanganan yang tepat harus diprogramkan
perencanaan jalan.
Tanah dasar normal adalah tanah dasar yang secara umum mempunyai
nilai
CBR in-situ lebih besar dari 2,5%, termasuk pada daerah timbunan, galian dan
permukaan tanah asli. Pemilihan tanah dasar dapat dilihat pada Tabel 2.22 berikut:
Perkerasan Lentur
di atas
Lapis penopang dan
tanah 650 750 850
geogrid
lunak
2. Tanah Lunak
over konsolidasi (lightly over consolidated), biasanya berupa tanah lempung atau
lempung kelanauan dengan CBR kurang dari 2,5% dan kekuatan geser (qc) lebih
a. Umumnya dalam keadaan jenuh dan tidak dapat dipadatkan secara biasa,
71
dengan alat pemadat biasa, sedangkan kepadatan dan kekuatan geser lapisan
akan mengalami pergerakan yang jauh lebih besar (akibat konsilidasi sekunder
atau rangkak) dibandingkan tanah dasar normal yang dipadatkan secara mekanik.
Oleh sebab itu penyebab kerusakan yang berbeda berlaku pada jalan yang
dibangun di atas tanah lunak. Ketentuan yang dijelaskan dalam bagian berikut
(misalnya CBR <2%) di bawah lapis permukaan kering yang relatif keras.
Kedalaman lapis permukaan tersebut berkisar antara 400 – 600 mm. Metode
ketebalan lapisan yang diizinkan pada tabel 2.24. Jika pada bagan desain
ditentukan bahwa suatu bahan dihamparkan lebih tebal dari yang diizinkan, maka
Diijinkan
Tebal Tebal yang
Penghamparan
Bahan Minimum, Diperlukan,
dalam Beberapa
(mm) (mm)
Lapis
HRS WC 30 30 – 50 Tidak
HRS Base 35 35 – 50 Ya
AC WC 40 40 – 50 Tidak
AC BC 60 60 – 80 Ya
AC – Base 75 80 – 120 Ya
bila terletak pada tanah lunak atau tanah gambut. Ketentuan daya dukung tepi
73
1. Setiap lapis perkerasan harus dipasang sampai lebar yang sama atau lebih dari
nilai minimum yang dinyatakan pada Gambar 2.10 Dukung Tepi Perkerasan.
2. Timbunan tanpa penahan tanah lunak (CBR <2.5%) atau tanah gambut harus
biaya terendah ditunjukan pada Tabel 2.25, Tabel 2.26, Tabel 2.27, Tabel 2.28,
Tabel 2. 26 Bagan Desain - 3. Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Minimum Dengan CTB1)
F1 F2 F3 F4 F5
AC WC 40 40 40 50 50
AC BC 60 60 60 60 60
HRS WC 50 30
HRS Base - 35
Tabel 2. 28 Bagan Desain - 3B. Desain Perkerasan Lentur – Aspal dengan Lapis Fondasi Berbutir (Sebagai Alternatif dari Bagan Desain- 3
dan 3A)
78
STRUKTUR PERKERASAN
Kriteria
FFF1 FFF2 FFF3 FFF4 FFF5 FFF6 FFF7 FFF8 FFF9
AC WC 40 40 40 40 40 40 40 40 40
AC BC 60 60 60 60 60 60 60 60 60
LFA Kelas A 400 300 300 300 300 300 300 300 300
Catatan 1 2 3
Sumber: MPJ No 04/SE/Db/2017
Tabel 2. 29 Bagan Desain - 3C Penyesuaian Tebal Lapis Fondasi Agregat A Untuk Tanah Dasar CBR ≥ 7
% (Hanya Untuk Bagan Desain - 3B)
79
STRUKTUR PERKERASAN
Kriteria
FFF1 FFF2 FFF3 FFF4 FFF5 FFF6 FFF7 FFF8 FFF9
Kumulatif beban
sumbu 20 tahun pada
>2 >2-4 >4-7 > 7 - 10 >10 - 20 > 20 - 30 > 30 - 50 > 50 - 100 > 100 - 200
lajur rencana (10
ESA5)
Subgrade CBR ≥
5,5 - 7 400 300 300 300 300 300 300 300 300
Subgrade CBR ≥
7 - 10 330 220 215 210 205 200 200 200 200
Subgrade CBR ≥
10 260 150 150 150 150 150 150 150 150
Subgrade CBR ≥
15 200 150 150 150 150 150 150 150 150
Sumber: MPJ No 04/SE/Db/2017
80
Tabel 2. 31 Bagan Desain – 6. Perkerasan Dengan Stabilsasi Tanah Semen (Soil Cement)
STRUKTUR PERKERASAN
Elevasi tanah dasar untuk bahu harus sama dengan elevasi tanah dasar
perkerasan atau setidaknya pelaksanaan tanah dasar badan jalan harus dapat
tebal lapis berbutir bahu dibuat sama dengan tebal lapis berbutir perkerasan.
Lapis permukaan harus berupa lapis fondasi agregat kelas S, atau kerikil alam
yang memenuhi ketentuan dengan Indeks Plastisitas (IP) antara 4% - 12%. Tebal
lapis permukaan bahu LFA kelas S sama dengan tebal lapis beraspal tapi tidak
lebih tebal dari 200 mm. Jika tebal lapis beraspal kurang dari 125mm maka tebal
3. Bahu Diperkeras
a. Jika terdapat kerb (bahu harus ditutup sampai dengan garis kerb)
a. Penetrasi makadam
83
b. Burtu / burda
d. Beton semen
e. Kombinasi bahu beton 500mm – 600mm atau pelat beton dengan tied
Beban lalu lintas desain pada bahu jalan tidak boleh kurang dari 10% lalu
lintas lajur rencana, atau sama dengan lalu lintas yang diperkirakan dengan lapis
penutup. Pada umumnya, hal ini dapat dipenuhi dengan Burda atau penetrasi
(2.45)
Keterangan:
C = Kapasitas
Tabel 2. 32 Kapasitas Dasar untuk Jalan antar Kota Dengan 2 Lajur 2 Arah (2/2
UD)
Datar 3100
Bukit 3000
Gunung 2900
Per lajur
3,00 0,91
Empat lajur terbagi
3,25 0,96
Enam lajur terbagi
3,50 1,00
3,75 1,03
Per lajur
3,00 0,91
Empat lajur tak
3,25 0,96
terbagi
3,50 1,00
3,75 1,03
Dua lajur tak Total dua arah
terbagi
5,00 0,69
6,00 0,91
7,00 1,00
85
8,00 1,08
9,00 1,15
10,00 1,21
11,00 1,27
Sumber: MPJ Nomor 04/SE/Db/2017
berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan
atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal”. ( Suripin, 2004:7).
hujan, air limbah, atau air tanah) ke tempat pembuangan yang telah ditentukan
airnya naik melebihi kadar air optimum sebagai akibat dari merembesnya air
hujan ke dalam subgrade melalui pori-pori perkerasan jalan atau yang berasal
Sesuai dengan prinsip sebagai jalur pembuangan maka pada waktu hujan, air
menimbulkan kerugian.
Dasar dari perencanaan drainase pada Jalan Raya Salopa yaitu dengan
mengumpulkan data-data curah hujan maksimum pada stasiun hujan yang terdekat
87
dengan lokasi proyek. Dalam praktek pencarian data curah hujan sering ditemui
data yang tidak lengkap, ketidak lengkapan tersebut disebabkan beberapa hal,
pengrusakan akibat banyak hal. Oleh sebab itu untuk memperkirakan besarnya
data yang hilang, harus diperhatikan pula pola penyebaran hujan pada stasiun
(2.46)
Keterangan:
(2.47)
Keterangan:
c. Metode Isohyet
Metode Isohyet adalah cara rasional yang terbaik jika garis-garis isohyet
(2.48)
atau
(2.49)
Keterangan:
I = garis isohyet
untuk terjadinya suatu peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan rancangan yang
Cs = 3 Cv + Cv2 = 0,159
Log Normal
Cv = 0,06
Cs ≠ 0
Log Pearson Tipe III
Cv = 0,3
Cs ≤ 1,1396
Gumble
Ck ≤ 5,4002
Cs = 0
Normal
Ck = 3
a. Distribusi Normal
(2.55)
Keterangan:
(2.56)
(2.67)
Keterangan:
c. Distribusi Gumble
(2.58)
(2.59)
YT = −ln ln
[ ]
T r−1
Tr
……………………………………………………………………………..(2.60)
Keterangan:
(2.61)
(2.62)
Keterangan:
a. Uji Chi-Square
peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data
pembagian kelas dan ditentukan terhadap jumlah data pengamatan yang terbaca
(2.63)
(2.64)
(2.65)
Keterangan:
n = Jumlah sub-kelompok
Dk = Derajat kebebasan
b. Smirnov-Kolmogorov
probabilitas untuk setiap variabel dari distribusi empiris dan teoritis didapat
perbedaan kritis (Dcr) untuk satu derajat nyata dan banyaknya varian tertentu.
(2.66)
Keterangan:
P = Probabilitas, (%)
n = banyaknya data
jika (Dmaks) < (Dcr) maka sebaran sesuai dan dapat diterima. Harga kritis
Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan
tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Dan juga sifat
makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.
hujan baik statistik maupun empiris. Frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam
IDF.
digunakan apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data
(2.67)
Keterangan:
Keterangan:.
Keterangan:
yang akan dialirkan oleh saluran drainase untuk mencegah terjadinya genangan
atau banjir. Untuk menentukan besarnya debit aliran akibat air hujan diperoleh
dari hubungan rasional antara air hujan dengan limpasannya (metode rasional
praktis).
besar curah hujan secara praktis, berlaku untuk luas DAS kurang dari 300 hektar.
(2.70)
Keterangan:
C = Koefisien pengaliran
79
Air hujan yang jatuh pada suatu daerah aliran, pada saat menyentuh
permukaan daerah aliran (DAS) yang paling jauh lokasinya dari muara, maka
tc=t 1 +t 2 (2.71)
(2.72)
(2.73)
Keterangan:
2 Kerikil 5 – 7,5
3 Pasangan 7,5
80
Dalam prakteknya terdapat berbagai tipe tata guna lahan bercampur baur
dalam sebuah daerah aliran. Oleh karena itu, untuk mendapatkan Koefisien
(2.74)
Keterangan:
Permukaan
81
3 Bahu jalan: -
● Trapesium
● Segi empat
kolam tampungan di pilih bentuk segi empat. Karena penentuan dimensi saluran
ekonomis. Bentuk saluran drainase yang umum digunakan adalah bentuk saluran
persegi.
82
diijinkan. Harga koefisien manning (n) dapat dilihat pada Tabel 2.47.
(2.62)
c. Menentukan tinggi jagaan (W) dan lebar saluran (b), kemudian menghitung
jari-jari hidrolis (R), tinggi muka air (h), dan debit saluran (Qs).
A = b.y (2.75)
P = 2+2y (2.76)
(2.77)
W= √ ❑ (2.78)
Keterangan:
83
d. Qs < Qr, maka dimensi saluran dapat diterima, jika tidak maka perhitungan
agar diketahui berapa besar biaya yang nantinya akan digunakan pada suatu
untuk bahan, alat dan upah, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan
pelaksanaan proyek. Anggaran biaya merupakan harga dari bahan atau material,
alat dan upah yang dihitung dengan teliti dan cermat. Anggaran biaya pada proyek
dikeluarkan sehubungan adanya suatu proyek dengan rencana kerja dan syarat-
syarat RKS tertentu, yang dihitung oleh cost estimator dan disetujui oleh owner.
tergantung pada metoda pelaksanaan pekerjaan atau cara kerja yang digunakan
diperoleh melalui proses perhitungan dan masukan. Dalam hal ini, masukan yang
dimaksud antara lain berupa harga satuan dasar untuk bahan, alat, upah tenaga
kerja serta biaya umum. Analisa harga satuan diambil dari Harga Satuan Dasar
Upah dan Harga Satuam Bahan serta Biaya Operasi Peralatan Departemen
Jalan Raya Salopa adalah jalan yang terletak pada 7°35’17.99” - 7°29’4.06”
Cikatomas, dan Salopa menuju pusat kota. Jalan Raya Salopa ini dibangun oleh
Kabupaten Tasikmalaya dengan lebar 5 meter ( 2 arah, 2 lajur tanpa median) dan
panjang trase ± 18 km dengan sebagian kondisi lapisan atas jalan yang rusak
arah, 2 lajur tanpa median), dengan kelas jalan III B dan lebar jalan 2x3m dan
dengan perkerasan lentur. Perencanaan menggunakan trase jalan baru yang akan
dibahas pada bab selanjutnya, dan untuk gambar petanya ada pada Gambar 2.3.
86
tugas akhir, untuk waktu pelaksanaan Redesign Jalan Raya Salopa Kabupaten
Tasikmalaya pada STA 6+435 sampai STA 11+435 terdapat pada Tabel 3.1.
UPTD PSDA WS
5 Data Curah Hujan Ciwulan-Cilaki
Tasikmalaya pada STA 0+000 sampai STA 4+600 menggunakan data sekunder.
Mission) yang diambil dari USGS (United States Geological Survey) dan
Lalu lintas harian rata-rata merupakan volume lalu lintas yang didefinisikan
sebagai jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama satu
satuan waktu.
Data curah hujan yang digunakan dalam perencanaan drainase adalah data
curah hujan wilayah dari stasiun Cimulu, Kawalu, dan Singaparna selama
10 tahun.
88
Mulai
Studi Literatur
1.7.1 Perencanaan Geometrik
Perencanaan geometrik jalan adalah suatu perencanaan route dari suatu
Masalah
ruas jalan secara lengkap, menyangkut beberapa komponen jalan yang dirancang
Pengumpulan data:
berdasarkan kelengkapan data dasar, yang didapat dari hasil survey lapangan,
Data CBR Tanah
kemudian di analisis berdasarkanData LHR
acuan persyaratan perencanaan geometrik yang
b. S-C-S (Spiral-Circle-Spiral),
c. S-S (Spiral-Spiral).
90
Mulai
A
Input : Topografi(kontur), fungsi
Jalan, titik koordinat(X,Y)
Perencanaan
Alinyemen Vertikal
Perancanaan Trase
Perencanaan Muka
Perancanaan
Rencana Jalan
Alinyemen horizontal
Lc<20m Tikungan
mm SS
Perhitungan
P<0,1 data
0m Tikungan FC
tikungan
Perhitungan
pelebaran
perkerasan
A
Perhitungan
e<min Tikungan FC daerah
kebebasan
samping
Penomora
n
Tikungan SCS (stasioning
)
Perkerasan jalan adalah bagian dari jalur lalu lintas, yang bila kita
struktur dalam kedudukan yang paling sentral dalam suatu badan jalan. Lalu lintas
langsung terkonsentrasi pada bagian ini, dan boleh dikatakan merupakan urat nadi
91
dari suatu konstruksi jalan. Perkerasan jalan dalan kondisi baik maka arus lalu
lintas akan berjalan dengan lancar, demikian sebaiknya kalau perkerasan jalan
Mulai
Data:
-LHR
- Pertumbuhan Lalu Lintas CBR Segmen 90%
-Umur Rencana
-CBR Lapangan
Menentukan
Nilai ESA
Selesai
keadaan lingkungan, jenis dan kondisi tanah dasar disepanjang trase jalan,
c. Tentukan nilai ESA (Equivalent Standard Axles) dari setiap nilai CBR
Harian Rata-rata),
dipilih.
berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan
atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal . Fungsi drainase jalan
kadar airnya naik melebihi kadar air optimum sebagai akibat dari
jalan atau yang berasal dari air tanah yang naik ke permukaan,
93
Mulai
Data :
-Curah Hujan
-Tutupan Lahan
-Topografi
Hujan Rencana
-Luas daerah tangkapan air
-Koefisien pengaliran
-Kemiringan lahan
Selesai
adalah perhitungan banyak nya biaya yang diperlukan untuk bahan, alat dan upah,
biaya merupakan harga dari bahan atau material, alat dan upah yang dihitung
dengan teliti dan cermat. Anggaran biaya pada proyek yang sama akan berbeda-
beda di masing- masing daerah, disebabkan karena perbedaan harga bahan dan
d. Menetapkan Harga Satuan Pekerjaan (Harga Bahan, Harga Upah, dan Harga
Alat),
Mulai
Perhitungan
Volume Perkerasan
Harga Satuan Pekerjaan
Selesai
Defartemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga. (1997). Tata Cara
Galih, A. M., irawati, & Rofi, b. h. (2013). perencanaan geometrik dan perkerasan
lentur. studi kasus jalur jalan lintas selatan Sta 75+200-Sta 83+510, 36.
Nova.
andi.
C.V ANDI.