Anda di halaman 1dari 191

.

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas laporan
Kajian Kawasan Studi Kasus (Identifikasi Karakteristik Kawasan Urban) dengan studi kasus koridor Jalan Veteran dan Jalan Bandung, Kota Malang.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada Ibu Ir. Jenny Ernawati, M.Sp., Ph.D selaku dosen koordinator, Bapak Ir. Sigmawan Tri Pamungkas, M.T. dan
Bapak Subhan Ramdlani, S.T., M.T. selaku dosen anggota yang telah memberikan tugas ini kepada kami dan senantiasa membantu kami dalam pengerjaannya.
Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung dan saling membantu kami sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari bahwa laporan yang kami buat masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa yang
akan datang.

Besar harapan kami bahwa laporan ini dapat memenuhi tugas besar yang mata kuliah Azas Desain Urban yang diberikan kepada kami serta bisa
menambah wawasan dan manfaat bagi para pembaca.

Malang, 27 Maret 2022

TIM PENULIS

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL xvi

BAB I . PENDAHULUAN 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1. Konsep Dasar Kota 3


2.1.1. Pengertian Kota 3
2.1.2. Kriteria Kawasan Perkotaan 3
2.1.3. Klasifikasi 3
2.1.4. Fungsi Kota 4
2.1.5. Elemen Fisik Kota 4

2.2. Tata Guna Lahan 4


2.2.1. Pengertian 4
2.2.2. Tujuan 5
2.2.3. Manfaat 6
2.2.4. Jenis 6
2.2.5. Teori 6
2.2.6. Penentuan Tata Guna Lahan 7
2.2.7. Indikator Tata Guna Lahan 8
2.2.8. Asas-Asas Tata Guna Lahan 8
2.2.9. Pertimbangan Rencana Guna Lahan 8
2.2.10.Prinsip-Prinsip Penataan Struktur Peruntukan Lahan 8
2.2.11. Sanksi 9

iii
2.3. Massa dan Bentuk Bangunan 9
2.3.1. Ketinggian Bangunan 10
2.3.2. Site Coverage dan Amplop Bangunan 10
2.3.3. Kemunduran Bangunan 12
2.3.4. Kepejalan Bangunan 13
2.3.5. Cahaya matahari dan Angin 14
2.3.6. Visual Bangunan 15

2.4. Ruang Terbuka Publik Kota 16


2.4.1. Ruang Terbuka Publik 16
2.4.2. Ruang Terbuka Hijau 21
2.4.3. Ruang Terbuka Non Hijau 28

2.5. Aktivitas Publik (Public Life) 34


2.5.1. Aktivitas Publik 34
2.5.2. Aktivitas Publik di Ruang Publik Kota 38

2.6. Penanda (Signage) 44


2.6.1. Pengertian Penanda (Signage) 44
2.6.2. Kategori Signage 45
2.6.3. Tipe-Tipe Signage 50
2.6.4. Elemen-Elemen dan Prinsip Dasar Desain Signage 55
2.6.5. Regulasi yang Memuat Signage di Indonesia 59

2.7. Perabot Jalan/Ruang Publik 61


2.7.1. Kriteria Penyediaan Perabot Jalan/Street Furniture 62
2.7.2. Elemen-Elemen Perabot Jalan/Street Furniture 62

2.8. Sistem Sirkulasi, Parkir, dan Sistem Penghubung 71

iv
2.8.1. Sistem Sirkulasi 71
2.8.2. Parkir 74
2. 8.3 Sistem Penghubung (Linkage) 75

2.9. Pelestarian Kawasan Bersejarah 80


2.9.1. Pengertian Pelestarian 80
2.9.2. Konservasi dan Preservasi pada Skala Urban 80
2.9.3. Kriteria Cagar Budaya pada Skala Urban 80
2.9.4. Tujuan pelestarian kawasan 81
2.9.5. Manfaat Konservasi Kawasan 81
2.9.6. Aturan Hukum Terkait Konservasi Kawasan 82
2.9.7. Komponen dan Identitas Kawasan Konservasi 83
2.9.8. Strategi Konservasi Kawasan 83
2.9.9. Metode Konservasi Urban 84

BAB III. KARAKTERISTIK KAWASAN STUDI 87

3.1. Konsep Dasar Kota 87


3.1.1. Kriteria Kawasan Perkotaan Malang 87
3.1.2. Klasifikasi 87
3.1.3. Analisis Bangunan dan Fungsi 88

3.2. Tata Guna Lahan 88


3.2.1 Tata Guna Lahan pada Kawasan Studi 89
3.2.2 Penggunaan Lahan pada Kawasan Studi 91
3.2.3 Pemanfaatan Lahan pada Kawasan Studi 95

3.3. Massa dan Bentuk Bangunan 97


3.3.1. Ketinggian Bangunan 97
3.3.2. Site Coverage dan Amplop Bangunan 98
3.3.3. Kemunduran Bangunan 99

v
3.3.4. Kepejalan Bangunan 100
3.3.5. Cahaya matahari dan Angin 100
3.3.6. Visual Bangunan 101

3.4. Ruang Terbuka Publik Kota 103


3.4.1 Ruang Terbuka Hijau (RTH) 103
3.4.2 Ruang Terbuka Non-Hijau (RTNH) 108

3.5. Aktivitas Publik (Public Life) 111


3.5.1 Aktivitas Publik 111
3.5.1 Aktivitas Publik di Ruang Publik Kota 114

3.6. Penanda (Signage) 117


3.6.1. Kelengkapan kategori signage 117
3.6.2 Analisis signage 118
3.6.3 Kesimpulan signage 128

3.7. Perabot Jalan/Ruang Publik 128


3.7.1 Kelengkapan kategori perabot jalan 128
3.7.2 Analisis perabot Jalan Veteran 131
3.7.3 Analisis perabot Jalan Bandung 141
3.7.4 Kesimpulan perabot jalan 149

3.8. Sistem Sirkulasi, Parkir, dan Sistem Penghubung


3.8.1 Sistem Sirkulasi 151
3.8.2 Parkir 156
3.8.3 Sistem Penghubung (Linkage) 157

3.9. Pelestarian Kawasan Bersejarah


3.9.1. Sejarah Jalan Veteran dan Jalan Bandung 158
3.9.2. Analisis Kriteria Jalan Veteran dan Jalan Bandung sebagai Cagar Budaya 159

vi
3.9.3. Analisis Komponen dan Identitas Kawasan 159
3.9.4.Analisis Kesesuaian Perubahan Kawasan dengan Aturan Hukum Terkait 163
3.9.5. Pelestarian Kawasan dan Bangunan 166

BAB IV. PENUTUP 156

DAFTAR PUSTAKA 158

LAMPIRAN-LAMPIRAN 160

LAMPIRAN 1. Tabel Organisasi Kerja 160


LAMPIRAN 2. Kliping Pemberitaan Kawasan Studi 164

vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.3.1 Ketinggian Bangunan 10
Gambar 2.3.2 Koefisien Lantai Bangunan dan Koefisien Dasar Bangunan 11
Gambar 2.3.3 Kemunduran Muka Bangunan 13
Gambar 2.3.4 Kepejalan Bangunan 13
Gambar 2.3.5 Cahaya Matahari dan Angin 15
Gambar 2.4.1 Ruang Terbuka Publik 17
Gambar 2.4.2 Tipologi RTH 25
Gambar 2.4.3 RTHL Malabar Kota Malang 25
Gambar 2.4.4 RTHB Balai Kota Malang 26
Gambar 2.4.5 Koridor Hijau Jalan 26
Gambar 2.4.6 Koridor Hijau Sungai 27
Gambar 2.4.7 Taman Kota 28
Gambar 2.4.8 Plasa 31
Gambar 2.4.9 Parkir 32
Gambar 2.4.10 Lapangan Olahraga 32
Gambar 2.4.11 Tempat Bermain 33
Gambar 2.4.12 Pembatas / Median / Buffer 33
Gambar 2.4.13 Koridor 34
Gambar 2.5.1 Personal Distance 36
Gambar 2.5.2 Personal Distance 36
Gambar 2.5.3 Personal Distance 37
Gambar 2.5.4 Intimate Distance 37
Gambar 2.5.5 Fungsi Rekreatif 38
Gambar 2.5.5 Fungsi Perlindungan 38
Gambar 2.6.1.1 Ilustrasi Signage 45
Gambar 2.6.2.1 Ilustrasi Signage sebagai Public Image 46
Gambar 2.6.2.2 Ilustrasi Signage sebagai Street Advertising 47
Gambar 2.6.2.3 Ilustrasi Orientational Sign 47
Gambar 2.6.2.4 Ilustrasi Informational Sign 48
Gambar 2.6.2.5 Ilustrasi Identificational Sign 48

viii
Gambar 2.6.2.6 Ilustrasi Directional Sign 49
Gambar 2.6.2.7 Ilustrasi Safety and Regulatory Sign 49
Gambar 2.6.2.8 Ilustrasi Ornamental Sign 50
Gambar 2.6.3.1 Ilustrasi Banner Sign 50
Gambar 2.6.3.2 Ilustrasi Canopy Sign 51
Gambar 2.6.3.3 Ilustrasi Undercanopy Sign 51
Gambar 2.6.3.4 Ilustrasi Changeable-Copy Sign 51
Gambar 2.6.3.5 Ilustrasi Electronic Message Center Sign 52
Gambar 2.6.3.6 Ilustrasi Floor Sign 52
Gambar 2.6.3.7 Ilustrasi Free-Standing Sign 53
Gambar 2.6.3.8 Ilustrasi Projecting Sign 53
Gambar 2.6.3.9 Ilustrasi Roof Sign 54
Gambar 2.6.3.10 Ilustrasi Suspended Sign 54
Gambar 2.6.3.11 Ilustrasi Wall Sign 55
Gambar 2.6.3.12 Ilustrasi Window Sign 55
Gambar 2.6.4.1 Ilustrasi Elemen Typography 56
Gambar 2.6.4.2 Elemen Warna pada Rambu Keselamatan 57
Gambar 2.6.4.3 Elemen Simbol pada Signage 57
Gambar 2.6.4.4 Elemen Panah pada Signage 58
Gambar 2.6.4.5 Elemen Pencahayaan pada Signage 59
Gambar 2.7.2.1 Ilustrasi Lampu Jalan 62
Gambar 2.7.2.2 Ilustrasi Pot Bunga/Bak Tanaman 63
Gambar 2.7.2.3 Ilustrasi Patung/Monumen 63
Gambar 2.7.2.4 Ilustrasi Air Mancur 64
Gambar 2.7.2.5 Ilustrasi Public Art 64
Gambar 2.7.2.6 Ilustrasi Trotoar 65
Gambar 2.7.2.7 Ilustrasi Ilustrasi Pembatas Jalan (Boundary) 65
Gambar 2.7.2.8 Ilustrasi Bollards 66
Gambar 2.7.2.9 Ilustrasi Fasilitas Penyeberangan 66
Gambar 2.7.2.10 Ilustrasi Lampu Penerangan Jalur Pedestrian 67
Gambar 2.7.2.11 Ilustrasi Bis Surat 67

ix
Gambar 2.7.2.12 Ilustrasi Kotak Telepon Umum 68
Gambar 2.7.2.13 Ilustrasi Tempat Sampah 68
Gambar 2.7.2.14 Ilustrasi Halte dan Shelter 68
Gambar 2.7.2.15 Ilustrasi Pos Polisi 69
Gambar 2.7.2.16 Ilustrasi Fire Hydrant 69
Gambar 2.7.2.17 Ilustrasi Toilet Umum 70
Gambar 2.7.2.18 Ilustrasi Tempat Duduk/Bangku 70
Gambar 2.7.2.19 Ilustrasi Meja Permainan 71
Gambar 2.7.2.20 Ilustrasi Kios Pedagang Kaki Lima 71
Gambar 2.7.2.21 Ilustrasi Tempat Duduk dan Meja 72
Gambar 2.7.2.22 Ilustrasi Lampu Lalu Lintas 72
Gambar 2.7.2.23 Ilustrasi Papan Informasi 73
Gambar 2.7.2.24 Ilustrasi Papan Nama Jalan 73
Gambar 2.7.2.25 Ilustrasi Rambu Lalu Lintas 74
Gambar 2.8.1 SRP Sepeda Motor 78
Gambar 2.8.2 SRP Mobil Penumpang 78
Gambar 3.2.1 Diagram penggunaan lahan di kota Malang 89
Gambar 3.2.1.1 Rencana pola tata ruang Kota Malang 90
Gambar 3.2.1.2 Rencana pola tata ruang koridor Jalan Veteran dan Jalan Bandung Kota Malang 91
Gambar 3.2.2.1 Penggunaan Lahan pada Koridor Jalan Veteran 92
Gambar 3.2.2.2 Pemakaman 93
Gambar 3.2.2.3 Sarana Pendidikan 93
Gambar 3.2.2.4 Pemerintahan 93
Gambar 3.2.2.5 Pertokoan 93
Gambar 3.2.2.6 Penggunaan Lahan pada Koridor Jalan Bandung 94
Gambar 3.2.2.7 Sarana Pendidikan 95
Gambar 3.2.2.8 Sarana Perekonomian 95
Gambar 3.2.2.9 Sarana Pelayanan Umum 95
Gambar 3.2.2.10 Hunian 95
Gambar 3.2.2.11 Sarana Pendidikan 95
Gambar 3.2.2.12 Sarana Pelayanan Umum 95

x
Gambar 3.3.1.1 Bangunan Tinggi Pada Jalan Veteran 97
Gambar 3.3.1.2 Tampak Site Segmen 1 Jalan Veteran 97
Gambar 3.3.1.3 Tampak Site Segmen 2 Jalan Veteran 97
Gambar 3.3.1.4 Bangunan Tinggi Pada Jalan Bandung 98
Gambar 3.3.1.5 Tampak Site Segmen 1 Jalan Veteran 98
Gambar 3.3.1.6 Tampak Site Segmen 2 Jalan Veteran 98
Gambar 3.3.2.1 Site Coverage Jalan Veteran 99
Gambar 3.3.2.2. Site Coverage Jalan Bandung 99
Gambar 3.3.4.1 Kepejalan Bangunan Jalan Veteran 99
Gambar 3.3.4.2 Kepejalan Bangunan Jalan Bandung 99
Gambar 3.3.5.1 Situasi Pencahayaan Jalan Veteran 99
Gambar 3.3.5.2 Situasi Pencahayaan Jalan Bandung 99
Gambar 3.3.6.1. Jalan Veteran 100
Gambar 3.3.6.2 Jalan Bandung 101
Gambar 3.3.6.3 Visual Gedung Universitas Brawijaya 102
Gambar 3.3.6.4 Visual Malang Town Square 102
Gambar 3.3.6.5 Visual SDK Sang Timur 102
Gambar 3.3.6.6 Visual MIN 1 Malang 102
Gambar 3.3.6.6 Visual Wisma Merdeka 102
Gambar 3.4.1.1 RTH Jalan Veteran 103
Gambar 3.4.1.2 Universitas Brawijaya 104
Gambar 3.4.1.3 Privat Pekarangan Bangunan di Sekitar 104
Gambar 3.4.1.4 Pohon Peneduh Koridor Jalan 105
Gambar 3.4.1.5 RTH Jalan Bandung 106
Gambar 3.4.1.6 Perempatan Jalan Veteran, Jalan Bandung dan Jalan Bogor 107
Gambar 3.4.1.7 Privat Pekarangan Bangunan di Sekitar 107
Gambar 3.4.1.8 Pohon Peneduh Koridor Jalan 108
Gambar 3.4.2.1 RTNH Jalan Veteran 108
Gambar 3.4.2.2 Trotoar ditinggikan pada Jalan Veteran 109
Gambar 3.4.2.3 Trotoar tidak ditinggikan pada Jalan Veteran 109
Gambar 3.4.2.4 RTNH Jalan Bandung 110

xi
Gambar 3.4.2.5 Trotoar ditinggikan pada Jalan Bandung 111
Gambar 3.4.2.6 Trotoar tidak ditinggikan pada Jalan Bandung 111
Gambar 3.5.1.1 Luas ruas dan jalur pedestrian Jalan Veteran 112
Gambar 3.5.1.2 Luas ruas dan jalur pedestrian Jalan Bandung 112
Gambar 3.5.1.3 Jarak bangunan dengan badan jalan Pada Jalan Veteran 113
Gambar 3.5.1.4 Jarak bangunan dengan badan jalan Pada Jalan Bandung 113
Gambar 3.5.1.5 Suasana jalur pedestrian Jalan Veteran 113
Gambar 3.5.1.6 Suasana jalur pedestrian Jalan Bandung 114
Gambar 3.5.1.7 RTH dan Ruang Publik median Jalan Veteran 115
Gambar 3.5.1.8 Fasilitas Publik dan RTH pada Jalan Veteran 115
Gambar 3.5.1.9 RTH dan Ruang Publik median Jalan Bandung 115
Gambar 3.5.1.10 Fasilitas Publik dan RTH pada Jalan Bandung 115
Gambar 3.5.1.11 Lokasi pusat keramaian di Jalan Veteran 116
Gambar 3.5.1.12 Universitas Brawijaya 116
Gambar 3.5.1.13 Malang Town Square 116
Gambar 3.5.1.14 Lokasi pusat keramaian di Jalan Bandung 117
Gambar 3.5.1.15 Universitas Muhammadiyah Malang 117
Gambar 3.6.2.1 Ujung Utara Jalan Veteran 118
Gambar 3.6.2.2 Ujung Selatan Jalan Veteran 118
Gambar 3.6.2.3 Spanduk Kampus 119
Gambar 3.6.2.4 Penunjuk Arah Kampus 119
Gambar 3.6.2.5 Billboard Pusat Perbelanjaan 119
Gambar 3.6.2.6 Billboard Iklan 119
Gambar 3.6.2.7 Papan Informasi 120
Gambar 3.6.2.8 Signage Pusat Perbelanjaan 120
Gambar 3.6.2.9 Simbol Komersil 120
Gambar 3.6.2.10 Penunjuk Arah Parkir 121
Gambar 3.6.2.11 Penunjuk Arah Pejalan Kaki 121
Gambar 3.6.2.12 Rambu Dilarang Parkir 122
Gambar 3.6.2.13 Signage Larangan 1 122
Gambar 3.6.2.14 Signage Larangan 2 122

xii
Gambar 3.6.2.15 Signage Larangan 3 122
Gambar 3.6.2.16 Signage Dekorasi Jalan Veteran 123
Gambar 3.6.2.17 Papan Nama Jalan Bandung 124
Gambar 3.6.2.18 Sculpture Public Image 124
Gambar 3.6.2.19 Billboard Iklan Perumahan 124
Gambar 3.6.2.20 Papan Informasi Pemerintah 125
Gambar 3.6.2.21 Signage Kuliner 1 126
Gambar 3.6.2.22 Signage Kuliner 2 126
Gambar 3.6.2.23 Signage Penunjuk Arah 126
Gambar 3.6.2.24 Signage Penunjuk Fasilitas Komersil 126
Gambar 3.6.2.25 Signage Larangan Buang Sampah 127
Gambar 3.6.2.26 Signage Peringatan CCTV 127
Gambar 3.6.2.27 Signage Dekorasi Jalan Bandung 128
Gambar 3.7.2.1 Lampu Jalan 1-Jalan Veteran 132
Gambar 3.7.2.2 Lampu Jalan 2-Jalan Veteran 132
Gambar 3.7.2.3 Bak Tanaman Jalan Veteran 132
Gambar 3.7.2.4 Monumen Jalan Veteran 133
Gambar 3.7.2.5 Trotoar Kawasan Perbelanjaan 134
Gambar 3.7.2.6 Trotoar Pemakaman 134
Gambar 3.7.2.7 Pembatas Jalan Persimpangan 134
Gambar 3.7.2.8 Zebra Cross Jalan Veteran 135
Gambar 3.7.2.9 Lampu Pedestrian Jalan Veteran 135
Gambar 3.7.2.10 Tempat Sampah Jalan Veteran 136
Gambar 3.7.2.11 Halte Jalan Veteran 136
Gambar 3.7.2.12 Fire Hydrant Jalan Veteran 137
Gambar 3.7.2.13 Bangku Jalan Veteran 137
Gambar 3.7.2.14 Perabot Perdagangan Jalan Veteran 138
Gambar 3.7.2.15 Lampu Lalu Lintas Jalan Veteran 139
Gambar 3.7.2.16 Papan Informasi Jalan Veteran 139
Gambar 3.7.2.17 Papan Nama Jalan Warna Hijau 140
Gambar 3.7.2.18 Papan Nama Jalan Warna Kuning 140

xiii
Gambar 3.7.2.19 Rambu Lalu Lintas Putar 140
Gambar 3.7.3.1 Lampu Jalan-Jalan Bandung 141
Gambar 3.7.3.2 Monumen Bundaran Jalan Bandung 141
Gambar 3.7.3.3 Public Art Jalan Bandung 142
Gambar 3.7.3.4 Trotoar Jalan Bandung 142
Gambar 3.7.3.5 Zebra Cross Jalan Bandung 143
Gambar 3.7.3.6 Lampu Pedestrian Jalan Bandung 144
Gambar 3.7.3.7 Tempat Sampah Jalan Bandung 144
Gambar 3.7.3.8 Shelter Jalan Bandung 145
Gambar 3.7.3.9 Bangku Jalan Bandung 145
Gambar 3.7.3.10 Kios Pedagang Jalan Bandung 146
Gambar 3.7.3.11 Lampu Lalu Lintas Jalan Bandung 147
Gambar 3.7.3.12 Papan Informasi Jalan Bandung 147
Gambar 3.7.3.13 Papan Nama Jalan Bandung 148
Gambar 3.7.3.14 Rambu Lalu Lintas Jalan Bandung 148
Gambar 3.8..1.1 Jalan Veteran 149
Gambar 3.8.1.2 Jalan Bandung 150
Gambar 3.8.1.3 Transportasi pada jalan Veteran 150
Gambar 3.8.1.4 Transportasi pada Jalan Bandung 151
Gambar 3.8.1.5 Simpangan pada Jalan Veteran 152
Gambar 3.8.1.6 Simpangan pada Jalan Bandung 152
Gambar 3.8.1.7 Jalur Pedestrian di Jalan Veteran 153
Gambar 3.8.1.8 Jalur Pedestrian di Jalan Bandung 153
Gambar 3.8.2.1 Area Parkir di jalan Veteran 154
Gambar 3.8.2.2 Area Parkir di jalan Bandung 155
Gambar 3.8.3.1 Linkage Visual 156
Gambar 3.8.3.2 Linkage Kolektif 157
Gambar 3.9.1.1 Ujung Badan Jalan Veteran 158
Gambar 3.9.1.2 Ujung Badan Jalan Bandung 158
Gambar 3.9.3.1 Batas dan Substansi Jalan Veteran dan Jalan Bandung 159
Gambar 3. 9. 3. 2. Substansi Jalan Veteran dan Bandung 160

xiv
Gambar 3. 9. 3. 4. Lokasi Landmark Jalan Veteran dan Bandung 162
Gambar 3. 9. 3. 5. Landmark Jalan Veteran 162
Gambar 3. 9. 3. 6. Landmark Jalan Bandung 162
Gambar 3. 9. 4. 1. Gaya Bangunan Arsitektur Kolonial Sekitar Jalan Veteran dan Bandung 164
Gambar 3. 9. 4. 2. Gaya Bangunan Joglo dan International Style di Jalan Veteran 164
Gambar 3. 9. 4. 3. Trotoar Jalan Veteran pada Tahun 2015 165
Gambar 3. 9. 4. 4. Trotoar Jalan Veteran pada Tahun 2022 165
Gambar 3. 9. 4. 5. Boulevard Jalan Veteran pada Tahun 2013 166
Gambar 3. 9. 4. 6. Boulevard Jalan Veteran pada Tahun 2022 166
Gambar 3. 9. 5. 1. Gedung B FK UB Tahun 1963 167
Gambar 3. 9. 5. 1. Gedung B FK UB Tahun 2022 167

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1.1. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Malang 80
Tabel 3.1.2. Data Bangunan dan Fungsi Pada Jalan Veteran Malang 81
Tabel 3.1.3. Data Bangunan dan Fungsi Pada Jalan Bandung Malang 82
Tabel 3.6.1.1 Signage Jalan Veteran dan Jalan Bandung 117
Tabel 3.7.1.1 Kelengkapan Elemen Dekorasi 129
Tabel 3.7.1.2 Kelengkapan Perabot Pelayanan 130
Tabel 3.7.1.3 Kelengkapan Perabot Bersantai 130
Tabel 3.7.1.4 Kelengkapan Perabot Perdagangan 131
Tabel 3.7.1.5 Kelengkapan Rambu-Rambu 131

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

Kota dapat dikatakan sebagai tempat yang paling kompleks dalam kehidupan manusia karena dapat menunjang berbagai aktivitas manusia di berbagai
bidang, sehingga seiring berjalannya waktu sebuah kota akan terus mengalami perkembangan, dimana perkembangan kota tersebut dipengaruhi oleh aktivitas
manusia itu sendiri sebagai pengguna perkotaan yang akan selalu beradaptasi dengan tuntutan hidup yang semakin tinggi yang secara sinergis berjalan dengan
perkembangan zaman yang semakin maju. Sehingga dapat dikatakan bahwa manusia dan kota memiliki hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, disusunlah sebuah perencanaan sebagai proses untuk menghasilkan tatanan perkotaan dengan tujuan
perbaikan, penyelesaian persoalan, menjamin kepentingan publik, mengurangi eksternalitas, mengoreksi kegagalan/ketidak-sempurnaan, dan mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya. Rencana-rencana yang telah disusun tersebut selanjutnya disebut sebagai perencanaan kota. Perencanaan Kota (Urban Planning)
memiliki skala yang luas atau makro, sehingga substansi yang dimuat dalam perencanaan kota bersifat komprehensif atau menyeluruh. Setelah melalui proses
dalam perencanaan kota, maka dilakukan tahap realisasi untuk mewujudkan gagasan dan rencana yang telah disusun sebelumnya ke dalam sebuah perancangan
kota. Perancangan Kota (Urban Design) berperan dalam penanganan lingkungan binaan berskala mezo yang artinya perancangan kota merupakan bentuk
eksistensi arsitektur sebagai lingkungan mikro dan bentuk implementasi dari perencanaan kota yang merupakan lingkungan makro. (Mulyandari, 2011)

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan menyebutkan
bahwa perencanaan kota merupakan kegiatan penyusunan rencana-rencana dan peninjauan kembali atas rencana kota yang telah ada untuk disesuaikan dengan
kondisi dan situasi kebutuhan pengembangan kota untuk masa tertentu. Selain itu dijelaskan pula mengenai konsep dasar perancangan tata bangunan dan
lingkungan yang merupakan hasil tahapan analisis program bangunan dan lingkungan yang memuat gambaran dasar dari penataan pada lahan perencanaan
yang kemudian ditindaklanjuti melalui penjabaran gagasan desain secara lebih detail dari masing-masing elemen desain. Melalui pengertian ini, dapat diketahui
bahwa sebuah kota akan terus mengalami perkembangan. Namun perkembangan kota tersebut harus tetap dapat dikontrol melalui standar dalam peraturan yang
ada. Selain itu, manusia sebagai pengguna kota tersebut juga harus dapat dikontrol melalui elemen-elemen dalam perancangan kota agar tercipta keharmonisan
di antara kedua subjek tersebut. Elemen-elemen dalam perancangan kota ini tidak hanya berfungsi sebagai pembentuk estetika, namun juga dapat menunjang
aktivitas manusia sebagai pengguna kota. Menurut Shirvani (1985) dalam bukunya Urban Design Process, elemen-elemen perancangan kota terdiri dari tata
guna lahan (land use), massa dan bentuk bangunan (building form and massing), ruang terbuka publik kota (open space), aktivitas publik (public life), penanda
(signage), perabot jalan/publik (street furniture/public furniture), sistem sirkulasi, parkir, dan penghubung (circulation, parking, and linkage system), preservasi
dan konservasi (preservation and conservation). (Mylajingga & Lily, 2019)

Di sisi lain, jumlah penduduk terus meningkat setiap tahunnya dan ditambah dengan percepatan urbanisasi yang semakin tinggi menyebabkan
kebutuhan bermukim masyarakat di perkotaan akan semakin pesat dengan ketersediaan lahan yang terbatas (Fithri, 2014). Hal ini tidak hanya berdampak fisik
bagi wajah sebuah kota, melainkan juga berdampak pada aspek sosial, ekonomi, dan budaya bagi masyarakat selaku pengguna kota. Dengan demikian, terjadi

1
persoalan-persoalan yang dapat menyebabkan timbulnya ketidakharmonisan antara hubungan manusia dengan lingkungannya. Peristiwa semacam ini dapat
kita jumpai di berbagai wilayah di Indonesia sebagai perwujudan dari kegagalan atau ketidaksesuaian perencanaan ataupun perancangan kota. Oleh karena itu,
melalui tugas besar dari mata kuliah Azas Desain Urban ini, kami akan melakukan Kajian Kawasan Studi Kasus di koridor Jl. Veteran dan Jl. Bandung, Kota
Malang, Jawa Timur. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi elemen-elemen urban design menggunakan metode Identifikasi Karakteristik
Kawasan Urban, khususnya pada kawasan campuran di sekitar kawasan pendidikan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Kota

2.1.1. Pengertian Kota


Menurut Max Weber, kota adalah daerah tempat tinggal dimana penghuni setempatnya dapat memenuhi kebutuhan ekonominya. Sedangkan
Wirth mendefinisikan kota sebagai permukiman besar, padat, dan permanen yang dihuni orang-orang heterogen dalam kehidupan sosialnya. Kota
merupakan suatu wilayah atau kawasan yang memiliki ruang saling berdekatan, meluas dari pusat hingga pinggiran, dengan wilayah yang didominasi
sebuah struktur binaan. Kota diisi oleh penduduk dengan latar belakang yang hampir sama. Kota menjadi suatu wadah komunitas penduduk yang
menunjang produktivitas dan kegiatan seperti sosial, ekonomi, dan lain sebagainya. Secara sederhana, kota juga dapat didefinisikan sebagai wilayah
yang memiliki batas teritorial dan memiliki kehidupan di dalamnya.
Kota memiliki 3 ciri kehidupan kota (urbanisme) yang menjadi pusat perhatian sosiologi perkotaan dalam melihat kota menurut J. Barco (1982).
Diantaranya adalah struktur kota, gaya hidup perkotaan (urban), dan organisasi sosial.

2.1.2. Kriteria Kawasan Perkotaan


Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2008 mengenai Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan, kriteria kawasan
perkotaan meliputi :
1. Memiliki karakteristik kegiatan utama budidaya bukan pertanian atau mata pencaharian penduduknya terutama di bidang industri,
perdagangan, dan jasa; dan
2. Memiliki karakteristik sebagai pemusatan dan distribusi pelayanan barang dan jasa didukung prasarana dan sarana termasuk pergantian moda
transportasi dengan pelayanan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

2.1.3. Klasifikasi
Kota diklasifikasikan berdasarkan jumlah penduduknya. Pembagian klasifikasi kota diantaranya :
1. Kota kecil, yakni kawasan perkotaan yang memiliki jumlah penduduk tercatat sebanyak 10.000-100.000 orang
2. Kota sedang, yakni kawasan perkotaan yang memiliki jumlah penduduk tercatat sebanyak 100.001-500.000 orang
3. Kota besar, yakni kawasan perkotaan yang memiliki jumlah penduduk tercatat sebanyak lebih dari 500.000 sampai 1.000.000 orang
4. Kota metropolitan, yakni kawasan perkotaan yang memiliki jumlah penduduk tercatat sebanyak lebih dari 1.000.000 orang

3
2.1.4. Fungsi Kota
Terdapat berbagai pendapat terkait fungsi kota menurut para ahli planologi, diantaranya:
1. Menurut Gmelch (2002), kota berfungsi sebagai tempat bermukim, pusat administrasi, komersial, agama, dan budaya untuk wilayah sekitarnya
yang lebih besar.
2. Menurut Jorge E. Hardoy (1987) fungsi kota minimum meliputi sebuah pasar, sebuah pusat administratif dan pemerintahan, sebuah pusat
militer, sebuah pusat keagamaan, atau sebuah pusat aktivitas intelektual bersama dengan kelembagaan serupa.
3. Menurut Short (1984) fungsi kota yaitu: sebagai tempat kerja, sebagai tempat tinggal, pergerakan dan transportasi, sebagai tempat investasi,
dan sebagai arena politik. Masing-masing fungsi tersebut mencerminkan fungsi secara spasial.

2.1.5. Elemen Fisik Kota


Menurut Shirvani (1985), elemen-elemen fisik Urban Design bersifat ekspresif dan suportif yang mendukung struktur visual kota serta
terciptanya citra lingkungan. Elemen tersebut diantaranya :
1. Tata guna lahan
2. Bentuk dan massa bangunan
3. Ruang terbuka
4. Aktivitas publik
5. Penanda (Signage)
6. Perabot jalan/Ruang publik
7. Sirkulasi dan parkir
8. Preservasi dan konservasi

2.2. Tata Guna Lahan

2.2.1. Pengertian
1. Lahan adalah permukaan bumi tempat berlangsungnya berbagai aktivitas dan merupakan sumber daya alam yang terbatas, dimana
pemanfaatannya memerlukan penataan, penyediaan, dan peruntukan secara berencana untuk maksud-maksud penggunaan bagi kesejahteraan
masyarakat (Sugandhy, 2008:16). Sedangkan menurut Cooke (2003:33), lahan merupakan keseluruhan kemampuan muka daratan beserta
segala gejala di bawah permukaannya yang bersangkut paut dengan pemanfaatannya bagi manusia. Pengertian lahan menurut Undang-Undang
Pokok Agraria adalah permukaan bumi yang dalam penggunaannya termasuk bagian tubuh bumi yang dibawahnya dan bagian ruang di atasnya

4
sesuai dengan tujuan penggunaannya. (Harsono dalam Soemadi, 2009:5). Pengertian tersebut menunjukan bahwa lahan merupakan suatu
bentang alam sebagai modal utama kegiatan, sebagai tempat dimana seluruh makhluk hidup berada dan melangsungkan kehidupannya dengan
memanfaatkan lahan itu sendiri.
2. Tata Guna Lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah
untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi permukiman, perdagangan,industri, dan lain-lain. Tata Guna Lahan (land use
planning) adalah pengaturan penggunaan lahan. Dalam tata guna lahan dibicarakan bukan saja mengenai penggunaan permukaan bumi, tetapi
juga mengenai penggunaan permukaan bumi di lautan (Jayadinata, 2009:10). Tata Guna Lahan menurut Undang-Undang Pokok Agraria adalah
struktur dan pola pemanfaatan tanah, baik yang direncanakan maupun tidak, yang meliputi persediaan tanah, peruntukan tanah, penggunaan
tanah dan pemeliharaannya.
3. Konsep tata guna lahan adalah kajian tentang kesesuaian lahan merupakan hasil analisis kesesuaian lahan yang diperoleh dari analisis kelayakan
lahan serta analisis potensi dan kendala. Kesesuaian lahan berarti menunjukkan adanya pemanfaatan lahan yang sesuai dengan potensinya
berdasarkan hasil skoring.
4. Rencana tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang lokasi, kapasitas dan jadwal
pembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum
lainnya. Tata guna lahan merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan lingkungan. Keseimbangan antara kawasan budidaya
dan kawasan konservasi merupakan kunci dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

2.2.2. Tujuan
Tujuan dari tata guna lahan adalah untuk mempengaruhi, mengontrol atau mengarahkan perubahan dalam penggunaan lahan, sehingga
ditujukan untuk penggunaan yang paling menguntungkan, dengan tetap menjaga kualitas lingkungan dan mendorong pelestarian sumber daya lahan.
Tata guna lahan juga bertujuan untuk mencapai keseimbangan diantara tujuan-tujuan tersebut melalui penggunaan informasi tentang trade-off, teknologi
tepat guna, dan pengambilan keputusan berdasarkan konsensus. Tata guna lahan yang efektif seringkali melibatkan masyarakat lokal, informasi ilmiah
tentang sumber daya lahan, teknologi tepat guna, dan evaluasi terpadu atas penggunaan sumber daya.
Proses metodologi perencanaan penggunaan lahan berkontribusi pada:
1. Orientasi lokasi kegiatan ekonomi dan sosial terkait dengan kemampuan lahan dan memberikan solusi untuk konflik penggunaan
2. Menunjukkan dasar sumber daya alam yang harus tetap ada dan kawasan lindung
3. Menunjukkan area yang terkena bahaya alam dan pengelolaannya
4. Mengidentifikasi kegiatan dan sistem produktif dan ekstraktif yang berkelanjutan
5. Memandu perencanaan penggunaan lahan dan menunjukkan area yang membutuhkan proyek adaptasi atau pemulihan lahan

2.2.3. Manfaat

5
Tata guna lahan dapat membantu mengelola konflik tersebut, meredakan ketegangan, dan mewujudkan penggunaan lahan dan sumber daya
alamnya secara lebih efektif dan efisien. Dengan memeriksa semua penggunaan lahan secara terintegrasi, perencanaan penggunaan lahan
mengidentifikasi trade off yang paling efisien antara opsi penggunaan lahan dan menghubungkan pembangunan sosial dan ekonomi dengan
perlindungan dan peningkatan lingkungan, sehingga membantu mencapai pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Ketika dilakukan secara efektif,
perencanaan penggunaan lahan meningkatkan kepastian bagi para pemangku kepentingan. Misalnya, dapat membantu meyakinkan industri kayu
tentang ketersediaan sumber daya kayu dalam jangka panjang sehingga dapat menginvestasikan modal dengan percaya diri.
Manfaat yang nyata dengan adanya tata guna lahan yang baik:
1. Sebuah tata guna lahan yang baik bisa membawa sebuah dampak positif bagi perkembangan ekonomi.
2. Pemerataan fungsi lahan yang baik dan sekaligus menjaga sumber daya alam yang ada agar tidak rusak dan tercemar.
3. Menciptakan sebuah lahan hunian yang tertata dengan baik sekaligus mengurangi terjadinya kemacetan pada hunian tersebut.

2.2.4. Jenis
Chajin dan Kaiser pada tahun 1979, di bawah ini adalah beberapa jenis tata guna lahan:
1. Lahan Komersial
Lahan komersial merupakan sebuah lahan yang bisa digunakan untuk berbagai bentuk perdagangan maupun perusahaan besar seperti
perhotelan, pusat belanja, restaurant, gedung perkantoran dan sebagainya.
2. Lahan Industri
Lahan industri adalah lahan yang diperuntukkan dalam berbagai kegiatan industri seperti pabrik. Tidak semua daerah memperbolehkan
perizinan untuk membangun sebuah industri. Lahan untuk industri harus memiliki jarak yang jauh dari perumahan untuk menghindari terjadinya
pencemaran yang bisa mengganggu kesehatan.
3. Guna lahan publik adalah sebuah lahan untuk keperluan masyarakat atau fasilitas layanan publik seperti tempat ibadah, area rekreasi maupun
rumah sakit. Lahan ini tidak boleh dipakai untuk keperluan komersial karena bisa mengganggu aktivitas yang ada di dalamnya.
Sedangkan menurut Hartshorne (1980), komponen penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Private Uses : Penggunaan lahan untuk kelompok ini adalah penggunaan lahan permukiman, komersial, dan industri.
2. Public Uses : Penggunaan lahan untuk kelompok ini adalah penggunaan lahan rekreasi dan pendidikan.
3. Jalan

2.2.5. Teori
1. Teori konsentris pertama kali dikemukakan oleh E.W. Burgess pada tahun 1925 dengan analogi dari dunia hewan di mana suatu daerah akan
didominasi oleh suatu spesies tertentu. Seperti wilayah perkotaan akan terjadi pengelompokan tipe pengguna lahan tertentu. Analisis yang

6
dilakukan digambarkan dalam gambaran model zona konsentris . Model Burgess merupakan suatu model yang diperuntukan bagi kota yang
mengalami migrasi besar-besaran dan pasar perumahan didominasi oleh sektor privat.
2. Teori ketinggian bangunan dikemukakan oleh Bergel di tahun 1955 yang mengatakan bahwa penggunaan lahan tidak hanya dipertimbangkan
dari jaraknya dari pusat kota saja, melainkan juga jaraknya dari tanah. Teori Ketinggian Bangunan Bergel bisa digambarkan dengan kurva
hubungan antara penggunaan lahan dengan ketinggian bangunan.
3. Teori sektor pertama kali dikemukakan oleh Homer Hoyt pada tahun 1939 mengatakan bahwa pola sektoral yang terjadi pada suatu wilayah
bukanlah suatu hal kebetulan tetapi merupakan asosiasi kekurangan dari beberapa variabel yang ditentukan oleh masyarakat. Variabel yang
dimaksud merupakan kecenderungan masyarakat dalam menempati daerah yang mereka anggap nyaman dalam menjalani kehidupannya sehari-
hari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perkembangan kota secara sektoral tidak terjadi secara acak melainkan mengikuti pola atau
perkembangan tertentu.
4. Teori poros dicetuskan oleh Babcock pada tahun 1932 sebagai respon akan Teori Konsentris. Teori ini mendasarkan penggunaan lahan pada
peranan sektor transportasi. Keberadaan jalur transportasi akan menyebabkan distorsi pada pola konsentris, sehingga daerah yang dilalui oleh
jalur transportasi akan memiliki perkembangan fisik yang berbeda dengan daerah yang tidak dilalui oleh jalur transportasi. Teori Poros
digambarkan dengan gambar model Teori Poros Babcock
5. Teori pusat kegiatan banyak dikemukakan oleh Harris and Ullman pada tahun 1945 yang menyebutkan bahwa pusat kegiatan tidak selalu
berada pada posisi di tengah-tengah suatu wilayah. Lokasi-lokasi keruangan yang terbentuk tidak ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor jarak
dari CBD sehingga membentuk persebaran zona-zona yang teratur namun berasosiasi dengan sejumlah faktor yang akan menghasilkan pola-
pola keruangan yang khas.

2.2.6. Penentuan Tata Guna Lahan


Penentu dalam tata guna lahan bersifat sosial, ekonomi, dan kepentingan umum (Jayadinata, 2009:157-166) adalah sebagai berikut:
1. Perilaku Masyarakat (social behavior) sebagai penentu. Hal yang menentukan nilai tanah secara sosial dapat diterangkan dengan proses ekologi
yang berhubungan dengan sifat fisik tanah, dan dengan proses organisasi yang berhubungan dengan masyarakat, yang semuanya mempunyai
kaitan dengan tingkah laku dan perbuatan kelompok masyarakat.
2. Penentu yang berhubungan dengan kehidupan ekonomi. Dalam kehidupan ekonomi, peranan daya guna dan biaya sangat penting, maka
diadakan pengaturan tempat sekolah supaya lebih ekonomis, program lalita (rekreasi) yang ekonomis berhubung dengan pendapatan perkapita,
dan sebagainya. Pola tata guna lahan di daerah perkotaan yang diterapkan dalam teori jalur sepusat, teori sektor, dan teori pusat lipat ganda
dihubungkan dengan kehidupan ekonomi.
3. Kepentingan umum sebagai penentu. Kepentingan umum yang menjadi penentu dalam tata guna lahan meliputi: kesehatan, keamanan, moral,
dan kesejahteraan umum (termasuk keindahan, kenikmatan), dan sebagainya.

7
2.2.7. Indikator Tata Guna Lahan
Menurut Jurizat (2014) beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk tata guna lahan, antara lain adalah:
1. Area Hijau
2. Infrastruktur Pendukung
3. Pengendalian Hama
4. Penanganan Air Limpasan Hujan

2.2.8. Asas-Asas Tata Guna Lahan


1. Lestari, penggunaan tanah harus tetap menjaga kelestarian lingkungan
2. Optimal, penggunaan tanah yang dikehendaki harus memberikan manfaat yang paling optimal
3. Serasi, antar jenis penggunaan tanah harus serasi agar tidak menimbulkan konflik penggunaan tanah
4. Seimbang, antar penggunaan tanah dalam suatu wilayah harus membentuk pola yang seimbang sehingga ketiga azas tersebut dapat tercapai

2.2.9. Pertimbangan Rencana Guna Lahan


1. Fungsionalitas Struktur Ruang dan Komunitas yang mendiami didalamnya
2. Pola Ekologi penggunaan lahan yang berkelanjutan
3. Penyediaan dan Pemeliharaan Prasarana dan Fasilitas serta sumber daya alam untuk mendukung ekonomi daerah
4. Efisiensi Ekonomi Penggunaan Lahan
5. Hak Kepemilikan lahan

2.2.10. Prinsip-Prinsip Penataan Struktur Peruntukan Lahan


1. Secara Fungsional
● Keragaman tata guna yang seimbang, saling menunjang (compatible) dan terintegrasi
● Pola distribusi jenis peruntukan yang mendorong terciptanya interaksi aktivitas
● Pengaturan pengelolaan area peruntukan
● Pengaturan kepadatan pengembangan Kawasan dengan pertimbangan
2. Secara Fisik
● Estetika, karakter, dan citra kawasan
● Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki serta aktivitas yang diwadahi
3. Secara Lingkungan
● Keseimbangan kawasan perencanaan dengan sekitar

8
● Keseimbangan peruntukan lahan dengan daya dukung lingkungan
● Kelestarian ekologis kawasan

2.2.11. Sanksi
1. Sanksi Administratif
Sesuai dengan 63 UU Tata Ruang, sanksi administratif dari pelanggaran tata guna lahan adalah sebagai berikut:
● Peringatan tertulis merupakan sanksi pertama yang akan diberikan dan akan dilakukan penertiban lahan apabila tidak segera pindah
dari wilayah tersebut.
● Penghentian sementara kegiatan dan pelayanan umum di wilayah yang melakukan pelanggaran tata guna lahan.
● Penutupan Lokasi, Jika masih tidak menaati penertiban yang dilakukan maka pemerintah akan menutup lokasi dan mencabut &
membatalkan izin yang ada.
● Pembongkaran bangunan secara paksa agar bisa dilakukan pemulihan fungsi pada lahan.
● Denda administratif
2. Sanksi Pidana
Sesuai dengan Pasal 69 UU Tata Ruang, sanksi pidana bagi orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang
mengakibatkan perubahan fungsi ruang adalah penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500 juta. Jika tindak pidana
tersebut mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan
denda paling banyak Rp. 1.5 miliar. Jika mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan
denda paling banyak Rp. 5 miliar.

2.3. Massa dan Bentuk Bangunan

Massa dan bentuk bangunan menyangkut pada aspek-aspek bentuk fisik dari suatu bangunan. Tujuannya agar bentuk massa bangunan akan seimbang,
proporsional, harmonis, berskala manusiawi dan tercapai tatanan massa yang dapat membentuk ruang luar untuk aktivitas luar, seperti open space dan
pedestrian. Bentuk massa bangunan harus memperhatikan kontekstual bangunan yang ada di sekitarnya.

Bentuk fisik yang terjadi diakibatkan oleh setting (rona) spesifik yang meliputi ketinggian, pemunduran (setback), penutupan (coverage), selanjutnya
lebih luas menyangkut juga penampilan dan konfigurasi bangunan, yaitu di samping ketinggian, kepejalan, juga meliputi warna, material, tekstur, fasade, skala
dan gaya (Shirvani, 1985:14)

2.3.1. Ketinggian Bangunan

9
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan,
Ketinggian Bangunan Gedung (KBG) adalah angka maksimal jumlah lantai bangunan gedung yang diperkenankan. Ketentuan ketinggian bangunan
adalah ukuran ketinggian dari lantai dasar bangunan hingga titik puncak bangunan.

Gambar 2.3.1 Ketinggian Bangunan


Sumber : https://images.google.com/

Klasifikasi ketinggian bangunan berdasarkan jumlah lantai :


1. Bangunan gedung rendah (maksimal 4 lantai)
2. Bangunan gedung sedang (5-8 lantai)
3. Bangunan gedung tinggi (lebih dari 8 lantai)
4. Bangunan pencakar langit (40-100 lantai)
5. Bangunan super tinggi (lebih dari 100 lantai)

2.3.2. Site Coverage dan Amplop Bangunan


Site coverage (penutupan tapak) adalah suatu kontrol untuk mencegah dampak buruk dari suatu pembangunan yang berlebihan. Hal ini agar
bangunan terlindungi dari sinar dan cahaya matahari berdasarkan tata letak bangunan. Site coverage adalah persentase lahan yang ditutupi oleh struktur
bangunan, tidak termasuk jalan umum dan setapak.

10
Gambar 2.3.2 Koefisien Lantai Bangunan dan Koefisien Dasar Bangunan
Sumber : Gambar pribadi
Tujuan dengan adanya pengendalian site coverage ini adalah untuk :
1. Mengendalikan kepadatan bangunan
2. Mengendalikan koridor udara dan visual
3. Mengatur tata lingkungan dan bangunan
4. Mengatur kapasitas fungsi kegiatan dalam bangunan yang dapat ditampung dalam tapak
5. Mengatur dan melindungi kawasan historis kota

Amplop bangunan suatu tapak perencanaan merupakan batas maksimum suatu ruang yang diijinkan untuk dibangun. Amplop bangunan
memberikan gambaran volume ruang maksimum bangunan yang dapat diletakkan pada suatu tapak. Amplop bangunan merupakan teknik rekayasa
yang digunakan untuk menentukan konstruksi sebuah bangunan agar berfungsi dengan optimal.
1. Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Garis sempadan merupakan Batasan terluar yang ditetapkan untuk mendirikan bangunan dan pagar. GSB dihitung berdasarkan ukuran
jalan di depan bangunan, yaitu setengah kali ukuran jalan ditambah 1 meter dari pinggir jalan. Misal, ukuran badan jalan adalah 10 meter, maka

11
GSB-nya adalah 5 meter + 1 meter = 6 meter. Jika kurang dari ukuran tersebut maka dianggap sebagai pelanggaran dan akan terkena sanksi.
(Julizar, 2001).
Fungsi dari adanya ketentuan GSB diantaranya adalah meminimalisir penyebaran api dengan bangunan di sekitarnya ketika terjadi
kebakaran, mencegah air dari jalan masuk ke pekarangan, dan meminimalkan risiko kecelakaan terhadap penghuni bangunan ketika terjadi
kecelakaan di jalan dekat bangunan.
2. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Koefisien Lantai Bangunan merupakan penentuan perbandingan seluruh luas lantai dari bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun
terhadap ukuran luas lahan yang akan dipakai. Ketentuan nilai KLB pada setiap wilayah akan berbeda-beda.
3. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah perbandingan persentase luas tapak yang tertutup dengan ukuran tapak keseluruhannya, agar
dapat menyediakan ruang terbuka pada tapak tersebut.
Fungsi dari adanya ketentuan KDB adalah untuk mengendalikan kawasan agar tertata, menjaga kesesuaian jumlah lahan yang
digunakan untuk bangunan dengan area terbuka hijaunya, menjaga sistem dalam kota serta kelestarian daerah resapan air.

2.3.3. Kemunduran Bangunan


Pemunduran muka bangunan adalah untuk menciptakan kesan lega dalam mengimbangi ketinggian bangunan, kepadatan bangunan dan
intensitas kegiatan di suatu wilayah kota, serta mendukung orientasi dan kenyamanan pejalan kaki. Kendali pemunduran muka bangunan ini berupa
nilai Garis Sempadan Bangunan (GSB), yaitu jarak bebas minimum dinding terluar bangunan dengan batas persil yang dikuasai.

Gambar 2.3.3 Kemunduran Muka Bangunan

12
Sumber : Gambar pribadi
GSB terdiri dari :
1. Garis Sempadan Muka Bangunan (GS Muka Bangunan)
2. Garis Sempadan Samping Bangunan (GS Samping Bangunan)
3. Garis Sempadan Belakang Bangunan (GS Belakang Bangunan)

2.3.4. Kepejalan Bangunan


Kepejalan bangunan merupakan bagaimana penampilan suatu bentuk bangunan dalam konteks kota. Kepejalan Bangunan menjadi kontrol
untuk meningkatkan kondisi angin dan cahaya matahari terhadap jalan maupun ruang terbuka di sekitar bangunan. Kepejalan suatu bangunan ditentukan
oleh perbandingan tinggi, luas, lebar, panjang, olahan massa (desain bentuk), dan variasi penggunaan material.

Gambar 2.3.4 Kepejalan Bangunan


Sumber : https://images.google.com/

2.3.5. Cahaya Matahari dan Angin

13
Adanya pengendalian konfigurasi cahaya matahari dan angin adalah sebagai kontrol langsung yang menjamin masuknya cahaya matahari dan
angin ke jalan‐jalan dan ruang terbuka. Aspek-aspek untuk menjadi pengendalian cahaya matahari dan angin adalah batas ketinggian, kemunduran
bangunan, ketinggian yang kondisional, sudut matahari, sudut pandang, dan ruang antara menara.

Gambar 2.3.5 Cahaya Matahari dan Angin


Sumber : https://images.google.com/

2.3.6. Visual Bangunan


1. Fasad
Secara sederhana, fasad merupakan tampilan dari sisi luar sebuah bangunan, dan umumnya menggambarkan tampak depan sebagai wajah dari
sebuah bangunan untuk memperlihatkan karakteristik dan ciri khas dari bangunan tersebut (Pattileamonia, 2016). Fungsi dari adanya fasad adalah
untuk memperlihatkan estetika bangunan serta penggunaan material fasad yang tahan cuaca akan menjaga kekokohan bangunan dalam jangka waktu
yang lama.
2. Skala
Dalam aspek urban, skala memperlihatkan pandangan manusia (human vision) terhadap antar objek dalam sebuah lingkungan. Skala
diperuntukkan untuk menghasilkan tatanan yang harmonis dan sesuai dengan jangkauan serta kapasitas manusia sebagai penghuni atau pengguna

14
kawasan tersebut. Dalam skala urban juga terdapat pola yang dapat dianalisis untuk melihat perbandingan antara masa kini dan masa mendatang,
seperti perbandingan pola transportasi, peruntukkan lahan, dan sirkulasi kawasan. (Zahra & I Gusti, 2021)
3. Gaya Bangunan
Gaya suatu bangunan dapat dilihat dari segi arsitektur yang memperlihatkan karakteristik bangunan tersebut. Gaya bangunan dapat mengarah
ke segi konstruksi bangunan serta material bangunan itu sendiri.
Dalam konteks urban, menurut Saktika (2022), gaya bangunan dibagi berdasarkan fungsinya. Pembagian jenis gaya bangunan diantaranya
bangunan rumah tinggal, bangunan penginapan, bangunan komersial, bangunan kesehatan, bangunan pendidikan, bangunan peribadatan, bangunan
cagar budaya dan hiburan, bangunan fasilitas transportasi, serta bangunan pemerintahan.
4. Material
Material merupakan unsur utama dalam perancangan sebuah arsitektur. Dikatakan bahwa bahan bangunan dapat dikatagorikan menjadi bahan
bangunan alami dan bahan bangunan buatan. Sifat dari jenis material yang akan digunakan perlu dipertimbangkan untuk mendukung kekuatan suatu
gedung (desain arsitektur). Sebagaimana terlihat dari bentuknya material-material sejenis kabel, baja, kayu dan sebagainya adalah cocok untuk
menahan gaya tarik.
5. Tekstur
Tekstur adalah pola struktur tiga dimensi permukaan. Biasanya bahan-bahan bangunan yang alami memiliki tekstur kasar yang menunjukkan
karakter alaminya. Sedangkan bahan bangunan buatan memiliki tekstur yang lebih halus. Tekstur juga dapat mempengaruhi berbagai kesan warna dan
bahan.
Tekstur juga didapatkan dari pola penataan atau perletakan bahan. Tekstur dibentuk oleh pola-pola tata letak benda-benda, yang karena
berulang (biasanya dalam skala kecil yang bisa dilihat polanya oleh manusia) menimbulkan tekstur.
6. Warna
Selain unsur-unsur konstruktif yang membentuk objek arsitektur, penerapan warna pada permukaan juga memengaruhi pengalaman pengguna
ruang. Warna dapat menunjukkan volume tertentu atau detail konstruktif, atau secara visual meniru aspek ruang tertentu. Ini juga dapat memberikan
satu set emosi atau efek visual.

2.4. Ruang Terbuka Publik Kota


2.4.1. Ruang Terbuka Publik
1. Pengertian Ruang Terbuka Publik
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang
lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaanya lebih bersifat terbuka

15
yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka pada dasarnya dibuat untuk memenuhi salah satu kebutuhan manusia sebagai makhluk
yang memerlukan kegiatan bersosialisasi (Shaftoe, 2008). Kemudian untuk ruang publik sendiri, dari Carr (1992) pada bukunya yang
berjudul Public Space, ruang publik adalah ruang milik bersama dimana publik dapat melakukan berbagai macam aktivitas dan tidak
dikenakan biaya untuk memasuki area tersebut. Ruang Terbuka Publik di perkotaan merepresentasikan keinginan masyarakat perkotaan
untuk berinteraksi dengan alam karena sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan kualitas lingkungan hidup suatu perkotaan. Terlebih
Kota Malang sendiri memiliki fungsi kota sebagai Pusat Kegiatan Nasional. Sesuai dengan arahan pada PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Nasional atau PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.

Gambar 2.4.1 Ruang Terbuka Publik


Sumber: (https://dlh.semarangkota.go.id/)

Karakter ruang terbuka publik dapat berupa lanskap, jalan, ruang pejalan kaki, taman, tempat parkir, dan area rekreasi atau dengan kata
lain ruang tersebut khusus direncanakan dan disediakan untuk tujuan berinteraksi (Shirvani, 1985). Di dalam perumahan banyak terdapat
ruang publik seperti yang disebutkan oleh Shirvani, namun masih perlu dipertanyakan kualitas ruang publik tersebut. Pada dasarnya,
pengadaan ruang publik sebaiknya tidak hanya sebatas kualitas fisik, namun juga kualitas non- fisiknya. Hal ini dikarenakan salah satu
kebutuhan manusia dalam menjalani hidup ini adalah melakukan kegiatan pada ruang terbuka (Ghassani, Anggiani, & Jamila, 2019). Secara
singkat ruang terbuka publik memiliki 3 karakter penting dimana terdapat makna (meaningful), dapat mengakomodir kebutuhan setiap
pengguna dalam melakukan kegiatan (responsive), dan yang ketiga dapat menerima berbagai kegiatan masyarakat tanpa ada diskriminasi
(democratic).

Berikut berupa pengertian-pengertian mendasar terhadap konsep ruang terbuka publik oleh beberapa pakar:

16
● Menurut Roger Scurton (1984) setiap ruang publik memiliki makna sebagai lokasi yang memiliki akses yang besar terhadap
lingkungan sekitar, tempat bertemunya publik dan perilaku masyarakat pengguna ruang publik dengan mengikuti norma-norma
setempat.
● Menurut Hakim dan Hardi (2004), pengertian mengenai ruang terbuka publik dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Bentuk dasar dari ruang terbuka selalu terletak di luar massa bangunan
b. Dapat dimanfaatkan dan dipergunakan oleh setiap orang
c. Memberi kesempatan untuk bermacam-macam kegiatan dalam kata lain multi-fungsi
● Menurut Nazaruddin (1994) bahwa Ruang terbuka publik merupakan elemen vital dalam sebuah ruang kota karena keberadaannya di
kawasan yang berintensitas kegiatan tinggi. Sebagai lahan tidak terbangun, ruang terbuka biasanya berada di lokasi strategis dan banyak
dilalui orang.
● Menurut Hakim (2003) Ruang terbuka (Open Space) merupakan ruang terbuka yang selalu terletak di luar massa bangunan yang dapat
dimanfaatkan dan dipergunakan oleh setiap orang serta memberikan kesempatan untuk melakukan bermacam-macam kegiatan. Yang
dimaksud dengan ruang terbuka antara lain jalan, pedestrian, taman lingkungan, plaza, lapangan olahraga, taman kota dan taman
rekreasi.

2. Tujuan Ruang Terbuka Publik


Sebuah ruang terbuka publik umumnya dirancang dengan tujuan tertentu. Tujuan dari perancangan ruang tersebut beragam dan
memiliki sasaran yang disesuaikan dengan masing-masing tujuan. Carr (1992) mengemukakan tujuan ruang publik sebagai berikut:
● Kesejahteraan Masyarakat
Motivasi dasar untuk menciptakan sebuah ruang terbuka publik adalah demi kesejahteraan kehidupan masyarakat setempat.
Kesejahteraan dapat diciptakan dengan menciptakan ruang-ruang yang dapat menunjang aktivitas dan pertemuan publik. Ruang-ruang
tersebut pada dasarnya wadah pusat komunikasi, pergerakan dan bersantai.
● Pengembangan Visual
Ruang publik dapat berperan dalam meningkatkan nilai visual dari kota secara keseluruhan sehingga kota tersebut menjadi
lebih manusiawi, harmonis dan indah.
● Pengembangan Lingkungan
Penghijauan pada ruang publik dapat meningkatkan kualitas lingkungan agar memberi kesegaran pada lingkungan kota.
● Pengembangan Ekonomi
Pengembangan ekonomi suatu wilayah merupakan tujuan umum dalam pengembangan sebuah ruang terbuka publik.
● Image Enhancement
Menciptakan wajah dan kesan positif terhadap sebuah area yang memiliki ruang terbuka publik.

17
3. Fungsi Ruang Terbuka Publik
Segala aktivitas yang terjadi di dalam ruang publik mengarah pada peran ruang terbuka publik yang berfungsi sebagai pusat untuk
interaksi sosial antar publik maupun interaksi publik dengan lingkungan.
Berikut merupakan beberapa fungsi yang dimiliki ruang terbuka publik (Rustam, 2004), yakni:
● Fungsi umum
a. Tempat bermain dan berolahraga, tempat bersantai, tempat interaksi sosial baik secara individu ataupun kelompok, tempat
peralihan dan tempat menunggu
b. Sebagai ruang terbuka, ruang ini berfungsi untuk mendapatkan udara segar dari alam.
c. Sebagai sarana penghubung dari suatu lokasi ke lokasi lain.
d. Sebagai pembatas atau jarak di antara massa bangunan.
● Fungsi ekologis :
a. Penyegaran udara, menyerap air hujan, pengendalian banjir, menstabilkan ekosistem.
b. Pelembut arsitektur bangunan.

4. Kriteria Ruang Terbuka Publik


Menurut Siahaan (2011), Kriteria public diklasifikasikan menjadi 6, yaitu:
● Image and Identity
Ruang publik dapat menjadi identitas suatu kota karena didesain dengan bentuk yang unik dan berbeda dari bangunan di sekitarnya,
sehingga terlihat lebih menonjol.
● Attractions and Destination
Suatu ruang terbuka dapat menjadi daya tarik tersendiri dengan elemen-elemen yang ada di dalamnya, seperti air mancur, patung,
dan lain-lainnya.
● Amenities
Ketenangan yang tercipta oleh ruang terbuka dapat membuat penggunanya merasa nyaman. Penempatan yang tepat juga dapat
menentukan orang-orang untuk menggunakan lokasi tertentu.
● Flexible Design
Desain ruang terbuka yang baik adalah fleksibel, karena waktu penggunaan ruang terbuka bisa sepanjang hari. Ruang terbuka juga
bisa menyediakan berbagai macam furniture yang mendukung namun tetap fleksibel (dapat dipindahkan).
● Seasonal Strategy

18
Manajemen yang baik menjadi salah satu keberhasilan merancang ruang terbuka. Dapat dilakukan dengan mengganti tampilan
yang berubah-ubah pada acara tertentu.
● Access
Ruang terbuka harus memiliki kemudahan akses bagi kemudahannya, bagi semua kalangan termasuk akses disabilitas, sehingga
mudah dijangkau dan tidak dilalui kendaraan padat.

5. Faktor Ruang Terbuka Publik


● Kenyamanan (Comfort)
Kenyamanan adalah syarat utama keberhasilan ruang publik yang dapat diukur dari lama orang / pengguna tinggal dan beraktivitas.
Beberapa elemen yang mempengaruhi kenyamanan antara lain:
a. Faktor lingkungan (angin, sudut datang sinar matahari, dan lain sebagainya).
b. Kenyamanan fisik (ketersediaan perabot lansekap, dan lain sebagainya).
c. Kenyamanan sosial dan psikologis (ketenangan suasana, dan lain sebagainya).
● Relaksasi (Relaxation)
Kenyamanan mendukung terciptanya suasana tenang, yang secara fisik terlihat melalui penataan elemen alam (pepohonan, badan
air, dll.) Serta pemisahan ruang antara jalan raya dan trotoar.
● Penggunaan secara pasif (passive engagement)
Penggunaan pasif ruang publik oleh pengguna adalah mengamati lingkungan. Penataan ruang ruang publik harus memungkinkan
pengguna untuk berhenti bergerak dan menikmati suasana yang didukung oleh furniture untuk mempercantik lingkungan. Beberapa
objek dapat disalin untuk memberikan tempat menarik, seperti patung, air mancur, kendaraan seni, dll. Adanya aktivitas pasif ini
merupakan wujud nyata dari relaksasi.
● Penggunaan secara aktif (active engagement)
Interaksi berlangsung secara aktif di ruang publik berupa aktivitas yang secara langsung melibatkan pengguna ruang dengan latar
belakang berbeda. Interaksi yang terjadi berupa komunikasi antar pengguna dapat terjadi secara spontan atau melalui rangsangan yang
disebut “tremor” (Carmona et al., 2003, hal. 167). Stimulus eksternal ini mendorong terjalinnya koneksi antar pengguna ruang, yang
secara fisik terwujud dalam instalasi lansekap, patung, dan kegiatan seni publik. Objek-objek ini akan menjadi topik komunikasi dan
merangsang atau menjadi alasan bagi seseorang untuk berbicara dengan orang lain baik yang ia kenali maupun orang asing. Menurut
PPS.Org, ada beberapa kriteria yang harus dicapai, antara lain:
a. Ada banyak aktivitas publik yang dapat dilaksanakan dimana setiap orang dapat berpartisipasi.
b. Ada keseimbangan yang baik antara partisipan pria dan wanita, dimana wanita memiliki kebutuhan ruang yang n spesifik.
c. Akses tidak dibatasi oleh usia.

19
d. Ruang dapat dipergunakan sepanjang hari.
e. Ruang harus kondusif untuk tempat berkumpul warga secara berkelompok dan menghindari dari adanya pemakaian ruang oleh
warga secara tunggal (single person).
f. Didukung oleh pengelolaan yang baik.
● Petualangan / keanekaragaman fitur (discovery).
Berbagai pengalaman spasial akan meningkatkan minat masyarakat untuk berpartisipasi di ruang publik. Pengalaman semacam ini
dapat berupa desain lanskap yang unik, tampilan panorama alam yang mempesona, pertunjukan seni, kios, dan bentuk lainnya. Kelima
persyaratan dasar tersebut dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan ruang publik. Kemudian keragaman kenyamanan, relaksasi,
kepasifan, aktivitas aktif dan fungsi harus diubah menjadi manifestasi ruang fisik. Dengan disertai pengelolaan ruang berbasis
komunitas, ruang publik dapat dikembangkan secara optimal dan berfungsi sebagai penyangga produksi sipil dan aktivitas keluarga.

6. Jenis Ruang Terbuka Publik


● Ruang Terbuka Berdasarkan Kegiatan
a. Ruang terbuka aktif, yaitu ruang terbuka yang didalamnya memiliki unsur-unsur kegiatan. Contoh ruang terbuka aktif misalnya,
taman bermain, lapangan olahraga, plaza, dan taman rekreasi.
b. Ruang terbuka pasif, yaitu ruang terbuka yang tidak memiliki unsur kegiatan manusia dan bersifat sebagai keindahan visual serta
ekologis. Contoh ruang terbuka pasif adalah penghijauan di tepi jalan, penghijauan pada rel kereta api, dan penghijauan di tepian
sungai.
● Ruang Terbuka Berdasarkan Bentuk
a. Ruang terbuka memanjang/koridor. Ruang terbuka berbentuk memanjang/koridor adalah ruang terbuka yang hanya memiliki batas
di sepanjang sisinya. Misalnya, ruang terbuka jalan dan ruang terbuka sungai.
b. Ruang terbuka cluster. Ruang terbuka berbentuk cluster merupakan ruang terbuka yang memiliki batas di sekelilingnya sehingga
membentuk ruang-ruang sebagai pusat kegiatan seperti, lapangan upacara, area rekreasi, dan lapangan olahraga (Budihardjo &
Sujarto, 2005).
● Ruang Terbuka Berdasarkan Sifat
a. Ruang terbuka bersifat lingkungan ialah ruang terbuka yang terdapat pada suatu lingkungan dan sifatnya umum.
b. Ruang terbuka antar bangunan adalah ruang terbuka yang terbentuk oleh massa bangunan. Ruang terbuka ini dapat bersifat umum
maupun pribadi sesuai dengan fungsi bangunannya.

2.4.2. Ruang Terbuka Hijau


1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau

20
Terdapat beberapa pengertian tentang ruang terbuka hijau yang telah dikemukakan oleh beberapa pakar perancangan kota antara lain:
● Menurut Roger Trancik yang merupakan pakar urban design, ruang terbuka hijau adalah ruang yang didominasi oleh lingkungan alami
yang lokasinya berada di luar maupun didalam kota. Ia dapat berupa taman, halaman, area rekreasi kota dan jalur hijau.
● Rooden Van FC menyatakan bahwa ruang terbuka hijau adalah sebuah fasilitas yang berkontribusi penting dalam meningkatkan
kualitas lingkungan permukiman, dan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam kegiatan rekreasi.

Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan definisi tentang ruang terbuka hijau ini antara lain adalah:
● Ruang terbuka hijau kawasan perkotaan atau RTHKP sesuai dengan Peraturan Mendagri No.1 tahun 2007 tentang penataan ruang
terbuka hijau kawasan perkotaan ini, maka pengertian Ruang Terbuka Hijau adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan
yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Ruang terbuka hijau
itu sendiri terbagi atas dua jenis, yaitu RTHKP Publik dan RTHKP Privat. RTHKP Publik adalah RTHKP yang penyediaan dan
pemeliharaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Sementara RTHKP Privat adalah RTHKP yang penyediaan
dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin
pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi.
● Menurut Dinas Tata Kota, ruang terbuka hijau mencakup:
a. Ruang terbuka hijau makro, seperti kawasan pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota, dan landasan pengamanan udara
b. Ruang terbuka hijau medium, seperti kawasan area pertamanan (city park), sarana olahraga, dan sarana pemakaman umum.
c. Ruang terbuka hijau mikro, lahan terbuka yang ada di setiap kawasan permukiman yang disediakan dalam bentuk fasilitas umum
seperti taman bermain (playground), taman lingkungan (community park), dan lapangan olahraga.

Di dalam Permen PU No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan perkotaan
dijelaskan fungsi ruang public (RTH RT, RTH RW, TYH Kelurahan) harus dapat menampung aktivitas sosial baik bagi orang dewasa
maupun anak-anak. Berdasarkan penjelasan dari Sudibyo (1981), bahwa public yang menggunakan ruang tersebut mempunyai kelebihan
dalam aksesibilitas (tanpa dipungut biaya). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan public space adalah untuk memberi ruang bagi public
untuk beraktivitas secara sosial.

2. Legal Peraturan Ruang Terbuka Hijau


● Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
● Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
● Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota
● Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

21
● Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan
● Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 71 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota
● Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Pertamanan Kota dan Dekorasi Kota
● Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010 – 2030

3. Tujuan Ruang Terbuka Hijau


Menurut Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2008 Tujuan dari penyelenggaraan Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah
● Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air
● Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk
kepentingan masyarakat.
● Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan
bersih.

4. Fungsi Ruang Terbuka Hijau


● Fungsi utama (intrinsik) yaitu sebagai :
a. Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota)
b. Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar
c. Sebagai peneduh
d. Produsen oksigen
e. Penyerap air hujan
f. Penyedia habitat satwa
g. Penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin.
● Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
a. Fungsi Sosial dan Budaya:
1) Menggambarkan ekspresi budaya lokal
2) Merupakan media komunikasi warga kota
3) Tempat rekreasi
4) Wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam
b. Fungsi Ekonomi:
1) Sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur

22
2) Bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain
c. Fungsi Estetika:
1) Meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman,
maupun makro
2) Menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota
3) Pembentuk faktor keindahan arsitektural
4) Menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun. Dalam suatu wilayah perkotaan, empat
fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan
tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati.

5. Manfaat Ruang Terbuka Hijau


Ada dua manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada kawasan perkotaan yaitu:
● Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk)
dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah).
● Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan
kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau
keanekaragaman hayati).

6. Tipologi Ruang Terbuka Hijau


Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH
non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jalur hijau jalan. Dilihat dari fungsi RTH dapat berfungsi
ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi. Secara struktur ruang, RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang,
tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.

23
Gambar 2.4.2 Tipologi RTH
Sumber: Permen PU Nomor: 05/PRT/M/2008

7. Jenis Ruang Terbuka Hijau


Jenis-jenis Ruang Terbuka Hijau menurut Edi Purwanto Ruang terbuka hijau berdasarkan tipenya dibedakan menjadi:
● Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL).
Ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk area memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih
bersifat terbuka/ umum, didominasi oleh tanaman yang tumbuh secara alami atau tanaman budi daya. Kawasan hijau lindung terdiri
dari cagar alam di daratan dan kepulauan, hutan lindung, hutan wisata, daerah pertanian, persawahan, hutan bakau, dan sebagainya.

Gambar 2.4.3 RTHL Malabar Kota Malang


Sumber: Reresapan.com

● Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB)


Ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih
bersifat terbuka/umum, dengan permukaan tanah di dominasi oleh perkerasan buatan dan sebagian kecil tanaman. Kawasan/ruang hijau
terbuka binaan sebagai upaya menciptakan keseimbangan antara ruang terbangun dan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-
paru kota, peresapan air, pencegahan polusi udara dan perlindungan terhadap flora seperti koridor jalan, koridor sungai, taman, fasilitas
olah raga, play ground.

24
Gambar 2.4.4 RTHB Balai Kota Malang
Sumber: Gardencenter.com

● Koridor Hijau
Jalan yang berada di kanan kiri jalan dengan pepohonan di dalamnya akan memberikan kesan asri bagi jalan tersebut dan
memberikan kesan teduh. Koridor hijau jalan dengan pepohonan akan memberikan kesejukan bagi pengguna jalan, dengan penggunaan
pepohonan pada koridor jalan diharapkan dapat mengurangi polusi udara, memberi kesan asri, serta dapat menyerap air hujan (resapan
air).

Gambar 2.4.5 Koridor Hijau Jalan


Sumber: Konsevasiunnes.com

● Koridor Hijau Sungai


Sungai Berada di sepanjang bantaran sungai yang berupa tanaman akan memberikan fungsi yang beraneka ragam, antara lain
pencegah erosi daerah sekitar, penyerapan air hujan lebih banyak. Dengan penanaman pohon-pohon yang mempunyai banyak akar
diharapkan akar-akar tersebut akan mengikat tanah-tanah di sekitar sungai tersebut, tanaman yang dapat mecegah erosi dengan akarnya

25
seperti bambu, tanaman yang rapat, penanaman pohon secara rapat. Koridor sungai juga berfungsi menjaga kelestarian sumber air,
sebagai batas antara sungai dengan daerah sekelilingnya. Koridor sungai dapat memberikan keindahan visual dengan penataan yang
sesuai dan pemanfaatan tumbuh-tumbuhan yang ada serta penambahan tumbuh-tumbuhan berwarna-warni.

Gambar 2.4.6 Koridor Hijau Sungai


Sumber: Tempo.com

● Taman
Wajah dan karakter lahan atau tapak dari bagian muka bumi dengan segala kehidupan dan apa saja yang ada didalamnya, baik yang
bersifat alami maupun buatan manusia yang merupakan bagian atau total lingkungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya,
sejauh mata memandang sejauh segenap indra kita dapat menangkap dan sejauh imajinasi kita dapat membayangkan.

Gambar 2.4.7 Taman Kota


Sumber: sim.ciptakarya.go.pu.co

26
2.4.3. Ruang Terbuka Non Hijau
1. Pengertian Ruang Terbuka Non Hijau
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 12 tahun 2009, Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) adalah ruang terbuka di bagian
wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori Ruang Terbuka Hijau (RTH), berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa badan
air, maupun kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori.
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, Ruang Terbuka Non Hijau adalah ruang yang secara fisik bukan berbentuk
bangunan gedung dan tidak dominan ditumbuhi tanaman ataupun permukaan berpori, dapat berupa perkerasan, badan air ataupun kondisi
tertentu lainnya (misalnya badan lumpur, pasir, gurun, cadas, kapur, dan lain sebagainya). Jadi Ruang Terbuka Non Hijau adalah ruang
terbuka atau lapangan sebagai lingkungan binaan yang berada di perkotaan yang dominan dilakukan perkerasan sebagai penutup lahannya.

2. Legal Peraturan Ruang Terbuka Non Hijau


● Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 12 tahun 2009
● Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
● Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Aturan Pelaksanaan Undang-Undang Bangunan Gedung
● Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
● Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
● Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan RTH
● Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pada Ruang Terbuka Non Hijau

3. Fungsi Ruang Terbuka Non Hijau


Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) memiliki banyak sekali fungsi. Secara garis besar RTNH memiliki dua fungsi yaitu fungsi utama
dan pelengkap. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.12 Tahun 2009, RTNH memiliki fungsi utama sebagai berikut:
● Wadah aktivitas sosial budaya masyarakat dalam wilayah kota atau kawasan perkotaan
● Pengungkapan ekspresi budaya/kultur lokal
● Media komunikasi warga kota
● Tempat olahraga dan rekreasi
● Wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam

Sedangkan untuk fungsi pelengkap RTNH adalah sebagai berikut:

27
● Ekologis
a. RTNH mampu menciptakan suatu sistem sirkulasi udara dan air dalam skala lingkungan, kawasan dan kota secara alami
berlangsung lancer (sebagai suatu ruang terbuka)
b. RTNH berkontribusi dalam penyerapan air hujan (dengan bantuan utilisasi dan jenis bahan penutup tanah), sehingga mampu ikut
membantu mengatasi permasalahan banjir dan kekeringan
● Ekonomis
a. RTNH memiliki nilai jual dari lahan yang tersedia, misalnya sarana parkir, sarana olahraga, sarana bermain, dan lain sebagainya
b. RTNH secara fungsional dapat dimanfaatkan untuk mengakomodasi kegiatan sektor informal sebagai bentuk pemberdayaan usaha
kecil
● Arsitektural
a. RTNH meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman,
maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan
b. RTNH dapat menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota
c. RTNH menjadi salah satu pembentuk faktor keindahan arsitektural
d. RTNH mampu menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun
● Darurat
a. RTNH dalam mitigasi bencana alam dapat memiliki fungsi sebagai jalur evakuasi penyelamatan
b. RTNH secara fungsional dapat disediakan sebagai lokasi penyelamatan berupa ruang terbuka perkerasan yang merupakan tempat
berkumpulnya massa (assembly point) pada saat bencana.

4. Manfaat Ruang Terbuka Non Hijau


Selain memiliki fungsi, RTNH juga memiliki manfaat yang dapat dibagi menjadi dua yaitu manfaat yang dapat dirasakan secara
langsung maupun manfaat secara tidak langsung.
● Manfaat RTNH Secara Langsung (manfaat yang dapat dirasakan dalam jangka waktu pendek)
a. Berlangsungnya aktivitas masyarakat, seperti kegiatan olahraga, kegiatan rekreasi, kegiatan parkir, dan lain sebagainya
b. Keindahan dan kenyamanan, seperti penyediaan plasa, monumen, landmark, dan lain sebagainya
c. Keuntungan ekonomis, seperti retribusi parkir, sewa lapangan olahraga, dan lain sebagainya
● Manfaat RTNH Secara Tidak Langsung (manfaat yang baru dapat dirasakan dalam jangka waktu panjang)
a. Mereduksi permasalahan dan konflik sosial
b. Meningkatkan produktivitas masyarakat
c. Pelestarian lingkungan

28
d. Meningkatkan nilai ekonomis lahan di sekitarnya

5. Pemahaman Ruang Terbuka Non Hijau


● Ruang Terbuka Non Hijau berdasarkan Struktur dan Pola Ruang
a. Secara Hirarkis
Berdasarkan perannya pada suatu tingkatan administratif, dalam struktur ruang yang terkait dengan struktur pelayanan suatu
wilayah berdasarkan pendekatan administrative, RTNH dikelompokkan atas:
1) RTNH skala kabupaten/kota
2) RTNH skala kecamatan
3) RTNH skala kelurahan
4) RTNH skala lingkungan RW
5) RTNH skala lingkungan RT
b. Secara Fungsional
Secara fungsional merupakan pengelompokan RTNH berdasarkan perannya sebagai penunjang dari suatu fungsi bangunan
tertentu terkait dengan pola ruang, RTNH dikelompokkan atas:
1) RTNH pada lingkungan bangunan hunian
2) RTNH pada lingkungan bangunan komersial
3) RTNH pada lingkungan bangunan sosial budaya
4) RTNH pada lingkungan bangunan pendidikan
5) RTNH pada lingkungan bangunan olahraga
6) RTNH pada lingkungan bangunan kesehatan
7) RTNH pada lingkungan bangunan transportasi
8) RTNH pada lingkungan bangunan industri
9) RTNH pada lingkungan bangunan instalasi
c. Secara Linear
Secara linier merupakan pengelompokan RTNH berdasarkan perannya sebagai penunjang dari jaringan aksesibilitas suatu
wilayah, RTNH dikelompokkan atas:
1) RTNH pada jalan bebas hambatan
2) RTNH pada jalan arteri
3) RTNH pada jalan kolektor
4) RTNH pada jalan lokal

29
5) RTNH pada jalan lingkungan
● Ruang Terbuka Non Hijau berdasarkan Kepemilikan
Berdasarkan kepemilikannya, RTNH dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. RTNH publik yaitu RTNH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah/Pemda.
b. RTNH privat yaitu RTNH yang dimiliki dan dikelola oleh swasta/masyarakat.

6. Jenis Ruang Terbuka Non Hijau


● Plasa
Plasa merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai suatu pelataran tempat berkumpulnya massa (assembly point)
dengan berbagai jenis kegiatan seperti sosialisasi, duduk-duduk, aktivitas massa, dan lain-lain.

Gambar 2.4.8 Plasa


Sumber: theparadiseclub.com
● Parkir
Parkir merupakan suatu bentuk RTNH sebagai suatu pelataran dengan fungsi utama meletakkan kendaraan seperti mobil, motor,
dan jenis kenderaan lain. Lahan parkir dikenal sebagai salah satu bentuk RTNH yang memiliki fungsi ekonomis. Hal ini dikarenakan
manfaatnya yang secara langsung dapat memberikan keuntungan ekonomis atau fungsinya dalam menunjang berbagai kegiatan
ekonomis yang berlangsung. Kedudukan lahan parkir menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem pergerakan suatu
kawasan perkotaan. Pada kawasan perkotaan, dimana berbagai kegiatan ekonomis terjadi dengan intensitas yang relatif tinggi, namun
disisi lain lahan yang tersedia terbatas dengan nilai lahan yang tinggi, mengakibatkan keberadaan lahan parkir sangat dibutuhkan.

30
Gambar 2.4.9 Parkir
Sumber: Liputan6.com

● Lapangan Olahraga
Lapangan olahraga merupakan suatu bentuk RTNH sebagai suatu pelataran dengan fungsi utama tempat dilangsungkannya kegiatan
olahraga.

Gambar 2.4.10 Lapangan Olahraga


Sumber: distarusemarangkota.go.id
● Tempat Bermain dan Rekreasi
Tempat bermain dan rekreasi merupakan suatu bentuk RTNH dalam bentuk pelataran dengan berbagai kelengkapan tertentu untuk
mewadahi kegiatan utama bermain atau rekreasi masyarakat.

31
Gambar 2.4.11 Tempat Bermain
Sumber: jakarta.tribunnews.com

● Pembatas (Buffer)
Pembatas (buffer) merupakan suatu bentuk RTNH sebagai suatu jalur dengan fungsi utama sebagai pembatas yang menegaskan peralihan
antara suatu fungsi dengan fungsi lainnya.

Gambar 2.4.12 Pembatas / Median / Buffer


Sumber: detik.com

● Koridor
Koridor merupakan suatu bentuk RTNH berupa jalur dengan fungsi utama sebagai sarana aksesibilitas pejalan kaki yang bukan merupakan
trotoar (jalur pejalan kaki yang berada di sisi jalan). Koridor dapat terbentuk di antara dua bangunan atau gedung, yang dimanfaatkan sebagai
ruang sirkulasi atau aktivitas tertentu.

32
Gambar 2.4.13 Koridor
Sumber: asedino.wordpress.com

2.5. Aktivitas Publik (Public Life)

2.5.1. Aktivitas Publik


1. Pengertian Aktivitas Publik
Publik, memiliki perspektif tentang aktivitas manusia. Aktivitas manusia yang dapat dilihat dan dan didengar orang lain (Hannah
Arendt, 1958). Sedangkan menurut Matthew Carmona, Claudio de Magalhaes, dan Leo Hammond (2008) aktivitas publik adalah cangkupan
semua ruang di lingkungan terbangun dan alami yang dapat diakses secara bebas atau terbatas di beberapa lokasi. Definisi ini tidak
membedakan antara kepemilikan pribadi dan bersama, internal, dan eksternal. Sehingga didapatkan definisi akhir dari aktivitas publik yaitu
seluruh lingkungan binaan yang telah dibangun dimana semua orang dapat menikmati kebebasan beraktivitas tanpa batasan (pada jam kerja)
tak memperhatikan kepemilikan siapapun. Hal itu termasuk pada lingkungan luar dan interval lingkungan internal dan eksternal utama
menuju ruang bebas akses. (Carmona, Magalhães, & Ham, 2008).
2. Tujuan Aktivitas Publik
Menurut Jan Gehl dan Birgitte Svarre (2013). tujuan pada aktivitas publik terdapat dalam keberagaman dan kehidupan yang dibuat
karena variasi yang terjadi dalam satu ruang publik. Sehingga pada ruang luar terdapat kehidupan yang terlihat ‘hidup’. Semakin banyak
dan semakin variasi manusia di dalamnya, kita semakin tau apa yang terjadi dan apa yang dilakukan. Hal itu juga berlaku pada teori
perbedaan aktivitas pada waktu tertentu sesuai dengan perlakuan publik. Seperti perbedaan kepentingan dalam hal aktivitas (Gehl, 2001).
Pendapatnya mengatakan perbedaan kepentingan tersebut menjadi salah satu ‘kehidupan’ dari aktivitas publik itu sendiri.
3. Peran Manusia dalam Desain Urban

33
Manusia memiliki sifat umum yaitu makhluk sosial, dimana membutuhkan keterlibatan orang lain dalam melakukan aktivitas dan tidak
bisa hidup tanpa orang lain. Sehingga selain membutuhkan wadah dalam melakukan kegiatan, manusia juga seringkali mendahulukan
kepentingan bersama dan masyarakat dalam memutuskan sesuatu. (Purwantiasning, 2017).
Hubungan dan ikatan antara manusia menciptakan ruang yang dibutuhkan secara personal, dimana sikap tersebut akan berpengaruh
dalam pembentukan desain yang mengatur kehidupan pribadi dan bersama manusia. Ruang tersebut ada 2, yaitu ruang pribadi (personal
space) dan teritori (territory), dimana ruang pribadi dibentuk dari masing-masing individu, dan ruang teritori yang terbentuk karena kondisi
tertentu dan sifatnya tidak masif. Teritori dapat dipengaruhi dua faktor, yaitu ekonomi dan budaya. Gehl Institute (2016) mengidentifikasi
public life sebagai bentuk sinkronisasi dengan ruang yang ditempatinya. Salah satunya yaitu analisis public life terhadap space sebagai
berikut:
● Individual
Individu yang menjadi objek observasi untuk diwawancarai secara langsung untuk menyempurnakan program analisis desain
lanskap
● Group
Aktivitas grup yang digunakan untuk mengetahui aktivitas stasioner yang terjadi di pedestrian, baik itu pejalan kaki hingga
pengguna sepeda. Hal ini ditujukan untuk membangun kualitas kriteria yang baik untuk tampilan bentuk fasad bangunan.
● Network
Sensus penduduk yang menjadi objek observasi terluas untuk mengetahui sosial ekonomi suatu wilayah dan konektivitas
perkotaan
4. Sense and Communication (Indera dan Komunikasi)
Melakukan komunikasi menjadi salah satu aktivitas penting yang dilakukan dalam ruang luar. Komunikasi jugalah yang menjadi
pembentuk suasana dalam ruang. Dalam berkomunikasi, terdapat klasifikasi jarak yang menentukan arah pembicaraan dan pada siapa orang
tersebut berbicara. Klasifikasi tersebut dibagi menjadi empat, oleh Edward T. Hall yang dikutip oleh Nicolai dan Saul (2012) sebagai berikut:
● Zona publik (4 m-lebih), jarak ini memungkinkan komunikasi atau interaksi yang jauh dengan hubungan antar komunikator tidak dekat.
contoh dari zona ini adalah pada acara seminar, pengajar, dan pembicara yang memungkinkan pembicaraan satu arah.
● Zona Sosial (1-4 m), jarak ini terjadi biasanya pada aktivitas yang memungkinkan komunikasi formal secara pribadi (jual beli,
pekerjaan) dengan bentuk hubungan antar komunikator yang tidak terlalu dekat dan pola bicara yang tidak membutuhkan waktu lama.
● Zona Personal (0,5-1 m), jarak ini biasa terjadi pada kegiatan personal antar individu yang berbicara dengan waktu yang terjangkau
lama, dan bersifat pribadi. Biasanya hal ini dilakukan oleh teman, keluarga, dan orang terdekat.
● Zona Intim (0-50 cm), jarak ini terjadi pada hubungan yang sangat dekat antara dua orang, baik pasangan, keluarga, teman, dan orang
terdekat. Kegiatan yang dilakukan bersifat lebih intim dan personal sehingga tidak banyak yang mengetahui isi dari komunikasi.

34
Gambar 2.5.1 Personal Distance Gambar 2.5.2 Personal Distance
Sumber: womentalks Sumber: womentalks

Gambar 2.5.3 Personal Distance Gambar 2.5.4 Intimate Distance


Sumber: womentalks Sumber: Halodoc

5. Jenis Pedestrian

35
Jalur pedestrian biasa kita kenali sebagai jalur pejalan kaki yang digunakan di ruang publik. Pada pedestrian biasanya terdapat berbagai
aktivitas dalam ruang publik yang terjadi, dan sudah menjadi keharusan pada pembuatannya memerlukan perhatian dan pemahaman yang
baik. Fungsi dari pedestrian bagi tata ruang antara lain: (Mauliani, 2010)
● Sebagai perlindungan bagi pejalan kaki
Sudah menjadi pengetahuan bahwa pedestrian adalah lokasi bagi pejalan kaki untuk mencapai tujuannya. Hal ini tertulis dalam
Deklarasi universal tentang Hak Asasi pejalan kaki dimana hak pejalan kaki mendapatkan perlindungan dan bahwa kota dan bentukan
lingkungan permukiman yang lain tidak seharusnya menyakitkan atau mengurangi kenyamanan pejalan kaki. Sehingga eksistensi
pedestrian ini sangat penting, dengan pandangan ‘kepentingan dan keberadaan’ pejalan kaki yang ditentukan dengan bentuk pedestrian.
Semakin baik, maka keberadaan pejalan kaki dianggap penting.
● Sebagai ‘wajah’ sebuah kota
Tata kota akan dilihat dengan bagaimana ia menyusun ruang yang baik, salah satunya juga untuk pejalan kaki. Hal itu dilihat
bagaimana seluruh ruang dianggap bermanfaat, dan tidak mengkotak-kotak kan satu kepentingan saja. Sehingga ruang pejalan kaki
yang, yaitu yang dapat menciptakan ruang nyaman, aman, dan tanpa takut akan terkena kendaraan menjadi kriteria khusus untuk
pedestrian (Pedestrian security dan Pedestrian safety).
● Sebagai sarana kegiatan rekreatif
Pedestrian tidak hanya menjadi ruang jalan, tapi juga terdapat berbagai aktivitas lain yang berlangsung dalam satu ruang dan
waktu. Seperti halnya ketika pedestrian dekat dengan area komersial dan transportasi, akan terlihat bagaimana aktivitas seperti orang
yang duduk, menunggu seseorang, berjalan menuju bangunan, dan makan sambil menikmati jalan akan ditemui dengan mudah.
Sehingga dalam keadaan apapun, pejalan kaki tetap dapat terfasilitasi hak nya untuk mencapai tujuan tanpa perlu mempertimbangkan
satu kegiatan yang membatasi.

36
Gambar 2.5.5 Fungsi Rekreatif Gambar 2.5.6 Fungsi perlindungan
Sumber: detik.com Sumber: radar kediri

2.5.2. Aktivitas Publik di Ruang Publik Kota


1. Pola Aktivitas Publik di Ruang Publik Kota
Aktivitas publik dalam ruang terbuka menurut Amelia (2012) dibagi menjadi tiga klasifikasi berdasarkan fungsi, antara lain:
● Aspek sosial, dimana kegiatannya yaitu bersosialisasi antar pengunjung
● Aspek ekonomi, dimana aktivitas jual beli layaknya pasar, dan pedagang
● Aspek politik, dimana terdapat aktivitas masyarakat yang melibatkan pembicaraan skala besar seperti pemilu, demonstrasi, dan kampanye

Kemudian aktivitas yang menggunakan fisik diklasifikasikan menjadi tiga oleh WHO, dimana dilakukan minimal 10 menit dalam sehari.
Aktivitas tersebut antara lain:
● Aktivitas Fisik Ringan. Aktivitas ini biasanya dilakukan paling dominan dalam keseharian, karena aktivitas fisik yang tidak berat dan tidak
menyebabkan perubahan pada kesehatan. Aktivitas ini seperti membaca buku, mengerjakan pekerjaan dalam ruangan, dan lain-lain.
● Aktivitas Fisik Sedang. Aktivitas ini memerlukan tenaga yang cukup intens dan berirama, dan biasanya dikerjakan di dalam dan luar ruangan.
Aktivitas ini seperti pekerjaan menyapu, memindahkan barang, dan lain-lain.
● Aktivitas Fisik Berat. Sedangkan pada aktivitas ini memerlukan kekuatan dan tenaga yang banyak, kegiatan ini ini juga akan menyebabkan
banyak keringat. Biasanya aktivitas ini seperti berolahraga.

37
Aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku pengguna dalam ruang terbuka publik menurut Windley dan Scheidt dalam Weisman, dimana
atribut yang muncul dalam interaksi sosial terbuka publik diklasifikasikan sebagai berikut:
● Kenyamanan (Comfort), yaitu keadaan lingkungan yang sesuai dengan panca indera dan antropometri
● Sosialitas (Sociality), yaitu kemampuan seseorang dalam melaksanakan hubungan dengan orang lain dalam keadaan apapun
● Aksesibilitas (Accessibility), yaitu kemudahan dalam bergerak
● Adaptabilitas (Adaptability), yaitu kemampuan menerima perlakuan hal yang berbeda
● Kesesakan (Crowdedness), yaitu merasakan kepadatan dalam suatu ruang lingkungan
● Makna (Meaning), yaitu kemampuan lingkungan menyajikan maksud
● Rangsangan Indrawi (Sensory Stimulation), yaitu kualitas dan intensitas rangsangan sebagai pengalaman yang dirasakan
● Kontrol (Control), yaitu kondisi lingkungan untuk menciptakan batas ruang dan wilayah kekuasaan
● Aktivitas (Activity), yaitu perilaku yang terus menerus terjadi dalam suatu lingkungan
● Privasi (Privacy), yaitu kecenderungan personal untuk tidak diganggu oleh interaksi orang lain
● Legabilitas (Legibility), yaitu kemudahan untuk mengenal elemen-elemen kunci dan hubungan dalam suatu lingkungan dalam menemukan
arah

2. Hubungan Antara Ruang Publik Sebagai Wadah Kegiatan dan Public Life Sebagai Isinya
● Public life
Public Life membuat interaksi dengan public space dan menciptakan hubungan layaknya wadah dan isinya. Hal ini menjadi awal dari
alasan keterikatan psikologi lingkungan terhadap ikatan aktivitas publik dengan wadah lingkungan yang ditempati. Dari interaksi tersebut,
diketahui interaksi antara public space dan public life dimana tempat atau wadah yang disediakan dapat mewujudkan hal yang ingin dilakukan
pengguna atau isinya. Tidak mengikat pada suatu aturan, diharapkan wadah ini dapat memenuhi kebutuhan sosial dengan ragam latar belakang
dan karakteristik pengguna. Dengan melihat keadaan di kota terbuka, akan terlihat bagaimana orang, suasana, dan latar yang membuat suatu
cerita dan ilustrasi di pandangan kita, hal itu dikutip dari pendapat Jane Jacobs (1961) dalam bukunya The Death and Lives of Great American
Cities. Konklusi dari pendapat tersebut dapat dituangkan di bidang arsitektur, antara lain:
a. Rancangan yang dapat memahami dan menjamin interaksi yang baik antara public space dan public life
b. Komunikasi antara arsitek dengan planologi untuk merancang sebuah kota dan ruang terbuka publik yang baik, tentu saja hal tersebut juga
dapat menjembatani kehidupan sosial yang dengan visual dan aksesibilitas yang baik
c. Pembahasan mendalam terhadap bentuk ruang kota yang terlihat secara fisik dibandingkan aktivitas sosial yang non-fisik dan bisa berubah
seiring berjalannya waktu
d. Perhatian khusus terhadap budaya, sejarah, politik terhadap perancangan
e. Perhatian penggunaan public space terhadap seni, gender, umur, dan ekonomi

38
● Penerapan dalam bidang akademis
Menurut Hubbard (1992), terdapat hubungan kompleks yang terjadi pada psikologi lingkungan dengan hasil desain lapangan. Padahal
dengan adanya psikologi lingkungan muncul dalam diskusi, diharapkan penerapan dan perencanaan pada hasil lapangan akan maksimal.
Sehingga fungsi dari aktivitas publik ini juga menjadi faktor dalam analisis yang dilakukan untuk mencapai desain tata ruang luar yang baik
dan sesuai. Selain itu dengan aktivitas publik akan membangun bagaimana aktivitas kota tersebut. Menurut Jan Gehl dan Birgitte Sverre (2013)
terdapat hubungan yang baik antara aktivitas dan kota, dan menjadi penentu bentuk kota pola perkembangan yang akan terjadi di masa
mendatang.
● Pengamatan secara langsung dan digital
Observasi secara langsung untuk mengamati kegiatan lingkungan memang mudah, namun terdapat kekurangan seperti menyita waktu dan
tenaga. Untuk itu, terdapat kemudahan bagi observator yang hendak mengamati lingkungan dengan teknologi masa kini yaitu GPS (Global
Positioning System) dengan kemudahan dalam pengambilan data dan keakuratan yang dimiliki, walaupun mungkin saja akan ada kekurangan
pembaruan dibandingkan observasi secara langsung

3. Hubungan Masyarakat dan Lingkungan pada Ruang Publik


Menurut (J. Wiesman dalam Jumratul Akbar, 2011) ada tiga komponen yang mempengaruhi interaksi antara manusia dengan lingkungannya,
kerangka interaksi tersebut disebut model sistem perilaku lingkungan, model tersebut yaitu:
● Setting fisik disebut lingkungan fisik, tempat tinggal manusia. Setting dapat dilihat dalam dua hal, yaitu komponen dan properti.
● Fenomena Perilaku individu manusia yang menggunakan setting fisik dengan tujuan tertentu.
● Organisasi, organisasi dapat dipandang sebagai institusi atau pemilik yang mempunyai hubungan dengan setting. Kualitas hubungan antara
setting dengan organisasi disebut atribut atau “Fenomena Perilaku”

Menurut Purwanto (2008), Ruang publik sebagai wahana interaksi antar komunitas untuk berbagai tujuan, baik individu maupun kelompok.
Dalam hal ini ruang publik merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat yang keberadaannya tidak dapat dilepaskan dari dinamika sosial dan
memberi nilai tambah pada lingkungan serta memberi “image” pada lingkungan sekitarnya.

4. Jenis Ruang Publik berdasarkan Hubungan Kebutuhan dan Lingkungan


Jan Gehl dalam bukunya berjudul Life Between Building menyatakan bahwa dilihat dari segi hubungan kebutuhan dan lingkungan yang
mendiaminya, terdapat tiga jenis aktivitas luar yang ada di ruang publik, yaitu necessary activity, optional activity, dan social activity.
● Necessary Activity, kegiatan (kewajiban) yang perlu kita lakukan sehari-hari harus dilakukan. Misalnya pergi sekolah, pergi ke kantor, pergi
ke pasar, menunggu bus. Kegiatan ini perlu karena semua kejadian dipengaruhi oleh kerangka fisik lingkungan, sehingga masyarakat tidak
punya pilihan.

39
● Optional Activity, kegiatan opsional, seperti berdiri di satu tempat, kemudian mengamati lingkungan sekitar, dan berjalan jalan menghirup
udara segar. Kegiatan ini dapat optimal bila kondisi lingkungan luar saling mendukung secara fisik dan alamiah pada waktu tertentu.
● Social Activity, Kegiatan yang diperlukan atau kegiatan opsional yang muncul di ruang publik. Contoh kegiatan tersebut antara lain anak
bermain di taman, mengobrol dengan orang lain di ruang terbuka, dan berbagai bentuk interaksi atau kegiatan sosial yang terjadi melalui kontak
pasif. Kegiatan sosial mencakup segala jenis komunikasi antar manusia di ruang perkotaan dan membutuhkan kehadiran orang lain. Kegiatan
sosial melibatkan berbagai macam kegiatan. Ada banyak sentuhan pasif dalam penglihatan dan pendengaran: bertemu orang dan apa yang
terjadi. Orang-orang bertukar salam dan berbicara dengan teman yang mereka kenal. Salam singkat ini terkadang dapat memperluas koneksi.
Dalam kontak yang lebih luas memanfaatkan ruang kota sebagai tempat pertemuan.

5. Public Life di Kawasan Perkotaan


Suasana dan bentuk suatu ruang pada tapak menentukan bagaimana alat dan metode yang digunakan. Kajian tersebut dibagi menjadi lima
pertanyaan khusus, antara lain:
● How Many
Setiap waktunya, akan ada banyak aktivitas dan lalu lalang orang-orang dalam satu wilayah. Dalam hal itu, dengan menghitung banyaknya
orang-orang yang berjalan, beraktivitas, dan lalu lalang menjadi faktor yang penting dalam meneliti dan merancang tata ruang perkotaan.
● Who
Memperhatikan ‘siapa’ saja yang menggunakan dan memanfaat ruang yang disediakan juga menjadi faktor penting, dengan mengetahui
gender dan umur pemakai, maka semakin detail pula pengetahuan dan bentuk rancangan yang dibuat.
● What
Dengan mengetahui apa yang terjadi pada suatu tempat dengan berbagai aktivitas sosial yang ada. Tentu saja, akan ada suatu kegiatan
khusus yang juga terjadi dalam satu ruang kota yang spesifik terjadi. Karena pada dasarnya aktivitas yang terjadi dikategorikan menjadi dua,
yaitu penting dan opsional. Dengan mempelajari apa yang terjadi dengan kategori aktivitas yang terjadi dalam satu tempat dapat mengetahui
dan memahami kebutuhan dalam menstimulus adanya aktivitas sosial dan karakter rancangan.
● Where
Perancang dapat menentukan dan mengetahui dimana saja pengguna membiasakan diri melakukan aktivitas tertentu, dan tentu saja itu
perlu dipelajari. Dengan mengetahui aktivitas personal yang terjadi pada suatu lokasi, seperti pedestrian maka dapat membuka pembatas dan
menonjolkan poin penting jalur pedestrian hingga lokasi peristirahatan yang digunakan.
● How Long
Mengetahui berapa lama orang berjalan akan meningkatkan kualitas fisik dan kenyamanan dalam mendesain. Karena beberapa orang
memiliki kecepatan tersendiri, dan dapat dipelajari dengan mengambil kesimpulan dari pertanyaan dasar ini yang terjadi di ruang terbuka.
Banyak atau sedikitnya kebutuhan seseorang untuk mencapai sesuatu mempengaruhi dan dipengaruhi juga oleh desain.

40
Kemudian dalam mempelajari apa yang dilakukan publik dengan lima pertanyaan dasar diatas, terdapat beberapa alat sederhana yang digunakan
untuk mendalaminya, antara lain:
● Counting
Pada dasarnya semua bisa dihitung, seperti menghitung perbandingan perkembangan dari tahun ke tahun yang menggunakan angka seperti
rea geografi dan waktu.
● Mapping
Biasa disebut juga sebagai pemetaan tingkah laku, beberapa hal seperti aktivitas, pelaku, dan lokasi yang digunakan juga dipetakan untuk
semakin memahami kehidupan ruang luar lebih dalam.
● Tracing
Pergerakan pada orang dalam atau ruang terbatas dapat digaris luruskan sebagai bentuk pola pergerakan yang dipelajari untuk perancang.
● Tracking
Untuk mengetahui kegiatan, pergerakan, dan perilaku seseorang, kita dapat melakukan sesuatu dengan mengikuti pihak yang diobservasi,
tentu saja dengan persetujuan atau observasi dari jarak jauh.
● Looking For Traces
Setiap lokasi atau ruang dengan manusia di dalamnya akan ditemui beberapa sampah, kotoran, barang bekas dari pemakai sebelumnya.
Hal itu juga bisa dijadikan pembelajaran, dimana mengetahui dan memetakan barang-barang tersebut untuk kemudian dipelajari dengan sebagai
informasi tentang kehidupan didalamnya. Jejak tersebut dapat disimpan dengan foto, pemetaan, dan perhitungan.
● Photographing
Fotografi menjadi opsi penting dalam pembelajaran, dengan mengambil inisiatif untuk merekam dan menyimpan pergerakan masyarakat
saat berinteraksi dengan sengaja maupun tidak.
● Keeping a Diary
Menyimpan buku harian untuk merekam jejak observasi dengan pemetaan kategori, detail, hingga aktivitas untuk kemudian dijadikan
catatan yang disimpan dalam aktivitas observasi.
● Test Walk
Mengikuti kegiatan jalan ditengah kegiatan yang berlangsung di ruang terbuka menjadi opsi untuk pembelajaran observasi, dengan
mengambil dan merasakan hal yang sama sebagai observer, tentu saja penelitian ini bisa kurang atau lebih sistematis.

6. Public Life dalam Penerapannya


● Public Space-Public Life Studies

41
Dalam mempelajari aktivitas publik, Jan Gehl melakukan studi kasus di kota Kopenhagen. Studi kasus pertama itu menjadi studi kehidupan
untuk mengetahui perkembangan masyarakat. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh beberapa partisipan yang turut andil dalam kepentingan
pengembangan kota, seperti LSM, pengusaha lokal, universitas, dan beberapa lainnya. Studi ini mempertimbangkan kehidupan dan aktivitas
masyarakat sebagai poin pembelajaran. Penelitian tersebut menjadikan masyarakat sebagai partisipan yang diteliti, dengan hasil survei sebagai
acuan untuk memahami dampak dan perubahan yang terjadi selama beraktivitas. Dengan begitu peningkatan pada pelayanan dapat meningkat
dan dapat menginovasikan hal baru untuk memperbaiki kesalahan.
● Area Studies atau Acupuncture
Studi akupuntur dilakukan apabila suatu kawasan studi dirasa terlalu luas, dengan mengkategorikan beberapa elemen yang dipilih, seperti
jalan, alun-alun, taman, hingga area lokal yang representatif. Hal ini terjadi karena biasanya suatu kawasan studi yang diteliti memiliki luasan
yang besar, seperti pusat kota. Dengan luasan yang seperti itu ternyata hasil yang diberikan tidak jauh berbeda dengan kawasan yang memiliki
luasan lebih kecil, dan menjadikan studi ini sebagai pilihan untuk mendapatkan hasil yang efektif, sistematis, dan secara umum lebih akurat.
● The Effect of Public Space-Public Life Studies
Efek yang didapat dengan melakukan studi Public Life-Public Spaces menurut Anne Matan yang diambil dari tesisnya berjudul
Rediscovering Urban Design Through Walk-ability: An Assessment of the Contribution of Jan Gehl (2011) menyatakan dampak yang baik
dalam hal memahami ruang luar dan kebiasaan penduduknya. Hal itu bisa mengubah hal kecil yang bisa dibandingkan dengan hal yang sama
dilakukan di kota lain. Karena data yang didapat dengan studi ini berbasis statistik daripada asumsi, penelitian ini lebih memberikan tingkat
keakuratan yang tinggi. Diharapkan penelitian ini dapat membantu pihak yang terlibat dalam pembangunan kota lebih memahami kondisi dan
bentuk yang baik di masa depan.
● Rencana Jangka Panjang-Copenhagen
a. Copenhagen menjadi kota pertama yang dilakukan observasi Public Space-Public Life dan dilakukan sekali pada setiap satu dekade
b. Jalanan yang berasal dari abad pertengahan tidak mengalami perubahan yang drastis
c. Adanya perubahan cukup signifikan, sekitar 2-3% yang semula berasal dari tempat parkir kota menjadi ruang komunal dan jalur sepeda
d. Reputasi internasional Copenhagen yaitu “Kota yang secara konsisten melakukan perubahan peningkatan kondisi pejalan kaki dan
pesepeda”
e. Penerapan adanya jumlah ruang bebas mobil dan tingkat kegiatan menginap di kota menjadi objek studi hubungan langsung
f. Pengulangan penelitian yang dilakukan dalam menerapkan metode-metode yang persis sama dalam kondisi yang sama pula maka dalam
dua, lima, atau sepuluh tahun akan terlihat perubahan yang diharapkan

Penerapan yang digunakan Copenhagen untuk mengembangkan ruang kota yaitu meningkatkan ruang yang baik untuk pejalan kaki dan
pengendara sepeda dibandingkan jalan raya dan tempat parkit. Lokasi yang menerapkan studi Public Space-Public Life ini memiliki prinsip,
yaitu “semakin banyak kehidupan apabila semakin banyak ruang”.

42
● Dramatic Changes in Very Few Years-New York
Perubahan yang terjadi secara signifikan terjadi pada kota New York, dimana perencanaan awal tahun 2007 untuk menjadikan kota hijau
bernama PlaNYC 2030. Kota ini mengantisipasi adanya satu juta penduduk pendatang, dan menjadikan lokasi tersebut sebagai perayaan acara
besar sehingga menjadi pusat berkumpul dengan kebutuhan pejalan kaki yang besar. Hal itu terealisasi dimana Time Square menjadi lokasi
yang memiliki rasio jalan untuk kendaraan 89% sedangkan 11% untuk pejalan kaki. New York juga mengubah jalan ramah pejalan kaki dan
pengendara sepeda sekitar 322 km dalam kurun waktu 2 tahun saja. (Amy Plitt, 2019)

2.6. Penanda (Signage)

2.6.1. Pengertian penanda (signage)

Menurut Lewis (2015) dalam Wijayanti (2019), signage merupakan standar grafis sebagai navigasi yang menghubungkan antara arsitektur dan
penggunanya. Signage harus mengikuti kode dan notasi yang telah diterima dan dipahami oleh masyarakat umum, dimana keberadaannya dapat memperjelas
penataan ruang-ruang dalam sebuah lingkungan. Sedangkan menurut Sims (1991) dalam Nopemberi (2015) mendefinisikan signage sebagai elemen
perancangan kota yang mampu memberi arahan kepada orang-orang untuk mencapai tujuan tertentu. Di sisi lain, menurut Whitbread (2009) dalam
Christianna (2012) menjelaskan bahwa signage merupakan sebuah sistem yang memuat hasil kombinasi antara simbol dan teks pada daerah dengan mobilitas
tinggi tanpa tergantung bahasa verbal yang terbatas. Jika dilihat berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 13 Tahun 2014
tentang Rambu Lalu Lintas menyatakan bahwa signage dapat disebut sebagai rambu lalu lintas yang termasuk dalam perlengkapan jalan yang berupa huruf,
angka, kalimat, atau perpaduan.

43
Gambar 2.6.1.1 Ilustrasi Signage
Sumber: (sinergimedia.co.id)

Berdasarkan beberapa definisi tersebut. maka dapat dikatakan bahwa signage merupakan penanda yang berisikan informasi tertentu, baik berupa simbol
ataupun teks yang dapat dipahami sesuai dengan standar kode dan notasi yang telah diterima masyarakat umum pada kawasan yang ramai aktivitas dan
mobilitas masyarakat.

2.6.2. Kategori signage

Berdasarkan fungsinya, menurut Christianna (2012) signage dibagi menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut.

A. Signage sebagai public image


Signage merupakan media komunikasi secara visual yang diperuntukkan kepada publik dan dapat dikontrol secara langsung oleh
perancang desain dan penata kota, sehingga penyusunan strategi diperlukan untuk mengelola signage dan perencana juga dapat
mengoptimalkan karakteristik berbagai fungsi zona yang berbeda-beda. Signage merupakan elemen penting pembentuk suatu kawasan,
sehingga perlu penanganan yang baik agar tidak menimbulkan ketidakteraturan visual agar identitas suatu kawasan dapat menjadi ciri khas
yang konsisten secara komprehensif.

44
Gambar 2.6.2.1 Ilustrasi Signage sebagai Public Image
Sumber: (id.pinterest.com)

B. Signage sebagai street advertising


Signage juga memiliki pengaruh yang signifikan dalam bidang ekonomi yang seiring berjalannya waktu semakin meningkatkan
persaingan di pasar bebas. Saat ini para pengusaha menawarkan jasa atau produk mereka melalui iklan yang banyak dijumpai di fasilitas-
fasilitas umum, salah satunya adalah papan reklame. Jenis ini cukup efektif dalam menarik perhatian karena dapat dilihat dan dibaca oleh
masyarakat dengan mudah. Namun, penempatannya juga harus tepat dan sesuai agar selain mudah ditangkap oleh mata, juga tidak mengganggu
aktivitas dan mobilitas masyarakat.

45
Gambar 2.6.2.2 Ilustrasi Signage sebagai Street Advertising
Sumber: (twitter.com)

Berdasarkan jenis isi atau informasi yang disampaikan, Adityan (2008) mengkategorikan signage sebagai berikut.

A. Pemberi orientasi (orientational sign)


Sign ini berisi keterangan untuk memberi tahu

Gambar 2.6.2.3 Ilustrasi Orientational Sign

Sumber: (id.pinterest.com)

keberadaan atau posisi seseorang dalam suatu kawasan. Contohnya adalah peta “You are here”.

46
B. Pemberi informasi (informational sign)
Sign ini berisi informasi mengenai segala sesuatu di lingkungan tempat sign tersebut berada. Contohnya adalah keterangan rute bus,
jadwal film, dan jam buka suatu tempat.

Gambar 2.6.2.4 Ilustrasi Informational Sign


Sumber: (id.pinterest.com)

C. Pemberi identitas (identificational sign)


Sign ini berisi keterangan untuk mengenalkan identitas suatu tempat di sebuah kawasan, agar masyarakat dapat membedakan tempat
tersebut dengan tempat-tempat lainnya. Contohnya adalah sign yang menunjukkan gambar alat makan yang menandakan bahwa tempat tersebut
adalah tempat makan atau restoran.

Gambar 2.6.2.5 Ilustrasi Identificational Sign


Sumber: (id.pinterest.com)

D. Penunjuk arah (directional sign)

47
Sign yang dapat disebut sebagai Traffic Control Sign ini berisi penunjuk arah atau navigasi yang biasanya memuat arah panah atau
bentuk visual yang mengandung arahan bagi pengguna jalan atau kendaraan. Contohnya adalah tiang penunjuk arah yang berbentuk panah.

Gambar 2.6.2.6 Ilustrasi Directional Sign


Sumber: (rsmdesign.com)

E. Pemberi peringatan (safety & regulatory sign)


Sign berisi keterangan untuk memberitahukan peraturan-peraturan mengenai aktivitas atau Tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan di
kawasan tersebut, dan jika terjadi pelanggaran maka akan ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang. Contohnya adalah tanda dilarang
merokok, dilarang parkir, jalur penyeberangan, dan lainnya.

Gambar 2.6.2.7 Ilustrasi Safety & Regulatory Sign


Sumber: (whsconsultinghunter.com.au)

F. Pemberi dekorasi (ornamental sign)

48
Sign ini bertujuan untuk memperindah atau meningkatkan penampilan suatu bangunan/kawasan, baik secara umum maupun khusus. Contohnya
adalah bendera, spanduk, plakat, dan lainnya.

Gambar 2.6.2.8 Ilustrasi Ornamental Sign


Sumber: (viajandocomamalarosa.com.br)

2.6.3. Tipe-tipe signage

Menurut Fatimah (2012) terdapat beberapa tipe signage yang dirincikan sebagai berikut.

A. Banner sign, biasanya digunakan sebagai pemberitahuan sementara dari sebuah acara atau kegiatan. Penggunaan materialnya yang ringan,
seperti kertas, kain, dan plastic yang bersifat tidak kaku.

Gambar 2.6.3.1 Ilustrasi Banner Sign


Sumber: (lazada.co.id)

B. Canopy sign, dipasang pada kanopi. Selain itu juga terdapat Undercanopy Sign yang umumnya berukuran lebih kecil dan dipasang tergantung
di bawah kanopi.

49
Gambar 2.6.3.2 Ilustrasi Canopy Sign
Sumber: (aboutsigns.ca)

Gambar 2.6.3.3 Ilustrasi Undercanopy Sign


Sumber: (metrosignandawning.com)

C. Changeable-copy sign, merupakan sign yang tulisannya dapat dihapus dan ditulis Kembali, dengan kata lain informasi yang terdapat pada sign
dapat diubah secara manual. Contohnya adalah message board di restoran.

Gambar 2.6.3.4 Ilustrasi Changeable-Copy Sign


Sumber: (squaresigns.com)

50
D. Electronic message center sign, informasi atau pesan disampaikan melalui sebuah layar elektronik yang dapat diubah secara cepat dan efisien.

Gambar 2.6.3.5 Ilustrasi Electronic Message Center Sign


Sumber: (victorysignco.com)

E. Floor sign, sign ini dipasang di lantai yang biasanya berupa tulisan atau simbol. Walaupun sebenarnya cukup sulit untuk dibaca atau dilihat
secara keseluruhan, namun sign tipe ini memiliki daya Tarik tersendiri dan juga sangat efektif jika digunakan sebagai penunjuk/penuntun arah.

Gambar 2.6.3.6 Ilustrasi Floor Sign


Sumber: (pinterest.ca)

F. Free-standing sign, biasanya sign tipe ini dipasang atau disangga pada satu atau beberapa tiang yang berdiri tegak.

51
Gambar 2.6.3.7 Ilustrasi Free-Standing Sign
Sumber: (aomprint.ca)

G. Projecting sign, biasanya dipasang pada tembok untuk memperlihatkan dua sisi sign dari arah yang berlawanan.

Gambar 2.6.3.8 Ilustrasi Projecting Sign


Sumber: (promosigns.co.uk)

H. Roof sign, dipasang di atas garis atap pada sebuah bangunan.

52
Gambar 2.6.3.9 Ilustrasi Roof Sign
Sumber: (signsofexcellenceinc.com)

I. Suspended sign, sign tipe ini biasanya dipasang pada tempat-tempat strategis yang mudah ditangkap oleh mata, seperti digantung pada langit-
langit ataupun di sepanjang koridor jalan yang saling terintegrasi satu sama lain.

Gambar 2.6.3.10 Ilustrasi Suspended Sign


Sumber: (architonic.com)

J. Wall sign, sign tipe ini berfungsi sebagai exterior ataupun interior sign yang dipasang pada satu sisi tembok saja.

53
Gambar 2.6.3.11 Ilustrasi Wall Sign
Sumber: (budsigns.com)

K. Window sign, sign tipe ini dipasang di belakang jendela yang dapat dilihat dari arah luar, sehingga tulisannya harus mampu dibaca dengan
mudah.

Gambar 2.6.3.12 Ilustrasi Window Sign


Sumber: (squaresigns.com)

2.6.4. Elemen-elemen dan prinsip dasar desain signage

Signage merupakan media komunikasi publik yang mengandung elemen-elemen penting dalam proses desainnya, agar peran dan fungsi signage dapat
tersampaikan dengan baik. Menurut Adityan (2008), elemen-elemen desain pembentuk signage adalah sebagai berikut.

A. Typhography (teks)

54
Setiap font style atau gaya teks memiliki karakteristik tersendiri dan akan memberikan kesan yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
pemilihan gaya teks sangat berpengaruh dalam menentukan apakah pesan dan kesan dari sebuah sign dapat tersampaikan dengan baik. Selain
itu, ukuran huruf dan penggunaan huruf kapital yang sesuai juga sangat menentukan penyampaian pesan dapat terbaca dengan baik dan jelas
pada jarak tertentu.

Gambar 2.6.4.1 Ilustrasi Elemen Typography


Sumber: (quora.com)
B. Warna
Elemen warna sangat menentukan keberhasilan sebuah sign dapat dirasakan kehadiran atau eksistingnya di sekitar orang. Pemilihan
warna harus dapat dipertimbangkan keefektifannya melalui kekontrasan dengan background dan lingkungan sekitarnya. Pemilihan warna yang
kontras akan dengan mudah menarik perhatian orang, namun pemilihan warna juga harus disesuaikan dengan teks dan juga simbol agar orang-
orang tetap mudah membaca isi sign tersebut. Dalam aspek keselamatan juga terdapat aturan mengenai penggunaan warna yang disebutkan
oleh Wahyudin (2011) yang dapat dilihat pada gambar berikut.

55
Gambar 2.6.4.2 Elemen Warna pada Rambu Keselamatan
Sumber: (abunajmu.wordpress.com)

C. Simbol
Simbol merupakan elemen grafis yang paling sering digunakan pada sebuah sign. Simbol bisa merepresentasikan sesuatu tanpa harus
dijelaskan melalui teks atau digunakan untuk menggantikan teks yang tidak dapat dibahasakan dengan mudah dan terlalu Panjang. Selain itu,
simbol juga membantu orang-orang yang mengalami buta huruf agar tetap bisa memahami pesan atau informasi yang dimuat dalam sebuah
sign. Jumlah simbol dalam satu sign juga perlu dipertimbangkan melalui tempat pemasangan sign tersebut, misalnya pengemudi di jalanan
tidak dapat membaca terlalu lama, sehingga beberapa simbol dapat digunakan untuk menggantikan teks. Sedangkan di mall penggunaan satu
simbol sudah cukup karena pengunjung dapat berhenti untuk membaca, karena jumlah simbol yang banyak juga dapat membuat bingung dan
tidak fokus.

Gambar 2.6.4.3 Elemen Simbol pada Signage


Sumber: (id.pinterest.com)

D. Panah (arrow)

56
Panah berfungsi untuk menunjukkan arah atau menuntun orang-orang, sehingga ketepatan penggunaan arah panah sangatlah penting
agar tidak membuat orang-orang salah jalan atau tersesat. Selain itu, posisi tanda panah juga harus diperhatikan jika terdapat arah panah yang
saling berdekatan dan masing-masing menunjukkan arah yang berbeda. Misalkan tanda panah arah kiri sebaiknya di letakkan di sebelah kiri
dan tanda panah arah kanan diletakkan di sebelah kanan

Gambar 2.6.4.4 Elemen Panah pada Signage


Sumber: (printonline.ae)

E. Pencahayaan
Pencahayaan pada sign sangat penting dalam menjaga visibilitas dan legibilitas sebuah sign, terlebih lagi jika daerah di sekitar sign
kurang pencahayaan dan cukup gelap, sehingga sign tersebut tidak dapat dibaca atau bahkan dilihat. Selain itu, pencahayaan juga dapat
membuat penampilan sign menjadi lebih menarik, namun intensitas pemilihan warna cahaya juga perlu dipertimbangkan agar tidak
mengganggu desain ataupun isi sign berupa teks dan simbol menjadi tidak menonjol.

57
Gambar 2.6.4.5 Elemen Pencahayaan pada Signage
Sumber: (sinergimedia.co.id)

2.6.5. Regulasi yang memuat signage di ndonesia

Pemasangan Signage di Kota Malang diatur dalam Peraturan Walikota (PERWALI) Kota Malang Nomor 22 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Perijinan, Pemasangan dan Pencabutan Ijin Reklame.

A. Pada Bab 2 Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa jenis reklame dibagi atas dua, yaitu reklame tetap dan reklame insidentil. Kedua jenis reklame
tersebut dirincikan pada ayat berikutnya, yaitu:
1. Ayat (2) menyebutkan rincian yang termasuk dalam jenis reklame tetap:
➔ Reklame billboard
➔ Reklame megatron/videotron/walt
➔ Reklame tv media
➔ Reklame neon sign/neon box
➔ Reklame bando jalan
➔ Reklame jembatan penyeberangan orang (jpo)
➔ Reklame bus shelter
➔ Reklame shop panel
➔ Mini jumbo/mini billboard
➔ Reklame letter sign (huruf timbul)
➔ Reklame prismatek
➔ Reklame display board
➔ Reklame kendaraan
➔ Reklame rombong/mini kios
➔ Reklame bioskop film
➔ Reklame profesi
➔ Reklame tembok
➔ Reklame polibrite

58
2. Ayat (3) menyebutkan rincian yang termasuk dalam jenis reklame insidentil:
➔ Reklame baliho
➔ Reklame spanduk
➔ Reklame umbul-umbul
➔ Reklame poster
➔ Reklame melekat (stiker)
➔ Reklame balon udara
➔ Reklame peragaan/demo
➔ Reklame slide/film
➔ Reklame flag chain/gimik
➔ Reklame selebaran
➔ Reklame tenda
➔ Reklame banner

B. Pada Bab 3 Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa setiap pemasangan reklame harus memenuhi standar reklame)
C. Pada Bab 3 Pasal 3 ayat (2) menyebutkan standar-standar reklame yang meliputi:
1. Standar etik, yaitu isinya tidak mempertentangkan SARA dan menjaga norma kesopanan
2. Standar estetis, yaitu bentuk dan penampilannya memperhatikan aspek keindahan
3. Standar teknis, yaitu reklame yang dipasang memenuhi ketentuan standar konstruksi
4. Standar fiskal, yaitu reklame yang dipasang telah melunasi seluruh kewajiban perpajakan dan/atau retribusi
5. Standar administrasi, yaitu reklame yang dipasang memenuhi perijinan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
6. Standar keselamatan, yaitu reklame yang dipasang tidak mengganggu lalu lintas dan tidak membahayakan masyarakat di sekitarnya
D. Pada Bab 5 Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang atau badan yang bermaksud memasang reklame wajib memiliki Ijin Pemasangan
Reklame dari Dinas Perijinan, kecuali yang termasuk dalam reklame insidentil.
E. Pada Bab 6 Pasal 9 ayat (1) menyatakan bahwa pemasangan reklame harus sesuai dengan ukuran, ketinggian, bahan, materi, gambar, warna,
titik lokasi, konstruksi dan ciri-ciri lainnya yang tertera dalam Ijin Pemasangan Reklame.
F. Pada Bab 6 Pasal 11 menyatakan bahwa:
1. Ayat (1) Untuk ruas jalan yang terdiri dari perkerasan jalan/aspal dan bahu jalan yang langsung berhimpitan dengan trotoar/drainase,
titik pemasangan reklame minimal berhimpitan dengan trotoar/drainase arah pagar/bangunan (berhimpitan dengan trotoar/drainase
luar) yang tidak merusak/mengganggu fungsi trotoar/drainase tersebut

59
2. Ayat (2) Untuk ruas jalan yang terdiri dari perkerasan jalan/aspal, bahu jalan dan/atau perabot jalan lainnya (drainase, trotoar, taman
dsb), titik pemasangan reklame minimal berhimpitan di luar perabot jalan tersebut dengan tidak merusak/ mengganggu fungsi perabot
jalan tersebut.
3. Ayat (3) Untuk ruas jalan yang terdiri dari perkerasan jalan/aspal, bahu jalan dan langsung berhimpitan dengan pagar atau bangunan,
titik pemasangan reklame minimal berhimpitan dengan pagar atau bangunan tersebut.
4. Ayat (4) Untuk pemasangan reklame yang berada di Rumija Eksisting yang disekitarnya terdapat pohon-pohon, jarak minimal antara
pohon dengan tiang reklame sejauh 2 (dua) meter.
G. Pada Bab 6 Pasal 12 menyatakan bahwa:
1. Ayat (1) Tinggi bebas minimal untuk pemasangan reklame tetap yang melintang secara keseluruhan atau sebagian pada Rumija pada
jalan arteri setinggi 6 (enam) meter, sedangkan untuk jalan kolektor dan lokal minimal 5 (lima) meter.
2. Ayat (2) Jarak minimal antar reklame tetap jenis reklame bando jalan dan sejenisnya yang melintang di atas jalan minimal 450 (empat
ratus lima puluh) meter.
3. Ayat (3) Jarak minimal reklame tetap jenis reklame bando jalan dan sejenisnya yang melintang di jalan dengan traffic light berjarak
minimal 25 (dua puluh lima) meter dari traffic light.
4. Ayat (4) Ukuran panjang reklame bando jalan dan sejenisnya harus sesuai dengan bentang konstruksi, sedangkan tinggi reklame
maksimal 3,5 (tiga koma lima) meter.

2.7. Perabot Jalan/Ruang Publik

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan
Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan menjelaskan bahwa perabot jalan adalah salah satu sarana pendukung jalur pejalan kaki yang
penyediaannya disesuaikan dengan fungsi kawasan. Menurut Harris dan Dines (1988) dalam Saifuddin dan Qomarun (2019) menyatakan bahwa perabot jalan
atau street furniture adalah semua elemen yang ditempatkan secara kolektif pada suatu lansekap jalan untuk kenyamanan, kesenangan, tujuan informasi, kontrol
sirkulasi, dan perlindungan pengguna jalan, dimana elemen-elemen ini harus merefleksikan karakter dari kawasan setempat agar saling menyatu dengan
lingkungan sekitar. Adapun kriteria elemen yang digunakan berupa penggunaan material yang meliputi bahan yang mudah didapat, kuat terhadap cuaca, mudah
dalam perawatan, mudah dalam perbaikan, serta kuat dan aman bagi pengguna jalan maupun lingkungan sekitarnya.

2.7.1. Kriteria penyediaan perabot jalan/street furniture

Menurut Filmaria (2017), terdapat beberapa kriteria dalam penyediaan perabot jalan/street furniture yang dijelaskan sebagai berikut.

60
A. Aksesibilitas, perabot jalan terletak di lokasi yang mudah dijangkau.
B. Keselamatan, perabot jalan terletak pada titik-titik yang aman dari bahaya lalu lintas kendaraan.
C. Kenyamanan, memiliki tingkat kenyamanan yang tinggi dengan material yang sesuai kebutuhan dan tata letak perabot jalannya tidak
mengganggu alur pejalan kaki lainnya.
D. Keindahan, desain perabot jalan dapat menggambarkan karakter lokal lingkungan sehingga harus memiliki kualitas estetika yang tinggi.
E. Kemudahan, perabot jalan terletak di titik-titik yang mudah dicapai.
F. Interaksi, terletak di titik-titik strategis interaksi sosial agar dapat memenuhi kebutuhan aktivitas sosial di kawasan tersebut.

2.7.2. Elemen-elemen perabot jalan/street furniture

Menurut Moerni (2016), Elemen-elemen dalam perabot jalan atau street furniture dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsinya, yaitu sebagai berikut.

A. Elemen dekorasi
Elemen dekorasi merupakan elemen yang menunjang aspek estetika pada kawasan. Jenis-jenis perabot jalan atau street furniture yang
termasuk dalam elemen dekorasi di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Lampu jalan, berfungsi untuk memberikan penerangan pada saat malam hari guna mengurangi angka kecelakaan. Lampu jalan juga
mampu menambah nilai estetis melalui cahayanya serta atas penerangan yang diberikan kepada objek-objek lain yang ada di sekitarnya.
(Widjaja, 2017)

Gambar 2.7.2.1 Ilustrasi Lampu Jalan


Sumber: (beritasatu.com)

2. Pot bunga/bak tanaman, sebagai wadah tanaman yang juga berfungsi untuk menambah suasana yang asri pada suatu kawasan.,
tanaman-tanaman yang ditanam juga dapat mengurangi kadar karbondioksida dan membantu pepohonan untuk menghasilkan lebih
banyak oksigen, dengan kata lain tanaman juga dapat dijadikan sebagai pengontrol polusi dan pencemaran udara di kawasan perkotaan.
(Widjaja, 2017)

61
Gambar 2.7.2.2 Ilustrasi Pot Bunga/Bak Tanaman
Sumber: (flickr.com)

3. Patung/monumen, menggambarkan karakteristik atau identitas dari kawasan tersebut yang biasanya memiliki makna khusus.

Gambar 2.7.2.3 Ilustrasi Patung/Monumen


Sumber: (malangtimes.com)

4. Air mancur, berfungsi sebagai elemen lanskap yang dapat memberikan suasana yang lebih sejuk dengan adanya unsur air pada suatu
kawasan. (Widjaja, 2017)

62
Gambar 2.7.2.4 Ilustrasi Air Mancur
Sumber: (enciety.co)

5. Public art, karya seni yang dipajang di ruang publik dan dapat diakses oleh masyarakat umum dengan bebas dengan batasan tidak
merusak. Public Art dapat menambah kualitas visual dari suatu kawasan. Namun karya seni ini dibuat dengan tingkat kesabaran yang
tinggi. Selain itu, tujuan pembuatan public art juga memuat unsur politis atau kepentingan tertentu yang mengandung makna untuk
diinterpretasikan ke dalam sebuah seni sehingga dapat dinikmati. (Rahmat, 2012)

Gambar 2.7.2.5 Ilustrasi Public Art


Sumber: (hisour.com)

B. Perabot pelayanan
Perabot pelayanan merupakan elemen yang menunjang aspek aktivitas masyarakat sebagai pengguna kawasan. Jenis-jenis perabot jalan
atau street furniture yang termasuk dalam perabot pelayanan di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Trotoar, merupakan jalur pejalan kaki yang biasanya berada di pinggir jalan dengan ketinggian yang dibuat lebih tinggi dari perkerasan
jalan.

63
Gambar 2.7.2.6 Ilustrasi Trotoar
Sumber: (majalah1000guru.net)

2. Pembatas jalan (boundary), berfungsi untuk menegaskan batas-batas area antara area pejalan kaki dengan area lainnya, khususnya jalan
raya yang merupakan tempat kendaraan berlalu-lalang guna mengurangi resiko terjadinya kecelakaan. Pembatas jalan ini juga akan
memberikan rasa aman terhadap pejalan kaki. (Widjaja, 2017)

Gambar 2.7.2.7 Ilustrasi Pembatas Jalan (Boundary)


Sumber: (news.detik.com)

3. Bollards,berbentuk tiang-tiang vertikal yang juga berfungsi sebagai pembatas antara area pejalan kaki dan jalan raya. Selain itu,
bollards juga dapat dipasangkan instalasi lampu untuk mempertegas dan sekaligus menunjukkan arah bagi kendaraan di malam hari.
(Widjaja, 2017)

64
Gambar 2.7.2.8 Ilustrasi Bollards
Sumber: (123rf.com)

4. Fasilitas penyeberangan, dapat berupa zebra cross atau jembatan penyeberangan yang memfasilitasi pengguna jalan agar dapat
menyeberang dengan aman.

Gambar 2.7.2.9 Ilustrasi Fasilitas Penyeberangan


Sumber: (bogor.tribunnews.com)

5. Lampu penerangan jalur pedestrian, lampu penerangan untuk jalur pedestrian berfungsi untuk memberikan penerangan bagi pejalan
kaki di jalur pedestrian pada malam hari.

65
Gambar 2.7.2.10 Ilustrasi Lampu Penerangan Jalur Pedestrian
Sumber: (metro.sindonews.com)

6. Bis urat, saat ini keberadaan bis surat sudah sangat langka akibat perkembangan teknologi di bidang informasi komunikasi yang begitu
pesat, sehingga banyak masyarakat yang sudah beralih ke media digital dan meninggalkan fasilitas bis surat.

Gambar 2.7.2.11 Ilustrasi Bis Surat


Sumber: (tribunnews.com)

7. Kotak telepon umum, sama halnya dengan bis surat, kotak telepon umum juga sudah jarang pada saat ini karena hampir semua orang
sudah beralih ke telepon pintar yang lebih efisien dan efektif dalam melakukan komunikasi jarak jauh.

66
Gambar 2.7.2.12 Ilustrasi Kotak Telepon Umum
Sumber: (bali.tribunnews.com)

8. Tempat sampah, tempat bagi pejalan kaki atau masyarakat yang melakukan aktivitas di suatu kawasan untuk membuang sampah.
Keberadaan tempat sampah sangatlah penting dalam menjaga kebersihan lingkungan sekitar, sehingga dibutuhkan kesadaran
masyarakat agar dapat membuang sampah pada tempat yang telah disediakan. (Widjaja, 2017)

Gambar 2.7.2.13 Ilustrasi Tempat Sampah


Sumber: (karawangkab.go.id)

9. Halte dan shelter, digunakan oleh penumpang bis selama menunggu kedatangan bis atau kendaraan umum lainnya yang sekaligus juga
dapat digunakan oleh pejalan kaki untuk berlindung dari panas matahari atau pada saat turun hujan.

Gambar 2.7.2.14 Ilustrasi Halte dan Shelter


Sumber: (transsemarang.semarangkota.go.id/)

10. Pos polisi, merupakan kesatuan kepolisian terkecil yang berperan penting dalam menjaga keamanan suatu kawasan.

67
Gambar 2.7.2.15 Ilustrasi Pos Polisi
Sumber: (megapolitan.kompas.com)

11. Fire hydrant, berfungsi sebagai sistem proteksi kebakaran pada area publik.

Gambar 2.7.2.16 Ilustrasi Fire Hydrant


Sumber: (alamy.com)

12. Toilet umum, fasilitas yang diperuntukkan bagi masyarakat dalam mempermudah untuk menyalurkan limbah cair atau padat dari
manusia, sehingga tidak menyalurkannya di sembarang tempat yang dapat mencemarkan lingkungan dan memberikan kesan jorok.
(Widjaja, 2017)

68
Gambar 2.7.2.17 Ilustrasi Toilet Umum
Sumber: (liputan6.com)

C. Perabot bersantai
Perabot bersantai merupakan elemen yang menunjang aspek aktivitas bersantai masyarakat sebagai pengguna kawasan. Jenis-jenis
perabot jalan atau street furniture yang termasuk dalam perabot bersantai di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Tempat duduk/bangku, sebagai tempat beristirahat bagi pejalan kaki.

Gambar 2.7.2.18 Ilustrasi Tempat Duduk/Bangku


Sumber: (futagotrotoar.co.id)

2. Meja permainan, dapat digunakan sebagai meja untuk meletakkan barang ataupun melakukan permainan yang membutuhkan sebuah
meja Ketika sedang berkumpul dengan teman-teman.

Gambar 2.7.2.19 Ilustrasi Meja Permainan

69
Sumber: (brosispku.com)

D. Perabot perdagangan
Perabot perdagangan merupakan elemen yang menunjang aspek aktivitas perdagangan yang berkaitan dengan fungsi ekonomi di
kawasan tersebut. Jenis-jenis perabot jalan atau street furniture yang termasuk dalam perabot perdagangan di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Kios pedagang kaki lima, berfungsi untuk mengontrol pedagang agar tidak berdagang di sembarang tempat yang memungkinkan untuk
mengganggu pejalan kaki ataupun kendaraan.

Gambar 2.7.2.20 Ilustrasi Kios Pedagang Kaki Lima


Sumber: (kabarminang.id)

2. Tempat duduk dan meja, fasilitas bagi pengunjung kios pedagang kaki lima untuk duduk beristirahat sambil menikmati makanan
ataupun minuman.

70
Gambar 2.7.2.21 Ilustrasi Tempat Duduk dan Meja
Sumber: (kibrispdr.org)

E. Rambu
Rambu juga merupakan bagian dari elemen penanda (signage) yang berfungsi dalam menunjang aspek informasi dan aturan yang ada
di kawasan. Jenis-jenis perabot jalan atau street furniture yang termasuk dalam rambu di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Lampu lalu lintas, berfungsi untuk menertibkan pengendara bermotor agar tidak terjadi kemacetan dan mengurangi resiko terjadinya
kecelakaan.

Gambar 2.7.2.22 Ilustrasi Lampu Lalu Lintas


Sumber: (otomotif.okezone.com)

2. Papan Informasi, berfungsi untuk memberikan informasi baik yang terkait dengan kawasan tersebut ataupun informasi yang memuat
berita terkini.

Gambar 2.7.2.23 Ilustrasi Papan Informasi


Sumber: (m.merdeka.com)

71
3. Papan Nama Jalan, berfungsi sebagai identitas dari sebuah koridor jalan.

Gambar 2.7.2.24 Ilustrasi Papan Nama Jalan


Sumber: (jogja.tribunnews.com)

4. Rambu Lalu Lintas, berfungsi untuk mengatur dan memberi peringatan bagi pengguna kawasan dalam melakukan tindakan yang boleh
dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

Gambar 2.7.2.25 Ilustrasi Rambu Lalu Lintas


Sumber: (hot.liputan6.com)

2.8. Sistem Sirkulasi, Parkir, dan Sistem Penghubung


2.8.1. Sistem sirkulasi
Menurut Shirvani (1985), elemen sirkulasi dan parkir adalah bagian yang penting dalam membentuk karakter dari sebuah kota, dimana sistem sirkulasi
adalah prasarana penghubung yang penting dalam menghubungkan berbagai kegiatan dan penggunaan suatu lahan di sebuah area yang mempertimbangkan
aspek fungsional, ekonomis, keluwesan, dan kenyamanan. Menurut Ginting (2016), aksesibilitas merupakan hal yang penting untuk daerah pariwisata.
Sedangkan kemampuan orang untuk mengakses suatu tempat menjadi tolak ukur kualitas hidup masyarakat setempat. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya
penataan yang baik untuk sistem sirkulasi dan parkir di wilayah perkotaan.

72
Sirkulasi kendaraan difasilitasi oleh jalan. Jalan itu sendiri adalah sarana transportasi darat yang mencakup bagian dari jalan seperti fasilitas jalan dan
perlengkapan lalu lintas yang beraktifitas di atas, permukaan, dan bawah tanah, serta jalan kabel, rel kereta api, dan jalan lori. (Peraturan Pemerintah No. 34
tahun 2006 tentang Jalan). Menurut Shirvani, ada tiga prinsip utama untuk menyelesaikan masalah sirkulasi, yaitu:

A. Jalan seharusnya menjadi ruang terbuka dengan pemandangan yang baik, antara lain:
1. Pengaturan parkir di pinggir jalan dan tanaman yang memiliki fungsi sebagai penyekat jalan.
2. Meningkatkan lingkungan alami yang terlihat dari jalan.
3. Persyaratan ketinggian dan garis sempadan bangunan yang berdekatan dengan jalan.
4. Bersih dan elemen lansekap yang baik.
B. Jalan harus dapat memberi petunjuk arah bagi para pengguna dan dapat menciptakan lingkungan yang dapat dibaca, yaitu:
1. Menciptakan bentuk lanskap untuk meningkatkan kualitas lingkungan kawasan sepanjang jalan tersebut.
2. Mendirikan perabot jalan yang berfungsi pada siang dan malam hari dengan hiasan lampu yang mendukung suasana jalan.
3. Perencanaan umum jalan dengan pemandangan kota (vistas) dan beberapa visual menarik yang dapat berperan sebagai tetenger
(landmark).
4. Perbedaan susunan dan jalan-jalan penting dengan memberikan perabot jalan (streetscaping), trotoar, maju mundurnya batas bangunan
(setback), penggunaan lahan yang cocok dan sebagainya.
C. Sektor publik dan swasta merupakan pendukung untuk mencapai tujuan tersebut. Beberapa kecenderungan tujuan dalam perencanaan
transportasi, meliputi:
1. Meningkatkan mobilitas di Kawasan Pusat Bisnis (Central Business Districs).
2. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
3. Mendorong penggunaan transportasi umum.
4. Meningkatkan kemudahan pencapaian ke Kawasan Pusat Bisnis.

Pada wilayah perkotaan, perjalanan yang dimulai oleh masyarakat didominasi perjalanan yang berasal dari rumah. Masyarakat memiliki kegiatan
perjalanan yang berbeda-beda. Akan tetapi, biasanya pada akhir pekan didominasi oleh masyarakat untuk belanja dan rekreasi. Jalur jalan raya di perkotaan
memiliki masalah di bagian sirkulasi kendaraannya. Idealnya jalan raya hanya untuk digunakan untuk sirkulasi kendaraan, tetapi di Indonesia bisa digunakan
sebagai aktivitas parkir, aktivitas pejalan kaki, dan perdagangan Penjual Kaki Lima (PKL). Pejalan kaki turun ke daerah jalan raya karena pada daerah trotoar
yang seharusnya digunakan untuk pejalan kaki digunakan sebagai tempat perdagangan PKL dan parkir. Oleh karena itu, tidak adanya ruang (space) untuk
masyarakat pejalan kaki. Jalur pejalan kaki juga menjadi salah satu utilitas kota. Prasarana jalur pejalan kaki kurang mendapatkan hak yang sesuai dengan yang
diinginkan sehingga pejalan kaki menggunakan jalur sirkulasi kendaraan yang berbahaya untuk pejalan kaki.

73
Jenis sirkulasi dapat dibagi tiga berdasarkan penggunanya, yaitu sirkulasi kendaraan, manusia, dan barang. Menurut Jusmartinah (2008), pola ruang
pergerakan sirkulasi dapat dibagi menjadi empat, yaitu jalan sebagai pembentuk citra kota, jalan sebagai perletakkan bangunan kota, jalan sebagai penghubung,
dan jalan sebagai pembentuk hirarki ruang. Setelah pembagian empat pola, terdapat komponen penting yang terdapat di empat pola tersebut.

Pada pola yang pertama, jalan sebagai pembentuk citra kota, dibagi menjadi tiga komponen yang dapat memberi efek untuk citra kota. Komponen yang
dimaksud antara lain, identitas, struktur, dan meaning. Pada pola kedua, jalan sebagai perletakkan bangunan kota, dibagi menjadi tiga komponen yang dapat
mempengaruhi perspektif pengamat. Komponen yang dimaksud, antara lain orientasi, posisi, dan isi. Pada pola yang ketiga, jalan sebagai penghubung, pola
tersebut harus bisa mempunyai tiga konsep dasar yang harus dipertimbangkan. Konsep yang dimaksud, antara lain hubungan antara massa dan ruang,
kesinambungan pengalaman, dan kesinambungan yang menyeluruh. Pola yang terakhir adalah jalan sebagai pembentuk hirarki ruang. Jalur sirkulasi dapat
menjadi nilai sosial bagi masyarakat sekitar karena masyarakat saling berinteraksi dengan lingkungannya yang dapat menjadikannya dapat dikenang dan
memberi hirarki ruang.

Pada pasal 8 UU No. 38 Tahun 2004, klasifikasi jalan dapat dibedakan menurut fungsinya. Klasifikasi jalan tersebut dibagi menjadi empat, yaitu jalan
arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan arteri berfungsi jalur untuk angkutan utama yang bervolume besar, kecepatan yang tinggi, dan
jumlah masuk kendaraan yang dibatasi dan ukuran badan jalan minimal 11 meter. Sedangkan jalan kolektor berfungsi sebagai sarana untuk angkutan yang
melakukan perjalanan jarak sedang, kecepatan yang sedang, dan ukuran badan jalannya harus minimal 7,5 meter. Jalan lokal berfungsi sebagai sarana untuk
angkutan setempat yang berjarak dekat, kecepatan rendah, dan memiliki lebar badan jalan minimal 9 meter. Jalan lingkungan hampir sama dengan jalan lokal
namun memiliki lebar badan jalan yang lebih kecil yaitu minimal 6,5 meter.

Jalur pedestrian atau jalur pejalan kaki merupakan elemen yang penting dalam sistem tata kota karena berfungsi sebagai jalur pejalan kaki untuk
masyarakat setempat. Kriteria jalur pedestrian yang ideal menurut Departemen Pekerjaan Umum (1999) adalah sebagai berikut. Lebar efektif minimum ruang
pejalan kaki untuk dua orang minimal 150 cm, lebar jalur pedestrian harus ditambah apabila pada jalur tersebut terdapat street furniture, jalur pedestrian harus
menggunakan material blok beton, perkerasan aspal, atau plesteran dan harus diberi pembatas untuk membedakan jalur kendaraan dan jalur pedestrian. Jalur
pedestrian terdapat di dalam bangunan dan di luar bangunan. Di dalam bangunan bisa berupa koridor dan tangga bangunan, sedangkan di luar bangunan bisa
berupa trotoar, jalan setapak, plaza, pedestrian mall, dan penyeberangan.

Menurut PP No. 34 Tahun 2006, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap, dan
perlengkapannya, yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air,
serta diatas permukaan air kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Dalam PP No. 34 Tahun 2006 Pasal 10, sistem jaringan jalan diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Jalan Arteri Primer: Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antar pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah

74
B. Jalan Kolektor Primer: Jalan kolektor primer menghubungkan secara berdaya guna antar pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antar
pusat kegiatan wilayah, atau antar pusat kegiatan wilayah dengan kegiatan lokal.
C. Jalan Lokal Primer: Jalan lokal primer menghubungkan secara berdaya guna antar pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat
kegiatan wilayah dengan kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antar pusat
kegiatan lingkungan.
D. Jalan Lingkungan Primer: alan lingkungan primer menghubungkan antar pusat kegiatan di dalam kawasan pedesaan dan jalan dalam lingkungan
kawasan pedesaan.
E. Jalan Arteri Sekunder: Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan
kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
F. Jalan Kolektor Sekunder: Jalan kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder
kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
G. Jalan Lokal Sekunder: Jalan lokal sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan,
kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
H. Jalan Lingkungan Sekunder: Jalan lingkungan sekunder menghubungkan antar persil dalam kawasan perkotaan.

2.8.2. Parkir

Kendaraan bermotor yang terdapat di daerah perkotaan biasanya 10-15% saja yang ada di jalan, selebihnya terdapat di ruang-ruang parkir di seluruh
bagian kota. Permasalahan parkir terbesar di daerah perkotaan biasanya terdapat di pasar, kompleks pertokoan, kompleks sekolahan, kompleks
perkantoran,tempat ibadah dan permukiman. Parkiran untuk pembahasan ini adalah parkir yang berada di badan jalan. Dampak yang diakibatkan oleh parkir di
badan jalan adalah kemacetan yang sangat mempengaruhi sirkulasi di jalan raya. Penataan parkir di badan jalan seharusnya sejajar satu lapis sesuai dengan
peraturan lalu lintas yang ada. Akan tetapi, kenyataan yang ada di lapangan biasanya tegak lurus dengan jalan atau miring. Hal ini dilakukan agar kapasitas
ruang parkir lebih luas dari biasanya.

Menurut penempatannya, jenis parkir dibagi menjadi dua, yaitu parkir di jalan (on street parking) dan parkir di luar jalan (off street parking). Parkir di
jalan atau on street parking merupakan jenis parkir yang peletakannya di badan jalan. Syarat dari parkir di jalan ini seharusnya tidak diperbolehkannya
pengurangan daerah penghijauan dan tetap memperhatikan sirkulasi yang ada. Selain itu, parkir di jalan hanya diizinkan di jalan lokal dan jalan kolektor
sekunder. Tidak diperbolehkannya di jalan arteri primer karena akan terjadi kemacetan di jalan tersebut.

Parkir di luar jalan atau off street parking merupakan sistem parkir yang menggunakan area lahan parkir yang sudah disediakan (di luar badan jalan).
Parkir jenis ini biasanya digunakan di rumah sakit, mall, sekolah, dan lain-lain. Parkir jenis ini biasanya juga bertarif sesuai dengan ketentuan daerah tersebut
karena sudah bisa menyediakan sarana khusus parkir.

75
Menurut statusnya, parkir dapat dibagi menjadi tiga, yaitu parkir umum, parkir khusus, dan parkir darurat. Parkir umum merupakan tempat parkir yang
sudah disediakan oleh pemerintah. Biasanya parkir umum menggunakan bagian badan jalan umum atau di tepi jalan umum. Parkir khusus merupakan parkir
yang menggunakan lahan pribadi dan tidak ada kaitannya dengan pemerintah. Tempat parkir khusus ini contohnya tempat parkir gratis, garasi, dan gedung
parkir. Parkir darurat merupakan tempat parkir yang digunakan untuk kegiatan darurat. Biasanya parkir darurat ini menggunakan tepi jalan dan lahan tanah.

Suatu satuan ruang parkir (SRP) adalah ukuran luas efektif untuk meletakan kendaraan (mobil penumpang, bus/truk, atau sepeda motor), termasuk
ruang bebas dan buka pintu. Untuk dapat menentukan Satuan Ruang Parkir (SRP) dibutuhkan pertimbangan beberapa aspek, yaitu:
1. Ruang Bebas Kendaraan Parkir Ruang bebas kendaraan parkir adalah ruang bebas lateral dan longitudinal kendaraan. Hal ini bertujuan agar antar
kendaraan satu dan kendaraan lain tidak terjadi benturan.
2. Lebar Bukaan Pintu Kendaraan

Gambar 2.8.1 SRP Sepeda Motor


Sumber: (Dirjen Perhubungan Darat, Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996)

Gambar 2.8.2 SRP Mobil Penumpang


Sumber: (Dirjen Perhubungan Darat, Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996)

2.8.3. Sistem penghubung (linkage)

76
Teori Linkage merupakan teori yang menekankan pada hubungan pergerakan yang terjadi di beberapa bagian kawasan kota seperti hubungan sebuah
tempat dengan tempat lain dalam sebuah kota (Trancik, 1986). Terdapat tiga pendekatan dalam teori Linkage, antara lain: visual, struktural, dan kolektif (Dewi,
2012).

Sebuah linkage suatu perkotaan dapat diamati dengan cara dan pendekatan yang berbeda. Menurut Roger Trancik, terdapat 3 macam pendekatan linkage
perkotaan, yaitu:

A. Linkage visual
Linkage visual adalah adanya dua atau lebih fragmen yang dihubungkan menjadi satu kesatuan yang secara visual mampu menyatukan
daerah kota dalam berbagai skala. Terdapat dua pokok perbedaan linkage visual, pertama adalah menghubungkan dua daerah secara netral, dan
kedua adalah menghubungkan dua daerah yang mengutamakan satu daerah.

Elemen linkage merupakan elemen yang memiliki ciri khas dan suasana tertentu yang mampu menghasilkan hubungan secara visual.
Terdapat beberapa elemen linkage visual, yaitu:
1. Elemen Garis Menghubungkan secara langsung dua tempat pada satu deretan massa berupa bangunan tau pepohonan
2. Elemen Koridor Dibentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon) yang membentuk sebuah ruang.
3. Elemen Sisi Menghubungkan suatu kawasan dengan satu massa. Hampir serupa dengan elemen garis, namun sisi menghubungkan
secara tidak langsung.
4. Elemen Sumbu Menghubungkan dua daerah dengan lebih mengutamakan salah satu daerah yang dianggap lebih penting atau menonjol.
5. Elemen Irama Menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang (ulang, kontras, varidan dan lain-lain)

B. Linkage struktural
Linkage Struktural adalah dengan menggabungkan dua atau lebih bentuk struktur kota menjadi satu kesatuan tatanan. Linkage
struktural berfungsi sebagai stabilisator dan koordinator di dalam lingkungannya, setiap kolase diberikan stabilitas tertentu serta disterilisasikan
lingkungannya. Hal ini dapat dilakukan dengan memprioritaskan sebuah daerah yang menjelaskan lingkungannya dengan suatu struktur,
bentuk, wujud, atau fungsi yang memberikan susunan tertentu didalam prioritas penataan kawasan.

Menyatukan kawasan kota melalui bentuk jaringan structural dapat disebut juga dengan kolase collage, pattern atau pola struktur kota.
Sistem ini digabungkan melalui 3 elemen, yaitu:
1. Tambahan Secara struktural melanjutkan pola pembangunan yang sudah ada sebelumnya.
2. Sambungan Merupakan pola baru yang dapat menyambungkan dua kawasan atau lebih yang umumnya diberi fungsi khusus dalan
lingkungan kota.

77
3. Tembusan Terdapat dua atau lebih pola yang sudah ada disekitarnya dan akan disatukan sebagai pola-pola yang sekaligus menembus
didalam suatu kawasan, sehingga memberikan kesan sebagai campuran dari lingkungan sekitarnya.

C. Linkage kolektif
Menurut Markus Zahnd dalam buku Perancangan Kota secara Terpadu, elemen linkage bentuk kolektif terdiri dari tiga elemen, yaitu:
1. Compositional form, merancang objek-objek seperti komposisi yang hubungannya agak abstrak.
2. Megaform, menghubungkan struktur-struktur seperti bingkai yang linear atau grid.
3. Group form, penambahan akumulasi bentuk dan struktur (organis).

2.9. Pelestarian Kawasan Bersejarah

2.9.1. Pengertian pelestarian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pelestarian berarti perlindungan dari kemusnahan atau kerusakan. Pelestarian memiliki sinonim konservasi, yang
berarti pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan pengawetan dan pelestarian. Dengan
demikian pelestarian memiliki arti konservasi atau pencegahan kerusakan melalui preservasi.

2.9.2. Konservasi dan preservasi pada skala urban

Menurut ahli tata kota R. Sykes dalam buku berjudul Urban Regeneration (2000), dalam konteks urban konservasi berarti penghentian atau pembalikan
proses pemerosotan kota bernilai sejarah sebagai respon dari degradasi kualitas sosial, natural, maupun struktural elemen pada lingkungan kota. Tidak semua
kawasan dapat atau perlu dikonservasi, konservasi hanya dilakukan pada lokasi aset kota yang vital dan terpilih karena memiliki nilai sejarah tinggi atau disebut
dengan cagar budaya.

2.9.3. Kriteria cagar budaya pada skala urban

Menurut UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, dalam konteks urban objek yang dikategorikan sebagai cagar budaya diantaranya:

A. Objek Bangunan (Pasal 5)


a. Bangunan berusia 50 tahun atau lebih,
b. Mewakili masa gaya paling singkat 50 tahun,
c. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan,

78
d. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa,
B. Lokasi (Pasal 9)
a. Mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya; dan
b. Menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lalu.
C. Satuan Ruang Geografis (Pasal 10)
a. Mengandung 2 situs cagar budaya atau lebih yang terletak berdekatan,
b. Berupa lanskap budaya hasil temuan manusia paling sedikit 50 tahun,
c. Memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang masa lalu paling sedikit 50 tahun,
d. Memperlihatkan pengaruh manusia masa lalu pada proses pemanfaatan ruang berskala luas,
e. Memperlihatkan bukti pembentukan lanskap budaya,
f. Memiliki lapisan tanah yang mengandung bukti kegiatan manusia atau endapan fosil.

2.9.4. Tujuan pelestarian kawasan

Pelestarian atau konservasi dilakukan untuk memberi peningkatan kesejahteraan pada kota dan/atau kawasan cagar budaya dengan meningkatkan
produktivitas area lama bernilai komersial. Menurut Sykes (2000), konservasi urban terbagi memiliki empat tujuan utama, yaitu:

A. Pengembangan ekonomi
Hal ini dapat dilakukan melalui langkah strategis berupa:
1. Penggunaan kembali situs secara adaptif dalam rangka pemulihan biaya pembangunan situs.
2. Komersialisasi penuh pusat kota bersejarah.
3. Modernisasi kegiatan komersial.
B. Peningkatan kualitas lingkungan fisik
Diwujudkan melalui:
1. Pembangunan infrastruktur
2. Restorasi monumen.
3. Rehabilitasi massal seluruh kawasan.

C. Pelestarian lingkungan
Dilakukan melalui kegiatan kontrol dan perencanaan berupa:
1. Mengontrol pengaruh transportasi terhadap kualitas udara.
2. Mengontrol dampak lingkungan dari transportasi.

79
3. Rencana sistem transportasi yang berkelanjutan.
D. Mencapai visi terkait tampilan dan nuansa lingkungan sekitar (neighbourhood strategy)
Neighbourhood strategy atau strategi lingkungan adalah visi dan rencana terkait koordinasi upaya dan pendekatan regenerasi kota. Visi
neighbourhood strategy adalah: keuntungan ekonomi bersih secara keseluruhan, sedangkan misi neighbourhood strategy yaitu: menghindari aktivitas
pengelompokan di area tertentu dan menurun di area lain.

2.9.5. Manfaat

Menurut Sykes (2000), manfaat dari kegiatan konservasi dalam skala urban yaitu:
A. Meningkatkan kualitas lingkungan kota,
B. Memperkuat dan menarik bisnis baru,
C. Mendorong renovasi berkualitas dan konstruksi baru,
D. Meningkatkan ruang publik dan fasilitas pejalan kaki,
E. Memastikan arus lalu lintas yang aman dan efisien,
F. Berkontribusi pada vitalitas ekonomi daerah.

2.9.6. Aturan hukum terkait konsenservasi kawasan

Pada kawasan urban khususnya Kota Malang, acuan yang digunakan sebagai tujuan dan batas-batas legal dalam melakukan konservasi kawasan yaitu:

A. Aturan hukum nasional


1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Bagian Kedua tentang Situs dan Kawasan
2. Peraturan Menteri PUPR No. 1 tahun 2015
A. Pasal 9:

1) Keberadaan gedung cagar budaya harus dapat menjamin keberadaan gedung cagar budaya sebagai sumber daya yang bersifat unik, langka,
terbatas, dan tidak membaru.

2) Nilai penting bangunan gedung cagar budaya, terwujudnya makna, nilai penting yang meliputi langgam arsitektur, teknik membangun,
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan

B. Aturan hukum regional


3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Malang Tahun 2010 - 2030:

80
A. Paragraf 1 tentang Kebijakan dan Strategi Struktur Ruang Wilayah Kota
a. Pasal 1: Kebijakan pengembangan prasarana wilayah Kota Malang diarahkan pada pengembangan dan penataan sistem jaringan prasarana
utama transportasi, jaringan prasarana lainnya, dan infrastruktur kota untuk peningkatan layanan masyarakat Kota Malang dan menghindari
disparitas perkembangan kawasan antar sub wilayah kota
b. Pasal 2. c.: Pelaksanaan konservasi kawasan lindung dan sumber daya air, serta pengembangan RTH untuk keseimbangan ekologi kota
B. Paragraf 4 Tentang Pengembangan Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota
a. Pasal 45 ayat 1 penetapan kawasan konservasi sesuai karakteristik kawasan sebagai pendukung ikon kota
C. Paragraf 8 tentang Rencana Kawasan peruntukan Lainnya
a. Pasal 58 b konservasi untuk fasilitas peribadatan yang mempunyai nilai historis/arsitektur tinggi

2.9.7. Komponen dan identitas kawasan konservasi

Dalam melakukan pelestarian kawasan diperlukan pertimbangan terkait komponen dan identitas kawasan untuk menyusun strategi konservasi yang
sesuai dengan tujuan konservasi kawasan dan aturan hukum terkait, komponen dan identitas tersebut diantaranya:

A. Boundary (batas)

Boundary merupakan elemen garis atau ruang yang menandakan tepi area. Pada konteks kawasan urban, elemen garis dapat berupa jalan kendaraan maupun
pedestrian, sedangkan elemen ruang dapat berupa bangunan, kompleks bangunan, ruang terbuka hijau (RTH), dan ruang terbuka non hijau (RTNH) yang
tidak termasuk substansi kawasan tersebut.

B. Substance (substansi)

Substance yaitu elemen pengisi sebuah area. Pada konteks kawasan urban, substansi yaitu berupa jalan kendaraan maupun pedestrian, bangunan, kompleks
bangunan, ruang terbuka hijau (RTH), dan ruang terbuka non hijau (RTNH), dalam lingkup kawasan tersebut

C. Hierarchy (hirarki)

Hierarchy merupakan tingkatan kawasan secara administratif dilihat dari parameter yang mengukur kriteria tiap substansi kawasan. Dalam kawasan urban,
parameter untuk menentukan kriteria hierarki kawasan yaitu fungsi kawasan serta jenis dan golongan jalan secara administratif, dilihat dari lebar jalan,
jenis kawasan sekitar yang dihubungkan, dan fungsi elemen-elemen substansi kawasan tersebut.

D. Landmark

81
Landmark merupakan objek atau fitur lanskap yang mudah dilihat dan dikenali dari jarak jauh, yang mencirikan atau memungkinkan orang untuk mengenali
sebuah lokasi. Dalam kawasan urban, landmark dapat berupa elemen natural maupun struktural apapun yang menandakan keberadaan kawasan yang
biasanya unik dan hanya dimiliki oleh kawasan tersebut.

2.9.8. Strategi konservasi kawasan

Salah satu strategi konservasi kawasan ialah melalui pendekatan berbasis aspek sosial-budaya dan ekonomi. Menurut Holcomb (1993) jenis-jenis
pendekatan konservasi urban melalui pendekatan sosial-budaya dan ekonomi adalah sebagai berikut:

A. Kewirausahaan (entrepreneurial)
Pendekatan konservasi melalui aspek kewirausahaan bertujuan menumbuhkan ekonomi melalui sektor pariwisata dan pengembangan image kota, target
konservasi ini ialah area pusat kota. Tipe program pengembangan urban dalam pendekatan kewirausahaan yaitu penyelenggaraan aktivitas promosional
atau acara kultural dalam skala kota, dengan audiens sasaran konservasi (yang kelak berperan sebagai investor preservasi kota) yaitu turis, penduduk
dengan ekonomi mapan (konventioner), dan penduduk pinggiran kota atau suburban.
B. Kelas kreatif
Pendekatan konservasi kelas kreatif bertujuan menumbuhkan ekonomi melalui sektor pariwisata dan pengembangan image kota, target konservasi ini
ialah area pusat kota dan kawasan bersejarah. Tipe program pengembangan urban dalam pendekatan kelas kreatif yaitu pembentukan distrik seni dan
hiburan serta kolaborasi seni dan sektor bisnis swasta, dengan audiens sasaran konservasi (yang kelak berperan sebagai investor preservasi kota) yaitu
calon penduduk dan penduduk muda, profesional muda dan pekerja tenaga ahli.
C. Progresif
Pendekatan konservasi progresif bertujuan mengembangkan kota melalui pendidikan dan aksesibilitas terhadap produk budaya lokal, target konservasi
ini ialah lingkungan dalam kota dan lingkungan yang kurang terlayani oleh otoritas kota. Tipe program pengembangan urban dalam pendekatan
progresif yaitu penyediaan pusat seni komunal dan area bernilai pendidikan seni, dengan audiens sasaran konservasi yaitu penduduk yang kurang
terlayani secara sosial

2.9.9. Metode konservasi urban

Menurut Miller (1959), terdapat tiga metode untuk melakukan konservasi kawasan, diantaranya rehabilitasi, pembongkaran total dan pembangunan
kembali, serta kombinasi dari keduanya (dengan mempertimbangkan konservasi sebagai bentuk rehabilitasi), dengan penjelasan sebagai berikut:
A. Pembangunan kembali (rebuild)

82
Pembangunan kembali yang dimaksud yaitu pemindahan bangunan yang ada dan penggunaan kembali lahan yang telah dibuka untuk pelaksanaan
proyek baru (Miller, 1959). Metode ini dapat diterapkan jika bangunan berada dalam kondisi rusak parah atau penataan bangunan membuat area atau kawasan
setempat menjadi tidak layak guna (Miller, 1959). Dalam kasus tersebut, pembongkaran dan rekonstruksi seluruh blok atau bagian kecil kawasan merupakan
solusi untuk memastikan kenyamanan dan keamanan pengguna area.
B. Rehabilitasi
Rehabilitasi berarti perbaikan dan pemulihan lingkungan yang ada, memiliki sinonim pelestarian atau konservasi. Rehabilitasi merupakan kebalikan
dari pembangunan kembali, hal ini dikarenakan dalam proses rehabilitasi lingkungan alam dan buatan dari lingkungan yang ada pada kawasan urban dipulihkan
tanpa melakukan penghancuran atau pembongkaran total. Rehabilitasi umumnya diterapkan jika objek urban memiliki struktur yang sehat namun material lain
rusak karena pemeliharaan yang terabaikan (Miller, 1959).
C. Integrasi
Integrasi merupakan metode penggabungan rehabilitasi dan pembangunan kembali. Objek urban yang secara realistis dapat diselamatkan dapat
direhabilitasi, selanjutnya objek urban dapat direkonstruksi menjadi bangunan baru di tempat jangkauan rehabilitasi yang layak (Yu Qing Kang, 1988).

Dalam penerapan metode konservasi pada kawasan cagar budaya, perlu diperhatikan batas pemugaran secara legal untuk menjaga keaslian identitas
bangunan bangunan maupun kawasan. Menurut Peraturan Daerah Kota Malang No 1 Tahun 2018 Pada Pasal 27, pemugaran bangunan cagar budaya yang
berbentuk bangunan dan struktur digolongkan menjadi:

1. Golongan I : bangunan dan Struktur yang dipugar dengan sangat ketat dan sangat terbatas, memiliki tingkat keaslian paling sedikit 80 %.
2. Golongan II : bangunan dan struktur dipugar dengan ketat dan dimunkinkan perubahan tata ruang terbatas, memiliki tingkat keaslian paling sedikit
50%
3. Golongan III : bangunan dan struktur yang dipugar dengan cukup ketat dan dimungkinkan perubahan elemen bangunan dan tata ruang, memiliki tingkat
keaslian paling banyak 50%

83
BAB III
KARAKTERISTIK KAWASAN STUDI

3.1. Konsep Dasar Kota

3.1.1. Kriteria Kawasan Perkotaan Malang


Kota Malang termasuk ke dalam kawasan perkotaan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2008 mengenai Pedoman
Perencanaan Kawasan Perkotaan. Kriteria ini dilihat berdasarkan kegiatan mata pencaharian penduduknya di bidang industri, perdagangan, dan jasa.
Termasuk pada kawasan Jalan Veteran hingga Jalan Bandung yang dikenal sebagai Pusat Pendidikan di Kota Malang. Sebutan ini dikarenakan
terdapat beberapa bangunan yang termasuk ke dalam zona pendidikan di sepanjang Jalan Veteran hingga Jalan Bandung. Zona pendidikan di
sepanjang Jalan Veteran diantaranya adalah Universitas Brawijaya, TK Samuphahita, SMKN 2 Malang, SMAN 8 Malang, Universitas Merdeka
Malang. Sedangkan pada Jalan Bandung adalah MAN 2 Kota Malang, MTN 1 Kota Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas
Merdeka Malang, dan SDK Sang Timur Malang.

3.1.2. Klasifikasi
Suatu kawasan perkotaan diklasifikasikan berdasarkan jumlah penduduknya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Malang terkait
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Malang (Jiwa) Tahun 2000-2020, Kota Malang diklasifikasikan sebagai Kota
Besar yang memiliki jumlah penduduk tercatat sebanyak lebih dari 500.000 sampai 1.000.000 orang. Menurut data tahun 2020, jumlah keseluruhan
penduduk Kota Malang sebesar 843.810 jiwa.

Tabel 3.1.1. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Malang

84
Sumber : https://malangkota.bps.go.id/indicator/12/490/1/-sensus-penduduk-jumlah-penduduk-menurut-kecamatan-dan-jenis-kelamin-di-kota-malang.html

3.1.3. Analisis Bangunan dan Fungsi


A. Jalan Veteran

Tabel 3.1.2. Data Bangunan dan Fungsi Pada Jalan Veteran Malang

B. Jalan Bandung

85
Tabel 3.1.3. Data Bangunan dan Fungsi Pada Jalan Bandung Malang

3.2. Tata Guna Lahan

Tata guna lahan adalah sebuah aturan atau perencanaan untuk mengatur fungsi lahan secara rasional agar tercipta keteraturan. Setiap kawasan memiliki tata
alokasi lahan yang berbeda-beda.

Kota Malang terdiri dari lima kecamatan yang ada terbagi atas 57 kelurahan. Potensi pengembangan wilayah bagi Kota Malang dapat diartikan dengan
pengembangan kemampuan wilayah. Hal ini mengingat dengan terus meningkatnya jumlah penduduk, dan semakin banyaknya jenis kegiatan usaha baik dari
segi perdagangan dan jasa, maupun industri pengolahan, akan menghembuskan tuntutan pengembangan wilayah yang juga semakin besar. Dorongan terhadap
pengembangan wilayah tersebut merupakan bentuk-bentuk tuntutan dari kebutuhan masyarakat terhadap pemenuhan pelayanan baik dari sektor pendidikan,
kesehatan, industri, perdagangan dan jasa, komunikasi serta berbagai bentuk tuntutan pelayanan yang lainnya.

86
Berikut diagram penggunaan lahan di Kota Malang berdasarkan BPN Kota Malang.

Gambar 3.2.1 Diagram penggunaan lahan di kota Malang


Sumber: BPN Kota Malang

Berdasarkan gambar diatas, bahwa dengan luas wilayah Kota Malang seluas 110,06 km2 ini, penggunaan guna lahan terbesar adalah
permukiman tertata yang seluas kurang lebih 3.966,66 Ha atau 36% dari luas wilayah Kota Malang. Penggunaan lahan kedua terbesar adalah untuk
pertanian tanah kering atau tegalan seluas 2.654,17 Ha atau 24% dari luas wilayah sedangkan kebutuhan akan lingkungan hijau atau ruang terbuka
hijau baik berupa hutan atau taman atau pedestrian hanya sebesar 15,67 Ha.

3.2.1 Tata Guna Lahan pada Kawasan Studi


Pengaturan tata guna lahan telah diatur oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang merupakan lembaga pemerintah nonkementerian di
Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BPN diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015. Penerapan tata guna lahan pada Jalan Veteran dan Jalan Bandung telah diatur pada
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Bagian Wilayah Perkotaan Malang
Barat Tahun 2016-2036.

87
Gambar 3.2.1.1 Rencana pola tata ruang Kota Malang
Zonasi BWP Malang Utara
Sumber: BPN Kota Malang

88
Gambar 3.2.1.2 Rencana pola tata ruang koridor Jalan Veteran dan Jalan Bandung Kota Malang (Sumber: BPN Kota Malang)

3.2.2 Penggunaan Lahan pada Kawasan Studi


Penggunaan lahan pada kawasan studi Jalan Veteran didominasi oleh sarana pendidikan dan beberapa bangunan lain yang berupa pertokoan,
hunian dan layanan publik. Sedangkan pada Jalan Bandung digunakan sebagai area pendidikan, perdagangan dan layanan publik. Berikut adalah analisis
penggunaan lahan pada Jalan Veteran dan Jalan Bandung secara rinci:
1. Jalan Veteran
Chajin dan Kaiser (1979) mengemukakan beberapa jenis tata guna lahan. Penggunaan lahan pada Jalan Bandung adalah sebagai berikut.
● Lahan Publik: Sarana Peribadatan, Sarana Pendidikan, Pemakaman
● Lahan Komersial: Pusat Perbelanjaan, Pertokoan
● Lahan Industri: -

Sedangkan menurut Hartshorne (1980), komponen penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi:
● Private Uses, penggunaan lahan yang terdapat pada kawasan ini adalah lahan pemukiman dan komersial.
● Public Uses, penggunaan lahan yang terdapat pada kawasan ini adalah lahan pendidikan.
● Jalan

89
Gambar 3.2.2.1 Penggunaan Lahan pada Koridor Jalan Veteran (Sumber: Gambar Pribadi)

Pada koridor Jalan Veteran, kawasan diawali dengan perdagangan dan jasa yang berupa pertokoan kecil milik penduduk dan berseberangan
dengan kantor milik pemerintah yaitu BKPM ( Balai Kemitraan Polisi Masyarakat ), kemudian dilanjutkan dengan sarana pendidikan seperti
Universitas Brawijaya dan SMKN 2 Malang, pelayanan umum dan pusat perbelanjaan seperti Transmart Mall Malang dan Malang Town Square,
dan pusat peribadatan seperti Masjid Ibnu Sina. Terdapat juga area pemakaman yang termasuk ruang terbuka hijau (RTH).

90
Gambar 3.2.2.2 Pemakaman Gambar 3.2.2.3 Sarana Pendidikan Gambar 3.2.2.4 Pemerintahan
Sumber: Gambar Pribadi Sumber: Gambar Pribadi Sumber: Gambar Pribadi

Gambar 3.2.2.5 Pertokoan


Sumber: Gambar Pribadi
2. Jalan Bandung
Chajin dan Kaiser (1979) mengemukakan beberapa jenis tata guna lahan. Penggunaan lahan pada Jalan Bandung adalah sebagai berikut.
● Lahan Publik: Sarana Peribadatan, Sarana Pendidikan, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum, Anjungan Tunai Mandiri (ATM),
Lembaga Swadaya Masyarakat, Ruang Terbuka Hijau, Halte, Koperasi
● Lahan Komersial: Pusat Perbelanjaan, Pertokoan, Restaurant
● Lahan Industri: -

91
Gambar 3.2.2.6 Penggunaan Lahan pada Koridor Jalan Bandung (Sumber: Gambar Pribadi)

Pada koridor Jalan Bandung, kawasan dipenuhi dengan sarana pendidikan seperti MIN 1 Kota Malang dan Universitas Muhammadiyah Malang.
Kemudian terdapat juga sarana pelayanan umum seperti SPBU Pertamina (Pom bensin) dan ATM BRI, perkantoran seperti Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Yayasan Karya Sang Timur, serta sarana perdagangan dan jasa seperti pertokoan, kafe, dan tempat bimbingan belajar Nurul
Fikri.

92
Gambar 3.2.2.7 Sarana Pendidikan Gambar 3.2.2.8 Sarana Perekonomian Gambar 3.2.2.9 Sarana Pelayanan Umum
Sumber: Gambar Pribadi Sumber: Gambar Pribadi Sumber: Gambar Pribadi

Gambar 3.2.2.10 Hunian Gambar 3.2.2.11 Sarana Pendidikan Gambar 3.2.2.12 Sarana Pelayanan Umum
Sumber: Gambar Pribadi Sumber: Gambar Pribadi Sumber: Gambar Pribadi

3.2.3 Pemanfaatan Lahan pada Kawasan Studi


Pemanfaatan lahan pada Jalan Veteran dan Jalan Bandung sudah tergolong sesuai dengan rencana tata guna lahan yang dibuat oleh pemerintah
Kota Malang, dimana lahan yang berfungsi sebagai lahan publik, yaitu sarana pelayanan umum, perdagangan dan jasa, zona ruang manfaat jalan, serta
sebagian kecil perkantoran.
Aktivitas masyarakat pada kawasan cukup teratur dan tata ruang dan massa sesuai dengan fungsi lahan. Aktivitas pengendara mobil dan motor
teratur dan tidak membahayakan pejalan kaki. Tidak ada pedagang kaki lima yang berhenti sembarangan di depan fasilitas publik. Namun, ada beberapa
penyalahgunaan lahan yang melibatkan aktivitas masyarakat yaitu parkir di area terlarang.
Pada kawasan Jalan Veteran dan Jalan Bandung, terdapat beberapa fungsi penunjang kegiatan publik seperti bangku taman, halte, jalur
pedestrian dan sepeda, dan taman. Secara keseluruhan semua fasilitas sudah ditata dengan baik dan terintegrasi dengan pejalan kaki.

93
3.3 Massa dan Bentuk Bangunan

3.3.1. Ketinggian Bangunan

Gambar 3.3.1.1 Bangunan Tinggi Pada Jalan Veteran


Sumber : Gambar pribadi

Rata-rata bangunan di sepanjang Jalan Veteran termasuk dalam kategori bangunan bertingkat rendah, dimana bangunan memiliki ketinggian
1-4 lantai. Namun, terdapat beberapa bangunan yang dikategorikan sebagai bangunan bertingkat sedang dikarenakan bangunan tersebut memiliki
ketinggian 5 lantai, diantaranya adalah Gedung Pendidikan Vokasi Universitas Brawijaya dan Malang Town Square & Transmart X. Bangunan yang
memiliki ketinggian 3-5 lantai adalah bangunan dengan fungsi pendidikan, pemerintahan, dan perdagangan.

Gambar 3.3.1.2 Tampak Site Segmen 1 Jalan Veteran


Sumber : Gambar pribadi

Gambar 3.3.1.3 Tampak Site Segmen 2 Jalan Veteran


Sumber : Gambar pribadi

94
Gambar 3.3.1.4 Bangunan Tinggi Pada Jalan Bandung
Sumber : Gambar pribadi

Sedangkan pada Jalan Bandung, ketinggian setiap bangunannya termasuk dalam dalam kategori bangunan bertingkat rendah dikarenakan
bangunan-bangunannya memiliki ketinggian antara 1-3 lantai.

Gambar 3.3.1.5 Tampak Site Segmen 1 Jalan Veteran


Sumber : Gambar pribadi

Gambar 3.3.1.6 Tampak Site Segmen 1 Jalan Veteran


Sumber : Gambar pribadi

95
3.3.2. Site Coverage dan Amplop Bangunan

Gambar 3.3.2.1 Site Coverage Jalan Veteran Gambar 3.3.2.2. Site Coverage Jalan Bandung
Sumber : Gambar pribadi Sumber : Gambar pribadi

Menurut ketentuan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2012 mengenai Bangunan Gedung, diatur nilai KDB 60%-70% pada lokasi
padat dan nilai GSB untuk bangunan bukan rumah tinggal maksimal adalah 2,75 meter di atas permukaan tanah pekarangan. Site Coverage pada
Jalan Veteran dan Jalan Bandung sudah cukup memenuhi dengan peraturan tersebut.
Pengendalian Site Coverage pada Jalan Veteran dan Jalan Bandung dilihat dari pemanfaatan lahan terbuka sebagai area hijau dan lahan parkir.
Pada jalur pedestrian berupa trotoar di sepanjang Jalan Veteran dan Jalan Bandung juga dibuat cukup lebar dan semi hijau, karena terdapat taman-
taman kecil sebagai pembatas antara koridor jalan utama dengan jalur pedestrian. Pengendalian ini sudah menyesuaikan dengan skala urban dan
perbandingan antara bangunan-bangunan dan lahan di jalan tersebut sudah teratur sehingga area tidak terkesan padat.

3.3.3 Kemunduran Bangunan


Kemunduran muka bangunan untuk memberi keseimbangan pada ketinggian dan kepadatan bangunan. Pada bangunan disepanjang Jalan
Veteran dan Jalan Bandung, garis sempadan bangunan pada bagian muka, samping, dan belakang bangunan menyesuaikan pada jarak antar
bangunannya.

3.3.4 Kepejalan Bangunan

96
Gambar 3.3.4.1 Kepejalan Bangunan Jalan Veteran Gambar 3.3.4.2 Kepejalan Bangunan Jalan Bandung
Sumber : Gambar pribadi Sumber : Gambar pribadi

Kepejalan bangunan pada Jalan Veteran dan Jalan Bandung sudah cukup seimbang. Dapat dilihat pada perbandingan tinggi bangunan yang
berkisar antara 1-5 lantai serta luas bangunannya. Perbandingan antara ketinggian bangunan dan luas bangunan ini tidak menimbulkan kepadatan
dan mengganggu visual kawasan pada Jalan Veteran dan Jalan Bandung.

3.3.5 Cahaya Matahari dan Angin

Gambar 3.3.5.1 Situasi Pencahayaan Jalan Veteran Gambar 3.3.5.2 Situasi Pencahayaan Jalan Bandung
Sumber : Gambar pribadi Sumber : Gambar pribadi

97
Adanya keseimbangan antara area terbuka dan luas bangunan memungkinan Jalan Veteran dan Jalan Bandung mendapatkan cahaya matahari
dan aliran angin dengan maksimal. Vegetasi berupa pepohonan yang memiliki ketinggian rata-rata 5 meter dan ketinggian bangunan antara 1-5
lantai menjadikan pembayangan yang cukup baik dan penyaring sirkulasi udara untuk pengguna kawasan tersebut.

3.3.6 Visual Bangunan


A. Skala dan Visibilitas

Gambar 3.3.6.1. Jalan Veteran


Sumber : Gambar pribadi

Jalan Veteran memiliki kemiringan lahan yang tidak terlalu terlihat perbedaannya dan dapat dikatakan cukup seimbang. Jalan Veteran
memiliki jalan yang sedikit berbelok pada beberapa area sehingga jajaran bangunan tidak hanya tertata pada satu titik saja. Zona pendidikan dan
zona perekonomian terlihat cukup mendominasi pada Jalan Veteran sebelah utara sehingga suasana komersil terlihat cukup ramai, terutama di
sekitar area Universitas Brawijaya dan Malang Town Square. Sedangkan pada Jalan veteran sebelah selatan didominasi zona pendidikan dan
zona hunian yang tidak terlalu ramai. Vegetasi berupa pohon setinggi 5 meter tumbuh di sepanjang Jalan Veteran.

98
Gambar 3.3.6.2 Jalan Bandung
Sumber : Gambar pribadi

Jalan Bandung memiliki jalan lurus dan sedikit berbelok di beberapa area. Jalan Bandung terbagi menjadi 2 segmen yang dipisahkan dengan
SPBU Pertamina dan Loteng Teppanyaki Bar. Jalan Bandung didominasi dengan zona pendidikan dan beberapa zona perekonomian berupa resto.
Keramaian biasanya terjadi pada jam pembelajaran dengan pusat keramaian sekitar area SDK Sang Timur Malang, Universitas Muhamadiyah
Malang Kampus I, MIN 1 Kota Malang, MTsN 1 Kota Malang, dan MAN 2 Kota Malang.

B. Analisis Visual
1. Jalan Veteran
Tekstur bangunan yang dijumpai di sepanjang Jalan Veteran sangat beragam. Bangunan yang berfungsi sebagai perdagangan
menggunakan tekstur halus karena penggunaan material kaca dan material halus lainnya sebagai dinding. Sedangkan pada bangunan dengan
fungsi pendidikan dan tempat ibadah menggunakan tekstur kasar. Dapat dilihat pada Bangunan Gedung Universitas Brawijaya yang terdapat
ornamen maupun lapisan batu alam.

99
Gambar 3.3.6.3 Visual Gedung Universitas Brawijaya Gambar 3.3.6.4 Visual Malang Town Square
Sumber : Gambar pribadi Sumber : Gambar pribadi

Warna bangunan di Jalan Veteran menggunakan warna cerah atau cenderung netral. Tetapi juga dijumpai bangunan yang menggunakan
warna mencolok seperti pada Transmart dan Malang Town Square.

2. Jalan Bandung
Tekstur bangunan pada Jalan Bandung terbagi menjadi tekstur halus dan kasar, namun sebagian besar menggunakan tekstur halus.
Dapat dijumpai pada beberapa bangunan yang hanya menggunakan dinding minim ornamen. Di sisi lain, penggunaan tekstur kasar dapat
dilihat pada bangunan SDK Sang Timur Malang yang menggunakan material bata serta batu alam sebagai fasad dan pagar.

Gambar 3.3.6.5 Visual SDK Sang Timur Gambar 3.3.6.6 Visual MIN 1 Malang Gambar 3.3.6.6 Visual Wisma Merdeka
Sumber : Gambar pribadi Sumber : Gambar pribadi Sumber : Gambar pribadi

100
Warna bangunan di Jalan Bangung cenderung menggunakan warna yang mencolok dan berbeda-beda. Warna ini berasal dari warna
cat pada dindingnya. Pada bangunan Gedung Wisma Merdeka menggunakan warna jingga. Sedangkan sederet bangunan sekolah MIN 1
Kota Malang, MTsN 1 Kota Malang, dan MAN 2 Kota Malang cenderung menggunakan warna hijau.

3.4 Ruang Terbuka Publik

3.4.1 Ruang Terbuka Hijau (RTH)


A. Ruang Terbuka Hijau Koridor Jalan Veteran

Gambar 3.4.1.1 RTH Jalan Veteran


Sumber : Gambar pribadi

101
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di sepanjang Jalan Veteran merupakan RTH Publik berupa RTH Jalur Hijau Jalan dan RTH Fungsi Tertentu
serta RTH Privat berupa RTH Pekarangan (Halaman Perkantoran). Penerapan RTH di jalan ini dapat ditemui setiap bagian jalan dan sudah
memenuhi aspek kebutuhan RTH Perkotaan.

Ketika awal memasuki Jalan Veteran, akan berjumpa dengan Kampus Universitas Brawijaya.

Gambar 3.4.1.2 Universitas Brawijaya


Sumber : Gambar pribadi

Terdapat RTH Privat Pekarangan Bangunan yang dapat dilihat dan dirasakan manfaatnya berupa kesejukan, peneduh, dan estetika lingkungan
melalui Jalan Veteran.

Gambar 3.4.1.3 Privat Pekarangan Bangunan di Sekitar


Sumber : Gambar pribadi

102
Pada koridor Jalan Veteran dikelilingi oleh Pohon Peneduh seperti Pohon Kersen, Pohon Tanjung, dan Pohon Ketapang. Koridor hijau jalan
dengan pepohonan akan memberikan kesejukan bagi pengguna jalan, dengan penggunaan pepohonan pada koridor jalan diharapkan dapat
mengurangi polusi udara, memberi kesan asri, serta dapat menyerap air hujan (resapan air).

Gambar 3.4.1.4 Pohon Peneduh Koridor Jalan


Sumber : Gambar pribadi

B. Ruang Terbuka Hijau Koridor Jalan Bandung

103
Gambar 3.4.1.5 RTH Jalan Bandung
Sumber : Gambar pribadi

Ruang Terbuka Hijau (RTH) di sepanjang Jalan Bandung merupakan RTH Publik berupa RTH Jalur Hijau Jalan dan RTH Fungsi Tertentu
serta RTH Privat berupa RTH Pekarangan (Halaman Perkantoran). Penerapan RTH di jalan ini dapat ditemui setiap bagian jalan dan sudah
memenuhi aspek kebutuhan RTH Perkotaan.

Memasuki Jalan Bandung dimulai dari perempatan lampu lalu lintas antara Jalan Veteran, Jalan Bandung dan Jalan Bogor. Lampu lalu lintas
ini sebagai pembatas antara Jalan Veteran dan Jalan Bandung.

104
Gambar 3.4.1.6 Perempatan Jalan Veteran, Jalan Bandung dan Jalan Bogor
Sumber : Gambar pribadi

Terdapat RTH Privat Pekarangan Bangunan yang dapat dilihat dan dirasakan manfaatnya berupa kesejukan, peneduh, dan estetika lingkungan
melalui Jalan Bandung.

Gambar 3.4.1.7 Privat Pekarangan Bangunan di Sekitar


Sumber : Gambar pribadi

Pada koridor Jalan Bandung dikelilingi oleh Pohon Peneduh seperti Pohon Kersen, Pohon Tanjung, dan Pohon Ketapang. Koridor hijau jalan
dengan pepohonan akan memberikan kesejukan bagi pengguna jalan, dengan penggunaan pepohonan pada koridor jalan diharapkan dapat
mengurangi polusi udara, memberi kesan asri, serta dapat menyerap air hujan (resapan air).

105
Gambar 3.4.1.8 Pohon Peneduh Koridor Jalan
Sumber : Gambar pribadi

3.4.2 Ruang Terbuka Non-Hijau (RTNH)


A. Ruang Terbuka Non-Hijau Jalan Veteran

106
Gambar 3.4.2.1 RTNH Jalan Veteran
Sumber : Gambar pribadi

Pada Jalan Veteran terdapat Ruang Terbuka Non Hijau dan secara garis besar telah memenuhi kebutuhan penggunanya. Sebagian besar
berupa trotoar yang ditinggikan dan lebarnya sesuai. Namun, juga terdapat trotoar yang direndahkan sebagai kemudahan aksesibilitas saat
transportasi memasuki wilayah pertokoan atau bangunan yang terdapat disana. Kondisi trotoar tersebut membuat pejalan kaki dapat melewati
jalanan dengan lancar di Jalan Veteran.

Gambar 3.4.2.2 Trotoar ditinggikan pada Jalan Veteran Gambar 3.4.2.3 Trotoar tidak ditinggikan pada Jalan Veteran
Sumber : Gambar pribadi Sumber : Gambar pribadi

B. Ruang Terbuka Non-Hijau Jalan Bandung

107
Gambar 3.4.2.4 RTNH Jalan Bandung
Sumber : Gambar pribadi

Pada Jalan Bandung terdapat Ruang Terbuka Non Hijau dan secara garis besar telah memenuhi kebutuhan penggunanya. Sebagian besar
berupa trotoar yang ditinggikan dan lebarnya sesuai. Namun, juga terdapat trotoar yang direndahkan sebagai kemudahan aksesibilitas saat
transportasi memasuki wilayah pertokoan atau bangunan yang terdapat disana. Kondisi trotoar tersebut membuat pejalan kaki dapat melewati
jalanan dengan lancar di Jalan Bandung.

108
Gambar 3.4.2.5 Trotoar ditinggikan pada Jalan Bandung Gambar 3.4.2.6 Trotoar tidak ditinggikan pada Jalan Bandung
Sumber : Gambar pribadi Sumber : Gambar pribadi

3.5 Aktivitas Publik (Public Life)

3.5.1 Aktivitas Publik


A. Aspek Manusia dalam Desain Urban

109
Gambar 3.5.1.1 Luas ruas dan jalur pedestrian Jalan Veteran Gambar 3.5.1.2 Luas ruas dan jalur pedestrian Jalan Bandung
Sumber : Gambar pribadi Sumber : Gambar pribadi

Pada gambar diatas dan hasil observasi, dapat disimpulkan bahwa terdapat jalur pedestrian dengan luasan yang cukup, namun tidak banyak
orang yang berlalu lalang. Hal ini dikarenakan masih kurangnya bentuk pengaplikasian public space dan beberapa fasilitas penunjang yang dapat
memberi ruang masyarakat untuk menikmati aktivitas di ruang terbuka. Pada pedestrian masih dominan jalan tanpa kursi untuk umum, sehingga
mayoritas aktivitas sosial hanya berjalan saja.

B. Sense and Communication (Indera dan Komunikasi)


Jalan Veteran dan Jalan Bandung menjadi salah satu jalan besar yang sering dilalui oleh pendatang, dan menjadi jalan utama yang dijadikan
lokasi komersial dan pemerintahan, dengan pembagian ruang pejalan kaki di setiap sisi koridor jalan. Sehingga interaksi dan kedekatan antar
individu yang terjadi pada area jalan meliputi jarak intim, personal, sosial, dan publik. Namun walau ruang jalan sudah memiliki fasilitas cukup
memadai, dan cukup banyak pejalan kaki berlalu lalang di beberapa bagian saja.

110
Gambar 3.5.1.3 Jarak bangunan dengan badan jalan Pada Jalan Gambar 3.5.1.4 Jarak bangunan dengan badan jalan Pada Jalan
Veteran Bandung
Sumber : Gambar pribadi Sumber : Gambar pribadi

Pada Jalan Veteran, terdapat beberapa bangunan luas yang diletakkan cukup dekat satu sama lain, seperti Malang Town Square dan
Transmart. Selain itu ukuran jalan raya yang melintasi bangunan juga tergolong besar yang dibuat dua arah dengan dua jalur yang dipisahkan
oleh ruang terbuka hijau dan pula ruang terbuka non hijau. Begitu pula pada Jalan Bandung, tatanan massa dan jalan disajikan memberikan jarak
yang cukup, dan jalan raya yang melintas juga tergolong besar. Sehingga kenyamanan dan kualitas visual pada kedua jalan ini cukup memadai.

C. Jalur Pejalan Kaki


Jalur pejalan kaki yang disediakan pada Jalan Veteran memiliki ukuran yang cukup lebar, tapi tidak memungkinkan adanya interaksi sosial
karena keterbatasan ruang yang disediakan, sehingga hanya bisa dijadikan sebagai ruang gerak atau jalan. Selain itu pada Jalan Veteran terdapat
jalur pejalan kaki yang masih digunakan parkir dan berjualan oleh sebagian orang, sehingga menghambat aktivitas sosial. Begitu pula pada Jalan
Bandung ruang pejalan kaki disediakan dengan baik dengan beberapa elemen tambahan seperti taman dan fasilitas publik lainnya. Tetapi sama
dengan Jalan Veteran yang masih digunakan parkir dan berjualan oleh sebagian orang.

Gambar 3.5.1.5 Suasana jalur pedestrian Jalan Veteran

111
Sumber : Gambar pribadi

Gambar 3.5.1.6 Suasana jalur pedestrian Jalan Bandung


Sumber : Gambar pribadi

3.5.2 Aktivitas Publik di Ruang Publik Kota


A. Hubungan Antara Ruang Publik Sebagai Wadah Kegiatan dan Public Life Sebagai Isinya
Aktivitas yang terjadi pada ruang publik Jalan Veteran-Bandung antara lain aktivitas fisik seperti perjalanan menuju lokasi, aktivitas ekonomi
dimana terdapat proses jual beli, dan aktivitas personal transisi dimana beberapa diantaranya bekerja dan berjalan untuk melihat suasana jalan.
Dengan lebar jalan yang cukup dan fasilitas pejalan kaki yang memadai dapat mencakup segala aktivitas publik dan memenuhi kegiatan sosial
lainnya.
Jarangnya pengguna jalan yang melintasi pedestrian dikarenakan kurangnya fasilitas komunal, dimana pengguna dapat berinteraksi bebas
tanpa perlu mengkhawatirkan suatu hal, selain itu juga kurangnya penyaluran hobi yang dapat digunakan khalayak umum dan dinikmati secara
bebas dengan terbuka juga menjadi faktor.
Pengembangan yang bisa dilakukan untuk meningkatkan potensi pejalan kaki di pedestrian bisa dilakukan dengan menambahkan beberapa
petunjuk, dan memberi ruang lebih untuk pejalan kaki agar bisa dinikmati dalam hal berkomunikasi. Seperti yang terlihat pada Jalan Bandung,
dimana masih ada ruang yang digunakan untuk aktivitas ekonomi pedagang dan lahan parkir bebas disamping ruang pejalan kaki yang dapat
mengganggu kenyamanan dan ruang gerak.

112
Gambar 3.5.1.7 RTH dan Ruang Publik median Jalan Veteran Gambar 3.5.1.8 Fasilitas Publik dan RTH pada Jalan Veteran
Sumber : Gambar pribadi Sumber : Gambar pribadi

Gambar 3.5.1.9 RTH dan Ruang Publik median Jalan Bandung Gambar 3.5.1.10 Fasilitas Publik dan RTH pada Jalan Bandung
Sumber : Gambar pribadi Sumber : Gambar pribadi

B. Kajian Aktivitas Publik (Public Life) di Kawasan


1. Jalan Veteran dan Jalan Bandung menjadi jalan utama dan jalan teramai di Kota Malang yang merupakan jalan yang memiliki taman di
tengah-tengah jalan, dan memiliki lajur khusus sepeda di dua arah nya. Jalan ini penuh dengan fasilitas-fasilitas pendidikan. Pada Jalan
Veteran banyak didominasi oleh bangunan pemerintahan, akademisi/pendidikan, dan sarana komersil. Sedangkan pada Jalan Bandung,
bangunan yang mendominasi hanya berupa sarana komersil, dengan beberapa kegiatan ekonomi yang dominan menempati koridor jalan.

113
Karena hal tersebut kedua jalan ini ramai oleh pengguna jalan terutama jalan raya. Selain itu karena kedua hal itu pula pengguna jalan
difasilitasi jalur pedestrian di sepanjang jalan.
2. Untuk fasilitas baik kualitas visual dan kenyamanan, kedua jalan ini memberikan fasilitas yang cukup memadai. Dengan taman yang menjadi
pembatas di antara dua jalur jalan yang menyusuri sepanjang Jalan Veteran dan furniture jalan lainnya. Sama halnya pada Jalan Bandung
juga difasilitasi perabot jalan yang layak.
3. Pedestrian dan fasilitas publik yang disediakan di bibir bangunan, terutama pada lembaga akademisi dilengkapi dengan fasilitas seperti tempat
sampah dan bangku serta naungan yang tidak jauh, sehingga bisa dinikmati dan digunakan sebagai aktivitas publik di dalam ruang terbuka.
4. Kurangnya kesadaran akan fasilitas publik penunjang dalam hal sosialisasi dalam pedestrian, dimana seharusnya terdapat aktivitas beragam
yang terjadi dalam satu lingkup, seperti ruang komunitas, dan aktivitas bersama.

Sumber : Gambar pribadi

114
Sumber : Gambar pribadi

3.6 Penanda (Signage)

3.6.1 Kelengkapan kategori signage


Tabel 3.6.1.1 Signage Jalan Veteran dan Jalan Bandung

115
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa keberadaan signage di Jalan Veteran dan Jalan Bandung cukup beragam. Namun, berdasarkan
hasil observasi, tidak ditemukan adanya signage yang berfungsi sebagai pemberi orientasi (orientational sign) di kedua koridor jalan.

3.6.2 Analisis signage


Berdasarkan data kelengkapan signage yang berada di koridor Jl. Veteran dan Jl. Bandung, maka signage tersebut dapat dianalisis sebagai
berikut.
A. Analisis signage di Jl. Veteran
1. Signage sebagai public image

Gambar 3.6.2.1 Ujung Utara Jalan Veteran Gambar 3.6.2.2 Ujung Selatan Jalan Veteran
Sumber: (Gambar Pribadi) Sumber: (Gambar Pribadi)

Jalan Veteran tidak memiliki papan nama jalan, dan sebagai gantinya dibuatkan signage yang bertuliskan ‘taman Jalan Veteran’
di kedua ujung jalan veteran. Desain dan warna yang dimiliki cukup mencolok dari lingkungan sekitar sehingga masih dapat terlihat
dengan jelas. Selain berfungsi sebagai sebagai pengganti papan nama jalan, signage ini juga berfungsi untuk membentuk public image
melalui penggunaan tipografi yaitu ‘taman’. Penggunaan kata ‘taman’ memberikan image kawasan publik yang bersifat asri dan penuh
dengan tanaman/bunga, dan hal ini benar-benar terimplementasikan dengan baik di Jalan Veteran yang memang memiliki taman di
sepanjang koridor jalannya dengan vegetasi yang juga beragam.
Selain memiliki image taman yang asri, Jalan Veteran juga memiliki signage yang menggambarkan image kawasan
pendidikan. Selain karena pada dasarnya berlokasi di kawasan pendidikan, image ini juga didukung oleh keberadaan signage yang
cukup kompleks dalam menunjang image sebagai kawasan pendidikan, seperti adanya spanduk atau billboard yang memberikan

116
informasi seputar pendidikan atau berisi informasi tentang kampus yang berhubungan langsung dengan jalan ini, yaitu Universitas
Brawijaya.

Gambar 3.6.2.3 Spanduk Kampus Gambar 3.6.2.4 Penunjuk Arah Kampus


Sumber: (Gambar Pribadi) Sumber: (Gambar Pribadi)

2. Signage sebagai street advertising

Gambar 3.6.2.5 Billboard Pusat Perbelanjaan Gambar 3.6.2.6 Billboard Iklan


Sumber: (Gambar Pribadi) Sumber: (Gambar Pribadi)

117
Pada Jalan Veteran juga terdapat pusat perbelanjaan yang cukup terkenal yang menjadikan kawasan ini juga ramai pengunjung
setiap harinya. Hal ini menjadikan kawasan Jalan Veteran memiliki potensi strategis dalam menarik banyak pengunjung, sehingga
terdapat banyak pemasangan spanduk atau billboard sebagai media advertising.

3. Pemberi informasi (informational sign)

Gambar 3.6.2.7 Papan Informasi


Sumber: (Gambar Pribadi)

Papan informasi banyak terdapat di sekitar pusat perbelanjaan yang menginformasikan tentang arahan atau kebijakan yang
dimiliki pusat perbelanjaan tersebut, sehingga para pengunjung dapat lebih memahami area tersebut.

4. Pemberi identitas (identificational sign)

Gambar 3.6.2.8 Signage Pusat Perbelanjaan Gambar 3.6.2.9 Simbol Komersil


Sumber: (Gambar Pribadi) Sumber: (Gambar Pribadi)

Kawasan pusat perbelanjaan di Jalan Veteran menampilkan banyak simbol-simbol komersial yang sudah cukup terkenal di
masyarakat, sehingga para pengunjung dapat dengan mudah mengidentifikasi bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan pusat
perbelanjaan. Tipe signage pemberi identitas komersil di Jalan Veteran kebanyakan menggunakan Roof Sign karena penggunaan sign

118
pemberi identitas komersial seperti ini harus dapat dijangkau oleh penglihatan pengunjung dari jarak jauh dan tanpa terhalang objek
lainnya seperti pepohonan, sehingga tipe Roof Sign ini sangat efektif untuk digunakan untuk meletakkan simbol komersil. Namun
selain itu, juga terdapat tipe Sign yang diinstal di atas tanah yang sebenarnya juga dapat menarik perhatian pengunjung dan juga
sekaligus menambah estetika kawasan. Namun tipe ini terkadang tidak dapat dijangkau penglihatan dari jarak jauh karena
keberadaannya yang bisa dihalangi oleh objek sekitar, seperti kendaraan atau orang-orang yang berlalu-lalang.

5. Penunjuk arah (directional sign)

Gambar 3.6.2.10 Penunjuk Arah Parkir Gambar 3.6.2.11 Penunjuk Arah Pejalan Kaki
Sumber: (Gambar Pribadi) Sumber: (Gambar Pribadi)

Penunjuk arah ditandai dengan penggunaan arrow atau tanda panah yang merupakan salah satu dari elemen signage. Pada
koridor Jalan Veteran, penunjuk arah banyak dijumpai dengan penggunaan simbol arrow yang dikombinasikan dengan sedikit tipografi
sebagai keterangan arah. Penunjuk arah ini banyak digunakan untuk mengarahkan orang-orang menuju fasilitas publik/umum dan
banyak ditemukan pada pusat perbelanjaan, seperti penunjuk arah menuju area parkir dan penunjuk arah untuk fasilitas pejalan kaki.

6. Pemberi peringatan (safety and regulatory sign)

Gambar 3.6.2.12 Rambu Dilarang Parkir

119
Sumber: (Gambar Pribadi)

Signage yang berfungsi sebagai pemberi peringatan biasanya banyak ditemukan hanya dengan menggunakan simbol. Namun
pada koridor Jalan Veteran, signage pemberi peringatan juga dijumpai dengan menggunakan kombinasi antara simbol dan juga
tipografi. Bahkan, juga banyak ditemukan hanya dengan menggunakan tipografi saja untuk sign peringatan atau larangan yang secara
universal belum memiliki simbol khusus, seperti larangan membuang sampah di sembarang tempat.

Gambar 3.6.2.13 Signage Larangan 1 Gambar 3.6.2.14 Signage Larangan 2 Gambar 3.6.2.15 Signage Larangan 3
Sumber: (Gambar Pribadi) Sumber: (Gambar Pribadi) Sumber: (Gambar Pribadi)

7. Pemberi dekorasi (ornamental sign)

Gambar 3.6.2.16 Signage Dekorasi Jalan Veteran


Sumber: (Gambar Pribadi)
120
Signage juga dapat digunakan sebagai elemen dekorasi untuk menambah estetika tampilan fisik suatu kawasan. Di koridor
Jalan Veteran ditemukan sebuah sculpture yang memiliki desain unik dan berestetika yang juga mengandung tipografi yang bertuliskan
lokasi dan angka-angka. Sehingga signage ini berfungsi sebagai pemberi identitas dan sekaligus pemberi dekorasi kawasan.

B. Analisis signage di Jl. Bandung


1. Signage sebagai public image

Gambar 3.6.2.17 Papan Nama Jalan Bandung Gambar 3.6.2.18 Sculpture Public Image
Sumber: (Gambar Pribadi) Sumber: (Gambar Pribadi)

Jika dilihat dari tampilan papan nama Jalan Bandung, hal ini sangat sederhana jika dibandingkan dengan signage nama Jalan
Veteran. Tampilannya seperti papan nama jalan pada umumnya yang berisikan nama jalan dan kode pos dengan latar belakang
berwarna hijau dan putih. Namun di sisi lain, koridor Jalan Bandung terdapat sculpture yang menggambarkan molekul asam amino
dengan beberapa signage yang memberi keterangan dan penjelasan mengenai asam amino tersebut. Sehingga hal ini memberikan image
edukatif bagi para pengguna koridor jalan yang menggambarkan kawasan pendidikan, karena memang di koridor Jalan Bandung ini
juga terdapat lembaga pendidikan.

2. Signage sebagai street advertising

121
Gambar 3.6.2.19 Billboard Iklan Perumahan
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Koridor Jalan Bandung yang merupakan jalan terusan dari Jalan Veteran cukup strategis untuk pemasangan street advertising.
Namun karena kondisi Jalan Bandung yang memiliki banyak pepohonan yang besar dan tinggi, membuat signage advertising di
kawasan tersebut tertutupi oleh rimbunnya pepohonan. Namun dengan penggunaan ketinggian dan ukuran yang sesuai, advertising
tersebut bisa menjadi lebih efektif untuk dijangkau oleh pengguna koridor jalan.

3. Pemberi informasi (informational sign)

Gambar 3.6.2.20 Papan Informasi Pemerintah


Sumber: (Gambar Pribadi)

Papan informasi yang dijumpai di koridor Jalan Bandung tergolong dalam tipe signage yaitu free-standing sign. Papan
informasi tersebut berisikan tentang kegiatan pemerintahan terkait di kawasan Jalan Bandung. Namun penyangga papan informasi

122
tersebut hanya terbuat dari balok yang dirangkai sederhana sehingga terlihat tidak menarik. Hal ini dapat membuat pengguna koridor
jalan tidak tertarik untuk membaca isi dari papan informasi tersebut.

4. Pemberi identitas (identificational sign)

Gambar 3.6.2.21 Signage Identitas Kuliner 1 Gambar 3.6.2.22 Signage Identitas Kuliner 2
Sumber: (Gambar Pribadi) Sumber: (Gambar Pribadi)

Koridor Jalan Bandung memiliki banyak rumah makan atau restoran, dengan demikian banyak ditemukan signage yang
menggunakan simbol-simbol yang berkaitan dengan makanan/kuliner sehingga sangat menggambarkan kawasan kuliner. Hal ini sangat
menarik perhatian karena selain bentuk-bentuknya yang unik, penggunaan warna dan back light membuat signage tersebut menjadi
lebih menonjol, terlebih lagi di malam hari.

5. Penunjuk arah (directional sign)

Gambar 3.6.2.23 Signage Penunjuk Arah Gambar 3.6.2.23 Signage Penunjuk Fasilitas Komersil
Sumber: (Gambar Pribadi) Sumber: (Gambar Pribadi)

123
Signage penunjuk arah yang dapat dijumpai di koridor Jalan Bandung memberi petunjuk arah jalan keluar kota, stadion, dan
museum. Pemasangan rambu penunjuk arah jalan tersebut sudah sangat strategis dan mudah ditangkap oleh mata, khususnya
pengendara, sehingga mempermudah pengendara dalam menentukan arah jalan selanjutnya sesuai tujuan. Selain itu juga ditemukan
penunjuk arah yang berfungsi untuk menunjukkan arah menuju fasilitas komersil yang berada di luar jalur utama koridor Jalan
Bandung. Bentuk signage-nya pun berbentuk arah panah yang berisikan tipografi sehingga memenuhi elemen signage sebagai
penunjuk arah.

6. Pemberi peringatan (safety and regulatory sign)

Gambar 3.6.2.25 Signage Larangan Buang Sampah Gambar 3.6.2.26 Signage Peringatan CCTV
Sumber: (Gambar Pribadi) Sumber: (Gambar Pribadi)

Untuk pejalan kaki di trotoar koridor Jalan Bandung, beberapa dijumpai signage yang berisi larangan dan juga peringatan.
Larangan tersebut berisikan dilarang membuang sampah dan buang air kecil di sembarang area di sepanjang koridor Jalan Bandung.
Sehingga instalasi signage ini berada di pinggir trotoar yang hanya dapat ditangkap dengan jelas oleh pejalan kaki dan kurang dapat
dijangkau oleh pengendara, karena memang hanya ditujukan bagi pejalan kaki pengguna trotoar koridor Jalan Bandung.

7. Pemberi dekorasi (ornamental sign)

124
Gambar 3.6.2.27 Signage Dekorasi Jalan Bandung
Sumber: (Gambar Pribadi)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian signage sebagai public image dimana terdapat sculpture asam amino
yang memberikan image pendidikan pada kawasan tersebut, yang mana sculpture ini juga sekaligus berfungsi sebagai dekorasi untuk
menambah estetika tampilan fisik pada koridor Jalan Bandung.

3.6.3 Kesimpulan signage


Berdasarkan data dan hasil analisis di atas, koridor Jalan Veteran dan Jalan Bandung memiliki signage yang cukup banyak dengan fungsi yang
beragam. Jika dilihat dari elemen-elemen penyusun signage, koridor Jalan Veteran dan Jalan Bandung sudah mengimplementasikannya dengan cukup
baik, hanya saja terdapat beberapa elemen yang kurang sesuai, seperti penggunaan warna yang kurang sesuai untuk menggambarkan fungsinya serta
lokasi signage yang kurang efektif untuk dijangkau oleh pengguna koridor jalan.

3.7 Perabot Jalan/Ruang Publik

3.7.1 Kelengkapan perabot jalan

Tabel 3.7.1.1 Kelengkapan Elemen Dekorasi

125
Tabel 3.7.1.2 Kelengkapan Perabot Pelayanan

126
Tabel 3.7.1.3 Kelengkapan Perabot Bersantai

Tabel 3.7.1.4 Kelengkapan Perabot Perdagangan

127
Tabel 3.7.1.5 Kelengkapan Rambu-Rambu

3.7.2 Analisis perabot Jalan Veteran


A. Elemen dekorasi
1. Lampu jalan

Gambar 3.7.2.1 Lampu Jalan 1-Jalan Veteran Gambar 3.7.2.2 Lampu Jalan 2-Jalan Veteran

128
Sumber: (Gambar Pribadi) Sumber: (Gambar Pribadi)

Di sepanjang koridor Jalan Veteran, terdapat lampu jalan dengan jarak sekitar 10-15 meter tiap titik instalasi lampu dan juga
dengan ketinggian lampu jalan standar. Jenis tiang lampu pada koridor Jalan Veteran terbagi dua, ada yang menggunakan 1 mata
bohlam dengan sumber energi sel surya dan ada yang menggunakan 2 mata bohlam. Bagian yang uniknya adalah, lampu jalan yang
memiliki 2 mata bohlam memiliki ornamentasi pada tiang yang menambah estetika dari lampu jalan tersebut. Sedangkan lampu jalan
1 bohlam memiliki desain yang standar. Perbedaan kedua jenis lampu jalan ini sebenarnya dapat mengurangi estetika tampilan fisik
kawasan karena tidak memiliki kesinambungan visual antar lampu jalan di koridor Jalan Veteran.

2. Pot bunga/bak tanaman

Gambar 3.7.2.3 Bak Tanaman Jalan Veteran


Sumber: (Gambar Pribadi)

Semua pohon yang terdapat di trotoar di sepanjang koridor Jalan Veteran masing-masing memiliki bak tanaman. Hal ini benar-
benar memengaruhi estetika tampilan fisik kawasan menjadi lebih rapi dan terlihat bersih. Namun di beberapa titik, terdapat bak
tanaman yang sudah digambari/dicoreti dan bahkan juga sudah ada yang rusak. Hal ini membuat tampilan kawasan di beberapa titik
tersebut membuat pengguna jalan menjadi terganggu.

3. Patung/monumen

129
Gambar 3.7.2.4 Monumen di Jalan Veteran
Sumber: (Gambar Pribadi)

Monumen yang berbentuk menyerupai candi ini terletak di persimpangan jalan yang salah satunya menghubungkan entrance
kampus UB. Monumen ini sangat mudah dalam menarik perhatian karena letaknya yang begitu strategis dan tidak terhalang oleh
objek/vegetasi yang terlalu tinggi. Monumen ini sangat membantu dalam meningkatkan estetika tampilan fisik kawasan karena
memiliki karakteristik tersendiri yang kuat dan mencolok.

B. Perabot pelayanan
1. Trotoar

Gambar 3.7.2.5 Trotoar Kawasan Perbelanjaan Gambar 3.7.2.6 Trotoar Pemakaman


Sumber: (Gambar Pribadi) Sumber: (Gambar Pribadi)

Di sepanjang koridor Jalan Veteran tersedia fasilitas trotoar yang cukup memadai. Pada kawasan pusat perbelanjaan di Jalan
Veteran memiliki lebar trotoar yang lumayan besar, hal ini sangat sesuai dengan jumlah pejalan kaki yang cukup banyak dan ramai di

130
kawasan tersebut. Sedangkan di sisi lain, fasilitas trotoar di daerah pemakaman yang terdapat di Jalan Veteran memiliki kondisi yang
cukup memprihatinkan. Kondisi Trotoar di titik tersebut sudah hancur sehingga dapat membahayakan pejalan kaki akibat tersandung
di trotoar yang sudah berlubang tersebut.

2. Pembatas jalan (boundary)

Gambar 3.7.2.7 Pembatas Jalan Persimpangan


Sumber: (Gambar Pribadi)

Pembatas jalan ini terletak di persimpangan yang juga saling menghubungkan antara Jalan Veteran dan Jalan Bandung.
Pembatas jalan ini berfungsi agar tidak ada pengendara yang memutar balik atau belok kanan di persimpangan tersebut untuk alasan
keamanan dan mengatasi kemacetan di jalur yang cukup padat tersebut.

3. Fasilitas penyeberangan

Gambar 3.7.2.8 Zebra Cross Jalan Veteran


Sumber: (Gambar Pribadi)

Koridor Jalan Veteran memiliki banyak zebra cross untuk memudahkan pejalan kaki menyeberang. Namun fasilitas
penunjang seperti rambu penyeberangan masih kurang terdapat di koridor jalan tersebut.
131
4. Lampu penerangan jalur pedestrian

Gambar 3.7.2.9 Lampu Pedestrian Jalan Veteran


Sumber: (Gambar Pribadi)

Lampu penerangan untuk jalur pedestrian berfungsi untuk menerangi area pedestrian/trotoar yang tidak dapat dijangkau oleh
lampu jalan sekitar. Selain itu, lampu penerangan jalur pedestrian ini juga dapat menambah estetika tampilan fisik kawasan, terlebih di
malam hari. Berdasarkan hasil observasi, lampu pedestrian di koridor Jalan Veteran merupakan bagian dari kepemilikan kampus UB.
Namun pada malam hari, lampu tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga hanya menjadi pajangan pada siang hari saja
karena desainnya yang cukup menarik.

5. Tempat sampah

Gambar 3.7.2.10 Tempat Sampah Jalan Veteran


Sumber: (Gambar Pribadi)

Keberadaan tempat sampah pada koridor Jalan Veteran jumlahnya cukup memadai, sehingga pengguna jalur pedestrian dapat
dengan mudah menemukan tempat sampah. Selain itu, klasifikasi tempat sampah juga sudah tersedia ke dalam 3 kategori jenis sampah.

132
Pemberian warna yang berbeda pada 3 jenis tempat sampah tersebut juga dapat mempermudah orang-orang dalam membedakan jenis
tempat sampahnya walaupun di setiap tempat sampahnya juga sudah terdapat tulisan keterangan jenis sampah.

6. Halte/shelter

Gambar 3.7.2.11 Halte Jalan Veteran


Sumber: (Gambar Pribadi)

Kondisi halte di koridor Jalan Veteran sudah tidak terawat. Hal ini dapat diakibatkan semakin kurangnya penggunaan
kendaraan umum dengan muatan banyak seperti bus, sehingga halte bus sudah jarang digunakan dan tidak terawat. Namun jika dilihat
dari kelengkapan fasilitas, di dekat halte masih terdapat rambu pemberhentian bus.

7. Fire hydrant

Gambar 3.7.2.12 Fire Hydrant Jalan Veteran


Sumber: (Gambar Pribadi)

133
Fire hydrant berfungsi sebagai proteksi kebakaran di kawasan umum. Pada koridor Jalan Veteran fire hydrant hanya dapat
dijumpai di kawasan pusat perbelanjaan yang notabene-nya ramai akan aktivitas pengunjung, sehingga instalasi fire hydrant di kawasan
tersebut sudah sangat tepat.

C. Perabot bersantai
1. Tempat duduk/bangku

Gambar 3.7.2.13 Bangku Jalan Veteran


Sumber: (Gambar Pribadi)

Di sepanjang koridor Jalan Veteran terdapat banyak tempat duduk/bangku dengan material besi.

D. Perabot perdagangan

Gambar 3.7.2.14 Perabot Perdagangan Jalan Veteran


Sumber: (Gambar Pribadi)

1. Kios pedagang
Kios pedagang di koridor Jalan Veteran sangat banyak dengan dengan tipe penjual makanan/minuman maupun jasa. Di koridor
Jalan Veteran sudah terdapat area yang dikhususkan untuk para pedagang, namun pada kenyataannya masih terdapat banyak pedagang

134
yang berjual di sembarang tempat di sepanjang koridor Jalan Veteran. Secara umum, keberadaan kios pedagang ini dapat mengurangi
estetika tampilan fisik kawasan karena penataan kurang rapi dan bersih, namun di sisi lain keberadaan kios pedagang ini memiliki
pengaruh yang besar terhadap aspek sosial karena mampu meningkatkan terjadinya interaksi sosial dalam skala besar sehingga dapat
menghidupkan suasana kawasan di Jalan Veteran.

2. Tempat duduk dan meja


Tempat duduk dan meja untuk makan tersedia di beberapa kios, namun banyak pedagang yang di pinggir jalan tidak
menyediakan fasilitas penunjang ini. Padahal fasilitas ini berperan penting dalam mengurangi perilaku buang sampah di sembarang
tempat karena dengan adanya tempat duduk dan meja, para pengunjung tidak harus lagi mencari tempat lain yang bisa saja setelah
menikmati makanan mereka, sampahnya dapat dibuang di sembarang tempat.

E. Rambu-rambu
1. Lampu lalu lintas

Gambar 3.7.2.15 Lampu Lalu Lintas Jalan Veteran


Sumber: (Gambar Pribadi)

Lampu lalu lintas di Jalan Veteran terdapat di seluruh persimpangan jalan. Selain itu juga terdapat lampu hati-hati di beberapa
titik yang ramai aktivitas pejalan kaki, salah satunya adalah di jalanan di depan pusat perbelanjaan. Keberadaan lampu hati-hati ini
sangat berperan penting dalam menjaga keselamatan pejalan kaki.

2. Papan informasi

135
Gambar 3.7.2.16 Papan Informasi Jalan Veteran
Sumber: (Gambar Pribadi)

Papan informasi ini banyak ditemukan di kawasan pusat perbelanjaan yang biasanya berisikan arahan atau kebijakan dari
pusat perbelanjaan tersebut.

3. Papan nama jalan

Gambar 3.7.2.17 Papan Nama Jalan Hijau Gambar 3.7.2.18 Papan Nama Jalan Kuning
Sumber: (Gambar Pribadi) Sumber: (Gambar Pribadi)

Jalan Veteran sendiri tidak memiliki papan nama, namun papan nama tersebut hanya terdapat di jalanan cabang dari jalanan
utama. Memiliki desain yang sangat sederhana dan menampilkan tipografi nama jalan serta kode pos. Namun terdapat perbedaan warna
antara papan nama jalan yang ditemukan, yaitu ada yang berwarna hijau dan ada yang berwarna kuning. Hal tersebut membuat tampilan
fisik kawasan menjadi tidak selaras dan tidak berkesinambungan secara visual..

136
4. Rambu lalu lintas

Gambar 3.7.2.19 Rambu Lalu Lintas Putar


Sumber: (Gambar Pribadi)

Di koridor Jalan Veteran sudah terdapat banyak rambu lalu lintas sehingga semakin mempermudah pengguna koridor Jalan
Veteran sekaligus meningkatkan keselamatan.

3.7.3 Analisis perabot Jalan Bandung


A. Elemen Dekorasi
1. Lampu jalan

Gambar 3.7.3.1 Lampu Jalan-Jalan Bandung


Sumber: (Gambar Pribadi)

Lampu jalan di koridor Jalan Bandung hanya memiliki satu tipe yaitu lampu jalan yang memiliki 1 mata bohlam, sehingga jika
dibandingkan dengan Jalan Veteran yang memiliki dua tipe, lampu jalan di koridor Jalan Bandung lebih terlihat berkesinambungan
secara visual.

137
2. Patung/monumen

Gambar 3.7.3.2 Monumen Bundaran Jalan Bandung


Sumber: (Gambar Pribadi)

Walaupun monumen ini tidak benar-benar termasuk dari perabot di Jalan Bandung, namun keberadaannya memberikan kesan
yang kuat hingga kepada seluruh pengguna koridor Jalan Bandung. Monumen ini seolah-olah titik akhir dari Jalan Bandung apabila
berkendara dari arah Jalan Veteran. Dengan demikian keberadaannya mampu memberi pengaruh terhadap tampilan fisik koridor Jalan
Bandung.

3. Public art

Gambar 3.7.3.3 Public Art Jalan Bandung


Sumber: (Gambar Pribadi)

Public art di Jalan Bandung berupa seni 3 dimensi yang menggambarkan molekul asam amino. Keberadaan Public Art
tersebut selain sebagai pembawa image kawasan pendidikan, molekul asam amino tersebut juga memiliki nilai seni 3 dimensi yang
diciptakan sebagai perabot jalan yang memiliki unsur edukatif.

138
B. Perabot pelayanan
1. Trotoar

Gambar 3.7.3.4 Trotoar Jalan Bandung


Sumber: (Gambar Pribadi)

Trotoar di Jalan Bandung memiliki kontur permukaan yang tidak rata, hal ini dapat membuat pejalan kaki menjadi tidak
nyaman, terlebih lagi jika kondisi trotoar basah (misalkan setelah hujan), maka trotoar akan semakin licin.

2. Pembatas jalan (boundary)


Pembatas jalan pada koridor Jalan Bandung masih sama dengan pembatas jalan yang berada di Jalan Veteran, hal ini
dikarenakan titik lokasi pembatas jalan tersebut berada di persimpangan antara kedua jalan tersebut, sehingga kasusnya masih sama
dengan yang ada pada analisis Jalan Veteran.

3. Fasilitas penyeberangan

139
Gambar 3.7.3.5 Zebra Cross Jalan Bandung
Sumber: (Gambar Pribadi)

Fasilitas penyeberangan pada Jalan Bandung selain zebra cross, juga sudah dilengkapi dengan adanya rambu penyeberangan,
sehingga tampilan kawasan juga semakin kompleks.

4. Lampu penerangan jalur pedestrian

140
Gambar 3.7.3.6 Lampu Pedestrian Jalan Bandung
Sumber: (Gambar Pribadi)

Lampu penerangan untuk pedestrian di Jalan Bandung cukup banyak dan masing-masing memiliki 2 bohlam. Bentuknya
juga sangat kontras dengan lampu jalan ataupun dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini selain membantu penglihatan pejalan kaki
saat malam hari, juga memberikan estetika tampilan fisik kawasan.

5. Tempat sampah

Gambar 3.7.3.7 Tempat Sampah Jalan Bandung


Sumber: (Gambar Pribadi)

Tempat sampah di Jalan Bandung masih terdapat dalam bentuk tradisional seperti bak penampungan. Hal ini sebenarnya tidak
terlalu mengganggu tampilan fisik kawasan, namun karena dengan adanya coretan membuat tempat sampah tersebut menjadi lebih
kontras.

6. Shelter

Gambar 3.7.3.8 Shelter Jalan Bandung


Sumber: (Gambar Pribadi)

141
Keberadaan shelter di Jalan Bandung sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan karena sudah ada begitu banyak pohon peneduh di
sepanjang koridor jalan. Namun dengan adanya shelter ini dapat menambah estetika tampilan fisik kawasan melalui bentuk
lengkungannya dan juga selubung atapnya yang hanya menggunakan tumbuhan rambat untuk menutupinya. Instalasinya berada di atas
trotoar sehingga jika pejalan kaki berjalan di bawah shelter tersebut akan terasa seperti melewati terowongan. Sehingga hal ini juga
bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi koridor Jalan Bandung.

C. Perabot bersantai
1. Tempat duduk/bangku

Gambar 3.7.3.9 Bangku Jalan Bandung


Sumber: (Gambar Pribadi)

Bangku untuk bersantai hanya dapat ditemukan di ujung koridor Jalan Bandung dekat bundaran, dan juga masih menggunakan
material yang sama seperti yang ada di Jalan Veteran yaitu besi.

D. Perabot perdagangan

142
Gambar 3.7.3.10 Kios Pedagang Jalan Bandung
Sumber: (Gambar Pribadi)

1. Kios pedagang
Dapat dijumpai kios pedagang yang sudah berdiri tetap dan tidak berpindah-pindah, sehingga lebih tertata dengan rapi dan
kebersihannya dapat ditanggung oleh pemilik kios.

2. Tempat duduk dan meja


Kios pedagang tersebut juga sudah menyediakan tempat duduk dan meja. Sehingga para pejalan kaki atau pengunjung
lainnya dapat menikmati makanannya di tempat tanpa harus mencari tempat lain lagi yang bisa jadi dapat membuat lingkungan
menjadi kotor akibat buang sampah bekas makanan/minuman di sembarang tempat.

E. Rambu-rambu
1. Lampu lalu lintas

143
Gambar 3.7.3.11 Lampu Lalu Lintas Jalan Bandung
Sumber: (Gambar Pribadi)

Lampu lalu lintas di Jalan Bandung terdapat di persimpangan jalan yang juga menghubungkannya dengan Jalan Veteran.
Penggunaan lampu lalu lintas di persimpangan tersebut memang sangat tepat karena area tersebut sangat aktif dan strategis.

2. Papan informasi

Gambar 3.7.3.12 Papan Informasi Jalan Bandung


Sumber: (Gambar Pribadi)

Papan informasi tersebut berisi pemberitahuan oleh pemerintah kepada masyarakat dan pengguna koridor Jalan Bandung
terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan pemerintah di kawasan tersebut. Namun, untuk posisi papan yang terlalu tinggi sehingga
menyulitkan pejalan kaki untuk membaca informasinya, terlebih lagi ditambah dengan ukuran papan yang tidak terlalu besar dengan
tipografi yang kecil.

3. Papan nama jalan

144
Gambar 3.7.3.13 Papan Nama Jalan Bandung
Sumber: (Gambar Pribadi)

Bentuk, ukuran, warna, dan tipografi secara umum sesuai dengan standar. Namun desainnya yang sangat biasa sehingga
kurang menarik.

4. Rambu lalu lintas

Gambar 3.7.3.14 Rambu Lalu Lintas Jalan Bandung


Sumber: (Gambar Pribadi)

Terdapat begitu banyak rambu-rambu lalu lintas di sepanjang koridor Jalan Bandung. Dalam satu tiang terdapat dua rambu dan
bahkan di antara 2 rambu tersebut terdapat rambu yang persis sama. Namun peletakan rambu ada yang di bawah dan ada yang di atas,
hal ini bertujuan agar rambu-rambu yang dipasang pada bagian bawah dapat dengan mudah diakses oleh pejalan kaki, sedangkan yang

145
di atas dapat lebih mudah ditangkap oleh pengendara. Dengan demikian, rambu-rambu lalu lintas Jalan Bandung sudah memenuhi
standar instalasi.

3.7.4 Kesimpulan perabot jalan


Berdasarkan data dan analisis di atas, dapat dilihat bahwa antara Jalan Veteran dan Jalan Bandung memiliki perbedaan yang terbilang cukup
signifikan. Kelengkapan street furniture di antara kedua jalan tersebut juga saling melengkapi satu sama lain dan masing-masing juga memiliki
kelebihan dan kekurangan dalam pengaplikasian serta pemeliharaan street furniture.

3.8 Sistem Sirkulasi, Parkir, dan Linkage

3.8.1 Sistem sirkulasi


A. Jalan
1. Jalan Veteran

Gambar 3. 8. 1. 1. Jalan Veteran


(Sumber: Gambar Pribadi)

Jalan Veteran merupakan jalan lokal, berupa jalan yang melayani angkutan yang melakukan perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-
rata sedang, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

2. Jalan Bandung

146
Gambar. 3. 8. 1. 2. Jalan Bandung
(Sumber: Gambar Pribadi)

Jalan Veteran merupakan jalan lokal, berupa jalan yang melayani angkutan yang melakukan perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-
rata sedang, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

B. Transportasi publik
1. Jalan Veteran

Gambar 3. 8. 1. 3. Transportasi pada Jl. Veteran


(Sumber: Gambar Pribadi)
Terdapat sebuah halte angkot yang terletak di depan universitas Brawijaya di jalan Veteran, serta pada daerah Malang Town Square
yang sering dijumpai angkutan umum.

147
2. Jalan Bandung

Gambar 3. 8. 1. 4. Transportasi pada Jalan Bandung


(Sumber: Gambar Pribadi)

Terdapat sebuah halte angkot yang terletak di depan sekolah Madrasah Negeri di jalan
Bandung.

C. Simpangan
1. Jalan Veteran

Gambar 3. 8. 1. 5. Simpangan pada Jalan Veteran

148
(Sumber: Gambar Pribadi)

Pada Jalan Veteran, persimpangan dengan Jalan Veteran yang mengarah pada Jalan Bandung dibatasi dengan adanya rambu-rambu
putar balik dan terdapat beberapa rambu-rambu yang melarang kendaraan untuk berputar balik. Kemudian terdapat lampu rambu lalu
lintas di persimpangan antara jalan Veteran, jalan Sigura-Gura, dan jalan Raya Sumbersari.

2. Jalan Bandung

Gambar 3. 8. 1. 6. Simpangan pada Jalan Bandung


(Sumber: Gambar Pribadi)

Pada Jalan Bandung, persimpangan dengan Jalan Ijen dibatasi dengan adanya lahan hijau berupa bundaran dan sebuah landmark.
Sama halnya dengan jalan Garut dan Pekalongan, namun terdapat sebuah signage putar balik yang dapat terlihat. Sedangkan
beberapa signage putar balik juga dapat terlihat di tengah-tengah koridor Jalan Bandung.

D. Jalur pedestrian
1. Jalan Veteran

149
Gambar 3. 8. 1. 7. Jalur Pedestrian pada Jalan Veteran
(Sumber: Gambar Pribadi)

Pada Jalan Veteran terdapat jalur pedestrian berupa trotoar dengan menggunakan perkerasan keramik.

2. Jalan Bandung

Gambar 3. .8. 1. 8. Jalur pedestrian pada Jalan Bandung


(Sumber: Gambar Pribadi)

Pada Jalan Bandung terdapat jalur pedestrian berupa trotoar dengan menggunakan perkerasan keramik.

3.8.2 Sistem parkir


Parkir merupakan keadaan dari suatu kendaraan dimana kendaraan tersebut tidak bergerak dan bersifat sementara karena
pengemudinya meninggalkan kendaraannya. Area parkir di Jalan Veteran dan Bandung dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu off-street parking dan on-

150
street parking. Off-street parking adalah jenis parkir yang menggunakan area luar jalan, seperti area terbuka di dekat bangunan khusus parkir. Sedangkan
On-street parking adalah jenis parkir yang menggunakan tepi jalan untuk area parkir. On-street parking hanya berlaku apabila tidak ada aturan berupa
signage dilarang parkir di sepanjang jalan tersebut.

A. Jalan Veteran

Gambar 3. 8. 2. 1. Area parkir pada Jalan Veteran


(Sumber: Gambar Pribadi)

Pada Jalan Veteran, terdapat beberapa area yang diperbolehkan untuk parkir, seperti pada sekitar area halte di depan universitas
Brawijaya, serta pada beberapa area duduk yang disediakan di depan Malang Town Square.

B. Jalan Bandung

151
Gambar 3. 8. 2. 2. Area parkir pada Jalan Bandung
(Sunber: Gambar Pribadi)

Area Parkir di Jalan Bandung terletak di depan Madrasah, yang di depannya juga terdapat sebuah halte bus. Pada Jalan Bandung terdapat
banyak signage yang tidak memperbolehkan pengendara untuk parkir.

3.8.3 Sistem linkage


A. Elemen Linkage Visual

152
Gambar 3. 8. 3. 1. Linkage Visual
(Sumber: Gambar Pribadi)

Di sepanjang Jalan Veteran merupakan elemen linkage visual berupa koridor jalan yang diperjelas dengan deretan sekolah, mall, dan
perhotelan. Sedangkan di jalan Bandung, didominasi oleh area komersial seperti cafe dan rumah makan, serta sekolah dan rumah pribadi.
Terbentuk suatu garis lurus antara Jalan Veteran dan Jalan Bandung, yang dihubungkan oleh sebuah persimpangan lampu merah.

B. Elemen Linkage Kolektif

153
Gambar 3. 8. 3. 2. Linkage Kolektif
(Sumber : Gambar Pribadi)

Pada Jalan Veteran hingga Bandung lebih terlihat bentukan mega form. Dikatakan mega form dikarenakan susunan-susunan yang
dihubungkan ke sebuah kerangka berbentuk garis lurus dan hirarkis. Dua kawasan, yaitu Jalan Veteran dan Jalan Bandung mempunyai
bentukan yang sederhana dan mudah dipahami. Hal inilah yang membentuk Kota Malang. Bisa dilihat dari Jalan Veteran didominasi oleh
sekolah dan area komersial dengan sirkulasi yang cukup dan fungsi parkir yang tidak begitu mengganggu jalan utama dari jalan tersebut.
Sedangkan di kawasan Jalan Bandung didominasi oleh tempat kuliner, rumah pribadi dan sekolah dengan sirkulasi satu arah dan fungsi
parkirnya berada di sekitar bangunan sehingga tidak mengganggu jalan utama dan menjadi jalan tersebut mempunyai sirkulasi yang leluasa.
Kedua jalur tersebut dihubungkan dengan simpangan pada Taman Makam Pahlawan sebagai area lampu merah yang berada di tengah
kawasan tersebut.

3.9 Pelestarian Kawasan Bersejarah

154
3.9.1 Sejarah Jalan Veteran dan Jalan Bandung
Kota Malang merupakan kota yang pernah diduduki dan ditempati sebagai kawasan pemukiman pada era kolonialisme di bawah Pemerintah Belanda
tahun 1821, hal ini membuat penataan kawasan urban pada era tersebut mengikuti ciri, gaya, dan aturan pemerintah kolonial. Seiring menuju dan pasca era
kemerdekaan tahun 1941 hingga 1947, berbagai kawasan urban di Kota Malang mengalami perubahan, mulai dari perubahan nama kawasan, komponen urban,
hingga rupa bangunan peninggalan kolonial, seperti yang terjadi pada kawasan objek studi di Jalan Veteran dan Jalan Bandung. Pada masa pemerintahan
kolonial Belanda, Jalan Veteran dan Jalan Bandung merupakan satu-kesatuan jalan bernama Jalan Yogyakarta yang difungsikan sebagai pemukiman, dan
berganti nama sejak abad XX. Menurut observasi melalui wawancara dengan warga sekitar, jalan ini berganti nama menjadi Jalan Veteran untuk menghormati
keberadaan Taman Makam Pahlawan Untung Suropati di ruas jalan. Saat ini Jalan Veteran dan Bandung telah beralih fungsi sebagai kawasan pusat pendidikan
dengan fungsi penunjang berupa fungsi peribadatan dan fungsi komersial, namun masih terdapat pemukiman di sekitar Jalan Veteran yang mayoritas terletak
di Jalan Veteran Dalam dan Jalan De Rumah. Gaya arsitektur kolonial minor ditemukan di Jalan Veteran dan Jalan Bandung, mayoritas bangunan telah beralih
menggunakan gaya arsitektur lokal Jawa Timur (Joglo), International Style, serta gaya modern dan postmodern lainnya.

Gambar 3. 9. 1. 1. Ujung Badan Jalan Veteran Gambar 3. 9. 1. 2. Ujung Badan Jalan Bandung
(Sumber : Gambar Pribadi) (Sumber : Gambar Pribadi)

3.9.2. Analisis kriteria Jalan Veteran dan Jalan Bandung sebagai cagar budaya

155
Jalan Veteran dan Bandung termasuk dalam kriteria Satuan Ruang Geografis cagar budaya sesuai dengan ciri pada UU RI No. 11 Tahun 2010 pasal
10, diantaranya:
a. Mengandung lebih dari 2 situs cagar budaya, dalam hal ini berupa objek bangunan berusia 50 tahun atau lebih yang memiliki arti khusus bagi
sejarah dan ilmu pengetahuan diantaranya Universitas Brawijaya (59 tahun), Universitas Negeri Malang (68 tahun), dan Taman Makam Pahlawan
(TMP) Untung Suropati (81 tahun).
b. Berupa lanskap budaya hasil temuan manusia paling sedikit 50 tahun, dalam hal ini, kawasan Jalan Veteran dan Bandung telah ditemukan dan
dibangun oleh Pemerintah Kerajaan Belanda sejak 1821 (201 tahun).

3.9.3. Analisis komponen dan identitas kawasan


A. Boundary (batas)

Gambar 3.9.3.1 Batas dan Substansi Jalan Veteran dan Jalan Bandung
(Sumber: Gambar Pribadi)

156
Jalan Veteran dan Jalan Bandung membentang sejajar arah Barat Laut menuju Timur Laut, kedua jalan ini dipisahkan oleh persimpangan Jalan Bogor
pada kedua ruas jalan. Dari arah Barat Laut, ujung Jalan Veteran berbatasan dengan simpangan (perempatan) yang terhubung dengan Jalan Raya Sumbersari,
Jalan Sigura-Gura dan Jalan Bendungan Sutami, lalu dari arah Timur Laut ujung Jalan Veteran berbatasan dengan persimpangan (pertigaan pada kedua ruas
jalan) yang terhubung dengan Jalan Bogor dan Jalan Bandung.
Sedangkan, ujung Barat Laut Jalan Bandung berbatasan dengan persimpangan (pertigaan pada kedua ruas jalan) yang terhubung dengan Jalan Bogor
dan Jalan Veteran, lalu dari arah Timur Laut, ujung Jalan Bandung berbatasan dengan bundaran persimpangan yang terhubung dengan Jalan Mayjend
Pandjaitan, Jalan Ijen, dan Jalan Brigjend Slamet Riyadi. . Di sepanjang tepi Jalan Veteran dan Jalan Bandung terdapat bangunan dengan fungsi komersial,
fasilitas pendidikan, tempat peribadatan, serta pemerintahan dan pelayanan publik. Batas lebar tepi Jalan Veteran memiliki median 9 meter (11 meter dari ruas
arah Barat Laut menuju Timur Laut dan 8,5 meter dari arah Ruas Timur Laut menuju Barat Laut) dengan batas RTH berupa boulevard di tengah kedua ruas
jalan. Sedangkan Jalan Bandung memiliki median batas lebar jalan 8 meter pada kedua ruas, kedua ruas dipisahkan oleh pembatas berupa kanstin.

B. Substance (substansi)

Gambar 3. 9. 3. 2. Substansi Jalan Veteran dan Bandung


(Sumber : Gambar Pribadi)

157
1. Bangunan

Substansi pada kawasan studi Jalan Veteran didominasi elemen berupa bangunan dengan fungsi fasilitas pendidikan, diantaranya terdapat Universitas
Brawijaya, Brawijaya Smart School, Brawijaya Language Center, Universitas Negeri Malang, SMA Negeri 8 Malang, dan SMK Negeri 2 Malang. Bangunan
lain memiliki fungsi sebagai tempat peribadatan seperti Masjid Ibnu Sina, Masjid At-Thoyibah, Musholla Nurul Ilmu, fungsi komersial seperti Transmart Mall,
Malang Town Square, Toko Buku UB Press, rumah makan, serta kafe; fungsi penginapan, fungsi pemerintahan dan pelayanan publik seperti Dinas Pendidikan
Kota Malang; fungsi ekonomi seperti Bank Jatim; dan fungsi gedung pertemuan seperti Sasana Krida Uiversitas Negeri Malang.

Sedangkan substansi pada Jalan Bandung didominasi oleh bangunan dengan fungsi komersial seperti berbagai restoran, kafe dan SPBU Pertamina.
Bangunan lain juga memiliki fungsi pendidikan seperti KB/BA Restu 1, SDK Sang Restu, Universitas Muhammadiyah Malang, LBB Neutron, dan Brain
Academy; fungsi pemakaman seperti Taman Makam Pahlawan Untung Suropati; dan fungsi penginapan seperti hotel budget OYO dan Airy Room.

2. RTH dan RTNH

Pada kawasan studi jalan Veteran dan Bandung terdapat ruang terbuka sebagai public space seperti tempat-tempat untuk bersantai (duduk) di sepanjang
pedestrian dan ruang terbuka hijau seperti area pepohonan di pinggir sepanjang koridor jalan dan boulevard di sepanjang pembatas kedua ruas jalan.

C. Hierarchy (hierarki)
Jalan Veteran dan Bandung memiliki median lebar 9 meter dan berfungsi menghubungkan antar pusat kegiatan wilayah, yaitu sebagai penghubung
fasilitas kegiatan pendidikan, peribadatan, pemerintahan, dan komersial, dengan demikian berdasarkan fungsi dan tingkatan jalan menurut klasifikasi Dinas
Pekerjaan Umum, Jalan Veteran dan Jalan Bandung merupakan jenis jalan kolektor primer dengan golongan III A.

D. Landmark

Landmark yang teridentifikasi pada kawasan studi Jalan Veteran diantaranya neon sign bertuliskan “Jalan Veteran” yang terletak di ujung Barat Laut
jalan dan monumen mirip candi di depan gerbang Universitas Brawijaya. Sedangkan pada Jalan Bandung terdapat landmark berupa monumen tugu di batas
ujung timur laut jalan.

158
Gambar 3. 9. 3. 4. Lokasi Landmark Jalan Veteran dan Bandung
(Sumber : Gambar Pribadi)

Gambar 3. 9. 3. 5. Landmark Jalan Veteran Gambar 3. 9. 3. 6. Landmark Jalan Bandung


(Sumber : Gambar Pribadi) (Sumber : Gambar Pribadi)

159
3.9.4 Analisis kesesuaian perubahan kawasan dengan aturan hukum terkait
Jalan Veteran dan Jalan Bandung pra kemerdekaan merupakan satu-kesatuan bernama Jalan Yogyakarta, saat ini perubahan telah dilakukan dengan
pemisahan jalan secara administratif dan pemberian nama pada masing-masing jalan, yaitu menjadi Jalan Veteran dan Jalan Bandung. Selain perubahan nama,
pasca pertama kali didirikan terdapat pula beberapa perubahan fungsi maupun substansi atau komponen urban pada Jalan Veteran dan Jalan Bandung
diantaranya sebagai berikut:

A. Perubahan substansi
1. Bangunan
a.) Fungsi
Dari segi fungsi kawasan, Jalan Veteran dan Bandung telah beralih fungsi dari pemukiman menjadi pusat pendidikan dan komersial serta
berbagai fungsi pendukung seperti peribadatan, pemerintahan dan pelayanan publik, penginapan, pusat budaya dan pertemuan, serta pemakaman. Oleh
karena itu dari segi komponen, bangunan-bangunan rumah dan tempat tinggal telah berganti menjadi bangunan fasilitas pendidikan, bangunan
komersial, bangunan peribadatan, bangunan pemerintahan dan pelayanan publik, bangunan penginapan, bangunan pusat budaya dan pertemuan, serta
area pemakaman.
Perubahan ini sesuai dengan isi pasal 1, paragraf 1, RTRW Kota Malang 2010-2030 yang berbunyi “Kebijakan pengembangan prasarana
wilayah Kota Malang diarahkan pada pengembangan dan penataan sistem jaringan prasarana utama transportasi, jaringan prasarana lainnya, dan
infrastruktur kota untuk peningkatan layanan masyarakat Kota Malang dan menghindari disparitas perkembangan kawasan antar sub wilayah kota.”
Dalam hal ini, perubahan fungsi kawasan Jalan Veteran dan Bandung dilakukan untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat dalam bidang
pendidikan, kebudayaan, ekonomi, serta pelayanan publik (terkait pemerintahan). Perubahan fungsi kawasan juga sesuai dengan pasal 18 ayat 1,
paragraf 3, RTRW Kota Malang 2010-2030 yang berbunyi “Kebijakan penetapan kawasan strategis wilayah kota diarahkan pada aspek pertumbuhan
ekonomi (kawasan perdagangan dan jasa, pariwisata, industri), dan sosial budaya (kawasan cagar budaya dan bangunan bersejarah)”, di mana dalam
hal ini perubahan fungsi Jalan Veteran dan Bandung dari permukiman menjadi komersial diarahkan untuk pertumbuhan ekonomi.

b.) Gaya arsitektur dan bentuk bangunan


Dari segi gaya arsitektural, pada masa pra kemerdekaan, seluruh bangunan (pemukiman) di sepanjang Jalan Veteran dan Jalan Bandung bergaya
arsitektur kolonial Belanda, saat ini bangunan pendidikan seperti Universitas Brawijaya dan Universitas Negeri Malang memiliki gaya arsitektur
gabungan antara gaya arsitektur lokal Jawa Timur (Joglo) dan International Style; bangunan pendidikan seperti Fakultas Vokasi UB dan bangunan
komersial seperti Bank Jatim turut bergaya International Style; serta berbagai bangunan kafe dan restoran yang telah berubah menjadi bangunan
bergaya arsitektur modern.

160
Gambar 3. 9. 4. 1. Gaya Bangunan Arsitektur Kolonial Sekitar Jalan Veteran dan Bandung
(Sumber : Gambar Pribadi)

Gambarisi3. pasal
Perubahan ini linear dengan 9. 4. 2.
45Gaya
ayat Bangunan
1, paragrafJoglo dan International
4, RTRW Kota Malang Style di Jalanyang
2010-2030 Veteran
berbunyi “penetapan kawasan konservasi
(Sumber : Gambar Pribadi)
sesuai karakteristik kawasan sebagai pendukung ikon kota” dalam hal ini perubahan gaya arsitektur kolonial Belanda pada mayoritas bangunan kawasan

161
menjadi gaya arsitektur Joglo (dan gaya arsitektur lainnya), mencerminkan karakteristik kawasan Jalan Veteran dan Jalan Bandung yang berada di
wilayah Jawa Timur dan menjadi ikonik terhadap Kota Malang.

2. RTH dan RTNH


Selain perubahan pada bangunan, terdapat pula berbagai penambahan lain pada kawasan seperti street furniture berupa bangku taman, ornamen,
landmark, serta signage. Lalu terdapat pula pelebaran taman dan boulevard pada Jalan Veteran serta pemugaran taman dan trotoar yang telah dilakukan
sepanjang Jalan Veteran dan Bandung. Perubahan tersebut sesuai dengan pasal 2. C., paragraf 1, RTRW Kota Malang 2010-2030 yang berbunyi
“Pelaksanaan konservasi kawasan lindung dan sumber daya air, serta pengembangan RTH untuk keseimbangan ekologi kota.” Dalam hal ini, pelebaran
taman dan boulevard merupakan upaya pengembangan RTH untuk keseimbangan ekologi kawasan pada Kota Malang.

Gambar 3. 9. 4. 3. Trotoar Jalan Veteran pada Tahun 2015 Gambar 3. 9. 4. 4. Trotoar Jalan Veteran pada Tahun 2022
(Sumber : cendananews.com) (Sumber : Gambar Pribadi)

162
Gambar 3. 9. 4. 5. Boulevard Jalan Veteran pada Tahun 2013 Gambar 3. 9. 4. 6. Boulevard Jalan Veteran pada Tahun 2022
(Sumber : ub.ac.id) (Sumber : Gambar Pribadi)

3.9.5. Pelestarian kawasan dan bangunan


A. Analisis metode preservasi dan konservasi kawasan
Mayoritas bangunan yang tergolong cagar budaya pada Jalan Veteran dan Bandung (seperti bangunan pada kompleks Universitas Brawijaya)
memiliki perubahan tipe bangunan dari tipe residensial dan tingkat rendah menjadi tipe bangunan tingkat tinggi (high rise building) sehingga mayoritas
bangunan mengalami perubahan selubung dan struktur secara total, di mana menurut Peraturan Daerah Kota Malang No 1 Tahun 2018 pada Pasal 27,
tentang pemugaran bangunan cagar budaya yang berbentuk bangunan dan struktur, jenis perubahan tersebut dikategorikan sebagai pemugaran golongan
III yaitu bangunan dan struktur yang dipugar dengan cukup ketat dan dimungkinkan perubahan elemen bangunan dan tata ruang, memiliki tingkat
keaslian paling banyak 50%, dengan demikian metode mayoritas konservasi bangunan pada Jalan Veteran dan Bandung tergolong metode
pembangunan kembali (rebuild).

163
Gambar 3. 9. 5. 1. Gedung B FK UB Tahun 1963
Gambar 3. 9. 5. 2. Gedung B FK UB Tahun 2022
(Sumber : fk.ub.ac.id)
(Sumber : Gambar Pribadi)

Sedangkan pada RTH dan RTNH hanya dilakukan rehabilitasi berupa pemugaran yang tidak mengubah bentuk area jalan seperti pelebaran,
jalan, pelebaran trotoar, pelebaran taman, peninggian trotoar, serta penambahan signage dan street furniture. Dapat disimpulkan bahwa Jalan Veteran
dan Bandung dikonservasi dengan metode integrasi, yaitu gabungan metode pembangunan kembali dan rehabilitasi.

B. Analisis tujuan dan strategi preservasi dan konservasi kawasan


Melihat perubahan secara total fungsi substansi kawasan permukiman menjadi kawasan pendukung aspek pertumbuhan ekonomi (kawasan
perdagangan dan jasa), terdapat pembangunan infrastruktur dan rehabilitasi jalan secara mayor, serta perluasan RTH dapat disimpulkan bahwa
konservasi kawasan Jalan Veteran dan Bandung memiliki tujuan pengembangan ekonomi melalui komersialisasi pusat kota bersejarah, peningkatan
kualitas fisik kawasan, serta pelestarian lingkungan.
Melihat dominansi pemanfaatan bangunan pada kawasan Jalan Veteran dan Bandung sebagai pusat pendidikan area komersial dapat
disimpulkan bahwa kawasan Jalan Veteran dan Bandung dikonservasi dengan strategi pendekatan progresif (yaitu pengembangan melalui pendidikan)
dan pendekat kewirausahaan (yaitu pengembangan ekonom kawasan melalui penyediaan area komersial dan pengembangan image kota untuk menarik
minat turis dan penduduk dengan ekonomi mapan).

164
BAB IV
PENUTUP

Sejak pertama kali didirikan, kawasan Jalan Veteran dan Bandung telah mengalami perubahan nama, komponen atau substansi urban, serta gaya
arsitektural, Sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang 2010 - 2030, kawasan Jalan Veteran dan Bandung dilestarikan dengan tujuan pembangunan
ekonomi melalui komersialisasi penuh pusat kota bersejarah. Strategi konservasi kawasan ini berjenis konservasi progresif, dengan pembangunan fasilitas
pendidikan dan aksesibilitas terhadap produk lokal. Selanjutnya metode konservasi kawasan yang digunakan yaitu integrasi antara rehabilitasi dan pembangunan
kembali elemen-elemen kawasan, dapat dilihat dari ketiadaan bangunan yang memiliki bentuk dan fungsi serupa sejak kawasan pertama kali didirikan pada
masa kolonialisme (pemerintahan Hindia-Belanda). Saat ini, Kota Malang memenuhi kriteria kawasan perkotaan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 01 Tahun 2008, dilihat pada kegiatan mata pencaharian penduduknya di bidang industri, perdagangan, dan jasa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
Kota Malang terkait Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Malang (Jiwa) Tahun 2000-2020, Kota Malang diklasifikasikan sebagai
Kota Besar dengan jumlah keseluruhan penduduk Kota Malang sebesar 843.810 jiwa.

Penggunaan dan perencanaan tata guna lahan pada koridor Jalan Veteran dan Bandung termasuk dalam fungsi lahan publik dan komersial, dimana
masing-masing jalan terbagi menjadi beberapa zona untuk area tertentu seperti sarana pendidikan dan sarana pelayanan umum. Pada koridor Jalan Veteran
sendiri didominasi oleh Zona Sarana Pelayanan Umum (SPU) yang berdampingan dengan Zona Perkantoran, Zona Perumahan, Zona Perdagangan dan Jasa,
dan Zona Ruang Terbuka Hijau. Sedangkan untuk koridor Jalan Bandung didominasi oleh Zona Sarana Pelayanan Umum dan Zona Perdagangan dan Jasa,
kemudian terdapat juga beberapa Zona Perumahan dan sebagian Zona Ruang Terbuka Hijau. Zona Sarana Pelayanan Umum mencakup area-area seperti sarana
pendidikan dan sarana peribadatan, Zona Perkantoran mencakup kantor-kantor seperti yayasan, Zona Perumahan berupa hunian, Zona Ruang Terbuka Hijau
mencakup area yang bersifat terbuka seperti tanaman dan pemakaman, serta Zona Perdagangan dan Jasa berupa pertokoan, pusat perbelanjaan, dan kafe.

Berdasarkan tatanan bentuk dan massa bangunan pada Jalan Veteran dan Jalan Bandung sudah memenuhi standar minimum. Dengan rata-rata
ketinggian bangunan yang masuk ke dalam kategori bangunan rendah membuat kepejalan bangunan cukup seimbang. Ketinggian dan luasan bangunan tidak
menimbulkan kepadatan dan mengganggu visual kawasan. Pengendalian agar kawasan teratur dan tidak terkesan padat memenuhi ketentuan Peraturan Daerah
Kota Malang. Tatanan bangunan dengan jumlah lantai lebih dari dua lantai bermanfaat untuk pencahayaan dan aliran angin pada Jalan Veteran serta Jalan
Bandung tersirkulasi dengan baik.

Jalan Veteran dan Jalan Bandung memiliki kemiringan lahan yang cukup seimbang. Berdasarkan analisis visual, bangunan yang terdapat pada Jalan
Veteran dan Jalan Bandung memiliki tekstur halus dan tekstur kasar, hal ini dapat dilihat berdasarkan selubung bangunan dan ornamen yang digunakan. Tekstur
kasar dapat dilihat dengan penggunaan fasad batu bata maupun batuan alam. Sedangkan penggunaan warna juga cukup bervariasi.

165
Kondisi koridor Jalan Veteran dan Jalan Bandung cukup baik namun memiliki beberapa kekurangan. Hal ini dapat ditinjau dari masih kurang
memadainya elemen pembentuk desain urban yang diterapkan pada Kawasan studi. Jalur pedestrian sudah memenuhi standar dan cukup memadai, namun
masih banyak yang dapat diperbaiki mulai dari kelayakan dan perawatan street furniture untuk menunjang aktivitas publik dan keamanan di kedua kawasan
studi.

Jalur pedestrian pada Jalan Veteran dan Jalan Bandung dengan luasan yang cukup, namun tidak banyak orang yang berlalu lalang. Hal ini dikarenakan
masih kurangnya bentuk pengaplikasian public space dan beberapa fasilitas penunjang yang dapat memberi ruang masyarakat untuk menikmati aktivitas di
ruang terbuka. Interaksi dan kedekatan antar individu yang terjadi pada area jalan meliputi jarak intim, personal, sosial, dan publik. Jalur pejalan kaki pada
Jalan Veteran dan Jalan Bandung memiliki ukuran yang cukup memadai, tapi tidak memungkinkan adanya interaksi sosial karena keterbatasan ruang yang
disediakan, sehingga hanya bisa dijadikan sebagai ruang gerak atau jalan.

Koridor Jalan Veteran dan Jalan Bandung memiliki signage yang cukup banyak dengan fungsi yang beragam. Jika dilihat dari elemen-elemen penyusun
signage, koridor Jalan Veteran dan Jalan Bandung sudah mengimplementasikannya dengan cukup baik, hanya saja terdapat beberapa elemen yang kurang
sesuai, seperti penggunaan warna yang kurang sesuai untuk menggambarkan fungsinya, serta lokasi signage yang kurang efektif untuk dijangkau oleh pengguna
koridor jalan. Sedangkan Kelengkapan street furniture di antara kedua jalan tersebut juga saling melengkapi satu sama lain dan masing-masing juga memiliki
kelebihan dan kekurangan dalam pengaplikasian serta pemeliharaan street furniture.

166
DAFTAR PUSTAKA

Adityan, N. (2008). Penerapan Signage di Dalam Mall (Pengamatan Public Signage di Antara Signage Lain di Dalam Mall). Jakarta: Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia, 5-26.

Basundawan, Purnawan. (2009). Dua Kota Tiga Zaman : Surabaya dan Malang. Yogyakarta : Penerbit Ombak.

Cendana News. (2015). Jalan Veteran Kota Malang Mulai Dipercantik. https://www.cendananews.com/2015/12/jalan-veteran-kota-malang-

mulai-dipercantik.html

Chandan, Shradha dan Ashwani Kumar. 2019. Review of Urban Conservation Practices in Historic Cities. International Journal on Emerging Technologies,
10(1): 74-84.

Christianna, A. (2012). Desain Signage sebagai Solusi Pencemaran Visual. Surabaya: Fakultas Seni dan Desain, Universitas Kristen Petra Surabaya, 3-10.

Fatimah, Z. (2012). Hubungan Persepsi Signage dengan Disiplin Kerja Karyawan di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero Area Malang. Tesis. Kota
Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 13-14.

Fethi, I., 1996. Conservation of Islamic World, 1996, Architectural and Urban Conservation P-25, Centre for Built Environment.

Fithri, A. C. (2014). Bahan Ajar: Perancangan Kota. Aceh: Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh.

Gmelch, G dan Walter Zenner. 2002. Urban Life: Readings in the Anthropology of the City. Illinois : Waveland Press Inc.

Handianoto dan Soehargo, Paulus H. (1996). Perkembangan Kota dan Arsiterktur Kolonial di Malang. Surabaya-Yogyakarta : Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat Univ. Kristen Petra dan Penerbit Andi.

Hermanto, A. (2005). Pelaksanaan Tugas Pokok dan Tugas-Tugas POLRI pada Pos Polisi. Studi Kasus di Polsek Metro Gambir-Polres Metro Jakarta Pusat-
Polda Metropolitan Jakarta Raya. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia.

167
Moerni, Y. S. (2016). Street Furniture dan Pengaruhnya terhadap Karakter Ruang di Kawasan Istana Maimun Medan.Tesis. Medan: Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara, 37-70.

Mulyandari, H. (2011). Pengantar Arsitektur Kota. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Mylajingga, N. & Lily M. (2019). Kajian Elemen Perancangan Hamid Shirvani pada Kawasan Satelit. Jurnal Arsitektur PURWARUPA, Vol. 3(2), 123-130.

Nopemberi, A. (2015). Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Signage (Studi Kasus Jalan Tjilik Riwut di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah).
TEKNIK: Jurnal Ilmiah Bidang Ilmu Kerekayasaan, Vol. 36(1), 39-44.

Pemerintah Daerah. (2008). Peraturan Walikota (PERWALI) Kota Malang Nomor 22 Tahun 2008 tentang Tata Cara Perijinan, Pemasangan dan Pencabutan
Ijin Reklame. Sekretariat Daerah. Kota Malang.

Pemerintah Daerah. (2012). Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2012 mengenai Bangunan Gedung. Kota Malang.

Pemerintah Indonesia. (2007). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan. Sekretariat Negara.
Jakarta

Rahmat, T. (2012). Public Art: Suatu Afirmasi terhadap Relasi Produksi. Diakses dari
https://www.kompasiana.com/taurahida/551a3925a33311bf20b6591a/public-art-suatu-afirmasi-terhadap-relasi-produksi pada 25 Maret 2022.

Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan
Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan. Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 13 Tahun 2014 tentang Rambu Lalu Lintas. Sekretariat Negara.
Jakarta.

Saifuddin, N. M. & Qomarun. (2019). Pengaruh Kondisi Jalur Pedestrian dan Street Furniture di Jalan Malioboro terhadap Kenyamanan Ruang Publik.
SINETIKA: Jurnal Arsitektur, Vol. 16(1), 7.

Sykes, R. (2000). Urban Regeneration 2000, California : SAGE Publications Ltd,

168
Wahyudin, A. (2011). Rambu Keselamatan (Safety Sign). Diakses dari https://abunajmu.wordpress.com/2011/08/06/rambu-keselamatan-safety-sign/ pada 25
Maret 2022.

Weaver, M. F. dan Frank G. Matero. (1993). Conserving Buildings: A Manual of Techniques and Materials. New Jersey : Wiley.

Widjaja, H. (2017). Kajian Elemen Lanskap Street Furniture di Lingkungan Bantaran Sungai Cisadane dan Jalur Neglasari di Kota Tangerang. Proceedings
of SNST ke-8, Semarang: 2017, Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang, 37-39.

Wijayanti, N. E. (2019). Kajian Tipologi Peletakan dan Desain Signage sebagai Kebutuhan Kota Pelajar dan Wisata (Studi Kasus: Kecamatan Gondokusuman
dan Jetis Kota Yogyakarta). Yogyakarta: Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Kristen Duta Wacana, 215-225.

169
LAMPIRAN-LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Tabel Organisasi Kerja

Substansi Laporan

M. Nur Fathier. S Nabila Az Zuhroh Nanda Dewi Anne Merrie Hana Anisah Annida Nisrina
Pertiwi Scully Zhafira Putri

PEMBAGIAN
TUGAS

Cover

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Gambar

Daftar Tabel

BAB I.
PENDAHULUAN

BAB II.
TINJAUAN
PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

170
Bangunan

2.2 Tata Guna


Lahan

2.3 Massa dan


Bentuk Bangunan

2.4 Ruang Terbuka


Publik Kota

2.5 Aktivitas Publik


(Public Life)

2.6 Penanda
(Signage)

2.7 Perabot
Jalan/Ruang Publik
(Street
Furniture/Public
Furniture)

2.8 Sistem
Sirkulasi, Parkir,
dan Linkage

2.9 Konservasi dan


Preservasi Kawasan

BAB III
KARAKTERISTIK
KAWASAN STUDI

3.1 Konsep Dasar


Kota

171
3.2 Tata Guna
Lahan

3.3 Massa dan


Bentuk Bangunan

3.4 Ruang Terbuka


Publik Kota

3.5 Aktivitas Publik


(Public Life)

3.6 Penanda
(Signage)

3.7 Perabot
Jalan/Ruang Publik
(Street
Furniture/Public
Furniture)

3.8 Sistem
Sirkulasi, Parkir,
dan Linkage

3.9 Konservasi dan


Preservasi Kawasan

BAB IV.
PENUTUP

Daftar Pustaka

Lampiran 1. Tabel
Organisasi Kerja

172
Lampiran 2.
Kliping
Pemberitaan
Kawasan Studi

173
LAMPIRAN 2. Kliping Pemberitaan Kawasan Studi

Sumber: surabaya.kompas.com/read/2022/03/11/163137778/pengendara-terjatuh-akibat-lubang-di-jalan-veteran-kota-malang-warga-sudah?page=all

Sumber: newmalangpos.id/macet-jalan-bandung-di-malang-masyarakat-diminta-tak-berhenti-sembarangan
174
175

Anda mungkin juga menyukai