Anda di halaman 1dari 97

PEMERINTAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN


BIDANG BINA MARGA
Alamat : JL. Trikora No.2 Bukit Loiteglas

PERENCANAAN TEKNIS
PEMBANGUNAN RUAS JALAN
BAKAJAYA BATUDUA

LAPORAN
PENDAHULUAN
Daftar Isi

Daftar Isi ii

Pengantar ii

BAB - 1 GAMBARAN UMUM 5


1.1. LATAR BELAKANG 5
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN 5
1.3. DATA KONTRAK 6
1.4. LINGKUP DAN TAHAPAN PEKERJAAN 6
1.5. GAMBARAN UMUM LOKASI PEKERJAAN 7
1.5.1. Kondisi Geografis 7
1.5.2. Keadaan Sosial Budaya 7
1.5.3. Kondisi Iklim 8
1.5.4. Kondisi Hidrologi 8
1.6. PETA LOKASI PEKERJAAN 8
1.7. SISTEMATIKA LAPORAN PENDAHULUAN 23

BAB - 2 METODOLOGI 24
2.1. UMUM 24
2.2. TAHAPAN PELAKSANAAN PEKERJAAN 25
2.3. PEKERJAAN PERSIAPAN 26
2.4. STUDI PENDAHULUAN 27
2.4.1. INVENTARISASI DATA DAN STUDI TERDAHULU 27
2.4.2. PENYUSUNAN RENCANA KERJA 27
2.4.3. PENYUSUNAN LAPORAN PENDAHULUAN 27
2.5. SURVAI DAN PENYELIDIKAN LAPANGAN 29
2.5.1. SURVAI PENDAHULUAN 29
2.5.2. SURVAI TOPOGRAFI 29
2.5.3. SURVEY HIDROLOGI 32
2.5.4. SURVEY GEOTEKNIK 33

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua ii


Laporan Pendahuluan DAFTAR ISI

2.6. ANALISIS DATA 34


2.6.1. PENGUKURAN DAN PEMETAAN TOPOGRAFI 34
2.6.2. PENYELIDIKAN TANAH DAN SUMBER MATERIAL 37
2.6.3. HIDROLOGI 38
2.6.4. ANALISA LALU-LINTAS 44
2.7. PERENCANAAN JALAN 49
2.7.1. PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 49
2.7.2. PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR 56
2.7.3. DESAIN PERKERASAN TAMBAHAN 63
2.7.4. PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU 67
2.8. DESAIN DRAINASE 88
2.8.1. INTENSITAS CURAH HUJAN 88
2.8.2. PERIODE ULANG DAN CLEARANCE 88
2.8.3. PERHITUNGAN DEBIT RENCANA 88
2.9. GAMBAR PERENCANAAN AKHIR 89
2.10. PERKIRAAN BIAYA KONSTRUKSI 91
2.11. DOKUMEN LELANG 91
2.12. LAPORAN – LAPORAN 91

BAB - 3 RENCANA KERJA 93


3.1. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERSONIL 93
3.2. STRUKTUR ORGANISASI TIM PERENCANA 94
3.3. PROGRAM KERJA 95
3.4. JADWAL RENCANA KERJA 95
3.5. JADWAL RENCANA PENUGASAN PERSONIL 97

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua iii


Pengantar

Laporan Pendahuluan ini disusun sebagai salah satu bentuk persyaratan teknis kontrak
pengadaan jasa konsultan perencana antara PT Haleyora Perencana Jaya Indonesia
dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, untuk Pekerjaan Perencanaan
Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua.

Laporan Pendahuluan ini dimaksudkan sebagai bahan informasi kepada pemilik


pekerjaan mengenai konsep dan metodologi teknis pelaksanaan pekerjaan, struktur
organisasi konsultan perencana serta rencana kerja yang akan dilaksanakan.

Laporan Pendahuluan ini secara garis besar berisi tentang uraian umum lingkup
pekerjaan jasa konsultan perencana, uraian metodologi pelaksanaan survai lapangan,
uraian metodologi desain dan analisa teknis perencanaan jalan raya, uraian jadwal
kegiatan, uraian jadwal mobilisasi personil serta data pendukung pelaksanaan pekerjaan.

Demikian laporan Pendahuluan ini disampaikan, semoga dapat bermanfaat sebagai


bahan pertimbangan dalam tahapan perencanaan selanjutnya.

Konsultan Perencana
PT Haleyora Perencana Jaya Indonesia

Ir. Aidin Djafar


Team leader

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua iv


BAB - 1
GAMBARAN UMUM

1.1. LATAR BELAKANG

Program Pembinaan Jaringan Jalan merupakan salah satu upaya Pemerintah Kabupaten
Halmahera Tengah dalam menunjang pencapaian sasaran Pembangunan Daerah.
Pembinaan Jaringan Jalan sangat terkait dengan pemerataan pembangunan beserta
hasil-hasilnya melalui Pengembangan Prasarana Jalan yang bertujuan untuk
meningkatkan kondisi jalan sesuai dengan laju pertumbuhan lalu lintas yang diakibatkan
oleh pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Halmahera Tengah.

Untuk mengantisipasi peningkatan arus lalu lintas dimasa yang akan datang, Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Bidang Bina Marga Kabupaten Halmahera Tengah
mengadakan jasa konsultansi perencanaan, untuk pekerjaan Perencanaan
Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari Jasa Konsultansi ini adalah untuk menghasilkan Rencana Teknik Akhir
(Detail Engineering Desain) ruas jalan tersebut diatas, yang efisien dan efektif, lengkap
dengan gambar dan dokumentasi lainnya yang diperlukan, sesuai dengan Standar dan
Kerangka Acuan Kerja yang telah ditetapkan.

Jasa Konsultansi ini secara umum bertujuan untuk menciptakan sarana infrastruktur
jalan yang memadai di dalam kecamatan patani, serta optimalisasi fungsionalitas ruas
jalan tersebut diatas sehingga dapat mendukung perkembangan kawasan di wilayah
tersebut.

Sementara Tujuan Khusus dari Jasa Konsultansi ini adalah tersedianya dokumen
perencanaan teknis untuk ruas jalan tersebut diatas, sehingga dapat digunakan sebagai
dasar dalam pelaksanaan pembangunan fisik untuk ruas jalan tersebut.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 5


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

1.3. DATA KONTRAK

1. Nama Pekerjaan : Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya


Batudua
2. Pemilik : Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
3. Konsultan : PT Haleyora Perencana Jaya Indonesia
4. Alamat Konsultan : Jl Lorong Rambutan No.247 Rt 002/Rw 003 Kel.
Makasar Barat Kec Ternate Tengah
5. Nomor Kontrak : PRC-06/SPP/APBDP-DAU/DPUPR-HG/IX/2018
6. Nilai Kontrak : Rp. 1.125.500.000
7. Lokasi Pekerjaan : Kecamatan Patani Utara dan Kecamatan Patani,
Kabupaten Halmahera Tengah
8. Ruas Jalan : Bakajaya - Batudua

1.4. LINGKUP DAN TAHAPAN PEKERJAAN

Lingkup Pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Konsultan Perencana sesuai dengan
Kerangka Acuan Kerja, secara garis besar dapat dibagi sebagai berikut :

1. Pekerjaan Lapangan
• Survey Pendahuluan
• Survey Topografi
• Survey Lalu Lintas
• Survey Hidrologi
• Penyelidikan Tanah

2. Analisa dan Perencanaan Teknis


• Analisa Lalu Lintas dan Kapasitas Jalan
• Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan
• Analisa Hidrologi
• Perencanaan Bangunan Pelengkap
• Penyusunan Gambar Teknis
• Penyusunan Laporan Teknis
• Perhitungan Perkiraan Kuantitas dan Biaya

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 6


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

• Penyusunan Dokumen Lelang

Jasa pelayanan teknik yang akan diberikan oleh Tim Konsultan, dibagi menjadi beberapa
tahapan sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja yang telah ditetapkan. Adapun tahapan-
tahapan pekerjaan yang akan dilaksanakan Konsultan meliputi :
1. Tahap Persiapan dan Mobilisasi.
2. Tahap Pengumpulan Data Sekunder
3. Tahap Survai Pendahuluan.
4. Tahap Survai Lapangan.
5. Tahap Analisa dan Perencanaan Teknik.
6. Tahap Penggambaran.
7. Tahap Perhitungan Kuantitas dan Perkiraan Biaya.
8. Tahap Penyusunan Dokumen Lelang.

1.5. GAMBARAN UMUM LOKASI PEKERJAAN

1.5.1. Kondisi Geografis

Secara geografis Kecamatan Patani terletak di antara: 0°18'59.88" –


0°18'59.88"N Lintang Selatan dan 127°52'20.57" – 127°52'31.37"E Bujur Timur.
Kabupaten Halmahera Tengah adalah salah satu kabupaten di Provinsi Maluku
Utara yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten lain Antara lain :
• Teluk Weda di sebelah Selatan.
• Pulau Gebe di sebelah Timur.
• Kecamatan Patani barat di sebelah barat.
• Kecamatan Maba Selatan (Halmahera Timur) di sebelah utara

Kecamatan Patani dan Kecamatan Patani Barat ini memiliki Posisi yang sangat
strategis karena berada di pusat kecamatan.

1.5.2. Keadaan Sosial Budaya

Sebagian besar penduduk adalah berasal dari suku weda, suku patani dan suku
papua yang mayoritas beragama Islam. Penduduk pada umumnya bertempat

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 7


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

tinggal di daerah pesisir dan sepanjang sungai utama. Penduduk lainnya adalah
suku Makasar dan Bugis yang berdagang di sebagian besar wilayah patani utara

1.5.3. Kondisi Iklim

Dari hasil pantauan, selama tahun Observasi Kecamatan patani karena terletak
dekat katulistiwa maka memiliki iklim tropis atau panas. Karena topografi kec
patani yang dikelilingi oleh gunung maka kecamatan patani beriklim dingin di
malam hari

1.5.4. Kondisi Hidrologi

Wilayah kecamatan patani dialiri oleh aliran Sungai yang kecil yang berada di

Sepanjang desa di kecamatan patani dan kecamatan patani utara. Keberadaan


Daerah Aliran Sungai di kecamatan patani dijadikan sebagai fungsi sanitasi
kecamatan Kota Weda.

1.6. PETA LOKASI PEKERJAAN

Berdasarkan Peta Jaringan Jalan di Kabupaten Halmahera Tengah, lokasi untuk ruas jalan
ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Jalan Protokol

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 8


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 9


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

2. Jalan Non Protokol

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 10


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 11


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 12


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 13


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 14


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 15


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 16


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 17


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 18


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 19


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 20


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 21


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 22


Laporan Pendahuluan GAMBARAN UMUM

Gambar 1.1 Peta Lokasi Pekerjaan

1.7. SISTEMATIKA LAPORAN PENDAHULUAN

Laporan Pendahuluan ini secara sistematis disusun dalam bab – bab sebagai berikut :

Bab I : Gambaran Umum


Menguraikan secara umum latar belakang pekerjaan, Maksud dan
Tujuan Pekerjaan, Lingkup Pekerjaan serta Lokasi Pekerjaan.

Bab II : Metodologi
Berisi Metodologi yang akan dilaksanakan oleh Tim Konsultan baik
dalam pekerjaan Survey Lapangan maupun Analisa dan Perencanaan
Teknis.

Bab III : Rencana Kerja


Berisikan susunan personil, tugas dan tanggung jawab personil,
jadwal mobilisasi personil serta rencana kerja tim Konsultan
Perencana.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 23


BAB - 2
METODOLOGI

2.1. UMUM

Untuk dapat melaksanakan suatu pekerjaan dengan hasil yang baik, maka sebelumnya
perlu dibuat suatu pendekatan teknis agar dapat dilaksanakan secara sistematis dan
praktis, sehingga tercapai sasaran efisiensi biaya, mutu dan waktu kerja.

Seperti telah dijelaskan didalam Kerangka Acuan Kerja (TOR), maka di dalam
pelaksanaan pekerjaan ini, Konsultan akan menggunakan standar – standar perencanaan
yang dapat dilihat pada tabel 2.1. Standar Perencanaan

No Dokumen Uraian

Standar Nasional Indonesia tentang Sistem


1. SNI 19-9001:2001
Manajemen Mutu

Pedoman Pengukuran Topografi untuk Pekerjaan


2. NSPM No. 010 / PW / 2004
Jalan dan Jembatan Buku 1 s/d Buku 4

Standar Nasional Indonesia tentang Pemeriksaan


3. SNI. 03-1743-1989 Daya Dukung Tanah Dasar Dengan Dynamic Cone
Penetrometer

4. MKJI 1997 Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

5. NSPM No. 038/TBM/1997 Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota

6. 02/M/BM/2013 Manual Desain Perkerasan Jalan

Pedoman Teknik Perencanaan Tebal Lapis Tambah


7. PD. T-05-2005-B
Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan

Standar Nasional Indonesia tentang Perencanaan


8. Pd T-14-2003
Jalan Beton Semen

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 24


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

No Dokumen Uraian

NSPM No.
9. Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan
008/T/BNKT/1990

Permen PU. No Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan


10.
19/PRT/M/2011 Teknis Jalan

11. NSPM No. 028/T/BM/1995 Panduan Analisa Harga Satuan

Kepmen PU No. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Tentang


12.
257/KPTS/2004 Dokumen Pelelangan Standar

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang


13. PP No. 34 Tahun 2006
Jalan

Tabel 2.1. Standar Perencanaan

2.2. TAHAPAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Dalam pelaksanaan pekerjaan ini, Konsultan merancang tahapan pelaksanaan pekerjaan


sebagai berikut :

1. Pekerjaan Persiapan

2. Studi Pendahuluan
• Penyusunan rencana kerja
• Penyusunan Rencana Mutu Kontrak
• Inventarisasi data & studi terdahulu

3. Survai Dan Penyelidikan Lapangan


• Survai pendahuluan
• Penyusunan Laporan Pendahuluan
• Survai topografi
• Survai inventarisasi jalan
• Survai hidrologi
• Penyelidikan tanah

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 25


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

4. Analisa Data
• Analisa data dan pemetaan topografi
• Analisa data tanah dan sumber material
• Analisa hidrologi
• Penyusunan laporan survey teknis

5. Perencanaan Teknis
• Geometrik Jalan
• Rencana Perkerasan Jalan
• Utilitas Umum & Drainase
• Perlengkapan Jalan
• Manajemen Lalu Lintas

6. Gambar Perencanaan Akhir


• Penyusunan gambar rencana
• Penyusunan Draft Laporan Akhir

7. Perkiraan Kuantitas dan Biaya


• Perhitungan volume pekerjaan fisik
• Penyusunan Laporan Rencana Anggaran Biaya

8. Dokumen Lelang dan Laporan Akhir


• Penyusunan spesifikasi teknis pekerjaan
• Penyusunan laporan dokumen Lelang
• Penyusunan Laporan Akhir

Bagan alir strategi pelaksanaan pekerjaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. Bagan Alir
Pelaksanaan Pekerjaan. Secara jelas uraian dari masing-masing tahapan kegiatan
tersebut diuraikan pada sub-bab berikut :

2.3. PEKERJAAN PERSIAPAN

Sebelum pelaksanaan suatu pekerjaan, maka perlu dilaksanakan pekerjaan persiapan,


baik mengenai kelengkapan administrasi, personil pelaksana, sarana transportasi,
peralatan, dan segala aspek dalam kaitan pelaksanaan pekerjaan. Konsultan akan

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 26


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

menyiapkan program kerja untuk dikoordinasikan dengan pihak pemberi tugas. Maksud
dari koordinasi ini adalah untuk menyamakan pandangan antara konsultan dengan pihak
pemberi sehingga pelaksanaan pekerjaan ini tidak mengalami hambatan.

2.4. STUDI PENDAHULUAN

2.4.1. INVENTARISASI DATA DAN STUDI TERDAHULU


Setelah tugas dari masing-masing tenaga ahli dipahami, maka konsultan akan
segera melaksanakan kegiatan pengumpulan data, informasi dan laporan yang
ada hubungan-nya dengan studi untuk mempelajari kondisi daerah proyek secara
keseluruhan guna mempersiapkan rencana tindak lanjut tahap berikutnya.
Konsultan akan mengunjungi kantor-kantor instansi pemerintah maupun swasta
yang sekiranya mengelola data yang diperlukan. Untuk kelancaran pekerjaan ini,
maka sangat diperlukan surat pengantar dari pihak Direksi Pekerjaan untuk
keperluan tersebut. Dari hasil studi meja akan disusun program kerja
Perencanaan Jalan tersebut diatas.

2.4.2. PENYUSUNAN RENCANA KERJA


Hasil penelaahan data akan dituangkan dalam rencana konsultan yang meliputi
rencana kegiatan survai dilapangan maupun kegiatan analisis dan evaluasi data.
Rencana kerja ini meliputi :
a. Struktur organisasi serta tenaga pelaksana penanganan pekerjaan
b. Rencana waktu penanganan pekerjaan
c. Rencana penugasan personil serta peralatan yang akan digunakan dalam
penanganan pekerjaan

2.4.3. PENYUSUNAN LAPORAN PENDAHULUAN


Hasil – hasil dari studi pendahuluan akan dituangkan dalam bentuk laporan
pendahuluan

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 27


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

START

PERSIAPAN
Perumusan Masalah
Metodologi

TIDAK

Sesuai dengan
KAK

YA
LAPORAN
PENDAHULUAN MASUKAN
PENGGUNA JASA

SURVAI PENDAHULUAN

SURVAI
PENYELIDIKAN SURVAI LALU
SURVAI TOPOGRAFI SURVAI HIDROLOGI INVENTARISASI
TANAH LINTAS
JALAN

DATA
GAMBAR ANALISA MEKANIKA ANALISA KAPASITAS
ANALISA HIDROLOGI INVENTARISASI
TOPOGRAFI TANAH JALAN
JALAN

LAPORAN- LAPORAN
SURVAI

PRADESAIN
Layout Plan
Tipikal Potongan Melintang

MASUKAN
PENGGUNA JASA

DESAIN
Desain Geometrik & Perkerasan Jalan
Desain Bangunan Pelengkap
Gambar Rencana

LAPORAN DESAIN
MASUKAN
PENGGUNA JASA

RENCANA ANGGARAN BIAYA


Perkiraan Kuantitas
Perkiraan Biaya Pekerjaan

LAPORAN RAB
MASUKAN
PENGGUNA JASA

DOKUMEN TENDER
Spesifikasi Teknis
Gambar Rencana
Dokumen Lelang
LAPORAN AKHIR DAN
DOKUMEN TENDER

STOP

Gambar 2.1. Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 28


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

2.5. SURVAI DAN PENYELIDIKAN LAPANGAN

2.5.1. SURVAI PENDAHULUAN


Survai Pendahuluan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Menyiapkan peta dasar yang berupa Peta Topografi skala 1:100.000 /
1:50.000 dan peta-peta pendukung lainnya (Peta Geologi, Tata Guna tanah
dll).
b. Mempelajari lokasi pekerjaan dan pencapaiaan, serta titik awal dan titik akhir
pekerjaan.
c. Mempelajari kondisi eksisting ruas jalan secara umum seperti jenis
perkerasan, kondisi terrain, kondisi lalu lintas dan tata guna lahan sekitarnya.
d. Inventarisasi stasiun-stasiun pengamatan curah hujan pada lokasi pekerjaan
melalui stasiun-stasiun pengamatan yang telah ada ataupun pada Jawatan
Meteorologi setempat.
e. Membuat foto dokumentasi lapangan per 1 km, serta pada lokasi-lokasi yang
penting.
f. Mengumpulkan data, berupa informasi mengenai harga satuan bahan dan
biaya hidup sehari-hari.
g. Mengumpulkan informasi umum lokasi sumber material (quarry) yang
diperlukan untuk pekerjaan konstruksi.
h. Membuat laporan lengkap perihal pada butir a s/d h dan memberikan saran-
saran yang diperlukan untuk pekerjaan survai teknis selanjutnya.

Hasil dari survai pendahuluan dan pengumpulan data-data yang menunjang


dalam pelaksanaan pekerjaan ini akan dituangkan dalam bentuk laporan Survai
Pendahuluan.

2.5.2. SURVAI TOPOGRAFI

LINGKUP PEKERJAAN
Lingkup Pekerjaan Pengukuran Topografi untuk perencanaan jalan terdiri dari
beberapa bagian pekerjaan yaitu :
a. Persiapan
b. Pemasangan Patok, Bench mark (BM) dan Control Point (CP).

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 29


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

c. Pekerjaan perintisan untuk pengukuran


d. Pekerjaan pengukuran yang terdiri dari :
• Pengukuran titik kontrol horizontal (Polygon) dan vertikal (Waterpass)
• Pengukuran situasi/detail
• Pengukuran penampang memanjang dan melintang
• Pengukuran-pengukuran khusus

PENGUKURAN TITIK KONTROL HORIZONTAL


Metodologi Pengukuran Titik Kontrol Horizontal dilaksanakan sebagai berikut :
• Pengukuran titik kontrol dilakukan dalam bentuk poligon
• Sisi poligon atau jarak antar titik poligon maksimal 100m, diukur dengan
pegas ukur (meteran) atau alat ukur jarak elektronis
• Patok-patok untuk titik-titik poligon adalah patok kayu, sedang patok-patok
untuk titik ikat adalah patok dari beton
• Sudut-sudut poligon diukur dengan alat ukur Theodolith dengan ketelitian
dalam secon (yang mudah/umum dipakai adalah Theodolith jenis T2 Wild Zeis
atau yang setingkatan)
• Ketelitian untuk poligon adalah sebagai berikut :
• Kesalahan sudut yang diperbolehkan adalah 10” akar jumlah titik poligon
• Kesalahan azimuth pengontrol tidak lebih dari 5”
• Pengamatan matahari dilakukan pada titik awal proyek pada setiap jarak 5
Km (kurang lebih 60 titik poligon) serta pada titik akhir pengukuran.
• Setiap pengamatan matahari dilakukan dalam 4 seri rangkap (4 biasa dan 4
luar biasa)

PENGUKURAN TITIK KONTROL VERTIKAL


Metodologi Pengukuran Titik Kontrol Vertikal dilaksanakan sebagai berikut :
• Jenis alat yang dipergunakan untuk pengukuran ketinggian adalah Waterpass
Orde II
• Untuk pengukuran ketinggian dilakukan dengan double stand dilakukan 2 kali
berdiri alat

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 30


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

• Batas ketelitian tidak boleh lebih besar dari 10 akar D mm. Dimana D adalah
panjang pengukuran (Km) dalam 1 (satu) hari
• Rambu ukur yang dipakai harus dalam keadaan baik dalam arti pembagian
skala jelas dan sama
• Setiap pengukuran dilakukan pembacaan rangkap 3 (tiga) benang dalam
satuan milimeter
• Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT) dan Benang Bawah (BB), Kontol
pembacaan : 2BT = BA + BB
• Referensi levelling menggunakan referensi lokal

PENGUKURAN SITUASI
Metodologi Pengukuran Situasi dilaksanakan sebagai berikut :
• Pengukuran situasi dilakukan dengan sistem tachymetri
• Ketelitian alat yang dipakai adalah 30” (sejenis dengan Theodolith T0)
• Pengukuran situasi daerah sepanjang rencana jalan harus mencakup semua
keterangan-keterangan yang ada didaerah sepanjang rencana jalan tersebut
• Untuk tempat-tempat jembatan atau perpotongan dengan jalan lain
pengukuran harus diperluas (lihat pengukuran khusus)
• Tempat-tempat sumber mineral jalan yang terdapat disekitar jalur jalan perlu
diberi tanda diatas peta dan difoto (jenis dan lokasi material)

PENGUKURAN PENAMPANG MEMANJANG DAN MELINTANG


Pengukuran penampang memanjang dan melintang dimaksudkan untuk
menentukan volume penggalian dan penimbunan. Metodologi pengukuran
dilaksanakan sebagai berikut :
1. Pengukuran Penampang Memanjang
• Pengukuran penampang memanjang dilakukan sepanjang sumbu rencana
jalan
• Peralatan yang dipakai untuk pengukuran penampang sama dengan yang
dipakai untuk pengukuran titik kontrol vertikal

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 31


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

2. Pengukuran Penampang Melintang


• Pengukuran penampang melintang pada daerah yang datar dan landai
dibuat setiap 50 m dan pada daerah-daerah tikungan/ pegunungan setiap
25 m
• Lebar pengukuran penampang melintang 100 m ke kiri-kanan as jalan
• Khusus untuk perpotongan dengan sungai dilakukan dengan ketentuan
khusus (lihat pengukuran khusus)
• Peralatan yang dipergunakan untuk pengukuran penampang melintang
sama dengan yang dipakai pengukuran situasi

PEMASANGAN PATOK
Untuk Pemasangan Patok Pengukuran dilapangan dilaksanakan sebagai berikut :
• Patok-patok dibuat dengan ukuran 10 x 10 x 75 cm dan harus dipasang setiap
1 Km dan pada perpotongan rencana jalan dengan sungai (2 buah seberang
menyeberang). Patok beton tersebut ditanam kedalam tanah dengan
kedalaman 15 cm
• Baik patok-patok beton maupun patok-patok poligon diberi tanda BM dan
nomor urut.
• Untuk memudahkan pencarian patok pada pohon-pohon disekitar patok
diberi cat atau pita atau tanda-tanda tertentu.
• Baik patok poligon maupun patok profil diberi tanda cat kuning dengan
tulisan hitam yang diletakkan disebelah kiri kearah jalannya pengukuran.
• Khusus untuk profil memanjang titik-titiknya yang terletak disumbu jalan
diberi paku dengan dilingkari cat kuning sebagai tanda.

2.5.3. SURVEY HIDROLOGI

LINGKUP PEKERJAAN
Lingkup Pekerjaan Survey Hidrologi untuk perencanaan jalan terdiri dari
beberapa bagian pekerjaan yaitu :
• Menyiapkan peta topografi dengan skala 1:250.000 serta peta situasi dengan
skala 1:1000

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 32


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

• Mencari sumber data iklim yang valid, yaitu dari Badan Meteorologi dan
Geofisika (BMG).
• Memilah dan memilih data iklim terutama data curah hujan, yang
berkesesuaian dengan lokasi proyek.
• Melakukan survey lapangan dan merekam hasilnya dalam catatan
menyangkut saluran samping, gorong-gorong dan jembatan.
• Saluran samping dicatat kondisi eksistingnya dan kondisi pengembangan
sesuai kebutuhan yang diakibatkan perubahan guna lahan
• Gorong-gorong dicatat kondisi eksistingnya menyangkut diameter, kondisi
fungsi, kondisi terakhir aliran air.
• Jembatan eksisting dicatat kondisi dimensi lebar bentang dan kondisi terkhir
struktur atas dan strukstur bawah, dilihat kebutuhan penanganan
pemeliharaan dan peningkatan jika perlu.
• Data iklim dan curah hujan digunakan sebagai input dalam perhitungan debit
banjir rencana untuk menentukan ukuran dimensi saluran, gorong-gorong
dan aspek struktur serta jagaan jembatan, yang akan dilaporkan dalam buku
Perhitungan Disain.

2.5.4. SURVEY GEOTEKNIK

LINGKUP PEKERJAAN
Lingkup Pekerjaan Survey Geoteknik untuk perencanaan jalan meliputi :
• Pengambilan contah tanah dan Test Pit.
• Pemeriksaan lokasi sumber material
• Penyelidikan tanah dengan tes DCP

METODOLOGI
1. Penyelidikan Test Pit
Penyelidikan Test Pit dilakukan pada setiap jenis satuan tanah atau setiap 1
Km yang berbeda dengan kedalaman 1-2 meter. Pada setiap lokasi Test Pit
dilakukan pengamatan deskripsi struktur dan jenis tanah, juga dilakukan
pengambilan sampel tanah baik contoh tanah terganggu maupun tidak
terganggu yang akan diselidiki di Laboratorium.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 33


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

2. Pemeriksaan Lokasi Sumber Material


Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui informasi mengenai bahan-
bahan perkerasan yang dapat dipakai untuk pelaksanaan pekerjaan
3. Pemeriksaan dengan Tes DCP
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan nilai CBR lapisan tanah
dasar yang dilakukan pada bagian ruas jalan yang belum diaspal atau telah
mengalami kerusakan parah. Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
• Pemeriksaan dilakukan dalam interval 200 m
• Pemeriksaan dilakukan pada sumbu jalan dan permukaan tanah lapisan
dasar
• Pemeriksaan dilakukan hingga kedalaman 90 cm dari permukaan lapisan
tanah dasar kecuali bila dijumpai lapisan tanah yang sangat keras.
• Selama pemeriksaan dicatat kondisi khusus, seperti cuaca, drainase,
timbunan, waktu dan sebagainya
• Semua data yang diperoleh dicatat dalam formulir pemeriksaan DCP Test.

2.6. ANALISIS DATA

2.6.1. PENGUKURAN DAN PEMETAAN TOPOGRAFI


Analisis data lapangan (perhitungan sementara) akan segera dilakukan selama
Team Survai masih berada di lapangan, sehingga apabila terjadi kesalahan dapat
segera dilakukan pengukuran ulang. Setelah data hasil perhitungan sementara
memenuhi persyaratan toleransi yang ditetapkan dalam Spesifikasi teknis
selanjutnya akan dilakukan perhitungan data defenitif kerangka dasar pemetaan
dengan menggunakan metode perataan kuadrat terkecil.
1. Perhitungan Poligon
Kriteria toleransi pengukuran poligon kontrol horizontal yang ditetapkan
dalam spesifikasi teknis adalah koreksi sudut antara dua kontrol azimuth =
20". Koreksi setiap titik poligon maksimum 10" atau salah penutup sudut
maksimum 30"  n dimana n adalah jumlah titik poligon pada setiap kring.
Salah penutup koordinat maksimum 1 : 2.000. Berdasarkan kriteria toleransi

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 34


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

diatas, proses analisis perhitungan sementara poligon akan dilakukan


menggunakan metode Bowdith dengan prosedur sebagai berikut:
Salah penutup sudut:
n
fs = 
i=1
s1 - (n + 2) x 180 0 < 30" n

n
fs = 
i=1
s1 - (n + 2) x 180 0 < 30" n

Salah penutup koordinat:

n
fd = 
i=1
d1 - < - 1 : 2000

Dalam hal ini:


n n
fd = 
i=1
(d 1 . sin i ) 2 + 
i=1
(d 1 . Cos i ) 2

= + S i − 180 0

dimana : S : sudut ukuran poligon


d : jarak ukuran poligon
i : nomor titik poligon ( i = 1,2,3, ..... n )

Proses perhitungan data definitif hasil pengukuran poligon kerangka kontrol


horizontal akan dilakukan dengan metode perataan kuadrat terkecil
parameter. Prinsip dasar perataan cara parameter adalah setiap data ukur
poligon (sudut dan jarak) disusun sebagai fungsi dari parameter koordinat
yang akan dicari. Formula perataan poligon cara parameter dalam bentuk
matriks adala sebagai berikut :
V = AX-L

X = [ AT .P.A ]-1 . [ AT .P.L ]

X = X° + X

Dimana : V : matrik koreksi pengukuran


A : matrik koefisien pengukuran
X : matrik koreksi parameter

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 35


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

L : matrik residu persamaan pengukuran


X° : matrik harga pendekatan parameter koordinat
X : matrik harga koordinat defeinitif
P : matrik harga bobot pengukuran
2. Perhitungan Waterpass
Kriteria teknis pengukuran waterpass yang ditetapkan dalam spesifikasi teknis
yakni tiap seksi yang diukur pulang-pergi mempunyai ketelitian 10 mm  D (D
= panjang seksi dalam km). Berdasarkan kriteria tersrbut dapat
diformulasikan cara analisis data ukur waterpass pada setiap kring sebagai
berikut :
n
fh = h i < 10 mm D
i =1

dimana : fh : salah penutup beda tinggi tiap kring waterpass


n : beda tinggi ukuran
i : nomor slag pengukuran waterpass ( i = 1,2,3....n )
Setelah dianalisis keseluruhan data waterpass kerangka kontrol vertikal
memenuhi persyaratan toleransi akan dilakukan proses perhitungan definitif
dengan menggunakan metode kuadrat terkecil seperti pada poligon.
3. Perhitungan Azimuth Matahari
Formula perhitungan Azimuth arah dengan metode pengamatan tinggi
matahari adalah sebagai berikut :

sin  − sinh* sin 


sin A =
cosh* cos 

 = AS

dimana: A : azimut matahari


 : azimut ke target
S : sudut horizontal antara matahari dan target
 : deklinasi
h : tinggi matahari
 : lintang tempat pengamatan.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 36


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Apabila hasil perhitungan data pengamatan matahari tersebut tidak


memenuhi kriteria ketelitian 5" yang ditetapkan dalam spesifikasi teknis,
maka akan dilakukan pengamatan ulang.

Perhitungan dan Penggambaran topografi secara garis besar mengikuti kaidah-


kaidahnya antara lain :
1. Perhitungan koordinat poligon utama didasarkan pada titik-titik ikat yang
dipergunakan.
2. Penggambaran titik-titik poligon akan didasarkan pada hasil perhitungan
koordinat. Penggambaran titik-titik poligon tersebut tidak boleh secara grafis.
3. Gambar ukur yang berupa gambar situasi akan digambar pada kertas
milimeter dengan skala 1: 1.000 dan interval kontur 1 m.
4. Ketinggian titik detail akan tercantum dalam gambar ukur begitu pula semua
keterangan-keterangan yang penting.
5. Titik ikat atau titik mati serta titik-titik baru akan dimasukkan dalam gambar
dengan diberi tanda khusus. Ketinggian titik tersebut perlu juga dicantumkan.

2.6.2. PENYELIDIKAN TANAH DAN SUMBER MATERIAL


Analisis dan evaluasi data yang diperoleh dari penyelidikan tanah dan sumber
material akan dilakukan analisis laboratorium.
Analisis Laboratorium Mekanika Tanah dipakai untuk mengetahui sifat-sifat
teknis tanah, khususnya tanah lunak. Evaluasi hasil penyelidikan lapangan dan
analisis laboratorium selanjutnya digunakan untuk mengetahui penyebaran
dan sifat-sifat teknis tanah. Berdasarkan hal tersebut dapat ditentukan
parameter desain untuk perhitungan daya dukung pondasi dan kestabilan
tanggul saluran maupun tanggul banjir. Semua penyelidikan di laboratorium
dilakukan menurut prosedur ASTM dengan beberapa modifikasi yang
disesuaikan dengan keadaan di lapangan.

CONTOH TANAH TERGANGGU (DISTURBED SAMPLE)


Penyelidikan terhadap contoh tanah terganggu yang diambil dari lubang uji
meliputi:

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 37


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

1. Berat Jenis Tanah


2. Atterberg Limits (Consistency)
3. Gradasi Butiran.
4. Percobaan pemadatan (Compaction test)
5. Uji konsolidasi (Consolidation test)
6. Uji gaya geser langsung ( Direct shear test ).
7. Uji CBR Laboratorium

2.6.3. HIDROLOGI
Tahapan analisis data hidrologi secara garis besar dapat dikelompokkan dalam
beberapa golongan meliputi :

ANALISIS DATA CURAH HUJAN


Analisis data curah hujan dimaksudkan untuk memperoleh debit banjir
rancangan dan debit andalan. Data curah hujan yang mewakili adalah data-data
dari stasiun terdekat dengan lokasi. Analisis dilakukan pada data curah hujan 1
harian, 2 harian, 3 harian, setengah bulanan dan bulanan selama tahun
pencatatan pada masing-masing stasiun curah hujan sesuai dengan kriteria
perencanaan yang dibutuhkan.
Urutan pengolahan data curah hujan dapat dilihat berikut ini :

1. Mengisi Data Hujan yang Kosong


Pemilihan metode berdasarkan karakteristik data yang tersedia. Berikut ini
disajikan 2 (dua) metode yang dapat dipakai untuk pengisian data hujan yang
kosong.
a) Metode Ratio Normal
Metode Ratio Normal dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
r = 1/3 {R/RA . rA + R/RB . rB + R/RC . rC}

dimana : R : Curah hujan rata-rata setahun di tempat


pengamatan R yang datanya akan dilengkapi
rA, rB, rC : Curah hujan di tempat pengamatan RA, RB, RC
RA, RB, RC : Curah hujan rata-rata setahun pada stasiun A,
stasiun B, stasiun C

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 38


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

b) Metode Inversed Square Distance


Untuk mengisi data curah hujan yang hilang dapat dilakukan dengan
memperbandingkan terhadap data curah hujan yang dicatat pada stasiun
curah hujan terdekat. Pengisian data dengan metode ini dihitung dengan
telah memperban-dingkan jarak antara stasiun curah hujan yang diisi
terhadap stasiun curah hujan yang berdekatan. Data hujan dipilih dari
stasiun-stasiun yang mewakili areal dominan sehingga data yang
dihasilkan dapat digunakan untuk kebutuhan perencanaan.

2. Pengujian Data Curah Hujan


Data hasil perbaikan tersebut, tidak dapat langsung dipakai untuk kebutuhan
perencanaan. Data tersebut perlu dilakukan pengujian dalam kelangsungan
pencatatannya. Parameter yang biasa digunakan untuk menganalisis adalah
reabilitas data dan konsistensi data. Di dalam suatu deret data pengamatan
hujan bisa terdapat non homogenitas dan ketidaksesuaian (inconsistensy)
yang dapat menyebabkan penyimpangan pada hasil perhitungan. Non
homogenitas bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti: perubahan
mendadak pada sistem hidrologis, misalnya karena adanya pembangunan
gedung-gedung atau tumbuhnya pohon-pohonan, gempa bumi dan lain-lain,
pemindahan alat ukur, perubahan cara pengukuran (misalnya berhubung
dengan adanya alat baru atau metode baru) dan lain-lain. Konsistensi data
curah hujan dari suatu tempat pengamatan dapat diselidiki dengan Teknik
Garis Massa Ganda (Double Mass Curve Technique). Caranya dengan
membuat kurve hubungan antara kumulatif hujan tahunan masing-masing
stasiun dengan kumulatif hujan tahunan rata-rata. Data yang menunjukkan
hubungan garis lurus dan tidak terjadi penyimpangan menunjukkan curah
hujan konsisten dan tidak perlu dikoreksi.

3. Distribusi Curah Hujan Pada DAS


Untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi hujan di seluruh Daerah
Aliran Sungai, maka dipilih beberapa stasiun yang tersebar di seluruh DAS.
Stasiun terpilih adalah stasiun yang berada dalam cakupan areal DAS dan
memiliki data pengukuran iklim secara lengkap. Metode yang dapat dipakai

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 39


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

untuk menentukan curah hujan rata-rata adalah metode Thiessen dan


Arithmetik. Untuk keperluan pengolahan data curah hujan menjadi data debit
diperlukan data Curah Hujan Bulanan, sedangkan untuk mendapatkan Debit
Banjir Rancangan diperlukan analisis data dari curah hujan Harian Maksimum.
a) Metode Thiessen
Pada metode Thiessen dianggap bahwa data curah hujan dari suatu
tempat pengamatan dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar
tempat itu. Metode perhitungan dengan membuat poligon yang
memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun
hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu
wilayah poligon tertutup An. Perbandingan luas poligon untuk setiap
stasiun yang besarnya An/A.
b) Metode Arithmetik
Pada metode aritmetik dianggap bahwa data curah hujan dari suatu
tempat pengamatan dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar
tempat itu dengan merata-rata langsung stasiun penakar hujan yang
digunakan.
c) Metode Ishoyet
Menggunakan peta Ishoyet, yaitu peta dengan garis-garis yang
menghubungkan tempat-tempat dengan curah hujan yang mana. Besar
curah hujan hujan rata-rata bagi daerah seluruhnya didapat dengan
mengalikan CH rata-rata diantara kontur-kontur dengan luas darah antara
kedua kontur, dijumlahkan dan kemudian dibagi luas seluruh daerah. CH
rata-rata di antara kontur biasanya diambil setengah harga dari kontur.

ANALISIS FREKUENSI DATA DEBIT


Analisis data curah hujan dapat dilakukan pada data curah hujan ataupun data
debit sesuai dengan kebutuhan perencanaan. Metode yang dapat dipakai untuk
analisis frekuensi dapat dilihat berikut ini :
1. Metode Gumbell
2. Metode Log Pearson Type III

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 40


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Masing-masing metode memiliki syarat keandalan dan ketepatan pemakaiannya.


Pemilihan metode berdasarkan karakteristik data yang ada, yang diperlihatkan
dengan besaran statistik cv (koefisien variasi, ck (Koefisien kurtosis) dan cs
(koefisien asimetri). Di bawah ini diuraikan dua buah rumus yang sering dipakai
dalam perhitungan yaitu metode E.J. Gumbell dan Log Pearson III dengan rumus
sebagai berikut :

1. Distribusi Gumbel
Sifat sebaran dari distribusi ini adalah :
a) Cs 1,4
b) Ck 5,4
Apabila koefisien asimetri (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck) dari data hujan
mendekati nilai tersebut, maka sebaran Gumbel dapat digunakan.

Rumus : Xtr = Xt ± K.Sx

Dimana : Xtr : Besarnya Curah hujan untuk periode ulang Tr


tahun
Xt : Curah hujan rata-rata selama tahun
pengamatan
Sx : Standard deviasi
K : Faktor frekuensi Gumbell
Ytr : -ln (-ln(1-1/tr))
Sn dan Yn adalah fungsi dari banyaknya sample.

2. Metode Log Pearson Type III


Sifat dari distribusi ini adalah :
a) Cs = O
b) Ck = 4 - 6
Apabila koefisien asimetri (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck) dari data hujan
mendekati nilai tersebut, maka sebaran log Pearson type III dapat digunakan.
Distribusi frekuensi Log Pearson Type III dihitung dengan menggunakan
rumus :

Log Q = log X + G.s1

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 41


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Dimana: log X : logaritma rata-rata sample.


s1 : standar deviasi
G : koefisien yang besarnya tergantung dari koefisien
kepencengan (Cs).
Dengan semakin berkembangnya pemakaian software maka selain dengan
cara perhitungan manual seperti di atas saat ini telah dikembangkan program
Flow Freq untuk kepentingan analisis frekuensi. Input data berupa data curah
hujan atau data debit sepanjang tahun pengamatan yang tersedia dan output
berupa grafik analisis frekuensi dengan metode-metode seperti yang telah
disebutkan di muka. Metode terpilih berdasarkan simpangan terkecil yang
dihasilkan oleh salah satu metode tersebut. Selanjutnya besarnya debit atau
curah hujan rancangan yang dikehendaki dapat ditarik dari garis yang
terbentuk dalam grafik hubungan probabilitas, kala ulang dan debit/curah
hujan tersebut.

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN


Analisis debit banjir rancangan dimaksudkan untuk mengetahui besar banjir
rancangan dan hidrograf banjir rancangan yang akan digunakan sebagai dasar
perencanaan tinggi jembatan dari muka air banjir di sungai. Perhitungan debit
banjir rancangan dapat dilakukan dengan analisa frekuensi dari data-data debit
banjir maksimum tahunan yang terjadi, dalam hal ini data yang tersedia
sebaiknya tidak kurang dari 10 tahun terakhir berturut-turut. Jika data debit
banjir maksimum tahunan yang terjadi selama 10 tahun terakhir berturut-turut
tidak tersedia, maka debit banjir rancangan dapat diperkirakan dari data-data
curah hujan harian maksimum tahunan yang terjadi di stasiun-stasiun yang ada di
daerah pengaliran sungai. Metode ini dikenal dengan “analisa curah hujan -
limpasan” dengan mempergunakan rumus-rumus empiris dan hidrograf satuan
sintetis. Data-data yang diperlukan untuk menghitung debit banjir rancangan
adalah data curah hujan rancangan dan data karakteristik DPS (Daerah Pengaliran
Sungai). Dalam perencanaan ini metode-metode yang dapat dipergunakan yaitu
antara lain:
1. Metode Rasional oleh Haspers

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 42


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

2. Metode Rasional oleh Weduwen


Penggunaan berbagai metode ini disesuaikan dengan ketersediaan data curah
hujan, iklim, jenis tanah, karakteristik daerah, luas daerah dan sebagainya.

1. Metode Rasional oleh Haspers


Metode perkiraan debit banjir secara empiris seperti Haspers, Weduwen
mempunyai rumus dasar sebagai berikut:

Q = ..q.A
dimana :
Q : debit maksimum (m3/det)
 : koefisien pengaliran
 : koefisien reduksi
q : curah hujan maksimum (m3/det/km2)
A : luas daerah pengaliran (km2)
1 + 0,012. A 0 , 7
 :
1 + 0,075. A 0 , 7

. −0 , 4.t A 3/ 4
1/ : 1 + t + 3,2710 .
t + 15 12
t : 0,1 . L0,8 . (H/L)-0,3 jam
Jika t < 2 jam,
t. R24 − max
R :
t + 1 − 0,0008.(260 − R24 − max ).(2 − t ) 2

Jika 2 jam < t < 19 jam,


t. R24 − max
R =
t +1
Jika 19 jam < t < 30 hari,
R = 0,707 . R24-max .  ( t + 1 )
q = R / ( 3,6 . t ) (m3/det/km2)
Q = ..q.A (m3/det)

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 43


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

2. Metode Rasional oleh Weduwen


Metode ini sesuai untuk sungai dengan luas daerah pengaliran kurang dari
100 km2. Persamaannya adalah:

Q = C..R.A
dimana :
Q : debit banjir rancangan (m3/det)
f +1
120 + .A
 = t+9
120 + A
t : waktu konsentrasi
0,476. A 0,375
t =
2Q 0,125 . S 0,25

1 − 4 ,1
C =
.R + 7
S : kemiringan sungai rata-rata
A : luas daerah pengaliran (km2)

2.6.4. ANALISA LALU-LINTAS

Analisa Volume Lalu Lintas


Analisis volume lalu lintas didasarkan pada survey faktual. Untuk keperluan
desain, volume lalu lintas dapat diperoleh dari :

1. Survey lalu lintas aktual, dengan durasi minimal 7 x 24 jam. Pelaksanaan


survey agar mengacu pada Pedoman Survei Pencacahan Lalu Lintas
dengan Cara Manual Pd T-19-2004-B atau dapat menggunakan peralatan
dengan pendekatan yang sama.
2. Hasil – hasil survey lalu lintas sebelumnya.
3. Untuk jalan dengan lalu lintas rendah dapat menggunakan nilai perkiraan dari
Tabel 2.5.

Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas


Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data – data pertumbuhan
historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid, bila
tidak ada maka pada Tabel 2.2 digunakan sebagai nilai minimum.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 44


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

2011 – 2020 > 2021 – 2030

Arteri dan Perkotaan (%) 5 4

Kolektor Rural (%) 3,5 2,5

Jalan Desa (%) 1 1

Tabel 2.2. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas Minimum Desain

Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung


sebagai berikut:
(1+0.01𝑖)𝑈𝑅 −1
R=
0.01𝑖

Dimana
R = faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
i = tingkat pertumbuhan tahunan (%)
UR = umur rencana (tahun)

Pengaruh Alihan Lalu Lintas (Traffic Diversion)


Untuk analisis lalu lintas pada ruas jalan yang didesain harus diperhatikan faktor
alihan lalu lintas yang didasarkan pada analisis secara jaringan dengan
memperhitungkan proyeksi peningkatan kapasitas ruas jalan yang ada atau
pembangunan ruas jalan baru dalam jaringan tersebut, dan pengaruhnya
terhadap volume lalu lintas dan beban terhadap ruas jalan yang didesain.

Faktor Distribusi Lajur dan Kapasitas Lajur


Faktor distribusi lajur untuk kendaraan niaga (truk dan bus) ditetapkan dalam
Tabel 4.2. Kapasitas pada lajur desain tidak boleh melampaui kapasitas lajur
selama umur rencana. Kapasitas lajur mengacu kepada Permen PU
No.19/PRT/M/2011 mengenai Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan
Teknis Jalan berkaitan Rasio Volume Kapasitas (RVK) yang harus dipenuhi.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 45


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Jumlah Lajur Kendaraan niaga pada lajur desain


setiap arah (% terhadap populasi kendaraan niaga)
1 100

2 80

3 60

4 50

Tabel 2.3. Faktor Distribusi Lajur

Perkiraan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor)


Perhitungan beban lalu lintas yang akurat sangatlah penting. Beban lalu lintas
tersebut diperoleh dari :

1. Studi jembatan timbang/timbangan statis lainnya khusus untuk ruas jalan


yang didesain;
2. Studi jembatan timbang yang telah pernah dilakukan sebelumnya dan
dianggap cukup representatif untuk ruas jalan yang didesain;
3. Tabel 2.5.
4. Data WIM Regional yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Teknik.
Jika survey beban lalu lintas menggunakan sistem timbangan portabel, sistem
harus mempunyai kapasitas beban satu roda gamda minimum 18 ton atau
kapasitas beban satu sumbu minimum 35 ton. Data yang diperoleh dari sistem
Weigh in Motion hanya bisa digunakan bila alat timbang tersebut telah
dikalibrasi secara menyeluruh terhadap data jembatan timbang.

Beban Sumbu Standar


Beban sumbu 100 kN diijinkan di beberapa ruas yaitu untuk ruas jalan Kelas I.
Namun demikian nilai CESA selalu ditentukan berdasarkan beban sumbu
standar 80 kN.

Beban Sumbu Standar Kumulatif


Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load
(CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur
desainselama umur rencana, yang ditentukan sebagai :

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 46


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

ESA = (Σjenis kendaraan LHRT x VDF x Faktor Distribusi)


CESA = ESA x 365 x R
Dimana
ESA : lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent standard axle) untuk 1
(satu) hari
LHRT : lintas harian rata – rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu
CESA : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana
R : faktor pengali pertumbuhan lalu lintas

Perkiraan Lalu Lintas untuk Jalan dengan Lalu Lintas Rendah

Untuk jalan dengan lalu lintas rendah, jika data lalu lintas tidak tersedia atau
diperkirakan terlalu rendah untuk mendapatkan desain yang aman, maka nilai
perkiraan dalam Tabel 2.4. dapat digunakan
Kend Pertum Lalin
Umur Faktor Kelompok
LHRT berat buhan ESA desain
Deskripsi Renc Pertumb Sumbu/ Kumulatif
dua (% dari Lalu /HVAG Indikatif
Jalan ana uhan lalu Kendaraan HVAG
arah lalu Lintas (overloaded) (Pangkat 4)
(th) lintas Berat
lintas) (%) Overloaded

Jalan desa
minor dg
akses 30 3 20 1 22 2 14.454 3,16 4
4,5 x 10
kendaraan
berat
terbatas

Jalan kecil 4
90 3 20 1 22 2 21.681 3,16 7 x 10
2 arah
5
Jalan lokal 500 6 20 1 22 2,1 252.945 3,16 8 x 10
Akses
lokal daerah 6
500 8 20 3.5 28,2 2,3 473.478 3,16 1,5 x 10
industri
atau quarry
6
Jalan kolektor 2000 7 20 3.5 28,2 2,2 1.585.122 3,16 5 x 10

Tabel 2.4. Perkiraan Lalu Lintas untuk Jalan dengan Lalu Lintas Rendah

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 47


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Distribusi tipikal (%)


Faktor Ekivalen Beban
Jenis Kendaraan Semua (VDF)
Kelom Semua kendaraan (ESA / kendaraan)
Konfigurasi pok kendaraan bermotor
Uraian sumbu
Klasifi sumbu bermotor kecuali
kasi Alterna sepeda VDF5
VDF4
Lama tif motor 4
5

Pangkat Pangkat
Muatan2 yang
1 1 Sepeda Motor 1.1 2 30,4
diangkut
Sedan / Angkot / pickup /
2 , 3, 4 2, 3, 4 1.1 2 51,7 74,3
station wagon

5a 5a Bus kecil 1.2 2 3,5 5,00 0,3 0,2

5b 5b Bus besar 1.2 2 0,1 0,20 1,0 1,0

6a.1 6.1 Truk 2 sumbu–cargoringan 1.1 muatan umum 2 0,3 0,2


4,6 6,60
6a.2 6.2 Truk 2 sumbu- ringan 1.2 tanah, pasir, besi, semen 2 0,8 0,8

6b1.1 7.1 Truk 2 sumbu–cargo sedang 1.2 muatan umum 2 0,7 0,7
KENDARAAN NIAGA

- -
6b1.2 7.2 Truk 2 sumbu- sedang 1.2 tanah, pasir, besi, semen 2 1,6 1,7

6b2.1 8.1 Truk 2 sumbu- berat 1.2 muatan umum 2 0,9 0,8
3,8 5.50
6b2.2 8.2 Truk 2 sumbu- berat 1.2 tanah, pasir, besi, semen 2 7,3 11,2

7a1 9.1 Truk 3 sumbu - ringan 1.22 muatan umum 3 7,6 11,2
3,9 5,60
7a2 9.2 Truk 3 sumbu - sedang 1.22 tanah, pasir, besi, semen 3 28,1 64,4

7a3 9.3 Truk 3 sumbu - berat 1.1.2 3 0,1 0,10 28,9 62,2

Truk 2 sumbudan trailer


7b 10 1.2-2.2 4 0,5 0,70 36,9 90,4
penarik 2 sumbu

7c1 11 Truk 4 sumbu - trailer 1.2 - 22 4 0,3 0,50 13,6 24,0

7c2.1 12 Truk 5 sumbu- trailer 1.22 - 22 5 19,0 33,2


0,7 1,00
7c2.2 13 Truk 5 sumbu- trailer 1.2 - 222 5 30,3 69,7

7c3 14 Truk 6 sumbu- trailer 1.22 - 222 6 0,3 0,50 41,6 93,7

Tabel 2.5. Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standar

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 48


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

2.7. PERENCANAAN JALAN

Perencanaan jalan direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan baik


dari segi teknis maupun ekonomis. Adapun tahapan dalam perencanaan jalan tersebut
meliputi:
1. Perencanaan geometrik jalan
2. Perencanaan tebal perkerasan

2.7.1. PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

ALINYEMEN HORIZONTAL
Alinemen horizontal harus ditentukan sebaik-baiknya dan harus dihindari dari
pengaruh tergenangnya jalan oleh air serta pekerjaan galian atau timbunan yang
berlebihan, dan hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah apabila dikemudian
hari akan dilakukan perubahan alinemen horizontal maupun vertikal tidak terlalu
sulit dan dengan biaya yang murah.

1. Jari-Jari Lengkung Minimum


Jari-jari lengkung minimum akan ditentukan berdasarkan kemiringan tikungan
maksimum dan koefisien gesekan melintang maksimum dengan rumus
sebagai berikut:

R=
(V )
2

127(f + i)
dimana : R : jari-jari minimum, m
V : kecepatan rencana, km/jam
f : koefisien gesekan samping
i : superelevasi, %
Jari-jari minimum untuk kecepatan rencana yang bersangkutan yang ditunjuk-
kan dalam tabel dibawah ini ditentukan dengan nilai ‘f’ yang direkomendasi-
kan berkisar antara 0,14 sampai dengan 0,17.
Harus diingat bahwa jari-jari tersebut di atas bukanlah bukanlah harga jari-jari
yang diinginkan tetapi merupakan nilai kritis untuk kenyamanan mengemudi
dan keselamatan. Dan perlu diperhatikan bila suatu tikungan yang tajam
harus diusahakan untuk jalan yang lurus dan diadakan perubahan bertahap.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 49


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

2. Panjang Jari-Jari Minimum


Untuk menjamin kelancaran mengemudi, tikungan harus cukup panjang
sehingga diperlukan waktu 6 detik atau lebih untuk melintasinya. Untuk
menghitung panjang jari-jari lengkung minimum digunakan rumus sebagai
berikut :

L=t*v
dimana : L : panjang jari-jari, m
t : waktu tempuh, detik = 6 dtk.
v : kecepatan rencana, m/dtk

3. Pelebaran pada Tikungan


Jalan kendaraan pada tikungan perlu diperlebar untuk menyesuaikan dengan
lintasan lengkung yang ditempuh kendaraan. Nilai pelebaran yang
ditunjukkan pada Tabel berikut didasarkan atas pengelompokan jalan raya. Di
sini kendaraan rencana adalah semitrailer untuk Kelas 1 dan truk unit tunggal
untuk Kelas 2, Kelas 3 dan Kelas 4.

4. Kemiringan Melintang
Untuk drainase permukaan, jalan dengan alinemen lurus membutuhkan
kemiringan melintang normal 3 % untuk aspal beton atau perkerasan beton
dan 3,0 – 5,0 % untuk perkerasan macadam atau jenis perkerasan lainnya dan
jalan batu kerikil.

Jari-jari Lengkungan R (m) Pelebaran per


lajur (m)
Kelas 1 Kelas 1, 2, 3
280 >  150 160 >  90 0.25
150 >  100 90 >  60 0.50
100 >  70 60 >  45 0.75

70 >  50 45 >  32 1.00

32 >  26 1.25

26 >  21 1.50

21 >  19 1.75

19 >  16 2.00

16 >  15 2.25

Tabel 2.6. Pelebaran Jari-Jari

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 50


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

5. Superelevasi
Nilai superelevasi yang tinggi mengurangi gaya geser ke samping dan
menjadikan pengemudi pada tikungan lebih nyaman. Tetapi, batas praktis
berlaku untuk itu. Ketika bergerak perlahan mengintari suatu tikungan
dengan superelevasi tinggi, maka bekerja gaya negatiff ke samping dan
kendaraan dipertahankan pada lintasan yang tepat hanya jika pengemudi
mengemudikannya ke sebelah atas lereng atau berlawanan dengan arah
lengkung mendatar. Nilai pendekatan untuk tingkat superelevasi maksimum
adalah 8 %.

6. Pencapaian Kemiringan
Ada 2 metode untuk pencapaian kemiringan (gambar 2.2.). Umumnya, (a-1)
atau (b-1) lebih disukai daripada (a-2) atau (b-2).
Pencapaian kemiringan harus dipasang, di dalam lengkung peralihan.
Bilamana tidak dipasang lengkung peralihan, pencapaian kemiringan harus
dipasang sebelum dan sesudah lengkung tersebut.

(a-1) (b-1)

A B’ A B’
B B
A’ A’
C1 C2

B’
(a-2) (b-2)
A B
B’
A
B
A’ C1 C2

(a) jalan 2 lajur (b) jalan 4 lajur

Gambar 2.2. Pencapaian Kemiringan

7. Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan dipasang pada bagian awal, di ujung dan di titik balik
pada lengkungan untuk menjamin perubahan yang tidak mendadak jari-jari

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 51


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

lengkung, superelevasi dan pelebaran tikungan. Lengkung peralihan juga


membantu penampilan alinemen. Lengkung clothoide umumnya dipakai
untuk lengkung peralihan. Guna menjamin kelancaran mengemudi, panjang
lengkung peralihan yang ditunjukkan pada tabel dibawah adalah setara
dengan waktu tempuh 3 detik, panjang lengkung peralihan ini dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
L=v*t
= (v/3,6 ) * t

dimana : L : panjang minimum lengkung peralihan, m


v : kecapatan rencana, km/jam
t : waktu tempuh 3,0 detik

8. Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik


Tikungan gabungan adalah gabungan tikungan dengan putaran yang sama
dengan jari-jari yang berlainan yang bersambungan langsung (lihat gambar
dibawah). Sedangkan tikungan balik adalah gabungan tikungan dengan
putaran yang berbeda dan bersambung langsung

R1
R1 R2 R1

R3

R1 R2 R2

Gambar Gambar
TIKUNGANGABUNGAN TIKUNGANBALIK

Gambar 2.3. Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik

Dalam hal perbedaan jari-jari pada lengkung yang berdampingan tidak


melampaui 1:1,5 maka lengkung bisa dihubungkan langsung hingga
membentuk lengkung seperti gambat di atas. Keadaan ini tidak dikehendaki,
karena pengemudi mungkin mendapat kesulitan, paling tidak akan
mengurangi kenyamanan dalam mengemudi. Pada prinsipnya lengkung
peralihan harus dipasang titik balik (lihat gambar dibawah ini). Suatu garis

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 52


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

lurus yang dipasang pada titik balik untuk pencapaian kemiringan dapat
membantu lengkung gabungan.

R2
R1 R3
R2 R1
R1
R1 R2
R4
Gambar Gambar
LENGKUNG PERALIHAN LENGKUNG PERALIHAN
yang di pasang pada yang di pasang pada
LENGKUNG GABUNGAN LENGKUNG BALIK

Gambar 2.4. Titik Sambung Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik

9. Jarak Pandang Henti


Jarak pandang henti juga merupakan hal yang menonjol untuk keamanan dan
kenyamanan mengemudi, meskipun sebaiknya panjangnya diambil lebih
besar. Jarak pandang henti disetiap titik sepanjang jalan raya sekurang-
kurangnya harus memenuhi jarak yang diperlukan oleh rata-rata pengemudi
atau kendaraan untuk berhenti.
Jarak pandang henti adalah jumlah dua jarak, jarak yang dilintasi kendaraan
sejak saat pengemudi melihat suatu benda yang menyebabkan ia harus
berhenti sampai saat rem diinjak dan jarak yang dibutuhkan untuk
menghentikan kendaraan sejak saat penggunaan rem dimulai.
Untuk menghitung jarak pandang henti tersebut didekati dengan rumus
sebagai berikut:
2
V 
 
 V  3,6 
D= *t +
 3,6  2*g*f

dimana : D : jarak pandang henti minimum, m


V : kecepatan rencana, km/jam
t : waktu tanggap 2,50 detik

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 53


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

g : kecepatan garvitasi = 9,80 m/det2


f : koefesien gesekan membujur = 0,3 sampai 0,4
E : ruang bebas samping (lihat gambar)

ALINYEMEN VERTIKAL
Alinemen Vertikal harus ditentukan sebaik-baiknya dan harus dihindari dari
pengaruh tergenangnya jalan oleh air serta pekerjaan galian atau timbunan yang
berlebihan, dan hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah apabila dikemudian
hari akan dilakukan perubahan alinemen horizontal maupun vertikal tidak terlalu
sulit dan dengan biaya yang murah.

1. Kelandaian
Walaupun hampir semua mobil penumpang dapat mengatasi kelandaian 8
sampai 9% tanpa kehilangan kecepatan yang berarti, tetapi pada kendaraan
truk akan kelihatan dengan nyata. Untuk menentukan kelandaian maksimum,
kemampuan menanjak sebuah truk bermuatan maupun biaya konstruksi
harus diperhitungkan.
Kelandaian maksimum mutlak ditetapkan 4 % lebih tinggi daripada nilai
maksimum standar.
Suatu batas untuk panjang kelandaian yang melebihi maksimum standar,
ditandai bahwa kecepatan sebuah truk bermuatan penuh akan lebih rendah
dari separuh kecepatan rencana atau untuk jika persneling ‘rendah’ terpaksa
harus dipakai. Keadaan kritis demikian tidak boleh berlangsung terlalu lama.
Untuk menentukan panjang kritis pada suatu kelandaian menggunakan tabel
dibawah ini:

KECEPATAN RENCANA, KM/JAM

80 60 40

5 %, 500 m 6 %, 500 m 8 % , 420 m

6 %, 500 m 7 %, 500 m 9 % , 340 m

7 %, 500 m 8 %, 420 m 10 %, 250 m

8 % , 500 m 9 %, 340 m 11 %, 250 m

Tabel 2.7. Panjang Kritis Suatu Kelandaian

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 54


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

2. Lengkung Vertikal
Untuk menyerap guncangan dan jarak pandang henti, lengkung vertikal harus
disediakan pada setiap lokasi yang ada perubahan kelandaiannya. Lengkung
vertikal biasanya diberikan sebagai lengkung parabola sederhana, yang
ukurannya ditentukan oleh panjangnya, tepatnya panjang lengkung harus
sama dengan panjang A-B-C, namun secara praktis lengkung tersebut begitu
datar sehingga panjang A-B-C sama dengan jarak datar A-B (lihat gambar).

Jarak Pandangan

C
A B
i1

i2
Panjang Lengkung Vertikal Cembung

i1
i2
Jarak Pandangan
A B
C

Panjang Lengkung Vertikal Cekung

Gambar 2.5. Panjang Lengkung Vertikal

Rumus yang digunakan untuk menghitung Panjang Lengkung Vertikal


Cembung adalah sebagai berikut:
  
L vc = D 2 *  
 398 
dimana : Lvc : panjang lengkung vertikal cembung, m
D : jarak pandang henti, m
 : perbedaan aljabar untuk kelandaian, i1 - i2, %
Sedangkan rumus untuk menghitung Panjang Lengkung Vertikal Cekung
adalah sebagai berikut:
  
L vs = V 2 *  
 360 

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 55


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

dimana : Lvs : panjang lengkung vertikal cekung, m


V : laju kecepatan rencana, km/jam
 : perbedaan aljabar untuk kelandaian, i1 – i2, %

2.7.2. PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

Desain sruktur perkerasan yang fleksibel pada dasarnya ialah menentukan tebal
lapis perkerasan yang mempunyai sifat-sifat mekanis yang telah ditetapkan
sedemikian sehingga menjamin bahwa tegangan-tegangan dan regangan-
regangan pada semua tingkat yang terjadi karena beban lalu-lintas, pada batas-
batas yang dapat ditahan dengan aman oleh bahan tersebut.

Langkah-langkah utama yang harus diikuti dalam perencanaan perkerasan jalan


baru, ialah :
1. Tentukan Umur Rencana dari Tabel 2.1.
2. Tentukan nilai-nilai CESA4 untuk umur desain yang terpilih
3. Tentukan Nilai Traffic Multiplier (TM)
4. Hitung CESA5 = TM x CESA4
5. Tentukan Tipe Perkerasan dari Tabel 2.8. atau dari pertimbangan biaya
6. Tentukan seksi - seksi subgrade yang seragam dan daya dukung subgrade
7. Tentukan struktur pondasi jalan dari Tabel 2.9
8. Tentukan Struktur perkerasan yang memenuhi syarat dari Bagan Desain 3
atau 3A atau Bagan Desain Lainnya
9. Periksa Apakah setiap hasil perhitungan secara struktur sudah cukup kuat
menggunakan manual Pd T-01-2002-B.
10. Tentukan Standar Drainase bawah permukaan yang dibutuhkan.
11. Tetapkan Kebutuhan daya dukung tepi perkerasan
12. Tetapkan kebutuhan pelapisan bahu jalan.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 56


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

CESA4 20 tahun (juta)


Bagan (pangkat 4 kecuali disebutkan lain)
Struktur Perkerasan
Desain
0 – 0.5 0.1 – 4 4 - 10 10 – 30 > 30
Perkerasan kaku dengan lalu lintas berat 4 2 2 2
Perkerasan kaku dengan lalu lintas
4A 1, 2
rendah (desa dan daerah perkotaan)
AC WC modifikasi atau SMA modifikasi
3 2
dengan CTB
AC dengan CTB 3 2
AC tebal ≥ 100 mm dengan lapis pondasi
3A 1, 2
berbutir
AC tipis atau HRS diatas lapis pondasi
3 1, 2
berbutir
Burda atau Burtu dng LPA Kelas A atau Gambar 5
3 3
Kerikil Alam
Lapis Pondasi Soil Cement Gambar 6 1 1
Perkerasan tanpa penutup Gambar 7 1

Tabel 2.8. Pemilihan Jenis Perkerasan

Lalu Lintas Lajur Desain


Umur Rencana 40 tahun
Prosedur
Kelas Kekuatan Tanah Uraian Struktur (juta CESA5)
CBR Tanah Dasar Desain
Dasar Pondasi Jalan <2 2-4 >4
Pondasi
Tebal minimum
peningkatan tanah dasar
≥6 SG6 Tidak perlu peningkatan
Perbaikan tanah
5 SG5 100
dasar meliputi bahan
4 SG4 A 100 150 200
stabilisasi kapur atau
3 SG3 150 200 300
timbunan pilihan
2.5 SG2,5 175 250 350
(pemadatan berlapis
Tanah ekspansif (potential swell > 5%) AE ≤200 mm tebal lepas) 400 500 600

Lapis penopang
Perkerasan lentur 1000 1100 1200
(capping layer) (2)(4)
diatas tanah SG1 aluvial1 B
Atau lapis penopang
lunak5 650 750 850
dan geogrid (2)(4)
Tanah gambut dengan HRS atau
Lapis penopang
perkerasan Burda untuk jalan kecil (nilai D 1000 1250 1500
berbutir(2)(4)
minimum – peraturan lain digunakan)
1. Nilai CBR lapangan. CBR rendaman tidak relevan (karena tidak dapat dipadatkan secara mekanis).
2. Diatas lapis penopang harus diasumsikan memiliki nilai CBR ekivalen tak terbatas 2,5%.
Tabel 2.9.
3. Ketentuan tambahan mungkin Desain
berlaku, Pondasi
desain Jalan
harus mempertimbangkan semua isu kritis.
4. Tebal lapis penopang dapat dikurangi 300 mm jika tanah asli dipadatkan (tanah lunak kering pada saat
konstruksi.
5. Ditandai oleh kepadatan yang rendah dan CBR lapangan yang rendah di bawah daerah yang
dipadatkan

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 57


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

STRUKTUR PERKERASAN

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
Lihat Bagan Desain 5 & 6 Lihat Bagan Desain 4 untuk alternatif > murah3
Pengulangan beban
sumbu desain 20 tahun
< 0,5 0,5 - 2,0 2,0 - 4,0 4,0 - 30 30 - 50 50 - 100 100 - 200 200 - 500
terkoreksi di lajur desain
6
(pangkat 5) (10 CESA5)
Jenis permukaan HRS, SS, ACkasar atau
HRS
berpengikat Pen Mac AC halus AC kasar
Jenis lapis Pondasi dan
Lapis Pondasi Berbutir A Cement Treated Base (CTB)
lapis Pondasi bawah
KETEBALAN LAPIS PERKERASAN (mm)
HRS WC 30 30 30
HRS Base 35 35 35
AC WC 40 40 40 50 50
Lapisan beraspal AC BC5 135 155 185 220 280
CTB atau CTB4 150 150 150 150 150
LPA Kelas A LPA Kelas A2 150 250 250 150 150 150 150 150
LPA Kelas A, LPA Kelas B atau kerikil alam
150 125 125
atau lapis distabilisasi dengan CBR >10%

Gambar 2.6. Bagan Desain 3 (Standar 02/M/BM/2013)

STRUKTUR PERKERASAN
FF1 FF2 FF3 FF4

ESA 5 (juta) untuk UR 20 tahun di lajur desain


0,8 1 2 5
TEBAL LAPIS PERKERASAN (mm)
AC WC 50 40 40 40
AC BC lapis 1 0 60 60 60
AC BC lapis 2/ AC Base 0 0 80 60
AC BC lapis 3/ AC Base 0 0 0 75
LPA Kelas A lapis 1 150 150 150 150
LPA Kelas A lapis 2/ LPA Kelas B 150 150 150 150
LPA Kelas A , LPA Kelas B atau kerikil
alam atau lapis distabilisasi dengan CBR 150 150 0 0
>10%

Gambar 2.7. Bagan Desain 3A (Standar 02/M/BM/2013)

Pemeriksaan Desain menggunakan Manual Desain Perkerasan Jalan Pd T-01-


2002-B. Parameter-parameter sebagai perencanaan tebal perkerasan lentur
adalah sebagai berikut:

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 58


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

1. Umur Rencana
Jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai
saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi lapisan
permukaan yang baru.
2. Angka Ekivalen (E)
Angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan
oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat
kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal
seberat 8,16 ton (18.000 lbs).
3. Lalu Lintas pada Lajur Rencana (w18)
Lalu lintas pada lajur rencana diberikan dalam kumulatif beban sumbu
standar selama umur rencana, yang dapat dihitung berdasarkan rumus
sebagai berikut :

w18 = D0 x DL x w18

Dimana :
D0 = Faktor distribusi arah
DL = Faktor distribusi lajur
w18 = Beban gandar standar kumulatif untuk dua arah
Pada umumnya D0 diambil 0.5, sementara faktor distribusi lajur dapat dilihat
pada tabel 2.10. Faktor Distribusi Lajur

% beban gandar standar dalam


Jumlah lajur per arah
lajur rencana
1 100

2 80 – 100

3 60 – 80

4 50 - 75

Tabel 2.10. Faktor Distribusi Lajur

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 59


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

4. Reliabilitas (R)
Merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian ke dalam proses
perencanaan untuk menjamin bermacam – macam alternatif perencanaan
dapat bertahan selama selang waktu yang direncanakan. Rekomendasi
tingkat reliabilitas untuk bermacam – macam klasifikasi jalan dapat dilihat
pada tabel 2.11.

Rekomendasi Tingkat Reliabilitas


Klasifikasi Jalan
Perkotaan Antar Kota
Bebas Hambatan 85 – 99.9 80 – 99.9
Arteri 80 – 99 75 – 95
Kolektor 80 – 95 75 – 95
Lokal 50 – 90 50 - 80

Tabel 2.11. Tingkat Reliabilitas

5. Standar Deviasi Keseluruhan (So)


Deviasi Standar (So) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat. Rentang
nilai So adalah 0,40 – 0,50

6. Penyimpangan Normal Standar (ZR)


Nilai Penyipangan Normal Standar berdasarkan Reliabilitas dapat dilihat pada
tabel 2.12.

7. Koefisien Drainase
Kualitas drainase pada perkerasan lentur diperhitungkan dalam perencanaan
dengan menggunakan koefisien kekuatan relatif yang dimodifikasi. Faktor
untuk memodifikasi koefisien drainase ini adalah koefisien drainase (m). Tabel
2.13. memperlihatkan nilai koefisien drainase yang merupakan fungsi dari
kualitas drainase dan persen waktu selama setahun struktur perkerasan akan
dipengaruhi oleh kadar air yang mendekati jenuh.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 60


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

R (%) ZR
50 - 0,000
60 - 0,253
70 - 0,524
75 - 0,674
80 - 0,841
85 - 1,037
90 - 1,282
91 - 1,340
92 - 1,405
93 - 1,476
94 - 1,555
95 - 1,645
96 - 1,751
97 - 1,881
98 - 2,054
99 - 2,327
99,9 - 3,090
99,99 - 3,750

Tabel 2.12. Nilai Penyimpangan Normal Standar

Persen waktu perkerasan dipengaruhi oleh


Kualitas Drainase Kadar air yang mendekati jenuh
<1% 1–5% 5 – 25 % > 25 %

Excellent 1.40 – 1.30 1.35 – 1.30 1.30 – 1.20 1.20


Good 1.35 – 1.25 1.25 – 1.15 1.15 – 1.00 1.00
Fair 1.25 – 1.15 1.15 – 1.05 1.00 – 0.80 0.80
Poor 1.15 – 1.05 1.05 – 0.80 0.80 – 0.60 0.60
Very poor 1.05 – 0.95 0.80 – 0.75 0.60 – 0.40 0.40

Tabel 2.13. Koefisien Drainase

1. Indeks Permukaan (IP)


Suatu angka yang dipergunakan untuk menyatakan kerataan / kehalusan
serta kekokohan permukaan jalan yang bertalian dengan tingkat pelayanan
bagi lalu-lintas yang lewat. Indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo)
berdasarkan jenis lapis permukaan dapat dilihat pada tabel 2.14. Sementara
Indeks permukaan pada akhir umum rencana berdasarkan klasifikasi jalan
dapat dilihat pada tabel 2.15.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 61


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Jenis Lapis Permukaan IPo Roughness mm/km


Laston ≥4 ≤ 1000
3.9 - 3.5 > 1000
Lasbutag 3.9 - 3.5 ≤ 2000
3.4 - 3.0 > 2000
Lapen 3.4 - 3.0 ≤ 3000
2.9 - 2.5 > 3000

Tabel 2.14. Indeks Permukaan Awal

KLASIFIKASI JALAN
ESAL
LOKAL KOLEKTOR ARTERI TOL
< 10 1.0 - 1.5 1.5 1.5 - 2.0 -
10 – 100 1.5 1.5 - 2.0 2.0 -
100 – 1000 1.5 - 2.0 2.0 2.0 - 2.5 -
> 1000 - 2.0 - 2.5 2.5 2.5

Tabel 2.15. Indeks Permukaan Akhir

2. Modulus Resilien (Mr)


Modulus Resilien tanah dasar daprt diperkirakan dari nilai CBR standar
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Mr (psi) = 1500 x CBR

3. Koefisien Kekuatan Relatif (a)


Berdasarkan jenis dan fungsi material lapis perkerasan, estimasi koefisien
kekuatan relatif dikelompokan kedalam 5 kategori, yaitu : beton aspal, lapis
pondasi granular, lapis pondasi bawah granular, cement treated base dan
asphalt treated base.
Koefisien Kekuatan Relatif masing – masing lapis perkerasan dapat dilihat
pada tabel 2.16.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 62


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Nilai Marshal Nilai Modulus Koef. Kekuatan


Jenis lapisan Nilai CBR
Stability Resilien Relatif
Beton Aspal - - 400.000 psi 0.31
Lapis Pondasi
90% - 29.000 psi 0.135
Atas Granular
Lapis Pondasi
40% - 17.000 psi 0.125
Bawah Granular
Asphalt Treated
- 800 kg 160.000 psi 0.30
Base

Tabel 2.16. Koefisien Kekuatan Relatif

2.7.3. DESAIN PERKERASAN TAMBAHAN

Standar yang digunakan dalam desain perkerasan tambahan adalah Pedoman


Perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metoda lendutan (Pd.
T-05-2005-B)

Adapun parameter-parameter sebagai landasan perencanaan lapis tambah


perkerasan lentur adalah sebagai berikut:

1. Lendutan Balik

Setelah mendapatkan data-data lapangan yang berupa hasil pembacaan tiap titik
pemeriksaan, maka lendutan balik (rebound deflection) tiap-tiap titik dihitung
dengan rumus
db = 2 (d3 – d1) x Ft x Ca x FKB-BB

Ft = 4.184 xTL−0.4025 untuk tebal lapis beraspal < 10 cm

Ft = 14.785 xTL−0.7573 untuk tebal lapis beraspal  10 cm


TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb)

dimana :
db = Lendutan balik (mm)
d1 = Lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran (mm)
d3 = Lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 m dari titik
pengukuran(mm)
Ca = Faktor pengaruh muka air tanah

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 63


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

= 0,9 apabila pemeriksaan dilakukan pada keadaan kritis (musim


hujan atau kedudukan air tanah tinggi)
= 1,2 apabila pemeriksaan dilakukan pada keadaan baik (musim
kemarau atau kedudukan air tanah rendah)
TL = Temperatur lapis beraspal
Tp = Temperatur permukaan dari data lapangan
Tt = Temperatur tengah, dapat dilihat pada tabel 6 (Pd T-05-2005-B)
Tb = Temperatur bawah, dapat dilihat pada tabel 6 (Pd T-05-2005-B)
Ft = Faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 350 C

2. Keseragaman Lendutan

Untuk keseragaman lendutan pada suatu seksi jalan dapat menggunakan rumus
sebagai berikut :

s
FK =  100%  FK ijin
dR

FK = Faktor Keseragaman Lendutan


FK ijin = Faktor keseragaman yang diizinkan
= 0% - 10% Keseragaman sangat baik
= 11% - 20% Keseragaman baik
= 20% - 30% Keseragaman cukup baik

dR =
d Lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan
n
d = Lendutan balik tiap titik
n = Jumlah titik pemeriksaan

n ( d 2 ) - ( d ) 2
s = Deviasi Standar
n ( n - 1)

3. Lendutan Wakil

Untuk menentukan besarnya lendutan balik yang mewakili suatu seksi jalan
tersebut, dipergunakan rumus-rumus yang disesuaikan dengan fungsi jalan,
sebagai berikut :

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 64


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

1. D = dR + 2 s → untuk jalan arteri/tol (98 %)


2. D = dR + 1.64 s → untuk jalan kolektor (95 %)
3. D = dR + 1.28 s → untuk jalan lokal (90 %)

Dimana :
D = Lendutan balik yang mewakili suatu seksi jalan

dR =
d lendutan balik rata-rata
n
d = Lendutan balik tiap titik
n = Jumlah titik pemeriksaan

n ( d 2 ) - ( d ) 2
S = Standar deviasi
n ( n - 1)

4. Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah

Tebal lapis tambah/overlay yang diperoleh adalah berdasarkan temperatur


standar 350 C. Maka untuk masing – masing daerah perlu dikoreksi karena
memiliki temperatur perkerasan rata-rata tahunan yang berbeda. Faktor Koreksi
tebal lapis tambah (Fo) dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

Fo = 0,5032  EXP (0,0194TPRT )

Dimana :
Fo = Faktor Koreksi tebal lapis tambah
TPRT = Temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota
tertentu (Tabel A1 – Pd. T-05-2005-B)

Prosedur Perhitungan

Tahapan perhitungan tebal lapis tambah adalah sebagai berikut:


1. Hitung repetisi beban lalu-lintas rencana (CESA) dalam ESA;
2. Hitung lendutan hasil pengujian dengan alat FWD atau BB dan koreksi dengan
faktor muka air tanah (faktor musim, Ca) dan faktor temperatur standar (Ft)
serta faktor beban uji (FKB-FWD untuk pengujian dengan FWD dan FKB-BB
untuk pengujian dengan BB) bila beban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton)

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 65


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

3. Tentukan panjang seksi yang memiliki keseragaman (FK) yang sesuai dengan
tingkat keseragaman yang diinginkan;

4. hitung Lendutan wakil (Dwakil) untuk masing-masing seksi jalan yang


tergantung dari kelas jalan;

5. Hitung lendutan rencana/ijin (Drencana) untuk lendutan dengan alat FWD


maupun dengan alat BB;

Drencana = 17,004 x CESA (-0,2307) untuk pengukuran dengan alat FWD

Drencana = 22,208 x CESA (-0,2307) untuk pengukuran dengan alat BB

Dimana :
Drencana = lendutan rencana, dalam satuan milimeter.
CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar, dalam satuan ESA

6. hitung tebal lapis tambah/overlay (Ho) dengan menggunakan Rumus dibawah


ini

Ho =
Ln(1,0364) + Ln( Dsblov) − Ln( Dstlov)
0,0597

Dimana :
Ho = tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata
tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Dsbl ov = lendutan sebelum lapis tambah/Dwakil, dalam satuan milimeter.
Dstl ov = lendutan setelah lapis tambah atau lendutan rencana, dalam
satuan milimeter.

7. Hitung tebal lapis tambah/overlay terkoreksi (Ht) dengan mengkalikan Ho


dengan faktor koreksi overlay (Fo), yaitu sesuai dengan Rumus 26;

Ht = Ho x Fo

Dimana :
Ht = tebal lapis tambah/overlay Laston setelah dikoreksi dengan
temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan
centimeter.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 66


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Ho = tebal lapis tambah Laston sebelum dikoreksi temperatur rata-rata


tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay

8. Bila jenis atau sifat campuran beraspal yang akan digunakan tidak sesuai
dengan ketentuan diatas maka tebal lapis tambah harus dikoreksi dengan
faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) tabel 2.17.

Modulus Resilien Stabilitas Marshal


Jenis Lapisan FKTBL
(Mpa) (Kg)
Laston Modifikasi 3000 Min. 1000 0.85
Laston 2000 Min. 800 1.00
Lataston 1000 Min. 800 1.23

Tabel 2.17. Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian

2.7.4. PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU

Desain sruktur perkerasan yang fleksibel pada dasarnya ialah menentukan tebal
lapis perkerasan yang mempunyai sifat-sifat mekanis yang telah ditetapkan
sedemikian sehingga menjamin bahwa tegangan-tegangan dan regangan-
regangan pada semua tingkat yang terjadi karena beban lalu-lintas, pada batas-
batas yang dapat ditahan dengan aman oleh bahan tersebut.

Analisis lalulintas dan bangkitan yang terjadi menjadi dasar kebutuhan


perencanaan tebal perkerasan menurut jenis perkerasan lentur dan kaku. Hasil
rekomendasi tersebut selanjutnya diprensentasikan dihadapan instansi terkait.
Hasil penyempurnaan dituangkan dalam usulan desain akhir dan perkiraan biaya
yang dibutuhkan dalam pembangunan jalan tersebut.

Dengan data lintas harian rata-rata, kondisi tanah serta parameter lingkungan
lainnya selanjutnya dapat direncanakan tebal lapis perkerasan. Perencanaan
tebal ini menggunakan standar perencanaan kaku yang berlaku di Indonesia yaitu
SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (mengadopsi dari
Austraroads 2000)

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 67


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Prosedur perencanaan perkerasan beton semen didasarkan atas dua model


kerusakan yaitu:
1) Retak fatik (lelah) tarik lentur pada pelat.
2) Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh lendutan
berulang pada sambungan dan tempat retak yang direncanakan.

Prosedur ini mempertimbangkan ada tidaknya ruji pada sambungan atau bahu
beton. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan dianggap sebagai
perkerasan bersambung yang dipasang ruji.

Data lalu-lintas yang diperlukan adalah jenis sumbu dan distribusi beban serta
jumlah repetisi masing-masing jenis sumbu/kombinasi beban yang diperkirakan
selama umur rencana.

Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan erosi dihitung
berdasarkan komposisi lalu-lintas selama umur rencana. Jika kerusakan fatik atau
erosi lebih dari 100%, tebal taksiran dinaikan dan proses perencanaan diulangi.

Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil yang mempunyai total fatik
dan atau total kerusakan erosi lebih kecil atau sama dengan 100%.

Langkah-langkah perencanaan tebal pelat diperlihatkan pada Gambar 2.8. dan


Tabel 2.18.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 68


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Gambar 2.8. Sistem perencanaan perkerasan beton semen

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 69


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Langkah Uraian Kegiatan


1 Pilih jenis perkerasan beton semen, bersambung tanpa ruji, bersambung
dengan ruji, atau menerus dengan tulangan.
2 Tentukan apakah menggunakan bahu beton atau bukan.
3 Tentukan jenis dan tebal pondasi bawah berdasarkan nilai CBR rencana
dan perkirakan jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana
sesuai dengan Gambar 2.9.
4 Tentukan CBR efektif bedasarkan nilai CBR rencana dan pondasi bawah
yang dipilih sesuai dengan Gambar 2.10
5 Pilih kuat tarik lentur atau kuat tekan beton pada umur 28 hari (fcf)
6 Pilih faktor keamanan beban lalu lintas (FKB)
7 Taksir tebal pelat beton (taksiran awal dengan tebal tertentu
berdasarkan pengalaman atau menggunakan contoh yang tersedia atau
dapat menggunakan Gambar 2.14 sampai dengan Gambar 2.21
8 Tentukan tegangan ekivalen (TE) dan faktor erosi (FE) untuk STRT dari
Tabel 2.22 atau Tabel 2.23
9 Tentukan faktor rasio tegangan (FRT) dengan membagi tegangan
ekivalen (TE) oleh kuat tarik-lentur (fcf).
10 Untuk setiap rentang beban kelompok sumbu tersebut, tentukan beban
per roda dan kalikan dengan faktor keamanan beban (Fkb) untuk
menentukan beban rencana per roda.
Jika beban rencana per roda  65 kN (6,5 ton), anggap dan gunakan
nilai tersebut sebagai batas tertinggi pada Gambar 2.11 sampai
Gambar 2.13
11 Dengan faktor rasio tegangan (FRT) dan beban rencana, tentukan
jumlah repetisi ijin untuk fatik dari Gambar 2.11, yang dimulai dari
beban roda tertinggi dari jenis sumbu STRT tersebut.
12 Hitung persentase dari repetisi fatik yang direncanakan terhadap jumlah
repetisi ijin.
13 Dengan menggunakan faktor erosi (FE), tentukan jumlah repetisi ijin
untuk erosi, dari Gambar 2.12 atau 2.13
14 Hitung persentase dari repetisi erosi yang direncanakan terhadap jumlah
repetisi ijin.
15 Ulangi langkah 11 sampai dengan 14 untuk setiap beban per roda pada
sumbu tersebut sampai jumlah repetisi beban ijin yang terbaca pada
Gambar 2.11 dan Gambar 2.12 atau Gambar 2.13 yang masing-
masing mencapai 10 juta dan 100 juta repetisi.
16 Hitung jumlah total fatik dengan menjumlahkan persentase fatik dari
setiap beban roda pada STRT tersebut. Dengan cara yang sama hitung
jumlah total erosi dari setiap beban roda pada STRT tersebut.
17 Ulangi langkah 8 sampai dengan langkah 16 untuk setiap jenis kelompok
sumbu lainnya.
18 Hitung jumlah total kerusakan akibat fatik dan jumlah total kerusakan
akibat erosi untuk seluruh jenis kelompok sumbu.
19 Ulangi langkah 7 sampai dengan langkah 18 hingga diperoleh ketebalan
tertipis yang menghasilkan total kerusakan akibat fatik dan atau erosi 
100%. Tebal tersebut sebagai tebal perkerasan beton semen yang
direncanakan.

Tabel 2.18. Langkah-langkah Perencanaan Tebal Perkerasan Beton Semen

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 70


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Terdapat beberapa parameter perencanaan untuk perencanaan tebal perkerasan


kaku dengan Metode Bina Marga 1994, yaitu:

A. Lajur Rencana Dan Koefisien Distribusi

Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya
yang menampung lalu-lintas kendaraan niaga terbesar.

Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur dan koefsien
distribusi (C) kendaraan niaga dapat ditentukan dari lebar perkerasan sesuai
Tabel 2.15.

Lebar perkerasan (Lp) Jumlah lajur (nl) Koefisien distribusi


1 Arah 2 Arah
Lp  5,50 m 1 lajur 1 1
5,50 m  Lp  8,25 m 2 lajur 0,70 0,50
8,25 m  Lp  11,25 m 3 lajur 0,50 0,475

11,23 m  Lp  15,00 m 4 lajur - 0,45

15,00 m  Lp  18,75 m 5 lajur - 0,425

18,75 m  Lp  22,00 m 6 lajur - 0,40

Tabel 2.19. Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan


koefisien distribusi (C) kendaraan niaga pada lajur rencana

b. Umur Rencana

Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi


fungsional jalan, pola lalu-lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan,
yang dapat ditentukan antara lain dengan metode Benefit Cost Ratio,
Internal Rate of Return, kombinasi dari metode tersebut atau cara lain yang
tidak terlepas dari pola pengembangan wilayah. Umumnya perkerasan beton
semen dapat direncanakan dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai 40
tahun.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 71


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

c. Lalu Lintas Rencana

Penentuan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan beton semen,


dinyatakan dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle),
sesuai dengan konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana.

Lalu-lintas harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu-lintas


dan konfigurasi sumbu, menggunakan data terakhir atau data 2 tahun
terakhir. Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton
semen adalah yang mempunyai berat total minimum 5 ton.

Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok sumbu


sebagai berikut :
- Sumbu tunggal roda tunggal (STRT).
- Sumbu tunggal roda ganda (STRG).
- Sumbu tandem roda ganda (STdRG).
- Sumbu tridem roda ganda (STrRG).

Volume lalu-lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau sampai
tahap di mana kapasitas jalan dicapai denga faktor pertumbuhan lalu-lintas
yang dapat ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :
(1 + i )UR − 1
R=
i
dengan:
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas
i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
UR : Umur rencana (tahun)

Faktor pertumbuhan lalu-lintas (R) dapat juga ditentukan berdasarkan Tabel


2.16 di bawah ini:

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 72


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Umur Rencana Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)


(Tahun) 0 2 4 6 8 10
5 5 5,2 5,4 5,6 5,9 6,1
10 10 10,9 12 13,2 14,5 15,9
15 15 17,3 20 23,3 27,2 31,8
20 20 24,3 29,8 36,8 45,8 57,3
25 25 32 41,6 54,9 73,1 98,3
30 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,5
35 35 50 73,7 111,4 172,3 271
40 40 60,4 95 154,8 259,1 442,6

Tabel 2.20. Faktor pertumbuhan lalu-lintas ( R)

Apabila setelah waktu tertentu (URm tahun) pertumbuhan lalu-lintas tidak


terjadi lagi, maka R dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
(1 + i )UR
R=
i

+ (UR − URm) (1 + i )URm − 1
dengan:
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas
i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
URm : Waktu tertentu dalam tahun, sebelum UR selesai.

Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan


rumus berikut :
JSKN = JSKNH x 365 x R x C
dengan:
JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana .
JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan
dibuka.
R : Faktor pertumbuhan kumulatif yang besarnya tergantung dari
pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana.
C : Koefisien distribusi kendaraan

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 73


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

d. Faktor Keamanan Beban

Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor


keamanan beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan
adanya berbagai tingkat realibilitas perencanaan seperti telihat pada Tabel
2.17.

o. Penggunaan Nilai FKB

1 Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan berlajur banyak, yang aliran 1,2
lalu lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan niaga yang tinggi.
Bila menggunakan data lalu-lintas dari hasil survai beban (weight-in-motion) dan
adanya kemungkinan route alternatif, maka nilai faktor keamanan beban dapat
dikurangi menjadi 1,15.
2 Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan volume kendaraan niaga 1,1
menengah.
3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah. 1,0

Tabel 2.21. Faktor Keamanan Beban (FKB)

e. Kekuatan Tanah Dasar Dengan atau Tanpa Lapis Pondasi Bawah

Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai
dengan SNI 03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-
1989, masing-masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan
perkerasan jalan baru. Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil
dari 2 %, maka harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus
(Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR
tanah dasar efektif 5 %.

Bahan pondasi bawah dapat berupa :


- Bahan berbutir.
Material berbutir tanpa pengikat harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan SNI-03-6388-2000. Persyaratan dan gradasi pondasi bawah harus
sesuai dengan kelas B. Sebelum pekerjaan dimulai, bahan pondasi bawah
harus diuji gradasinya dan harus memenuhi spesifikasi bahan untuk
pondasi bawah, dengan penyimpangan ijin 3% - 5%.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 74


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Ketebalan minimum lapis pondasi bawah untuk tanah dasar dengan CBR
minimum 5% adalah 15 cm. Derajat kepadatan lapis pondasi bawah
minimum 100 %, sesuai dengan SNI 03-1743-1989.
- Bahan pengikat.
Pondasi bawah dengan bahan pengikat (BP) dapat digunakan salah satu
dari di bawah ini:
(i) Stabilisasi material berbutir dengan kadar bahan pengikat yang sesuai
dengan hasil perencanaan, untuk menjamin kekuatan campuran dan
ketahanan terhadap erosi. Jenis bahan pengikat dapat meliputi
semen, kapur, serta abu terbang dan/atau slag yang dihaluskan.
(ii) Campuran beraspal bergradasi rapat (dense-graded asphalt).
(iii) Campuran beton kurus giling padat yang harus mempunyai kuat tekan
karakteristik pada umur 28 hari minimum 5,5 MPa (55 kg/cm2).
- Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete).
Campuran Beton Kurus (CBK) harus mempunyai kuat tekan beton
karakteristik pada umur 28 hari minimum 5 MPa (50 kg/cm2) tanpa
menggunakan abu terbang, atau 7 MPa (70 kg/cm2) bila menggunakan
abu terbang, dengan tebal minimum 10 cm.

Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan


beton semen.

Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan


penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan
pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan
lebar sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk
mereduksi prilaku tanah ekspansif.

Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu


sesuai dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-
1989. Bila direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji,
pondasi bawah harus menggunakan campuran beton kurus (CBK). Tebal lapis
pondasi bawah minimum yang disarankan dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan
CBR tanah dasar efektif didapat dari Gambar 2.8.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 75


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Gambar 2.9. Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen

* Jika CBR < 2% gunakan tebal pondasi


bawah CBK 150 mm dan anggap
mempunyai nilai CBR tanah dasar
efektif 5%

Gambar 2.10. CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah

f. Bahu

Bahu dapat terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah dengan atau tanpa
lapisan penutup beraspal atau lapisan beton semen.

Perbedaan kekuatan antara bahu dengan jalur lalu-lintas akan memberikan


pengaruh pada kinerja perkerasan. Hal tersebut dapat diatasi dengan bahu

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 76


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

beton semen, sehingga akan meningkatkan kinerja perkerasan dan


mengurangi tebal pelat.

Yang dimaksud dengan bahu beton semen dalam pedoman ini adalah bahu
yang dikunci dan diikatkan dengan lajur lalu-lintas dengan lebar minimum
1,50 m, atau bahu yang menyatu dengan lajur lalu-lintas selebar 0,60 m, yang
juga dapat mencakup saluran dan kereb.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 77


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Tabel 2.22. Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa Bahu Beton Tabel 2.22. Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa Bahu Beton
(lanjutan)

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 78


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Tabel 2.22. Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa Bahu Beton Tabel 2.23. Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Dengan Bahu Beton
(lanjutan)

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 79


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Tabel 2.23 Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Dengan Bahu Tabel 2.23 Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Dengan Bahu Beton
Beton (lanjutan) (lanjutan)

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 80


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Gambar 2.11. Analisis fatik dan beban repetisi ijin berdasarkan rasio tegangan, dengan
/tanpa bahu beton

Gambar 2.12. Analisis erosi dan jumlah repetisi beban ijin, berdasarkan faktor erosi,tanpa
bahu beton

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 81


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Gambar 2.13. Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan
bahu beton

g. Sambungan

Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk :


• Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh
penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalu-lintas.
• Memudahkan pelaksanaan.
• Mengakomodasi gerakan pelat.

Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain :
• Sambungan memanjang
• Sambungan melintang
• Sambungan isolasi

Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint sealer), kecuali
pada sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan pengisi (joint filler).

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 82


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

h. Kekuatan Beton

Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural strength)
umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan pembebanan tiga
titik (ASTM C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3–5 MPa (30-50 kg/cm2).

Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti serat
baja, aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5–5,5 MPa (50-
55 kg/cm2). Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik lentur
karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2) terdekat.

Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik-lentur beton dapat
didekati dengan rumus berikut :

fcf = K (fc’)0,50 dalam MPa atau fcf = 3,13 K (fc’)0,50 dalam kg/cm2
dengan:
fc’ : kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)
fcf : kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)
K : konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk agregat
pecah.

Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah beton yang
dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 sebagai berikut :

fcf = 1,37.fcs, dalam MPa atau fcf = 13,44.fcs, dalam kg/cm2


dengan:
fcs : kuat tarik belah beton 28 hari

Beton dapat diperkuat dengan serat baja (steel-fibre) untuk meningkatkan kuat
tarik lenturnya dan mengendalikan retak pada pelat khususnya untuk bentuk
tidak lazim. Serat baja dapat digunakan pada campuran beton, untuk jalan plaza
tol, putaran dan perhentian bus. Panjang serat baja antara 15 mm dan 50 mm
yang bagian ujungnya melebar sebagai angker dan/atau sekrup penguat untuk
meningkatkan ikatan. Secara tipikal serat dengan panjang antara 15 dan 50 mm
dapat ditambahkan ke dalam adukan beton, masing-masing sebanyak 75 dan 45
kg/m³. Semen yang akan digunakan untuk pekerjaan beton harus dipilih dan
sesuai dengan lingkungan dimana perkerasan akan dilaksanakan.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 83


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Gambar 2.15. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu Gambar 2.14. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu
Lintas Dalam Kota, Tanpa Ruji, FKB = 1,1 Lintas Dalam Kota, Tanpa Ruji, FKB = 1,2

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 84


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Gambar 2.16. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu Gambar 2.17. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu
Lintas Dalam Kota, Dengan Ruji, FKB = 1,1 Lintas Dalam Kota, Dengan Ruji, FKB = 1,2

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 85


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Gambar 2.18. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu Gambar 2.19. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu
Lintas Luar Kota, Tanpa Ruji, FKB = 1,1 Lintas Luar Kota, Tanpa Ruji, FKB = 1,2

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 86


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Gambar 2.20. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu Gambar 2.21. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu
Lintas Luar Kota, Dengan Ruji, FKB = 1,1 Lintas Luar Kota, Dengan Ruji, FKB = 1,2

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 87


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

2.8. DESAIN DRAINASE

2.8.1. INTENSITAS CURAH HUJAN


Perhitungan intensitas curah hujan dilakukan dengan menggunakan rumus yang
dikembangkan oleh Dr. Mononobe, yaitu :

r1 = R24 / 24 (24/T)2/3

Dimana :
r1 = intensitas curah hujan dalam waktu T jam.
R24 = hujan maksimum dalam 24 jam (mm/hari)
Harga T diperoleh dari rumus yang dibuat oleh Dr. Mononobe sebagai berikut :

V = 72 x i.0.6 dan T = L/V

Dimana :
V = kecepatan rata-rata aliran (km/jam)
i = kemiringan dasar sungai
L = panjang sungai (km)
T = waktu perambatan banjir (jam).

2.8.2. PERIODE ULANG DAN CLEARANCE


Periode ulang curah hujan maksimum dan clearance untuk perencanaan struktur
drainase ditentukan berdasarkan tabel 2.20.

2.8.3. PERHITUNGAN DEBIT RENCANA


Perhitungan debit rencana dilakukan dengan menggunakan cara “Rational
Formulae”, yaitu :

Q = 1/3.6 .(f.r1.A)

Dimana :
Q = debit rencana (m3/dt)
f = koefisien pengaliran (tabel 2.21.)
r1 = intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas catchment area (km2)

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 88


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

PERIODE
STRUKTUR
SISTEM DRAINASE ULANG CLEARANCE (M)
DRAINASE
(TAHUN)

Daerah Aliran Sungai (CA


Jembatan Besar 50 2.0
> 15 km2)

Jembatan Kecil /
Daerah Aliran Sungai (15 2.0
Sedang 20
km2 >CA>0.3 km2) (0.5 untuk box culvert)
Box Culvert

Daerah Aliran Sungai (CA


Gorong-gorong 10 Tidak ada
< 0.3 km2)

Tinggi air dibatasi 1.2 kali


Drainase Permukaan
Drainase Air Permukaan 3 tinggi bukaan inlet (gorong-
dan Sisi Jalan
gorong kecil)

Tabel 2.24. Periode Ulang Curah Hujan Maksimum dan Clearance

KONDISI DAERAH ALIRAN SUNGAI HARGA F

Daerah Pegunungan yang Curam 0,79 - 0,90


Daerah Pegunungan Tersier 0,70 - 0,80
Tanah Bergelombang dan Hutan 0,50 - 0,75
Tanah Dataran yang Ditanami 0,45 - 0,60
Persawahan yang Diairi 0,70 - 0,80
Sungai di daerah Pegunungan 0,75 - 0,85
Sungai Kecil di Dataran 0,45 - 0,75
Sungai Besar di Dataran 0,50 - 0,75
Sumber : Hidrologi untuk Pengairan
Ir. Suyono Sosrodarsono

Tabel 2.25. Koefisien Pengaliran

2.9. GAMBAR PERENCANAAN AKHIR

Pembuatan gambar rencana selengkapnya, dilakukan setelah Draft Design mendapat


persetujuan dari pemberi tugas dengan mencantumkan koreksi-koreksi dan saran-saran
yang diberikan oleh pemberi tugas. Final Design digambar di atas kertas standard sheet.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 89


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

Gambar perencanaan akhir tersebut akan diplot dalam kertas A3 yang selengkapnya
terdiri dari :
1. Umum (General)
• Sampul.
• Lembar Pengesahan.
• Daftar Isi.
• Legenda, symbol dan singkatan.
• Peta Lokasi Pekerjaan.
• Peta Sumber Material.
• Rekapitulasi Daftar Kuantitas.
• Daftar Bangunan Pelengkap.
• Stripmap dan Penanganan
• Tipikal potongan melintang
2. Tata Letak Skala 1 : 2000
3. Situasi dan Potongan Memanjang.
• Skala horizontal 1:1000 dan Vertikal 1:100, Maksimum 350 m per lembar
• Dilengkapi dengan detail situasi yang ada, letak dan tanda patok beton, letak dan
ukuran jembatan/gorong-gorong, tanda-tanda lalu lintas, dan lain-lain.
4. Potongan Melintang
• Skala horizontal 1:100 dan Vertikal 1:100
• Untuk kondisi lurus interval dibuat per 50 m dan kondisi tikungan interval dibuat
per 25 m
5. Gambar Standar
• Rambu – Rambu Lalu Lintas
• Marka Jalan
• Patok Kilometer, Patok Pengarah, Rel Pengaman.
• Saluran Samping
• Gorong – Gorong
• Dinding Penahan Tanah
• Diagram super elevasi

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 90


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

2.10. PERKIRAAN BIAYA KONSTRUKSI

Lingkup pekerjaan untuk tahapan pekerjaan ini adalah sebagai berikut :


1. Perhitungan kuantitas pekerjaan berdasarkan mata pembayaran standar yang
dikeluarkan oleh Dirjen Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum.
2. Analisa Harga Dasar Satuan Bahan dengan mempertimbangkan jarak lokasi
pekerjaan dengan lokasi Quarry
3. Analisa Harga Satuan Pekerjaan.
4. Perhitungan Perkiraan Biaya Pekerjaan Fisik

2.11. DOKUMEN LELANG

Dokumen tender/pelelangan akan dibuat untuk masing-masing ruas. Dokumen tender


yang akan disiapkan Konsultan antara lain:
a. Buku 1 : Bab I Instruksi Kepada Peserta Lelang
: Bab II Bentuk Penawaran, Informasi Kualifikasi dan Bentuk
Perjanjian.
: Bab III Syarat-syarat Kontrak
: Bab IV Data Kontrak
b. Buku 2 : Bab V.1 Spesifikasi Umum
: Bab V.2 Spesifikasi Khusus
c. Buku 3 : Bab VI Gambar Rencana
d. Buku 4 : Bab VII Daftar Kuantitas
: Bab VIII Bentuk-bentuk Jaminan

2.12. LAPORAN – LAPORAN

Jenis – jenis laporan pekerjaan yang akan diserahkan oleh pihak konsultan perencana
sebagaimana yang tertuang dalam Kerangka Acuan Kerja adalah sebagai berikut :

1. Laporan Pendahuluan
Berisikan Latar Belakang, Lokasi Pekerjaan, Metodologi, rencana kerja yang akan
dilaksanakan oleh pihak konsultan perencana.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 91


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

2. Laporan Survey Pendahuluan


Berisikan tentang metodologi survey pendahuluan serta hasil dari survey
pendahuluan.

3. Laporan Bulanan
Adalah laporan kemajuan pekerjaan yang dilaksanakan oleh pihak konsultan
perencana pada setiap bulannya

4. Laporan Survey Teknis


Berisikan metodologi, data – data lapangan dan hasil analisa data lapangan yang
terdiri dari :
• Laporan Survey Topografi
• Laporan Penyelidikan Tanah
• Laporan Hidrologi
• Laporan Lalu Lintas

5. Laporan Akhir
Adalah laporan Perencanaan Geometrik, Perkerasan Jalan dan Bangunan Pelengkap
Jalan serta dari seluruh kegiatan perencanaan yang telah dilaksanakan oleh
konsultan perencana

6. Gambar Rencana.
Adalah Gambar Teknis Perencanaan yang disusun dalam format kertas A3 dengan
skala yang telah ditetapkan dalam standar Bina Marga.

7. Dokumen Lelang.
Adalah dokumen Lelang untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang meliputi
Instruksi kepada peserta lelang, Bentuk Informasi dan Kualifikasi, Syarat-Syarat
Kontrak, Data Kontrak, Spesifikasi Teknis, Gambar Rencana, Bentuk-Bentuk Jaminan,
Daftar Kuantitas.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 92


Laporan Pendahuluan RENCANA KERJA

BAB - 3
RENCANA KERJA

3.1. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERSONIL

Tugas dan tanggung jawab untuk setiap personil secara umum adalah sebagai berikut :

1. Team Leader
• Mengkoordinir dan mengendalikan semua personil yang terlibat dalam pengumpulan
data lapangan dari jenis pekerjaan yang ditanganinya.
• Bekerjasama dengan Engineer dan staf teknik lainnya yang membantu melaksanakan
pekerjaan perencanaan ini sehingga hasil yang didapat sesuai dengan Kerangka Acuan
Kerja atau yang diharapkan oleh pemberi kerja.

2. Ahli Jalan Raya


• Mengkoordinir dan mengendalikan semua personil yang terlibat dalam pengumpulan
data lapangan dari jenis pekerjaan yang ditanganinya.
• Memeriksa dan menganalisa hasil pengumpulan data lapangan, memeriksa serta
menganalisanya.
• Membuat perhitungan dan desain jalan dan gambar-gambar desain yang diperlukan
dalam pekerjaan.
• Merencanakan tebal perkerasan dan geometrik jalan raya.
• Bertanggung jawab atas semua hasil perhitungan dan gambar-gambar kepada Team
Leader dan pemberi kerja.

3. Ahli Geoteknik.
• Menentukan lokasi titik pengambilan sampel tanah dan Quarry.
• Mengkoordinir semua personil yang terlibat dalam pekerjaan penyelidikan tanah baik di
lapangan maupun di laboratorium serta menyusun rencana kerjanya.
• Mengadakan pengujian tanah baik di lapangan maupun di laboratorium.
• Melakukan analisa dan evaluasi data geoteknik, termasuk merencanakan dan
merekomendasikan jenis pondasi jalan dan jembatan berikut perhitungannya.

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

• Bertanggung jawab atas semua pengujian dan penyelidikan tanah kepada Team Leader
dan pemberi kerja.

4. Ahli Geodesi.
• Mengendalikan dan mengatur semua personil yang terlibat dalam pelaksanaan
pengukuran dan pemetaan topografi di lapangan.
• Memeriksa dan menganalisa data lapangan.
• Membuat perhitungan dan gambar-gambar hasil pengukuran topografi situasi, potongan
memanjang dan melintang.
• Bertanggung jawab atas hasil perhitungan dan gambar hasil pengukuran topografi
kepada pemberi kerja.

5. Ahli Hidrologi
• Mengendalikan dan mengatur semua personil yang mengadakan survai lapangan.
• Memeriksa dan menganalisa data lapangan.
• Membuat perhitungan debit banjir sebagai dasar untuk perencanaan bangunan drainase
dan mengestimasi tinggi muka air di sungai sebagai dasar untuk perencanaan tinggi
jembatan.
• Bertanggung jawab atas semua hasil analisa data lapangan dan hasil perhitungan kepada
Team Leader dan pemberi kerja.

6. Ahli Cost Estimate.


• Menyusun daftar harga satuan bahan, upah, alat di lokasi pekerjaan.
• Menyusun analisa harga satuan pekerjaan.
• Menghitung volume satuan pekerjaan.
• Menghitung rencana anggaran biaya pekerjaan
• Bertanggung jawab atas semua hasil analisa harga satuan pekerjaan dan hasil
perhitungan volume satuan pekerjaan.

3.2. STRUKTUR ORGANISASI TIM PERENCANA

Tim konsultan akan berkedudukan di Banjarmasin dan dibantu oleh Tenaga Pendukung. Untuk
pelayanan konsultasi secara efisien dan optimal, Tim Konsultan akan menyusun Struktur
Organisasi mulai dari Tenaga Ahli maupun Tenaga Pendukung. Setelah mempelajari kebutuhan

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 94


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

dan tugas serta tanggung jawab personil yang tercantum di dalam Kerangka Acuan Kerja, Tim
Konsultan mencoba menyusun struktur Organisasi seperti terlihat pada Gambar 4.1. Struktur
Organisasi Tim Konsultan

TEAM LEADER
Ir. AIDIN DJAFAR

AHLI JEMBATAN AHLI TEKNIK JALAN


AHLI TANAH BAHAN AHLI KUANTITAS DAN BIAYA
ISMAIL IBRSHIM ST HENDI HIDAYAT ST
Ir. MUHAMMAD ARIF YUSRY MAJID LAMSINU, ST

Gambar 3.1. Struktur Organisasi Konsultan Perencana

3.3. PROGRAM KERJA

Sebelum memulai pelaksanaan pekerjaan, konsultan perencana akan menyusun program kerja
yang meliputi :

1. Jadwal Rencana Pekerjaan secara detail dengan harapan pekerjaan nantinya dapat selesai
tepat waktu tanpa mengurangi kualitas dan kuantitas hasil perencanaan.

2. Jadwal Penugasan Personil secara detail dengan harapan agar tiap-tiap personil dapat
menggunakan waktunya secara efektif dan efisien sehingga tugas dan tanggung jawab yang
diterimanya dapat diselesaikan dengan baik.

3.4. JADWAL RENCANA KERJA

Konsultan perencana telah mencoba menyusun jadwal rencana untuk pekerjaan jasa
konsultansi ini. Untuk menghindari terjadinya keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, maka

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 95


Laporan Pendahuluan METODOLOGI

jadwal kegiatan disusun secara overlap dikarenakan waktu yang disediakan oleh pengguna jasa
relatif sempit. Adapun jadwal rencana kerja yang telah disusun dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Jadwal Rencana Kerja

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua 96


3.5. JADWAL RENCANA PENUGASAN PERSONIL

Konsultan perencana juga telah menyusun jadwal rencana penugasan untuk tiap-tiap personil.
Ketepatan penempatan waktu tugas personil sangat menentukan keberhasilan pekerjaan ini,
karena ketidaktepatan waktu penugasan akan mengakibatkan pemborosan dana dan beresiko
terhadap penyelesaian pekerjaan.

Adapun jadwal rencana penugasan personil yang telah disusun dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Jadwal Penugasan Personil.

Gambar 3.3. Jadwal Penugasan Personil

Perencanaan Pembangunan Ruas Jalan Bakajaya Batudua

Anda mungkin juga menyukai