E. URAIAN PENDEKATAN,
METODOLOGI DAN
PROGRAM KERJA
Pada bagian akhir, akan dijelaskan mengenai rencana kerja yang menjelaskan
mengenai aplikasi tahapan kerja dan tahapan analisis yang diusulkan sesuai
dengan kerangka waktu yang disediakan.
E.1.1.1 Definisi
Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan PP No. 34 Tahun 2006 tentang
Jalan disampaikan mengenai penyelenggaraan jalan umum dilakukan
denganmengutamakan pembangunan jaringan jalan di pusat-pusat produksi
serta jalan-jalan yang menghubungkan pusat-pusat produksi dengan daerah
Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan menyebutkan klasifikasi jalan umum
berdasarkan sistem, fungsi, status dan kelas. Maksud dari klasifikasi jalan umum
tersebut adalah pembagian kewenangan pembinaan jalan, sehingga jelas pihak yang
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan jalan. Bentuk kegiatan penyelenggaraan
sebagaimana yang disebutkan dalam UU tentang jalan tersebut adalah meliputi
pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan.
Klasifikasi menurut status terbagi atas jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota
dan desa. Penjelasan mengenai masing-masing bentuk klasifikasi jalan umum
berdasarkan UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan dapat dilihat pada Tabel E.1
berikut ini. Sedangkan klasifikasi jalan umum berdasarkan kelas hanya meliputi
jalan bebas hambatan, dimana pengaturan mengenai kelas jalan dapat
mengikuti aturan-aturan yang diberlakukan pada LLAJ.
Tabel E.1 Klasifikasi Jalan Umum di Indonesia
No. Pembagian Klasifikasi Penjelasan
1. Menurut Sistem jaringan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang
sistem jalan primer dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional,
dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yg berwujud
pusat kegiatan
Sistem jaringan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang
jalan sekunder dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan
2. Menurut Jalan arteri jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
fungsi perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna
Jalan kolektor jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri perjalananjarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi
Jalan lokal jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah
jalan masuk tidak dibatasi
Jalan lingkungan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan
ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah
3. Menurut status Jalan Nasional jalan arteri & jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis
nasional, serta jalan tol
Jalan Provinsi jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota,
atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi
Jalan Kabupaten jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk
Jalan Nasional maupun Jalan Provinsi, yang menghubungkan
ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal,
antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan
jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis
kabupaten
Jalan Kota jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubung-kan antarpusat pelayanan dalam kota,
menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan
antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang
berada di dalam kota
Jalan Desa jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
c.Bagian-Bagian Jalan
Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan PP No. 34 Tahun 2006 tentang
Jalan disampaikan bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik
jalan, dan ruang pengawasan jalan.
a. Badan jalan hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan
jalan.
b. Dalam rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta
pengamanan konstruksi jalan badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas.
e. Tinggi ruang bebas bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 5
(lima) meter.
f. Kedalaman ruang bebas bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah
1,5 (satu koma lima) meter dari permukaan jalan.
h. Ukuran saluran tepi jalan ditetapkan sesuai dengan lebar permukaan jalan
dan keadaan lingkungan. Saluran tepi jalan dibangun dengan konstruksi
yang mudah dipelihara secara rutin.
b. Ruang milik jalan diberi tanda batas ruang milik jalan yang ditetapkan
oleh penyelenggara jalan.
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai lebar ruang milik jalan dan tanda batas
ruang milik jalan diatur dalam Peraturan Menteri.
d. Apabila terjadi gangguan dan hambatan terhadap fungsi ruang milik jalan,
penyelenggara jalan wajib segera mengambil tindakan untuk kepentingan
pengguna jalan.
e. Bidang tanah ruang milik jalan dikuasai oleh penyelenggara jalan dengan
suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
d. Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan
jalan ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit denganukuran
sebagai berikut:
Mengacu pada pasal 12 (1) PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan yang
menyebutkan bahwa persyaratan teknis jalan meliputi: kecepatan rencana,
lebar badan jalan, kapasitas, jalan masuk, persimpangan sebidang, bangunan
pelengkap, perlengkapan jalan, penggunaan jalan sesuai dengan fungsinya, dan
tidak terputus yang mana bahwa persyaratan teknis jalan tersebut harus
memenuhi ketentuan keamanan, keselamatan, dan lingkungan (ps 12 (2)), maka
penyelenggara jalan harus memenuhi persyaratan keteknikan jalan untuk asas
keamanan, serta memenuhi persyaratan teknis kondisi permukaan jalan dan
kondisi geometrik jalan untuk asas keselamatan.
Dan sebagai jalan arteri primer, jalan kolektor primer yang menghubungkan
antaribukota provinsi, jalan tol dan jalan strategis nasional, maka persyaratan
teknis jalan nasional termasuk jalan strategis nasional berdasarkan pasal 12 PP
34/2006 adalah seperti yang tercantum pada Tabel E.4
Penilaian kondisi jalan perlu dilakukan secara periodik baik struktural maupun
nonstruktural. Nilai kondisi jalan ini nantinya dijadikan acuan untuk
menentukan jenis program evaluasi yang harus dilakukan, apakah itu program
peningkatan, pemeliharaan berkala, atau pemeliharaan rutin.
Salah satu tahapan dalam merevaluasi kondisi permukaan jalan adalah dengan
melakukan penilaian terhadap kondisi eksisting jalan. Nilai kondisi jalan ini
nantinya dijadikan acuan untuk menentukan jenis program revaluasi yang
harus dilakukan, apakah itu program peningkatan; pemeliharaan berkala; atau
pemeliharaan rutin. Bolla (2012).
Menurut RCS atau SKJ untuk menghitung besaran nilai SDI, hanya diperlukan 4
unsur yang dipergunakan sebagai dukungan yaitu: kondisi retak pada
permukaan jalan (total luas dan lebar retak rata-rata), kerusakan lainnya yang
terjadi (jumlah lubang per 100 m panjang jalan), serta bekas roda/rutting
(kedalaman). perhitungan nilai surface distress index dapat dilihat pada
gambar E.7.
Nilai aslinya ditentukan melalui pengukuran yang akurat dan sesuai dari
suatu profil jalan, kemudian diproses melalui suatu algoritma yang
mensimulasikan respon suatu kendaraan standar terhadap
ketidakrataan dan akumulasi pergerakan dari suspensi.
Ada beberapa cara untuk mendapatkan nilai IRI, yaitu antara lain dengan
menggunakan alat NAASRA Roughometer, menggunakan alat Roaddroid, dan
menggunakan alat Profilometer Kelas III type responsif yang menggunakan
accelerometer. Berdasarkan KAK, maka yang digunakan adalah alat Profilometer
Kelas III type responsif yang menggunakan accelerometer atau Roughometer III.
sangat rusak dan nilai 100 menandakan perkerasan masih sangat baik.
Perhitungan PCI didasarkan atas hasil survei kondisi jalan secara visual yang
teridentifikasi dari tipe kerusakan, tingkat kerusakan (severity), dan
kuantitasnya. Tipe kerusakan jalan berdasarkan Shahin (1994) berjumlah 19
jenis kerusakan yaitu alligator cracking, bleeding, block cracking, bums and sags,
corrugation, depression, edge cracking, joint reflection, lane/shoulder drop off,
longitudinal and transverse cracking, patching and utility cut patching, polished
aggregate, potholes, railroad crossings, rutting, shoving, slippage cracking, swell,
weathering and ravelling. Tingkat kerusakan yang digunakan berjumlah 3
tingkat yaitu Low Severity Level (L), Medium Severity Level (M), dan High Severity
Level (H).
1) Kerapatan (Density)
Kerapatan adalah nilai persentase antara luasan tipe kerusakan terhadap luasan
suatu unit segmen yang diukur dalam meter persegi. Rumus yang digunakan
menggunakan persamaan berikut :
density = (1)
atau,
density = (2)
keterangan :
(3)
keterangan :
Setelah didapat nilai CDV, maka nilai-nilai PCI untuk tiap unit dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
PCI =
keterangan :
Nilai PCI tersebut lalu dibandingkan dengan nilai rating penilaian PCI seperti
ditunjukkan Tabel E.10.
Survei kondisi jalan meliputi jalur dan/atau lajur lalu lintas, bahu jalan,
bangunan pelengkap, perlengkapan jalan, dan lahan pada Rumaja dan Rumija,
yang dilakukan paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun. Hasil dari
survey kondisi jalan ini, akan digunakan untuk menentukan jenis penanganan
yang diperlukan.
Ada tiga formulir yang digunakan untuk survey kondisi jalan, yaitu Formulir
untuk perkerasan lentur, Formulir untuk perkerasan kaku dan Formulir untuk
non Paved atau tanpa perkerasan.
Gambar E.9 Data-data yang dikumpulkan untuk survei kondisi jalan (jalan
aspal)
Gambar E.10 Data-data yang dikumpulkan untuk survei kondisi jalan (jalan
tanah/kerikil)
Contoh Jenis-jenis kerusakan jalan dapat dilihat pada gambar berikut ini.
E.1.3KONDISI JEMBATAN
BMS (Bridge Management System) merupakan salah satu cara untuk dapat
mempertahankan kondisi jembatan melalui proses investigasi berkala pada
suatu jembatan sehingga dapat menentukan tahap perawatan dan perbaikan.
Agar BMS dapat bekerja dengan efektif dan efisien sangat dibutuhkan informasi
yang baik tentang jembatan tersebut. Informasi tersebut tergantung dari ukuran
dan kompleksitas dari sistem yang akan dibangun, tetapi pada dasarnya semua
sistem tersebut mempunyai hubungan dengan inventaris, inspeksi, perawatan
dan keuangan. (Ryall, 2001).
Dengan analisis kondisi existing, dapat diketahui data-data riil segmen jembatan
pada ruas jalan di wilayah penelitian. Selain itu, melalui bentang dan panjang
jembatan yang diperoleh melalui survei invetarisasi jembatan dapat digunakan
dasar acuan untuk menghitung kapasitas suatu jembatan.
1. Gelagar Utama
2. Abutment
3. Pilar
4. Lantai Jembatan
5. Dudukan Jembatan
6. Tumpuan
7. Dinding Sayap Jembatan
8. Dinding Belakang Jembatan
9. Gelagar
10. Sambungan
11. Lapis Permukaan
12. Trotoar
13. Sandaran
3. Jembatan Beton
Ciri mendasar dari jembatan ini adalah struktur atasnya terbuat dari
beton. Jembatan ini biasanya digunakan untuk sebagai jembatan
bentang pendek sampai menengah. Ada beberapa jenis jembatan
beton, anatar lain:
- Plat Beton Indonesia (PTI)
Jembatan plat beton biasanya digunakan untuk sebuah jembatan
yang memiliki pajnag antara 5 – 12 meter. Berikut contoh
jembatan yang tipe PTI
Asset di bidang Geoteknik seperti lereng jalan, tebing batu yang dipotong untuk
jalan, dan tembok penahan tanah adalah vital bagi penunjang sistem
transportasi. Investigasi dan analisa tingkat kerawanan lereng dan
Keruntuhan lereng adalah kasus yang sering terjadi di berbagai ruas jalan
di Indonesia. Resiko yang diakibatkan keruntuhan lereng dapat meliputi
kerusakan aspal jalan, pagar jalan dan pembatas keamanan jalan,
tersumbatnya saluran drainase, kerusakan jembatan, bahkan kehilangan
jiwa dan kendaraan. Perbaikan dan pemeliharaan yang diperlukan untuk
menstabilkan lereng dapat dilakukan dengan 2 (dua) metode pendekatan,
yaitu perbaikan berupa tindakan perbaikan lereng setelah terjadinya peristiwa
longsor, dan pemeliharaan dan perbaikan lereng yang terjadwal sebelum
terjadinya bencana keruntuhan Lingkungan (infrastruktur yang termasuk
aset geoteknik) merupakan faktor yang sangat mempengaruhi tingkat
keamanan jalan ataupun pengguna jalan. Aset geoteknik merupakan faktor
lingkungan, dan jika dikombinasikan dengan pengguna jalan, merupakan faktor
yang cukup dominan (24-34,8 %) sebagai penyebab kecelakaan transportasi
(Agus Taufik Mulyono, 2008).
Gerakan massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longsor
(landslide) merupakan suatu bencana alam yang sering melanda daerah
perbukitan dan di daerah tropis basah. Bencana alam gerakan massa tersebut
cenderung semakin meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia.
Gerakan massa yang berupa tanah longsor terjadi akibat adanya keruntuhan
geser di sepanjang bidang longsor yang merupakan batas bergeraknya massa
tanah dan batuan. Keruntuhan umumnya dianggap terjadi saat tegangan geser
rata-rata disepanjang bidang longsor sama dengan kuat geser tanah atau batuan
yang dapat ditentukan dari uji laboratorium dan uji lapangan (Andius Dasa
Putra, 2008).
besar total biaya yang diperlukan bisa sangat besar. Menurut TRB
(Transportation Research Board, USA) biaya perbaikan kelongsoran besar di
seluruh USA diperkirakan melebihi 100 juta dollar (Rp. 1 triliun) tiap tahunnya.
Belum termasuk multiplier impaknya seperti biaya kenaikan harga bahan
sembako dan material bangunan (seperti beras, sayuran, semen, baja, dan tiket
bus Antar Kota Antar Propinsi naik bila jalan ini terputus) (Riau Pos, 2005-
2009, Pierson A. Lawrence, Vickle Robert Van, 1993, dan Youssef, Maerz, dan,
Fritz, 2003, Ari Sandhyavitri, 2008, 2009).
Sampai saat ini, umumnya pendekatan terhadap penanganan lereng jalan masih
bersifat kuratif yang berfokus pada penyelesaian masalah yang terjadi,
sementara untuk meminimalisir kerugian akibat keruntuhan lereng dibutuhkan
pendekatan preventif untuk memberikan penanganan yang tepat pada lereng
beresiko runtuh sebelum terjadi keruntuhan. Sistem Manajemen Lereng yang
dikembangkan oleh Balai Litbang Geoteknik Jalan sejak tahun 2015 telah
mencapai penyempurnaan dan siap digunakan untuk penanganan lereng secara
preventif. Uji coba aplikasi inventarisasi, inspeksi dan penilaian resiko lereng
telah dilakukan tahun 2018 lalu dan akan terus dikembangkan bersama
kegiatan Survey Kondisi Lereng.
Terdapat 3 (tiga) tahapan dari survei kondisi lereng, yaitu (1) Inventarisasi, (2)
Inspeksi dan (3) Penentuan Tingkat Resiko. Kegiatan pertama inventarisasi
lereng jalan dilakukan terhadap lereng alam atau lereng buatan baik galian atau
timbunan yang berada di ruang milik jalan atau hingga lebih dari ruang
pengawasan jalan jika terindikasi dapat memicu ketidakstabilan terhadap
lereng terkait. Inventarisasi dilakukan juga pada lereng yang mengalami
keruntuhan yang dapat mempengaruhi kualitas penggunaan jalan.
Kriteria lereng yang diinventarisasi adalah lereng jalan dengan tinggi tebih atau
kedalaman lembah lebih dari 5 m, kecuali jika lereng mengalami keruntuhan
dan berdampak terhadap terganggunya fungsi jalan baik yang telah
ditanggulangi maupun belum.
Lereng yang diinventarisasi dikelompokkan dalam posisi lereng kiri dan kanan,
dan asal pembentukan lereng apakah alami, atau buatan dengan menggali atau
menimbun.
Informasi tapak umum lereng yang perlu diinventarisasi adalah bentang alam,
tata guna lahan di atas dan bawah lereng, jenis dan kerapatan vegetasi, kondisi
hidrologi, cuaca saat survey, keberadaan utilitas umum dan bangunan di sekitar
lereng, ketersediaan jalan untuk inventarisasi dan inspeksi, volume lalu lintas,
sudut lereng, dan perkiraan masa konstruksi jika terjadi keruntuhan lereng dan
Panjang jalan alternative jika terjadi pengalihan jalan.
Inventarisasi geometri lereng meliputi jenis lereng dengan pilihan lereng alam
atau galian dan timbunan buatan, panjang lereng sejajar jalan, panjang
kemiringan, tinggi dan sudut lereng.
dalam pengukuran jika ditemui lereng kanan dan lereng kiri atau terdapat lebih
dari satu geometri lereng yang dipisahkan oleh sengkedan, maka panjang
miring, ketinggian dan sudut setiap lereng harus diukur secara terpisah dan
diambil pengukuran secara keseluruhan.
Selain pengukuran geometri perlu ditentukan juga bentuk lereng dengan pilihan
cembung, cekung atau datar. Topografi lereng dengan mengidentifikasi
keberadaan lereng alluvium yaitu endapan atau talus di kaki lereng, jejak
keruntuhan akibat kegagalan lereng di masa lalu, keberadaan garis lekuk atau
overhang pada lereng, dan aliran debris pada lereng.
1. Inspeksi rutin yang dilakukan secara visual untuk deteksi dini kelainan
atau gejala-gejala abnormal pada lereng jalan.
3. Inspeksi khusus yang dilakukan jika telah terjadi hujan dengan intensitas
yang tinggi mencapai 100 mm/hari, atau 70 mm/hari secara terus
menerus selama lebih dari dua jam, setelah terjadi gempa dan atau
rekomendasi ahli geoteknik.
keadaan miring. Semua pertanyaan dalam formulir inspeksi wajib dijawab jika
telah diisi dalam formulir inventarisasi dengan mencantumkan bukti foto
kondisi komponen yang diinspeksi.
Kegiatan ketiga dari Survey kondisi lereng adalah penilaian tingkat resiko
lereng. Penilaian tingkat resiko lereng jalan dilakukan menggunakan formulir
sesuai dengan jenis keruntuhan atau formulir aplikasi yang dapat dipasang di
dalam computer atau smartphone.
R = 0.9 H +C
Dengan R adalah tingkat resiko, dan H adalah analisis bahaya yang dinilai
berdasarkan identifikasi lereng dan bangunan rekayasa lereng terhadap tingkat
bahaya lereng, menggunakan data hasil inventarisasi lereng jalan dan inspeksi
yang disimpan dalam basis data lereng jalan. Analisa ini meliputi penilaian
keruntuhan dan jatuhan batuan, keruntuhan massa batuan, keruntuhan
longsoran, aliran debris, dan keruntuhan timbunan.
Tingkat resiko dikategorikan menjadi empat yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang,
dan rendah dan mitigasinya ditentukan berdasarkan pedoman yang diterbitkan
oleh Litbang Geoteknik. Hasil dari penilaian tingkat resiko dapat dirangkum
menjadi peta resiko lereng jalan yang dibuat dengan bantuan perangkat lunak
berbasis GIS yang memuat koordinat lereng, trase jalan dan tingkat resiko
lereng yang ditunjukkan dengan warna tertentu pada setiap tingkat resiko.
Nilai Total Resiko Tingkat Resiko Lereng Jalan Mitigasi Resiko Lereng Jalan
Sesuai dengan KAK Bagian 7 terdapat 7 item lingkup pekerjaan yang harus
dilaksanakan konsultan selama masa waktu pekerjaan yang diberikan. Untuk
melaksanakan seluruh lingkup pekerjaan yang diamanatkan dalam KAK
tersebut konsultan mengusulkan beberapa metoda dan pendekatan seperti
disampaikan pada Tabel E.14.
4. Survey Linkdesc, titik Hasil No 1,2,3 Survey Link Panjang jalan (baik
referensi dan ketidakrataan Form survey Desc panjang datar maupun
jalan (IRI) Peralatan survey Survey Titik panjang miring)
Personil survey Referensi Referensi titik awal dan
(DRP) akhir ruas beserta
Survey IRI koordinat
(dengan alat Koordinat per 100 m
Profilometer) real/panjang atau
miringdan event
pengenal sepanjang ruas
Nilai IRi dari ruas jalan
5. Survey inventarisasi jalan dan Hasil No 1,2,3 Survey Tipe Jalan, tipe
survey kondisi jalan Form survey inventarisasi perkerasan, lebar
Peralatan survey jalan perkerasan, lebar bahu,
Personil survey Survey kondisi lebar saluran samping,
jalan tata guna lahan,
alinyemen
Kondisi jalan untuk
perkerasan lentur, kaku
dan perkerasan tanpa
penutup (jenis kerusakan
dan ukurannya)
6. Survey Kapasitas Struktur Hasil No 1,2,3 Survey Lendutan ruas jalan
Perkerasan Form survey Lendutan
Peralatan survey (dengan alat
Personil survey FWD/LWD)
7. Survey Traffic Counting Hasil No 1,2,3 Survey TC Jumlah volume lalu lintas
Form survey Manual
Peralatan survey Survey TC
Personil survey Otomatis
1. Survey sekunder/instansional
Survey linkdesc dan titik referensi dilaksanakan setidaknya 5 tahun sekali. Akan
tetapi, dikarenakan dengan adanya kebijkan survai dilaksanakan sesuai dengan
panjang lapangan di tahun 2019, maka perlu dilakukan survai linkdesc dan titik
referensi ditahun 2019. Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) maka jumlah
ruas yang disurvey untuk wilayah Provinsi Papua adalah 80 ruas.
Survey Linkdesc adalah proses perekaman informasi panjang jalan, baik panjang
datar maupun miring serta tanda pengenal awal dan akhir ruas beserta
koordinatnya. Dalam pelaksanaan survey linkdesc akan dilakukan pemasangan
patok penanda setiap 10 KM serta pada awal dan akhir ruas, yang nantinya
dapat menjadi pedoman pada pelaksanaan kegiatan survey selanjutnya.
DRP (Data Reference Point), atau disebut juga STR (Survey Titik Referensi) yang
menyimpan Halda meter beserta semua legenda-nya yang terdiri dari Patok KM,
Gorong-gorong (culvert), Jembatan (Bridge), Rel Kereta Api, Persimpangan, dan
lainnya, selain itu didapatkan Longitude dan Latitude dari GPS Tracking. Survey
data titik referensi (DRP – Data Reference Point) berdasarkan Manual
Integrated Road Management System (IRMS) dimaksudkan untuk menentukan
titik – titik referensi pada satu ruas jalan yang akan digunakan sebagai
referensi/ pedoman dalam pelaksanaan survey jalan lainnya. Sistem titik
referensi data secara tepat menunjukkan lokasi setiap titik pada jaringan jalan
dengan berpatokan pada suatu titik tertentu yang tidak bergerak. Jarak antara
titik referensi (biasanya patok KM) secara umum tidak akan berubah kecuali
terjadi pekerjaan perubahan geometrik jalan (alinyement ulang – perbaikan
alinyemen) sehingga hanya terdapat sebagian panjang jalan yang terpengaruh.
Tujuan dari survey titik referensi (DRP – Data Reference Point) adalah untuk
menetapkan setiap DRP, jarak antara masing – masing DRP tersebut dan
koordinat GPS (Global Positioning System)dari titik – titik yang membentuk
suatu ruas jalan. Bina Marga telah menggunakan sistem DRP ini untuk
mereferensikan jalan mereka berdasarkan pada patok KM, jembatan, tugu dan
lain sebagainya. Dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) untuk pelaksanaan survey
DRP dilaksanakan perekaman data koordinat per 100 meter secara aktual/
panjang miring dan event pengenal sepanjang ruas jalan tersebut, diantaranya
adalah titik awal dan akhir ruas, patok KM, persimpangan tidak sebidang,
jembatan, tugu dan lain sebagainya. Data panjang dan GPS per 100 m dari
survey ini akan menjadi acuan bagi survey lainnya dalam pengolahan data.
Pengukuran nilai IRI dilakukan untuk setiap ruas jalan sebanyak 2 kali dalam 1
tahun setiap lajur. Pengukuran pertama dilaksanakan antara bulan Januari
sampai dengan bulan Juni dan Pengukuran kedua dilakukan pada bulan Oktober
sampai dengan Desember. Data yang sudah valid harus masuk ke dalam
GEODATABASE BINA MARGA pada bulan Juni untuk pengukuran pertama dan
Desember untuk Pengukuran ke dua.
Kegiatan pengukuran data IRI menggunakan alat profilometer class III tipe
responsif dengan menggunakan accelerometer atau class I tipe laser
profilometer. Metoda pelaksanaan survai ketidakrataan mengacu pada pedoman
pengukuran.
Survey dilakukan dengan interval data per 100 m lajur, pada 2 arah lalu lintas.
Dengan satuan m/km. Untuk jalan yang masih dalam tahap konstruksi selama
area jalan yang digunakan yang kemungkinan besar tidak akan berubah
seperti ; bahu jalan dan saluran drainase samping.
Atribut data yang harus diambil saat pelaksanaan survey Road Network
Inventory adalah :
o Tipe jalan
Dimana akan didapatkan tipe jalan eksisting yaitu adalah 2/1 UD, 2/2
UD, 4/2 UD, 4/2 D dan 6/2 D.
o Tipe perkerasan
Dimana ditentukan berdasarkan perkerasan yang terdapat pada
eksisting jalan, diantaranya adalah tanah, JAPAT (Awcas)/ Kerikil, Burtu,
Burda, Lataston (HRS), Aspal Beton (AC), Concrete/ Rigid, dan lain – lain.
o Lebar perkerasan (m), yang meliputi lebar lajur dan lebar total setiap
lajur
o Tipe bahu
Dimana ditentukan berdasarkan data tidak ada bahu, bahu lunak dan
bahu yang diperkeras.
o Lebar bahu (m)
o Median
Dimana ditentukan berdasarkan data tidak ada median, median < 1 m,
median 1 m – 3 m dan > 3 m.
o Tipe saluran samping
Dimana diambil berdasarkan kondisi saluran tanah terbuka, beton/
pasangan batu terbuka, saluran irigasi, beton/ pasangan batu tertutup
dan tidak ada saluran.
o Kedalaman saluran samping (m)
o Tata guna lahan
Dimana tata guna lahan dapat berupasaeah/ kebun/hutan (rural),
perumahan (urban 1), perindustrian (urban 2) dan pertokoan/
perkantoran/ pasar (urban 3).
o Alinemen (vertikal dan horizontal)
Dimana untuk vertikal dapat berupa kondisi datar, bukit dan gunung.
Sedangkan untuk horizontal dapat berupa kondisi lurus , sedikit belokan
dan banyak belokan.
o Terrain
Dimana informasi yang didapatkan nanti berupa kondisi terrain tebing
atau lembah.
Informasi yang didapatkan dari survey ini sangat penting dan akan menjadi
catatan sejarah jaringan jalan tersebut, sehingga pengamatan detail untuk
menjamin keakuratan data sangat dibutuhkan.
Survei IKP ( Indeks Kondisi Perkerasan) atau survei kondisi jalan dilaksanakan
dengan menggunakan metode manual yaitu dengan merekam perjalanan
kendaraan dengan kecepatan tertentu menggunakan kamera video resolusi
tinggi. Untuk mendapatkan Indeks Kondisi Perkerasan terlebih dulu perlu
identifikasi kondisi perkerasan yang dilakukan survei secara manual
(pengamatan visual) atau secara otomatis menggunakan kendaraan yang
dilengkapi dengan peralatan perekam data yang diperlukan misalnya video
imaging. Pengukuran kondisi jalan dilakukan untuk setiap ruas jalan dan
dilakukan 1 x pada semester 1. Data pengukuran yang sudah valid harus masuk
ke dalam GEODATABASE BINA MARGA. Pengukuran kondisi jalan dilakukan
setiap lajur ruas jalan sebanyan 1 kali dalam 1 tahun, Panjang lajur jalan yang
harus disurvei adakah hasil survei linkdesc dan titik referensi dengan bantuan
alat video imaging.
Ada tiga formulir yang digunakan dalam pengukuran kondisi jalan yaitu
formulir untuk perkerasan lentur/ beton aspal, formulir untuk perkerasan
kaku/ rigid, formulir untuk jalan non paved atau tanpa perkerasan.
perkerasan non paved/ tanpa penutup mengacu pada MDP 2017 metoda
penghitungan lampiran Q-5.
Berikut adalah contoh formulir lapangan untuk perkerasan beton aspal/
perkerasan lentur dan perkerasan kaku.
Gambar E.20 Contoh Lembar Penentuan IKP perkerasan Lentur/ Beton Aspal
Survey dilakukan pada 2 arah lajur lalu lintas, dengan interval pengukuran 100
m jalur.
Untuk perkerasan tanpa penutup yang perlu disurvei kondisi adalah sebagai
berikut:
Kondisi baik/sedang/ rusak ringan/ rusak berat (sesuai MDP2017).
Kondisi bahu: ada/tidak ada/ baik/ sedang/ rusak.
Identifikasi beda tinggi bahu dan perkerasan.
Saluran samping : ada /tidak ada
Pengukuran lendutan hanya dilakukan pada ruas yang telah ditentukan (20%
dari total lajur), dan dilaksanakan hanya 1 kali dalam 1 tahun. Periode
pengambilan data yaitu antara Bulan Januari sampai dengan Juni. Data yang
sudah valid harus masuk ke dalam GEODATABASE BINA MARGA pada bulan
Juni.
Pengukuran lendutan harus diambil dengan alat Falling Weight Deflectometer
mengacu pada rancangan pedoman Tata cara pengujian lendutan permukaan
jalan dengan alat falling weight deflectometer (FWD) atau light weight
deflectometer (LWD) dan APKJ. Pelaksanaan kegiatan survey adalah untuk ruas
jalan yang memiliki nilai IRI antara 6% sampai dengan 12% atau 20% dari total
lajur jalan (interval per 100 m zig – zag) disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Berdasarkan KAK maka jumlah total ruas jalan yang perlu disurvey lendutan
adalah 40 ruas, dengan titik lokasi yang akan ditentukan berdasarkan nilai IRI
yang diperoleh pada masing – masing ruas jalan.
The Dynatest Light Weight Deflectometer (LWD) adalah versi portabel dari
Falling Weight Deflectometer (FWD). LWD menggunakan load cell dan geophone
dengan akurasi yang sama dengan FWD. LWD dapat digunakan untuk menguji
trotoar aspal tipis, material daur ulang yang terikat dengan aspal berbusa dan
langsung menguji subbase dan subgrade yang tidak terikat. Output dari LWD
dapat digunakan untuk menghitung kekuatan dari beberapa lapisan perkerasan.
LWD memenuhi ASTM 2583, standar IAN73 (Inggris), standar Denmark dan
standar Italia untuk menentukan modulus dan pemadatan material.
- Survai pada jaringan jalan perkotaan. Pos harus ditempatkan pada ruas
jalan, dimana :
- lalu lintas yang dicacah tidak dipengaruhi oleh pergerakan lalu lintas
dari persimpangan.
- pos harus mempunyai jarak pandang yang cukup untuk mengamati
kedua arah.
- Survai pada persimpangan. Pos harus ditempatkan pada lengan
persimpangan, dimana :
- pos mempunyai jarak pandang yang cukup untuk mengawasi pergerakan
pada lengan-lengan yang ditinjau.
- pos tidak mengganggu kebebasan pandang pengemudi.
- lokasi pos dapat memberikan ruang pengamatan yang jelas untuk
melihat lintasan dan arah pergerakan lalu lintas.
- Pos sebaiknya ditempatkan di lokasi yang berdekatan dengan lampu
penerangan dan tempat berteduh.
Survei Kondisi Lereng dilakukan sebanyak 1 kali dalam 1 tahun dalam periode
Februari-Mei. Data yang sudah valid harus masuk ke dalam SIPDJN (Sistem
Pengolahan Data Base Jalan Nasional) pada bulan Juni.
Survai Inventarisasi lereng jalan meliputi lereng alam, lereng buatan yaitu
lereng galian atau timbunan serta lereng alam dan butan yang mengalami
longsor.
Survai inventarisasi lereng jalan dilakukan terhadap lereng jalan yang belum
dilakukan pendataan dan belum direkam dalam basis data lereng.
Survai inventarisasi lereng jalan dilakukan terhadap lereng jalan dengan tinggi
lebih dari 5 m, kecuali jika lereng terkait berdasarkan pengamatan secara visual
mengalami keruntuhan serta lereng yang telah menunjukan adanya gejala
kerunturahn (crown, retak dll) yang berdampak terhadap terganggunya fungsi
jalan baik yang telah ditanggulangi maupun belum.
Gambar E.24 Aplikasi In-Slope basis Android (kiri) dan basis web (kanan)
Survai Inspeksi lereng jalan terdiri dari inspeksi awal/inspeksi berkala dan
inspeksi khusus sesuai frekuensi tingkat risiko lereng jalan tersebut.
Survai Inspeksi lereng jalan awal dilakukan segera setelah inventarisasi lereng
jalan, yaitu inspeksi berkala lereng jalan.
Survai Inspeksi dilakukan secara visual terhadap daerah lereng untuk deteksi
dini kelainan atau gejala-gejala abnormal pada lereng jalan.
Penyedia jasa melakukan penilaian tingkat risiko suatu lereng jalan yang
diklasifikasikan dalam empat tingkat risiko, yaitu risiko sangat tinggi, risiko
tinggi, risiko sedang dan risiko rendah. Penilaian tingkat resiko didasarkan
pedoman Penilaian Tingkat Risiko Lereng Jalan, Pusjatan.
Penyedia jasa melakukan Mitigasi risiko lereng jalan yaitu pemilihan tindakan
yang diperlukan berdasarkan penilaian tingkat risiko lereng jalan.
Untuk survey inventarisasi lereng dan inspeksi awal, peralatan yang digunakan
adalah GPS, Tablet, Distance Meter, Roll Meter, Drone, Clino Meter, kompas
geologi, APD. Dengan satuan titik lereng, survey dilakukan pada 2 arah. Dengan
durasi pengukuran Manual : 1 hari untuk survei inventarisasi dan inspeksi awal
(Berkala).
No Nama Ruas
1 Waropko - Mindiptana
Survei Detail dilakukan pada seluruh jembatan, gorong-gorong, lintas atas dan
lintas bawah yang sudah ada dalam basis data. Survei Inventarisasi dilakukan
pada jembatan baru dan lintasan basah. Survei inventarisasi juga dilakukan
untuk jembatan lama dan gorong-gorong lama yang belum masuk kedalam
basis data. Survei Detail tidak termasuk jembatan khusus.
9. Lokasi Kegiatan
Ruas jalan, jembatan, dan lereng yang akan disurvei dapat dilihat pada tabel
berikut ini. Ruas jalan yang akan disurvei dilengkapi dengan informasi pengenal
awal akhir ruasnya (simpang, tugu, patok jembatan dll) serta informasi
koordinatnya.
Pada bagian ini disampaikan rencana kerja yang diusulkan konsultan untuk
melaksanakan seluruh lingkup pekerjaan sesuai dengan tahapan analisis seperti
yang telah disusun di atas. Rencana kerja yang disampaikan pada bab ini dalam
bentuk tahapan pelaksanaan pekerjaan merupakan suatu proses alokasi sumber
daya dan waktu dalam melakukan lingkup pekerjaan secara menyeluruh dari
pekerjaan ini. Dengan tahapan pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan target
yang diharapkan maka akan tersusun rencana kerja yang efektif sehingga
proses pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan waktu
yang tersedia dalam KAK.
PEKERJAAN PERSIAPAN
SURVEY PENDAHULUAN
Penyelenggaraan jalan
Klasifikasi jalan
Spsifikasi jalan
Bagian-bagian jalan dan jembatan
Persyaratan teknis jalan dan jembatan
Metoda pelaksanaan survey
SURVEY/PENGUMPULAN DATA
PENGOLAHAN DATA
Persiapan/koordinasi tim.
Dokumentasi
Kompilasi data.
Hasil tahap ini disampaikan pada Laporan Hasil Survey Semester I yang
disampaikan selambat-lambatnya tanggal 5 Juni 2020.
Dokumentasi
Kompilasi data.