Anda di halaman 1dari 85

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lampu penerangan jalan merupakan (a) bagian dari bangunan


pelengkap jalan yang dapat diletakkan atau dipasang di kiri atau kanan jalan
dan atau di tengah (di bagian median jalan) yang digunakan untuk
menerangi jalan maupun lingkungan di sekitar jalan yang diperlukan
termasuk persimpangan jalan, jalan layang, jembatan, dan jalan di bawah
tanah; (b) suatu unit pelengkap yang terdiri dari sumber cahaya, elemen
optik, elemen elektrik, dan struktur penopang serta pondasi tiang lampu.
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM
27 Tahun 2018 BAB II pasal 4 ayat 3 bahwa Alat Penerangan Jalan
interkoneksi merupakan Alat Penerangan Jalan dengan pengaturan kuat
pencahayaan dan penyediaan kebutuhan arus listrik terkoordinasi dan
terkoneksi dengan Alat Penerangan Jalan yang dipasang pada lokasi lain.

Dalam rencana Detail Tata Ruang Kota Pasangkayu, ditetapkan


bahwa Alat Penerangan Jalan yang sudah terpasang secara lengkap harus
dapat beroperasi secara mandiri maupun terkontrol sesuai dengan desain
perencanaan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Republik
Indonesia Nomor PM 27 Tahun 2018 tentang Alat Penerangan Jalan.

Pada perencanan Penerangan Jalan Umum (PJU) dalam Kota


Pasangkayu ini difokuskan pada PJU berbasis sistem cerdas dengan metode
PLC (Power Line Carrier) yang memberikan dampak bagi penambah
estetika dan identitas kawasan serta menjadi pembentuk karakter suatu kota.
Jalan-jalan utama di Kota Pasangkayu pada umumnya memiliki median dan
bahu jalan yang dijadikan sebagai tempat pemasangan PJU.
Kondisi Penerangan Jalan Umum di dalam Kota Pasangkayu saat ini
memiliki suasana yang kurang menarik dan cenderung sama dengan jalan di

1
Kota lain sehingga tidak memiliki ciri khas atau identitas. Penerangan Jalan
Umum Smart System merupakan penerapan dari IoT atau Internet of
Things. IoT adalah sebuah konsep di mana internet dapat dihubungkan
dengan benda-benda sehingga benda tersebut dapat dikontrol atau
digunakan dengan perangkat nirkabel. Tujuan studi ini yaitu dihasilkannya
perencanaan penerangan jalan umum yang memberi identitas bagi jalan
Kota Pasangkayu yang nyaman, aman dan estetik.

Lampu jalan yang dipilih merupakan jenis Light-Emitting Diode


(LED). Lampu Light-Emitting Diode (LED) berupa lampu solid atau padat.
Lampu LED adalah produk diode pancaran cahaya (LED) yang disusun
menjadi sebuah lampu. Lampu LED memiliki usia pakai dan efisiensi
listrik beberapa kali lipat lebih balik daripada lampu pijar dan tetap jauh
lebih efisien daripada lampu neon, beberapa chip bahkan dapat
menghasilkan lebih dari 300 lumen per watt.

Secara umum konsep dasar perencanaan penerangan jalan umum


adalah mengoptimalkan penggunaan energi listrik dan tenaga manusia
dalam mengontrol lampu jalan di Kota Pasangkayu. Lampu PJU Smart
System dapat dihidupkan dan dimatikan dengan kendali dari ruang kontrol
sehingga lebih efisien dibandingkan dengan cara pengoperasian manual.
Apabila ada lampu yang padam karena kerusakan, notifikasi akan muncul
di layar ruang monitor sehingga operator ruang kontrol dapat langsung
memberikan perintah kerja kepada petugas di lapangan untuk melakukan
perbaikan segera. Notifikasi tersebut dapat menunjukkan lokasi dari lampu
yang padam, jenis lampu, serta nomor token. Jika lampu sudah diperbaiki,
akan muncul pula notifikasi bahwa lampu sudah dapat berfungsi seperti
sedia kala.

Perencanan jalur hijau dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan


energi di Kota Pasangkayu. Smart System ini juga dapat menghemat listrik
serta biaya yang digunakan karena lampu dapat dinyalakan dan dimatikan

2
tepat waktu, serta untuk daerah yang aktifitasnya minim pada malam hari,
petugas dapat menurunkan pencahayaan serta penggunaan daya.

Keefektifan dan kenyamanan dalam mengoperasikan lampu


penerangan jalan berbasis smart system dengan metode PLC merupakan
salah satu fokus dikembangkannya perencanaan ini. Smart System ini
dikendalikan dari ruang kontrol yang berlokasi di kantor Suku Dinas
(Sudin) Perindustrian dan Energi setempat. Ruang kontrol dapat memonitor
seluruh lampu penerangan jalan se-pasangkayu selama 24 jam secara real-
time. Terdapat enam operator yang dibagi shift selama 24 jam, dan dalam
setiap shift ada dua operator yang berjaga di ruang tersebut.

Smart System ini juga dapat menghemat listrik serta biaya yang
digunakan karena lampu dapat dinyalakan dan dimatikan tepat waktu, serta
untuk daerah yang aktifitasnya minim pada malam hari, petugas dapat
menurunkan pencahayaan serta penggunaan daya.

Sedangkan untuk jenis lampunya sendiri, lampu LED SS tahan lama


karena dapat bertahan selama 50 ribu jam atau sekitar 12 tahun. Jenis daya
lampu disesuaikan dengan kondisi jalan, misalnya untuk jalan utama
menggunakan daya listrik 200 watt, untuk jalan penghubung 120 watt, jalan
lingkungan 90 watt, dan untuk gang 40 watt.

Penerangan Jalan Umum Smart System merupakan penerapan smart


city di Pasangkayu karena memanfaatkan teknologi terkini untuk
mengurangi bahkan mengatasi berbagai permasalahan kota.

1.2. Tujuan

Tujuan dari Perencanaan Penerangan Jalan Umum berbasis sistem cerdas di


kota Pasangkayu ini adalah
1. Membuat konsep jalur penerangan jalan umum di Kota Pasangkayu.
2. Mengoptimalkan penggunaan energi dan sumber daya manusia untuk
mengoperasikan penerangan jalan umum di Kota Pasangkayu.

3
1.3. Manfaat

Hasil perencanaan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pedoman


untuk membuat jalur penerangan jalan umum. Selain itu, perencanaan ini
juga diharapkan dapat memberikan pertimbangan bagi penatagunaan lahan
untuk jalur PJU di Kota Pasangkayu yang akan datang.

1.4. Batasan Perencanaan

Perencanaan ini dibatasi sampai pada tahap perancangan jalur


penerangan jalan umum dengan penyusunan site plan dan gambar yang
berbentuk gambar detail, perspektif dan potongan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perencanaan Lampu Penerangan Jalan

Simonds (1983) menyatakan bahwa perencanan adalah suatu proses


penyusunan kebijakan atau rumusan apa yang harus dilakukan, untuk
memperbaiki suatu keadaan masa mendatang. Ketidakberhasilan suatu
rencana adalah dikarenakan kurang mendalamnya penghayatan terhadap
tapak atau feel of the land dan kurang diperhatikannya aspek sosial,
khususnya pengguna.

Lebih lanjut Nurisjah dan Pramukonto (1995) mengemukakan


bahwa perencanaan lanskap adalah salah satu tahapan yang penting guna
mendapatkan suatu rancangan lanskap yang fungsional, estetik, dan lestari.
Pekerjaan perencanaan umumnya berorientasi jangka panjang dan bertujuan
untuk mensejahterakan manusia. Sustainability merupakan tujuan ideal yang
ingin di capai oleh setiap perencana yang berorientasi pada perencanaan
penggunaan atau sumberdaya alam.

Menurut Simonds (1983), proses perencanaan dan perancangan


dalam arsitektur terdiri dari atas beberapa tahap, yaitu commission, research,
analysis, synthesis, construction, dan operation. Commission adalah tahap
paling awal dimana klien menyatakan keinginan atau kebutuhannya serta
mendefinisikan pelayanan dalam suatu kontrak kerja sehingga diperoleh
suatu kesepakatan. Research adalah tahap survei untuk mengumpulkan
semua data yang dibutuhkan melalui wawancara, pengamatan langsung
maupun fotografi. Tahap analysis merupakan tahap menganalisis tapak,
pengkaji tentang peraturan pemerintah, ketentuan standar, potensi dan
kendala serta membuat program pengembangan tapak. Synthesis merupakan
tahap analisa perbandingan, pengkajian dampak, akomodasi, konsolidasi
dan metode-metode pengimplementasian yang akan digunakan.
Construction adalah tahap pelaksanaan dengan mempersiapkan dokumen,

5
kontrak kerja supervise dan pengecekan pelaksanaan. Operation merupakan
tahap akhir penyelesaian proyek yang terdiri dari kunjungan periodik,
penyesuaian dan pengembangan, observasi penampilan serta pembelajaran.

Perencanaan lanskap terdiri atas tahapan-tahapan proses yang saling


menyambung, dimulai dari survei sumber-sumber yang telah ada seperti
keadaan lanskap, manusia, dan aktivitas pekerjaan masyarakat. Perencanaan
yang baik tidak dimulai dari suatu pemikiran yang abstrak dan rencana yang
dipaksakan, tetapi harus dimulai dengan pengetahuan akan kondisi awal
tapak dengan segala kemungkinannya (Munford dalam Simonds, 1983).

Proses perencanaan yang baik haruslah merupakan suatu proses yang


dinamis, saling terkait serta saling menunjang. Proses ini merupakan suatu
alat yang sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan awal suatu
lahan, keadaan yang diinginkan, serta cara dan model terbaik untuk
mencapai keadaan yang diinginkan tersebut (Nurisjah dan Pramukonto,
1995).

2.1.1. Lampu Penerangan Jalan


Setiap jalan, baik jalan desa atau jalan tol adalah keadaan yang unik
dalam mendesain dan memiliki karakteristik daerah dan memiliki fungsi
yang berbeda-beda. Dalam perencanaan jalan pada setiap jalan dan
besarnya ukuran jalan mengikuti prinsip yang berkaitan. Menentukan
keterkaitan yang paling masuk akal berimplikasi dengan hubungan dari
suatu lokasi ke lokasi lainnya. Jalan akan terbentuk diantaranya untuk
menyediakan akses ke pusat aktivitas dan area pusat pemukiman.
Pembentukan jalan di pengaruh bentuk topografi serta pertumbuhan dan
kesesuaian vegetasi di dalam lanskap. Fasilitas dibangun pada daerah
milik jalan untuk memenuhi kebutuhan pengguna jalan (Simonds, 1983).

Menurut Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang lalulintas dan


angkutan jalan, jalan di kelompokkan menurut perannya menjadi empat
tipe, yaitu:

6
1. Jalan arteri, merupakan jalan umum yang melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, ditempuh dengan kecepatan rata-rata
tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang melayani angkutan
pengumpulan atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan lokal, merupakan jalan umum yang melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, ditempuh dengan kecepatan rata-rata
rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan
rata-rata rendah.

Dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang lalulintas dan


angkutan jalan Bagian-bagian jalan yaitu:

1. Daerah Manfaat Jalan (Damaja), merupakan ruang sepanjang jalan


yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman ruang bebas tertentu
yang ditetapkan oleh pembina jalan yang diperuntukkan bagi:
a. Badan jalan yaitu jalur lalu lintas dengan atau tanpa median jalan.
Bagian ini hanya diperuntukkan bagi arus lalu lintas dan
pengamatan terhadap konstruksi jalan.
b. Ambang pengaman yaitu bagian yang terletak paling luar dari
damaja hanya untuk mengamankan konstruksi jalan.
c. Saluran tepi jalan yaitu bagian yang hanya diperuntukkan bagi
penampungan dan penyaluran air, agar badan jalan bebas dari
pengaruh genangan air.
d. Bangunan utilitas yang mempunyai sifat pelayanan wilayah pada
sistem jaringan jalan yang harus ditempatkan di luar Damija,
seperti trotoar, lereng, timbunan dan galian, gorong-gorong, dan
lain sebagainya.

7
2. Daerah Milik Jalan (Damija), merupakan ruang sepanjang jalan yang
dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang diperuntukkan bagi Damaja
dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu lintas di kemudian
hari, serta kebutuhan ruang untuk pengamanan jalan.
3. Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja), merupakan ruang sepanjang
jalan di luar Damija yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang
diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan
konstruksi jalan.

Simonds (1983) menyatakan, hal yang perlu dipertimbangkan adalah


luas dan lebar daerah milik jalan (Damija). Damija dimanfaatkan sebagai
area pelebaran jalan, bahu jalan, kemiringan tepi dan saluran air. Damija
juga menyediakan ruang penyangga untuk menutupi pemandangan sekitar
yang tidak bagus, memberi naungan dan membingkai pemandangan yang
indah untuk dilihat.

Menurut Simonds (1983), persimpangan adalah titik kekacauan yang


maksimal. Pada perencanaan jalur pedestrian, kekacauan sering
memberikan indikasi adanya tempat bergembira, aktivitas atau tempat
yang memiliki nilai daya tarik yang tinggi atau tempat yang mengharuskan
untuk mengurangi kecepatan arus perjalanan atau tempat yang
memerlukan perencanaan yang baik sehingga orang tidak akan memotong
jalan dan berdesakan. Lebih lanjut DPU (1996) memberikan persyaratan
dalam perencanaan penanaman pada lanskap jalan, yaitu:

1. Pada jalur tanaman tepi


Jalur tanaman pada daerah ini sebaiknya diletakkan di tepi jalur lalu
lintas, yaitu diantara jalur lalu lintas kendaraan dan jalur pejalan kaki
(trotoar). Penentuan jenis tanaman yang akan ditanam pada jalur ini
harus memenuhi kriteria teknik peletakan tanaman dan disesuaikan
dengan lebar jalur tanaman.
2. Pada jalur tengah (median)

8
Lebar jalur median yang dapat ditanami harus mempunyai lebar
minimum 0.80 meter, sedangkan lebar ideal adalah 4.00 – 6.00 meter.
Pemilihan jenis tanaman perlu memperhatikan tempat peletakannya
terutama pada daerah persimpangan, pada daerah bukaan (”U - turn”),
dan pada tempat diantara persimpangan dan daerah bukaan. Begitu
pula untuk bentuk median yang ditinggikan atau median yang
diturunkan.
3. Pada daerah tikungan
Pada daerah ini ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan
dalam hal menempatkan dan memilih jenis tanaman, antara lain jarak
pandang henti, panjang tikungan, dan ruang bebas samping di
tikungan. Tanaman rendah (perdu dan semak) yang berdaun padat dan
berwarna terang dengan ketinggian maksimal 0.80-meter sangat
disarankan untuk ditempatkan pada ujung tikungan.
4. Pada daerah persimpangan
Persyaratan geometrik yang ada kaitannya dengan perencanaan
lanskap jalan ialah adanya daerah bebas pandangan yang harus terbuka
agar tidak mengurangi jarak pandang pengemudi. Pada daerah ini
pemilihan jenis tanaman dan peletakannya harus memperhatikan
bentuk persimpangan baik persimpangan sebidang maupun
persimpangan tidak sebidang.

Rambu petunjuk yang baik adalah yang lengkap dan mudah dilihat
sehingga dapat memberikan informasi yang benar, diletakkan di tempat
yang benar dan tentunya konsistensi bentuk yang komprehensif dengan
karakter dan kecepatan kendaraan yang diizinkan pada jalan (Simonds,
1983). Beberapa istilah dalam lanskap jalan dijelaskan oleh Dephub
(2006), yaitu:

a. Badan jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas,
median dan bahu jalan.

9
b. Bahu jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan
dengan jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti,
keperluan darurat dan untuk pendukung samping bagi lapis pondasi
bawah, pondasi atas dan permukaan.
c. Trotoar adalah bagian dari badan jalan yang khusus disediakan untuk
pejalan kaki.
d. Bundaran adalah persimpangan yang dilengkapi lajur lingkar dan
mempunyai desain spesifik, dilengkapi perlengkapan lalu lintas.
e. Alat pemberi isyarat lalu lintas adalah perangkat peralatan teknis yang
menggunakan isyarat lampu untuk mengatur lalu lintas orang dan/atau
kendaraan di persimpangan atau pada ruas jalan.
f. Jalur adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas
kendaraan.
g. Lajur adalah bagian jalur yang memanjang dengan atau tanpa marka
jalan yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor
sedang berjalan, selain sepeda motor.
h. Rambu adalah salah satu dari perlengkapan jalan, berupa lambang,
huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan diantaranya sebagai
peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pengguna jalan.

2.1.2. Tiang Lampu Penerangan Jalan


Tiang lampu penerangan jalan terbagi menjadi tiga, yaitu tiang
lampu lengan tunggal tiang lampu lengan ganda dan tiang lampu tanpa
lengan. Tiang lampu memiliki bentuk yang berbeda-beda diantaranya yang
umum digunakan yaitu bulat dan oktagonal. Untuk menentukan sudut
kemiringan lengan tiang lampu agar titik penerangan mengarah ke tengah-
tengah jalan, maka rumus yang digunakan yaitu:

t =√ h2 +c 2

Sehingga:

10
h
cos α=
t

Dimana:

h = tinggi tiang

t = jarak lampu ke tengah-tengah jalan

c = jarak horizontal lampu dengan tengah jalan

W1 = tiang ke ujung lampu

W2 = jarak horizontal lampu ke ujung jalan

Gambar 1 Sudut Kemiringan Lengan Tiang

2.2. Dasar Pencahayaan

2.2.1. Arus cahaya/ fluks cahaya (Φ)

Menurut Abdul Kadir (1995) fluks cahaya adalah total cahaya yang
dipancarkan setiap detik oleh sebuah sumber cahaya.

Q
ϕ=
t

Dimana:

ϕ = fluks cahaya (lm)

Q = energi cahaya (lm.dt)

11
t = waktu (dt)

2.2.2. Intensitas Cahaya (I)

Menurut P. van Harten (1981) intensitas cahaya adalah fluks cahaya


per satuan sudut ruang yang dipancarkan ke suatu arah tertentu.

ϕ ϕ
I= , ω=4 π dengan K= , ϕ=K × P
ω P

K× P
Sehingga I =
ω

Dimana,

ϕ = fluks cahaya (lm)

ω = energi cahaya (lm.dt)

I = waktu (dt)

2.2.3. Iluminasi (E)

ϕ ϕ I .ω 1
E= dengan E= = =
A A ω . r2 r2
Dimana,
E = intensitas penerangan/ iluminasi (lux) (lm/m2)
ϕ = fluks cahaya (lm)
A = luas bidang (m2)
ω = sudut ruang (sr)
I = intensitas cahaya (cd)
r = jarak dari sumber cahaya ke titik P

12
Gambar 2 Intensitas penerangan horizontal pada titik P
(Sumber: Buku Instalasi Listrik Arus Kuat 2 Karya P. Van Harten 1981)

2.2.4. Luminasi (L)

Luminansi adalah fluks cahaya persatuan sudut ruang atau intensitas


cahaya dari suatu permukaan persatuan luas.

L=
ω¿¿
I .ω
Dengan L=
ω¿¿
Dimana,
L = luminasi (cd/m 2)
A = luas bidang (m2)
I = intensitas cahaya (Cd)

2.3. Standar Kualitas Pencayahaan Normal

Standar kualitas pencahayaan normal terdapat dua rekomendasi yaitu


standarisasi yang telah ditetapkan Badan Standarisasi Nasional atau usulan
dari Asosiasi Industri Luminer dan Kelistrikan Indonesia (AILKI) bekerja
sama dengan Japan Lighting Manufacturers Association (JLMA) untuk
penggunaan lampu LED. Berdasarkan metode iluminasi ataupun luminasi
dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 di bawah ini

13
Tabel 1 Kualitas Pencahayaan Normal

(Sumber: Badan Standarisasi Nasional 2008)

Tabel 2 Kualitas Pencahayaan Normal Lampu LED

(Sumber: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi oleh Kementrian Energi dan
Sumber Daya Mineral 2014)

2.4. Jumlah Titik Lampu Penerangan Jalan

Jumlah titik lampu dapat diketahui apabila kita sudah menentukan


jarak antar titik tiang lampu. Rumus yang digunakan adalah

L
T = +1
S

Dimana,

14
T = jumlah titik lampu
L = panjang jalan (m)
S = jarak tiang ke tiang (m)
Sedangkan jarak antar titik dapat dilihat pada tabel 3. jarak antar tiang
lampu penerangan berdasar tipikal distribusi pencahayaan yang telah
ditetapkan BSN 2008.

Tabel 3 Jarak Antar Tiang Lampu Penerangan Berdasarkan Tipikal


Distribusi Pencahayaan dan Klasifikasi Lampu

(Sumber: Badan Standarisasi Nasional 2008)

3.1. Analisis Pembiayaan

Parameter dasar biaya yang mempengaruhi perkiraan ekonomi


penerangan jalan umum hemat energi LED (Giatman, 2006) yaitu:

a) Biaya investasi yaitu biaya yang ditanamkan dalam rangka


menyiapkan kebutuhan usaha untuk siap beroperasi dengan baik.
Biaya ini biasanya dilakukan pada awal kegiatan usaha dalam jumlah
yang relatif besar untuk kesinambungan usaha tersebut.
b) Biaya operasional yaitu biaya yang dikeluarkan dalam rangka
menjalankan aktivitas usaha tersebut sesuai dengan tujuan. Biaya ini

biasanya dilakukan secara rutin. Karena kegiatan tersebut dilakukan

15
berkala (annuity) dan biayanya akan terus naik setiap beberapa
periode, maka digunakan metode nilai masa depan (future value
annuity):
n
F=P(1+i)
Dimana,
F = Future/Nilai masa depan
N = Jumlah periode pemajemukan
I = Tingkat bunga efektif per periode
c) Biaya perawatan yaitu biaya yang diperuntukkan dalam rangka
menjaga / menjamin performance (kerja) fasilitas atau peralatan agar

selalu prima dan siap dioperasikan. Biaya perawatan penerangan


jalan umum adalah biaya penggantian material akibat rusak atau
sudah tidak layak digunakan.
d) Biaya beban adalah biaya yang diperuntukkan pada pelanggan atas
penggunaan daya. Tarif dasar listrik oleh PLN yang digunakan telah
ditetapkan oleh Peraturan Menteri ESDM No. 19 Tahun 2016. Untuk
menghitung penggunaan daya digunakan rumus:
Eload =Pload × t
Biaya pemakaian listrik ¿ Eload × t ×TDL
Dimana,
Pload = Daya beban (watt)
t = Pemakaian beban (jam)
Eload = Energi yang terpakai (wh)
TDL = Tarif dasar listrik (Rp/Kwh)

16
BAB III
METODOLOGI

3.2. Waktu dan Tempat Perencanaan

Perencanaan Penerangan Jalan Umum berbasis sistem cerdas di Kota


Pasangkayu di laksanakan di kawasan Kota Pasangkayu, Provinsi Sulawesi
Barat seperti pada Gambar 8 dan 9 berikut. Waktu perencanaan mulai bulan
Mei sampai Desember 2020.

Gambar 3. Citra Lokasi Perencanaan

17
Gambar 4. Peta Lokasi Perencanaan

3.3. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain peralatan untuk
mengumpulkan data (meteran, buku sketsa, kamera digital, GPS), alat-alat
gambar, komputer untuk mengolah data dan menulis. Sedangkan bahan
yang digunakan adalah: buku-buku sebagai referensi dan tinjauan pustaka,
peta sebagai acuan.

3.4. Metode Perencanaan

Perencanaan jalur hijau jalan ini menggunakan metode pendekatan


proses perencanaan Simonds (1983) yang disesuaikan dengan pertimbangan
bentuk data dan tujuan perencanaan, yaitu Planning Design Proses meliputi
beberapa tahapan, diantaranya Commission, research, analysis, synthesis,
construction dan operation. Pada studi ini, tahapan yang dilaksanakan yaitu

18
commission, research, analysis, synthesis sementara tahap construction dan
operation tidak dilaksanakan seperti pada Gambar berikut.

Metode perencanaan yang digunakan adalah pendekatan sistematis


untuk perencanaan tapak yang dikemukakan oleh Simonds (1983). Tahap
perencanaan ini meliputi tahap commission (keinginan klien), research
(inventarisasi), analysis (analisis), synthesis (sintesis), construction
(pelaksanaan), dan operation (pemeliharaan). Studi perencanaan ini dibatasi
hanya sampai pada tahap sintesis, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.
Observasi lapang terdiri atas pengamatan dan pengukuran data fisik maupun
biofisik pada tapak. Data fisik dan biofisik yang diukur seperti badan jalan,
pedestrian, jalur hijau, drainase penggunaan lahan di sekitar, vegetasi dan
satwa serta pemandangan di sekitar tapak.

Proses studi perencanaan jalur hijau jalan ini dapat diuraikan sebagai
berikut:

1. Commission (keinginan klien)


Tahap ini adalah tahap paling awal dari seluruh proses
perencanaan. Pada tahap ini dilaksanakan persiapan perencanaan jalur
hijau di keempat jalan yang menjadi lokasi penelitian. Perencanaan yang
dibuat mengacu pada kebijaksanaan Pemerintah Daerah Kabupaten
Pasangkayu dan pemerintah pusat dalam pembangunan dan
pengembangan kota, khususnya tentang penataan lanskap jalan. Dalam
tahap ini dilakukan penjabaran atau pendefinisian penelitian kepada pihak
pemerintah sehingga dihasilkan suatu perjanjian pelayanan atau perizinan,
baik secara lisan maupun tulisan.

2. Research (inventarisasi)
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan semua data dan informasi
pembentuk tapak, serta data lain yang mempengaruhi tapak yang dapat
membantu dalam proses perencanaan. Data yang dikumpulkan dapat
berupa data primer maupun data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil
pengamatan dan pengukuran secara fisik dari tapak maupun luar tapak.

19
Sedangkan data sekunder diperoleh dari buku ataupun data yang pernah
diperoleh sebelumnya. Data yang dikumpulkan dapat terdiri dari berbagai
aspek, yaitu data fisik, biofisik, sosial, ekonomi, teknik, dan budaya (Tabel
1). Dari semua data yang diperoleh dapat diketahui keadaan awal tapak.
Data biofisik yang dicari termasuk di dalamnya adalah data mengenai
tanaman khas Pasangkayu. Data budaya juga digunakan untuk mencari
keterkaitan antara jenis tanaman khas dengan kebudayaan masyarakat
Pasangkayu yang masih dilakukan hingga saat ini. Selain itu, dilakukan
wawancara dengan pihak-pihak terkait untuk menambah data yang
diperlukan. Pengambilan gambar tapak melalui pemotretan dilakukan
untuk mengetahui kondisi existing tapak seperti view dan penggunaan
lahan sekitar.

Data yang dikumpulkan seperti dimensi jalan, volume kendaraan,


jumlah pejalan kaki, penggunaan lahan di sekitar, jenis vegetasi existing,
vegetasi khas daerah Pasangkayu, dan data sosial pengguna jalan.
Penghitungan pengguna jalan dilakukan dengan teknik pengambilan
contoh di salah satu titik terpadat lalu lintas pengguna jalannya. Intensitas
pengguna jalan menyatakan jumlah kendaraan dan orang yang melintas
pada titik tertentu persatuan waktu (setiap 15 menit). Penentuan waktu
pengambilan data ini yaitu pada pagi hari (06.00-10.00 WIB), siang
(10.00-14.00 WIB), dan sore (14.0018.00 WIB). Kemudian dari data yang
diperoleh setiap 15 menit tersebut di ekstrapolasi menjadi interval waktu
yang telah ditentukan, yaitu 4 jam. Setelah dihitung jumlah pengguna jalan
dari ketiga interval waktu tersebut maka dapat diketahui perkiraan jumlah
kendaraan yang melintas di jalan kota pada selang waktu pukul 06.00 WIB
hingga pukul 18.00 WIB.

3. Analysis (analisis)
Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh kemudian
dilakukan analisis terhadap berbagai aspek dan faktor yang berperan
terhadap keindahan dan kelestarian rencana pada tapak tersebut sehingga

20
dapat diketahui masalah, hambatan, potensi, serta berbagai tingkat
kerawanan dari tapak tersebut. Secara deskriptif, data dapat
dikelompokkan menjadi kelompok data yang menyajikan potensi tapak
dan kendala tapak. Dari berbagai kendala yang ditemui dicarikan alternatif
penanggulangan yang terbaik untuk menjaga keindahan, kelestarian dan
kenyamanan. Dalam tahap ini juga dilakukan pengkajian terhadap
peraturan pemerintah serta ketentuan standar yang berlaku. Analisis lain
dilakukan terhadap jenis tanaman khas dan tanaman existing di tapak.
Analisis ini terkait dengan mempelajari karakteristik tanaman yang dipilih.
Hal ini berguna untuk menentukan jenis tanaman yang tepat digunakan
sebagai tanaman jalur hijau jalan sehingga selain memberi identitas juga
tetap memperhatikan aspek kenyamanan dan keamanan pengguna jalan.
Masalah lain yang perlu dianalisis contohnya volume kendaraan yang
melintas, dinamika pejalan kaki dan pengguna jalan, lokasi atau tempat
yang sering terjadi penumpukan massa, dan tata guna lahan di sepanjang
jalan.

Secara kuantitatif, dilakukan penghitungan pengguna jalan untuk


tujuan dan fungsi yang diinginkan serta menganalisis kondisi pada tapak
untuk memperkirakan terjadinya kemacetan dan jumlah polusi udara. Hasil
dari analisis ini berupa kemungkinan pengembangan yang dilakukan pada
tapak.

4. Synthesis (sintesis)
Sintesis merupakan tahap lanjut dari analisis yang memberikan
penjabaran tentang solusi atau pengembangan dari kendala dan potensi
yang terdapat pada tapak. Studi skematik dibuat untuk mempelajari
perencanaan jalur hijau yang akan diterapkan dan selanjutnya dituangkan
dalam ide konsep yang sesuai dengan kondisi jalan. Hasil studi skematik
yang dibuat kemudian dikembangkan menjadi suatu rencana jalur hijau
jalan. Hasil rencana jalur hijau menggambarkan tata letak elemen lanskap
yang meliputi tata hijau dan fasilitas pendukung fungsi jalur hijau jalan

21
yang direncanakan, serta ketentuan panjang penanaman tanaman jalur
hijau jalan yang disesuaikan dengan hierarki jalan tersebut.

Dari hasil sintesis ditentukan kriteria jalur hijau. Kriteria untuk


jalur hijau ini adalah menciptakan kenyamanan dan keamanan serta
meningkatkan kualitas lingkungan.

Selanjutnya dibuat perencanaan yang diperkuat dengan metode


pelaksanaan yang sesuai bagi kondisi tapak. Hasil sintesis dijadikan ide
konsep perancangan dalam rencana awal pengembangan (development
preliminary plan). Selain itu pada tahap ini akan dilengkapi dengan
klasifikasi jalan dan model jalur hijau jalan yang baik untuk setiap
klasifikasinya. Untuk lebih memperjelas, beberapa bagian dilengkapi
dengan gambar tampak atau sketsa.

Kriteria identitas yang dapat memberi ciri khusus suatu daerah


dapat dilihat dari kondisi lapang, yaitu pemakaian jenis tanaman yang
berasal dari daerah tersebut atau tanaman lokal, penggunaan tanaman
tertentu sehingga keempat jalan memiliki keterkaitan karena menggunakan
tanaman yang sama (memiliki nilai filosofi), desain penanaman yang
memiliki bentuk dan ciri khusus, serta peletakan softscape dan hardscape
yang memberi identitas di welcome area atau karakter masing-masing
jalan.

3.5. Bentuk Hasil Perencanaan

Hasil perencanaan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pedoman


untuk melakukan membuat jalur hijau. Selain itu, perencanaan ini juga
diharapkan dapat memberikan pertimbangan bagi penatagunaan lahan untuk
jalur hijau jalan di Kota Pasangkayu yang akan datang.

TAHAPAN BENTUK KEGIATAN HASIL

22
COMISSION Survei
Persiapan Pengumpulan data primer dan
sekunder
Pemotretan

RESEARCH Survei Data fisik, sosial


Inventarisasi Pengumpulan data primer dan Gambaran umum
sekunder Peta dasar
Pemotretan Peta tata guna lahan

ANALYSIS Analisis Tapak Klasifikasi kelas


Analisa Pengkajian PP jalur
Kendala Peta Jalan
Potensi
Kemungkinan Pengembangan

SYNTHESIS Analisis perbandingan Konsep rencana


Sintesis Studi skematik rancangan jalur hijau
Pengkajian dampak

Batasan Perencanaan
Construction Pengawasan Konstruksi
Konstruksi Pembangunan

Operation Kunjungan Periodik


Konstruksi Observasi Pelaksanaan

Gambar 5. Tahapan Proses Perencanaan Menurut Simonds (1983)

3.6. Tiang Lampu Penerangan

Jalan Tiang lampu yang digunakan adalah tiang lampu lengan


tunggal dengan tinggi tiang 6 meter dan panjang lengan 2 meter. Sehingga
kemiringan lengan dapat dihitung seperti dibawah ini:

23
t =√ h2 +c 2
= √ 62 +1,52
= 6,18 meter

Sehingga :
h
cos α =
t
6
=
6,18
= 0.97
α = cos−1 0.97
= 14.06°
= 14°

Gambar 3. Penentuan sudut kemiringan pada lengan tiang lampu terhadap lebar
jalan
No Spesifikasi
Lebar Jalan Tinggi tiang PJU Daya (w) Derajat kemiringan
(m) (m) lengan tiang PJU (° )
1 5 6 30 14
2 5 6 50 14
3 5 6 60 14
4 5 6 100 14
5 5 6 120 14

Hasil dari perhitungan di atas menunjukkan bahwa sudut derajat


kemiringan lengan tiang lampu dipengaruhi oleh tinggi tiang lampu dan
lebar jalan. Besar sudut derajat kemiringan masing-masing lampu sama

24
yaitu 14ᵒ. Besar daya dari lampu tidak mempengaruhi derajat kemiringan
lengan.

3.7. Perhitungan Pencahayaan

Permisalan bahwa 1 watt lampu LED sama denga 100 lumen.


Sehingga fluks cahaya pada lampu LED 30 watt yaitu 3000 lm.

Menghitung intensitas cahaya (I) dan iluminasi (E)

∅ K× P
I= , ω = 4 π maka I =
ω ω
100× 30
=
4 ×3,14
3000
=
12,56
= 238,85 cd
a)Menghitung iluminasi pada titik ujung jalan
Jarak lampu ke ujung jalan (r):
r = √ h2 +w 22
= √ 62 + 42
= 7,21 meter
1
E= 2 cos θ
r
238,85 6
= ×
7,21 2
7,21
1433,1
=
374,92
= 3,82 lux
b) Menghitung luminasi (L)
1
L= 2
4 π r cos θ
238,85
=
542,1
= 0,441 cd/m.

25
N Spesifikasi Hasil Perhitungan
o Leb Ting Day Derajat Fluks Intensit Ilumin Lumin
ar gi a kemiring cahay as asi asi
jalan tiang (w) an lengan a cahaya (lux) (cd/m²)
(m) PJU tiang (lm) (cd)
(m) PJU (ᵒ)
1 5 6 30 14 3000 238,85 3,82 0,44
2 5 6 50 14 4000 398,1 6,37 0,73
3 5 6 60 14 6000 477,71 7,64 0,88
4 5 6 100 14 1000 796,17 12,64 1,46
0
5 5 6 120 14 1200 955,41 15,29 1,76
0

Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa kuat pencahayaan


(iluminasi) sebuah lampu PJU dipengaruhi oleh tinggi tiang lampu,
intensitas cahaya dan jarak lampu ke ujung jalan secara horizontal. Kuat
pencahayaan penerangan jalan untuk jalan kolektor primer pada SNI 2008
ditetapkan sebesar 3-7 lux dan pada standar AILKI untuk jalan kolektor kuat
pencahayaan yang ditetapkan sebesar 15-20 lux. Lampu LED yang sesuai
dengan standar SNI 7391 yaitu lampu LED 30 dan LED 50 watt. Namun,
untuk menekan biaya maka lampu yang digunakan yaitu lampu LED 30
watt sesuai SNI 2008.

3.8. Menghitung Jumlah Titik Lampu Yang Dibutuhkan

Jarak antar titik tiang lampu yang digunakan yaitu 47 meter dimana jarak
tersebut digunakan karena lampu LED 30 watt pencahayaanya setara
dengan lampu SON 70 watt pada SNI 2008. Maka, jumlah kebutuhan titik
tiang lampu yaitu 53 titik.
2450
T= +1
47

= 53,127 ≈ 53 titik.

26
3.9. Spesifikasi

1. Konektor NEMA

Gambar 6 Pengontrol LED Tipe C

Konsep
Pengontrol LED lampu jalan NEMA dikembangkan dengan menggunakan
platform perangkat keras chip tunggal berkinerja tinggi yang dikombinasikan
dengan sirkuit komunikasi PLC. Ini digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan
penghematan energi sistem lampu jalan. Pengontrol LED memiliki fungsi seperti
tegangan / arus /akuisisi konsumsi energi, kontrol peredupan (PWM)
dan kontrol terjadwal.
Spesifikasi:
Ukuran 84 x 84 x 106 (mm)
Standart IEC 61000-2/3/4/5/6(Penangkal petir,ESD,FTB,CI)
Kelas 2 meter akurasi sebagai IEC 62053-21 ANSI
C136.4 connection
Data penyimpanan 2KBMemory

Tegangan nominal AC 176/264V


Lingkungan 1 way maintenance RS-232, 1 way RS-485, 1 way
USB

27
Fitur:
1. Kontrol
On / Off Operasi On / Off dari lampu jalan jarak jauh

2. Penjadwalan
Penjadwalan Kontrol terjadwal seperti lampu jalan hidup dan mati,
peredupan dan sebagainya.

3. penyimpanan data
Mencatat riwayat operasi, status dan data yang relevan dari masing-masing
Peralatan.

4. Kontrol petir
Operasi peredupan lampu jalan.

5. laporan data
kurva analisis dan laporan konsumsi energi dan sebagainya.

6. Data Lingkungan (Opsional)


Pengumpulan lingkungan atmosfer data data seperti Suhu, Kelembaban,
dan sebagainya.

7. Status
Pertanyaan status status lampu jalan, Konsumsi Energi, Tegangan dan
Arus.

8. Alarm
Alarm Tampilan Alarm untuk jalan kegagalan lampu dan tidak ada
respons

28
9. DCU untuk penerangan jalan

Gambar 7 DCU
Konsep
Penerangan jalan DCU dikembangkan dengan performa tinggi 32-bit RISC yang
tertanam platform perangkat keras,professional kelas real-time LINUX yang
tertanam sistem operasi,3G/4G,GPRS/CDMA/GSM/LTE230 dan teknologi
komunikasi mobile lainnya dan tegangan rendah PLCteknologi komunikasi.
Spesifikasi
Ukuran 290 x 180 x 95 (mm)
Standart IEC 61000-2/3/4/5/6(Penangkal petir,ESD,FTB,CI)
Kelas 2 meter akurasi sebagai IEC 62053-21

Tegangan nominal 220/380V


Lingkungan Suhu : -25°C~+75°C
Kelembaban : 5~100%
Ingress protection : IP 54
Keandalan MTBF≥ 7.6×104h

Data transmisi Standard GPRS module; Optional CDMAor


jarak jauh 3G/4G module

29
Komunikasi local 1 way maintenance RS-232, 1 way RS-485, 1
antarmuka way USB

1. Kontrol
On / Off Operasi On / Off dari lampu jalan jarak jauh

2. Penjadwalan
Penjadwalan Kontrol terjadwal seperti lampu jalan hidup dan mati,
peredupan dan sebagainya.

3. penyimpanan data
Mencatat riwayat operasi, status dan data yang relevan dari masing-masing
Peralatan.

4. Kontrol petir
Operasi peredupan lampu jalan.

5. laporan data
kurva analisis dan laporan konsumsi energi dan sebagainya.

6. Data Lingkungan (Opsional)


Pengumpulan lingkungan atmosfer data data seperti Suhu, Kelembaban,
dan sebagainya.

7. Status
Pertanyaan status status lampu jalan, Konsumsi Energi, Tegangan dan
Arus.

8. Alarm
Alarm Tampilan Alarm untuk jalan kegagalan lampu dan tidak ada
respons

30
3.10. Gambar Rangkaian

Pada proses pengumpulan data. Kelompok penerangan jalan umum


terbagi menjadi beberapa kawasan, masing-masing kawasan terhubung
dengan Power Line Carrier (PLC) menuju ke DCU. Dari DCU, seluruh data
yang berasal dari PJU dikumpulkan dan diproses untuk disalurkan menuju
mobile communication base station. Transmisi data dari DCU menuju
mobile communication base station menggunakan ethernet. Selanjutnya data
akan dikumpulkan pada monitoring center
Selain proses pengumpulan data, sistem ini juga dapat melakukan
proses kontrol. Monitoring dapat mengirimkan sinyal perintah secara jarak
jauh menggunakan transmisi data internet. Menuju mobile communication
base station selanjutnya sinyal perintah yang misalnya pengurangan
jumlah lampu yang beroperasi. Sinyal perintah tersebut akan diproses pada
DCU yang selanjutnya akan diteruskan pada lampu yang akan dilakukan
penonaktifan.

31
BAB IV
PERENCANAAN JALUR HJAU
KOTA PASANGKAYU

4.1. Inventarisasi

Inventarisasi merupakan tahap pengambilan data primer (data


langsung atau survei lapangan) dan data sekunder (data tidak langsung) di
Kota Pasangkayu, Kabupaten Pasangkayu.

4.1.1. Kondisi Umum


Secara geografis, posisi Bagian Wilayah Perkotaan Pasangkayu
sebagai Ibukota Kabupaten Pasangkayu terletak antara 1190 20’ 12,54” -
1190 24’ 36,19” Bujur Timur, dan 10 9’ 26,97” - 10 11’ 44,89”LS Lintang
Selatan. Wilayah Kota Pasangkayu adalah sebagian wilayah kelurahan
Pasangkayu dan sebagian wilayah Desa Ako y ang ada di wilayah
Kecamatan Pasangkayu. Wilayah Kota Pasangkayu berperan dan
berfungsi sebagai pusat pelayanan pemerintahan serta pusat pelayanan
sosial, ekonomi, dan budaya skala kabupaten. Secara administrasi Wilayah
Kota Pasangkayu berbatasan sebagai berikut:
 Sebelah Utara : Kecamatan Bambalamotu
 Sebelah Selatan : Desa Karya Bersama Kecamatan
Pasangkayu
 Sebelah Timur : Desa Martajaya Kecamatan Pasangkayu
 Sebelah Barat : Selat Makassar

Dalam hal luasan wilayah yang masuk dalam Bagian Wilayah


Perkotaan Pasangkayu, Kelurahan Pasangkayu seluas 1.174 ha dan Desa
Ako seluas 317 ha, dengan total luasan secara keseluruhan Wilayah Kota
Pasangkayu yakni 1491,00 Ha atau setara dengan 14,91 Km 2. Untuk lebih
jelasnya mengenai gambaran wilayah administrasi Wilayah Kota
Pasangkayu terlihat pada Gambar 11 dan Tabel 19 berikut ini:

32
Gambar 8. Peta Kawasan Perencanaan Jalur Hijau Kota Pasangkayu

33
Tabel 4. Luas Wilayah Kecamatan Pasangkayu dan Kawasan Perencanaan Berdasarkan
Desa/Kelurahan

Kawasan
No. Desa/Kelurahan Luas (km2) Perencanaan
Luas (km2)
1 Karya Bersama 27,77 -
2 Pasangkayu 54,70 11,74
3 Ako 13,41 3,17
4 Martajaya 20,60 -
5 Gunung Sari 48,31 -
6 Pakawa 146,12 -
Jumlah 310,12 14,91
Sumber : Kecamatan Pasangkayu Dalam Angka Tahun 2018

4.1.2. Topografi
Secara topografi, Wilayah Perkotaan Pasangkayu memiliki dua
karakter topografi, yakni: dari datar sampai bergelombang, sebagian besar
berada pada ketinggian 10-18 m diatas permukaan laut (dpl). Hamparan
wilayah dengan topografi datar berada di sepanjang wilayah paralel
dengan garis pantai linear utara - selatan. Sementara wilayah dengan
topografi sedikit berbukit berada di bagian timur perkotaan Pasangkayu.

Dilihat dari kemiringan tanahnya, sebagian besar wilayah Kota


Pasangkayu memiliki kemiringan tanah 0% - 2% yang berada di tengah
Kota (bagian barat hingga tengah), dan sebagian kecil (yaitu di bagian
utara dan selatan) kemiringan tanahnya antara 5% - 40% berada di Desa
Ako.

Tabel 5. Kondisi Topografi Kota Pasangkayu

No. Ketinggian Luas (Ha) Persentase (%)

1 0 - 25 M dpl 1.096,00 73,50


2 25 - 100 M dpl 373,00 25,02
3 100 - 500 M dpl 22,00 1,48

Jumlah 1.491,00 100,00

Sumber: RTRW Kabupaten Pasangkayu, 2014 – 2034

34
Gambar 9. Peta Topografi Kawasan Kota Pasangkayu

35
Gambar 10. Peta Kemiringan Kawasan Kota Pasangkayu

36
Tabel 6. Kondisi Kemiringan Lereng Kota Pasangkayu

No. Kemiringan Lereng Luas (Ha) Persentase (%)

1 0 - 2% 1.109,00 74,38
2 2 - 15% 211,00 14,15
3 15 - 25% 131,00 8,79
4 25 - 40% 27,00 1,81
5 > 40% 13,00 0,87
Jumlah 1491,00 100,00
Sumber: RTRW Kabupaten Pasangkayu, 2014 – 2034

4.1.3. Hidrologi
Kondisi hidrologi Wilayah Kota Pasangkayu dominan dipengaruhi
oleh keberadaan air muka tanah dengan ketinggian 1 - 2 m, dan
keberadaan sungai besar maupun sungai kecil. Di Kecamatan Pasangkayu
terdapat beberapa sungai besar, yaitu Sungai Babia, Sungai Pedongga,
Sungai Sulung dan Sungai Pasangkayu. Untuk lebih jelasnya mengenai
luasan dan tipe aquifer yang terdapat di Wilayah Kota Pasangkayu dapat di
lihat pada tabel 22 berikut.

Tabel 7. Kondisi Hidrologi Kawasan Kota Pasangkayu

Luas Persentase
No. Air Tanah AQUIFER
(Ha) (%)

Akuifer dengan Aliran Akuifer Produktif


1 1.272,00 85,31
Melalui Ruang Antar Butir Sedang
Akuifer Produktif
Akuifer Produktif Kecil dan
2 Kecil - Setempat 219,00 14,69
Wilayah Air Tanah Langka
Berarti
1491,00 100,00

37
Gambar 11. Peta Hidrologi Kawasan Kota Pasangkayu

38
4.1.4. Iklim
Keadaan yang mempengaruhi iklim suatu wilayah adalah suhu,
kelembaban, arah angin dan kondisi cuaca pada saat tertentu. Di Indonesia
hanya dikenal dua iklim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan.
Berdasarkan data iklim yang ada dalam skala wilayah Kabupaten
Pasangkayu, wilayah Kecamatan Pasangkayu dimana Wilayah Kota
Pasangkayu menjadi bagian dari iklim wilayah secara umum, dengan rata-
rata jumlah hari hujan sekitar 9,5 hari/bulan dengan rata-rata jumlah curah
hujan 231,5 mm/bulan pada tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 5.

4.1.5. Batuan dan Struktur Tanah


Berdasarkan RTRW Kabupaten Pasangkayu dan hasil analisis data
dan peta serta hasil survey yang dilakukan menunjukkan batuan di
Wilayah Kota Pasangkayu di golong kedalam 2 jenis batuan, yaitu (1)
Aluvium dan endapan Pantai, dan (2) Batuan Sedimen Klastika Miosen.
Untuk lebih jelasnya sebagaimana pada tabel 23 di bawah ini.

Tabel 8. Jenis Batuan di Kawasan Kota Pasangkayu

Code Luas Persentase


No. Jenis Batuan
Batuan (Ha) (%)

1 Aluvium dan endapan Pantai Qac 880,00 59,02


2 Batuan Sedimen Klastika Miosen Tms 611,00 40,98
Jumlah 1491,00 100,00
Sumber: - RTRW Kabupaten Pasangkayu, 2014 – 2034

Berdasarkan kondisi topografi kawasan setempat yang meliputi


daerah landai hingga bergelombang, turut mempengaruhi kondisi tanah
yang ada di Wilayah Kota Pasangkayu. Berdasarkan struktur tanah yang
ada di kawasan perencanaan yang digolongkan ke dalam kelas tanah
Sulfaquents, Sulfihemists, Sulfaquepts, Dystrudepts, Eutrudepts,
Hapludalfs, Hapludults, Hapludoxs, dan Eutrudoxs. Selengkapnya di lihat
pada Tabel 24.

39
Gambar 12. Peta Curah Hujan Kawasan Kota Pasangkayu

40
Tabel 9. Kelas Tanah di Kawasan Kota Pasangkayu

Kelas Persentase
No Fisiografi Drainase Luas (Ha)
Tanah (%)

Sulfaquents,
1 Dataran Pantai Sulfihemists, Terhambat 1.309,00 87,79
Sulfaquepts
Dystrudepts,
Eutrudepts,
Perbukitan, Hapludalfs,
2 Baik 182,00 12,21
Pegunungan Hapludults,
Hapludoxs,
Eutrudoxs
Jumlah 1491,00 100,00
Sumber: - RTRW Kabupaten Pasangkayu, 2014 – 2034

4.1.6. Penggunaan Lahan


Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) Pasangkayu yang di deliniasi
seluas 1491,00 Ha. Dimana jenis pola penggunaan lahan pada perkotaan
Pasangkayu ini pada dasarnya dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kawasan terbangun dan kawasan belum terbangun. Wilayah Kota
Pasangkayu merupakan daerah yang mulai berkembang dengan akselerasi
pembangunan fisik yang mulai tumbuh secara signifikan seiring dengan
peningkatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta,
dan masyarakat di Kawasan Perkotaan Pasangkayu ini. Dimana pola
penggunaan lahannya sampai saat ini masih terhampar cukup luas daerah
belum terbangun, terdiri dari penggunaan untuk kebun sejenis, kebun
campuran, semak, hutan sejenis dan rawa. Selebihnya merupakan daerah
terbangun dalam bentuk Pemukiman, bangunan pemerintahan, sekolah,
masjid, pasar, jasa, pertokoan, lapangan olah raga, dan prasarana jalan, dan
sebagainya sebagai penggunaan kegiatan perkotaan lainnya.

Selengkapnya mengenai pola penggunaan lahan di Wilayah Kota


Pasangkayu dapat dilihat pada tabel 25.

41
Tabel 10. Pola Penggunaan Lahan di Kawasan Kota Pasangkayu

No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Pemukiman 242,90 16,29

2 Sarana Pelayanan Jasa 6,80 0,46

3 Sarana Peribadatan 2,16 0,14

4 Sarana Pendidikan 5,58 0,37

5 Sarana Perdagangan 16,35 1,10

6 Sarana Perkantoran 23,00 1,54

7 Sarana Kesehatan 4,03 0,27

8 Sarana Olahraga 2,58 0,17

9 Perindustrian 1,08 0,07

10 Pemakaman 0,97 0,06

11 Taman 0,74 0,05

12 Prasarana 50,35 3,38

13 Kebun Sejenis 654,50 43,9

14 Kebun Campuran 116,84 7,84

15 Sungai 15,01 1,01

16 Tambak 56,05 3,76

17 Semak 46,16 3,10

18 Hutan Sejenis Alami 175,33 11,76


(Mangrove)

19 Sawah 41,47 2,78

20 Rawa Belukar 29,10 1,95

Jumlah 1491,00 100,00

Sumber: Analisis 2019

42
Gambar 13. Peta Pola Penggunaan Lahan di Kawasan Kota Pasangkayu

43
Gambar 14. Peta Jalan Kota Pasangkayu

44
4.1.7. Jaringan Jalan
Gambar 17 diatas menunjukkan sistem jaringan jalan di Kota
Pasangkayu merupakan bagian dari jalan nasional dan propinsi. Jalan
Soekarno merupakan jalan negara yang menghubungkan Kota Pasangkayu
dengan Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Donggala dan diklasifikasikan
sebagai jalan arteri primer. Jalan Moh. Hatta, Jalan Dr. Sam Ratulangi dan
Jalan Fatmawati merupakan jalan lingkar dalam Kota diklasifikasikan
sebagai jalan kolektor.

Menurut data Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (2018)


panjang jalan Kabupaten Pasangkayu sekitar 2,400.70 km yang statusnya
terdiri dari Jalan Negara, Jalan Propinsi dan Jalan Kabupaten/Kota.

Data primer ini diambil di lokasi penggunaan lahan perkantoran,


perdagangan, wisata pantai vovasangayu, kawasan Kantor Bupati dan
Wakil Bupati, kawasan olahraga (stadium Pasangkayu), kawasan
sempadan sungai Pasangkayu dan kawasan pemukiman. Tabel 26, 27, 28,
29, 30, 31 dan 32 menunjukkan data survei lapangan elemen jalan arteri
dan jalan lokal yang berada pada kawasan tersebut.

Tabel 11. Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan pada Kawasan
Perkantoran

Klasifikasi Jalan
No Elemen Jalan
Jalan Arteri Kolektor Lokal
Jalur Lalu Kondisi Baik - Baik
1 Lintas Ukuran 10 m/jalur - 8 m/2 Jalur
Kendaraan Material yang digunakan Aspal - Aspal
Keberadaan Ada - Ada
Jalur Kondisi Baik - Baik
2
Pedestrian Ukuran 1,2 m - 1,2 m
Paving yang digunakan Cor Semen - Cor Semen
Kondisi Baik - Tidak ada
2 Median Ukuran 1m - Tidak ada
Keberadaan Tanaman ada - Tidak ada

45
Tabel 12. Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan pada Kawasan
Perdagangan

Klasifikasi Jalan
No Elemen Jalan
Jalan Arteri Kolektor Lokal
Jalur Lalu Kondisi Baik - Baik
1 Lintas Ukuran 10 m/jalur - 7 m/jalur
Kendaraan Material yang digunakan Aspal - Aspal
Keberadaan Ada - Ada
Jalur Kondisi Baik - Baik
2
Pedestrian Ukuran 1,2 m - 1,2 m
Paving yang digunakan Cor Semen - Cor Semen
Kondisi Baik - Baik
2 Median Ukuran 1m - 1m
Keberadaan Tanaman ada - ada

Tabel 13. Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan pada Kawasan Wisata
Pantai

Klasifikasi Jalan
No Elemen Jalan
Jalan Arteri Kolektor Lokal
Jalur Lalu Kondisi - - Baik
1 Lintas Ukuran - - 7 m/2 jalur
Kendaraan Material yang digunakan - - Aspal
Keberadaan - - Ada
Jalur Kondisi - - Baik
2
Pedestrian Ukuran - - 1,2 m
Paving yang digunakan - - Cor Semen
Kondisi - - Tidak ada
2 Median Ukuran - - Tidak ada
Keberadaan Tanaman - - Tidak ada

Tabel 14. Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan pada Kawasan Rumah
Jabatan Bupati dan Wakil Bupati

Klasifikasi Jalan
No Elemen Jalan Jalan Kolekto
Lokal
Arteri r
Jalur Lalu Kondisi - - Baik
1 Lintas Ukuran - - 10 m/2 jalur
Kendaraan Material yang digunakan - - Aspal
Keberadaan - - Ada sebahagian
Jalur Kondisi - - Baik
2
Pedestrian Ukuran - - 1,2 m
Paving yang digunakan - - Cor Semen
2 Median Kondisi - - Tidak ada
Ukuran - - Tidak ada

46
Keberadaan Tanaman - - Tidak ada

Tabel 15. Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan pada Kawasan Olahraga
(Stadium Pasangkayu)

Klasifikasi Jalan
No Elemen Jalan Jalan Kolekto
Lokal
Arteri r
Jalur Lalu Kondisi - - Rusak
1 Lintas Ukuran - - 8 m/2 jalur
Kendaraan Material yang digunakan - - Tanah
Keberadaan - - Tidak ada
Jalur Kondisi - - Tidak ada
2
Pedestrian Ukuran - - Tidak ada
Paving yang digunakan - - Tidak ada
Kondisi - - Tidak ada
2 Median Ukuran - - Tidak ada
Keberadaan Tanaman - - Tidak ada

Tabel 16. Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan pada Kawasan Sempadan
Sungai Pasangkayu

Klasifikasi Jalan
No Elemen Jalan Jalan Kolekto
Lokal
Arteri r
Jalur Lalu Kondisi - - Rusak
1 Lintas Ukuran - - 6 m/2 jalur
Kendaraan Material yang digunakan - - Tanah
Keberadaan - - Tidak ada
Jalur Kondisi - - Tidak ada
2
Pedestrian Ukuran - - Tidak ada
Paving yang digunakan - - Tidak ada
Kondisi - - Tidak ada
2 Median Ukuran - - Tidak ada
Keberadaan Tanaman - - Tidak ada

Tabel 17. Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan pada Kawasan
Pemukiman

Klasifikasi Jalan
No Elemen Jalan Jalan Kolekto
Lokal
Arteri r
Jalur Lalu Kondisi - - Baik
1 Lintas Ukuran - - 8-10 m/2 jalur
Kendaraan Material yang digunakan - - Aspal

47
Keberadaan - - Tidak ada
Jalur Kondisi - - Tidak ada
2
Pedestrian Ukuran - - Tidak ada
Paving yang digunakan - - Tidak ada
Kondisi - - Tidak ada
2 Median
Ukuran - - Tidak ada
Keberadaan Tanaman - - Tidak ada

4.1.8. Vegetasi
1. Vegetasi Jalan Pada Kawasan Perkantoran
Jenis tanaman tepi pada jalan arteri di kawasan Perkantoran terdiri
dari pohon trembesi, cemara udang, dan tanaman penutup tanah (rumput).
Jarak tanam pada tanaman tersebut tidak teratur, rata-rata antara 3 m
sampai 4 m. Kondisi tanaman pohon berada dalam kondisi baik, yaitu
memiliki daun hijau, batang utuh dan sistem perakaran tidak merusak jalan
seperti pada Gambar 8. Sedangkan kondisi tanaman penutup tanah berada
dalam kondisi kurang baik yakni terdapat rumput liar dan tersebar tidak
merata. Jenis tanaman pada median jalan terdiri dari cemara udang.

Sementara jenis tanaman pada jalan lokal di kawasan Perkantoran


terdiri dari pohon trembesi, mahoni dan ketapang kencana. Jarak tanam
pada tanaman tersebut tidak teratur, rata-rata antara 3 m sampai 5 meter.
Kondisi tanaman pohon berada dalam kondisi baik, yaitu memiliki daun
hijau, batang utuh dan sistem perakaran tidak merusak jalan. Jalan lokal
pada kawasan perkantoran pemerintah tidak memiliki median. Kondisi
tanaman pohon pada kawasan perkantoran dapat dilihat pada Gambar 18

48
Gambar 15. Vegetasi Tanaman Jalan Kawasan Perkantoran Pemerintah

2. Vegetasi Jalan Arteri Kawasan Perdagangan


Vegetasi tanaman tepi pada jalan arteri di kawasan perdagangan
terdiri dari pohon mahoni, cemara udang, dan puring. Jarak tanam pada
tanaman tersebut tidak teratur, rata-rata antara 4 m sampai 6 m dan pada
jarak tertentu tidak terdapat tanaman pohon. Kondisi tanaman pohon
berada dalam kondisi baik, yaitu memiliki daun hijau, batang utuh dan
sistem perakaran tidak merusak jalan seperti pada Gambar 19.

Gambar 16. Vegetasi Tanaman Jalan Kawasan Perdagangan

3. Vegetasi Jalan Lokal Kawasan Pemukiman


Jenis tanaman tepi pada jalan lokal di kawasan pemukiman terdiri
dari pohon ketapang kencana, pucuk merah, kersen dan rumput liar. Jarak
tanam pada tanaman tersebut tidak teratur, rata-rata antara 3 m sampai 4 m
seperti pada Gambar 20. Kondisi tanaman pohon berada dalam kondisi

49
baik, yaitu memiliki daun hijau, batang utuh dan sistem perakaran tidak
merusak jalan. Sedangkan kondisi tanaman penutup tanah berada dalam
kondisi kurang baik yakni terdapat rumput liar dan tersebar tidak merata.

Gambar 17.Vegetasi Tanaman Jalan di Kawasan Pemukiman

4. Vegetasi Jalan Lokal Kawasan Wisata Pantai


Jenis tanaman tepi pada jalan lokal di kawasan wisata pantai terdiri
dari pohon ketapang kencana dan palem kipas seperti pada Gambar 21 dan
22. Jarak tanam pada tanaman tersebut tidak teratur, rata-rata antara 5 m
sampai 6 m. Kondisi tanaman pohon berada dalam kondisi baik, yaitu
memiliki daun hijau, batang utuh dan sistem perakaran tidak merusak jalan
akan tetapi beberapa pohon tampak daunnya kering. Jalan di kawasan
wisata pantai tidak memiliki median jalan.

Gambar 18. Vegetasi Jenis Tanaman Jalan di Kawasan Wisata Pantai Vovasanggayu

50
Gambar 19. Vegetasi Tanaman Jalan di Kawasan Wisata Pasangkayu Beach

5. Vegetasi Jalan Lokal Kawasan Rumah Jabatan Bupati dan Wakil


Bupati
Jenis tanaman tepi pada jalan lokal di kawasan rumah jabatan
Bupati dan Wakil Bupati Pasangkayu terdiri dari pohon ketapang kencana
dan palem ekor tupai seperti pada Gambar 23. Jarak tanam pada tanaman
tersebut tidak teratur, rata-rata antara 4 m sampai 65m. Kondisi tanaman
pohon berada dalam kondisi baik, yaitu memiliki daun hijau, batang utuh
dan sistem perakaran tidak merusak jalan akan tetapi dikelilingi oleh
bangunan perdagangan. Pohon di depan rumah jabatan Bupati dan Wakil
Bupati tertata dengan baik, namun pada akses jalan menuju rumah jabatan
tidak tertata dengan baik, cenderung belum terdapat pohon.

51
Gambar 20. Vegetasi Tanaman Jalan di Kawasan Rumah Jabatan Bupati dan Wakil
Bupati Pasangkayu

6. Vegetasi Jalan Lokal Kawasan Olahraga


Jenis tanaman tepi pada jalan lokal di kawasan olahraga terdiri dari
pohon ketapang kencana dan mahoni seperti pada Gambar 24. Jarak tanam
pada tanaman tersebut tidak teratur, rata-rata antara 3 m sampai 5 m.
Kondisi tanaman pohon berada dalam kondisi baik, yaitu memiliki daun
hijau, batang utuh dan sistem perakaran tidak merusak jalan akan tetapi
dikelilingi oleh bangunan perdagangan. Pada kawasan Stadion Gelora
Djiwa terdapat pohon kepang kencana yang berusia beberapa bulan
dengan ketinggian 0,5 m dengan jarak tanam 3-4 meter.

52
Gambar 21. Vegetasi Tanaman pada Kawasan Olahraga

7. Vegetasi Jalan Inspeksi Sungai Pasangkayu


Jenis tanaman tepi pada jalan lokal yang merupakan jalan inspeksi
sungai Pasangkayu pada sempadan sungai terdapat hanya terdapat pohon
kersen yang tumbuh secara alami dan rumput liar seperti pada Gambar 13.
Jarak tanam pada tanaman tersebut tidak teratur, rata-rata antara 5 m
bahkan lebih dan pada jarak tertentu tidak terdapat pohon. Kondisi
tanaman pohon berada dalam kondisi baik, yaitu memiliki daun hijau,
batang utuh dan sistem perakaran tidak merusak jalan. Sepanjang jalan
inspeksi di terdapat rumput yang tumbuh liar.

Gambar 22. Tanaman Vegetasi pada Jalan Inspeksi Sungai Pasangkayu

53
4.2. Analisis

Data jalan yang diperoleh pada tahapan inventarisasi, dianalisis


berdasarkan klasifikasi sistem jalan menurut Harris dan Dinnes (1998) dan
fungsi tanaman pada jalur hijau berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 05/PRT/M/2012 Tentang Pedoman Penanaman Pohon pada
Sistem Jaringan Jalan dan Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No
33/T/BM/1996 Tentang Tata Cara Perencanaan Teknik Lanskap Jalan,
yang membagi jalan berdasarkan kelas-kelas:
1. Sistem Jalan bebas hambatan (termasuk jalur cepat dan jalur lambat).
Sistem klasifikasi ini menghubungkan pergerakan cepat dan efisien
dari volume kendaraan yang melewati dan menyeberang area kota.
Fungsi median yaitu sebagai penghalang silau lampu kendaraan.
2. Sistem jalan arteri. Sistem ini menghubungkan pergerakan lalu lintas
kendaraan yang melewati dan menyeberang area kota dengan akses
langsung menuju fasilitas kota. Sistem ini menentukan pengendalikan
jalur masuk, jalur keluar dan membatasi penggunaan jalan. Fungsi
tanaman tepi yaitu sebagai penyerap polutan dan pembatas pandang.
Fungsi tanaman median yaitu sebagai penghalang silau lampu
kendaraan. Fungsi tanaman tikungan yaitu sebagai pengarah pandang.
3. Sistem jalan kolektor. Sistem ini menghubungkan pergerakan lalulintas
antara jalur arteri dan jalan lokal, dengan akses langsung menuju
fasilitas kota. Pengaturan lalulintas pada sistem ini biasanya disediakan
dengan rambu lalulintas pada tepi jalan. Fungsi tanaman tepi yaitu
sebagai penyerap polutan dan peredam bising. Fungsi median yaitu
sebagai penghalang silau lampu kendaraan. Fungsi tanaman tikungan
yaitu sebagai pengarah pandang.
4. Sistem jalan local. Sistem ini menghubungkan pergerakan lalulintas
lokal dan akses langsung menuju fasilitas kota. Fungsi tanaman tepi
pada sistem ini berupa penyerap polutan, peredam bising, peneduh,
pemecah angin.

54
Hal ini dilakukan karena setiap jalan yang ada di suatu tempat
memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda. Selanjutnya hasil analisa
digunakan untuk mengidentifikasi kendala dan pengembangan tapak serta
kecocokan fungsi tanaman untuk kenyamanan pengguna. Dari hasil
identifikasi, setiap data jalan dibuat matriks elemen jalan.

4.2.1. Topografi
Menurut PU (1990a) tentang Buku Petunjuk Teknis Perencanaan
dan Penanganan Longsoran menyatakan bahwa pembagian sudut lereng
suatu daerah dapat dibuat dengan selang sudut kemiringan 0%-5%, 6%-
15%, 16%-30%, 31%-70%, dan lebih dari 70%. Gerakan tanah umumnya
terjadi pada sudut kemiringan 15%-70% karena tempat tersebut sering
ditempati batuan lempung dan bahan rombakan yang mudah longsor
sehingga wilayah Kota Pasangkayu pada tingkat kemiringan tanah 15%-
30% berada pada tingkat kemiringan rawan longsor dan di bagian selatan
Kota Pasangkayu pada tingkat kemiringan 0%-2% sudah sesuai untuk
pembuatan model jalur hijau jalan karena pada tingkat kemiringan tersebut
tidak berada pada sudut kemiringan rawan longsor.

Wilayah Kota Pasangkayu secara umum terdapat pada ketinggian 0


- 25 M diatas permukaan laut. Menurut Lestari dan Kencana (2011)
menyatakan bahwa dataran rendah merupakan daerah dengan ketinggian
1-700 m dpl sehingga Kota Pasangkayu yang memiliki ketinggian 25 m
dpl berada pada dataran rendah.

4.2.2. Geologi
Wilayah Kota Pasangkayu digolongkan kedalam 2 jenis batuan,
yaitu (1) aluvium dan endapan pantai, dan (2) batuan sedimen Klastika
Miosen. Berdasarkan struktur tanah yang ada di kawasan perencanaan
yang digolongkan ke dalam kelas tanah Sulfaquents, Sulfihemists,
Sulfaquepts, Dystrudepts, Eutrudepts, Hapludalfs, Hapludults, Hapludoxs,

55
dan Eutrudoxs. Secara umum endapan tersebut tergolong subur dan baik
untuk penanaman.

Menurut Anonim (2007) menyatakan bahwa setiap tanaman


mempunyai adaptasi yang berbeda terhadap batuan induk tanah, sehingga
tanaman untuk jalur hijau di Kota Pasangkayu yang sesuai dengan
endapan aluvium tersebut adalah Mahoni (Swietenia mahagoni), Krai
Payung (Filicium decipiens), Tanjung (Mimusops elengi), Angsana
(Ptherocarphus indicus), Oleander (Nerium oleander), Bogenvil
(Bougenvillea Sp), Teh-tehan (Acalypha microphylla).

4.2.3. Hidrologi
Berdasarkan data inventarisasi, terdapat genangan air dan banjir di
beberapa segmen jalan arteri, kolektor dan lokal. Menurut Bina Marga
(1990a) tentang Pedoman Konstruksi dan Bangunan Perencanaan Sistem
Drainase Jalan menyatakan bahwa standar drainase pada jalan arteri,
kolektor dan lokal adalah 0,7 m dan lebar drainase pada jalan arteri, jalan
kolektor dan jalan lokal berkisar 0,7 m.

Menurut Lestari dan Kencana (2011) menyatakan bahwa setiap


tanaman membutuhkan kadar air yang berbeda, tergantung pada waktu,
ukuran tanaman dan keadaan lingkungan.

4.2.4. Penggunaan Lahan


Menurut MENPU (2008) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 05/PRT/M/2008 menyatakan bahwa proporsi RTH pada wilayah
perkotaan adalah sebesar 30% dari luas wilayah yang terdiri dari 20%
ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat
sehingga Kota Pasangkayu yang memiliki RTH sebesar 25,5% belum
mencukupi kebutuhan akan RTH Kota yakni sebesar 30% dari luas
wilayahnya.

56
4.2.5. Jaringan Sirkulasi
Berdasarkan data inventarisasi, beberapa bagian jalan (arteri,
kolektor, lokal) mengalami kerusakan akibat muatan berlebih. Di beberapa
segmen jalan (arteri, kolektor, lokal) terdapat kendaraan umum yang
berhenti sembarangan serta adanya kendaraan yang ingin memutar arah.
Selain itu juga, para pejalan kaki juga menyeberang jalan sembarangan.

Selain itu juga, persentase jumlah panjang jalan lokal, kolektor,


dan arteri memiliki perbedaan yang besar. Jalan lokal memiliki jumlah
panjang jalan lebih banyak daripada jalan kolektor dan jalan arteri. Hal ini
menunjukkan bahwa jalan lokal mendominasi di wilayah Kota
Pasangkayu.

Menurut Harris dan Dinnes (1998) menyatakan bahwa standar


lebar jalan arteri adalah 36.575 m atau lebih, sedangkan pada penelitian ini
diperoleh data bahwa jalan arteri di kawasan perkantoran pemerintah dan
perdagangan hanya selebar 24 m.

Menurut Harris dan Dinnes (1998) menyatakan bahwa standar


lebar jalan lokal adalah 18.290 m, sedangkan pada penelitian ini diperoleh
data bahwa lebar jalan lokal di kawasan perkantoran pemerintah,
perdagangan, kawasan wisata pantai vovasangayu, kawasan Rumah
Jabatan Bupati dan Wakil Bupati, Kawasan olahraga (Stadium
Pasangkayu), kawasan sempadan sungai Pasangkayu dan kawasan
pemukiman belum sesuai standar yaitu sebesar 6-12 m.

Menurut Anonim (1990) tentang Petunjuk Perencanaan Trotoar


menyatakan bahwa lebar jalur pedestrian di kawasan pemukiman dan
kawasan lainnya adalah 1.5 m sedangkan pada perencanaan ini, diperoleh
data lebar jalur pedestrian jalan arteri di kawasan tersebut adalah 1.2 m
dan lebar jalur pedestrian jalan lokal adalah 1.3 m. Jalur pedestrian jalan
lokal di kawasan tersebut berada pada kondisi yang kurang baik yaitu ada
beberapa segmen yang ditumbuhi tanaman liar. Namun masih banyak

57
terdapat jalan yang tidak memiliki jalur pedestrian khususnya pada jalan
pemukiman.

4.2.6. Vegetasi
Menurut Lestari dan Kencana (2011) jika tanaman penutup tidak
tersebar merata, maka daerah yang tidak merata tersebut akan ditanami
tanaman liar sehingga dapat merusak fungsi tanaman. Berdasarkan data
inventarisasi, beberapa vegetasi pada jalan (arteri, kolektor, lokal) tidak
terawat dengan baik dan dikelilingi oleh lahan terbangun dan belum
terbangun. Beberapa tanaman penutup tanah, tidak tersebar merata pada
area tanamnya.

Jarak tanam juga tidak teratur yakni berkisar 3 m – 6 m. Menurut


Lestari dan Kencana (2011) jarak tanam sangat penting dalam proses
pertumbuhan tanaman agar tanaman mampu tumbuh sempurna. Selain itu,
pada jalan lokal kawasan Pemukiman dan perdagangan tidak terdapat
vegetasi apapun dan hanya terdiri dari lahan terbangun saja. Menurut PU
(1996) tentang tata cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan menyatakan
bahwa jalan lokal kawasan Pemukiman seharusnya memiliki area tanaman
tepi agar dapat memberikan fungsi peneduh bagi pengguna jalan. Menurut
MENPU (2009) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
05/PRT/M/2008 perlu adanya RTH pada Kota baik dalam berbentuk ruang
ataupun berbentuk jalur dengan penambahan tanaman pada bagian ruang
dan jalur tersebut.

4.3. Sintesis

4.3.1. Topografi
Menurut Anonim (1990) tentang Buku Petunjuk Teknis
Perencanaan dan Penanganan Longsoran menyatakan bahwa wilayah Kota
Pasangkayu pada tingkat kemiringan tanah 15% sampai 30% diperlukan
rencana penanganan longsoran agar sesuai untuk pembuatan model jalur

58
hijau jalan karena berada pada sudut kemiringan longsor dan di bagian
selatan Kota Pasangkayu pada tingkat kemiringan 3% sampai 8% sudah
sesuai untuk pembuatan model jalur hijau jalan karena tidak berada pada
sudut kemiringan longsor.

Berdasarkan analisis, wilayah Kota Pasangkayu berada pada


wilayah dataran rendah. Menurut Lestari dan Kencana (2011) menyatakan
bahwa tanaman yang sesuai untuk model jalur hijau di kota tersebut adalah
Krai Payung (Filicium decipiens), Mahoni (Swietenia mahagoni),
Flamboyan (Delonix regia), Kalpataru (Barringtonia Asiatica), Ketapang
Kencana (Terminalia mantaly), Angsana (Ptherocarphus indicus),
Oleander (Nerium oleander), Bogenvil (Bougenvillea Sp), Teh-tehan
(Acalypha microphylla), Palem Kipas (Livistona saribus), Palem Raja
(Roystonea regia), Palem Ekor Tupai (Wodyetia bifurcate), Pucuk Merah
(Syzygium paniculatum), Tabebuya (Tabebuia), Tapak Doro
(Catharanthus roseus), Oleander (Nerium oleander), Nusa Indah
(Mussaenda pubescens), dan Soka (Saraca asoca).

4.3.2. Geologi
Batuan yang menutupi Kota Pasangkayu terdiri dari endapan
alluvium, endapan kipas alluvium vulkanik muda, dan satuan Tuf Banten.
Menurut Anonim (2007) menyatakan bahwa setiap tanaman mempunyai
adaptasi yang berbeda terhadap batuan induk tanah, sehingga tanaman
untuk jalur hijau di Kota Pasangkayu yang sesuai dengan endapan aluvium
tersebut adalah Berdasarkan analisis, wilayah Kota Pasangkayu berada
pada wilayah dataran rendah. Menurut Lestari dan Kencana (2011)
menyatakan bahwa tanaman yang sesuai untuk model jalur hijau di kota
tersebut adalah Krai Payung (Filicium decipiens), Mahoni (Swietenia
mahagoni), Flamboyan (Delonix regia), Kalpataru (Barringtonia
Asiatica), Ketapang Kencana (Terminalia mantaly), Angsana
(Ptherocarphus indicus), Oleander (Nerium oleander), Bogenvil

59
(Bougenvillea Sp), Teh-tehan (Acalypha microphylla), Palem Kipas
(Livistona saribus), Palem Raja (Roystonea regia), Palem Ekor Tupai
(Wodyetia bifurcate), Pucuk Merah (Syzygium paniculatum), Tabebuya
(Tabebuia), Tapak Doro (Catharanthus roseus), Oleander (Nerium
oleander), Nusa Indah (Mussaenda pubescens), dan Soka (Saraca asoca),

4.3.3. Hidrologi
Berdasarkan hasil analisis, genangan air di beberapa segmen jalan
arteri, kolektor dan lokal disebabkan tidak berfungsinya drainase pada
jalan sehingga diperlukan perbaikan pada sistem drainase agar dapat
berfungsi kembali. Menurut Lestari dan Kencana (2011) menyatakan
bahwa setiap tanaman membutuhkan kadar air yang berbeda, tergantung
pada waktu, ukuran tanaman dan keadaan lingkungan. Berdasarkan data
inventarisasi, terdapat genangan air dan banjir di beberapa segmen dari
jalan (arteri, kolektor, lokal) sehingga menurut Bina marga (1990b)
tentang Petunjuk Perencanaan Trotoar menyatakan bahwa diperlukan
pembuatan drainase yang baik agar air tersebut dapat mengalir keluar dari
segmen jalan.

Menurut Lestari dan Kencana (2011) menyatakan bahwa setiap


tanaman membutuhkan kadar air yang berbeda, tergantung pada waktu,
ukuran tanaman dan keadaan lingkungan sehingga spesifikasi tanaman
yang dapat tumbuh dan beradaptasi di Kota Pasangkayu adalah
Berdasarkan analisis, wilayah Kota Pasangkayu berada pada wilayah
dataran rendah. Menurut Lestari dan Kencana (2011) menyatakan bahwa
tanaman yang sesuai untuk model jalur hijau di kota tersebut adalah Krai
Payung (Filicium decipiens), Mahoni (Swietenia mahagoni), Flamboyan
(Delonix regia), Kalpataru (Barringtonia Asiatica), Ketapang Kencana
(Terminalia mantaly), Angsana (Ptherocarphus indicus), Oleander
(Nerium oleander), Bogenvil (Bougenvillea Sp), Teh-tehan (Acalypha
microphylla), Palem Kipas (Livistona saribus), Palem Raja (Roystonea

60
regia), Palem Ekor Tupai (Wodyetia bifurcate), Pucuk Merah (Syzygium
paniculatum), Tabebuya (Tabebuia), Tapak Doro (Catharanthus roseus),
Oleander (Nerium oleander), Nusa Indah (Mussaenda pubescens), dan
Soka (Saraca asoca),

4.3.4. Penggunaan Lahan


Rencana pengembangan zona Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota
Pasangkayu, diklasifikasikan pada beberapa jenis, yakni taman kota, jalur
hijau dan RTH pemakaman. Arahan rencana pengembangan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) di Kota Pasangkayu, dialokasikan pada seluruh
wilayah Kota, dengan luas total 14,76 Ha.

4.3.5. Jaringan Sirkulasi


Berdasarkan data analisis, untuk mengatasi permasalahan pada
beberapa bagian jalan (arteri dan lokal) yang mengalami kerusakan akibat
muatan berlebih dapat dibuat penggantian material jalan dengan
menggunakan aspal beton sehingga konstruksi jalan akan lebih kuat.
Selain itu juga, di beberapa segmen jalan (arteri dan lokal) terdapat
kendaraan umum yang berhenti sembarangan serta adanya kendaraan yang
ingin memutar arah sehingga diperlukan pembuatan peraturan (legalitas)
untuk kendaraan umum yang berhenti serta pembuatan area putaran untuk
kendaraan yang ingin memutar arah. Selain itu juga, para pejalan kaki juga
menyeberang jalan sembarangan sehingga diperlukan dibuatkan fasilitas
penyeberangan untuk pejalan kaki baik pun zebra cross.

Berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa lebar jalan arteri di


kawasan perkantoran dan perdagangan (dengan lebar 10-20 m) belum
sesuai standar lebar jalan arteri yaitu selebar 36.575 m dan diperlukan
pelebaran jalan.

Berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa lebar jalan lokal di


kawasan permukiman, olahraga, wisata pantai dan rumah jabatan Bupati

61
dan Wakil Bupati dan perdagangan (dengan lebar 6-12 m) belum sesuai
dengan standar lebar jalan lokal yaitu sebesar 18.290 m dan diperlukan
pelebaran beberapa segmen jalan khususnya pada jalan pemukiman.

4.3.6. Kendaraan Transportasi


Berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa jumlah kendaraan di
Kota Pasangkayu masih rendah dan namun perlu diantisipasi adanya
peningkatan kendaraan dari tahun ke tahun. Peningkatan kendaraan dapat
menyebabkan meningkatkan polusi udara seperti pada Tabel 33 dan
menimbulkan kemacetan sehingga diperlukan perencanaan jalan raya agar
pergerakan kendaraan lancar.

Selain itu, terdapat persimpangan dimana salah satu jalannya


menuju area penyempitan jalan sehingga banyak kendaraan menumpuk
dan menyebabkan kemacetan. Seringnya kendaraan umum berhenti
sembarangan pada jalan tertentu menyebabkan kemacetan terutama pada
jalan arteri.

Tabel 18. Tingkat Polusi Udara Kota Pasangkayu Berdasarkan Jumlah


Kendaraan

Penggunaan Lahan Arteri Kolektor Lokal


Perkantoran Tinggi Sedang Sedang
Perdagangan Tinggi Sedang Rendah
Pemukiman Tinggi Sedang Rendah
Wisata dan - Sedang Rendah
Olahraga

Berdasarkan analisis menyatakan bahwa kendaraan umum


seringkali berhenti di sembarang tempat sehingga menimbulkan antrian
kendaraan sehingga diperlukan pemantauan kendaraan umum serta
peraturan yang mengatur tata cara pemberhentian kendaraan umum.

62
4.3.7. Vegetasi
Berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa pada jalan lokal dan
arteri kawasan pemukiman dan perdagangan terdapat vegetasi namun
belum keseluruhan jalan. Menurut MENPU (2008) Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 perlu adanya RTH pada kota
baik dalam berbentuk ruang ataupun berbentuk jalur dengan penambahan
tanaman pada bagian ruang dan jalur tersebut.

Berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa jarak tanam beberapa


vegetasi tidak teratur menyebabkan proses pertumbuhan tanaman
terganggu sehingga diperlukan desain penanaman yang baik dimana jarak
tanam diperhitungkan secara teratur, yaitu untuk pohon 6 m sampai 12 m
dan semak 3 m sampai 5 m.

Berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa beberapa vegetasi


tidak terawat dengan baik dan tidak ditanam secara merata sehingga
diperlukan pengelolaan untuk vegetasi yang tidak terawat dan desain
penanaman yang merata.

Tabel 19. Rencana Pola Penanaman dan Jarak Tanam

Perdaganga
Industri Perumahan
n
Pola Berbaris Berbaris Berbaris
Arteri
Jarak Tanam 6M 8M 8M
Pola Berbaris Berbaris Berbaris
Kolektor
Jarak Tanam 6M 8M 8M
Pola Berbaris Berbaris Berbaris
Lokal
Jarak Tanam 6M 8M 8M

Tabel 20. Matriks Arahan Pemilihan Karakter Tanaman Ideal Berdasarkan Penggunaan
Lahan

Kelas
Industri Perdagangan Pemukiman
Jalan
Arteri  Penyerap Polusi  Tanaman Peneduh:  Tanaman Peneduh:
Udara: Terdiri dari terdiri dari pohon, terdiri dari pohon,
pohon, perdu/ semak, perdu, semak, perdu, semak
memiliki ketahanan ditempatkan pada jalur ditempatkan pada

63
Kelas
Industri Perdagangan Pemukiman
Jalan
tinggi terhadap
pengaruh udara,
bermassa daun padat, jalur tanaman (lebar
tahan terhadap tanaman (lebar minimal 1.5 m),
pencemaran kendaraan minimal 1.5 m), percabangan 2 m di
bermotor dan industri, percabangan 2 m di atas tanah, bentuk
mampu menjerap dan atas tanah, bentuk percabangan
menyerap cemaran percabangan batang, batang, tidak
udara tidak merunduk, merunduk,
 Pembatas Pandang: bermassa daun padat bermassa daun
terdiri dari Tanaman padat
tinggi, perdu/ semak,
Bermassa daun padat
 Tanaman Peneduh:
 Penyerap Polusi Udara
terdiri dari pohon,
Terdiri dari pohon,
perdu, semak
perdu/ semak,
ditempatkan pada
memiliki ketahanan  Tanaman Peneduh
jalur tanaman (lebar
tinggi terhadap terdiri dari pohon,
minimal 1.5 m),
pengaruh udara, perdu, semak,
percabangan 2 m di
bermassa daun padat, ditempatkan pada jalur
atas tanah, bentuk
tahan terhadap tanaman (lebar
percabangan
Kolektor pencemaran kendaraan minimal 1.5 m),
batang, tidak
bermotor dan industri, percabangan 2 m di
merunduk,
mampu menjerap dan atas tanah, bentuk
bermassa daun
menyerap cemaran percabangan batang,
padat
udara tidak merunduk,
 Pembatas Pandang
 Pembatas Pandang bermassa daun padat
terdiri dari tanaman
terdiri dari Tanaman
tinggi, perdu/ semak
tinggi, perdu/semak,
Bermassa daun
Bermassa daun pada
padat
Lokal  Penyerap Polusi Udara  Tanaman Peneduh:  Tanaman Peneduh:
Terdiri dari pohon, terdiri dari pohon, terdiri dari pohon,
perdu/ semak, perdu, semak, perdu, semak
memiliki ketahanan ditempatkan pada jalur ditempatkan pada
tinggi terhadap tanaman (lebar jalur tanaman (lebar
pengaruh udara, minimal 1.5 m), minimal 1.5 m),
bermassa daun padat, percabangan 2 m di percabangan 2 m di
tahan terhadap atas tanah, bentuk atas tanah, bentuk
pencemaran peneduh, percabangan batang, percabangan
ditempatkan pada jalur tidak merunduk, batang, tidak
tanaman (lebar bermassa daun padat merunduk,
minimal 1.5 m), bermassa daun
percabangan 2 m di padat
atas tanah, bentuk  Pembatas Pandang
percabangan batang, terdiri dari tanaman
tidak merunduk, tinggi, perdu/ semak
bermassa daun padat Bermassa daun

64
Kelas
Industri Perdagangan Pemukiman
Jalan
kendaraan bermotor
dan industri, mampu
menjerap dan
menyerap cemaran
udara padat
 Pembatas Pandang:
terdiri dari tanaman
tinggi, perdu/semak
Bermassa daun padat

4.1. Perencanaan

Berdasarkan hasil analisis dan sintesis, akan dibuat konsep yang


sesuai dengan jalur hijau jalan di Kota Pasangkayu. Konsep yang dibuat
mengacu pada kenyamanan lingkungan dan pembentukan kualitas
lingkungan sesuai dengan PERDA Kabupaten Pasangkayu (2014) tentang
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
tentang Pedoman Penanaman Pohon Pada Sistem Jaringan Jalan. Konsep
yang dibuat akan menjadi masukan bagi perencanaan jalur hijau jalan di
Kota Pasangkayu.

Perencanaan jalur hijau jalan di Kota Pasangkayu dibuat berdasarkan


hasil analisis, sintesis dan konsep yang telah dibuat sebelumnya dan akan
dibuat perencanaan jalur hijau jalan sesuai dengan kelas jalan dan
penggunaan lahan yang kemudian di tetapkan berdasarkan segmen jalan.
Lebih jelas dapat dilihat ada Gambar berikut.

65
66
Gambar 23. Penggunaan Lahan Pada Segmen Jalan di Kota Pasangkayu

67
4.1.1. Kawasan Perkantoran Pemerintah
Kawasan perkantoran pemerintah merupakan kompleks
perkantoran Bupati, gabungan kantor dinas-dinas, perkantoran kodim,
masjid madaniah, bundaran SMART dan alun-alun SMART Pasangkayu.
Kawasan ini dilalui oleh Jalan Soekarno, Jalan Moh. Hatta, Jalan Abdul.
Muis, Jalan Masjid Madaniah, Jalan Andi Bandaco, Jalan Dewi Sartika
dan Jalan Ambo Djiwa.

Gambar 24. Rencana Jalur Hijau Kawasan Perkantoran Pemerintah

1. Jalan Arteri
Perencanaan jalur hijau jalan arteri di kawasan perkantoran
Pemerintah mengacu pada fungsi tanaman sebagai peneduh, pembatas
pandangan, pengarah jalan dan estetika. Hal ini disebabkan karena
kawasan perkantoran pemerintah dan sekitarnya menjadi iconik Kota
Pasangkayu. Kawasan ini terintegrasi dengan beberapa bangunan yang
menunjang aktivitas pada kawasan perkantoran pemerintah seperti
kawasan masjid Madaniah, Bundaran Smart dan ART Pasangkayu (Alun-
alun Pasangkayu).

68
Tanaman estetika berfungsi untuk meningkatkan kualitas visual
jalan dan kawasan, memanipulasi bad view pada jalan, menambah kesan
menyenangkan bagi pengguna jalan dan mengurangi kemonotonan serta
kaku pada jalan. Kriteria tanaman terdiri dari jenis pohon, perdu atau
semak dengan beberapa keunggulan fisik tanaman berupa keindahan
bunga, struktur daun, warna daun atau bunga, keunikan tajuk, tekstur yang
menarik atau bentuk percabangan yang unik. Meskipun memiliki
keunggulan fisik, tanaman yang dipilih tidak diperkenankan terlalu
mencolok karena dapat mengganggu konsentrasi pengguna jalan. Jenis
pohon yang dipilih antara lain Pohon Kalpataru (Barringtonia Asiatica)
dan Flamboyan (Delonix regia). Jenis perdu yang digunakan adalah soka
(Ixora coccinea L.), bugenvil (Bougainvillea glabra chois), dan Nusa
Indah (Mussaenda erythrophylla).
Tanaman estetika ditanam pada bagian median jalan dan loop
bundaran Smart dengan mengkombinasikan jenis pohon dengan perdu atau
semak. Penanaman tanaman estetika menggunakan pola penanaman
berkelompok, berbaris atau kombinasi kedua untuk menghasilkan pola
yang menarik dengan tinggi tanaman hingga 1.5 m berdasarkan standar
tinggi objek yang dapat di tangkap pengemudi (Harris dan Dines, 1976).
Khusus pada median jalan, jarak tanam yang digunakan adalah 0.3 - 0.5 m
dari tepi jalan karena lebar median di jalan ini < 1 m. Jarak tanam tanaman
tersebut terdiri dari jarak tanam jarang sampai rapat dan
mempertimbangkan jarak pandang pengemudi dalam keadaan bergerak
untuk melihat suatu objek.
Pada beberapa titik di bundaran perlu di perhatikan clear zone
planting. Clear zone planting ditempatkan pada daerah penyatuan,
pemisahan jalan dan pada area bundaran jalan untuk membebaskan
pandangan pengguna jalan dari dua jalur yang berbeda. Pada bagian clear
zone planting tidak direncanakan penanaman tanaman yang dapat
mengganggu pandangan pengguna jalan. Atas dasar keselamatan, jenis

69
tanaman yang digunakan adalah jenis ground cover atau penutup tanah
yaitu rumput gajah mini, rumput paetan atau sejenisnya.

Gambar 25. Tipikal Penanaman Pohon di Jalan Arteri Kawasan Perkantoran

Cushion planting ditempatkan pada daerah pemisahan jalur jalan


untuk mengontrol arah jalur yang dipisah. Pada ruang cushion planting,
kriteria tanaman yang digunakan adalah tanaman jenis semak atau perdu
yang dimensinya tidak mengganggu pandangan pengguna jalan dari satu
jalur menuju dua jalur. Jenis perdu yang digunakan adalah nusa indah,
bugenvil.
Bundaran

70
Ruang terbuka hijau pada bundaran SMART direncanakan agar seorang
pengemudi jika memasuki bundaran harus mampu melihat pulau pemisah
dan pulau tengah dan sirkulasi kendaraan di sekitar bundaran. Agar
mampu melihat pulau pemisah, pengemudi yang mendekat harus
mempunyai jarak pandang henti yang memenuhi. Jarak pandang henti
pada kecepatan 50 km/jam adalah 65 meter pada masing-masing kaki.
Pengemudi yang berada di sisi kiri salah satu kaki simpang harus mampu
melihat kendaraan lain pada kaki simpang sebelahnya yang akan melintas
ke arah kanan bundaran. Dengan perbedaan sekitar 5 detik untuk
kendaraan memasuki bundaran dengan kecepatan 50 km/jam memberikan
jarak sudut pandang sebesar 70 m ke kaki simpang berikutnya.

Jarak sudut pandang 65-70 m pada lengan simpang ditunjukkan pada


Gambar 29, memberikan waktu yang banyak bagi pengemudi yang
mendekati bundaran untuk memperlambat kendaraan dari 50 km/jam,
untuk berhenti dan menghindari sirkulasi kendaraan di bundaran.

Gambar 26. Jarak Pandang di Bundaran

Pada bundaran dengan sirkulasi pulau tengah, Pada bundaran dengan


sirkulasi pulau tengah, di sana harus ada jarak penglihatan yang jelas tepat

71
di daerah yang diarsir pada Gambar 30. Beberapa perdu yang tingginya
kurang dari 0,50 m yang dapat ditanam pada daerah datar di lokasi yang
diarsir tersebut. Walaupun beberapa pohon atau palem atau tanaman
menjalar terdapat di lokasi seperti itu maka harus dipangkas tidak melebihi
tinggi 5,0 meter agar memberikan jarak penglihatan yang jelas. Jika pulau
tengah atau pemisah adalah timbunan, harus diperhatikan apakah jarak
pandang pengemudi ketika memasuki bundaran tidak terhalangi.

: Hanya perdu/semak dengan tinggi kurang dari 0,5-meter yang dapat ditanam
: Hanya pada daerah bergaris tidak boleh menghalangi jarak pandang dan garis pandang
vertikal

Gambar 27. Jarak Pandangan di Bundaran SMART Pasangkayu

2. Jalan Lokal
Perencanaan jalur hijau jalan lokal di kawasan perkantoran
mengacu pada fungsi tanaman sebagai peneduh, estetika dan pengarah
pandangan. Pola penanaman yang direncanakan adalah pola penanaman
pohon dan perdu. Jarak tanam pohon yang direncanakan adalah 6 m. Hal
ini dimungkinkan agar pola penanaman tersebut dapat meningkatkan
fungsi tanaman sebagai peneduh. Spesifikasi tanaman yang dipilih untuk
jalur hijau jalan lokal ini adalah angsana (Ptherocarphus indicus) sebagai
penyerap polutan, akasia daun besar (Accasia mangium) sebagai penyerap

72
polutan, oleander (Nerium oleander) sebagai pembatas pandang, bogenvil
(Bougenvillea sp) dan teh-tehan pangkas (Acalypha sp) sebagai
penghalang sinar lampu kendaraan di malam hari.
Lebar jalur lalu lintas kendaraan yang direncanakan adalah 6 m
untuk 2 arah serta 2 lajur untuk 2 arah. Hal ini dimungkinkan karena
terbatasnya DAMIJA jalan lokal. Material yang direncanakan pada jalur
hijau ini adalah cor semen ataupun campuran aspal semen. Desain
kecepatan kendaraan pada jalur hijau jalan ini menurut Harris dan Dinnes
(1998) adalah 30 km/jam.

4.1.2. Kawasan Perdagangan


Kawasan perdagangan merupakan kawasan yang diperuntukkan
untuk aktivitas perdagangan dan komersial. Jaringan jalan arteri pada
kawasan perdagangan yaitu Jalan Soekarno, dan jaringan jalan lokal yaitu
Jalan Fatmawati, Jalan Andi Depu, Jalan Dr. Sam Ratulangi dan Jalan
Moh. Hatta, seperti pada gambar 31.

1. Jalan Arteri
Perencanaan jalan arteri pada kawasan perdagangan mengacu pada
akses menuju area dagang. Hal ini dimaksudkan karena konsep area
perdagangan lebih dominan oleh pejalan kaki dan bukan kendaraan
sehingga akses menuju area dagang haruslah dibuat mudah. Pada area ini,
jalur pejalan kaki dengan area tanaman tepi menjadi satu. Hal ini
dimaksudkan agar pengguna jalan khususnya para pembeli memiliki akses
yang mudah tanpa harus memotong area tanaman tepi jika ada. Tanaman
pada jalan ini akan dibuat kotak tanam sebagai batas area tanam dengan
radius 0,5 m.

73
Gambar 28. Rencana Jalur Hijau Kawasan Perdagangan

Jarak tanam pada pola penanaman jalan ini adalah 12 m sesuai


dengan MENPU (2008) tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Untuk median jalan dapat
dibuat area tanam dengan komposisi pohon saja. Fungsi tanaman pada
jalan ini adalah fungsi peneduh. Hal ini dimaksudkan karena tidak terlalu
banyaknya polusi ataupun kebisingan dari area perdagangan dan lebih
memfokuskan fungsi tanaman peneduh dan pembatas untuk pejalan kaki.
Spesifikasi tanaman yang dipilih untuk jalur hijau ini menurut PU (1996)
tentang Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan adalah angsana
(Ptherocarphus indicus) sebagai peneduh, Oleander (Nerium Olenader)
sebagai pembatas pandang, serta tanaman peneduh lainnya yang terdiri
dari Krai Payung (Filicium decipiens), dan Mahoni (Mimusops elengi),
seperti pada gambar dibawah 32.

74
Gambar 29. Ilustrasi Jalan Arteri di Kawasan Perdagangan

Jalan jalur lalu lintas kendaraan yang direncanakan pada kawasan


perdagangan adalah 3.3 m sesuai dengan standar kendaraan sedang dan
kecil. Menurut Harris dan Dinnes (1998) desain kecepatan untuk jalur
kawasan ini adalah 50 km/jam. Material yang digunakan untuk jalan ini
adalah aspal atau cor semen karena beban dari kendaraan yang melintas
jalan kawasan ini tergolong berat.
Jalan arteri ini memiliki 4 lajur untuk 2 arah agar mengantisipasi
kendaraan yang ingin berhenti atau menepi di kawasan ini. Drainase yang
ada pada kawasan ini adalah sistem drainase tertutup dengan kedalaman 1
– 2 m. Hal ini dimaksudkan agar area diatas drainase tertutup dapat
dimanfaatkan sebagai akses jalan menuju toko perdagangan.

75
Gambar 30. Tipikal Penanaman Pohon di Jalan Arteri Kawasan Perdagangan

2. Jalan Lokal
Perencanaan jalur hijau jalan lokal di kawasan perdagangan mengacu pada
aksesibilitas pejalan kaki menuju kawasan perdagangan. Fungsi tanaman
yang direncanakan adalah fungsi peneduh. Pola penanaman yang
direncanakan adalah kombinasi pohon dengan jarak tanam 12 m.
Spesifikasi tanaman yang dipilih untuk jalur hijau ini menurut PU (1996)
tentang Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan adalah angsana

76
(Ptherocarphus indicus) sebagai penyerap polutan dan peneduh, oleander
(Nerium oleander) sebagai pembatas pandang dan penyerap kebisingan,
bogenvil (Bougenvillea sp) dan teh-tehan pangkas (Acalypha sp) sebagai
pembatas seperti pada Gambar 43.

Gambar 31. Ilustrasi Jalan Lokal di Kawasan Perdagangan

Lebar jalur lalu lintas kendaraan yang direncanakan adalah 3 m untuk 1


arah dan 1 lajur untuk 1 arah seperti pada Gambar 44. Hal ini
direncanakan karena terbatasnya DAMIJA jalan lokal. Desain kecepatan
yang direncanakan sesuai dengan Harris dan Dinnes (1998) adalah 30
km/jam. Material yang digunakan untuk jalur hijau jalan ini adalah aspal.

Jalur pedestrian yang direncanakan menurut PU dan Harris dan Dinnes


(1998) adalah dengan lebar 2 m dengan material pedestrian berupa cor
semen. Sistem drainase yang direncanakan pada jalur hijau ini adalah
sistem drainase tertutup dengan lebar 1 m dan kedalaman 1 m.

77
Gambar 32. Tipikal Penanaman Pohon di Jalan Arteri Kawasan Perdagangan

4.1.3. Kawasan Rumah Jabatan Bupati dan Wakil Bupati


Kawasan ini merupakan kawasan yang berada di sekitar rumah
jabatan Bupati dan Wakil Bupati, berada di jalan Jenderal Ahmad Yani
dan merupakan jalan lokal.

78
Gambar 33. Rencana Jalur Hijau di Kawasan Rumah Dinas Bupati dan Wakil
Bupati

Perencanaan jalur hijau jalan Jenderal Ahmad Yani mengacu pada


fungsi tanaman sebagai peneduh dan estetika. Hal ini dimungkinkan
karena kawasan rumah dinas Bupati dan Wakil Bupati berisi pengguna
lahan yang hanya melintasi dan menuju ke rumah dinas Bupati dan Wakil
Bupati serta Pemukiman yang berada di sekitar rumah dinas Bupati dan
Wakil Bupati. Jarak tanam yang direncanakan menurut MENPU (2008)
tentang pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di
Kawasan Perkotaan adalah 6 meter. Spesifikasi tanaman yang dipilih
untuk jalur hijau ini menurut PU (1996) tentang Tata Cara Perencanaan
Teknik Lansekap Jalan adalah Tabebuya (Tabebuia) sebagai peneduh dan
estetika.
Lebar jalur lalu lintas kendaraan yang direncanakan adalah 3 m
untuk 1 arah dan 1 lajur untuk 1 arah. Hal ini direncanakan karena
terbatasnya DAMIJA jalan lokal. Desain kecepatan yang direncanakan

79
sesuai dengan Harris dan Dinnes (1998) adalah 30 km/jam. Material yang
digunakan untuk jalur hijau jalan ini adalah aspal.
Jalur pedestrian yang direncanakan menurut PU dan Harris dan
Dinnes (1998) adalah dengan lebar 1 m dengan material pedestrian berupa
cor semen. Sistem drainase yang direncanakan pada jalur hijau ini adalah
sistem drainase tertutup dengan lebar 1 m dan kedalaman 1-2 m.

4.1.4. Kawasan Pemukiman


Perencanaan jalur hijau di kawasan pemukiman mengacu pada
fungsi tanaman sebagai peneduh dan estetika. Hal ini dimungkinkan
karena sebagian besar jalan-jalan pada kawasan Pemukiman belum
memiliki tanaman dan sebagian lagi memiliki tanaman yang tidak teratur.
Perencanaan jalur hijau pada jalan-jalan Pemukiman diharapkan
menciptakan harmonisasi antara tanaman dengan ruang jalan pada
kawasan Pemukiman.
Spesifikasi tanaman yang dipilih untuk jalur hijau di kawasan
Pemukiman menurut PU (1996) tentang Tata Cara Perencanaan Teknik
Lanskap Jalan adalah Pucuk Merah dan Ketapang Kencana sebagai
peneduh dan estetika.
Jarak tanam yang direncanakan menurut MENPU (2008) tentang
pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di Kawasan
Perkotaan adalah 1-2 meter.
Adapun jalur hijau pada kawasan Pemukiman meliputi Jalan R.A.
Kartini, Jalan Merpati, Jalan Harimau, Jalan Rusa, Jalan Andi Pelang,
Jalan Husni Thamrin, Jalan Sultan Hasanuddin, Jalan Kapten Pierre
Tendean, Jalan Pasar Sentral, Jalan I Gusti Ngurah Rai, Jalan Pangeran
Diponegoro, Jalan Gatot Subroto, Jalan Urip Sumiharjo, sebahagian Jalan
Andi Depu (Kearah rumah Dinas DPRD), dan sebagian Jalan Pangeran
Antasari. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar.

80
Gambar 34. Rencana Jalur Hijau di Kawasan Pemukiman

4.1.5. Kawasan Wisata Pantai


Jalur hijau pada kawasan wisata pantai adalah perencanaan jalur
pada jalan-jalan yang melewati kawasan wisata pantai di Kota
Pasangkayu. Perencanaan jalur hijau di kawasan wisata pantai mengacu
pada fungsi tanaman sebagai peneduh, penyegar udara dan estetika.
Pemilihan jenis vegetasi pada kawasan ini memperhatikan kondisi
lingkungan pantai yang memiliki tanah cenderung berpasir dan lingkungan
yang panas. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka rencana vegetasi
pada kawasan wisata pantai seperti tanaman Ketapang Kencana dan
tanaman palem-paleman yaitu palem raja dan palem ekor tupai.
Jarak tanam yang direncanakan menurut MENPU (2008) tentang
pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di Kawasan
Perkotaan adalah 4-6 meter. Spesifikasi tanaman yang dipilih untuk jalur
hijau ini menurut PU (1996) tentang Tata Cara Perencanaan Teknik
Lansekap Jalan adalah Palem-paleman dan Ketapang Kencana sebagai
peneduh, penyegar udara dan estetika.

81
Gambar 35. Rencana Jalur Hijau di Kawasan Wisata Pantai

Perencanan jalur hijau pada kawasan wisata pantai di Kota


Pasangkayu adalah sebagian Jalan Moh. Hatta dan Sebahagian Jalan
Jenderal Ahmad Yani. Jalan-jalan tersebut melalui kawasan wisata Pantai
Vovasanggayu, wisata pantai Pasangkayu Beach dan kawasan wisata
Pantai Tanjung, seperti pada Gambar.

4.1.6. Kawasan Olahraga


Perencanaan jalur hijau pada kawasan olahraga merupakan jalur
hijau dimana terdapat pusat-pusat kegiatan olahraga, seperti kawasan
olahraga lapangan merdeka di Jalan Pemuda dan Jalan Kapten Pierre
Tendean, serta Kawasan olah raga Stadion Gelora Djiwa.

82
Gambar 36. Rencana Jalur Hijau di Kawasan Olahraga

Perencanaan jalur hijau jalan di kawasan olahraga mengacu pada


aksesibilitas pejalan kaki menuju kawasan olahraga. Fungsi tanaman yang
direncanakan adalah fungsi peneduh dan estetika. Pola penanaman yang
direncanakan adalah kombinasi pohon dengan jarak tanam 6-12 m.
Spesifikasi tanaman yang dipilih untuk jalur hijau ini menurut PU (1996)
tentang Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan adalah Ketapang
Kencana, Mahoni dan angsana (Ptherocarphus indicus) sebagai penyerap
polutan dan peneduh, oleander (Nerium oleander) sebagai pembatas
pandang dan penyerap kebisingan, Bogenvil (Bougenvillea sp) dan teh-
tehan pangkas (Acalypha sp) sebagai pembatas seperti pada Gambar 43.

4.1.7. Kawasan Jalan Inspeksi Sungai


Sempadan sungai (riparian zone) adalah zona penyangga antara
ekosistem perairan (sungai) dan daratan. Zona ini umumnya didominasi
oleh tetumbuhan dan/atau lahan basah. Tetumbuhan tersebut berupa

83
rumput, semak, ataupun pepohonan sepanjang tepi kiri dan/atau kanan
sungai. Sempadan sungai yang demikian itu sesungguhnya secara alami
akan terbentuk sendiri, sebagai zona transisi antara ekosistem daratan dan
ekosistem perairan (sungai). Sempadan sungai yang cukup lebar dengan
banyak kehidupan tetumbuhan (flora) dan binatang (fauna) di dalamnya
merupakan cerminan tata guna lahan yang sehat pada suatu wilayah.

Gambar 37. Rencana Jalur Hijau di Sempadan Sungai Pasangkayu

Kondisi sempadan sungai Pasangkayu saat ini hanya didominasi


oleh rumput liar sementara tanaman pohon masih sangat kurang. Oleh
karena itu, sempadan sungai juga dimasukkan dalam rencana jalur hijau
kota Pasangkayu. Diharapkan selain menciptakan penyangga ekosistem
perairan dan daratan pada sempadan sungai, tanaman pada jalur hijau juga
dapat memberikan fungsi yang lain seperti penyegar udara dan penahan
erosi sungai.
Perencanaan jalur hijau jalan di sempadan sungai mengacu pada
fungsi perlindungan dan penyangga ekosistem perairan dan daratan.

84
Fungsi tanaman yang direncanakan adalah fungsi penyegar udara dan
pencegah erosi. Pola penanaman yang direncanakan adalah kombinasi
pohon dengan jarak tanam 1-2 m. Spesifikasi tanaman yang dipilih untuk
jalur hijau ini menurut PU (1996) tentang Tata Cara Perencanaan Teknik
Lansekap Jalan adalah Bambu kuning (Bambusa vuL.garis schrad)
sebagai penyejuk udara dan pencegah erosi sungai.

85

Anda mungkin juga menyukai