KATA PENGANTAR
Demikian modul yang kami sampaikan, besar harapan kami agar modul ini dapat
memberikan gambaran awal yang jelas dan rinci untuk kelancaran pelaksanaan
pekerjaan dan menghimpun berbagai masukan dari berbagai pihak. Selanjutnya
atas semua bantuan dan dorongan dari semua pihak terkait, kami ucapkan
terimakasih.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab 1 Pendahuluan
Bab 3 Penutup
BAB 1
PENDAHULUAN
Kesiapan sumber daya aparatur yang baik dan berkualitas tentunya akan
memudahkan berlangsungnya proses reformasi birokrasi yang sedang dijalankan.
Sehubungan dengan hal tersebut faktor kesiapan dan kemauan untuk merubah
pola pikir, sikap dan perilaku sebagai pegawa negeri sipil yang berintegritas dan
profesional menjadi pondasi dan esensi strategis yang ikut menentukan
keberhasilan pelaksanaan OP bangunan pantai.
Selain aspek-aspek dasar hukum, dalam modul ini juga terdapat penjelasan
mengenai pedoman atau pentahapan dari kegiatan perencanaan pengamanan
pantai yang benar. Tahapan ini mulai dari identifikasi masalah, kelayakan aspek
teknis sampai dengan kelayakan aspek sosial dan ekonomi.
Setelah peserta diklat mengikuti materi ini maka diharapkan peserta mempunyai
kemampuan untuk mengetahui dan memahami pedoman dasar dalam
pelaksanaan kegiatan pengamanan pantai.
Modul ini akan menyampaikan beberapa pokok bahasan dan sub pokok bahasan
sebagai berikut:
a. Mempelajari modul mulai dari awal hingga akhir secara berurutan dan
kerjakan tugas yang telah disediakan.
c. Gunakan selalu baju lapangan (lengan panjang dan topi) ketika melakukan
kegiatan berlatih di lapangan (praktik).
d. Siswa berhak bertanya kepada pelatih jika menghadapi hal-hal yang tidak
dimengerti dari modul ini.
a. Memahami secara baik isi modul yang akan diajarkan, dapat dilakukan
melalui kaji widya.
Sebagai bahan belajar maka setiap pemberi materi akan memberikan bahan
belajar melalui bahan tayang (slide ppt), LCD, komputer/ laptop, modul dan
penayangan film.
Bab 2
URAIAN MATERI POKOK
3. "Air" adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-
sumber air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah,
tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat di laut;
7. "Tata Pengaturan Air" adalah segala usaha untuk mengatur pembinaan seperti
pemilikan, penguasaan, pengelolaan, penggunaan, pengusahaan, dan
pengawasan atas air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam
bukan hewani yang terkandung didalamnya, guna mencapai manfaat yang
sebesar besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan peri kehidupan Rakyat;
8. "Tata Pengairan" adalah susunan dan letak sumber-sumber air dan atau
bangunanbangunan pengairan menurut ketentuan-ketentuan teknik
pembinaanya disuatu wilayah pengairan;
9. "Tata Air" adalah susunan dan letak air seperti dimaksud dalam angka 3 pasal
ini;
dan berskala makro, sebagai hasil dari penghubungan dan pengolahan dari
tugas pokok, tugas utama, cetusan, gagasan, pengetahuan, pengalaman dan
keadaan;
1. Pasal 3
2) Hak menguasai oleh Negara tersebut dalam ayat (1) pasal ini memberi
wewenang kepada Pemerintah untuk :
3) Pelaksanaan atas ketentuan ayat (2) pasal ini tetap menghormati hak yang
dimiliki oleh masyarakat adat setempat, sepanjang tidak bertentangan
dengan kepentingan Nasional.
2. Pasal 4
3. Pasal 5
2) Pengurusan administratip atas sumber air bawah tanah dan mata air panas
sebagai sumber mineral dan tenaga adalah diluar wewenang dan
tanggung-jawab Menteri yang disebut dalam ayat (1) pasal ini.
4. Pasal 6
Dalam hal terjadi atau diperhitungkan akan terjadi bencana yang mempunyai
akibat kerugian harta benda maupun jiwa, Pemerintah berwenang mengambil
tindakan tindakan penyelematan dengan mengatur kegiatan-kegiatan
pengamanan yang dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan Undang-
undang ini.
5. Pasal 7
1. Pasal 8
2. Pasal 9
1. Pasal 10
2) Tata cara pembinaan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini, diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
1. Pasal 11
1. Pasal 12
1. Pasal 13
2) Pelaksanaan ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
1. Pasal 14
3) Badan Hukum, Badan Sosial dan atau perorangan yang mendapat manfaat
dari adanya bangunan-bangunan pengairan, baik untuk diusahakan lebih
lanjut maupun untuk keperluan sendiri, wajib ikut menanggung pembiayaan
dalam bentuk iuran yang diberikan kepada Pemerintah.
4) Pelaksanaan dari ayat (2) dan (3) Pasal ini diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
1. Pasal 15
2) Perbuatan pidana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah kejahatan.
4) Perbuatan pidana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini adalah pelanggaran.
1. Pasal 16
1. Pasal 17
Pasal 1
2) Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
3) Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2
(dua ribu kilo meter persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya.
4) Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati,
sumber daya nonhayati; sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan;
sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove
dan biota laut lain; sumber daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral
dasar laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan
kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam,
permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan
dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di Wilayah Pesisir.
7) Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan
sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang
menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa
payau, dan laguna.
8) Kawasan adalah bagian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang memiliki
fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi,
sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
10) Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah Kawasan yang terkait dengan
kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan
dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.
11) Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai
pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya.
12) Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui
penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan
daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu
kesatuan dalam Ekosistem pesisir.
13) Rencana Strategis adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor
untuk Kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan,
sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator
yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional.
14) Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber
daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan
pola ruang pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan
setelah memperoleh izin.
16) Rencana Aksi Pengelolaan adalah tindak lanjut rencana Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang memuat tujuan, sasaran, anggaran, dan
jadwal untuk satu atau beberapa tahun ke depan secara terkoordinasi untuk
melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan lainnya guna mencapai hasil
pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil di setiap Kawasan
perencanaan.
17) Rencana Zonasi Rinci adalah rencana detail dalam 1 (satu) Zona berdasarkan
arahan pengelolaan di dalam Rencana Zonasi dengan memperhatikan daya
dukung lingkungan dan teknologi yang diterapkan serta ketersediaan sarana
yang pada gilirannya menunjukkan jenis dan jumlah surat izin yang diterbitkan
oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
18) Izin Lokasi adalah izin yang diberikan untuk memanfaatkan ruang dari
sebagian Perairan Pesisir yang mencakup permukaan laut dan kolom air
sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu dan/atau
untuk memanfaatkan sebagian pulau-pulau kecil.
19) Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah upaya pelindungan,
pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta
ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
22) Rehabilitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah proses
pemulihan dan perbaikan kondisi Ekosistem atau populasi yang telah rusak
walaupun hasilnya berbeda dari kondisi semula.
23) Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Setiap Orang dalam rangka
meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan
sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
24) Daya Dukung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kemampuan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk mendukung perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lain.
25) Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara
struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun
nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
26) Bencana Pesisir adalah kejadian karena peristiwa alam atau karena perbuatan
Setiap Orang yang menimbulkan perubahan sifat fisik dan/atau hayati Pesisir
dan mengakibatkan korban jiwa, harta, dan/atau kerusakan di Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil.
27) Dampak Besar adalah terjadinya perubahan negatif fungsi lingkungan dalam
skala yang luas dan intensitas lama yang diakibatkan oleh suatu usaha
dan/atau kegiatan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
28) Dampak Penting dan Cakupan yang Luas serta Bernilai Strategis adalah
perubahan yang berpengaruh terhadap kondisi biofisik seperti perubahan iklim,
ekosistem, dan dampak sosial ekonomi masyarakat bagi kehidupan generasi
sekarang dan generasi yang akan datang.
30) Akreditasi adalah prosedur pengakuan suatu kegiatan yang secara konsisten
telah memenuhi standar baku sistem Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil yang meliputi penilaian, penghargaan, dan insentif terhadap
program pengelolaan yang dilakukan oleh Masyarakat secara sukarela.
31) Pemangku Kepentingan Utama adalah para pengguna Sumber Daya Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil yang mempunyai kepentingan langsung dalam
mengoptimalkan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
seperti nelayan tradisional, nelayan modern, pembudi daya ikan, pengusaha
pariwisata, pengusaha perikanan, dan Masyarakat.
pilihan yang terbaik dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil secara lestari.
33) Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri atas Masyarakat Hukum Adat,
Masyarakat Lokal, dan Masyarakat Tradisional yang bermukim di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.
34) Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang secara turun-temurun
bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia
karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan
tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat, dan
tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
37) Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata
kehidupan Masyarakat.
38) Gugatan Perwakilan adalah gugatan yang berupa hak kelompok kecil
Masyarakat untuk bertindak mewakili Masyarakat dalam jumlah besar dalam
upaya mengajukan tuntutan berdasarkan kesamaan permasalahan, fakta
hukum, dan tuntutan ganti kerugian.
39) Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
42) Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Pasal 3
a. keberlanjutan;
b. konsistensi;
c. keterpaduan;
d. kepastian hukum;
e. kemitraan;
f. pemerataan;
h. keterbukaan;
i. desentralisasi;
j. akuntabilitas; dan
k. keadilan.
Pasal 4
2.2.3 Bab III Proses Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Pasal 5
Pasal 6
b. antar-Pemerintah Daerah;
c. antarsektor;
Pasal 31
c. perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana
alam lainnya;
Bab V Kewenangan Daerah Provinsi di Laut dan Daerah Provinsi Yang Berciri
Kepulauan
1. Pasal 27
b. pengaturan administratif;
4) Apabila wilayah laut antardua Daerah provinsi kurang dari 24 (dua puluh
empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di laut dibagi
sama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dari wilayah
antardua Daerah provinsi tersebut.
5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku
terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil.
1. Pasal 28
2. Pasal 29
4) Berdasarkan alokasi DAU dan DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3), Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan menyusun strategi
percepatan pembangunan Daerah dengan berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Pasal 30
Pasal 1:
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya.
4. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budi daya.
11. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
13. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang
dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
14. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.
15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang.
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.
19. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang
mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.
20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
21. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
22. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
24. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat
kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan
sistem agrobisnis.
25. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
26. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah
kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan
kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional
yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi
dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000
(satu juta) jiwa.
27. Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau lebih
kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk
sebuah sistem.
32. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 2
a. keterpaduan;
c. keberlanjutan;
e. keterbukaan;
i. akuntabilitas.
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
1) Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem
internal perkotaan.
c. kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain, kawasan suaka alam,
kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan
bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam,
suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
d. kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan rawan letusan gunung
berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor,
kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir; dan
Pasal 6
b. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya
buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan
keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai satu kesatuan; dan
3) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah
kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.
Pasal 7
(1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan
penataan ruang wilayah nasional;
(2) arahan peraturan zonasi untuk sistem nasional yang disusun dalam
rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan
Pasal 9
(1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan
penataan ruang wilayah provinsi;
(2) arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi yang disusun dalam
rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
Pasal 28
Pasal 29
1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a terdiri dari
ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.
2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh)
persen dari luas wilayah kota.
3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua
puluh) persen dari luas wilayah kota.
Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan
dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan
masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain,
adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan,
sungai, dan pantai. Yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah
kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami
tumbuhan.
Pasal 1
1. Pantai adalah daerah yang merupakan pertemuan antara laut dan daratan
diukur pada saat pasang tertinggi dan surut terendah.
2. Daerah pantai adalah suatu daratan beserta perairannya dimana pada daerah
tersebut masih saling dipengaruhi baik oleh aktivitas darat maupun laut
(marine).
3. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut.
dan akresi yang terlepas dari pengaruh satuan wilayah pengamanan pantai
lainnya.
9. Rencana Tata Pengaturan Air yang berupa pola pengelolaan sumber daya air
adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber
daya air, dan pengendalian daya rusak air.
10. Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara
menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan
pengelolaan sumber daya air.
11. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 km2
13. Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk
melaksanakan pengelolaan sumber daya air.
15. Instansi terkait dengan penggunaan sumber daya air adalah lembaga
kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian yang terkait dengan
penggunaan sumber daya air yang meliputi, penggunaan sumber daya air
Pasal 2
Pasal 3
1. Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Balai Besar Wilayah
Sungai dan Balai Wilayah Sungai dalam melaksanakan kegiatan pengamanan
pantai.
3. Peraturan Menteri ini bertujuan agar Balai Besar Wilayah Sungai, Balai
Wilayah Sungai, pemerintah daerah, atau masyarakat dapat melaksanakan
kegiatan pengamanan pantai secara efektif dan efisien.
Pasal 4
Pasal 5
b. fasilitas umum, fasilitas sosial, kawasan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi
dan nilai sejarah serta nilai strategis nasional yang berada di sepanjang pantai;
dan
Pasal 6
f. peran masyarakat.
Pasal 7
c. keterpaduan antarsektor;
e. kesiapan kelembagaan.
sesuai dengan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dan
rencana zonasi wilayah pesisir.
3. Dalam hal rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dan
rencana zonasi wilayah pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum
ditetapkan, pelaksanaan pengamanan pantai dilakukan berdasarkan zona
pengamanan pantai.
Pasal 8
a. inventarisasi; dan
b. identifikasi masalah.
a. pengolahan data;
b. pra desain;
Pasal 9
Pasal 10
a. survai pemetaan;
b. survai hidro-oseanografi;
e. survai lingkungan.
Pasal 11
2. Informasi awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperoleh dari instansi
terkait dan didukung dengan peninjauan lapangan.
Pasal 12
2. Pra desain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b berisi:
a. pengembangan alternatif;
b. kriteria desain;
c. tata letak;
3. Hasil dari pra desain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk
menentukan pemilihan alternatif pengamanan pantai.
c. adaptasi.
6. Perlindungan alami sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, antara lain
berupa perlindungan hutan/tanaman mangrove, gumuk pasir (sand dunes),
terumbu karang, dan cemara pantai.
Pasal 13
a. perhitungan struktur;
b. gambar rencana;
c. spesifikasi teknis;
e. perhitungan biaya.
3. Gambar rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi denah
dan penampang.
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
a. pemantauan;
3. Kondisi fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit berupa:
5. Pengoperasian pompa dan pintu air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, berupa:
Pasal 19
c. lingkungan pantai.
3. Pemeliharaan alur muara sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, meliputi kegiatan pengerukan muara secara periodik.
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
a. sistem informasi;
b. perencanaan;
c. pelaksanaan konstruksi;
e. rehabilitasi;
g. pemberdayaan masyarakat.
Pasal 23
a. anggaran pemerintah,
Pasal 24
Pasal 25
Bab 3
PENUTUP
3.1 Rangkuman
Dalam undang-undang ini secara eksplisit tidak ada pengaturan secara khusus
mengenai kegiatan perencanaan, konstruksi maupun OP bangunan
pengamanan pantai. Undang-undang ini hanya menjelaskan definisi air,
sumber air, pengaturan dan pengelolaan air, serta tugas dan wewenang dalam
pengelolaan sumber daya air.
Isi dari undang-undang ini yang terkait dengan kegiatan pengamanan pantai
adalah penjabaran tentang kewenangan pemerintah pusat , pemerintah daerah
provinsi dan kabupaten/kota dalam menata kawasan pantai dilihat dari aspek
strategis dan pemanfaatannya.
Dalam peraturan menteri ini sudah diatur dan dijabarkan aspek-aspek penting
yang terkait dengan kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan
bangunan pengamanan pantai.