Anda di halaman 1dari 47

Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

KATA PENGANTAR

Modul Perundang-Undangan Tentang Pantai ini disusun untuk memenuhi


kebutuhan peserta pendidikan dan pelatihan (Diklat) Operasi dan Pemeliharaan
Bangunan Pantai dalam rangka meningkatkan keahlian dan kemampuan peserta
dalam bidang operasi dan pemeliharaan bangunan pantai. Dengan mengikuti
pembahasan modul ini maka peserta diklat diharapkan mengetahui dan
memahami pedoman dasar dalam pelaksanaan kegiatan pengamanan pantai.

Modul ini merupakan modul yang membahas tentang aspek perundang-undangan


yang mejadi dasar huku bagi kegiatan pengamanan pantai. Dalam modul ini juga
akan dijelaskan mengenai tanggung jawab dalam kegiatan pengamanan pantai
terutama untuk melindungi kawasan-kawasan strategis dan pemukiman.

Demikian modul yang kami sampaikan, besar harapan kami agar modul ini dapat
memberikan gambaran awal yang jelas dan rinci untuk kelancaran pelaksanaan
pekerjaan dan menghimpun berbagai masukan dari berbagai pihak. Selanjutnya
atas semua bantuan dan dorongan dari semua pihak terkait, kami ucapkan
terimakasih.

Bandung, November 2016


(Kapusdiklat SDA dan Konstruksi)

Dr.Ir. Suprapto, M.Eng

Modul MS 1 Perundang Undangan Tentang Pantai i


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang I-1


1.2 Deskripsi Singkat I-1
1.3 Kompetensi Dasar I-2
1.4 Indikator Keberhasilan I-2
1.5 Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan I-2
1.6 Petunjuk Penggunaan Modul I-2
1.7 Bahan Belajar I-3

Bab 2 Uraian Materi Pokok

2.1 Uraian Materi Undang-Undang RI No 11 Tahun 1974


Tentang Pengairan II-1
2.1.1 Bab I Pengertian II-1
2.1.2 Bab II Fungsi II-2
2.1.3 Bab III Hak Penguasaan dan Wewenang II-2
2.1.4 Bab IV Perencanaan dan Perencanaan Teknis II-4
2.1.5 Bab V Pembinaan II-4
2.1.6 Bab VI Pengusahaan II-5
2.1.7 Bab VII Eksploitasi dan Pemeliharaan II-5
2.1.8 Bab VIII Perlindungan II-6
2.1.9 Bab IX Pembiayaan II-6
2.1.10 Bab X Ketentuan Pidana II-7
2.1.11 Bab XI Ketentuan Peralihan II-8
2.1.12 BAB XII Ketentuan Penutup II-8

2.2 Uraian Materi Undang-Undang RI No 1 Tahun 2014 Tentang


Perubahan Atas Undang-Undang 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil II-8
2.2.1 Bab I Ketentuan Umum9
2.2.2 BAB II Asas dan Tujuan II-13

Modul MS 1 Perundang Undangan Tentang Pantai ii


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

2.2.3 Bab III Proses Pengelolaan Wilayah Pesisir dan


Pulau-Pulau Kecil II-14
2.2.4 BAB V Pemanfaatan II-15

2.3 Uraian Materi Undang-Undang RI No 2 Tahun 2015 Tentang


Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang II-16

2.4 Uraian Materi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang


Penataan Ruang II-18
2.4.1 Bab I Ketentuan Umum II-18
2.4.2 Bab II Asas dan Tujuan II-21
2.4.3 Bab III Klasifikasi Penataan Ruang II-22
2.4.4 Bab IV Tugas dan Wewenang II-23
2.4.5 Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota II-28

2.5 Uraian Materi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan


Rakyat Nomor 07/PRT/M/2015 Tentang Pengamanan Pantai II-29

Bab 3 Penutup

3.1 Rangkuman III-1


3.4 Daftar Pustaka III-2

Modul MS 1 Perundang Undangan Tentang Pantai iii


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka pelaksanaan operasi dan pemeliharaan bangunan pantai maka,


perlu dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas dan profesional.
Tuntutan untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan memiliki aparatur sipil negara
yang memiliki integritas dan profesional tentunya membutuhkan kesungguhan dan
kesiapan sumber daya manusia yang baik melalui penyaringan penerimaan
aparatur sipil negara yang baik dan selektif. Juga tidak bisa diabaikan adalah
pentingnya pembinaan, pendidikan dan pelatihan sumber daya aparatur sipil
negara untuk membentuk dan mengkader aparatur yang berintegritas dan
profesional.

Kesiapan sumber daya aparatur yang baik dan berkualitas tentunya akan
memudahkan berlangsungnya proses reformasi birokrasi yang sedang dijalankan.
Sehubungan dengan hal tersebut faktor kesiapan dan kemauan untuk merubah
pola pikir, sikap dan perilaku sebagai pegawa negeri sipil yang berintegritas dan
profesional menjadi pondasi dan esensi strategis yang ikut menentukan
keberhasilan pelaksanaan OP bangunan pantai.

Salah satu upaya untuk menciptakan aparatur pelaksana OP bangunan pantai


yang profesional adalah dengan mengikuti diklat OP bangunan pantai khususnya
dengan mengikuti materi pembelajaran tentang modul sikap dan perilaku kerja
PNS. Dari keikutsertaan pada diklat tersebut maka diharapkan seorang PNS akan
mampu untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan sebaik-baiknya
khususnya PNS yang akan menjalankan kegiatan OP bangunan pantai

1.2 Deskripsi Singkat

Modul perundang-undangan tentang pantai ini akan membahas tentang ruang


lingkup pengamanan pantai mulai dari aturan sebagai landasan hukum
pelaksanaan dan dasar pelaksanaan kegiatan sampai dengan pengelolaan dan
pembiayaan kegiatan pengamanan pantai. Dalam modul ini juga akan dijelaskan
maksud dan tujuan dari kegiatan pengamanan pantai ini adalah untuk melakukan
perlindungan dan pengamanan terhadap masyarakat, perumahan dan aset-aset
yang berupa fasilitas umum.

Modul MS 1 Perundang Undangan Tentang Pantai I-1


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

Selain aspek-aspek dasar hukum, dalam modul ini juga terdapat penjelasan
mengenai pedoman atau pentahapan dari kegiatan perencanaan pengamanan
pantai yang benar. Tahapan ini mulai dari identifikasi masalah, kelayakan aspek
teknis sampai dengan kelayakan aspek sosial dan ekonomi.

1.3 Kompetensi Dasar

Setelah peserta diklat mengikuti materi ini maka diharapkan peserta mempunyai
kemampuan untuk mengetahui dan memahami pedoman dasar dalam
pelaksanaan kegiatan pengamanan pantai.

1.4 Indikator Keberhasilan

1. Mengetahui isi dan makna dari perundang-undangan pantai

2. Mampu untuk mengaplikasikan pengetahuan tentang perundang-undangan


pantai menjadi pedoman dasar kegiatan sehari-hari.

1.5 Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan

Modul ini akan menyampaikan beberapa pokok bahasan dan sub pokok bahasan
sebagai berikut:

1. Undang-Undang RI No 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan

2. Undang-Undang RI No 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-


Undang 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil

3. Undang-Undang RI No 2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan


Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Menjadi Undang-Undang

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor


07/PRT/M/2015 Tentang Pengamanan Pantai

1.6 Petunjuk Penggunaan Modul

1. Petunjuk bagi peserta diklat

a. Mempelajari modul mulai dari awal hingga akhir secara berurutan dan
kerjakan tugas yang telah disediakan.

Modul MS 1 Perundang Undangan Tentang Pantai I-2


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

b. Menyiapkan peralatan-peralatan yang dibutuhkan pada masing-masing


kegiatan berlatih.

c. Gunakan selalu baju lapangan (lengan panjang dan topi) ketika melakukan
kegiatan berlatih di lapangan (praktik).

d. Siswa berhak bertanya kepada pelatih jika menghadapi hal-hal yang tidak
dimengerti dari modul ini.

2. Petunjuk bagi pelatih

a. Memahami secara baik isi modul yang akan diajarkan, dapat dilakukan
melalui kaji widya.

b. Sebagai fasilitator peserta dalam proses berlatih, tidak mendominasi proses


berlatih.

1.7 Bahan Belajar

Sebagai bahan belajar maka setiap pemberi materi akan memberikan bahan
belajar melalui bahan tayang (slide ppt), LCD, komputer/ laptop, modul dan
penayangan film.

1.8 Metode Pembelajaran

Ceramah, tanya jawab dan diskusi

Modul MS 1 Perundang Undangan Tentang Pantai I-3


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

Bab 2
URAIAN MATERI POKOK

2.1 Uraian Materi Undang-Undang RI No 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan

2.1.1 Bab I Pengertian

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. "Negara" adalah Negara Republik Indonesia;

2. "Pemerintah" adalah Pemerintah Republik Indonesia;

3. "Air" adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-
sumber air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah,
tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat di laut;

4. "Sumber-sumber Air" adalah tempat-tempat dan wadah-wadah air, baik yang

5. terdapat di atas, maupun di bawah permukaan tanah;

6. "Pegairan" adalah suatu bidang pembinaan atas air, sumber-sumber air,


termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya baik
yang alamiah maupun yang telah diusahakan oleh manusia;

7. "Tata Pengaturan Air" adalah segala usaha untuk mengatur pembinaan seperti
pemilikan, penguasaan, pengelolaan, penggunaan, pengusahaan, dan
pengawasan atas air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam
bukan hewani yang terkandung didalamnya, guna mencapai manfaat yang
sebesar besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan peri kehidupan Rakyat;

8. "Tata Pengairan" adalah susunan dan letak sumber-sumber air dan atau
bangunanbangunan pengairan menurut ketentuan-ketentuan teknik
pembinaanya disuatu wilayah pengairan;

9. "Tata Air" adalah susunan dan letak air seperti dimaksud dalam angka 3 pasal
ini;

10. "Pembangunan Pengairan", adalah segala usaha mengembangkan


pemanfaatan air beserta sumber-sumbernya dengan perencanaan dan
perencanaan teknis yang teratur dan serasi guna mencapai manfaat sebesar-
besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan peri kehidupan Rakyat;

11. "Perencanaan" adalah kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk merumuskan


sesuatu dasar tuntunan guna sesuatu tindakan dalam ruang lingkup yang luas

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-1


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

dan berskala makro, sebagai hasil dari penghubungan dan pengolahan dari
tugas pokok, tugas utama, cetusan, gagasan, pengetahuan, pengalaman dan
keadaan;

12. "Rencana" adalah hasil perencanaan;

13. "Perencanaan Teknis" adalah kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk


merumuskan perincian rencana sebagai dasar dan tuntunan guna sesuatu
tindakan dalam ruang lingkup yang tertentu dan berskala rmikro serta bersifat
teknis;

14. "Rencana Teknis" adalah hasil perencanaan teknis.

2.1.2 Bab II Fungsi

Pasal 2: Air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkan


dung didalamnya, seperti dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, 4 dan 5 Undang-
undang ini mempunyai fungsi sosial serta digunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran Rakyat.

2.1.3 Bab III Hak Penguasaan dan Wewenang

1. Pasal 3

1) Air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung


didalanmya seperti dimaksud dalm Pasal 1 angka 3, 4 dan 5 Undang-
undang ini dikuasai oleh Negara.

2) Hak menguasai oleh Negara tersebut dalam ayat (1) pasal ini memberi
wewenang kepada Pemerintah untuk :

a. Mengelola serta mengembangkan kemanfaatan air dan atau sumber-


sumber air;

b. Menyusun mengesahkan, dan atau memberi izin berdasarkan


perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air dan tata
pengairan;

c. Mengatur, mengesahkan dan atau memberi izin peruntukan,


penggunaan, penyediaan air, dan atau sumber-sumber air;

d. Mengatur, mengesahkan dan atau memberi izin pengusahaan air, dan


atau sumber-sumber air;

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-2


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

e. Menentukan dan mengatur perbuatan-perbuatan hukum dan hubungan


hubungan hukum antara orang dan atau badan hukum dalam persoalan
air dan atau sumber-sumber air;

3) Pelaksanaan atas ketentuan ayat (2) pasal ini tetap menghormati hak yang
dimiliki oleh masyarakat adat setempat, sepanjang tidak bertentangan
dengan kepentingan Nasional.

2. Pasal 4

Wewenang Pemerintah sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 Undang- undang


ini, dapat dilimpahkan kepada instansi-instansi Pemerintah, baik Pusat
maupun Daerah dan atau badan-badan hukum tertentu yang syarat-syarat dan
cara-caranya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

3. Pasal 5

1) Menteri yang diserahi tugas urusan pengairan, diberi wewenang dan


tanggungjawab untuk mengkordinasikan segata pengaturan usaha-usaha
perencanaan, perencanaan teknis, pengawasan, pengusahaan,
pemeliharaan, serta perlindungan dan penggunaan air dan atau sumber-
sumber air, dengan memperhatikan kepentingan Departemen dan atau
Lembaga yang bersangkutan.

2) Pengurusan administratip atas sumber air bawah tanah dan mata air panas
sebagai sumber mineral dan tenaga adalah diluar wewenang dan
tanggung-jawab Menteri yang disebut dalam ayat (1) pasal ini.

4. Pasal 6

Dalam hal terjadi atau diperhitungkan akan terjadi bencana yang mempunyai
akibat kerugian harta benda maupun jiwa, Pemerintah berwenang mengambil
tindakan tindakan penyelematan dengan mengatur kegiatan-kegiatan
pengamanan yang dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan Undang-
undang ini.

5. Pasal 7

Pengaturan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, 5 dan 6


Undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

2.1.4 Bab IV Perencanaan dan Perencanaan Teknis

1. Pasal 8

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-3


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

1) Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan serta Pembangunan Pengairan


disusun atas dasar perencanaan dan perencanaan teknis yang ditujukan
untuk kepentingan umum.

2) Hasil perencanaan dan perencanaan teknis yang berupa rencana-rencana


dan rencana-rencana teknis tata, pengaturan air dan tata pengairan serta
pembangunan pengairan tersebut dalam ayat (1) pasal ini, disusun untuk
keperluan rakyat disegala bidang dengan memperhatikan urutan prioritas.

3) Rencana-rencana dan rencana-rencana teknis dimaksud dalam ayat (2


pasal ini, disusun guna memperoleh tata air yang baik berdasarkan Pola
Dasar Pembangunan Nasional dan dilaksanakan untuk kepentingan yang
bersifat nasional, regional dan lokal.

2. Pasal 9

Sebagai dasar perencanaan, pengembangan dan pemanfaatannya, di


selenggarakan penelitian dan inventarisasi untuk mengetahui modal kekayaan
alam yang berupa air beserta sumber-sumbernya diseluruh wilayah Indonesia.

2.1.5 Bab V Pembinaan

1. Pasal 10

1) Pemerintah menetapkan tata cara pembinaan dalam rangka kegiatan


pengairan menurut bidangnya masing-masing sesuai dengan fungsi-fungsi
dan peranannya, meliputi :

a. Menetapkan syarat-syarat dan mengatur perencanaan, perencanaan


teknis, penggunaan, pengusahaan, pengawasan dan perizinan
pemanfaatan air dan atau sumber-sumber air;

b. Mengatur dan melaksanakan pengelolaan serta pengembangan


sumbersumber air dan jaringan-jaringan pengairan (saluran-saluran
beserta bangunanbangunannya) secara lestari dan untuk mencapai
daya guna sebesar-besarnya;

c. Melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air yang dapat


merugikan penggunaannya serta lingkungannya;

d. Melakukan pengamanan dan atau pengendalian daya rusak air


terhadap daerah-daerah sekitarnya;

e. Menyelenggarakan penelitian dan penyelidikan sumber-sumber air;

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-4


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

f. Mengatur serta menyelenggarakan penyuluhan dan pendidikan khusus


dalam bidang pengairan.

2) Tata cara pembinaan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini, diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah

2.1.6 Bab VI Pengusahaan

1. Pasal 11

1) Pengusahaan air dan atau sumber-sumber air yang ditujukan untuk


meningkatkan kemanfaatannya bagi kesejahteraan Rakyat pada dasarnya
dilakukan oleh Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah.

2) Badan Hukum, Badan Sosial dan atau perorangan yang. melakukan


pengusahaan air dan atau sumber-sumber air, harus memperoleh izin dari
Pemerintah, dengan berpedoman kepada azas usaha bersama dan
kekeluargaan.

3) Pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah

2.1.7 Bab VII Eksploitasi dan Pemeliharaan

1. Pasal 12

Guna menjamin kelestarian fungsi dari bangunan-bangunan pengairan untuk


menjaga tata pengairan dan tata air yang baik, perlu dilakukan kegiatan-
kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan serta perbaikan-perbaikan bangunan-
bangunan pengairan tersebut dengan ketentuan :

1) Bagi bangunan-bangunan pengairan yang ditujukan untuk memberikan


manfaat langsung kepada sesuatu kelompok masyarakat dilakukan dengan
mengikut sertakan masyarakat, baik yang berbentuk Badan Hukum, Badan
Sosial maupun perorangan, yang memperoleh manfaat langsung dari
adanya bangunan bangunan tersebut, yang pelaksanaannya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

2) Bagi bangunan-bangunan pengairan yang ditujukan untuk kesejahteraan


dan keselamatan umum pada dasarnya dilakukan oleh Pemerintah, baik
Pusat maupun Daerah.

2.1.8 Bab VIII Perlindungan

1. Pasal 13

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-5


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

1) Air, sumber-sumber air beserta bangunan-bangunan pengairan harus


dilindungi serta diamankan, dipertahankan dan dijaga kelestariannya,
supaya dapat memenuhi fungsinya sebagaimana tersebut dalam Pasal 2
Undang-undang ini, dengan jalan:

a. Melakukan usaha-usaha penyelamatan tanah dan air;

b. Melakukan pengamanan dan pengendalian daya rusak air terhadap


sumber sumbernya dan daerah sekitarnya;

c. Melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air, yang dapat


merugikan penggunaan serta lingkungannya;

d. Melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap bangunan-


bangunan pengairan, sehingga tetap berfungsi sebagaimana mestinya.

2) Pelaksanaan ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.

2.1.9 Bab IX Pembiayaan

1. Pasal 14

1) Segala pembiayaan untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka Tata


Pengaturan Air dan Pembangunan Pengairan diatur lebih lanjut oleh
Pemerintah.

2) Masyarakat yang mendapat manfaat langsung dari adanya bangunan-


bangunan pengairan, baik untuk diusahakan lebih lanjut maupun untuk
keperluan sendiri dapat diikut sertakan menanggung pembiayaan sebagai
pengganti jasa pengelolaan.

3) Badan Hukum, Badan Sosial dan atau perorangan yang mendapat manfaat
dari adanya bangunan-bangunan pengairan, baik untuk diusahakan lebih
lanjut maupun untuk keperluan sendiri, wajib ikut menanggung pembiayaan
dalam bentuk iuran yang diberikan kepada Pemerintah.

4) Pelaksanaan dari ayat (2) dan (3) Pasal ini diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

2.1.10 Bab X Ketentuan Pidana

1. Pasal 15

1) Diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan atau


denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah):

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-6


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

a. barang siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan atau


sumber sumber air yang tidak berdasarkan perencanaan dan
perencanaan teknis tata

b. pengaturan air dan tata pengairan serta pembangunan pengairan


sebagaimana tersebut dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang ini ;

c. barang siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan atau


sumber sumber air tanpa izin dari Pemerintah sebagaimana tersebut
dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ini ;

d. barang siapa yang sudah memperoleh izin dari Pemerintah untuk


pengusahaan air dan atau sumber-sumber air sebagaimana tersebut
dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ini, tetapi dengan sengaja tidak
melakukan dan atau sengaja tidak ikut membantu dalam usaha-usaha
menyelamatkan tanah, air, sumber sumber air dan bangunan-bangunan
pengairan sebagaimana tersebut dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, b, c,
dan d Undang-undang ini.

2) Perbuatan pidana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah kejahatan.

3) Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan terjadinya pelanggaran


atas ketentuan tersebut dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 11 ayat (2) dan Pasal
13 ayat (1) huruf a, b, c dan d Undang-undang ini, diancam dengan
hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda setinggi-
tingginya Rp. 50.000,- (Limapuluh ribu rupiah).

4) Perbuatan pidana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini adalah pelanggaran.

2.1.11 Bab XI Ketentuan Peralihan

1. Pasal 16

Segala peraturan perundang-undangan dalam bidang pengairan yang elah ada


yang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku,
selama belum diadakan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.

2.1.12 BAB XII Ketentuan Penutup

1. Pasal 17

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya


setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-7


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik


Indonesia.

2.2 Uraian Materi Undang-Undang RI No 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan


Atas Undang-Undang 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

2.2.1 Bab I Ketentuan Umum

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1) Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu


pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah
dan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta
antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat.

2) Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.

3) Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2
(dua ribu kilo meter persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya.

4) Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati,
sumber daya nonhayati; sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan;
sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove
dan biota laut lain; sumber daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral
dasar laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan
kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam,
permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan
dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di Wilayah Pesisir.

5) Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan, organisme


dan non organisme lain serta proses yang menghubungkannya dalam
membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas.

6) Bioekoregion adalah bentang alam yang berada di dalam satu hamparan


kesatuan ekologis yang ditetapkan oleh batas-batas alam, seperti daerah
aliran sungai, teluk, dan arus.

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-8


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

7) Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan
sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang
menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa
payau, dan laguna.

8) Kawasan adalah bagian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang memiliki
fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi,
sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.

9) Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari Wilayah Pesisir yang


ditetapkan peruntukkannya bagi berbagai sektor kegiatan.

10) Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah Kawasan yang terkait dengan
kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan
dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.

11) Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai
pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya.

12) Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui
penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan
daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu
kesatuan dalam Ekosistem pesisir.

13) Rencana Strategis adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor
untuk Kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan,
sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator
yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional.

14) Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber
daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan
pola ruang pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan
setelah memperoleh izin.

15) Rencana Pengelolaan adalah rencana yang memuat susunan kerangka


kebijakan, prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka pengoordinasian
pengambilan keputusan di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah
mengenai kesepakatan penggunaan sumber daya atau kegiatan
pembangunan di zona yang ditetapkan.

16) Rencana Aksi Pengelolaan adalah tindak lanjut rencana Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang memuat tujuan, sasaran, anggaran, dan

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-9


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

jadwal untuk satu atau beberapa tahun ke depan secara terkoordinasi untuk
melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan lainnya guna mencapai hasil
pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil di setiap Kawasan
perencanaan.

17) Rencana Zonasi Rinci adalah rencana detail dalam 1 (satu) Zona berdasarkan
arahan pengelolaan di dalam Rencana Zonasi dengan memperhatikan daya
dukung lingkungan dan teknologi yang diterapkan serta ketersediaan sarana
yang pada gilirannya menunjukkan jenis dan jumlah surat izin yang diterbitkan
oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

18) Izin Lokasi adalah izin yang diberikan untuk memanfaatkan ruang dari
sebagian Perairan Pesisir yang mencakup permukaan laut dan kolom air
sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu dan/atau
untuk memanfaatkan sebagian pulau-pulau kecil.

19) Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah upaya pelindungan,
pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta
ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.

20) Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah


kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi
untuk mewujudkan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara
berkelanjutan.

21) Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya


proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus)
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

22) Rehabilitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah proses
pemulihan dan perbaikan kondisi Ekosistem atau populasi yang telah rusak
walaupun hasilnya berbeda dari kondisi semula.

23) Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Setiap Orang dalam rangka
meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan
sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-10


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

24) Daya Dukung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kemampuan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk mendukung perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lain.

25) Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara
struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun
nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

26) Bencana Pesisir adalah kejadian karena peristiwa alam atau karena perbuatan
Setiap Orang yang menimbulkan perubahan sifat fisik dan/atau hayati Pesisir
dan mengakibatkan korban jiwa, harta, dan/atau kerusakan di Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil.

27) Dampak Besar adalah terjadinya perubahan negatif fungsi lingkungan dalam
skala yang luas dan intensitas lama yang diakibatkan oleh suatu usaha
dan/atau kegiatan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

28) Dampak Penting dan Cakupan yang Luas serta Bernilai Strategis adalah
perubahan yang berpengaruh terhadap kondisi biofisik seperti perubahan iklim,
ekosistem, dan dampak sosial ekonomi masyarakat bagi kehidupan generasi
sekarang dan generasi yang akan datang.

29) Pencemaran Pesisir adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,


zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan Pesisir akibat
adanya kegiatan Setiap Orang sehingga kualitas Pesisir turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan Pesisir tidak dapat berfungsi
sesuai dengan peruntukannya.

30) Akreditasi adalah prosedur pengakuan suatu kegiatan yang secara konsisten
telah memenuhi standar baku sistem Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil yang meliputi penilaian, penghargaan, dan insentif terhadap
program pengelolaan yang dilakukan oleh Masyarakat secara sukarela.

31) Pemangku Kepentingan Utama adalah para pengguna Sumber Daya Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil yang mempunyai kepentingan langsung dalam
mengoptimalkan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
seperti nelayan tradisional, nelayan modern, pembudi daya ikan, pengusaha
pariwisata, pengusaha perikanan, dan Masyarakat.

32) Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya pemberian fasilitas, dorongan, atau


bantuan kepada Masyarakat dan nelayan tradisional agar mampu menentukan

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-11


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

pilihan yang terbaik dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil secara lestari.

33) Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri atas Masyarakat Hukum Adat,
Masyarakat Lokal, dan Masyarakat Tradisional yang bermukim di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.

34) Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang secara turun-temurun
bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia
karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan
tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat, dan
tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

35) Masyarakat Lokal adalah kelompok Masyarakat yang menjalankan tata


kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai
nilai-nilai yang berlaku umum, tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tertentu.

36) Masyarakat Tradisional adalah Masyarakat perikanan tradisional yang masih


diakui hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan atau
kegiatan lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada dalam perairan
kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut internasional.

37) Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata
kehidupan Masyarakat.

38) Gugatan Perwakilan adalah gugatan yang berupa hak kelompok kecil
Masyarakat untuk bertindak mewakili Masyarakat dalam jumlah besar dalam
upaya mengajukan tuntutan berdasarkan kesamaan permasalahan, fakta
hukum, dan tuntutan ganti kerugian.

39) Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

40) Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disebut DPR, adalah Dewan


Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

41) Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik


Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-12


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

42) Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

43) Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh


Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

44) Mitra Bahari adalah jejaring pemangku kepentingan di bidang Pengelolaan


Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam penguatan kapasitas sumber
daya manusia, lembaga, pendidikan, penyuluhan, pendampingan, pelatihan,
penelitian terapan, dan pengembangan rekomendasi kebijakan.

45) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di


bidang kelautan dan perikanan

2.2.2 BAB II Asas dan Tujuan

Pasal 3

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, berasaskan:

a. keberlanjutan;

b. konsistensi;

c. keterpaduan;

d. kepastian hukum;

e. kemitraan;

f. pemerataan;

g. peran serta masyarakat;

h. keterbukaan;

i. desentralisasi;

j. akuntabilitas; dan

k. keadilan.

Pasal 4

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilaksanakan dengan tujuan:

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-13


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

a. melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya


Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem ekologisnya secara
berkelanjutan;

b. menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah


Daerah dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

c. memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta


mendorong inisiatif Masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan
Pulau- Pulau Kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan
keberkelanjutan; dan

d. meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat melalui peran


serta Masyarakat dalam pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil.

2.2.3 Bab III Proses Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Pasal 5

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi kegiatan


perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi
manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta
proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Masyarakat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam penjelasan pasal yang dimaksud dengan interaksi manusia adalah:

interaksi manusia dalam memanfaatkan sumber daya dan jasa-jasa lingkungan,


baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti pembangunan di Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perikanan destruktif, reklamasi pantai,
pemanfaatan mangrove dan pariwisata bahari

Dalam penjelasan pasal yang dimaksud dengan proses alamiah adalah:

proses-proses alamiah seperti abrasi, sedimentasi, ombak, gelombang laut, arus,


angin, salinitas, pasang surut, gempa tektonik, dan tsunami.

Pasal 6

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 5 wajib dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan:

a. antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah;

b. antar-Pemerintah Daerah;

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-14


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

c. antarsektor;

d. antara Pemerintah, dunia usaha, dan Masyarakat;

e. antara Ekosistem darat dan Ekosistem laut; dan

f. antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen

2.2.4 BAB V Pemanfaatan

Pasal 31

1. Pemerintah Daerah menetapkan batas Sempadan Pantai yang disesuaikan


dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan
ekonomi dan budaya, serta ketentuan lain.

2. Penetapan batas Sempadan Pantai mengikuti ketentuan:

a. perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami;

b. perlindungan pantai dari erosi atau abrasi;

c. perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana
alam lainnya;

d. perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah, mangrove,


terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria, dan delta;

e. pengaturan akses publik; serta

f. pengaturan untuk saluran air dan limbah.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai batas sempadan pantai sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

2.3 Uraian Materi Undang-Undang RI No 2 Tahun 2015 Tentang Penetapan


Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang

Bab V Kewenangan Daerah Provinsi di Laut dan Daerah Provinsi Yang Berciri
Kepulauan

A. Bagian Kesatu: Kewenangan Daerah Provinsi di Laut

1. Pasal 27

1) Daerah provinsi diberi kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di


laut yang ada di wilayahnya.

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-15


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

2) Kewenangan Daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di


luar minyak dan gas bumi;

b. pengaturan administratif;

c. pengaturan tata ruang;

d. ikut serta dalam memelihara keamanan di laut; dan

e. ikut serta dalam mempertahankan kedaulatan negara.

3) Kewenangan Daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling jauh 12 (dua belas) mil laut
diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan
kepulauan.

4) Apabila wilayah laut antardua Daerah provinsi kurang dari 24 (dua puluh
empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di laut dibagi
sama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dari wilayah
antardua Daerah provinsi tersebut.

5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku
terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil.

B. Bagian Kedua: Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan

1. Pasal 28

1) Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan mempunyai kewenangan


mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27.

2) Selain mempunyai kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan mendapat penugasan dari
Pemerintah Pusat untuk melaksanakan kewenangan Pemerintah Pusat di
bidang kelautan berdasarkan asas Tugas Pembantuan.

3) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan


setelah Pemerintah Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan memenuhi
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.

2. Pasal 29

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-16


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

1) Untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan di Daerah Provinsi yang


Berciri Kepulauan, Pemerintah Pusat dalam menyusun perencanaan
pembangunan dan menetapkan kebijakan DAU dan DAK harus
memperhatikan Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan.

2) Penetapan kebijakan DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


dengan cara menghitung luas lautan yang menjadi kewenangan Daerah
Provinsi yang Berciri Kepulauan dalam pengelolaan sumber daya alam di
wilayah laut.

3) Dalam menetapkan kebijakan DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


Pemerintah Pusat harus memperhitungkan pengembangan Daerah
Provinsi yang Berciri Kepulauan sebagai kegiatan dalam rangka
pencapaian prioritas nasional berdasarkan kewilayahan.

4) Berdasarkan alokasi DAU dan DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3), Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan menyusun strategi
percepatan pembangunan Daerah dengan berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.

5) Strategi percepatan pembangunan Daerah sebagaimana dimaksud pada


ayat (4) meliputi prioritas pembangunan dan pengelolaan sumber daya
alam di laut, percepatan pembangunan ekonomi, pembangunan sosial
budaya, pengembangan sumber daya manusia, pembangunan hukum adat
terkait pengelolaan laut, dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan.

6) Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan di Daerah Provinsi


yang Berciri Kepulauan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemerintah
Pusat dapat mengalokasikan dana percepatan di luar DAU dan DAK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).

3. Pasal 30

Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan Daerah provinsi di laut


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Daerah Provinsi yang Berciri
Kepulauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 diatur
dengan peraturan pemerintah.

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-17


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

2.4 Uraian Materi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan


Ruang

2.4.1 Bab I Ketentuan Umum

Pasal 1:

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya.

2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan


prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.

4. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budi daya.

5. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,


pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

6. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,


pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.

7. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik


Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

8. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat


daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

9. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi


Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.

10. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja


penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat.

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-18


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

11. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.

12. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan


ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

13. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang
dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

14. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.

15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang.

16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.

18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.

19. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang
mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.

20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.

21. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.

22. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

23. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama


pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-19


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

24. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat
kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan
sistem agrobisnis.

25. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.

26. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah
kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan
kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional
yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi
dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000
(satu juta) jiwa.

27. Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau lebih
kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk
sebuah sistem.

28. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya


diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan
sebagai warisan dunia.

29. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya


diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

30. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya


diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

31. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok,


yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik
yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

32. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-20


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

33. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.

34. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam


bidang penataan ruang.

2.4.2 Bab II Asas dan Tujuan

Pasal 2

Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang


diselenggarakan berdasarkan asas:

a. keterpaduan;

b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;

c. keberlanjutan;

d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;

e. keterbukaan;

f. kebersamaan dan kemitraan;

g. pelindungan kepentingan umum;

h. kepastian hukum dan keadilan; dan

i. akuntabilitas.

Pasal 3

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah


nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber


daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif


terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang

2.4.3 Bab III Klasifikasi Penataan Ruang

Pasal 4

Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan,


wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.

Pasal 5

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-21


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

1) Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem
internal perkotaan.

2) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan


lindung dan kawasan budi daya.

Penjelasan ayat 2 ini adalah:

Yang termasuk dalam kawasan lindung adalah:

a. kawasan yang memberikan pelindungan kawasan bawahannya, antara lain,


kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air;

b. kawasan perlindungan setempat, antara lain, sempadan pantai, sempadan


sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air;

c. kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain, kawasan suaka alam,
kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan
bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam,
suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;

d. kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan rawan letusan gunung
berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor,
kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir; dan

e. kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru, cagar biosfer, kawasan


perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, dan terumbu
karang.

3) Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang


wilayah nasional penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah
kabupaten/kota.

4) Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang


kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan.

5) Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan


ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi,
dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota

Pasal 6

1) Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan:

a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan


terhadap bencana;

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-22


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

b. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya
buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan
keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai satu kesatuan; dan

c. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

2) Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan


penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan
komplementer.

3) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah
kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.

4) Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota meliputi ruang darat,


ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.

5) Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang


tersendiri

2.4.4 Bab IV Tugas dan Wewenang

Pasal 7

1) Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran


rakyat.

2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara


memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada
Pemerintah dan pemerintah daerah.

3) Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Wewenang Pemerintah, Pasal 8

1) Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan


ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap
pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota;

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-23


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

b. pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional;

c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan

d. kerja sama penataan ruang antarnegara dan pemfasilitasan kerja sama


penataan ruang antarprovinsi

2) Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang nasional meliputi:

a. perencanaan tata ruang wilayah nasional;

b. pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan

c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional.

3) Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis


nasional meliputi:

a. penetapan kawasan strategis nasional;

b. perencanaan tata ruang kawasan strategis nasional;

c. pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan

d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional.

4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang


kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan
huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah melalui dekonsentrasi dan/atau
tugas pembantuan.

5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang, Pemerintah berwenang


menyusun dan menetapkan pedoman bidang penataan ruang.

6) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat


(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pemerintah:

a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:

(1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan
penataan ruang wilayah nasional;

(2) arahan peraturan zonasi untuk sistem nasional yang disusun dalam
rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan

(3) pedoman bidang penataan ruang;

b. menetapkan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang

Pasal 9

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-24


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

1) Penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh seorang Menteri.

2) Tugas dan tanggung jawab Menteri dalam penyelenggaraan penataan ruang


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:

a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan penataan ruang;

b. pelaksanaan penataan ruang nasional; dan

c. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang lintas sektor, lintas wilayah,


dan lintas pemangku kepentingan

Wewenang Pemerintah Daerah Provinsi, Pasal 10

1) Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan


ruang meliputi:

a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan


ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan
penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota;

b. pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;

c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan

d. kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja sama


penataan ruang antarkabupaten/kota.

2) Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan ruang


wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. perencanaan tata ruang wilayah provinsi;

b. pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan

c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.

3) Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah provinsi melaksanakan:

a. penetapan kawasan strategis provinsi;

b. perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi;

c. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan

d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.

4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang


kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-25


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kota melalui tugas


pembantuan.

5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi, pemerintah


daerah provinsi dapat menyusun petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang
pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

6) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat


(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pemerintah daerah provinsi:

a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:

(1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan
penataan ruang wilayah provinsi;

(2) arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi yang disusun dalam
rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan

(3) petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang;

b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.

7) Dalam hal pemerintah daerah provinsi tidak dapat memenuhi standar


pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah mengambil langkah
penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pasal 11

1) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan


penataan ruang meliputi:

a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan


ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota;

b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;

c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan

d. kerja sama penataan ruang antarkabupaten/ kota.

2) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan


ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:

a. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota;

b. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan

c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-26


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

3) Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah
kabupaten/kota melaksanakan

a. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;

b. perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota;

c. pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan

d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

4) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan


ayat (2), pemerintah daerah kabupaten/kota mengacu pada pedoman bidang
penataan ruang dan petunjuk pelaksanaannya.

5) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat


(2), ayat (3), dan ayat (4), pemerintah daerah kabupaten/kota:

a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan


rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang
wilayah kabupaten/kota; dan

b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.

6) Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi standar


pelayanan minimal bidang penataan ruang, pemerintah daerah provinsi dapat
mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan

2.4.5 Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota

Pasal 28

Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 berlaku mutatis mutandis untuk
perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan ketentuan selain rincian dalam
Pasal 26 ayat (1) ditambahkan:

a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;

b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan

c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan


kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana,
yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat
pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-27


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

Pasal 29

1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a terdiri dari
ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.

2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh)
persen dari luas wilayah kota.

3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua
puluh) persen dari luas wilayah kota.

Penjelasan Pasal 29 Ayat 1:

Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan
dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan
masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain,
adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan,
sungai, dan pantai. Yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah
kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami
tumbuhan.

2.5 Uraian Materi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan


Rakyat Nomor 07/PRT/M/2015 Tentang Pengamanan Pantai

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan :

1. Pantai adalah daerah yang merupakan pertemuan antara laut dan daratan
diukur pada saat pasang tertinggi dan surut terendah.

2. Daerah pantai adalah suatu daratan beserta perairannya dimana pada daerah
tersebut masih saling dipengaruhi baik oleh aktivitas darat maupun laut
(marine).

3. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut.

4. Pengamanan pantai adalah upaya untuk melindungi dan mengamankan


daerah pantai dan muara sungai dari kerusakan akibat erosi, abrasi, dan
akresi.

5. Zona pengamanan pantai adalah satuan wilayah pengamanan pantai yang


dibatasi oleh tanjung dan tanjung, tempat berlangsungnya proses erosi, abrasi,

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-28


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

dan akresi yang terlepas dari pengaruh satuan wilayah pengamanan pantai
lainnya.

6. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya


proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus)
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

7. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,


memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

8. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air adalah kerangka dasar dalam


merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.

9. Rencana Tata Pengaturan Air yang berupa pola pengelolaan sumber daya air
adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber
daya air, dan pengendalian daya rusak air.

10. Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara
menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan
pengelolaan sumber daya air.

11. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 km2

12. Masyarakat adalah seluruh rakyat Indonesia, baik sebagai orang


perseorangan, kelompok orang, masyarakat adat, badan usaha, maupun yang
berhimpun dalam suatu lembaga atau organisasi kemasyarakatan.

13. Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk
melaksanakan pengelolaan sumber daya air.

14. Institusi yang diberi wewenang untuk melaksanakan pengelolaan sumber


daya air adalah Balai Besar Wilayah Sungai/Balai Wilayah Sungai.

15. Instansi terkait dengan penggunaan sumber daya air adalah lembaga
kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian yang terkait dengan
penggunaan sumber daya air yang meliputi, penggunaan sumber daya air

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-29


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

untuk olahraga, pariwisata, pertanian, perikanan, perindustrian, transportasi


air, dan lingkungan hidup.

16. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang


kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil
Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

17. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah


sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di


bidang pengelolaan sumber daya air.

Pasal 2

Pengamanan pantai diselenggarakan berdasarkan zona pengamanan pantai dan


mempertimbangkan wilayah sungai, pola serta rencana pengelolaan sumber daya
air pada wilayah sungai.

Pasal 3

1. Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Balai Besar Wilayah
Sungai dan Balai Wilayah Sungai dalam melaksanakan kegiatan pengamanan
pantai.

2. Peraturan Menteri ini dapat dipergunakan oleh pemerintah daerah atau


masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pengamanan pantai.

3. Peraturan Menteri ini bertujuan agar Balai Besar Wilayah Sungai, Balai
Wilayah Sungai, pemerintah daerah, atau masyarakat dapat melaksanakan
kegiatan pengamanan pantai secara efektif dan efisien.

Pasal 4

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini mengatur tahapan kegiatan perencanaan,


pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan bangunan, pengelolaan barang milik
negara/barang milik daerah berupa bangunan pengamanan pantai, pembiayaan
bangunan pengaman pantai, dan peran masyarakat.

Pasal 5

Pengamananpantai dimaksudkan untuk melakukan perlindungandan pengamanan


terhadap:

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-30


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

a. masyarakat yang tinggal di sepanjang pantai dari ancaman gelombang dan


genangan pasang tinggi (rob), erosi serta abrasi;

b. fasilitas umum, fasilitas sosial, kawasan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi
dan nilai sejarah serta nilai strategis nasional yang berada di sepanjang pantai;
dan

c. pendangkalan muara sungai.

Pasal 6

1. Pengamanan pantai dilakukan berdasarkan aspek umum dan aspek teknis.

2. Aspek umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. studi kelayakan pengamanan pantai; dan

b. penyusunan program pengamanan pantai.

3. Aspek teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. perencanaan detail pengamanan pantai;

b. pelaksanaan pengamanan pantai;

c. operasi dan pemeliharaan bangunan pengaman pantai;

d. pengelolaan barang milik negara/barang milik daerah berupa bangunan


pengaman pantai;

e. pembiayaan pengamanan pantai; dan

f. peran masyarakat.

Pasal 7

1. Studi kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a,


dimaksudkan untuk mengevaluasi kelayakan bangunan pengaman pantai,
meliputi:

a. kelayakan ekonomi, sosial, dan lingkungan;

b. kesiapan masyarakat untuk menerima rencana kegiatan;

c. keterpaduan antarsektor;

d. kesiapan pembiayaan; dan

e. kesiapan kelembagaan.

2. Penyusunan program pengamanan pantai sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 6 ayat (2) huruf b, mengacu pada studi kelayakan pengamanan pantai

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-31


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

sesuai dengan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dan
rencana zonasi wilayah pesisir.

3. Dalam hal rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dan
rencana zonasi wilayah pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum
ditetapkan, pelaksanaan pengamanan pantai dilakukan berdasarkan zona
pengamanan pantai.

Pasal 8

1. Perencanaan detail pengamanan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal


6 ayat (3) huruf a dilakukan melalui tahapan:

a. inventarisasi; dan

b. penyusunan rencana detail.

2. Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. pengumpulan data; dan

b. identifikasi masalah.

3. Penyusunan rencana detail sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


meliputi:

a. pengolahan data;

b. pra desain;

c. pemilihan alternatif pengamanan pantai; dan

d. detail desain pengamanan pantai

Pasal 9

Perencanaan detail pengamanan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8


ayat 1 dilakukan dengan mempertimbangkan:

a. kelestarian sumber daya pantai dan komponen alami lingkungan pantai


yang ada;

b. dampak lingkungan yang ditimbulkan;

c. kondisi sosial ekonomi masyarakat;

d. peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengamanan pantai;

e. kondisi politik dan kelembagaan; dan

f. estetika atau keindahan.

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-32


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

Pasal 10

1. Pengumpulan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a


meliputi:

a. pengumpulan data sekunder; dan

b. pengumpulan data primer.

2. Pengumpulan data sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a


dapat diperoleh dari instansi terkait dan masyarakat.

3. Pengumpulan data primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


meliputi:

a. survai pemetaan;

b. survai hidro-oseanografi;

c. survai mekanika tanah dan geoteknik;

d. survai sosial ekonomi; dan

e. survai lingkungan.

Pasal 11

1. Identifikasi masalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b,


diperlukan untuk memperoleh informasi awal mengenai permasalahan fisik,
peraturan perundang-undangan terkait dengan pengamanan pantai, sumber
daya manusia dan kelembagaan yang diperlukan dalam pengamanan pantai.

2. Informasi awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperoleh dari instansi
terkait dan didukung dengan peninjauan lapangan.

3. Peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dimaksudkan


untuk memperoleh data fisik permasalahan pantai dan analisis tentang
perkiraan penyebab kerusakan pantai.

Pasal 12

1. Pengolahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a


meliputi:

a. pengolahan data sekunder; dan

b. pengolahan data primer.

2. Pra desain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b berisi:

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-33


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

a. pengembangan alternatif;

b. kriteria desain;

c. tata letak;

d. bentuk pengamanan pantai;

e. material pengamanan pantai; dan

f. pertemuan konsultasi publik.

3. Hasil dari pra desain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk
menentukan pemilihan alternatif pengamanan pantai.

4. Pemilihan alternatif pengamanan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8


ayat (3) huruf c dapat berupa:

a. perlindungan buatan (artificial protection);

b. perlindungan alami (natural protection); dan

c. adaptasi.

5. Perlindungan buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, meliputi


pembangunan:

a. struktur lunak (soft structures);

b. struktur keras (hard structure); dan

c. kombinasi antara struktur lunak dan struktur keras.

6. Perlindungan alami sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, antara lain
berupa perlindungan hutan/tanaman mangrove, gumuk pasir (sand dunes),
terumbu karang, dan cemara pantai.

7. Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c merupakan


penyesuaian terhadap perubahan alam, penurunan risiko dampak yang
mungkin terjadi, dan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya bencana
alam.

8. Pengembangan alternatif, kriteria desain, tata letak, bentuk dan material


pengamanan pantai dilakukan melalui konsultasi publik dengan instansi teknis
dan masyarakat terkait.

Pasal 13

1. (Berdasarkan pemilihan alternatif pengamanan pantai dilakukan detail desain.

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-34


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

2. Detail desain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. perhitungan struktur;

b. gambar rencana;

c. spesifikasi teknis;

d. perhitungan volume; dan

e. perhitungan biaya.

3. Gambar rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi denah
dan penampang.

4. Spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan


bagian dari dokumen lelang mengenai pelaksanaan konstruksi bangunan
pengaman pantai yang berisi penjelasan persyaratan teknis pekerjaan yang
dilelangkan.

5. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:

a. syarat-syarat material yang digunakan;

b. syarat jenis, kapasitas, dan jumlah peralatan utama minimal yang


diperlukan;

c. syarat-syarat kualifikasi dan jumlah personil inti yang dipekerjakan;

d. metode pelaksanaan pekerjaan;

e. jadwal waktu pelaksanaan;

f. mengutamakan produksi dalam negeri; dan

g. kriteria kinerja produk (output performance) yang diinginkan.

6. Perhitungan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dihitung


sesuai dengan harga satuan upah dan bahan pada saat perencanaan.

Pasal 14

Perencanaan detail pengamanan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8


termasuk perhitungan struktur dan perhitungan volume dilakukan sesuai dengan
Pedoman Perencanaan Teknis Pengamanan Pantai.

Pasal 15

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-35


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

1. Pelaksanaan pengamanan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat


(3) huruf b meliputi kegiatan pra-persiapan, persiapan pelaksanaan,
pelaksanaan, dan penyerahan pekerjaan.

2. Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai


dengan biaya, mutu, dan waktu yang telah ditetapkan dalam tahap
perencanaan.

Pasal 16

Pelaksanaan konstruksi bangunan pengamanan pantai dilakukan sesuai dengan


Pedoman Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Pengaman Pantai.

Pasal 17

Operasi dan pemeliharaan bangunan pengaman pantai sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 6 ayat (3) huruf c, dimaksudkan agar bangunan pengaman pantai
dapat berfungsi optimal.

Pasal 18

1. Kegiatan operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, meliputi:

a. pemantauan;

b. sosialisasi kebijakan; dan

c. pengoperasian pompa dan pintu air.

2. Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi kegiatan


pengamatan dan pengukuran bangunan pengaman pantai pada zona
pengamanan pantai guna mendapatkan informasi tentang kondisi fisik.

3. Kondisi fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit berupa:

a. kerusakan pantai dan kerugian yang ditimbulkan;

b. perubahan bentuk fisik pantai;

c. perubahan pola arus dan angkutan sedimen;

d. bangunan pantai dan fungsinya;

e. pengaruh bangunan pantai terhadap lingkungan;

f. pemanfaatan sempadan pantai dan perubahan garis pantai;

g. kegiatan masyarakat yang merusak ekosistem pantai; dan

h. jumlah penduduk yang mengalami dampak kerusakan.

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-36


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

4. Sosialisasi kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi


kegiatan:

a. larangan penebangan hutan/tanaman mangrove;

b. larangan penambangan di sempadan pantai;

c. tatacara pemanfaatan sempadan pantai; dan

d. peraturan perundang-undangan yang terkait.

5. Pengoperasian pompa dan pintu air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, berupa:

a. pengoperasian pintu pengendali banjir; dan

b. pengoperasian pompa pada sistem polder.

Pasal 19

1. Kegiatan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, meliputi


kegiatan pemeliharaan:

a. bangunan pengaman pantai;

b. alur muara sungai; dan

c. lingkungan pantai.

2. Pemeliharaan bangunan pengaman pantai sebagaimana dimaksud pada ayat


huruf a meliputi pemantauan dan evaluasi.

3. Pemeliharaan alur muara sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, meliputi kegiatan pengerukan muara secara periodik.

4. Pemeliharaan lingkungan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,


meliputi kegiatan penanaman pohon pelindung pantai, penambahan pasir pada
kawasan yang tererosi, pembersihan lingkungan pantai dari sampah dan
limbah.

Pasal 20

1. Berdasarkan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal


19 pada ayat (2) dapat dilakukan pemeliharaan atau rehabilitasi.

2. Kegiatan pemeliharaan atau rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan sesuai dengan program, biaya, mutu, dan waktu yang telah
ditetapkan dalam tahap pemeliharaan.

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-37


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

3. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan bangunan pengaman pantai dilakukan


sesuai dengan Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pengaman
Pantai.

4. Pelaksanaan rehabilitasi bangunan pengaman pantai dilakukan sesuai dengan


Pedoman Rehabilitasi Bangunan Pengaman Pantai.

Pasal 21

1. Seluruh bangunan pengaman pantai yang dibangun dengan Anggaran


Pendapatan Belanja Negara (APBN) dicatat sebagai barang milik negara.

2. Seluruh bangunan pengaman pantai yang dibangun dengan Anggaran


Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dicatat sebagai barang milik daerah.

3. Penatausahaan/pengelolaan barang milik negara/barang milik daerah


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang berupa bangunan
pengaman pantai dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 22

1. Pembiayaan pengamanan pantai ditetapkan berdasarkan angka kebutuhan


nyata pengamanan pantai.

2. Pembiayaan pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


meliputi:

a. sistem informasi;

b. perencanaan;

c. pelaksanaan konstruksi;

d. operasi dan pemeliharaan;

e. rehabilitasi;

f. pengelolaan barang milik negara/barang milik daerah; dan

g. pemberdayaan masyarakat.

Pasal 23

1. Sumber dana untuk pembiayaan pengamanan pantai dapat berasal dari:

a. anggaran pemerintah,

b. anggaran pemerintah daerah;

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-38


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

c. anggaran swasta; atau

d. anggaran swadaya masyarakat.

2. Anggaran swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan


anggaran keikutsertaan swasta dalam pembiayaan pengamanan pantai.

3. Anggaran swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,


merupakan anggaran keikutsertaan masyarakat pengguna pantai dalam
pembiayaan pengamanan pantai.

4. Penerimaan dan penggunaan sumber dana untuk pembiayaan pengamanan


pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 24

1. Pemerintah Pusat dan/atau pemerintah daerah bertanggungjawab


menyediakan anggaran untuk biaya pengamanan pantai sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawabnya.

2. Pembiayaan pengamanan pantai dapat dilakukan melalui pola kerja sama


antara Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pembiayaan yang dilakukan dengan anggaran swasta dan/atau anggaran


swadaya masyarakat dikelola langsung oleh pihak swasta dan/atau
masyarakat yang bersangkutan.

Pasal 25

1. Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf f mempunyai


kesempatan yang sama untuk berperan dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, pemeliharaan, dan pengawasan terhadap pengamanan pantai.

2. Peran masyarakat dalam pengamanan pantai dilakukan sesuai dengan


Pedoman Peran Masyarakat Dalam Pengamanan Pantai.

Modul MS 1 Perundang Undangan tentang Pantai II-39


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

Bab 3
PENUTUP

3.1 Rangkuman

Pada dasarnya undang-undang yang terkait dengan kegiatan operasi dan


pemeliharaan bangunan pantai dapat dikelompokan sebagai berikut:

1. Undang-Undang RI No 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan

Dalam undang-undang ini secara eksplisit tidak ada pengaturan secara khusus
mengenai kegiatan perencanaan, konstruksi maupun OP bangunan
pengamanan pantai. Undang-undang ini hanya menjelaskan definisi air,
sumber air, pengaturan dan pengelolaan air, serta tugas dan wewenang dalam
pengelolaan sumber daya air.

2. Undang-Undang RI No 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-


Undang 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil.

Pada undang-undang ini dijelaskan secara terperinci mengenai definisi dari


wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Selain itu dalam undang-undang ini
djelaskan juga mengenai aspek dari pengelolaan dan pemanfaatan kawasan
pesisir berserta sumber daya alam yang terkandung didalamnya.

3. Undang-Undang RI No 2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan


Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Menjadi Undang-Undang

Pada intinya undang-undang ini membahas mengenai aspek-aspek otonomi


daerah terkait dengan pengelolaan admistrasi dan sumber daya alam yang
ada di setiap daerah. Dalam undang-undang ini juga dibahas mengenai aspek
kewenangan pihak provinsi ataupun kabupaten/kota dalam pengelolaan
sumber daya alam di laut.

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Isi dari undang-undang ini yang terkait dengan kegiatan pengamanan pantai
adalah penjabaran tentang kewenangan pemerintah pusat , pemerintah daerah
provinsi dan kabupaten/kota dalam menata kawasan pantai dilihat dari aspek
strategis dan pemanfaatannya.

Modul MS 1 Perundang Undangan Tentang Pantai III-1


Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor


07/PRT/M/2015 Tentang Pengamanan Pantai

Dalam peraturan menteri ini sudah diatur dan dijabarkan aspek-aspek penting
yang terkait dengan kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan
bangunan pengamanan pantai.

3.2 Daftar Pustaka

1. Coastal Engineering Research Center, Waterways Experiment Station, Corps


of Engineer, Department of The Army (1984), Shore Protection Manual.

2. Coastal Engineering Research Center, Waterways Experiment Station, Corps


of Engineer, Department of The Army (2006), Coastal Engineering Manual.

3. Undang-Undang RI No 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan.

4. Undang-Undang RI No 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-


Undang 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil.

5. Undang-Undang RI No 2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan


Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Menjadi Undang-Undang.

6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor


07/PRT/M/2015 Tentang Pengamanan Pantai.

8. Bambang Triatmodjo (1999), Teknik Pantai, edisi kedua, Beta Offset.

Modul MS 1 Perundang Undangan Tentang Pantai III-2

Anda mungkin juga menyukai