Anda di halaman 1dari 168

PERANCANGAN SUB LINE METAL FORMING

UNTUK PRODUK DOOR PANEL REFRIGATOR


(PINTU KULKAS)

Karya Tulis ini dibuat untuk memenuhi


Tugas Semester Akhir sebagai penutup program
Diploma III Politeknik

Disusun Oleh :
1. EKA NUGRAHA NIM. 200135007
2. FARIED ISMUWARDHANI NIM. 200135008
3. ZAENAL MUTAQIN NIM. 200132024
4. YOGIE MARADONA NIM. 200131026

POLITEKNIK MANUFAKTUR BANDUNG


2003
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis ini yang berjudul :

PERANCANGAN SUB LINE METAL FORMING UNTUK


PRODUK DOOR PANEL REFRIGATOR (PINTU KULKAS)

Disusun Oleh :
1. EKA NUGRAHA NIM. 200135007
2. FARIED ISMUWARDHANI NIM. 200135008
3. ZAENAL MUTAQIN NIM. 200132024
4. YOGIE MARADONA NIM. 200131026

Telah direvisi dengan sebaik-baiknya.


Bandung, 15 Agustus 2003

Pembimbing I Pembimbing II

Addonis Candra ST Dede Supriadi


NIP. 132 258 823 NRP.

Mengetahui :

Peguji I Penguji II Penguji III

Aris Budiarto
NRP. NRP. NRP.
ABSTRAK

Awal abad ke 21 diantisipasi sebagai datangnya masa depan yang sarat perubahan,
persaingan dan kompleksitas. Dasawarsa ini merupakan tahun-tahun transisi menuju
masyarakat industri berteknologi modern yang menekankan pada kemampuan memanfaatkan
informasi, keterkaitan global, infrastuktur yang terintegrasi dan sumberdaya manusia yang
kreatif dan inovatif.
Permintaan yang penulis temui saat ini adalah perancangan mesin untuk mengisi dan
atau mengganti line produksi dalam pembentukan pelat menjadi door panel refrigator (pintu
kulkas) sehingga diharapkan mesin tersebut mampu memproses 6 variasi produk dengan lebar
pelat yang sama.
Permintaan tersebut timbul terutama disebabkan karena keterbatasan sarana yang
tersedia saat ini dalam memenuhi lot produksi (demand) dan daya saing yang tinggi,
diharapkan dengan dirancangnya mesin ini mampu memproduksi variasi produk dengan
jumlah yang lebih banyak dan dalam waktu yang lebih singkat.
Perancangan sebuah mesin yang terdiri dari sistem konveyor dan press tools serta
didukung media kerja pneumatik dan hidrolik yang diatur sedemikian rupa hubungannya oleh
PLC diharapkan mampu memenuhi permintaan tersebut, selain itu mesin ini dilengkapi pula
dengan inverter yang berperan utama sebagai variator kecepatan yang dapat menunjang
peningkatan produktifitas untuk kedepannya.
Perancangan mesin ini merupakan hasil kombinasi dari beberapa disiplin ilmu yang
melibatkan persoalan desain, mekanik dan otomasi yang berjalan secara paralel dan
bergabung pada setiap akhir dari kegiatan. Rancangan diperoleh dari penalaran rasional,
perhitungan dan pemilihan dari beberapa alternatif yang terpikirkan dengan menggunakan
beberapa literatur sebagai data.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, yang dengan rahmat-Nya kami
dapat menyelsaikan karya tulis yang berjudul “ Perancangan Sub Line Metal Forming
Untuk Produk Door Refrigator (Pintu Kulkas) “. Karya tulis ini disusun sebagai syarat
kelulusan program Diploma III Ahli Teknik Politeknik Manufaktur Bandung.
Pada kesempatan ini, tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Orang tua serta keluarga tercinta atas dukungan moril dan materil terutama doa restu
yang diberikan kepada kami.
2. Dosen pembimbing : Bpk. Addonis Candra dan Mas Dede Supriadi, yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing kami dalam
menyelesaikan karya tulis ini.
3. Bpk. Ali S, Mas Dedi Arif (Ins. ME), Bpk. Bayu P (Ins. DE), serta Bpk. Ruminto (Ins.
AE), yang telah memberikan bantuan dan saran dalam menyelesaikan karya tulis ini.
4. Pihak Puslatker IJM yang telah memberikan kesempatan untuk mengunakan fasilitas
PLC Siemens S7-300.
5. Sdri. Vidia Geraldin, Sdri. Santi Dewi Efendi dan Sdr Ir Enrizal Nazar atas
kebersamaannya dalam memberikan dorongan moril.
6. Dan semua pihak yang telah turut serta membantu.
Selama pembuatan karya tulis ini, kami menemui berbagai kendala dan kesulitan oleh
karena itu kami menunggu saran dan kritik yang membangun. Kami berharap karya tulis ini
dpat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan kami sebagai penulis khususnya.

Bandung, Agustus 2003

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
Lembar Pengesahan i
Abstrak ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv

BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang Masalah 1
I.2 Rumusan Masalah 3
I.3 Pendekatan Penyelesaian Masalah ` 4
I.4 Pembatasan Masalah dan Ruang Lingkup Kajian 4
I.5 Tujuan Penulisan 5
I.6 Pengumpulan Data 5
I.7 Sistematika Pembahasan 5
BAB II LANDASAN TEORI
II.1 Proses Desain 7
II.2 Konveyor 9
II.3.1 Definisi 9
II.2.2 Pembagian pokok perlengkapan penanganan bahan 9
II.2.3 Sabuk konveyor 10
II.3 General Mekanik 11
II.3.1 Transmisi sabuk gilir (timing belt) 11
II.3.1.1. Material/ Komponen penyusun 11
II.3.1.2. Profil gigi 12
II.3.1.3. Definisi dan symbol 13
II.3.1.4. Data dan langkah-langkah desain sabuk gilir 15
II.3.2 Pemilihan Motor 19
II.3.2.1 Motor induksi 19
II.3.2.1.1 Konstruksi Umum 19
II.3.2.1.2 Pengaturan kecepatan motor induksi 20
II.3.2.1.3 Prinsip kerja motor induksi 21
II.3.2.2 Gaya tahanan sabuk 21

iv
II.3.2.2.1 Gaya tarik sabuk ( Ft ) 21

II.3.2.2.2 Momen tahanan (T) 22


II.3.2.3 Daya Motor Sementara 22
II.3.2.4 Momen Percepatan ( Ta ) 22

II.3.2.4.1 Gerak translasi 23


II.3.2.4.2 Gerak rotasi 24
II.3.2.5 Momen Awal Motor 25
II.3.2.6 Daya Motor Yang Dipilih 25
II.4. Inverter 26
II.5 Pemilihan poros dan pasak 27
II.5.1 Diagram benda bebas (DBB) 27
II.5.2 Faktor Keamanan (Factor of Safety) 27
II.5.3 Perencanaan poros terhadap beban statis 28
II.5.4 Perencanaan pasak 30
II.6 Hidrolik 32
II.6.1. Direction control valve 33
II.6.2. Pompa hidrolik 33
II.6.3. Aktuator 33
II.6.4 Pengontrol aliran 34
II.6.5 Pengontrol tekanan 34
II.6.6. Motor 34
II.6.7. Reservoir 35
II.7 Pneumatik 35
II.7.1 Tekanan udara 36
II.7.2 Fluida gas 37
II.7.3 Karakteristik gas 37
II.7.4 Konsep dasar sistem pneumatik 38
II.7.5 Pengontrolan tekanan 40
II.7.6 Aktuator 39
II.7.7 Gaya silinder 39
II.7.8 Perhitungan ukuran aktuator 41
II.7.9 Perhitungan konsumsi udara 43

iv
II.8 Elektropneumatik 44
II.8.1 Elemen listrik pada elektro pneumatik 44
II.9 Programmable Logic Controller (PLC) 45
II.9.1 Ciri – ciri PLC 45
II.9.2 Komponen PLC 46
II.10 Piercing Tool Hydroulic 46
II.10.1 Penetrasi 47
II.10.2 Fracture 48
II.10.3 Clearence 48
II.10.4 Land 50
II.10.5 Perhitungan gaya piercing 51

BAB III MEKANISME KERJA 52

BAB IV ALTERNATIF PERANCANGAN 63


IV.1 Alternatif pengikatan rangka dengan baut 63
IV.2 Alternatif pengikatan rangka dengan las 64
IV.3 Alternatif media kerja 69
IV.4 Alternatif pemilihan sensor benda kerja 72

IV.5 Alternatif desain press tools 73

IV.6 Alternatif perancangan konstruksi silinder 76

IV.7 Alternatif variator kecepatan 79

BAB V PROSES PERANCANGAN, PERHITUNGAN DAN PENGOLAHAN


DATA 82

V.1 Perancangan daya motor 82


V.1.1 Momen Tahanan (T) 82
V.1.2 Kecepatan putar puli penggerak 82
V.1.3 Daya motor sementara 82
V.1.4 Momen Percepatan 83
V.1.5 Momen Awal Motor 87
V.1.6 Daya Motor Yang Dipilih 87
V.2 Perancangan Sabuk Gilir (transmisi) 89

iv
V.2.1 Sket gambar 89
V.2.2 Perhitungan dan pengolahan data 93
V.2.3 Data teknis desain sabuk gilir (transmisi) 96
V.3 Perancangan Sabuk Gilir (konveyor) 96
V.3.1 Sket gambar 96
V.3.2 Perhitungan dan pengolahan data 96
V.3.3 Data teknis desain sabuk gilir (transmisi) 96
V.4 Perancangan poros dan pasak 97
V.4.1 Pengolahan Data dan Perhitungan Poros 97
V.4.2 Pengolahan Data dan Perhitungan Pasak 101
V.4.2.1 Akibat Gaya Tangensial 102
V.4.2.2 Akibat Tekanan Bidang 102
V.4.2.3 Panjang Pasak 102
V.5 Pneumatik 103
V.5.1 Air Pressure yang digunakan 103
V.5.2 Silinder yang digunakan 103
V.5.2.1 Gaya (F) 103
V.5.2.1.1 Stopper silinder 103
V.5.2.1.2 Side positioning silinder 106
V.6 Perhitungan Gaya Hidrolik 108
V.6.1 Gaya yang terjadi 108
V.6.2 Tekanan kerja pada silinder 108
V.6.2.1 Volume silinder 110

V.6.2.2 Pergerakan linear silinder 111


V.6.2.3 Debit gerakan maju 111
V.6.2.4 Daya pompa 112
V.6.2.5 Ketebalan dinding pipa, diameter pipa yang digunakan dan
kecepatan aliran fluida dalam pipa. 112

V.6.2.5.1 Diameter pipa 112

V.6.2.5.2 Kecepatan aliran 112

V.6.2.5.3 Ketebalan dinding pipa 113

iv
V.6.2.6 Volume reservoir 113
V.6.2.7 Parameter penurunan tekanan 113
V.6.2.8 Tekanan kerja hidrolik 114
V.6.2.9 Parameter perpipaan 114

V.7 Perhitungan konstruksi rangka bed mesin sub metal forming pintu kulkas. 115
V.7.1 momen tahanan yang harus dimiliki profil adalah 117
V.7.2 Pengecekan terhadap tegangan yang terjadi 117
V.7.3 Pengecekan terhadap defleksi 118

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 121


VI.1 Kesimpulan 121
VI.2 Saran 122
DAFTAR PUSTAKA 124
LAMPIRAN A DAN B PERANCANGAN MEKANIK
LAMPIRAN C PERANCANGAN MEKANIK
LAMPIRAN D OTOMASI

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tuntutan kualitas produk dengan daya saing tinggi berkorelasi terhadap


perkembangan teknologi yang cepat dan semakin ketatnya persaingan di berbagai sektor.
Peralatan yang dimili oleh suatu industri sebagai hasil guna penerapan teknologi
diharapkan mendukung kemampuan dan kecepatan produksi. Untuk beberapa proses
produksi, kebutuhan akan penggunaan peralatan tepat guna atau special purpose machine
menjadi faktor yang sangat menentukan.

Penggunaan peralatan/ teknologi tepat guna tersebut salah satunya adalah


penggunaan mesin yang dirancang khusus untuk memproduksi produk yang khusus pula,
sehingga diharapkan mesin tersebut mampu berproduksi dengan jumlah yang banyak,
waktu yang singkat dan kualitas yang baik.

Teknologi yang digunakan bermacam-macam mulai dengan menggunakan


microcontroller, logic control sampai menggunakan computer. Teknologi yang
berhubungan dengan proses otomatis terus berkembang seiring meningkatnya kebutuhan
kuantitas maupun kualitas. Contoh penggunaan mesin otomatis terdapat hampir di semua
sektor industri, salah satunya adalah perusahaan yang memproduksi pelat menjadi door
panel refrigator (pintu kulkas).

Perusahaan ini membutuhkan 5 (lima) stasion untuk proses pembentukan pelat


menjadi door panel refrigator (pintu kulkas) tipe A yang lay out produksinya tampak
seperti berikut :

stasion code 1 2 3 4 5

loading punch Bend Bend Draw Pierce unloading


1 2

gambar I-1

1
o Loading
Tahap dimana pelat yang ukurannya telah ditentukan di pindahkan dari
tumpukan pelat-pelat (tempat penyimpanan) ke stasion 1, proses ini
menggunakan vacum clamper dan hanya aktif jika operator hendak memulai 1
(satu) kali proses pembentuka pelat.

o Stasion 1
Pada tahap ini berlangsung proses pelubangan bagian sisi-sisi pelat
menggunakan punching tool.

o Stasion 2
Pada tahap ini berlangsung proses pelipatan bagian sisi-sisi pelat yang telah
dilubangi (┌─┐).

o Stasion 3
Pada tahap ini berlangsung proses pelipatan untuk yang kedua kalinya pada
bagian sisi-sisi pelat.

Semua uraian diatas merupakan stasion-stasion yang melakukan proses utama


dalam pembentukan pelat menjadi door panel refrigator (pintu kulkas), stasion 4 dan
stasion 5 di lewat ( skip ) langsung unloading.

Untuk jelasnya tahapan pembentukan pelat tipe A ini tampak seperti gambar di
bawah :

gambar I-2

2
Dalam tahap pengembangan/ modifikasi produk, industri tersebut akan
mengeksekusi produk tipe B yang terdiri dari 6 variasi produk berbeda (lihat gambar 1
lampiran B), tetapi memiliki lebar pelat yang sama (685 mm), sehingga dibutuhkan
station baru yang dapat mengeksekusi ke enam variasi produk diatas oleh satu mesin.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka industri harus membuat 1 (satu) unit
stasion baru yang didalamnya melibatkan proses piercing (1.1), proses drawing (1.2) dan
stasion yang dikosongkan (1.3) sehingga diharapkan unit baru ini dapat disisipkan
(mengambil alih) PUNCH stasion 1 awal pada line produksi yang ada, sehingga lay out
alur produksinya menjadi :

loading 1.1 1.2 1.3 Bend Bend Draw Pierce unloading


1 2

Gambar I-3

Dimasa mendatang, “ PUNCH stasion 1 “ untuk tipe A mungkin diletakkan di


stasion 1.3 sehingga tipe operasinya adalah :

Tipe loading 1.1 1.2 1.3 2 3 4 5 unloading


A √ − − √ √ √ − − √
B √ √ √ − √ √ − − √

Gambar I-4

3
1.3 Pendekatan Penyelesaian Masalah

Karena perancangan stasion baru ini merupakan suatu sistem yang integrated,
maka pendekatan yang paling baik untuk menyelasaikan masalah tersebut adalah dengan
membagi sistem tersebut menjadi beberapa sub sistem, yaitu:

1. Rancangan tools
Rancangan ini akan mengembangkan desain press tools untuk proses piercing
pada pelat dan memberikan input untuk perhitungan-perhitungan sub sistem
lainnya.

2. Rancangan mekanik umum ( general mekanik )


Rancangan ini secara garis besar meliputi mekanisme konveyor dan sistem
transmisi yang akan berfungsi sebagai pembawa pelat yang akan di proses,
menjadi input untuk perhitungan rangka/ struktur yang akan berfungsi sebagai
tumpuan utama dari sistem serta input untuk perancangan kontrol

3. Rancangan kontrol
Rancangan ini akan mengontrol semua aktivitas sistem dalam proses
pembentukan pelat sesuai dengan variasi produk yang ingin di produksi.

1.4 Pembatasan Masalah dan Ruang Lingkup Kajian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut maka masalah-


masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini adalah :

o Perancangan konstruksi mesin dan press tools hanya pada stasion satu
o Perhitungan perancangan yang akan dibahas meliputi perhitungan daya motor,
elemen transmisi, media kerja dan profil rangka berdasarkan ilmu kekuatan
bahan dan elemen mesin.
o Perancangan elektrik dan program PLC yang digunakan.

4
o Untuk perancangan press tools meliputi perhitungan dimensi tools dan gaya
potong.
o Untuk kecepatan relatif dari pergerakan konveyor diasumsikan ideal

1.5 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Untuk menghasilkan suatu rancangan mesin yang dapat melakukan proses


piercing dan drawing dengan menggunakan sistem konveyor sebagai pembawa
dan penepat (memposisikan) pelat yang ukurannya telah ditentukan sesuai
dengan urutan proses, dalam sub-line metal forming untuk produk DOOR
PANEL REFRIGATOR (PINTU KULKAS)
2. Dokumentasi yang dapat dijadikan bahan ajar dan studi banding untuk pihak-
pihak yang menghadapi masalah yang serupa (taransfer of knowledge)

1.6 Pengumpulan Data

Dalam pembuatan tugas akhir ini, data-data didapatkan melalui :


1. Visiting report Polman ke pihak pemesan
2. Studi literature
3. Katalog- katalog

1.7 Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembaca memahami alur permasalahan yang ada dalam


stasion 1 sub-metal forming produk door panel refrigator, maka penulisan karya tulis ini
terbagi menjadi beberapa bab yang disusun secara sistematis.

5
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, rumusan, pendekatan
penyelesaian dan pembatasan masalah, tujuan penulisan, metoda, sistematika
pembahasan.

BAB II LANDASAN TEORI


Dalam bab ini dijelaskan mengenai beberapa teori yang mendukung perancangan
mesin pada stasion baru.

BAB III MEKANISME KERJA MESIN


Dalam bab ini dijelaskan mengenai proses kerja mesin yang dijabarkan dalam
bentuk flowchart untuk salah satu variasi produk tipe B.

BAB IV ALTERNATIF
Dalam bab ini dibahas mengenai masalah-masalah yang mungkin muncul
terhadap rancangan yang telah direncanakan dalam penyusunan kerangka penyelesaian
masalah, sehingga dapat dipertimbangkan keuntungan serta kerugian dari rancangan yang
satu dengan yang lainnya melalui alternatif.

BAB V PROSES PERANCANGAN, PERHITUNGAN DAN PENGOLAHAN


DATA
Dalam bab ini dilakukan pengolahan data dan perhitungan terhadap beberapa
komponen utama dalam perancangan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Dalam bab ini dijelaskan mengenai kesimpulan tentang apa yang telah dibahas
pada bab-bab sebelumnya dan memuat saran-saran untuk pengembangan sistem dan
realisasi lebih lanjut.

6
BAB II
LANDASAN TEORI

II.1. Proses Desain

Tahap proses desain dengan input dan outputnya dapat digambarkan dalam skema
berikut ini :
Vague statement Problem Broadmind Problem Details of Search
formulation analysis (pencarian)
of what is needed ( rumusan ) of the problem ( analisis) The problem

Many partial solution


mostly in concept form

Specification Prefered solution Decision


Product of (spesifikasi) (keputusan)
through form

Gambar.II-1. Tahapan proses desain

Urutan logis diatas adalah pola baku. Dalam prakteknya dapat terjadi pengulangan
kembali tahap-tahap tertentu, umpan balik, pemasukan atau penyisipan input-input baru.
(Purwasasmita, 2000 : 101)
Skema diatas jika diterjemahkan lebih lanjut akan menghasilkan suatu tahap-tahap
desain yang harus dilalui yaitu :
1) mengidentifikasi/ merumuskan tugas desain yang bagaimanakah yang harus dipenuhi
pada tahap ini akan timbul banyak pertanyaan-pertanyaan karena masukan-masukan yang
tidak lengkap dan tidak terorganisir dengan baik (vague statement of what is needed),
sebagai gambaran pertanyaan yang harus timbul antara lain :
• apakah desain serupa pernah dibuat ?
• pengalaman/ pengetahuan apa yang dapat diperoleh ?
• faktor-faktor utama apa yang sangat menentukan untuk konstruksi ? (fungsi, berat,
harga, penampilan luar, keinginan khusus dari pembeli)
• standar-standar dan norma-norma manakah yang harus dipenuhi ?

7
2) menentukan ukuran-ukuran utama dengan perhitungan kasar
biasanya tahap ini diawali dengan rancangan kasar yang berskala (problem formulation)
terhadap konstruksi yang akan di buat berlandaskan pada permintaan konsumen dan
perhitungan kekuatan bahan.
3) menentukan alternatif-alternatif desain konstruksi
pada tahap ini kita harus membuat alternatif-alternatif desain (broadmind of problem) dan
membandingkannya secara kritis (problem analysis). Pilihan terakhir didasarkan atas
pokok-pokok utama (details of the problem) sebagai berikut:
o fungsi yang dapat diandalkan
o dimensi mesin
o daya guna mesin yang efektif
o mudah dipakai, mudah distel dan mudah mengganti bagian-bagian yang aus,
pelumasan yang terjamin dan penyekatan yang baik
o biaya produksi yang rendah dan sebagainya
4) desain yang berskala
skala ukuran akan memeberikan suatu masukkan penting terhadap pertimbangan
konstruksi yang rasional . Berikutnya yang harus dipikirkan adalah sarana produksi dan
dan bahan-bahan yang akan dipakai. Bagian-bagian kritis diulang kalkulasinya. Seringkali
kita harus memakai bahan lain atau mencari alternatif konstruksi yang baru (search). Ini
harus dicatat dan digambar khusus secara terpisah.
5) memilih bahan
beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pemilihan bahan:
• bahan-bahan umum yang mudah didapat dipasaran seperti baja karbon diprioritaskan
pemakaiannya
• bahan-bahan khusus seperti baja paduan, non ferrous metal hanya digunakan jika
memenuhi tuntutan yang khusus
• bila kekerasan logam bertambah maka kehalusan permukaan dan ketahanan terhadap
keausan juga bertambah, tetapi biaya produksi ikut naik
• bentuk konstruksi yang memerlukan pengelasan, perlu diperhatikan apakah bahan
tersebut memiliki sifat mampu las yang baik.

8
6) bagaimana memproduksi
konstruksi dan cara pembikinan elemen-elemen yang dilibatkan dalam rancangan apakah
memungkinkan untuk diproduksi atau tidak, hal ini berkaitan dengan fasilitas produksi
yang tersedia.
7) mengamati desain secara teliti
setelah menyelesaikan disain berskala, konstruksi diuji berdasarkan pokok-pokok utama
yang menentukan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
a) perubahan sebuah pokok utama dapat mengubah desain secara menyeluruh
b) hasil konstruksi yang matang biasanya dicapai setelah dilakukan bermacam-macam
desain dan perbaikan- perbaikan (many partial solution mostly in concept form)
c) konstruksi yang terbaik (decision and prefered solution through form ) merupakan
hasil kompromi dari berbagai ragam tuntutan para pemakai.
8) merencana sebuah elemen; Gambar kerja bengkel (workshop blue print)
setelah merancang desain utama barulah ditetapkan ukuran-ukuran terperinci dari setiap
elemen. Gambar kerja bengkel harus menampilkan pandangan dan penampang yang jelas
dari elemen tersebut serta keterangan mengenai metoda-metoda khusus seperti: perlakuan
panas, pelapisan permukaan, sand blastin, coating dan sebagainya.
9) gambar lengkap dan daftar elemen
setelah semua ukuran-ukuran elemen dilengkapi, baru dibuat gambar lengkap dengan
daftar elemen-elemen. Setiap elemen diberi nomor sesuai dengan daftar.

II.2. Konveyor

II.2.1 Definisi

Konveyor adalah perlengkapan pemindah muatan/ material dalam mekanisme


penanganan bahan secara berkesinambungan.

II.2.2 Pembagian pokok perlengkapan penanganan bahan

Setiap kelompok perlengkapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


Perlengkapan pengangkat adalah kelompok mesin dengan peralatan pengangkat yang
bertujuan untuk memindahkan muatan biasanya dalam satuan bac (batch).

9
Perlengkapan pemindah ialah kelompok mesin yang mungkin tidak mempunyai peralatan
pengangkat tetapi memindahkan muatan secara berkesinambungan.
Perlengkapan permukaan dan overhead adalah kelompok mesin yang mungkin juga tidak
dilengkapi dengan peralatan pengangkat dan biasanya menangani muatan dalam satuan bac
(batch).
Pengelompokan perlengkapan penanganan bahan (Materials Handling Equipment)
berdasarkan desainnya tampak pada gambar dibawah ini :

Mesin pengangkat

Perlengkapan Crane
pengangkat
Elevator

Conveyor
Perlengkapan Peralatan
Penanganan pemindahan Peralatan hidrolik
bahan (konveyor)
Peralatan pembantu

Perlengkapan Truk tanpa rel


permukaan
dan overhead Forklift

System lintasan
overhead

Gambar.II-2. Pengelompokan perlengkapan penanganan bahan

II.2.3 Sabuk konveyor

Umumnya sabuk dipakai untuk memindahkan daya dan putaran antara dua poros
yang sejajar, namun dalam hal ini sabuk harus juga berfungsi sebagai tumpuan beban
sekaligus memindahkannya. Perbedaan yang mendasar tampak seperti pada gambar berikut
ini :

Gambar.II-3. (a). belt sebagai pemindah daya ; (b). belt sebagai konveyor

10
Pada gambar II.3.b. terlihat perbedaan yang jelas bahwa sabuk konveyor selain
berfungsi sebagai pemindah daya dan putaran, sekaligus juga harus mampu menahan/
membawa beban yang diangkutnya, sehingga pada beberapa keperluan khusus perlu
ditambahkan idler (support rollers) atau skid plate (pelat penunjang).

gambar II-4. Konstruksi ini sering dipakai untuk sabuk datar (flat belt)

II.3. General Mekanik

II.3.1 Transmisi sabuk gilir (timing belt)

Transmisi sabuk yang bekerja atas dasar gesekan belitan mempunyai beberapa
keuntungan karena murah harganya, sederhana konstruksinya dan mudah untuk mendapatkan
perbandingan putaran yang diinginkan. Namun demikian, transmisi sabuk tersebut
mempunyai kekurangan dibandingkan dengan transmisi rantai dan rodagigi, yaitu karena
terjadinya slip antara sabuk dan puli. Karena itu, macam transmisi sabuk biasa tidak dapat
dipakai bilamana dikehendaki putaran tetap atau perbandingan transmisi yang tetap dan
sinkronisasi gerakan.

II.3.1.1. Material/ Komponen penyusun

Sabuk gilir dibuat dari karet neopren atau plastik poliuretan sebagai bahan cetak,
dengan inti dari serat gelas atau kawat baja, serta gigi-gigi yang dicetak secara teliti di
permukaan sebelah dalam dari sabuk. Karena sabuk gilir dapat melakukan transmisi mengait
seperti rodagigi atau rantai, maka gerakan dengan perbandingan putaran yang tetap dapat
diperoleh.
Tabel 1 pada lampiran A1 merupakan data teknis yang dikeluarkan oleh SDP/SI
(Stock Drive Products/ Sterling Instrumen) memperlihatkan contoh jenis-jenis sabuk dengan
keterangan materialnya.

11
II.3.1.2. Profil gigi

Akhir-akhir ini telah dikembangkan macam sabuk yang dapat mengatasi kekurangan
tersebut yaitu sabuk gilir(1), variasi macam sabuk ini ditentukan oleh banyak faktor mulai dari
bentuk profil gigi, panjang, lebar, material dan tegangan tarik izinnya.
Profil gigi yang bervariasi ini (gambar 1-4 lampiran A1) sangat menyulitkan kita
dalam hal pemilihannya karena hampir tiap-tiap produsen mempunyai spesifikasi yang
berbeda, untuk mudahnya bentuk profil gigi yang akan dibahas dalam tulisan ini mengacu
pada catalog ContiTech.
Berdasrkan catalog ini profil gigi yang digunakan dibagi menjadi 2 yaitu tipe HTD
(High Torque Drive) dan STD (Super Torque Drive), perbedaan antara kedua tipe ini tampak
pada gambar II-5. dibawah ini:

profil gigi STD(2) profil gigi HTD(3)

dimana : t = kisar sabuk (pitch)


hs = tinggi total sabuk
ht = tinggi gigi

____________________________________________________________________
(1) sabuk gilir = sabuk positif (timing belt) = sabuk sinkron (synchronous belt)
(2) panjang pitch maksimum sabuk Lw = 2848 mm
(3) panjang pitch maksimum sabuk Lw = 4578 mm

12
II.3.1.3. Definisi dan symbol

gambar II-6.

Simbol Satuan Definisi


a mm Jarak antar sumbu poros
b mm Lebar sabuk gilir
c0 ------ Penentuan awal total serpis faktor
c0 err ----- Faktor koreksi total serpis
c1 ------ Faktor jumlah pasang gigi terkait
c2 ------ Faktor beban
c3 ------ Faktor akselerasi/ percepatan
c4 ------ Faktor kelelahan (fatigue)
c5 ------ Faktor panjang sabuk
c6 ------ Faktor lebar sabuk
c6 err ------ Faktor perhitungan lebar
da mm Diameter luar puli (gilir)
dag mm Diameter luar puli yang besar
dak mm Diameter luar puli yang kecil
dw mm Diameter pitch puli (gilir)
dw1 mm Diameter pitch puli penggerak
dw2 mm Diameter pitch puli yang digerakkan
dwg mm Diameter pitch puli yang besar
dwk mm Diameter pitch puli yang kecil
f Hz Frekuensi dasar
Fstat N Gaya tarik statik sabuk

13
Fu N Gaya tarik efektif sabuk
Fv N Total beban poros
i ------- Rasio transmisi
k1 ---- Faktor beban tarikan sabuk
k2 ---- Serpis factor terikan sabuk
Lf mm Jarak rentang bebas
Lw mm Panjang pitch sabuk
m Kg/m Berat sabuk per m panjang
ms Kg/m.mm Berat sabuk spesifik per m panjang
dan mm lebar
n1 min-1 Kecepatan putar puli penggerak
-1
n2 min Kecepatan putar puli yang digerakkan
ng min-1 Kecepatan putar puli yang besar
nk min-1 Kecepatan putar puli yang kecil
P kW Daya yang akan ditransmisikan
PN kW Power rating untuk lebar efektif
sabuk
PR kW Power rating untuk lebar sabuk yang
dipilih
t mm Kisar gigi (pitch)
v m/s Kecepatan sabuk
z ---- Jumlah gigi sabuk gilir (timing belt)
z1 ---- Jumlah gigi puli penggerak
z2 ---- Jumlah gigi puli yang digerakkan
zg ---- Jumlah gigi puli yang besar
zk ---- Jumlah gigi puli yang kecil
α ° (derajat) Sudut inklinasi sisi sabuk
β
α = 90 −
2
β ° (derajat) Sudut kontak puli yang kecil

14
II.3.1.4. Data dan langkah-langkah desain sabuk gilir

Penggerak sabuk gilir dihitung melalui beberapa tahapan, pada bagian ini akan
dibahas semua rumus-rumus yang dibutuhkan untuk perhitungan:

Data penggerak yang diperlukan :


• Daya dan tipe dari motor penggerak (prime mover)
• Tipe pembebanan untuk mesin yang akan digerakan
• Kondisi kerja mesin
• Kecepatan putar motor dan mesin yang digerakkan
• Rasio transmisi
• Jumlah gigi atau diameter pitch puli penggerak dan yang digerakkan (pendekatan/
disesuaikan dengan space konstruksi)
• Jarak antar sumbu poros (pendekatan/ disesuaikan dengan space konstruksi)

Langkah-langkah perhitungan:

1 Menentukan total serpis faktor c0


Total serpis faktor c0 ditentukan oleh penjumlahan:
Faktor beban c2 dari tabel 2 pada lampiran A1
Faktor akselerasi c3 dari tabel 3 pada lampiran A1
Faktor kelelahan c4 dari tabel 4 pada lampiran A1
c 0 = c 2 + c3 + c 4 .........................................................................................................(1)

2 Pemilihan pitch t sabuk gilir


Pitch t sabuk gilir ditentukan berdasarkan
- Daya yang akan ditransmisikan, P
- Total serpis faktor, c0
- Kecepatan putar puli yang kecil, nk
Diagram pemilihan pitch sabuk berdasarkan faktor-faktor di atas untuk tipe HTD 8M
dan 14M termasuk juga untuk tipe STD S 8M, diberikan dalam gambar 5 pada
lampiran A1.

15
3. Menentukan diameter pitch dw dan Jumlah gigi z sabuk gilir
Diameter pitch dw dihitung berdasarkan harga minimum dan maksimum dari data
desain yang sesuai dengan daya transmisi yang dibutuhkan.

…………………………………………………….……….. (2)

Diameter dan jumlah gigi untuk HTD dan STD puli gilir diberikan pada tabel 13, 14
dan 15 pada lampiran A1.

4. Menghitung panjang pitch Lw dan jarak antar sumbu a


panjang pitch Lw sabuk gilir dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini:

…………………………….. (3)

panjang yang standard dari sabuk gilir ini dapat dilihat pada tabel 11 untuk tipe HTD
dan tabel 12 untuk STD pada lampiran A1.
Jarak antar sumbu a, dipilih berdasarkan panjang sabuk dan jumlah gigi puli tertentu,
dan dapat dihitung menggunakan rumus:

…. (4)

Untuk ratio transmisi i = 1, rumus yang digunakan adalah:

…………………………………. (5)

5. Menentukan faktor jumlah pasang gigi terkait c1 dan faktor panjang sabuk c5
Kedua faktor ini harganya dapat dilihat langsung pada tabel 5 dan 6 lampiran A1.
6. Menentukan lebar b sabuk gilir
Pentingnya lebar sabuk gilir diberikan oleh harga serpis faktor, faktor jumlah pasang
gigi terkait dan faktor panjang. Pada gilirannya semua faktor itu akan tergantung pada

16
- Daya yang akan ditransmisikan, P dan
- Kapasitas daya yang ditransmisikan PN untuk lebar efektif sabuk
Kapasitas daya yang ditransmisikan PN untuk CONTI SYNCHROFORCE CXA III
Heavy-Duty Timing Belts jenis HTD dan STD dapat dilihat pada tabel 7 dan 9
lampiran A1.
Kapasitas daya yang ditransmisikan PR untuk lebar sabuk yang dipilih dan lebarnya
tidak standard (b>20 mm) atau berada diantaranya dihitung dengan mengalikan
kapasitas daya yang ditransmisikan diatas dengan faktor lebar sabuk c6 yang ada pada
tabel 8 dan 10 pada lampiran A1
P R = P N ⋅ c 6 [kW ] ………..……………………………………………. (6)

Syarat ke-1 lebar sabuk gilir dapat dipakai sesuai dengan kapasitas daya yang
ditransmisikannya , jika factor c6 yang telah ditentukan sebelumnya lebih besar dari
faktor perhitungan lebar c6 err

………..…………………………………… (7)

Selanjutnya syarat ke-2 pengecekan dilakukan terhadap gaya efektif yang diizinkan
untuk lebar dan jenis sabuk yang digunakan sehingga Fu < Fu-zul, lihat tabel 16
lampiran A1.

Total serpis faktor, dihitung setelah lebar sabuk dipilih, yaitu:

………..……………………………………….. (8)

7. Menghitung total beban pada poros Fv

gambar II-7.

17
Pembebanan sabuk gilir terhadap poros dihitung berdasarkan kecepatan putar puli
yang kecil nk (output) atau berdasarkan kecepatan linier v sabuk dan daya yang akan
ditransmisikan P. Faktor beban gaya tarik sabuk k1 ditentukan oleh kondisi operasi
dari mesin (lihat tabel 1-a lampiran A2), sedangkan jika lebar sabuk yang dipilih
mengharuskan untuk memilih lebar yang lebih besar dari lebar standard (20 mm)
maka beban poros harus di naikkan dengan serpis faktor gaya tarik sabuk k2 (lihat
tabel 1-b lampiran A2). sehingga gaya yang terjadi pada poros adalah:

β β
60.10 6.P. sin 10 3.P. sin
Fv = k 1 .k 2 2 = k .k . 2 [ N ] ………………................... (9)
1 2
t. z k .n k v

8. Daerah penyetelan
Sama halnya seperti pada sabuk-V, suatu daerah penyetelan yang tampak pada gambar
II.3.d diperlukan baik ke dalam maupun keluar, untuk memudahkan pemasangan,
pembongkaran, dan pengaturan tegangan pada waktu operasi.

gambar II-8
Daerah penyetelan standard ke kedua arah Ci dan Cs diberikan dalam tabel 2
(lampiran A2)

9. Pengecekan tegangan pada saat pemasangan


Tegangan yang terlalu besar akan membuat permukaan sabuk gilir aus dan intinya
terkelupas keluar, yang selanjutnya akan memperpendek umurnya. Sebaliknya, jika
sabuk terlalu kendur maka sabuk akan bekerja dengan tumbukan yang terus-menerus
antara gigi sabuk dan gigi puli yang tidak menutup kemungkinan terjadi peloncatan
(slip).

18
gambar II-9

Tegangan yang sesuai dapat diperoleh dengan menimbang, dimana gaya tarik tertentu
(lihat tabel 3 lampiran A2) dikenakan pada tengah-tengah rentangan sabuk sehingga
diperoleh jarak defleksi yang sesuai dengan hasil perhitungan (gambar II.9)

II.3.2 Pemilihan Motor

II.3.2.1 Motor induksi

Motor induksi adalah suatu motor yang mempunyai konstruksi yang sederhana, kasar
dan harga relatif murah. Sifat – sifat ini diakibatkan karena secara fisik rotornya tidak
terhubung ke sumber tegangan eksternal. Motor – motor induksi dengan ukuran kecil banyak
dipakai untuk fan, mesin cuci dan lain – lain. Motor induksi 3 fasa banyak dipakai di industri.

II.3.2.1.1 Konstruksi Umum

Konstruksi stator dari motor induksi di buat dari besi bundar yang berlapis – lapis dan
slot – slot yang terletak di sekeliling rotor. Rotor dari motor induksi tersusun atas silinder
yang berlapis – lapis dengan slot – slot dipermukaannya. Belitan dalam slot – slot ini ada 2
macam. Kebanyakan yang umum dipakai adalah belitan squirel cage, yang tersusun atas
batangan – batangan tembaga berat yang kedua ujungnya terhubung bersama dengan ring
yang terbuat dari tembaga atau kuningan. Pada motor induksi 3 fasa ini, 3 belitan ditempatkan
masing – masing dengan jarak 120o listrik.

19
Gambar II-10. potongan melintang motor induksi

II.3.2.1.2 Pengaturan kecepatan motor induksi

Pengaturan kecepatan singkron motor induksi dapat diubah dengan cara :


1. Pengubahan jumlah kutub. Metoda ini hanya mengubah kecepatan motor induksi secara
diskrit dan jumlah kutub harus bilangan bulat. Salah satu cara yang nyata untuk mengubah
– ubah jumlah kutub adalah dengan membuat beliatan sendiri – sendiri pada setiap jumlah
kutub, dengan sebuah saklar pemilih.
2. Pengubahan frekuensi, pada metode ini memungkinkan pengubahan kecepatan yang
kontinyu; slip dapat dijaga tetap kecil untuk mempertahankan efisiensi. Supply dengan
frekuensi yang berubah – ubah bisa didapatkan dari fixed frekuensi AC melalui solid –
state frekuensi converter atau inverter. Dalam hal penggunaan sebagai penggerak dengan
kecepatan yang bisa di ubah – ubah.
3. Pengubahan resistansi rotor. Penambahan tahanan r akan menambah slip s, denagn
demikian akan mengurangi kecepatan rotor untuk torsi beban yang diberikan.
4. Kontrol slip dengan piranti tambahan. Bila diperlukan kerja kontinyu pada slip yang tinggi
untuk tujuan kontrol kecepatan, daya slip bisa diambilkan dari rangkaian rotor dan
dikembalikan ke main melalui sebuah frequency converter.
5. Kontrol tegangan jala – jala. Sebuah metode untuk megubah – ubah slip, yang bisa
digunakan pada motor – motor dengan rotor sangkar, adalah dengan mengubah – ubah
tegangan stator.

20
II.3.2.1.3 Prinsip kerja motor induksi

Perputaran medan yang di bangkitkan di stator menginduksikan e.m.f (electronic


magnetic force) didalam rotor. Arus rotor yang disebabkan induksi ini menimbulkan medan
magnet. Interaksi antara dua medan magnet menyebabkan rotor berputar. Ketika sumber AC
diberikan kebelitan stator, suatu perputaran medan magnet dibangkitkan. Perputaran medan
ini memotong batang – batang rotor dan menginduksikan arus didalamnya. Arus yang
diinduksikan ini membangkitkan medan magnet disekitar konduktor rotor, yang akan
berusaha untuk menyamakan dengan medan stator. Sesuai dengan hukum faraday tentang
induksi elektromagnetik

II.3.2.2 Gaya tahanan sabuk

A B
C

gambar II-11
II.3.2.2.1 Gaya tarik sabuk ( Ft )

Lihat segitiga ABC, jika sudut defleksi dibatasi sampai α = 10° maka untuk
menahan berat benda yang dibawa, sabuk harus memiliki kekuatan tarik
gambar II-12.

α
B
A
w
Ft
C

w
Ft = ……………………………………................................................................… (10)
sin α

21
II.3.2.2.2 Momen tahanan (T)

Jika gaya tahanan rata-rata sabuk yang menarik adalah Ft [N], diameter puli adalah D

[m], dan kecepatan konveyor adalah v [m/det], maka momen puntir tahanan Tt [Nm] adalah

Ft .D
Tt = …………………………………………………………………………………(11)
2

II.3.2.3 Daya Motor Sementara

Putaran n (rpm) dari puli penggerak adalah


n = v /(π .D ) ……………………………………………………………………………. (12)

Dengan efisiensi mekanis sebesar η , maka daya rata-rata yang diperlukan adalah

T .n
P= [kW ] ............................................................................................................. (13)
9550.η

Pilihlah untuk sementara data Pm (kW) dan jumlah kutub (p) dari suatu motor standar
yang lebih besar dari daya diatas pada lampiran tabel 7 lampiran C.

II.3.2.4 Momen Percepatan ( Ta )

Bagilah bagian-bagian bergerak yang akan dipercepat dari 0 hingga mencapai


kecepatan v pada waktu start. Secara garis besar untuk kasus konveyor ini besarnya momen
percepatan dihasilkan dari dua gerakan utama yaitu akibat pergerakan translasi dan akibat
gerakan rotasi, untuk jelasnya kedua perbedaan tersebut tampak pada gambar II-13 dibawah
ini

22
Gambar II-13
bagian-bagian bergerak yang akan dipercepat pada waktu start dapat dibagi atas :
komponen yang bergerak lurus
1. pelat yang dibawa (2.0)
2. bagian linier sabuk gilir (2.3)
3. bagian linier sabuk gilir dengan sudut terhadap landasan (2.2)

komponen yang bergerak rotasi


1. bagian puli transmisi (2.1)
2. bagian puli konveyor (2.4)
3. poros (2.5)
4. puli transmisi (2.6)
5. puli konveyor (2.7)

II.3.2.4.1 Gerak translasi

• Arah horizontal

F = m.a + gesekan
bagian yang bergerak horizontal ini terdiri dari pelat dan sebagian sabuk, jika menggunakan
sabuk gilir maka gesekan yang terjadi kecil atau dapat diabaikan sehingga

T = (m 2.0 + m 2.3 )a . R

karena bagian sabuk gilir yang bergerak horizontal ini ada dua bagian yang berpasangan maka

23
T = (m 2.0 + 2 .m 2.3 )a . R …………………………………..…………………………………(14)

• Arah menanjak (menyudut)

F = m.a + gesekan + gaya _ gravitasi


jika sudut yang terbentuk β, gaya gesekan diabaikan maka
T = [m 2.2 .(a + g. sin β ).R ] ……………................................................................................ (15)

II.3.2.4.2 Gerak rotasi

• Rotasi murni

1
J = .m.R 2 …………………..................................…………............................................(16)
2

τ = Σ J .α

a
α= ………………………………………….…….………………………………….(17)
R

untuk kasus seperti gambar II.3.f maka maka besarnya torka :


1. pada puli transmisi
τ = (J 2.1 + 2. J 2.6 ).α ……………….…….…………………………………….…(18)
2. pada puli konveyor termasuk poros
τ = (2. J 2.4 + 4. J 2.7 + 2. J 2.5 ).α …………….……………………………………..(19)

• Akibat pengaruh gerak relative beban

Gambar II-14

24
Jika satu putaran puli menggerakkan beban (pelat ) sejauh L maka besarnya torsi adalah:

1
J 2.0 = .m 2.0 .R 2
2

τ = J 2.0 .α ………………………………………………………………………………... (20)


II.3.2.4.3 Total momen percepatan

Besarnya torsi yang dibutuhkan oleh system adalah :


Total torsi = torsi akibat gerak translasi + torka akibat gerak rotasi
Ta = Σ(T + τ ) ………………………………………...…………………………………..(21)

II.3.2.5 Momen Awal Motor

Dalam keadaan pembebanan secara maksimum, momen puntir yang diperlukan untuk
start adalah
Td = T + Ta ………………………………………………………………………………. (22)

II.3.2.6 Daya Motor Yang Dipilih

Jika output nominal motor adalah Pm (kW) sebagai hasil pilihan sementara pada

n i (rpm), maka besarnya momen pada beban penuh T F [Nm] adalah

9550.PM
TF = …………………………………………………………………………… (23)
n1

Daya motor yang dipilih harus lebih besar dari daya yang dibutuhkan, untuk kecepatan
putar sudut yang sama maka Torsi motor (TF) harus lebih besar dari torsi yang kita butuhkan
(rancang) oleh karana itu

25
TF > Td

Sehingga daya motor yang dipilih adalah

TF .2.π .n
PR = ..................................................................................................................... (24)
6120.η

II.4 Inverter

Inverter biasanya terdapat pada suatu rangkaian kontrol pengatur kecepatan putar
suatu motor. Secara garis besar rangkaian kontrol pengatur kecepatan dapat digambarkan
dengan suatu diagram seperti dibawah ini :

R S T

Inverter
U V W

Gambar II-15. Diagram blok pemasangan inverter

Fungsi inverter ini yaitu mengubah arus DC menjadi arus AC sekaligus mengatur
besarnya frekuensi arus tersebut. Arus yang memiliki variasi frekuensi ini akan menjadi
input motor. Dengan pengaturan frekuensi maka akan dihasilkan kecepatan motor yang
bervariasi sesuai yang di inginkan. Selain itu pengaturan acceleration, desceleration dan
pengereman pada motor dapat diatur melaui inverter. Begitu juga pengaturan torsi pada
kecepatan rendah sehingga kondisi torsi bisa besar pada kecepatan rendah.

26
II.5 Pemilihan poros dan pasak

II.5.1 Diagram benda bebas (DBB)

Komponen-komponen pilihan yang menjadi bagian dari suatu mesin sehingga mesin
atau komponen tersebut dapat memenuhi fungsinya secara proporsional dan aman, merupakan
kriteria yang paling penting dalam perancangan mesin. Untuk kebanyakan kasus, berdasarkan
ilmu perhitungan kekuatan bahan dihitung beban nominal dan tegangan yang diijinkan
sehingga dapat ditentukan ukuran-ukuran komponen yang diperlukan pada tempat-tempat
kritis dimana kemungkinan kegagalan desain akan terjadi.
Sebuah perhitungan kekuatan bahan akan bermanfaat, bila kondisi kerja dan
pembebanan yang timbul untuk komponen tersebut mendekati kenyataan, sebagai langkah
pendekatan untuk mencapai kondisi tersebut maka langkah awal dari setiap penyelesaian
masalah dalam penulisan ini diperoleh dari pengandaian bahwa semua struktur dan bagian
struktur yang ditinjau adalah statis tertentu, yakni semua gaya luar yang bekerja pada benda
dapat dapat ditentukan dengan syarat kesetimbangan (ΣF=0 ; ΣM=0).
Kedua syarat ‘ perlu dan cukup ‘ harus bersama-sama dipenuhi untuk mendapatkan
kesetimbangan benda. Dalam analisa kesetimbangan perlu diperhatikan suatu sistem mekanik
dimana dapat digambarkan secara jelas dan lengkap semua gaya yang bekerja pada benda
tersebut. System ini harus diisolasi dari bagian/sistem lainnya yang ada disekitarnya disebut
BENDA SETIMBANG BEBAS (FREE BODY).

II.5.2 Faktor Keamanan (Factor of Safety)

Istilah faktor keamanan adalah faktor yang digunakan untuk mengevaluasi keamanan
dari suatu bagian mesin. Katakanlah, sebuah elemen mesin diberi efek yang kita sebut sebagai
F. Kita umpamakan bahwa F adalah suatu istilah yang umum dan bisa saja berupa suatu gaya,
momen puntir, momen lentur, kemiringan, lendutan, atau semacam distorsi. Kalau F
dinaikkan, sampai suatu batas tertentu, sedemikian kalau dinaikkan lagi sedikit saja, akan
mengganggu kemampuan bagian mesin tersebut dalam memenuhi fungsi sebagaimana
mestinya. Kalau kita nyatakan batasan ini, sebagai batas akhir dari F adalah Fu, maka faktor
keamanan dapat dinyatakan sebagai

27
Fu S
n= atau S a = u
F n
dimana S u adalah harga pembatas/kekuatan akhir (ultimate strength) dan S a adalah

tegangan izin (allowable strength). Tentu saja kalau S u suatu kekuatan geser maka S a
haruslah suatu tegangan geser, jadi keduanya harus konsisten.
Bila F sama dengan Fu, maka n = 1 sehingga pada kondisi ini tidak ada keamanan
sama sekali, karena alasan ini suatu faktor keamanan dengan n > 1 tidak menghalangi
terjadinya kegagalan.
Tegangan geser yang diizinkan τ a [N/mm2] untuk pemakaian umum pada poros dapat
diperoleh dengan berbagai cara. Berdasarkan perumusan faktor keamanan (n) tersebut diatas,
maka
S sy
τa =
n

berdasarkan teori tegangan geser maksimum S sy = 0,5. S y sehingga

Sy
τa = ............................................................................................................................ (25)
2.n

dimana:
S sy = kekuatan mengalah torsional (torsional yield strength)

S y = kekuatan mengalah (yield strength)

n = harga faktor keamanan – lihat tabel 1 pada lampiran E

II.5.3 Perencanaan poros terhadap beban statis

Poros pada umumnya meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi dan rantai. Dengan
demikian tegangan-tegangan pada permukaan poros bulat pejal yang terjadi karena
pembebanan gabungan dari lenturan dan puntiran adalah

32.M 16.T
σx = τ xy = ……………………………………………………........…(26)
π .d s 3
π .d s 3

28
dimana σ x = tegangan lentur
τ xy = tegangan puntir/ geser

d s = diameter poros
M = momen lentur pada penampang kritis
T = momen puntir pada penampang kritis

Dengan menggunakan lingkaran mohr didapat bahwa tegangan geser maksimum adalah

2
⎛σ ⎞
τ max = ⎜ x ⎟ + τ xy2 ...................................................................................................(27)
⎝ 2 ⎠

Dengan mensubstitusikan σ x dan τ xy dari persamaan (26) pada persamaan (27) memberi

5,1
τ max = . M 2 + T 2 .......................................................................................................(28)
d s3

Beban yang bekerja pada poros umumnya adalah beban berulang. Jika day diteruskan
oleh oleh sabuk, maka tumbukan dapat diserap oleh sabuk itu sendiri, sehingga poros dapat
dibuat sedikit lebih kecil. Bila daya diteruskan oleh roda gigi atau rantai, maka tumbukan
akan dikenakan langsung pada poros sehingga kondisi pembebanannya akan lebih berat.
Dari persamaan (25) besarnya τ max yang dihasilkan harus lebih kecil dari tegangan

geser yang diizinkan τ a , sehingga

1
⎡⎛ 5,1 ⎞ 2 ⎤
3
d s ≥ ⎢⎜⎜ ⎟⎟. (C m . M ) + (C t .T ) ⎥ .....................................................................................(29)
2

⎣⎝ τ a ⎠ ⎦

Persamaan (29) adalah rumus koda ASME (American Society of Mechanical


Engineers), dan seperti yang diperlihatkan oleh proses penurunannya, ia didasarkan pada teori
kegagalan geser maksimum. Dalam koda tersebut, momen lentur M dan momen puntir T
dikalikan dengan kombinasi faktor-faktor kejutan dan lelah, harga-harga C m dan C t yang
disarankan terdaftar pada tabel 1 lampiran E.

29
Besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen puntir pada poros harus dibatasi
juga. Untuk poros yang dipasang pada mesin umum dalam kondisi kerja normal, besarnya
defleksi puntiran dibatasi sampai 0,25 atau 0,3 derajat.
Jika d s adalah diameter poros (mm), θ defleksi puntiran (º), l panjang poros (mm), T
momen puntir [N.mm], dan G modulus geser [N/mm2], maka:

T .l
θ = 584. ................................................................................................................... (30)
G.d s4

II.5.4 Perencanaan pasak

Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-bagian
mesin seperti roda gigi, sproket, puli dan kopling pada poros. Momen diteruskan dari poros ke
naf atau dari naf ke poros.
Pasak benam adalah salah satu jenis dari pasak yang umum dipakai karena dapat
meneruskan momen yang besar. Pada pasak yang rata (sejajar), sisi sampingnya harus pas
dengan alur pasak agar pasak tidak menjadi goyah dan rusak. Ukuran dan bentuk standar
pasak diberikan dalam lampiran F. Untuk pasak, umumnya dipakai bahan st 50 atau st 60,
lebih kuat dari porosnya. Kadang-kadang sengaja dipilih bahan yang lemah untuk pasak,
sehingga pasak akan lebih dahulu rusak dari pada poros atau nafnya. Ini disebabkan harga
pasak yang murah serta mudah menggantinya.
Jika torsi rencana dari poros adalah T [N.m], dan diameter poros adalah d s , maka
gaya tangensial F [N] pada permukaan poros adalah
2.T
F= ............................................................................................................................. (31)
(d s )

Menurut lambang pasak yang diperlihatkan dalam gambar II-16, gaya geser bekerja
pada penampang mendatar b x l [ mm 2 ] oleh gaya F. Dengan demikian tegangan geser τ
( N / mm 2 ) yang ditimbulkan adalah
F
τ= ..................................................................................................................................(32)
b.l

30
Dari tegangan geser yang diizinkan τ a ( N / mm 2 ) , panjang pasak l [mm] yang
diperlukan dapat diperoleh.
F
l≥ .............................................................................................................................. (33)
b.τ a

gambar II-16

Selanjutnya, perhitungan untuk menghindari kerusakan permukaan samping pasak


karena tekanan bidang juga diperlukan.
Gaya keliling F [N] yang sama seperti tersebut di atas dikenakan pada luas permukaan
samping pasak. Kedalaman alur pasak pada poros dinyatakan dengan t1 , dan kedalaman alur
pasak pada naf dengan t 2 . Abaikan pengurangan luas permukaan oleh pembulatan sudut

pasak (lihat lampiran F). Dalam hal ini tekanan permukaan p [ N / mm 2 ] adalah

F
p= …………………………………………………………………….…… (34)
l.(t1 atau.t 2 )

Dari harga tekanan permukaan yang diizinkan p a [N/mm2], panjang pasak yang diperlukan
dapat dihitung dari

F
l≥ ............................................................................................................... (35)
p a .(t1 atau.t 2 )

31
Harga p a adalah sebesar 80 [N/mm2] untuk poros dengan diameter kecil, 100
[N/mm2] untuk poros dengan diameter besar, dan setengah dari harga-harga di atas untuk
poros berputaran tinggi.

Pengecekan terhadap hasil akhir dalam perencanaan pasak ini, panjang pasak jangan
terlalu panjang sebaiknya 75 – 150 % dari diameter poros, karena pasak yang terlalu panjang
tidak dapat menahan tekanan yang merata pada permukaannya sehingga
l
0,75 ≤ ≤ 1,5 .................................................................................................................. (36)
ds

II.6 Hidrolik

Hidrolik adalah teknologi yang digunakan untuk kontrol dan transmisi gaya dengan
menggunakan fluida sebagai media pemindah gaya. Saat ini, hidraulik telah menjadi salah
satu perkembangan industri. Hal ini disebabkan hidraulik digunakan untuk menekan (push),
menarik (pull), mengatur (regulate), atau virtual driver dari semua mesin industri moderen.
Ilmu teknik ini berkaitan dengan tekanan fluida dan aliran fluida. Hubungan antara tekanan,
luas permukaan, kecepatan, gaya dan aliran fluida dinyatakan dalam rumus dibawah ini :
P= F/A ………………...(37)

Gambar II-17. Diagram sirkuit hidrolik

32
Pada penerapannya di industri, sistem hidrolik ini memiliki komponen – komponen
penting diantaranya :

II.6.1 Directional control valve

Valve atau katup adalah peralatan yang menerima perintah untuk menentukan arah
penerusan gaya hidrolik. Jenis aktuasi untuk menentukan arah aliran fluida ini bisa normally
close ataupun normally open

II.6.2 Pompa hidrolik

Alat yang digunakan untuk mengkonversikan energi mekanik ke dalam energi


hidrolik. Pada pemilihan jenis pompa ini harus disesuaikan dengan tekanan yang ingin
dihasilkan dari aktuator. Bentuk pompa, kemampuan pengoperasiannya, kemudahan dalam
perawatan, biaya dan pompa noise. Selain itu perlu juga di perhatikan masalah efiesiensi
pompa dan perhitungan daya dan debit pompa.
Ppompa = m g h + P2 V ………………(38)

Gambar II-18. Pompa Hidrolik

II.6.3 Aktuator

Biasanya berupa silinder yang berfungsi untuk memindahkan energi hidrolik ke


dalam gaya atau perpindahan linear mekanik. Jenis aktuator yang digunakan adalah silinder
aksi ganda. Pada aktuator yang harus diperhitungkan adalah gaya piston maju, gaya piston
mundur, volume maju dan volume mundur, Debit gerakan maju serta tekanan kerja pada
hidrolik.

33
a. Gaya Maju :
Fmaju = Pa d2 .0,785.ή ………………….…(39)
100
b. Gaya Mundur :
Fmundur = Pa (dp2 – dr2).0,785. ή .….. ………………(40)
100
c. Debit gerakan Maju :
Qmaju = V. d2 . 0,785 ……………………(41)

d. Volume Maju :
Vmaju = A.L ……………………(42)
e. Volume mundur
Vmundur = Vmaju – Vrod ……………………(43)
f. Tekanan kerja hidrolik
Tekanan kerja hidrolik (Wp) = Psilinder.(1+HL) ……………………(44)

II.6.4 Pengontrol aliran


Pengontrolan aliran digunakan untuk mengontrol aliran fluida dari satu komponen
dari sistem ke komponen yang lain. Selain itu juga berfungsi untuk memberikan batas
maksimum dari aliran fluida di aktuator dan motor hidrolik

II.6.5 Pengontrolan tekanan

Energi hidrolik dihasilkan selama motor yang mengendalikan pompa bekerja dan
tekanan hidrolik dihasilkan oleh pompa. Jika tidak dikontrol maka aliran akan terus menerus
terjadi dan menyebabkan tekanan yang dihasilkan menjadi terlalu besar. Pengontrolan tekanan
ini berfungsi untuk pengaman sistem terhadap terjadinya kelebihan tekanan dan untuk
mengatur besarnya tekanan kerja yang diharapkan

II.6.6 Motor

Motor hidrolik mengkonversi energi hidrolik menjadi torsi dan dari torsi akan
diubah menjadi daya yang dibutuhkan oleh sistem untuk menggerakan rod aktuator.
Kecepatan motor diatur berdasarkan spesifikasi ukuran yang digunakan. Pada kenyatannya

34
pompa hidrolik dapat juga berfungsi sebagai motor. Kecepatan motor hidrolik dinyatakan
dalam satuan revolution per minute (rpm).

II.6.7 Reservoir

Reservoir ini berfungsi sebagai tempat penampungan, penyaringan udara dan fluida
hidrolik, menghilangkan panas. Gambar dibawah menunjukan reservoir dan penjelasan

Gambar II-19. Reservoir

II.7 Pneumatik

Pneumatik berasal dari kata Yunani yaitu pneuma yang berarti udara. Oleh karena itu
pneumatik merupakan ilmu yang berkaitan dengan udara (Polman, Pneumatik, 1992).
Pneumatik bekerja dengan memanfaatkan udara yang dimampatkan. Udara tersebut
kemudian akan didistribusikan kepada sistem yang akan digunakan.

35
II.7.1 Tekanan Udara
Diagram di bawah ini menunjukan variasi tekanan relatif terhadap tekanan atmosfir.

KPa (bar)
Absolute Gauge
Pressure p ab Pressure pg

Atmospheric
Pressure
p atm ≈ 1bar

Vacuum py

0
Gambar II-20. Variasi tekanan relatif terhadap tekanan atmosfir

Pada dasarnya tekanan udara di atmosfir ini tidak tetap, tergantung dari lokasi geografi
dan cuaca. Tekanan udara dikatakan vacuum jika tekanan di dalamnya lebih kecil dibanding
tekanan di atmosfir. Jadi daerah vacuum ini dibatasi dengan garis nol dibawahnya serta garis
tekanan atmosfir diatasnya (Polman, Pneumatik, 1992).
Pada ruang tertutup fluida akan menekan dengan kekuatan yang sama ke segala arah
dan bekerja tegak lurus terhadap bidang (Ranald V.Giles, Mekanika Fluida & Hidraulika,
1976).
Tekanan didefinisikan sebagai gaya berbanding dengan luas penampang dimana gaya
itu didistribusikan (Harry L Stewart and John M Santos, Fluid Power, 1996).

F1 F2

A1 A2

A1 > A2
F1 > F2

Gambar II-21. Hubungan dalam bejana berhubungan

36
II.7.2 Fluida Gas
Fluida gas adalah fluida yang mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
- Memiliki massa
- Tidak berwujud
- Menekan ke segala arah
- Dapat dimampatkan

II.7.3 Karakteristik Gas

a. Hukum Boyle-Mariotte’s (Hubungan antara tekanan dan volume)


Volume suatu gas pada ruangan tertutup, dengan massa dan temperatur tertentu yang
tetap, akan berbanding terbalik dengan tekanan yang terjadi.

p1 .V1 = p 2 .V2 = p3 .V3 = C ………………………………(45)

V1 V2

p1 p2

Gambar II-22. Hubungan antara tekanan dan volume

b. Hukum Charles
Suatu gas dalam ruangan tertutup volumenya akan berubah bila terjadi perubahan
temperatur T, dengan kata lain perbandingan antara volume V dengan temperatur T
akan selalu konstan.

37
V1 .T2 = V2 .T1 …………………………………………(46)

0 0
C C

Gambar II-23. Hubungan antara temperatur dengan volume

c. Hukum Gay-Lussac
Hukum Gay-Lussac merupakan perpaduan antara hukum Boyle dan Charles yang
menyatakan bahwa apabila volume gas dijaga konstan maka tekanan pada gas akan
berbanding lurus dengan temperatus absolutnya..

p1 .T2 = p 2 .T1 ;V1 = V2 …………………………….…(47)

II.7.4 Konsep dasar sistem pneumatik

Pneumatik merupakan sistem yang digunakan untuk menggerakan aktuator yang


memanfaatkan udara bertekanan sebagai pembawa sinyal.
Menurut P. Croser (1989), sistem pneumatik terdiri dari :
1. Kompresor, berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi energi potensial
pneumatik.
2. Katup, digunakan untuk mengontrol arah pergerakan udara bertekanan ke aktuator.

38
3. Katup pengatur tekanan dan aliran, digunakan untuk mengontrol besarnya tekanan dan
aliran udara aktuator.
4. Aktuator, berfungsi untuk mengubah enegi potensial dari udara bertekanan menjadi
energi mekanik yang dibutuhkan.
5. Penghubung, digunakan untuk menghubungkan udara bertekanan ke berbagai macam
sistem komponen.

II.7.5 Sistem Distribusi Udara

Pendistribusian udara dalam sistem pneumatik ini harus dipertimbangkan agar tidak
terjadi kegagalan fungsi dari sistem pada saat beroperasi. Aspek – aspek yang harus
dipertimbangkan adalah persiapan terhadap :
a. jumlah udara yang dibutuhkan
b. jenis kompresor yang digunakan
c. penempatan yang baik
d. tingkat kelembaban yang diterima
e. kebutuhan pelumasan
f. tekanan yang dibutuhkan
Komponen pneumatik yang berfungsi untuk mengatur aliran udara dari sumbernya
disebut air service, yang merupakan kombinasi dari :
1. Compressor air filter, berfungsi sebagai penyaring kotoran dari aliran udara yang
melewatinya.
2. Compressor air regulator, berfungsi agar tekanan udara dari sumber bisa tetap terjaga.
3. Compressor air lubricated, berfungsi memberikan pelumasan pada sistem
pendistribusian udara.

II.7.6 Aktuator

Jenis – jenis aktuator pada sistem pneumatik :


1. Aktuator gerakan rotari
Contoh dari aktuator jenis ini adalah :
a. Motor yang digerakan oleh udara.
b. Aktuator yang berputar.

39
2. Aktuator gerakan linier
Contoh dari aktuator jenis ini adalah silinder, dimana silinder gerakan linier ini
mempunyai dua jenis yaitu :
a. Silinder akksi tunggal (single acting) adalah silinder yang salah satu
pergerakannya linier maju atau mundur digerakan oleh udara dan mundur atau
mejunya digerakan oleh pegas.
b. Silinder aksi ganda (double acting) adalah silinder yang kedua pergerakan
linier maju dan mundurnya digerakan oleh udara.
3. Aktuator gerakan linier dan rotari
Aktuator ini merupakan gabungan dari aktuator gerakan linier dan rotari. Biasanya
jenis aktuator ini mempunyai fungsi tertentu dan secara konstruksi sistem
pergerakan linier dan rotarinya tidak dapat dipisahkan, contohnya silinder
linier/rotari.

II.7.7 Gaya silinder

Gaya silinder/piston (F) dapat dihitung dari luas penampang permukaan piston (A) dan
tekanan kerja (p) berdasarkan persamaan (Polman, Mekanika dan Fluida Daya 1,2001):

F = A× p ..………………………………………………………...(48)

Dikarenakan bentuk penampang permukaan silinder itu berbentuk lingkaran, maka


gaya silinder/piston (tekanan terakhir) adalah:

d 2 ×π × p
F= ……………………………………………..…(49)
4

dimana :
F = gaya efektif silindeer/piston [N]
p = tekanan kerja [Pa]
d = diameter piston/silinder [m]
A = luas penampang permukaan silinder/piston [m2]

40
II.7.8 Perhitungan ukuran aktuator
Menurut Rohner Peter (1987) ada beberapa kriteria utama dalam memilih ukuran
aktuator pneumatik, yaitu :
1. Gaya ‘output’ untuk gerak maju dan mundur

F = A× p ..…………………………………………………….(50)
dimana :
F = gaya [N]
p = tekanan minimum sistem [ Pa = N m 2 ]

A = luas penampang piston [m2]


Maka : -gaya piston maju

Fmaju = A × p …………………………………………….….(51)

-gaya piston mundur

p × π × (dp 2 − dr 2 )
Fmundur = …………………………………...(52)
4

dimana :

dp = diameter silinder/piston [m]


dr = diameter stroke [m]
sementara jika gaya gesek pada piston kita perhitungkan maka :

FS = FN .μ S ……………………………………………….…(53)

dimana :

41
FS = Gaya gesek [N]

FN = Gaya normal [N]

μ S = Koefisien gesek statis

Bila kita perhitungkan gaya gesek di atas terhdap perhitungan gaya yang diperlukan
silinder maka :

Fmajutotal = Fmaju + FS ……………………………………………………….…(54)

Fmundurtotal = Fmundur + FS ………………………………………………………....(55)

2. Kecepatan gerak piston

Kecepatan gerak piston bisa dihitung dengan menggunakan persamaan :

P
v= ……………………………………………………(56)
F

dimana :
P = daya [Nm/s]
F = gaya penggerak piston [N]
v = kecepatan gerak piston [m/s]
Daya diatas merupakan hasil perhitungan dari :

P = p×Q ………………………………………………...(57)
dimana :
P = daya [Nm/s]

42
p = tekanan [Pa = N/m2]
Q = debit alir udara [m3/s]
Debit alir udara sendiri bias dihitung melalui persamaan :

V
Q= ……………………………………………………………….(58)
t

dimana :
V=Volume silinder [m3]
t= Waktu kerja [s]

3. Kestabilan lengan piston


Faktor ini akan menentukan merata tidaknya gaya yang dikeluarkan piston dalam
menggerakan benda kerja.

Hal – hal diatas perlu dipertimbangkan agar piston/silinder dapat bekerja secara efektif
sesuai dengan kondisi dan aplikasi yang diperlukan.

II.7.9 Perhitungan konsumsi udara (V)

Bila kita menggunakan sistem pneumatik maka kita tidak bisa lepas dari
pengkonsumsian udara untuk mengaktifkan sistem tersebut, dan pengkonsumsian udara ini
tentunya merupakan bagian dari biaya operasi, dikarenakan aktuator yang digunakan
berbentuk silinder maka konsumsi udara dapat dihitung dengan persamaan :

π ×d2
V = ×H× p …………………………………..….(59)
4

dimana :
V = Volume udara yang dibutuhkan [mm3]

43
d = Diameter penampang yang bekerja [mm]
H = Panjang langkah piston / stroke [mm]
p = Tekanan kerja sistem [bar]

II.8 Elektropneumatik

Elektropneumatik sebenarnya merupakan sistem kontrol pneumatik dimana


memanfaatkan energi listrik sebagai pembawa sinyal kontrolnya. Sistem elektropneumatik
merupakan pengembangan dari sistem pneumatik, dimana prinsip kerjanya memilih energi
pneumatik sebagai media kerjanya (tenaga penggeraknya), sementara media kontrolnya
memanfaatkan sinyal elektrik (elektronik). Hal itu dipilih karena sinyal elektrik lebih cepat
responnya daripada sinyal pneumatik.
Pada sistem ini sinyal elektrik dialirkan ke koil (solenoid) yang terpasang pada katup
pneumatik dengan mengaktifkan saklar, sensor ataupun komponen lainnya.
Sinyal yang dikirimkan tadi akan menghasilkan elektromagnetik dan akan
mengaktifkan katup pengatur arah sebagai elemen akhir pada rangkaian kerja pneumatik.
Sedangkan nantinya media kerja pneumatik yang akan menggerakan elemen kerja pneumatik
seperti silinder atau motor pneumatik yang akan menjalankan sistem.
(Disadur dari David W.P, 1990)

II.8.1 Elemen listrik pada elektro pneumatik

Bila energi listrik ada dan akan dimanfaatkan, maka perlu diproses dan disebarkan
oleh komponen/elemen utama. Berikut beberapa komponen/elemen utama dalam elektro
pneumatik :

1. Input sinyal listrik


Untuk mendapatkan sinyal listrik ini bisa dilakukan dengan cara mengaktifkan saklar
atau sensor baik yang prinsip kerjanya secara mekanik ataupun elektronik. Sinyal yang
diberikan ini kerjanya tergantung dari fungsi sinyal tersebut. Berdasarkan fungsi sinyal
ini ada tiga jenis sambungan pada saklar :
a. Normally open, kondisi aktif ketika sambungannya tersambung ( ).
b. Normally closed, kondisi aktif ketika sambungannya tidak tesambung

44
c. Change over, merupakan kombinasi dari normally open dan closed.
2. Pengolah sinyal listrik
Elemen ini berfungsi untuk mengontrol aliran sinyal listrik. Berikut beberapa elemen
yang termasuk ke dalam elemen pengolah sinyal listrik :
a. Relay, merupakan elemen penyambung saluran dan pengontrol sinyal, dimana
konsumsi arusnya cukup kecil.
b. Solenoid, dalam kasus elektro pneumatik ini, biasanya solenoid ini berfungsi untuk
mengaktuasikan katup ketika arus listrik dialirkan pada koilnya.
c. Kontaktor, merupakan relay tetapi mempunyai kemampuan beban yang tinggi, atau
dengan kata lain bisa mengalirkan arus yang lebih tinggi.
3. Elemen akhir
Elemen akhir ini digunakan untuk menggabungkan sinyal elektrik dan pneumatik,
biasanya terdiri dari katup yang diaktuasikan olah solenoid. Maksudnya adalah untuk
menyalurkan sinyal kerja digunakan katup – katup pneumatik, sedangkan untuk
mengatur arah aliran sinyal kerjanya memanfaatkan sinyal listrik yang dialirkan
kepada koil pada solenoid.

II.9 Programmable Logic Controller (PLC)

PLC didefinisikan sebagai singkatan dari Programmable Logic Controller, alat ini
mempunyai kemampuan menyimpan instruksi – instruksi untuk melaksanakan fungsi – fungsi
kontrol untuk melaksanakan suatu perintah kerja yang sekuensial, perhitungan aritmatika,
ataupun sarana komunikasi untuk mengontrol baik itu sebuah mesin ataupun proses
pengerjaan.

II.9.1 Ciri – ciri PLC

Berikut beberapa ciri dan keuntungan dari PLC :

Ciri - ciri Keuntungan


Komponen solid state * Kehandalan tinggi
Ukuran kecil * Membutuhkan ruang yang minimal
Variasi I / O * Bisa mengendalikan berbagai macam perangkat keras

45
Programmable memory * Sederhana dalam pengubahan program
* Fleksibel dalam pengendalian
Software function * Mengurangi hardware dan biaya peralatan
* Mudah dalam pengubahan set awal
Modular arsitektur * Mudah dalam instalasi
* Mudah dalam expansion
* Fleksibel dalam instalasi

II.9.2 Komponen PLC


Komponen- komponen PLC yang diperlukan antara lain :
1. Central Controller Unit (CCU) atau disebut juga Central Processing Unit (CPU),
yang terdiri dari :
- Prosessor
- Memori
- Catu daya
2. Masukan / keluaran atau interface.
3. Device program.

II.10. Piercing Tool Hydroulic

Press tool adalah alat bantu pembentukan produk dari bahan dasar lembaran atau
potongan pelat yang operasinya menggunakan alat press. Presstool hydroulic menggunakan
media oli atau air sebagai sumber tenaga alat press.
Piercing adalah proses pemotongan yang menghasilkan lubang secara utuh pada
material/blank dengan alat bantu presstool, dan seluruh sisinya terpotong secara serempak.
Piercing hole adalah lubang pada blank material , yang dihasilkan dari proses
pemotongan tunggal , dengan bentuk kontur terpotong secara utuh.
Piercing tool adalah jenis presstool untuk melakukan piercing pada material/blank.

Sebagai mana telah kita ketahui bersama , bahwa presstool terdiri dari beberapa
elemen pendukung seperti die set, punch, pengarah/penepat, dies, stripper dan stopper.

46
Punch-dies clearence pada tool akan mempengaruhi kualitas lubang yang dihasilkan maka
lebar jarak antar permukaan punch dan dies menentukan besar burr pada blank. Ketinggian
burr tidak hanya dipengaruhi dengan kondisi clearence saja namun dipengaruhi oleh kondisi .

II.10.1 Penetrasi

Pengertian
Penetrasi pemotongan : Adalah penembusan punch kedalam pelat strip sehingga terjadi proses
pemotongan.
1. Jenis penetrasi
2. Penetrasi pemotongan
o Penembusan punch terhadap strip material,
o Penetrasi normal adalah 1/3 – ½ tebal pelat,
Penetrasi pemotongan = (1/3 – ½) s [mm]……………………………….(60)
o Sisi terpotong rata.
Ket : s tebal pelat [mm]
3. Penetrasi Die/Pengeluaran
a. Penembusan punch dari ketebalan pelat strip/material menembus die, dan
mendorong scrap keluar die,
b. Tinggi penetrasi
i. min 1 x tebal pelat
ii. max 3 x tebal pelat < 2mm
Tinggi penetrasi = (1 – 3) s [mm]………………………………….(61)

Gambar II.24

47
II.10.2. Fracture (patahan)
Pengertian
Fracture : Adalah patahan yang terjadi pada strip akibat penetrasi punch sehingga membentuk
sisi potong yang tidak rata (burr).
Bentuk fracture
o Patahan terbentuk setelah penetrasi punch,
o Sisi patahan tidak rata,
o Petahan terbentuk mulai dari sisi ujjung punch sampai ujung sisi ujung die,
o Sudut patahan sesuai clearence,
o Tinggi patahan = (1 /2 – 2 /3) s [mm]……………………………………………..(62)

II.10.3 Clearence
Pengertian
Clearence : Adalah kelonggaran (selisih ukuran) antara sisi potong dies terhadap sisi potong
punch.
Fungsi clearence:
o Mencegah terjadinya gesekan antara punch dan dies saat operasi pemotongan,
o Menentukan kualitas sisi potong yang diharapkan,
o Menentukan ketepatan toleransi produk/lubang hasil yang diperlukan,
o Berpengaruh terhadap burr yang terjadi.

Klasifikasi clearence:
1. Excessive Clearence (kasar):
o Clearence relative besar,
o Membentuk burr yang besar,
o Bibir pelat pada permukaan terpotong membentuk radius cukup besar,
o Permukaan bawah bibir blank/scrap membentuk radius,
o Penetrasi pemotongan kecil.
2.Proper Clearence (normal):
o Clearence medium.
o Bentuk burr relative kecil,
o Radius pada bibir pelat terpotong relative kecil,
o Penetrasi pemotongan dapat mencapai 1 /2 tebal pelat.

48
3.Sufficient Clearence:
o Clearence relative kecil,
o Membentuk 2 bidang pemotongan dan patahan,
o Burr sangat kecil,
o Tekanan pemotongan lebih besar.

Penempatan clearence
Lubang yang dihasilkan dengan proses piercing, maka:
- Dimensi nominal pada punch
- Clearence pada dies

Clearece pada dies (scrap clearence)


Pengertian
Kebebasan dies : Adalah kebebasan lubang pada dies untuk mengeluarkan scrap pemotongan.
Jenis kebebasan:
1. Angular clearence
o Kebebasan secara menyudut sekeliling lubang dies,
o Pemakaiaan pada blank yang tidak beraturan,
o Max sudut bebas 2o presisi.
2. Cylindrical relief
o Kebebasan berbentuk lurus dengan dimensi lebih besar dari lubang dies,
o Bagian yang berhubungan dengan lubang dies dibentuk radius atau
menyudut, pemakaian pada lubang berbentuk cylinder,
o Dimensi cylindrical relief lebih besar 0,5 mm dari dimensi punch.

Dimensi clearence dan penetrasi die


Dimensi clearence
Dimensi clearence pada dies atau punch dapat ditentukan dengan beberapa
empiris:
1. Cara perhitungan
Unsur yang menentukan :
o Faktor tebal bahan (s)

49
o Shear stress of material(τb),
o Working factor (c).
o Rumus perhitungan:
Us = clearence
Us = c . s √ τb mm/ sisi s <3 mm……. ……………………………………..(63)

2. prosentase tebal strip,


unsur yang menentukan :
o tebal strip material(s)
o tensile strength of material(Rm)
Us = s . c %…………………………………………………………….……(64)

II.10.4 Land (tebal bibir potong)


Pengertian
Land (tebal bibir potong) : Adalah bidang datar pada daerah bibir potong dies, yang
diperlukan untuk memberikan ketahanan dies saat pemotongan.
Dimensi land :
Unsur yang menentukan:
o ketebalan strip material,
o Kekerasan dies,

o H = (2 …3) x s…………………………………………………………..….(65)

Gambar II.25

50
II.10.5 Perhitungan gaya piercing

F = τ B . π .d.s [N]…………………………...................................................…..…(66)
τ Bizin ≈ 0,8.Rm …………………………........................................................….…(67)
gaya potong(piercing) = π .d .s.0,8.Rm [N]…...........................................................(68)
gaya stripper = 3.5% . gaya potong [N]…………………………………………...(69)

keterangan :
F = gaya potong [N]
d = diameter lubang yang diinginkan [mm]
s = tebal material
Rm = batas tarik maksimum (yeald stresses)[N/mm 2 ]
Fs = gaya stripper [N]

51
BAB III
MEKANISME KERJA MESIN

S ta rt

Y Lam pu
E m e rg e n c y
M e n y a la ?

M C B 3 fa s a
ON

M a in S w itc h O N

S w itc h
P a n e l O p e ra tin g O N

M e s in s ia p
p ro s e s

M an
M a n /A u to ?

M e s in
A u to d io p e rs ik a n
m anual

Sensor
B e n d a K e rja
A k tif
B

52
A

To m b o l S ta rt
d ite k a n

M o to r k o n ve yo r
fo rw a rd

S e n s o r 1 A k tif

P ro s e s
D ra w in g I

M o to r k o n ve yo r
fo rw a rd

S e n s o r 2 A k tif

P ro s e s
P ie rc in g I

M o to r k o n ve yo r
re ve rs e

53
C

Sensor 3 Aktif

Proses
Piercing II

M otor konveyor
forw ard

Sensor 4 Aktif

Proses
Piercing III

M otor konveyor
forw ard

Sensor 5 Aktif

54
D

Proses
Draw ing II

M otor konveyor
forw ard

Sensor 6 Aktif

Proses
Piercing IV

M otor konveyor
reverse

Sensor 4 Aktif

M otor konveyor
forw ard

Sensor 7 Aktif

55
E

Proses
Piercing V

M otor konveyor
forw ard

Tom bol Stop


ditekan

M otor konveyor
OFF B

Start

56
Prosedur Drawing I

M otor konveyor Silinder Stopper S1


OFF Set

Sensor m aksim al
silinder stopper I
aktif

Silinder
side positioning
Set

Sensor m aksim al
silinder
side positioning
aktif

Silinder
proses draw ing I
Set

Silinder
Draw ing I
m aksim al ?

Silinder
Silinder stopper I
side positioning
Reset
reset

Sensor m inim al
silinder stopper I
aktif

57
Prosedur Drawing II

M otor konveyor Silinder Stopper S5


OFF Set

Sensor m aksim al
silinder stopper 5
aktif

Silinder
side positioning
Set

Sensor m aksim al
silinder
side positioning
aktif

Silinder
proses Draw ing II
Set

Silinder
Draw ing II
m aksim al ?

Silinder
Silinder stopper 5
side positioning
Reset
reset

Sensor m inim al
silinder stopper 5
aktif

58
Prosedur Piercing I

M otor konveyor Silinder Stopper S2


OFF Set

Sensor m aksim al
silinder stopper 2
aktif

Silinder
side positioning
Set

Sensor m aksim al
silinder
side positioning
aktif

Silinder
proses piercing I
Set

Silinder
Piercing I
m aksim al ?

Silinder
Silinder stopper 2
side positioning
Reset
reset

Sensor m inim al
silinder stopper 2
aktif

59
Prosedur Piercing II

M otor konveyor Silinder Stopper S3


OFF Set

Sensor m aksim al
silinder stopper 3
aktif

Silinder
side positioning
Set

Sensor m aksim al
silinder
side positioning
aktif

Silinder
proses piercing II
Set

Silinder
piercing II
m aksim al ?

Silinder
Silinder stopper 3
side positioning
Reset
reset

Sensor m inim al
silinder stopper 3
aktif

60
Prosedur Piercing III

M otor konveyor Silinder Stopper S4


OFF Set

Sensor m aksim al
silinder stopper 4
aktif

Silinder
side positioning
Set

Sensor m aksim al
silinder
side positioning
aktif

Silinder
proses piercing III
Set

Silinder
piercing III
m aksim al ?

Silinder
Silinder stopper 4
side positioning
Reset
reset

Sensor m inim al
silinder stopper 4
aktif

61
Prosedur Piercing V

M otor konveyor Silinder Stopper S7


OFF Set

Sensor m aksim al
silinder stopper 7
aktif

Silinder
side positioning
Set

Sensor m aksim al
silinder
side positioning
aktif

Silinder
proses piercing V
Set

Silinder
piercing V
m aksim al ?

Silinder
Silinder stopper 7
side positioning
Reset
reset

Sensor m inim al
silinder stopper 7
aktif

62
BAB IV
ALTERNATIF PERANCANGAN

IV.1 Alternatif Pengikatan Rangka

Alternatif 1
(pengikatan rangka dengan baut)

Keuntungan Kerugian

• Memudahkan memasang (perakitan) • Jarak antar lubang baut (pusat


dan melepas beberapa komponen atau sambungan) harus akurat (presisi)
sub susunan tertentu • Waktu pembuatan/ proses pemesinan
• Sifat pegikatan semi permanen lebih lama dan biaya yang lebih besar
• Memungkinkan pengiriman produk • Distribusi beban (gaya-gaya yang
(delivery) dalam bentuk komponen bekerja) terpusat pada baut
yang terpisah

62
Alaternatif 2
(pengikatan rangka dengan las-lasan)

Keuntungan Kerugian

• Rigid • Perakitan (penepatan posisi) dan


• Distribusi beban (gaya-gaya yang pelepasan beberapa komponen atau sub
bekerja) merata pada sekeliling profil susunan tertentu lebih sulit
yang diikat • Sifat pegikatan permanen
• Biaya murah • Pengiriman produk jadi (delivery)
dalam bentuk komponen yang terpisah
tidak dapat dilakukan

63
Penilaian Alternatif Pengikatan Rangka

Penilaian teknis
Aspek teknis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Pencapaian 2 8 3 12 4 4 16
fungsi
Permesinan 1 3 4 12 4 3 12
Handal 2 4 3 6 4 2 8
Penampilan 2 2 3 3 4 1 4
Total 7 17 13 33 16 10 40
% Teknis 0.425 0.825 1

Penilaian Ekonomis
Aspek ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Biaya 2 2 3 3 4 1 4
Total 2 2 3 3 4 1 4
% Ekonomis 0.5 0.75 1

Keterangan
1:kurang 3:cukup baik
2:cukup 4.baik
n:nilai b:bobot

0.9
0.8
0.7
Aspek Teknis

0.6
0.5 Alternatif 1
0.4 Alternatif 2
0.3
0.2
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Aspek Ekonomis

Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi
dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan pengikatan
rangka dilakukan dengan cara pengelasan

64
IV.2 Alternatif Pengikatan Rangka
Alternatif 1
(Antisipasi gaya pemotongan dengan idler)

Keuntungan Kerugian

• Dudukan puli gilir tetap terhadap meja, • Konstruksi lebih rumit.


karena tegangan awal sabuk diatur oleh • Akan mengurangi umur teknis dari
idler. sabuk gilir (gesekan & tekukan).
• Memperbesar sudut kontak, sehingga • Untuk jarak antar sumbu poros yang
jumlah gigi yang berpasangan terhadap sama, membutuhkan panjang pitch
puli lebih banyak dan kemungkinan sabuk gilir yang lebih panjang.
loncatnya gigi sabuk terhadap alur puli • Membutuhkan gaya tahanan sabuk
(slip) semakin kecil. yang lebih besar.
• Mengurangi getaran pada sisi kendor • Kemungkinan terjadinya defleksi
dan mengurangi tumbukan antara gigi terhadap benda kerja lebih besar akibat
sabuk dan gigi puli. gaya perlawanan dari idler.

65
Alternativ 2
(Antisipasi gaya pemotongan dengan pemberat)

Keuntungan Kerugian

• Konstruksi lebih sederhana • Total beban yang dipindahkan terhadap


• Untuk jarak antar sumbu poros yang poros lebih besar
sama, membutuhkan panjang pitch • Getaran pada sisi kendor dan tumbukan
sabuk gilir yang lebih pendek antara gigi sabuk dan gigi puli akan
dibandingkan dengan pemakaian idler relatif lebih besar
• Gaya tahanan sabuk yang terjadi lebih • Membutuhkan konstruksi pendukung
kecil untuk gerak linier (pengatur)
• Kemungkinan terjadinya defleksi
terhadap benda kerja lebih kecil

66
Penilaian Antisipasi gaya pemotongan

penilaian teknis
Aspek teknis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Pencapaian 2 8 4 16 4 4 16
fungsi
Permesinan 3 9 2 6 4 3 12
Handal 1 2 3 6 4 2 8
Penampilan 2 2 3 3 4 1 4
Total 8 21 12 31 16 10 40
% Teknis 0.525 0.775 1

Penilaian Ekonomis
Aspek ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Biaya 2 2 3 3 4 1 4
Total 2 2 3 3 4 1 4
% Ekonomis 0.5 0.75 1

Keterangan
1:kurang 3:cukup baik
2:cukup 4.baik
n:nilai b:bobot

1
Aspek Teknis

0.8
0.6 Alternatif 1
0.4 Alternatif 2
0.2
0
0.74 0.75 0.76 0.77 0.78
Aspek Ekonomis

Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi
dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan terhadap
antisipasi putusnya sabuk dilakukan dengan pemberat.

67
IV.3 Alternatif Media Kerja
Media kerja ini digunakan untuk proses piercing dan drawing, sehingga plat tersebut
terlubangi dan tertekuk. Oleh karena itu konstruksi ini harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :
- Mampu menekan plat dan membentuk plat
- Mampu melubangi plat dengan proses piercing
Alternatif 1 :
(Hidrolik)

No Keuntungan No. Kerugian


1. Gaya dan tekanan yang mampu 1. Viscositas fluida bervariasi terhadap
dihasilkan sangat besar serta perubahan pneumatik.
mudah dalam pengontrolannya
2. Gerakan yang ditimbulkan halus 2. Tidak memungkinkan untuk industri
(bebas hentakan) dan lambat yang bersifat steril
3. Kecepatan gerak dapat dikontrol 3. Bila terjadi kebocoran mengurangi
4. Bersifat melumasi diri . tekanan kerja
5. Lebih presisi dibanding media 4. Biasanya perancangan dan
kerja pneumatik. komponennya sangat mahal
6. Gaya / Torsi relatif konstan 5. Membutuhkan pengetahuan khusus
terhadap perubahan kecepatan
gerak
7. Perubahan arah gerak dapat
dikontrol secara langsung saat
aktuator gerak.
8. Gaya,tekanan besar dengan
dimensi yang kecil dan bobotnya
ringan.
9. Dengan motor hidrolik, efisiensi
bagus.
10. Suku cadang sederhana dan
mantap.
11. Kebutuhan akan ruangan cukup

68
terbatas.
Tidak memerlukan banyak
pemeliharaan.
12. Kuat untuk kondisi proses yang
bergerak secara kontinyu

Alternatif ke- 2 :
(Pneumatik)

No. Keuntungan No. Kerugian


1. Gaya dan tekanan yang 1. Perlu tambahan peralatan mekanik
dihasilkan kecil sampai dengan untuk mendapatkan perubahan posisi
menengah. yang teliti.
2. Pemasangan pipa lebih mudah. 2. Kebocoran sulit terdeteksi dan mudah
terjadi.
3. Gerak cepat mudah ditimbulkan . 3. Relatif mahal
4. Dapat dioperasikan untuk 4. Membutuhkan pengetahuan khusus.
industri yang bersifat steril.
5. Sistem sederhana dan aman. 5. Harga operasi mahal.
6. Gaya dibatasi oleh tekanan dan 6. Kebocoran dan pembuangan udara
diameter silinder. menyebabkan kebisingan (perlu
peredam)
7. Dengan motor udara, efisieansi 7. Dapat terjadi perubahan tekanan
kecil sehingga kecepatan tidak stabil
8. Dapat terjadi pendinginan udara
9. Kemungkinan terjadi kecepatan –
kecepatan aliran yang sangat tinggi.

69
Alternatif ke-3 :
(Ulir transporter)

No Keuntungan No Kerugian
1 Mampu menahan beban putar 1 Sulit di assembling
2 Langkahnya dapat diatur 2 Roda gigi mudah aus
(menggunakan motor servo)
3 Relatif mahal
4 Cukup rumit dan membutuhkan banyak
tempat
5 Penggunaan untuk instalasi – instalasi
yang diautomasikan adalah terbatas

Keterangan skala angka penilaian


Kurang Cukup Sedang Baik

1 2 3 4

Daftar penilaian alternatif dari segi teknis,


No. Kriteria Teknis Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
1. Pencapaian Fungsi 4 3 2
2. Kekuatan 4 2 2
3. Perawatan 2 4 2
4. Assembling 3 3 1
5. Faktor Keamanan 4 2 1

Total 18 15 8
Tabel 1. Penilaian alternatif media kerja

Dengan melihat tabel 1 maka pemilihan media kerja berupa hidrolik untuk proses piercing
dan drawing. Sedangkan pemakaian media kerja pneumatik untuk stopper dengan
mempertimbangkan, efisiensi baik pada gerak linear dan incompressible.

70
IV.4 Alternatif pemilihan Sensor Benda Kerja

Dalam kasus ini, benda kerja merupakan jenis logam oleh karena itu diambil tiga
alternatif pemilihan sensor, yaitu :
1. Alternatif satu
Menggunakan sensor Induktif
2. Alternatif dua
Menggunakan sensor kapasitif
3. Alternatif tiga
Menggunakan sensor opto elektronik

Kriteria Induktif Kapasitif OptoElektronik


N N.B N N.B N N.B
Pendeteksian benda logam 4 16 4 16 4 16
Akurasi dalam pendeteksian 4 12 3 9 1 3
Ketepatan dalam pendeteksian 3 9 2 6 1 3
benda kerja
Pendeteksian benda non logam 1 1 4 4 4 4
Total - 38 - 35 - 26

Keterangan :
B = Bobot
N = Nilai
1 = kurang
2 = cukup
3 = cukup baik
4 = baik

Dari tabel di atas terlehat bahwa sensor induktif lebih baik untuk digunakan pada mesin ini.

71
IV.5 Alternatif desain press tools

Alternatif 1

Keuntungan Kerugian

ƒ Biaya pemesanan silinder akan • Pegas yang digunakan pada setiap tools
murah dengan menghemat jumlah akan berbeda.
silinder yang harus dipakai .
ƒ Jumlah selang yang dihubungkan
akan semakin simpel.
ƒ penggunaan silinder lebih efektif.
ƒ Pembuatan konstruksi stripper lebih
sederhana.
ƒ Pemasangann stripper dengan cara
memanjang menjamin kelurusan
pelat (tidak terjadinya defleksi
terhadap pelat karena penekanan
stripper).
ƒ Lebih menjamin kepresisian jarak
antar lubang hasil piercing.

72
Alternatif 2

Keuntungan Kerugian

• Penggunaan pegas stripper untuk • jumlah silinder yang dibutuhkan


lubang yang sama adalah seragam. semakin banyak sehingga biaya akan
• dalam pemasangan silinder akan terlalu lebih mahal.
sulit karena saling berhimpit. • bila dilihat dari proses perangkaian,
jumlah selang yang dihubungkan akan
semakin komplek .
• Mengingat silinder yang dipakai untuk
memotong sebuah lubang dengan
pemotongan tiga buah lubang secara
serempak adalah sama, maka
penggunaan pada alternatif ini tidak
efektif.
• Walaupun pembuatan konstruksi
stripper adalah seragam, tapi tingkat
kesulitan proses adalah tinggi.

73
Antisipasi gaya pemotongan

penilaian
teknis
Aspek teknis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Pencapaian
fungsi 4 16 2 8 4 4 16
Permesinan 3 9 2 6 4 3 12
Handal 4 8 4 8 4 2 8
Penampilan 4 4 2 2 4 1 4
Total 15 37 10 24 16 10 40
% Teknis 0.925 0.6 1

Penilaian Ekonomis
Aspek ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Biaya 4 4 1 1 4 1 4
Total 2 2 3 3 4 1 4
% Ekonomis 0.5 0.75 1

Keterangan
1:kurang 3:cukup baik
2:cukup 4.baik
n:nilai b:bobot

1
Aspek Teknis

0.8
0.6 Alternatif 1
0.4 Alternatif 2
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Aspek Ekonomis

Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 1 memiliki point yang lebih tinggi
dibandingkan dengan alternatif kedua, oleh karena itu dalam perancangan press tool dengan
satu silinder penggerak.

74
IV.6 Alternatif Perancangan Konstruksi slider

Alternatif 1

Keuntungan Kerugian

• Konstruksi simpel • Konstruksi adjuster membutuhkan


• Alignment elemen-elemen transmisi kepresisian
lebih terjamin • Poros cepat aus, sehingga mem-
• Kemudahan dalam proses bongkar butuhkan pelumasan
pasang • Gerakannya seret (gesekan besar)
• Butuh lebih banyak proses pemesinan
• Umur teknis lebih rendah

75
Alternatif 2

Keuntungan Kerugian

• Gerakannya mulus • Konstruksi lebih kompleks


• Gesekan yang terjadi kecil • Alignment harus lebih diperhatikan
• Pelumasan lebih terjamin sewaktu bongkar pasang
• Rigiditas lebih tinggi
• Pemakaian elemen standar lebih banyak
• Umur teknis lebih lama

76
Pemilihan konstruksi slider

Penilaian teknis
Aspek teknis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Pencapaian
fungsi 2 8 4 16 4 4 16
Permesinan 2 6 3 9 4 3 12
Handal 2 4 4 8 4 2 8
Penampilan 2 2 3 3 4 1 4
Total 8 20 14 36 16 10 40
% Teknis 0.5 0.9 1

Penilaian Ekonomis
Aspek ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Biaya 2 2 3 3 4 1 4
Total 2 2 3 3 4 1 4
% Ekonomis 0.5 0.75 1

Keterangan
1:kurang 3:cukup baik
2:cukup 4.baik
n:nilai b:bobot

0.8
Aspek Teknis

0.6 Alternatif 1
0.4 Alternatif 2

0.2

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Aspek Ekonomis

Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi
dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan bantalan dipasang
pada bagian slider.

77
IV.7 Alternatif Variator kecepatan
Alternatif 1

Alternatif 1

Keuntungan Kerugian

ƒ Harga lebih murah • Pengaturan dilakukan secara mekanis


ƒ Sangat cocok untuk sistem yang dan butuh waktu yang lebih lama.
dalam operasinya membutuhkan • Dibutuhkan rasio reduksi yang lebih
kecepatan yang berubah-ubah besar.
• Kecepatan diatur dengan perbandingan
diameter puli.
• Kecepatan yang diinginkan belum tentu
tercapai.

78
Alternatif 2

Keuntungan Kerugian

ƒ Pengaturan dengan digital. • Harga Relatif mahal.


ƒ Rasio reduksi (gear head ) bisa
lebih rendah.
ƒ Kecepatan diatur dengan mengubah
frekuensi.
ƒ Kecepatan yang diinginkan akan
selalu tercapai.
ƒ Kemampuan merubah, meregulasi
kecepatan dan kemampuan
menyesuaikan torsi dengan
dinamika gerakan yang tinggi.
ƒ Ketepatan posisi sangat baik.

79
Variator Kecepatan
penilaian teknis
Aspek teknis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Pencapaian 1 4 4 16 4 4 16
fungsi
Permesinan 1 3 4 12 4 3 12
Handal 2 4 3 6 4 2 8
Penampilan 2 2 4 4 4 1 4
Total 6 13 15 38 16 10 40
% Teknis 0.325 0.95 1

Penilaian Ekonomis
Aspek ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Biaya 3 3 2 2 4 1 4
Total 3 3 2 2 4 1 4
% Ekonomis 0.75 0.5 1

Keterangan
1:kurang 3:cukup baik
2:cukup 4.baik
n:nilai b:bobot

Alternatif Variator Kecepatan

1
Aspek Teknis

0.8
0.6 Alternatif 1
0.4 Alternatif 2
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Aspek Ekonomis

Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi
dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan pencapaian
kecepatan dilakukan dengan inverter.

80
BAB V
PROSES PERANCANGAN, PERHITUNGAN DAN PENGOLAHAN
DATA

V.1 Perancangan daya motor

V.1.1 Momen Tahanan (T)


Jika diameter puli D = 140 mm, berat pelat w = 7 kg = 68,67 [N] dan sudut defleksi α
dibatasi sampai 10º, maka berdasarkan persamaan (10) gaya tarik sabuk adalah
68,67[kg ]
Ft = = 395,46[ N ]
sin 10°
Mengacu pada lebar sabuk standar, dalam tabel 2 lampiran A2 untuk lebar sabuk yang
paling kecil b = 20 mm diperoleh Fu.izin = 1800[ N ] , maka dilihat dari kekuatan tarik izinnya
sabuk dengan lebar 20 mm mampu menahan tarikan akibat beban pelat, oleh karena itu dalam
perhitungan daya motor dipakai harga tahanan sabuk yang sama dengan gaya tarik izin
Ft = 1800[ N ] .
Berdasarkan persamaan (11) besar momen tahanan adalah
1800{N ].140.10 −3 [m ]
Tt = = 126 [Nm]
2

V.1.2 Kecepatan putar puli penggerak


Jika v = 0,1 [m/det] dan diameter puli = 140 [mm], berdasarkan persamaan (12) maka
putaran puli penggerak konveyor :
60.10 3.0,1[m / det 2 ]
n= =13,64 [rpm]
π .140[mm ]

V.1.3 Daya motor sementara

81
Pada tabel 8 lampiran C efisiensi mekanis untuk transmisi sabuk gilir η = 0,97 maka daya
motor sementara berdasarkan persamaan (13)
126[ N .m].13,64[ rpm]
P= = 0,186 kW
9550.0,97
Dalam tabel 8 lampiran C diperoleh daya motor yang lebih besar dan kecepatan
putarnya paling mendekati kecepatan putar konveyor dengan data sebagai berikut
PM p ni R no T0 Tipe

CNHM
0,2 4 1500 59 25,4 7,09
4090

dimana:
PM = daya motor [kW]
p = kutub
n i = kecepatan putar masukan [rpm]
1/r = rasio
n o = kecepatan putar keluaran [rpm]

T0 = torsi pada poros keluaran gearhead [kg.m]

V.1.4 Momen Percepatan


Lihat gambar II.13
No Elemen Sket Variable Inersia massa (J)
2.0 Pelat P ≤ 1700 mm J2.0 = ½ mr2
L ≤ 700 mm = ½ x 9,23 kg x
T ≤ 1 mm (70 x 10-3 m )2
V= PxLxT = 0,023 kgm2
= 1,19 x 10-3 m3
ρ baja = 7757,4 kg/ m3
m2.0 = ρ baja x V
= 7757,4 kg/ m3 x 1,19 x 10-3 m3
= 9,23 kg

82
2.3 Sabuk P ≤ 2 x 1500 [mm] = 3000 [mm]
L ≤ 60 [mm]
konveyor
T ≤ 15 [mm]
(karet)
V = P x L x T = 2,7. 10-3 [m3]
m2.3 = ρkaret x V
= 930 kg/ m3 x 2,7. 10-3 [m3]
= 2,51 [kg]
2.2 Sabuk P ≤ 2 x 250 [mm] = 500 [mm]
L ≤ 60 [mm]
transmisi
T ≤ 15 [mm]
(karet)
V = P x L x T = 0,45. 10-3 [m3]
m2.3 = ρkaret x V
= 930 kg/ m3 x 0,45. 10-3 [m3]
= 0,419 [kg]

o Elemen yang bergerak rotasi


2.1 Bagian P = π . D = π . 80 x 10-3 m J2.1 = ½ mr2
= 252 mm = ½ x 0,218 kg x
puli
L ≤ 60 [mm] (40 x 10-3 m )2
transmisi
T ≤ 15 [mm] = 0,0001 kgm2
V = P x L x T = 0,227. 10-3 [m3]
m2.3 = ρkaret x V
= 930 kg/ m3 x 0,227. 10-3 [m3]
= 0,218 [kg]

2.4 Bagian P = π . D = π . 140 x 10-3 m J2.4 = ½ mr2


= 440 mm = ½ x 0,38 kg x
puli
L ≤ 60 [mm] (70 x 10-3 m )2
konveyor
T ≤ 15 [mm] = 0,0009 kgm2
V = P x L x T = 0,396. 10-3 [m3]
m2.3 = ρkaret x V
= 930 kg/ m3 x 0,227. 10-3 [m3]
= 0,38 [kg]
2.5 poros P = 500 mm J2.4 = ½ mr2
D = 30 mm = ½ x 2,738 kg x
V = ¼ πD2 x P (30 x 10-3 m )2
= ¼ π (30 x 10-3 m) 2 x 500 x 10-3 m = 0,0003 kgm2
= 0,353 x 10-3 m3
ρ baja = 7757,4 kg/ m3
m4 = ρ baja x V

83
= 7757,4 kg/ m3 x 0,353 x 10-3 m3
= 2,738 kg

2.6 Puli D ≤ 80 mm J2.6 = ½ mr2


L ≤ 60 mm = ½ x 2,327 kg x
transmisi
2
V = ¼ πD x L (40 x 10-3 m )2
= ¼ π (80 x 10-3 m) 2 x 60 x 10-3m = 0,002 kgm2
= 0,3 x 10-3 m3
ρ baja = 7757,4 kg/ m3
m2.6 = ρ baja x V
= 7757,4 kg/ m3 x 0,3 x 10-3 m3
= 2,327 kg
2.7 Puli D ≤ 140 mm J2.7 = ½ mr2
L ≤ 60 mm = ½ x 14,35 kg x
konveyor
V = ¼ πD2 x L (70 x 10-3 m )2
= ¼ π (140 x 10-3 m) 2 x = 0,035 kgm2
60 x 10-3m
= 1,85 x 10-3 m3
ρ baja = 7757,4 kg/ m3
m2.7 = ρ baja x V
= 7757,4 kg/ m3 x 1,85 x 10-3 m3
= 14,35 kg

1. Material yang sering digunakan untuk bahan puli dan poros adalah :
a. Steel (ρ = 7757,4 kg/ m3 )
b. Allumunium alloy (ρ = 2770,49 kg/ m3 )
c. Grey cast iron (ρ = 7203,3 kg/ m3 )
sedangkan untuk sabuk digunakan karet (ρ = 930 kg/ m3 )

2. Asumsi awal kecepatan linier v = 0,1 m/det, kecepatan konstan ini dicapai selama 1,5
det maka percepatan yang terjadi

84
dV 0,1[m / det]
a= = = 0,067[m / det 2 ]
dt 1,5[det]
3. Perhitungan torsi

ƒ Untuk gerak translasi

3.1. torsi untuk menggerakkan beban ke arah horizontal


berdasarkan persamaan (14) maka :
m
T = ( 9,23 kg + 2 . 2,51 [kg] ). 0,067 [ 2
].70 . 10-3 [m]
det
= 0,067 [Nm]

3.2. torsi untuk menggerakkan beban ke arah menanjak


jika sudut pendakian β = 30º , berdasarkan persamaan (15) maka:
m
T = [0,419 [kg].( 0,067 [ 2
] + 9,81 [m/det2] sin 30º ). 40 . 10-3 [m]
det
= 0,083 [Nm]

3.3. Total torsi untuk gerak translasi


Tt = 0,067 [Nm] + 0,083 [Nm] = 0,15 [Nm]

ƒ Untuk gerak rotasi

3.4. rotasi murni

1. torka untuk memutarkan puli transmisi


berdasarkan persamaan persamaan (17) maka:

85
0,067[m / det 2 ]
α= −3
= 1,675[ rad / det 2 ]
40.10 [m]
berdasarkan persamaan (18)maka:
τ = (0,001[kgm 2 ] + 2.0,002[kgm 2 ]).1,675[ rad / det ]
= 0,008 [Nm]

2. torka untuk memutarkan puli konveyor dan poros


berdasarkan persamaan persamaan (17) maka:
0,067[m / det 2 ]
α= −3
= 0,957[ rad / det 2 ]
70.10 [m]
berdasarkan persamaan (18) maka:
τ = (2.0,0009[kgm 2 ] + 4.0,035[kgm 2 ] + 2.0,0003[kgm 2 ]).0,957[ rad / det 2 ]
= 0,136 [Nm]

3.5. akibat pergerakkan linier beban

berdasarkan persamaan (20) maka :


τ = 0,023[kgm 2 ].0,957[ rad / det 2 ]
= 0,022 [Nm]

3.6. Total torsi untuk gerak rotasi


τ = 0,008 [Nm] + 0,136 [Nm] + 0,022 [Nm] = 0,166 [Nm]

6. Total torsi percepatan berdasarkan persamaan (21) maka :


Ta = 0,15 [Nm] + 0,166 [Nm] = 0,316 [Nm]

V.1.5 Momen Awal Motor

Berdasarkan persamaan (22) besar momen punter yang dibutuhkan untuk start adalah
Td = 126[ N .m ] + 0,136[ Nm] = 126,14 [Nm] = 12,86 [kg.m]

86
V.1.6 Daya Motor Yang Dipilih

Dari hasil pemilihan motor sementara masih diperoleh perbandingan kecepatan putar
pada poros keluaran gear head ( n G ) terhadap kecepatan putar yang dibutuhkan sistem ( n S )
dengan rasio sebesar
25,4
i= = 1,862
13,64
sehingga momen beban penuh motor ( TF ) adalah

TF = TG .i = 7,09[kg .m ].1,862 = 13,2[kg .m ]

karena TF = 13,2 [kg.m] > Tt = 12,844 [kg.m], maka berdasarkan persamaan (24) daya motor
yang dipilih adalah

13,2[kg .m ].2.π .13,64[ rpm]


PR = = 0,19[kW ] < 0,2 [kW]
6120.0,97

berarti motor dengan daya PM = 0,2[kW ] tersebut bisa dipakai, sebagai catatan untuk
mencapai kecepatan putar pada poros keluaran gear head yang sama dengan kecepatan putar
yang dibutuhkan konveyor maka digunakan inverter.
Dimensi motor yang digunakan dapat dilihat pada tabel 7 lampiran C. Hubungan Motor,
Inverter dan GearHead dapat dilihat pada gambar 2 lampiran C.

87
V.2 Perancangan Sabuk Gilir (transmisi)
V.2.1 Sket gambar

V.2.2 Perhitungan dan pengolahan data

Motor penggerak Motor AC standard P = 0,2 [kW]


(low starting torque)
Mesin yang digerakkan Konveyor n1 = n2 = 13,73 rpm
Kondisi kerja Diameter puli ≤ 100 mm
Jarak antar center (a) 350 mm
Waktu operasi harian 16 – 24 jam

Faktor beban c2
c2 = 1,7
lihat tabel 2 pada lampiran A1
Rasio transmisi pada puli gilir
1 1
n 13,73 = =1
i= 1 = =1 i 1
n 2 13,73

Faktor akselerasi c3
c3 = 0
dari tabel 3 pada lampiran A1

88
Faktor kelelahan c4
c4 = + 0,4
dari tabel 4 pada lampiran A1
Total serpis faktor c0
c0 = 1,7 + 0 + 0,4 = 2,1
c0 = c 2 + c3 + c 4

Pemilihan pitch t sabuk gilir Dari gambar 5 pada lampiran A1 dapat


nk = 13,5 rpm dilihat bahwa pitch 8 mm memenuhi kedua
P. c0 = 0,2 [kW].2,1 persyaratan, maka digunakan tipe belt
= 0,42 [kW] STD8M

Koreksi terhadap jumlah gigi z1 dan Berdasarkan tabel 13 lampiran A1 diperoleh


diameter pitch puli dw untuk p = 8 mm dw = 101,86 mm yang memiliki jumlah gigi
dengan mencari dw yang mendekati Ø 100 z1 = 40, karena rasio i = 1 maka :
mm dwg = dwk = 101,86 mm
zg = zk = 40 gigi
Menghitung panjang pitch Lp Pada tabel 12 lampiran A2 diperoleh
Berdasarkan rumus (5) maka panjang sabuk standard yang mendekati Lp
Lp = 2 . 350 [mm] + π . 101,86 [mm] untuk tipe STD8M yaitu Lw = 1056 mm
= 1020 [mm] dengan jumlah gigi z = 132
(untuk pemesanan jenis belt yang diorder
adalah 1056-S8M )
Koreksi jarak antar sumbu Karena Lw > Lp maka:
L p − Lw ⎛ 1056[mm] − 1020[mm] ⎞
Jika Lw < Lp maka a’ = a - a’ = 350 [mm] + ⎜ ⎟
2 ⎝ 2 ⎠
Lw − L p = 368 mm
Jika Lw > Lp maka a’ = a +
2 Jadi jarak antar poros (a) yang sebenarnya
adalah 368 mm

89
Jumlah gigi yang berpasangan
Karena i = 1 maka jumlah gigi yang
β 180 berpasangan terhadap masing-masing puli
Ze = Zk . = 40 . = 20
360 360
adalah sama yaitu 20 gigi

faktor jumlah pasang gigi terkait c1


Untuk Ze =20 ≥ 6 maka c1 = 1
lihat tabel 5 lampiran A1
faktor panjang sabuk c5 Untuk p = 8 mm dan Lw = 1056 mm, maka
lihat tabel 6 lampiran A1 c5 = 1
Kapasitas daya yang ditransmisikan PN Untuk zk = 40 dan nk = 13,73 rpm diperoleh
Lihat tabel 9 lampiran A1 PN = 0,5 Kw

Faktor lebar sabuk c6


Dari tabel 10 lampiran A1 diperoleh c6 = 1
Jika dipilih lebar sabuk = 20 mm
Faktor perhitungan lebar c6 err
Karena berdasarkan syarat, bahwa c6 ≥ c6 err
Berdasarkan rumus (7) maka :
maka sabuk dengan lebar 20 mm dapat
0,2[kW ].2,1
c6 err = = 0,84 digunakan
0,5[kW ].1.1

Kecepatan linear sabuk


π .d w .n π .101,86[mm ].13,73[rpm]
v= 3
=
60.10 60.10 3
= 0,073 m/s

Gaya tarik efektif Fu Maka gaya tarik efektif yang terjadi adalah
10 3.P 10 3.0,2[kW ]
Fu = Fu = = 2739,73 N
v 0,073 m
s
Pengecekan gaya tarik efektif yang Karena untuk sabuk gilir dengan lebar 20
diizinkan (Fu zul) untuk lebar sabuk yang Fu zul = 1800 [N] < Fu = 2739,73 [N] maka
dipilih sabuk ini kurang memenuhi syarat, pilih
Lihat tabel 2 lampiran A2 sabuk dengan lebar 30 mm
(Fu zul = 2900 N)
Pemakaian daya untuk lebar sabuk yang
Berdasarkan rumus (6) maka:
dipilih (PR)
PR = 0,5 [kW]. 1 = 0,5 [kW]

90
Total serpis faktor c0 err untuk lebar sabuk Berdasarkan rumus (8) maka :
yang dipilih 0,5[kW ].1.1
c0 err = = 2,5
0,2[kW ]

Total beban pada poros Fv Berdasarkan persamaan (9) maka:


Lihat tabel 1-a dan 1-b pada lampiran A2 180
10 3.0,2[kW ]. sin
diperoleh : Fv = 0,75.1,6. 2
0,073[m / det]
k1 = 0,75
= 3287,67 [N]
k2 = 1,6

Daerah penyetelan
Panjang sabuk 1056 mm dari tabel 16 lampiran A1 diperoleh
Tipe S8M Ci =15 mm dan Cs = 10 mm

Pemasangan Ini berarti pada bahwa jika dibagian tengah-


Untuk a = 368 mm, maka berdasarkan tengah rentangan sabuk diberikan gaya
gambar 2.5 diperoleh tarik berkisar antara 14 sampai 27 N, maka
1 defleksi yang terjadi pada bagian tersebut
d= .368[mm] = 5,75[mm ]
64 adalah 5,75 mm dari kondisi lurusnya dan
untuk lebar sabuk = 30 mm, maka kondisi ini idealnya harus tercapai dengan
berdasarkan tabel 3 pada lampiran A2 gaya cara menyetelnya pada batas margin 15 mm
tarik yang harus diberikan p = 1,4 – 2,7 daN ke arah dalam atau 10 mm ke arah luar dari

[
jarak sumbu porosnya ≈ 368 +−15
10
mm ]

V.2.3 Data teknis desain sabuk gilir (transmisi)


Profil sabuk gilir STD
Pitch gigi t = 8 mm
Jumlah gigi pada puli gilir z k = z g = 40

Diameter pitch puli gilir D wk = D wg = 101,86 mm

Kecepatan putar puli gilir n k = n g = 13,73 rpm

Rasio transmisi i=1


Panjang pitch sabuk penggerak Lw = 1056 mm

91
Jumlah gigi pada sabuk gilir z = 132

Lebar sabuk gilir b = 30 mm

Perkiraan berat m = 0,149 kg

Jarak sumbu poros a = 368 mm


Sudut kontak antar sabuk terhadap puli β = 180º
Jumlah gigi terkait (JGT) z e = 20

Kecepatan linier sabuk ν = 0,073 m/s

V.3 Perancangan Sabuk Gilir (konveyor)


V.3.1 Sket gambar

V.3.2 Perhitungan dan pengolahan data

Motor penggerak Motor AC standard P = 0,2 [kW]


(low starting torque)
Mesin yang digerakkan Konveyor n1 = n2 = 13,73 rpm
Kondisi kerja Diameter puli 115 ≤ dw ≤ 140 mm
Jarak antar center (a) 1600 mm
Waktu operasi harian 16 – 24 jam

Faktor beban c2
c2 = 1,7
lihat tabel 2 pada lampiran A1

92
Rasio transmisi pada puli gilir
1 1
n 13,73 = =1
i= 1 = =1 i 1
n 2 13,73

Faktor akselerasi c3
c3 = 0
dari tabel 3 pada lampiran A1
Faktor kelelahan c4
c4 = + 0,4
dari tabel 4 pada lampiran A1
Total serpis faktor c0
c0 = 1,7 + 0 + 0,4 = 2,1
c0 = c 2 + c3 + c 4

Pemilihan pitch t sabuk gilir Dari gambar 5 pada lampiran A1 dapat


nk = 13,8 rpm dilihat bahwa pitch 8 mm memenuhi kedua
P. c0 = 0,2 [kW].2,1 persyaratan, maka digunakan tipe belt
= 0,42 [kW] STD8M

Koreksi terhadap jumlah gigi z1 dan Berdasarkan tabel 13 lampiran A1 diperoleh


diameter pitch puli dw untuk p = 8 mm dw = 122,23 mm yang memiliki jumlah gigi
dengan mencari dw yang mendekati Ø 140 z1 = 48, karena rasio i = 1 maka :
mm tetapi harus lebih besar dari Ø 115 mm dwg = dwk = 122,23 mm
zg = zk = 48 gigi
Menghitung panjang pitch Lp Pada tabel 12 lampiran A2 diperoleh
Berdasarkan rumus (5) maka panjang sabuk maksimum untuk tipe
Lp = 2 . 1600 [mm] + π . 122,23 [mm] STD8M yaitu Lw = 2800 mm < Lp =
= 3583,997 [mm] 3583,997 [mm] tipe ini tidak bisa dipakai.

93
gunakan tipe sabuk HTD14M
Berdasarkan tabel 15 lampiran A1 diperoleh
Koreksi terhadap jumlah gigi z1 dan
dw = 133,69 mm yang memiliki jumlah
diameter pitch puli dw untuk p = 14 mm
gigi z1 = 30, karena rasio i = 1 maka :
dengan mencari dw yang mendekati Ø 140
dwg = dwk = 133,69 mm
mm tetapi harus lebih besar dari Ø 115 mm
zg = zk = 30 gigi

Koreksi panjang pitch Lp Pada tabel 11 lampiran A2 diperoleh


Berdasarkan rumus (5) maka panjang sabuk standard yang mendekati Lp
Lp = 2 . 1600 [mm] + π . 133,69 [mm] untuk tipe STD8M yaitu Lw = 3500 mm
= 3619,99 [mm] dengan jumlah gigi z = 275
(untuk pemesanan jenis belt yang diorder
adalah 3500-14M )
Koreksi jarak antar sumbu Karena Lw < Lp maka:
L p − Lw ⎛ 3619,99[mm] − 3500[mm] ⎞
Jika Lw < Lp maka a’ = a - a’ = 1600 [mm] - ⎜ ⎟
2 ⎝ 2 ⎠
Lw − L p = 1540 mm
Jika Lw > Lp maka a’ = a +
2 Jadi jarak antar poros (a) yang sebenarnya
adalah 1540 mm
Jumlah gigi yang berpasangan
Karena i = 1 maka jumlah gigi yang
β 180
Ze = Zk . = 30 . = 15 berpasangan terhadap masing-masing puli
360 360
adalah sama yaitu 15 gigi

faktor jumlah pasang gigi terkait c1


Untuk Ze =20 ≥ 6 maka c1 = 1
lihat tabel 5 lampiran A1
faktor panjang sabuk c5 Untuk p = 14 mm dan Lw = 3500 mm, maka
lihat tabel 6 lampiran A1 c5 = 1,1
Kapasitas daya yang ditransmisikan PN Untuk zk = 30 dan nk = 13,8 rpm diperoleh
Lihat tabel 7 lampiran A1 PN = 1,6 kW
Faktor lebar sabuk c6
Dari tabel 8 lampiran A1 diperoleh c6 = 1
Jika dipilih lebar sabuk = 40 mm

94
Faktor perhitungan lebar c6 err
Karena berdasarkan syarat, bahwa c6 ≥ c6 err
Berdasarkan rumus (7) maka :
maka sabuk dengan lebar 40 mm dapat
0,2[kW ].2,1
c6 err = = 0,239 digunakan
1,6[kW ].1.1,1

Kecepatan linear sabuk


π .d w .n π .133,69[mm].13,73[rpm]
v= 3
=
60.10 60.10 3
= 0,096 m/s

Gaya tarik efektif Fu Maka gaya tarik efektif yang terjadi adalah
10 3.P 10 3.0,2[kW ]
Fu = Fu = = 2083,33 N
v 0,096 m
s
Pengecekan gaya tarik efektif yang
Karena untuk sabuk gilir dengan lebar 40
diizinkan (Fu zul) untuk lebar sabuk yang
Fu zul = 8500 [N] > Fu = 1855,67 [N] maka
dipilih
sabuk ini memenuhi kedua syarat sehingga
Lihat tabel 2 lampiran A2
bisa dipakai

Pemakaian daya untuk lebar sabuk yang Berdasarkan rumus (6) maka:
dipilih (PR) PR = 1,6 [kW]. 1 = 1,6 [kW]
Total serpis faktor c0 err untuk lebar sabuk Berdasarkan rumus (8) maka :
yang dipilih 1,6[kW ].1.1,1
c0 err = = 8,8
0,2[kW ]

Total beban pada poros Fv Berdasarkan persamaan (9) maka:


Lihat tabel 1-a dan 1-b pada lampiran A2
180
10 3.0,2[kW ]. sin
diperoleh : 2
Fv = 0,75.1,6.
k1 = 0,75 0,096[m / det]

k2 = 1,6 = 2500 [N]

Daerah penyetelan dari tabel 16 lampiran A1 harga yang paling


Panjang sabuk 3500 mm dekat adalah tipe H diperoleh
Tipe HTD14M Ci =15 mm dan Cs = 30 mm

Pemasangan Ini berarti pada bahwa jika dibagian tengah-


Untuk a = 1540 mm, maka berdasarkan tengah rentangan sabuk diberikan gaya
gambar 2.5 diperoleh tarik berkisar antara 32 sampai 50 N, maka

95
1 defleksi yang terjadi pada bagian tersebut
d= .1540[mm] = 24,06[mm]
64 adalah 2,4 cm dari kondisi lurusnya dan
untuk lebar sabuk = 50 mm, maka kondisi ini idealnya harus tercapai dengan
berdasarkan tabel 3 pada lampiran A2 gaya cara menyetelnya pada batas margin 15 mm
tarik yang harus diberikan p = 3,2 – 5 daN ke arah dalam atau 30 mm ke arah luar dari
[
jarak sumbu porosnya ≈ 368 +−15
30
]
mm

V.3.3 Data teknis desain sabuk gilir (transmisi)

Profil sabuk gilir HTD


Pitch gigi t = 14 mm
Jumlah gigi pada puli gilir z k = z g = 30

Diameter pitch puli gilir D wk = D wg = 133,69 mm

Kecepatan putar puli gilir n k = n g = 13,73 rpm

Rasio transmisi i=1


Panjang pitch sabuk penggerak Lw = 3500 mm

Jumlah gigi pada sabuk gilir z = 275

Lebar sabuk gilir b = 40 mm

Perkiraan berat m = 1,519 kg

Jarak sumbu poros a = 1540 mm


Sudut kontak antar sabuk terhadap puli β = 180º
Jumlah gigi terkait (JGT) z e = 15

Kecepatan linier sabuk (konveyor) ν = 0,096 m/s

V.4 Perancangan poros dan pasak

V.4.1 Pengolahan Data dan Perhitungan Poros

96
1
w2.0 = 90,55 N (pelat)

w2.6 = 62,96 N (baja)

w2.6+ 2.7 = 94,97 N (baja)

Fv 2.6 = 2500 N (bab V.3.2)

Fv 2.7 = 3287,67 N (bab V.2.2)


β = 30°
PM = 0,2 kW ; TG = 139,11 Nm

Gambar disamping merupakan taksiran


terhadap ruang, jarak pemusatan gaya-gaya
yang terjadi terhadap tumpuan dan dimensi
poros didasarkan pada dimensi puli yang
sebenarnya

3 Lihat point 1 (x-y) ΣM XY . A =0


2500 [ N ]. (83 ,78 [ mm ] + 374 ,35 [ mm ] ) =
2847 , 2 [ N ]. 317 + F BY . 440 [ mm ]
F BY = 551 ,73 [ N ]
Σ FY = 0
F AY + F BY + 2847 , 2 [ N ] = 5000 [ N ]
F AY + 551 ,73 [ N ] = 2152 ,8[ N ]
F AY = 1601 ,07 [ N ]

4 4.a. DIAGRAM GESER (x-y)

97
M XY 1 = 1601,07[ N ].83,78[mm ]
= 143,14 [Nm]

4.b. DIAGRAM MOMENT (x-y)

M XY 2 = 1601,07[ N ].317[mm ] − 2500[ N ].


233,22[mm ]
M XY 2 = −75,51[ Nm]

Moment lentur XY maksimum di titik 1

M xy .1 = 143,14 [Nm]

M XY 3 = (1601,07[ N ].374,35[mm] +
2847,2[ N ].57,3[mm]) − 2500[ N ].
290,57[mm ]
M XY 3 = 35,92[ Nm]

98
5 Lihat point 1 (x-z) ΣM XY . A = 0
62,96[ N ].83,78[mm] + 94,74[ N ].359,73[mm] =
1643,84[ N ].317[mm] + FBZ .440[mm]
FBZ = −1094,84[ N ]
ΣFZ = 0
FAZ + 1643,84[ N ] = 62,96[ N ] + 94,74[ N ] +
1094,84[ N ]
FAZ = −391,3[ N ]

6 6.a. DIAGRAM GESER (x-z)

M XZ 1 = −391,3[ N ].83,78[mm ]
M XZ 1 = −32,78[ Nm]

(Moment lentur XZ maksimum)

6.b. DIAGRAM MOMENT (x-z)

M xz 2 = −391,3[ N ].317[mm ] − 62,96[ N ].


233,22[mm ]
M XZ 2 = −109,36[ Nm]

Moment lentur XZ maksimum di titik 2

M xz .2 = −109,36 [Nm]

99
M XZ 3 = −391,3[ N ].359[mm ] − 62,96[ N ].
275,95[mm ] + 1643,84[ N ].42,68[mm ]
M XZ 3 = −87,69[ Nm]

7 Resulatan moment lentur


1. dititik 1

M R 1 = M XY
2
.1 + M XZ .1
2

M R 1 = (143,14[ Nm]) 2 + (32,78[ Nm]) 2


M R 3 = 146,85[ Nm]
Resultan gaya
2. di titik 2
1. Tumpuan A ( FRA )
M R 2 = M XY
2
.2 + M XZ .2
2

FRA = F 2
AY +F 2
AZ
M R 2 = (75,51[ Nm]) 2 + (109,36[ Nm]) 2
FRA = 1601,07[ N ] + 391,3[ N ]
2 2

M R 2 = 132,9[ Nm]
FRA = 1648,19[ N ]
Moment lentur maksimum 146,85 [Nm]
2. Tumpuan A ( FRB )
menyebababkan posisi (titik)1 menjadi
FRB = F 2
BY +F 2
BZ daerah yang kritis.
FRB = 551,73[ N ] + 1094,84[ N ]
2 2

FRB = 1226[ N ]

100
8 Sesuai dengan gambar pada point 2 maka Berdasarkan persamaan (25) maka tegangan
rancangan poros berstep (dudukan puli dan
geser yang diizinkan adalah
bearing) yang akan digunakan tampak seperti
gambar di bawah ini 260[ N / mm 2 ]
τa = = 87[ N / mm 2 ]
2.1,5
pada tabel 2 lampiran C untuk jenis
pembebanan mendadak dan terjadi sedikit
kejutan (puli) pada poros yang berputar
(potongan A-A adalah daerah kritis) diperoleh
Cm = 1,75
asumsi:
Ct = 1,25
• Bahan poros St 37 (lihat tabel 4 lampiran C)
Untuk momen lentur M= 146,85 [Nm] dan
• σ y = 260 [MPa]
TG = 139,11 [Nm] maka berdasarkan
• dari tabel 3 lampiran C faktor keamanan (n)
persamaan (29) menghasilkan
= 1,5
1
⎡⎛ 5,1⎞ 2 ⎤3
ds = ⎢⎜ ⎟. (1,75.146,85.103 ) + (1,25.139,11.103 ) ⎥
2

⎣⎝ 87⎠ ⎦
ds = 26,3[mm]

9
Jika defleksi akibat puntiran dibatasi sampai 0,25º
maka diameter poros minimum berdasarkan 69,56.10 3 [ Nmm].295[mm]
d s4 = 584.
persamaan (30) 21.10 4 [ N / mm 2 ].0,25
d s = 21,86[mm ]

10 Dimensi poros
Beradasarkan kedua syarat perhitungan poros tersebut maka pada potongan A-A digunakan poros
dengan Ø 30 [mm], disamping guna penyesuaian terhadap lubang puli, juga dapat dipastikan
bahwa poros tersebut mampu menahan beban yang terjadi.

V.4.2 Pengolahan Data dan Perhitungan Pasak

Jika torsi yang ditransmisikan sebesar 139,11 [Nm], pasak dari bahan ST-60 (tabel 9
lampiran C) dan faktor keamanan n = 1,5 (tabel 3 lampiran C) maka
Berdasarkan persamaan (31) gaya tangensial

101
2.139,11[ Nm]
F= = 9274[ N ]
(30.10 − 3 [m ])
berdasarkan persamaan (25) tegangan geser izin
325[ N / mm 2 ]
τa = = 108,3[ N / mm 2 ]
2.1,5

V.4.2.1 Akibat Gaya Tangensial

lihat lampiran F untuk diameter poros 30 mm lebar standar pasak yang digunakan b = 10 mm,
maka berdasarkan persamaan (33) panjang pasak
9274[ N ]
l= = 8,56[mm ]
10[mm ].108,3[ N / mm 2 ]

V.4.2.2 Akibat Tekanan Bidang


Untuk pasak dengan lebar 30 mm diperoleh t 2 = 3 mm, jika tekanan permukaan

p a = 80[ N / mm 2 ] maka berdasarkan persamaan (35)

9274[ N ]
l= = 38,64[mm ]
80[ N / mm 2 ].3[mm ]

V.4.2.3 Panjang Pasak


• Akibat gaya tangensial diperoleh l = 8,56[mm] , maka berdasarkan persamaan (36)
l 8,56[mm ]
= = 0,285 ≤ 0,75 (kurang baik)
ds 30[mm]

• Akibat tekanan bidang diperoleh l = 38,64[mm] , maka berdasarkan persamaan (36)


38,64[mm]
0,75 ≤ ≤ 1,5 = 0,75 ≤ 1,288 ≤ 1,5 (baik)
30[mm]
pilih pasak dengan panjang 40 mm (lampiran F), maka berdasarkan persamaan (36)
40[mm]
0,75 ≤ ≤ 1,5 = 0,75 ≤ 1,333 ≤ 1,5
30[mm]

pasak yang digunakan adalah pasak sejajar A 10 x 8 x 40 PMS 0-47

102
V.5 Pneumatik

V.5.1 Air Pressure yang digunakan


Untuk menghasilkan tekanan pada silinder stopper dan side positioning, maka kita
menggunakan tekanan kerja efektif yang distandarkan untuk penggunaan silinder yang dipilih,
yaitu sebesar ± 6 bar ( 6.10 5 Pa).

V.5.2 Silinder yang digunakan


Pada proses pemberhentian benda kerja dan pemosisian benda kerja, silinder yang
digunakan disesuaikan dengan besar beban yang akan dipindahkan oleh silinder. Keterangan
dari silinder digunakan dapat kita perhatikan pada table dibawah ini :

Diameter Jenis produk


Fungsi Silinder Silinder Panjang stroke silinder
(mm) (mm)
Stopper 20 30 CRDG-25-PA
Side Positioning 15 30 CRDNSU-25-PA

Silinder stopper yang digunakan pada stasion satu adalah dua buah dan silinder side
positioning enam buah. Berikut data hasil perhitungan dari masing – masing silinder :

V.5.2.1 Gaya (F)

V.5.2.1.1 Stopper silinder


Data yang ada :
v max = Kecepatan maksimum konveyor = 0,1 m/s
s = Jarak antara sensor dengan silinder stopper = 20 cm
H = Langkah piston = 30 mm
p = 6 bar = 6.105 N/m2
F1 = Gaya minimum silinder
A = Luas penampang dimana gaya bekerja
m = Massa benda kerja

103
m’ = Massa end effector dari silinder stopper = 0,33 kg
Dalam perhitungan penetuan dimensi silinder stopper ini, pengaruh benda kerja perlu
diperhitungkan, yaitu :
* asumsi a = perlambatan motor = -0,02 m/s2
* v1 = kecepatan benda kerja sesaat sebelum menumbuk stopper
kecepatan di atas bisa dihitung dengan menggunakan persamaan

2 2
v − v max
a= 1
2× s

2
v1 − 0,12
− 0,02 =
2 × 0,2

2
− 0,008 = v1 − 0,01

v1 = 0,01 − 0,008

v1 = 0,045 m/s

* t = waktu pencapaian

2× s
t=
v1 + v max

2 × 0,2
=
0,045 + 0,1

t = 2,76 detik

* F’ = gaya yang terjadi

104
F'= m × a

v max − v1
= m×
t −0

0,1 − 0,045
= 7,8 ×
2,76 − 0

F '= 0,16 N

Dari perhitungan diatas terlihat bahwa gaya yang diberikan oleh benda kerja pada saat
menumbuk stopper sangat kecil, yaitu 0,16 N.
Dikerenakan gaya tersebut sangat lah kecil maka bisa diabaikan.
Berdasarkan data yang ada, bahwa massa end effector silinder mempunya massa 0,33 kg,
sehingga berdasarkan persamaan di bawah ini :

* F = m× g

= 0,33 × 10

F = 3,3 N

Sehingga gaya minimum yang harus diberikan oleh silinder (F1) harus lebih besar dari 3,3
N.
Berdasarkan persamaan [59] :

105
p
* F=
A

p
A=
F
6 × 10 5
=
3,3

= 0,18 mm2

0,18
D = 2×
π

D = 0,47 mm

Dari perhitungan di atas bisa dikatakan bahwa diameter silinder sangatlah kecil, maka
penentuan dimensi silinder hanya berdasarkan kepada fungsinya. Dan silinder yang
digunakan adalah jenis CRDG-25-PA.

V.5.2.1.2 Side positioning silinder

Data yang ada :


H = Langkah piston = 30 mm
p = 6 bar = 0,6 N/mm2
m = Massa benda kerja = 7,8 kg
μ = koefisien gesek belt dengan benda kerja = 0,2
A = Luas penampang dimana gaya bekerja
F’ = Gaya minimal yang harus diberikan = 15,6 N

Sehingga :
Berdasarkan persamaan [58] :

106
* F'= A× p
F'
A=
p

15,6
=
0,6

A = 26 mm2

26
D = 2×
π

D = 5,75 mm

Gaya dari silinder yang digunakan harus lebih besar dari gaya yang dibutuhkan karena
pertimbangan – pertimbangan berikut :
- Alasan ergonomis. Dari ukuran mesin dan space yang ada maka dimensi silinder yang
digunakan harus proporsional.
- Untuk meyakinkan bahwa silinder yang digunakan lebih aman dan fungsinya akan
tercapai dengan pasti.

Berdasarkan dari pertimbangan – pertimbangan diatas maka silinder yang digunakan


adalah jenis CRDNSU-25-PA.

107
V.6 Perhitungan Gaya Hidrolik

Data – data :
a. ρ ( berat jenis plat baja) = 7850 kg/m2
b.
Masa plat = 7.8 kg

c.
Pemakaian 1 silinder, 1 lubang
Ø lubang 2,6 mm → F 1= 1900 N
Pemakaian 1 silinder, 2 lubang
Ø lubang 9 + Ø lubang 2.6mm → F2 = 10525 N
Pemakaian 1 silinder, 3 lubang
Ø lubang 2,6 mm → F3 = 5799 N
e. 1 daN = 10 N
1daN
f. =1 bar
cm3

V.6.1 Gaya yang terjadi

Gaya maju
Ø lubang 2,6 mm → F1 = 1900 N

V.6.2 Tekanan kerja pada silinder

Data – data :
a. Gaya maju silinder (Ø lubang 2,6 mm) = 1900 N = 190 daN
b. Øsil luar (ds) = 10,2 cm = 4 inch
c. Øsil rod (dr) = 6,35 cm = 2,5 inch
d. Panjang langkah yang diinginkan/Stroke (Stroke) = 5,1 cm = 2 inch
e. Efisiensi ( η ) = 95%
Berdasarkan persamaan (49) besar Tekanan pada silinder adalah :
P1 .d 2 .0,785.η
Fmaju1 =
100
190 daN = P1. (10,2)2 cm2. 0,785. 0,95

108
190
P1 =
77,59
P1 = 2,45 bar

P2 .d 2 .0,785.η
Fmaju2 =
100
579,9 daN = P2. (10,2)2 cm2. 0,785. 0,95
579,9
P2 =
77,59
P2 = 7,5 bar

P3 .d 2 .0,785.η
Fmaju3 =
100
1052,5 daN = P3. (10,2)2 cm2. 0,785. 0,95
1052,5
P3 =
77,59
P3 = 13 bar

Gaya mundur
Data – data perhitungan :
a. Tekanan kerja silinder (P) = 2,45 bar
b. Øsil luar (ds) = 10,2 cm
c. Øsil rod (dr) = 6,35 cm
d. Efisiensi ( η ) = 95 %

Berdasarkan persamaan (50) besar gaya mundur pada silinder adalah :

P1 .(dsil 2 − drod 2 ).0,785.η


Fmundur1 =
100
= 2,45 . (10,22 – 6,352) . 0,7854 . 0,95
= 116,48 daN
= 1165 N

109
P2 .(dsil 2 − drod 2 ).0,785.η
Fmundur2 =
100
= 7,5 . (10,22 – 6,352) . 0,7854 . 0,95
= 356,6 daN
= 3566 N
P3 .(dsil 2 − drod 2 ).0,785.η
Fmundur3 =
100
= 13 . (10,22 – 6,352) . 0,7854 . 0,95
= 646,5 daN
= 6456 N
V.6.2.1 Volume silinder

Diketahui :
a. Øsil luar (ds) = 10,2 cm
b. Panjang langkah yang diinginkan/Stroke (Stroke) = 5,1 cm
Berdasarkan persamaan (52) kapasitas volume silinder pada saat maju adalah :
Vmaju = A . L
π .d 2
= .L
4
π .(10,2) 2
= . 5,1
4
= 416,5 cm3
= 0,416 liter
Volume mundur
a. Øsil luar (ds) = 10,2 cm
b. Panjang langkah yang diinginkan/Stroke (Stroke) = 5,1 cm
Øsil rod (dr) = 6,35 cm
Berdasarkan persamaan (53) kapasitas volume silinder pada saat mundur adalah :
Vmundur = Vmaju - Vrod
π .l
= . (dsil 2 – drod2)
4
= 0,785 . 5,1 . (10,22 -6,352)
= 255,1 cm3
= 0,2551 liter

110
V.6.2.2 Pergerakan linear silinder

Untuk menentukan kecepatan maju dari silinder diasumsikan waktu yang


dibutuhkan adalah 1 detik untuk stroke 5,1 cm. Untuk mengatur kecepatan
digunakan katup one way flow control. Dari data – data yang sudah didapat pada
hasil perhitungan maka :
L
ν maju =
t

5,1 cm
= = 5,1
1 sec

Jadi kecepatan maju yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi maksimum adalah 5,1
cm/sec. Sedangkan untuk pergerakan mundurnya adalah :

Q=A. ν maju

= 0,785 . d2 . 5,1
= 0,785 . (10,2)2 . 5,1 cm
= 416,5 cm3/sec
Q
ν mundur =
0,785.(dsil 2 − drod 2 )

416
=
0,785.(10,2 2 − 6,35 2 )
416
= = 8,32 cm/sec
50
Waktu yang dibutuhkan silinder untuk mencapai kondisi minimum adalah :

t=L/ ν mundur

5,1
= = 0,6 sec
8,32

V.6.2.3 Debit gerakan maju

Berdasarkan persamaan (51) besar debit gerakan maju adalah :

Q=A. ν maju

= 0,785 . d2 . 5,1
= 0,785 . (10,2)2 . 5,1 cm

111
= 416,5 cm3/sec
= 0,4165 liter/sec

V.6.2.4 Daya pompa

Untuk menghitung besarnya daya pompa yang dibutuhkan untuk menekan plat
(mplat × g = 76,5) maka digunakan hokum Bernoulli dengan persamaan berikut ini :

Masa oli/sec (moli) = Volume oli × ρoli


= 0,416 liter × 0,888 kg/dm3 = 0,369 kg
Ketinggian piston hidrolik dari reservoir (h) = 900 mm, gravitasi (g) 9,81 m/s2.

Debit aliran fluida (ν) = 0,4165 liter/sec.

Berdasarkan persamaan (48) maka :

Ppompa = moli . g . h + P2 . ν
= (0,364) . 9,81 . 1,1 + 13 .105 . 0,4165 . 10-3
= 0,54 kW
Note : tekanan yang digunakan adalah tekanan maksimum 13 bar

V.6.2.5 Ketebalan dinding pipa, diameter pipa yang digunakan dan kecepatan aliran
fluida dalam pipa.

V.6.2.5.1 Diameter pipa


Dengan melihat tabel 3 lampiran D carbon steel tubes DIN 2391/c maka dapat
ditentukan diameter luar pipa yang dibutuhkan yaitu 22 mm (0,866 inch) dan diameter
dalam sebesar 15,7 mm (0,622 inch). Karena ukuran diameter luar tersebut tidak ada
maka diambil pendekatan dengan ukuran pipa nominal sebesar 12,7 mm (0,5 inci).

V.6.2.5.2 Kecepatan aliran


Dari hasil penentuan diameter pipa maka kecepatan aliran fluida dalam pipa dapat
dihitung, yaitu :
a. Qgpm = 448 Q(ft3/sec) =448 × 0.0147 = 6,58 gpm
b. Di (diameter dalam) = 0,622 inci
0,408.Qgpm
ν= D2

112
0,408.6,58.Qgpm
=
(0,622) 2
= 6,93 ft/sec
= 2,11 m/sec
Dalam pipa maupun bagian – bagian lainnya maka kecepatan aliran dibatasi , tidak
boleh melewati kecepatan kritis (Vkrit), apabila kecepatan aliran ini melewati batas
Vkrit maka akan beralih dari laminar ke turbulen.
Diketahui:

ν (viscositas kinematik) = 0,19.10-4 m2/sec


d (diameter dalam pipa) = 0,622 inci = 1,57 10-2 m
Rekrit = 2320

ν krit = Rekrit ν/d

2320 . 0,19.10 - 4
=
1,57.10 − 2
= 2,84 m/sec

V.6.2.5.3 Ketebalan dinding pipa

Ketebalan dinding pipa dapat diketahui dari tabel lampiran. Dengan diameter
nominal 0,5 inci. Jenis pipa yang digunakan adalah schedule 40 yang memiliki
diameter dalam agak besar dibanding schedule 80 karena untuk meminimalkan
kerugian – kerugian dalam pipa. Maka diameter luar pipa = 0,840 inch, diameter
dalam pipa = 0,622 inch dan ketebalan dinding pipa 0,27 cm.

V.6.2.6 Volume reservoir


Volume reservoir yang harus dipenuhi dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut :
Volume reservoir = 3 × (Volume oli di pipa +Volume disilinder)
= 3 × ( 6 + 5,82) liter
= 35 liter
V.6.2.7 Parameter penurunan tekanan

Parameter penurunan tekanan dihitung untuk mengetahui berapakah tekanan


jatuh pada sistem perpipaan, katup dan fitting. Jika dibandingkan dengan tekanan kerja
sistem sehingga dari hasil perhitungan didapat, jika nilai tekanan jatuh pada sistem

113
perpipaan, katup dan fitting lebih besar dari tekanan kerja system, maka nilai tersebut
tidak dapat diabaikan dan harus diperhitungkan dalam instalasi pipa. Tetapi jika nilai
tekanan jatuhnya lebih kecil dari tekanan kerja sistem maka tekanan tersebut dapat
diabaikan. Namun untuk faktor keamanaan nilai tersebut diperhitungkan sebagai
losses dengan nilai maksimum 10%.(Thomas krist,Dr.Ing.Hidraulika.Penerbit
Erlangga).

V.6.2.8 Tekanan kerja hidrolik

Berdasarkan persamaan (54) besar tekanan kerja hidrolik adalah :


Diketahui :
HL : 10%
Psilinder : 2,45 bar
Wp1 = Psilinder1 (1+HL)
= 2,45 (1+0,1)
= 2,69 bar
Wp2 = Psilinder2 (1+HL)
= 8,25 bar
Wp3 = Psilinder3 (1+HL)
= 14,3 bar
Sehingga didapatkan untuk Wp keseluruhan untuk tekanan kerja hidrolik adalah 14,3
bar.
Wp adalah tekanan kerja yang dibutuhkan sistem sebelum terjadi drop tekanan. Nilai
ini dapat diatur melalui komponen relief valve dan penunjukan dapat dibaca pada
pressure gauge (Pengontrol tekanan).

V.6.2.9 Parameter perpipaan

Parameter perpipaan yang dihitung adalah tekanan ledak yaitu tekanan


maksimal yang mampu diterima oleh pipa maupun pompa. Dihitung dengan
menggunakan rumus :
Bp
Wp =
Fs
Bp1 = Wp × Fs

114
= 2,69 × 8
= 21,52 bar { Bp(tekanan ledak) > tekanan kerja silinder}
BP2 = 66 bar
BP3 = 114 bar
Wp = Tekanan kerja hidrolik
Fs = Faktor keamanan untuk tekanan 0 – 69 bar yaitu 8. (Antony Esposito. Fluid
Power with Application. Prentice-Hall Internasional inc. New jersey, USA.1994)

V.7 Perhitungan konstruksi rangka bed mesin sub metal forming pintu kulkas.

Dalam menghitung dimensi profil rangka yang akan digunakan, batasan data yang digunakan
dalam perhitungan adalah sebagai berikut :
• Hanya beban statis dari sistem saja yang akan ditahan oleh rangka dan dianggap
sistem berada dalam kondisi statis tertentu
• Dimensi pelat 20 x 1400 x 1600 [ mm 3 ] pada konstruksi diatas diasumsikan kuat
menahan gaya akibat beban yang ada di atasnya (presstool dan sistem konveyor) baik
karena tekanan permukaan maupun geseran, maka pada perhitungan kekuatan rangka
mesin dilihat dari kekuatan konstruksi rangka saja.
• Karena ditumpu oleh landasan pelat (bed) maka gaya diasumsikan terdistribusi secara
merata terhadap rangka
• Konstruksi rangka menggunakan profil baja standar (lihat tabel 5 lampiran C)
• Bahan yang digunakan oleh rangka adalah St.-37

Diketahui : massa pelat, sistem konveyor dan presstool sebesar = 1400 Kg


Ditanyakan : tentukan jenis dan dimensi profil yang mampu menahan beban tersebut ?
Jawab :

115
Dengan melihat dari salah satu sisi pada gambar diatas, maka resultan dari beban yang
terdistribusi merata dapat disederhanakan dalam bentuk diagram benda bebas sebagai berikut
:

Gaya yang diberikan terhadap konstruksi sebesar


Ftot = m. g = 1400 [kg] . 9,81 [ m / det 2 ]= 13734 [N]

Dengan menggunakan konsep kesetimbangan (gaya dan momen), karana resultan gaya tepat
bekerja di tengah-tengah tumpuan, maka gaya yang terjadi pada tumpuan A dan B adalah
sama FA = FB = 6867 [N]

Dengan metoda pengirisan (x-x), maka besar momen yang terjadi adalah

116
Mb = 6867 [N] . 800 [mm]
= 5.493.600 [Nmm]

Distribusi momen lentur yang terjadi pada batang dapat dilihat pada diagram momen lentur di
bawah ini

Jika bahan St-37 memiliki kekuatan mulur S y = 240[ MPa ] dan harga faktor keamanan n = 1,5

maka tegangan izin adalah


240[ N / mm 2 ]
σ izin = = 160 [ N / mm 2 ]
1,5

V.7.1 momen tahanan yang harus dimiliki profil adalah


M 5493600[ Nmm]
Wx = = = 34,34.10 3 [mm 3 ]
σ izin 2
160[ N / mm ]

Dari tabel 5 lampiran C dapat dilihat bahwa profil-U : C 100 x 10,8 yang memiliki harga
W x = 37,6.10 3 [mm 3 ] akan mampu menahan baban yang ada.

V.7.2 Pengecekan terhadap tegangan yang terjadi


M 5493600[ Nmm]
σ= = 2
= 146,1[ N / mm 3 ] < σ izin (aman)
W x 37600[ N / mm ]

117
V.7.3 Pengecekan terhadap defleksi
Fl 3
f =
48.E. I
13734[ N ](1600[mm]) 3
f = = 2,906[mm ]
48.2,1.10 5 [ N / mm 2 ].1,91.10 6 [mm 4 ]

meskipun tegangan pada profil-U : C 100 x 10,8 yang terjadi lebih kecil dari tegangan izin
tetap akan mengalami defleksi, oleh karena itu harus dipilih profil lain yang mampu menahan
defleksi, dipilih profil-U : C 200 x 27,9
maka defleksi yang terjadi adalah :
13734[ N ](1600[mm]) 3
f = = 0,0304[mm ]
48.2,1.10 5 [ N / mm 2 ].18,3.10 6 [mm 4 ]

118
V.8.1 Perhitungan Gaya Potong Dan Stripper Tools

Diketahui : bahan st 37(Rm = 370)


lubang 1, dia = 2.6 mm
lubang 2, dia = 9 mm
tebal pelat = 0.8 mm
Berdasarkan rumus( 68 )
gaya potong lubang I = π .d .s.0,8.Rm [N]
= π .2,6.0,8.0,8.370 N
= 1935 N
gaya potong lubang 2 = π .d .s.0,8.Rm [N]
= π .9.0,8.0,8.370
= 4285 N
Mengingat terdapat beberapa jenis tools pada stasion satu, maka dalam perhitungan
gaya potong dan stripper pasti akan berbeda. Perbedaanya terletak pada dimensi lubang yang
akan dibuat, yaitu:
1.lubang jenis 1 = dia 2.6 mm
2.lubang jenis 2 = dia 9 mm.
Namun dari pada itu, beberapa parameter yang tetap adalah :
1. jenis material = St-37 (Rm =370)
2. tebal pelat (s) = 0.8 mm

tools no.1,7
a. banyak lubang jenis 1 =1 buah
b. banyak lubang jenis 2 =1 buah
Berdasarkan rumus( 68 ):
F 1,7 = F lubang jenis 1 + 2.F lubang jenis 2
= 1935 + 4285
= 6220 N
Berdasarkan rumus( 69 ):
Fs 1,7 = 3.5 % . 6220
= 217 N

119
tools no. 2, 6
ƒ banyak lubang jenis 1 = 3 buah
ƒ banyak lubang jenis 2 =0 buah
F2,6 = 3. F lubang jenis 1
= 3 . 1935
= 5805 N
Fs2,6 = 3.5 % .5805
=203 N

tools no.3,4,5.
ƒ banyak lubang jenis 1 = 1 buah
ƒ banyak lubang jenis 2 =0 buah
F3,4,5 = F lubang jenis 1
= 1935 N
Fs3,4,5 = 3.5% . 1935
= 68 N
Mengingat penggunaan presstool merupakan proses piercing pada kedua sisi pelat maka pada
perhitungan gaya potong di atas adalah hanya perhitungan gaya potong pada sisi kanan
konveyor saja, sedangkan untuk perhitungan pada sisi kirinya disamakan sesuai dengan posisi
pemotongannya.

V.8.2 PENENTUAN DIMENSI TOOLS


Dalam menentukan dimensi
Perhitungan meliputi :

1.Penetrasi
berdasarkan rumus (60)
Penetrasi pemotongan = ½ x 0.8
= 0.4 mm
Penetrasi Die = 3 x 0.8
=2.4 mm

120
2 Fracture (patahan)
tinggi patahan / fracture = ½ x 0.8
= 0.4 mm

3.Clearance dies
Diketahui : tebal material = s = 0,8 mm
shear stress = τ B = 0,8 . 370
= 295 N/mm
working factor = c = 7 %
Ditanyakan : dimensi lubang dies 1,7,2,6,3,4,5
Jawab :
Berdasarkan rumus( 63 ):
Us = 7 % . 0,8 . 295
= 0,96 mm /side
dimensi dies tipe 1 = dia 2.6 + 2(0,96)
= 4,52 mm
dimensi dies tipe 1 = dia 9 + 2(0,96)
= 10.92 mm

4.Tebal bibir potong /Land


berdasarkan rumus( 65 ):
Land = 2,5 . 0,8
= 2 mm.

121
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian beberapa bab dalam penulisan tugas akhir ini, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan antara lain:
1. Hasil pembahasan dan perancangan sub line metal forming untuk produk door
panel refrigator (pintu kulkas) dapat digunakan sebagai dokumentasi yang dapat
dijadikan bahan ajar dan studi banding untuk pihak-pihak yang menghadapi
masalah yang serupa.
2. Mesin ini dirancang unuk dapat dioperasikan secara manual dan otomatis melalui
mekanisme kerja sistem yang berbasis PLC
3. Dalam perancangan sub line metal forming untuk produk door panel refrigator
(pintu kulkas) memerlukan beberapa komponen dengan spesifikasi sebagai
berikut :
1. Induksi motor AC 0,2 kW yang dilengkapi gearhead dengan rasio reduksi
sebesar 59 dan inverter 0,2 KW (Toshiba VF-S7), berfungsi sebagai sumber
penggerak (prime mover) dan variator pencapaian kecepatan konveyor.
2. Yuken Power packages (Power Unit) yang sudah dilengkapi pompa dengan
volume langkah 6,3 cm3/rev, pengaturan tekanan 12 – 50 bar, Motor dengan
besar daya 0,75kW, kapasitas reservoir 35 liter, max tekanan 50 bar.
3. Relief valves dengan maximum pengaturan hingga 210 bar. Bertipe series
Parker RDH081.
4. Silinder hidrolik dengan diameter piston 10,2 cm, diameter rod 6,35 cm,
stroke 5,1 cm. Bertipe double acting series Parker 2H Heavy Duty Hydraulic
cylinder.
5. One way flow control, Yuken bertipe SRCT - 03 – 50
6. Solenoid operated poppet type 4/2 valve. Yuken valve type S-DSG-01-2B2-
D24-N-50.
7. Pengontrol tekanan, harus mampu diseting sampai 0 – 15 bar .

121
8. Pipa untuk hidrolik, berjenis “steel pipe” dengan tipe schedule 40, diameter
luar 0,0866 inci, diameter dalam 0,622 inci.
9. Sabuk transmisi tipe STD8M (catalog contitech) dengan panjang pitch 1056
mm dan lebar 30 mm, berfungsi untuk mentransmisikan daya dan putaran dari
motor terhadap konveyor
10. Sabuk konveyor tipe HTD14M (catalog contitech) dengan panjang pitch 3500
mm dan lebar 40 mm, berfungsi sebagai pembawa benda kerja yang diproses
11. Press Tools
12. Compresor bertekanan ± 6 bar , berfungsi sebagai sumber tekanan
13. Silinder dengan diameter 20 mm dan panjang stroke 30 mm, berfungsi sebagai
stopper
14. Silinder dengan diameter 15 mm dan panjang stroke 30 mm, berfungsi sebagai
side positioning
15. Sensor induktif, berfungsi sebagai pendeteksi benda kerja
16. PLC
4. Pencapaian hasil dalam perancangan mesin ini antara lain:
1. Gambar rancangan mesin
2. Gambar press tools
3. Program PLC

VI.2. Saran

Karena keterbatasan waktu dan data, maka dalam pembuatan sub line metal
forming untuk produk door panel refrigator (pintu kulkas) dimasa yang akan
datang perlu dilakukan kajian ulang beberapa hal sebagai berikut :
1. Mekanisme pencekaman benda kerja (magnetic clamping) ketika mesin
berada dalam kondisi bergerak.
2. Sistem pengatur (adjuster) untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan
terjadinya tarikan berlebih (over load) yang harus ditahan oleh sabuk

122
konveyor akibat gaya tekan terhadap pelat, ketika proses pemotongan
berlangsung.
3. Pemograman PLC hanya mampu untuk menyelesaikan 2 tipe pelat dari 6
variasi pelat yang direncanakan, sehingga dibutuhkan pembuatan program
untuk mengatasi kekurangan tersebut
4. Sebaiknya dalam menentukan pemilihan karakteristik motor penggerak lebih
diperhitungkan lagi, karena daya motor yang direncanakan hanya dihitung
dari sisi mekanik saja.
5. Penggunaan alternatif media kerja terutama hidrolik perlu dikaji ulang,
karena tekanan kerja yang digunakan agak kecil tidak tertutup kemungkinan
proses piercing dapat dilakukan dengan pneumatik.

123
DAFTAR PUSTAKA

Deutschman, Aaron D. Walter J.M. dan Charles E.W. 1975. Machine Design Theory and Practice.
New York: Macmillan.
Matek, W. Dieter M. Herbert W. dan Manfred B. 1994. Roloff/ Matek Maschinenelemente.
Braunschweig/ W iesbaden: Viewegs Fachbucher Der Technik.
Paquin, J.R. 1962. Die Design Fundamentals. New York: Industrial Press inc.
Purwasasmita, M. 2000. Konsep Teknologi. Bandung: ITB
Rudenko, N. 1992. Mesin Pemindah Bahan. Jakarta: Erlangga.
Shigley, Joseph E. dan Larry D.M. 1984. Perencanaan Teknik Mesin. Terjemahan Harahap Gandhi.
Jakarta: Erlangga.
G. Niemann. 1982. Elemen Mesin. Trjemahan Anton Budiman. Jakarta: Erlangga
Sularso dan Kiyokatsu Suga. 2002. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta:
Pradnya Paramita.
Sutrisno. 1997. Fisika Dasar. Bandung: ITB
Antony Esposito. Fluid Power with Application. Prentice-Hall Internasional inc. New jersey,
USA.1994
Ismail Rochim, Nur Wisma Nugraha, Suharyadi Pancono. Mesin Listrik 1. Politeknik Manufaktur
Bandung
Zuhal. Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya. PT Gramedia. Jakarta.1988
Thomas Krist. Dr.Ing,Hidraulika. Penerbit Erlangga
Budi Prastaw,Ir. Pneumatik Hidrolik 1. Politeknik Manufaktur Bandung. Bandung
Peter Kohler. Industrial Hidroulic Control.Wisley
“Hydarulic Cylinders”, Parker Hydraulic Division, URL : http://www.parker.com (10 Juni 2003)
“Hydarulic Valve”, Parker Hydraulic Division, URL : http://www.parker.com (10 Juni 2003)
“Design of Timing Belt Drives”, URL : http://www.contitech.del (15 Juni 2003)
LAMPIRAN A

Tabel 1
Gambar 1

• Profil gigi berdasarkan standard ISO 5296-1978 ( E )

Gambar 2

• Profil gigi berdasarkan katalog SDP/SI


Gambar 3
• Profil gigi berdasarkan katalog Veco- transmission

Gambar 4

• Profil gigi berdasarkan katalog SIEGLING


Tabel 2

Faktor beban c2

catatan :
Faktor beban dapat dicari jika tipe motor penggerak dan mesin yang digerakkannya telah ditentukan, harga
pada tabel diatas tidak berlaku untuk kondisi kerja yang tidak standard.

Tabel 3
Faktor akselerasi c3 Rasio transmisi Faktor akselerasi

Faktor akselerasi dipakai


ketika rasio transmissi lebih
besar dari 1,24
Tabel 4
Faktor kelelahan c4
Faktor ini tergantung pada waktu operasi harian dan condisi kerja tertentu untuk setiap
mesin

Tipe dan waktu operasi Faktor kelelahan

Tabel 5
faktor jumlah pasang gigi terkait c1

jumlah gigi yang berpasangan gigi dalam faktor pasangan

Tabel 6
faktor panjang sabuk c5
Gambar 5

catatan:
untuk daerah transisi dimana pitch berada diantara dua alternatif pitch direkomendasikan untuk menghitung
kedua-duanya untuk memperoleh hasil pemilihan yang optimum.
Tabel 7

Tabel 8
Tabel 9

Tabel 10
tabel 11
tabel 12

tabel 13
tabel 14

tabel 15
tabel 16

daerah penyetelan minimum jarak antar sumbu poros


LAMPIRAN B
tabel 1

tabel 2

tabel 3
LAMPIRAN C
Tabel 1

Efisiensi mekanis (η )
Rantai dan sproket 0,95 – 0,98
Roda gigi lurus atau miring 0,9
Roda gigi cacing 0,45 – 0,85
Sabuk gilir 0,96 – 0,98

Tabel 2

Harga-harga faktor momen lentur Cm dan faktor momen puntir Ct

Jenis Pembebanan Cm Ct
Poros diam
Beban diberi bertahap 1,0 1,0
Beban diberi mendadak 1,5 - 2,0 1,5 -2,0

Poros berputar
Beban diberi bertahap 1,5 1,0
Beban steady 1,5 1,0
Beban diberi mendadak, kejutan kecil 1,5 - 2,0 1,0 - 1,5
Beban diberi mendadak, kejutan besa 2,0 - 3,0 1,5 -3,0

Tabel 3

Harga faktor keamanan


[JOSEPH VIDONIC – 1957]

n material lingkungan beban


1,25 - 1,5 andal terkendali tertentu
15 - 2 terkenal konstan tertentu
2 - 2,5 rata-rata biasa tertentu
2,5 - 3 kurang teruji biasa biasa
3-4 belum teruji tidak pasti biasa/ tak tentu
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Gambar 1
Tabel 8
Gambar 2

Hubungan Motor, Inverter dan GearHead

PM = 0,2[ Kw]
MOTOR
n M = 1500[ rpm ]

9550.0,2[kW ]
TM = = 1,27[ Nm]
1500[ rpm]

INVERTER f = 27[ Hz ]

9550.0,2[kW ] 120.27[ Hz ]
TI = = 2,36[ Nm] n= = 810[ rpm]
810[ rpm] 4

GEAR HEAD r = 59

SISTEM

n S = 13,73[ rpm]

ν = 0,1[m / det]

TS = 139,11[ Nm]
Tabel 9
LAMPIRAN D

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7

Anda mungkin juga menyukai