Disusun Oleh :
1. EKA NUGRAHA NIM. 200135007
2. FARIED ISMUWARDHANI NIM. 200135008
3. ZAENAL MUTAQIN NIM. 200132024
4. YOGIE MARADONA NIM. 200131026
Disusun Oleh :
1. EKA NUGRAHA NIM. 200135007
2. FARIED ISMUWARDHANI NIM. 200135008
3. ZAENAL MUTAQIN NIM. 200132024
4. YOGIE MARADONA NIM. 200131026
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui :
Aris Budiarto
NRP. NRP. NRP.
ABSTRAK
Awal abad ke 21 diantisipasi sebagai datangnya masa depan yang sarat perubahan,
persaingan dan kompleksitas. Dasawarsa ini merupakan tahun-tahun transisi menuju
masyarakat industri berteknologi modern yang menekankan pada kemampuan memanfaatkan
informasi, keterkaitan global, infrastuktur yang terintegrasi dan sumberdaya manusia yang
kreatif dan inovatif.
Permintaan yang penulis temui saat ini adalah perancangan mesin untuk mengisi dan
atau mengganti line produksi dalam pembentukan pelat menjadi door panel refrigator (pintu
kulkas) sehingga diharapkan mesin tersebut mampu memproses 6 variasi produk dengan lebar
pelat yang sama.
Permintaan tersebut timbul terutama disebabkan karena keterbatasan sarana yang
tersedia saat ini dalam memenuhi lot produksi (demand) dan daya saing yang tinggi,
diharapkan dengan dirancangnya mesin ini mampu memproduksi variasi produk dengan
jumlah yang lebih banyak dan dalam waktu yang lebih singkat.
Perancangan sebuah mesin yang terdiri dari sistem konveyor dan press tools serta
didukung media kerja pneumatik dan hidrolik yang diatur sedemikian rupa hubungannya oleh
PLC diharapkan mampu memenuhi permintaan tersebut, selain itu mesin ini dilengkapi pula
dengan inverter yang berperan utama sebagai variator kecepatan yang dapat menunjang
peningkatan produktifitas untuk kedepannya.
Perancangan mesin ini merupakan hasil kombinasi dari beberapa disiplin ilmu yang
melibatkan persoalan desain, mekanik dan otomasi yang berjalan secara paralel dan
bergabung pada setiap akhir dari kegiatan. Rancangan diperoleh dari penalaran rasional,
perhitungan dan pemilihan dari beberapa alternatif yang terpikirkan dengan menggunakan
beberapa literatur sebagai data.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, yang dengan rahmat-Nya kami
dapat menyelsaikan karya tulis yang berjudul “ Perancangan Sub Line Metal Forming
Untuk Produk Door Refrigator (Pintu Kulkas) “. Karya tulis ini disusun sebagai syarat
kelulusan program Diploma III Ahli Teknik Politeknik Manufaktur Bandung.
Pada kesempatan ini, tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Orang tua serta keluarga tercinta atas dukungan moril dan materil terutama doa restu
yang diberikan kepada kami.
2. Dosen pembimbing : Bpk. Addonis Candra dan Mas Dede Supriadi, yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing kami dalam
menyelesaikan karya tulis ini.
3. Bpk. Ali S, Mas Dedi Arif (Ins. ME), Bpk. Bayu P (Ins. DE), serta Bpk. Ruminto (Ins.
AE), yang telah memberikan bantuan dan saran dalam menyelesaikan karya tulis ini.
4. Pihak Puslatker IJM yang telah memberikan kesempatan untuk mengunakan fasilitas
PLC Siemens S7-300.
5. Sdri. Vidia Geraldin, Sdri. Santi Dewi Efendi dan Sdr Ir Enrizal Nazar atas
kebersamaannya dalam memberikan dorongan moril.
6. Dan semua pihak yang telah turut serta membantu.
Selama pembuatan karya tulis ini, kami menemui berbagai kendala dan kesulitan oleh
karena itu kami menunggu saran dan kritik yang membangun. Kami berharap karya tulis ini
dpat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan kami sebagai penulis khususnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan i
Abstrak ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang Masalah 1
I.2 Rumusan Masalah 3
I.3 Pendekatan Penyelesaian Masalah ` 4
I.4 Pembatasan Masalah dan Ruang Lingkup Kajian 4
I.5 Tujuan Penulisan 5
I.6 Pengumpulan Data 5
I.7 Sistematika Pembahasan 5
BAB II LANDASAN TEORI
II.1 Proses Desain 7
II.2 Konveyor 9
II.3.1 Definisi 9
II.2.2 Pembagian pokok perlengkapan penanganan bahan 9
II.2.3 Sabuk konveyor 10
II.3 General Mekanik 11
II.3.1 Transmisi sabuk gilir (timing belt) 11
II.3.1.1. Material/ Komponen penyusun 11
II.3.1.2. Profil gigi 12
II.3.1.3. Definisi dan symbol 13
II.3.1.4. Data dan langkah-langkah desain sabuk gilir 15
II.3.2 Pemilihan Motor 19
II.3.2.1 Motor induksi 19
II.3.2.1.1 Konstruksi Umum 19
II.3.2.1.2 Pengaturan kecepatan motor induksi 20
II.3.2.1.3 Prinsip kerja motor induksi 21
II.3.2.2 Gaya tahanan sabuk 21
iv
II.3.2.2.1 Gaya tarik sabuk ( Ft ) 21
iv
II.8 Elektropneumatik 44
II.8.1 Elemen listrik pada elektro pneumatik 44
II.9 Programmable Logic Controller (PLC) 45
II.9.1 Ciri – ciri PLC 45
II.9.2 Komponen PLC 46
II.10 Piercing Tool Hydroulic 46
II.10.1 Penetrasi 47
II.10.2 Fracture 48
II.10.3 Clearence 48
II.10.4 Land 50
II.10.5 Perhitungan gaya piercing 51
iv
V.2.1 Sket gambar 89
V.2.2 Perhitungan dan pengolahan data 93
V.2.3 Data teknis desain sabuk gilir (transmisi) 96
V.3 Perancangan Sabuk Gilir (konveyor) 96
V.3.1 Sket gambar 96
V.3.2 Perhitungan dan pengolahan data 96
V.3.3 Data teknis desain sabuk gilir (transmisi) 96
V.4 Perancangan poros dan pasak 97
V.4.1 Pengolahan Data dan Perhitungan Poros 97
V.4.2 Pengolahan Data dan Perhitungan Pasak 101
V.4.2.1 Akibat Gaya Tangensial 102
V.4.2.2 Akibat Tekanan Bidang 102
V.4.2.3 Panjang Pasak 102
V.5 Pneumatik 103
V.5.1 Air Pressure yang digunakan 103
V.5.2 Silinder yang digunakan 103
V.5.2.1 Gaya (F) 103
V.5.2.1.1 Stopper silinder 103
V.5.2.1.2 Side positioning silinder 106
V.6 Perhitungan Gaya Hidrolik 108
V.6.1 Gaya yang terjadi 108
V.6.2 Tekanan kerja pada silinder 108
V.6.2.1 Volume silinder 110
iv
V.6.2.6 Volume reservoir 113
V.6.2.7 Parameter penurunan tekanan 113
V.6.2.8 Tekanan kerja hidrolik 114
V.6.2.9 Parameter perpipaan 114
V.7 Perhitungan konstruksi rangka bed mesin sub metal forming pintu kulkas. 115
V.7.1 momen tahanan yang harus dimiliki profil adalah 117
V.7.2 Pengecekan terhadap tegangan yang terjadi 117
V.7.3 Pengecekan terhadap defleksi 118
iv
BAB I
PENDAHULUAN
stasion code 1 2 3 4 5
gambar I-1
1
o Loading
Tahap dimana pelat yang ukurannya telah ditentukan di pindahkan dari
tumpukan pelat-pelat (tempat penyimpanan) ke stasion 1, proses ini
menggunakan vacum clamper dan hanya aktif jika operator hendak memulai 1
(satu) kali proses pembentuka pelat.
o Stasion 1
Pada tahap ini berlangsung proses pelubangan bagian sisi-sisi pelat
menggunakan punching tool.
o Stasion 2
Pada tahap ini berlangsung proses pelipatan bagian sisi-sisi pelat yang telah
dilubangi (┌─┐).
o Stasion 3
Pada tahap ini berlangsung proses pelipatan untuk yang kedua kalinya pada
bagian sisi-sisi pelat.
Untuk jelasnya tahapan pembentukan pelat tipe A ini tampak seperti gambar di
bawah :
gambar I-2
2
Dalam tahap pengembangan/ modifikasi produk, industri tersebut akan
mengeksekusi produk tipe B yang terdiri dari 6 variasi produk berbeda (lihat gambar 1
lampiran B), tetapi memiliki lebar pelat yang sama (685 mm), sehingga dibutuhkan
station baru yang dapat mengeksekusi ke enam variasi produk diatas oleh satu mesin.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka industri harus membuat 1 (satu) unit
stasion baru yang didalamnya melibatkan proses piercing (1.1), proses drawing (1.2) dan
stasion yang dikosongkan (1.3) sehingga diharapkan unit baru ini dapat disisipkan
(mengambil alih) PUNCH stasion 1 awal pada line produksi yang ada, sehingga lay out
alur produksinya menjadi :
Gambar I-3
Gambar I-4
3
1.3 Pendekatan Penyelesaian Masalah
Karena perancangan stasion baru ini merupakan suatu sistem yang integrated,
maka pendekatan yang paling baik untuk menyelasaikan masalah tersebut adalah dengan
membagi sistem tersebut menjadi beberapa sub sistem, yaitu:
1. Rancangan tools
Rancangan ini akan mengembangkan desain press tools untuk proses piercing
pada pelat dan memberikan input untuk perhitungan-perhitungan sub sistem
lainnya.
3. Rancangan kontrol
Rancangan ini akan mengontrol semua aktivitas sistem dalam proses
pembentukan pelat sesuai dengan variasi produk yang ingin di produksi.
o Perancangan konstruksi mesin dan press tools hanya pada stasion satu
o Perhitungan perancangan yang akan dibahas meliputi perhitungan daya motor,
elemen transmisi, media kerja dan profil rangka berdasarkan ilmu kekuatan
bahan dan elemen mesin.
o Perancangan elektrik dan program PLC yang digunakan.
4
o Untuk perancangan press tools meliputi perhitungan dimensi tools dan gaya
potong.
o Untuk kecepatan relatif dari pergerakan konveyor diasumsikan ideal
5
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, rumusan, pendekatan
penyelesaian dan pembatasan masalah, tujuan penulisan, metoda, sistematika
pembahasan.
BAB IV ALTERNATIF
Dalam bab ini dibahas mengenai masalah-masalah yang mungkin muncul
terhadap rancangan yang telah direncanakan dalam penyusunan kerangka penyelesaian
masalah, sehingga dapat dipertimbangkan keuntungan serta kerugian dari rancangan yang
satu dengan yang lainnya melalui alternatif.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
Tahap proses desain dengan input dan outputnya dapat digambarkan dalam skema
berikut ini :
Vague statement Problem Broadmind Problem Details of Search
formulation analysis (pencarian)
of what is needed ( rumusan ) of the problem ( analisis) The problem
Urutan logis diatas adalah pola baku. Dalam prakteknya dapat terjadi pengulangan
kembali tahap-tahap tertentu, umpan balik, pemasukan atau penyisipan input-input baru.
(Purwasasmita, 2000 : 101)
Skema diatas jika diterjemahkan lebih lanjut akan menghasilkan suatu tahap-tahap
desain yang harus dilalui yaitu :
1) mengidentifikasi/ merumuskan tugas desain yang bagaimanakah yang harus dipenuhi
pada tahap ini akan timbul banyak pertanyaan-pertanyaan karena masukan-masukan yang
tidak lengkap dan tidak terorganisir dengan baik (vague statement of what is needed),
sebagai gambaran pertanyaan yang harus timbul antara lain :
• apakah desain serupa pernah dibuat ?
• pengalaman/ pengetahuan apa yang dapat diperoleh ?
• faktor-faktor utama apa yang sangat menentukan untuk konstruksi ? (fungsi, berat,
harga, penampilan luar, keinginan khusus dari pembeli)
• standar-standar dan norma-norma manakah yang harus dipenuhi ?
7
2) menentukan ukuran-ukuran utama dengan perhitungan kasar
biasanya tahap ini diawali dengan rancangan kasar yang berskala (problem formulation)
terhadap konstruksi yang akan di buat berlandaskan pada permintaan konsumen dan
perhitungan kekuatan bahan.
3) menentukan alternatif-alternatif desain konstruksi
pada tahap ini kita harus membuat alternatif-alternatif desain (broadmind of problem) dan
membandingkannya secara kritis (problem analysis). Pilihan terakhir didasarkan atas
pokok-pokok utama (details of the problem) sebagai berikut:
o fungsi yang dapat diandalkan
o dimensi mesin
o daya guna mesin yang efektif
o mudah dipakai, mudah distel dan mudah mengganti bagian-bagian yang aus,
pelumasan yang terjamin dan penyekatan yang baik
o biaya produksi yang rendah dan sebagainya
4) desain yang berskala
skala ukuran akan memeberikan suatu masukkan penting terhadap pertimbangan
konstruksi yang rasional . Berikutnya yang harus dipikirkan adalah sarana produksi dan
dan bahan-bahan yang akan dipakai. Bagian-bagian kritis diulang kalkulasinya. Seringkali
kita harus memakai bahan lain atau mencari alternatif konstruksi yang baru (search). Ini
harus dicatat dan digambar khusus secara terpisah.
5) memilih bahan
beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pemilihan bahan:
• bahan-bahan umum yang mudah didapat dipasaran seperti baja karbon diprioritaskan
pemakaiannya
• bahan-bahan khusus seperti baja paduan, non ferrous metal hanya digunakan jika
memenuhi tuntutan yang khusus
• bila kekerasan logam bertambah maka kehalusan permukaan dan ketahanan terhadap
keausan juga bertambah, tetapi biaya produksi ikut naik
• bentuk konstruksi yang memerlukan pengelasan, perlu diperhatikan apakah bahan
tersebut memiliki sifat mampu las yang baik.
8
6) bagaimana memproduksi
konstruksi dan cara pembikinan elemen-elemen yang dilibatkan dalam rancangan apakah
memungkinkan untuk diproduksi atau tidak, hal ini berkaitan dengan fasilitas produksi
yang tersedia.
7) mengamati desain secara teliti
setelah menyelesaikan disain berskala, konstruksi diuji berdasarkan pokok-pokok utama
yang menentukan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
a) perubahan sebuah pokok utama dapat mengubah desain secara menyeluruh
b) hasil konstruksi yang matang biasanya dicapai setelah dilakukan bermacam-macam
desain dan perbaikan- perbaikan (many partial solution mostly in concept form)
c) konstruksi yang terbaik (decision and prefered solution through form ) merupakan
hasil kompromi dari berbagai ragam tuntutan para pemakai.
8) merencana sebuah elemen; Gambar kerja bengkel (workshop blue print)
setelah merancang desain utama barulah ditetapkan ukuran-ukuran terperinci dari setiap
elemen. Gambar kerja bengkel harus menampilkan pandangan dan penampang yang jelas
dari elemen tersebut serta keterangan mengenai metoda-metoda khusus seperti: perlakuan
panas, pelapisan permukaan, sand blastin, coating dan sebagainya.
9) gambar lengkap dan daftar elemen
setelah semua ukuran-ukuran elemen dilengkapi, baru dibuat gambar lengkap dengan
daftar elemen-elemen. Setiap elemen diberi nomor sesuai dengan daftar.
II.2. Konveyor
II.2.1 Definisi
9
Perlengkapan pemindah ialah kelompok mesin yang mungkin tidak mempunyai peralatan
pengangkat tetapi memindahkan muatan secara berkesinambungan.
Perlengkapan permukaan dan overhead adalah kelompok mesin yang mungkin juga tidak
dilengkapi dengan peralatan pengangkat dan biasanya menangani muatan dalam satuan bac
(batch).
Pengelompokan perlengkapan penanganan bahan (Materials Handling Equipment)
berdasarkan desainnya tampak pada gambar dibawah ini :
Mesin pengangkat
Perlengkapan Crane
pengangkat
Elevator
Conveyor
Perlengkapan Peralatan
Penanganan pemindahan Peralatan hidrolik
bahan (konveyor)
Peralatan pembantu
System lintasan
overhead
Umumnya sabuk dipakai untuk memindahkan daya dan putaran antara dua poros
yang sejajar, namun dalam hal ini sabuk harus juga berfungsi sebagai tumpuan beban
sekaligus memindahkannya. Perbedaan yang mendasar tampak seperti pada gambar berikut
ini :
Gambar.II-3. (a). belt sebagai pemindah daya ; (b). belt sebagai konveyor
10
Pada gambar II.3.b. terlihat perbedaan yang jelas bahwa sabuk konveyor selain
berfungsi sebagai pemindah daya dan putaran, sekaligus juga harus mampu menahan/
membawa beban yang diangkutnya, sehingga pada beberapa keperluan khusus perlu
ditambahkan idler (support rollers) atau skid plate (pelat penunjang).
gambar II-4. Konstruksi ini sering dipakai untuk sabuk datar (flat belt)
Transmisi sabuk yang bekerja atas dasar gesekan belitan mempunyai beberapa
keuntungan karena murah harganya, sederhana konstruksinya dan mudah untuk mendapatkan
perbandingan putaran yang diinginkan. Namun demikian, transmisi sabuk tersebut
mempunyai kekurangan dibandingkan dengan transmisi rantai dan rodagigi, yaitu karena
terjadinya slip antara sabuk dan puli. Karena itu, macam transmisi sabuk biasa tidak dapat
dipakai bilamana dikehendaki putaran tetap atau perbandingan transmisi yang tetap dan
sinkronisasi gerakan.
Sabuk gilir dibuat dari karet neopren atau plastik poliuretan sebagai bahan cetak,
dengan inti dari serat gelas atau kawat baja, serta gigi-gigi yang dicetak secara teliti di
permukaan sebelah dalam dari sabuk. Karena sabuk gilir dapat melakukan transmisi mengait
seperti rodagigi atau rantai, maka gerakan dengan perbandingan putaran yang tetap dapat
diperoleh.
Tabel 1 pada lampiran A1 merupakan data teknis yang dikeluarkan oleh SDP/SI
(Stock Drive Products/ Sterling Instrumen) memperlihatkan contoh jenis-jenis sabuk dengan
keterangan materialnya.
11
II.3.1.2. Profil gigi
Akhir-akhir ini telah dikembangkan macam sabuk yang dapat mengatasi kekurangan
tersebut yaitu sabuk gilir(1), variasi macam sabuk ini ditentukan oleh banyak faktor mulai dari
bentuk profil gigi, panjang, lebar, material dan tegangan tarik izinnya.
Profil gigi yang bervariasi ini (gambar 1-4 lampiran A1) sangat menyulitkan kita
dalam hal pemilihannya karena hampir tiap-tiap produsen mempunyai spesifikasi yang
berbeda, untuk mudahnya bentuk profil gigi yang akan dibahas dalam tulisan ini mengacu
pada catalog ContiTech.
Berdasrkan catalog ini profil gigi yang digunakan dibagi menjadi 2 yaitu tipe HTD
(High Torque Drive) dan STD (Super Torque Drive), perbedaan antara kedua tipe ini tampak
pada gambar II-5. dibawah ini:
____________________________________________________________________
(1) sabuk gilir = sabuk positif (timing belt) = sabuk sinkron (synchronous belt)
(2) panjang pitch maksimum sabuk Lw = 2848 mm
(3) panjang pitch maksimum sabuk Lw = 4578 mm
12
II.3.1.3. Definisi dan symbol
gambar II-6.
13
Fu N Gaya tarik efektif sabuk
Fv N Total beban poros
i ------- Rasio transmisi
k1 ---- Faktor beban tarikan sabuk
k2 ---- Serpis factor terikan sabuk
Lf mm Jarak rentang bebas
Lw mm Panjang pitch sabuk
m Kg/m Berat sabuk per m panjang
ms Kg/m.mm Berat sabuk spesifik per m panjang
dan mm lebar
n1 min-1 Kecepatan putar puli penggerak
-1
n2 min Kecepatan putar puli yang digerakkan
ng min-1 Kecepatan putar puli yang besar
nk min-1 Kecepatan putar puli yang kecil
P kW Daya yang akan ditransmisikan
PN kW Power rating untuk lebar efektif
sabuk
PR kW Power rating untuk lebar sabuk yang
dipilih
t mm Kisar gigi (pitch)
v m/s Kecepatan sabuk
z ---- Jumlah gigi sabuk gilir (timing belt)
z1 ---- Jumlah gigi puli penggerak
z2 ---- Jumlah gigi puli yang digerakkan
zg ---- Jumlah gigi puli yang besar
zk ---- Jumlah gigi puli yang kecil
α ° (derajat) Sudut inklinasi sisi sabuk
β
α = 90 −
2
β ° (derajat) Sudut kontak puli yang kecil
14
II.3.1.4. Data dan langkah-langkah desain sabuk gilir
Penggerak sabuk gilir dihitung melalui beberapa tahapan, pada bagian ini akan
dibahas semua rumus-rumus yang dibutuhkan untuk perhitungan:
Langkah-langkah perhitungan:
15
3. Menentukan diameter pitch dw dan Jumlah gigi z sabuk gilir
Diameter pitch dw dihitung berdasarkan harga minimum dan maksimum dari data
desain yang sesuai dengan daya transmisi yang dibutuhkan.
…………………………………………………….……….. (2)
Diameter dan jumlah gigi untuk HTD dan STD puli gilir diberikan pada tabel 13, 14
dan 15 pada lampiran A1.
…………………………….. (3)
panjang yang standard dari sabuk gilir ini dapat dilihat pada tabel 11 untuk tipe HTD
dan tabel 12 untuk STD pada lampiran A1.
Jarak antar sumbu a, dipilih berdasarkan panjang sabuk dan jumlah gigi puli tertentu,
dan dapat dihitung menggunakan rumus:
…. (4)
…………………………………. (5)
5. Menentukan faktor jumlah pasang gigi terkait c1 dan faktor panjang sabuk c5
Kedua faktor ini harganya dapat dilihat langsung pada tabel 5 dan 6 lampiran A1.
6. Menentukan lebar b sabuk gilir
Pentingnya lebar sabuk gilir diberikan oleh harga serpis faktor, faktor jumlah pasang
gigi terkait dan faktor panjang. Pada gilirannya semua faktor itu akan tergantung pada
16
- Daya yang akan ditransmisikan, P dan
- Kapasitas daya yang ditransmisikan PN untuk lebar efektif sabuk
Kapasitas daya yang ditransmisikan PN untuk CONTI SYNCHROFORCE CXA III
Heavy-Duty Timing Belts jenis HTD dan STD dapat dilihat pada tabel 7 dan 9
lampiran A1.
Kapasitas daya yang ditransmisikan PR untuk lebar sabuk yang dipilih dan lebarnya
tidak standard (b>20 mm) atau berada diantaranya dihitung dengan mengalikan
kapasitas daya yang ditransmisikan diatas dengan faktor lebar sabuk c6 yang ada pada
tabel 8 dan 10 pada lampiran A1
P R = P N ⋅ c 6 [kW ] ………..……………………………………………. (6)
Syarat ke-1 lebar sabuk gilir dapat dipakai sesuai dengan kapasitas daya yang
ditransmisikannya , jika factor c6 yang telah ditentukan sebelumnya lebih besar dari
faktor perhitungan lebar c6 err
………..…………………………………… (7)
Selanjutnya syarat ke-2 pengecekan dilakukan terhadap gaya efektif yang diizinkan
untuk lebar dan jenis sabuk yang digunakan sehingga Fu < Fu-zul, lihat tabel 16
lampiran A1.
………..……………………………………….. (8)
gambar II-7.
17
Pembebanan sabuk gilir terhadap poros dihitung berdasarkan kecepatan putar puli
yang kecil nk (output) atau berdasarkan kecepatan linier v sabuk dan daya yang akan
ditransmisikan P. Faktor beban gaya tarik sabuk k1 ditentukan oleh kondisi operasi
dari mesin (lihat tabel 1-a lampiran A2), sedangkan jika lebar sabuk yang dipilih
mengharuskan untuk memilih lebar yang lebih besar dari lebar standard (20 mm)
maka beban poros harus di naikkan dengan serpis faktor gaya tarik sabuk k2 (lihat
tabel 1-b lampiran A2). sehingga gaya yang terjadi pada poros adalah:
β β
60.10 6.P. sin 10 3.P. sin
Fv = k 1 .k 2 2 = k .k . 2 [ N ] ………………................... (9)
1 2
t. z k .n k v
8. Daerah penyetelan
Sama halnya seperti pada sabuk-V, suatu daerah penyetelan yang tampak pada gambar
II.3.d diperlukan baik ke dalam maupun keluar, untuk memudahkan pemasangan,
pembongkaran, dan pengaturan tegangan pada waktu operasi.
gambar II-8
Daerah penyetelan standard ke kedua arah Ci dan Cs diberikan dalam tabel 2
(lampiran A2)
18
gambar II-9
Tegangan yang sesuai dapat diperoleh dengan menimbang, dimana gaya tarik tertentu
(lihat tabel 3 lampiran A2) dikenakan pada tengah-tengah rentangan sabuk sehingga
diperoleh jarak defleksi yang sesuai dengan hasil perhitungan (gambar II.9)
Motor induksi adalah suatu motor yang mempunyai konstruksi yang sederhana, kasar
dan harga relatif murah. Sifat – sifat ini diakibatkan karena secara fisik rotornya tidak
terhubung ke sumber tegangan eksternal. Motor – motor induksi dengan ukuran kecil banyak
dipakai untuk fan, mesin cuci dan lain – lain. Motor induksi 3 fasa banyak dipakai di industri.
Konstruksi stator dari motor induksi di buat dari besi bundar yang berlapis – lapis dan
slot – slot yang terletak di sekeliling rotor. Rotor dari motor induksi tersusun atas silinder
yang berlapis – lapis dengan slot – slot dipermukaannya. Belitan dalam slot – slot ini ada 2
macam. Kebanyakan yang umum dipakai adalah belitan squirel cage, yang tersusun atas
batangan – batangan tembaga berat yang kedua ujungnya terhubung bersama dengan ring
yang terbuat dari tembaga atau kuningan. Pada motor induksi 3 fasa ini, 3 belitan ditempatkan
masing – masing dengan jarak 120o listrik.
19
Gambar II-10. potongan melintang motor induksi
20
II.3.2.1.3 Prinsip kerja motor induksi
A B
C
gambar II-11
II.3.2.2.1 Gaya tarik sabuk ( Ft )
Lihat segitiga ABC, jika sudut defleksi dibatasi sampai α = 10° maka untuk
menahan berat benda yang dibawa, sabuk harus memiliki kekuatan tarik
gambar II-12.
α
B
A
w
Ft
C
w
Ft = ……………………………………................................................................… (10)
sin α
21
II.3.2.2.2 Momen tahanan (T)
Jika gaya tahanan rata-rata sabuk yang menarik adalah Ft [N], diameter puli adalah D
[m], dan kecepatan konveyor adalah v [m/det], maka momen puntir tahanan Tt [Nm] adalah
Ft .D
Tt = …………………………………………………………………………………(11)
2
Dengan efisiensi mekanis sebesar η , maka daya rata-rata yang diperlukan adalah
T .n
P= [kW ] ............................................................................................................. (13)
9550.η
Pilihlah untuk sementara data Pm (kW) dan jumlah kutub (p) dari suatu motor standar
yang lebih besar dari daya diatas pada lampiran tabel 7 lampiran C.
22
Gambar II-13
bagian-bagian bergerak yang akan dipercepat pada waktu start dapat dibagi atas :
komponen yang bergerak lurus
1. pelat yang dibawa (2.0)
2. bagian linier sabuk gilir (2.3)
3. bagian linier sabuk gilir dengan sudut terhadap landasan (2.2)
• Arah horizontal
F = m.a + gesekan
bagian yang bergerak horizontal ini terdiri dari pelat dan sebagian sabuk, jika menggunakan
sabuk gilir maka gesekan yang terjadi kecil atau dapat diabaikan sehingga
T = (m 2.0 + m 2.3 )a . R
karena bagian sabuk gilir yang bergerak horizontal ini ada dua bagian yang berpasangan maka
23
T = (m 2.0 + 2 .m 2.3 )a . R …………………………………..…………………………………(14)
• Rotasi murni
1
J = .m.R 2 …………………..................................…………............................................(16)
2
τ = Σ J .α
a
α= ………………………………………….…….………………………………….(17)
R
Gambar II-14
24
Jika satu putaran puli menggerakkan beban (pelat ) sejauh L maka besarnya torsi adalah:
1
J 2.0 = .m 2.0 .R 2
2
Dalam keadaan pembebanan secara maksimum, momen puntir yang diperlukan untuk
start adalah
Td = T + Ta ………………………………………………………………………………. (22)
Jika output nominal motor adalah Pm (kW) sebagai hasil pilihan sementara pada
9550.PM
TF = …………………………………………………………………………… (23)
n1
Daya motor yang dipilih harus lebih besar dari daya yang dibutuhkan, untuk kecepatan
putar sudut yang sama maka Torsi motor (TF) harus lebih besar dari torsi yang kita butuhkan
(rancang) oleh karana itu
25
TF > Td
TF .2.π .n
PR = ..................................................................................................................... (24)
6120.η
II.4 Inverter
Inverter biasanya terdapat pada suatu rangkaian kontrol pengatur kecepatan putar
suatu motor. Secara garis besar rangkaian kontrol pengatur kecepatan dapat digambarkan
dengan suatu diagram seperti dibawah ini :
R S T
Inverter
U V W
Fungsi inverter ini yaitu mengubah arus DC menjadi arus AC sekaligus mengatur
besarnya frekuensi arus tersebut. Arus yang memiliki variasi frekuensi ini akan menjadi
input motor. Dengan pengaturan frekuensi maka akan dihasilkan kecepatan motor yang
bervariasi sesuai yang di inginkan. Selain itu pengaturan acceleration, desceleration dan
pengereman pada motor dapat diatur melaui inverter. Begitu juga pengaturan torsi pada
kecepatan rendah sehingga kondisi torsi bisa besar pada kecepatan rendah.
26
II.5 Pemilihan poros dan pasak
Komponen-komponen pilihan yang menjadi bagian dari suatu mesin sehingga mesin
atau komponen tersebut dapat memenuhi fungsinya secara proporsional dan aman, merupakan
kriteria yang paling penting dalam perancangan mesin. Untuk kebanyakan kasus, berdasarkan
ilmu perhitungan kekuatan bahan dihitung beban nominal dan tegangan yang diijinkan
sehingga dapat ditentukan ukuran-ukuran komponen yang diperlukan pada tempat-tempat
kritis dimana kemungkinan kegagalan desain akan terjadi.
Sebuah perhitungan kekuatan bahan akan bermanfaat, bila kondisi kerja dan
pembebanan yang timbul untuk komponen tersebut mendekati kenyataan, sebagai langkah
pendekatan untuk mencapai kondisi tersebut maka langkah awal dari setiap penyelesaian
masalah dalam penulisan ini diperoleh dari pengandaian bahwa semua struktur dan bagian
struktur yang ditinjau adalah statis tertentu, yakni semua gaya luar yang bekerja pada benda
dapat dapat ditentukan dengan syarat kesetimbangan (ΣF=0 ; ΣM=0).
Kedua syarat ‘ perlu dan cukup ‘ harus bersama-sama dipenuhi untuk mendapatkan
kesetimbangan benda. Dalam analisa kesetimbangan perlu diperhatikan suatu sistem mekanik
dimana dapat digambarkan secara jelas dan lengkap semua gaya yang bekerja pada benda
tersebut. System ini harus diisolasi dari bagian/sistem lainnya yang ada disekitarnya disebut
BENDA SETIMBANG BEBAS (FREE BODY).
Istilah faktor keamanan adalah faktor yang digunakan untuk mengevaluasi keamanan
dari suatu bagian mesin. Katakanlah, sebuah elemen mesin diberi efek yang kita sebut sebagai
F. Kita umpamakan bahwa F adalah suatu istilah yang umum dan bisa saja berupa suatu gaya,
momen puntir, momen lentur, kemiringan, lendutan, atau semacam distorsi. Kalau F
dinaikkan, sampai suatu batas tertentu, sedemikian kalau dinaikkan lagi sedikit saja, akan
mengganggu kemampuan bagian mesin tersebut dalam memenuhi fungsi sebagaimana
mestinya. Kalau kita nyatakan batasan ini, sebagai batas akhir dari F adalah Fu, maka faktor
keamanan dapat dinyatakan sebagai
27
Fu S
n= atau S a = u
F n
dimana S u adalah harga pembatas/kekuatan akhir (ultimate strength) dan S a adalah
tegangan izin (allowable strength). Tentu saja kalau S u suatu kekuatan geser maka S a
haruslah suatu tegangan geser, jadi keduanya harus konsisten.
Bila F sama dengan Fu, maka n = 1 sehingga pada kondisi ini tidak ada keamanan
sama sekali, karena alasan ini suatu faktor keamanan dengan n > 1 tidak menghalangi
terjadinya kegagalan.
Tegangan geser yang diizinkan τ a [N/mm2] untuk pemakaian umum pada poros dapat
diperoleh dengan berbagai cara. Berdasarkan perumusan faktor keamanan (n) tersebut diatas,
maka
S sy
τa =
n
Sy
τa = ............................................................................................................................ (25)
2.n
dimana:
S sy = kekuatan mengalah torsional (torsional yield strength)
Poros pada umumnya meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi dan rantai. Dengan
demikian tegangan-tegangan pada permukaan poros bulat pejal yang terjadi karena
pembebanan gabungan dari lenturan dan puntiran adalah
32.M 16.T
σx = τ xy = ……………………………………………………........…(26)
π .d s 3
π .d s 3
28
dimana σ x = tegangan lentur
τ xy = tegangan puntir/ geser
d s = diameter poros
M = momen lentur pada penampang kritis
T = momen puntir pada penampang kritis
Dengan menggunakan lingkaran mohr didapat bahwa tegangan geser maksimum adalah
2
⎛σ ⎞
τ max = ⎜ x ⎟ + τ xy2 ...................................................................................................(27)
⎝ 2 ⎠
Dengan mensubstitusikan σ x dan τ xy dari persamaan (26) pada persamaan (27) memberi
5,1
τ max = . M 2 + T 2 .......................................................................................................(28)
d s3
Beban yang bekerja pada poros umumnya adalah beban berulang. Jika day diteruskan
oleh oleh sabuk, maka tumbukan dapat diserap oleh sabuk itu sendiri, sehingga poros dapat
dibuat sedikit lebih kecil. Bila daya diteruskan oleh roda gigi atau rantai, maka tumbukan
akan dikenakan langsung pada poros sehingga kondisi pembebanannya akan lebih berat.
Dari persamaan (25) besarnya τ max yang dihasilkan harus lebih kecil dari tegangan
1
⎡⎛ 5,1 ⎞ 2 ⎤
3
d s ≥ ⎢⎜⎜ ⎟⎟. (C m . M ) + (C t .T ) ⎥ .....................................................................................(29)
2
⎣⎝ τ a ⎠ ⎦
29
Besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen puntir pada poros harus dibatasi
juga. Untuk poros yang dipasang pada mesin umum dalam kondisi kerja normal, besarnya
defleksi puntiran dibatasi sampai 0,25 atau 0,3 derajat.
Jika d s adalah diameter poros (mm), θ defleksi puntiran (º), l panjang poros (mm), T
momen puntir [N.mm], dan G modulus geser [N/mm2], maka:
T .l
θ = 584. ................................................................................................................... (30)
G.d s4
Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-bagian
mesin seperti roda gigi, sproket, puli dan kopling pada poros. Momen diteruskan dari poros ke
naf atau dari naf ke poros.
Pasak benam adalah salah satu jenis dari pasak yang umum dipakai karena dapat
meneruskan momen yang besar. Pada pasak yang rata (sejajar), sisi sampingnya harus pas
dengan alur pasak agar pasak tidak menjadi goyah dan rusak. Ukuran dan bentuk standar
pasak diberikan dalam lampiran F. Untuk pasak, umumnya dipakai bahan st 50 atau st 60,
lebih kuat dari porosnya. Kadang-kadang sengaja dipilih bahan yang lemah untuk pasak,
sehingga pasak akan lebih dahulu rusak dari pada poros atau nafnya. Ini disebabkan harga
pasak yang murah serta mudah menggantinya.
Jika torsi rencana dari poros adalah T [N.m], dan diameter poros adalah d s , maka
gaya tangensial F [N] pada permukaan poros adalah
2.T
F= ............................................................................................................................. (31)
(d s )
Menurut lambang pasak yang diperlihatkan dalam gambar II-16, gaya geser bekerja
pada penampang mendatar b x l [ mm 2 ] oleh gaya F. Dengan demikian tegangan geser τ
( N / mm 2 ) yang ditimbulkan adalah
F
τ= ..................................................................................................................................(32)
b.l
30
Dari tegangan geser yang diizinkan τ a ( N / mm 2 ) , panjang pasak l [mm] yang
diperlukan dapat diperoleh.
F
l≥ .............................................................................................................................. (33)
b.τ a
gambar II-16
pasak (lihat lampiran F). Dalam hal ini tekanan permukaan p [ N / mm 2 ] adalah
F
p= …………………………………………………………………….…… (34)
l.(t1 atau.t 2 )
Dari harga tekanan permukaan yang diizinkan p a [N/mm2], panjang pasak yang diperlukan
dapat dihitung dari
F
l≥ ............................................................................................................... (35)
p a .(t1 atau.t 2 )
31
Harga p a adalah sebesar 80 [N/mm2] untuk poros dengan diameter kecil, 100
[N/mm2] untuk poros dengan diameter besar, dan setengah dari harga-harga di atas untuk
poros berputaran tinggi.
Pengecekan terhadap hasil akhir dalam perencanaan pasak ini, panjang pasak jangan
terlalu panjang sebaiknya 75 – 150 % dari diameter poros, karena pasak yang terlalu panjang
tidak dapat menahan tekanan yang merata pada permukaannya sehingga
l
0,75 ≤ ≤ 1,5 .................................................................................................................. (36)
ds
II.6 Hidrolik
Hidrolik adalah teknologi yang digunakan untuk kontrol dan transmisi gaya dengan
menggunakan fluida sebagai media pemindah gaya. Saat ini, hidraulik telah menjadi salah
satu perkembangan industri. Hal ini disebabkan hidraulik digunakan untuk menekan (push),
menarik (pull), mengatur (regulate), atau virtual driver dari semua mesin industri moderen.
Ilmu teknik ini berkaitan dengan tekanan fluida dan aliran fluida. Hubungan antara tekanan,
luas permukaan, kecepatan, gaya dan aliran fluida dinyatakan dalam rumus dibawah ini :
P= F/A ………………...(37)
32
Pada penerapannya di industri, sistem hidrolik ini memiliki komponen – komponen
penting diantaranya :
Valve atau katup adalah peralatan yang menerima perintah untuk menentukan arah
penerusan gaya hidrolik. Jenis aktuasi untuk menentukan arah aliran fluida ini bisa normally
close ataupun normally open
II.6.3 Aktuator
33
a. Gaya Maju :
Fmaju = Pa d2 .0,785.ή ………………….…(39)
100
b. Gaya Mundur :
Fmundur = Pa (dp2 – dr2).0,785. ή .….. ………………(40)
100
c. Debit gerakan Maju :
Qmaju = V. d2 . 0,785 ……………………(41)
d. Volume Maju :
Vmaju = A.L ……………………(42)
e. Volume mundur
Vmundur = Vmaju – Vrod ……………………(43)
f. Tekanan kerja hidrolik
Tekanan kerja hidrolik (Wp) = Psilinder.(1+HL) ……………………(44)
Energi hidrolik dihasilkan selama motor yang mengendalikan pompa bekerja dan
tekanan hidrolik dihasilkan oleh pompa. Jika tidak dikontrol maka aliran akan terus menerus
terjadi dan menyebabkan tekanan yang dihasilkan menjadi terlalu besar. Pengontrolan tekanan
ini berfungsi untuk pengaman sistem terhadap terjadinya kelebihan tekanan dan untuk
mengatur besarnya tekanan kerja yang diharapkan
II.6.6 Motor
Motor hidrolik mengkonversi energi hidrolik menjadi torsi dan dari torsi akan
diubah menjadi daya yang dibutuhkan oleh sistem untuk menggerakan rod aktuator.
Kecepatan motor diatur berdasarkan spesifikasi ukuran yang digunakan. Pada kenyatannya
34
pompa hidrolik dapat juga berfungsi sebagai motor. Kecepatan motor hidrolik dinyatakan
dalam satuan revolution per minute (rpm).
II.6.7 Reservoir
Reservoir ini berfungsi sebagai tempat penampungan, penyaringan udara dan fluida
hidrolik, menghilangkan panas. Gambar dibawah menunjukan reservoir dan penjelasan
II.7 Pneumatik
Pneumatik berasal dari kata Yunani yaitu pneuma yang berarti udara. Oleh karena itu
pneumatik merupakan ilmu yang berkaitan dengan udara (Polman, Pneumatik, 1992).
Pneumatik bekerja dengan memanfaatkan udara yang dimampatkan. Udara tersebut
kemudian akan didistribusikan kepada sistem yang akan digunakan.
35
II.7.1 Tekanan Udara
Diagram di bawah ini menunjukan variasi tekanan relatif terhadap tekanan atmosfir.
KPa (bar)
Absolute Gauge
Pressure p ab Pressure pg
Atmospheric
Pressure
p atm ≈ 1bar
Vacuum py
0
Gambar II-20. Variasi tekanan relatif terhadap tekanan atmosfir
Pada dasarnya tekanan udara di atmosfir ini tidak tetap, tergantung dari lokasi geografi
dan cuaca. Tekanan udara dikatakan vacuum jika tekanan di dalamnya lebih kecil dibanding
tekanan di atmosfir. Jadi daerah vacuum ini dibatasi dengan garis nol dibawahnya serta garis
tekanan atmosfir diatasnya (Polman, Pneumatik, 1992).
Pada ruang tertutup fluida akan menekan dengan kekuatan yang sama ke segala arah
dan bekerja tegak lurus terhadap bidang (Ranald V.Giles, Mekanika Fluida & Hidraulika,
1976).
Tekanan didefinisikan sebagai gaya berbanding dengan luas penampang dimana gaya
itu didistribusikan (Harry L Stewart and John M Santos, Fluid Power, 1996).
F1 F2
A1 A2
A1 > A2
F1 > F2
36
II.7.2 Fluida Gas
Fluida gas adalah fluida yang mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
- Memiliki massa
- Tidak berwujud
- Menekan ke segala arah
- Dapat dimampatkan
V1 V2
p1 p2
b. Hukum Charles
Suatu gas dalam ruangan tertutup volumenya akan berubah bila terjadi perubahan
temperatur T, dengan kata lain perbandingan antara volume V dengan temperatur T
akan selalu konstan.
37
V1 .T2 = V2 .T1 …………………………………………(46)
0 0
C C
c. Hukum Gay-Lussac
Hukum Gay-Lussac merupakan perpaduan antara hukum Boyle dan Charles yang
menyatakan bahwa apabila volume gas dijaga konstan maka tekanan pada gas akan
berbanding lurus dengan temperatus absolutnya..
38
3. Katup pengatur tekanan dan aliran, digunakan untuk mengontrol besarnya tekanan dan
aliran udara aktuator.
4. Aktuator, berfungsi untuk mengubah enegi potensial dari udara bertekanan menjadi
energi mekanik yang dibutuhkan.
5. Penghubung, digunakan untuk menghubungkan udara bertekanan ke berbagai macam
sistem komponen.
Pendistribusian udara dalam sistem pneumatik ini harus dipertimbangkan agar tidak
terjadi kegagalan fungsi dari sistem pada saat beroperasi. Aspek – aspek yang harus
dipertimbangkan adalah persiapan terhadap :
a. jumlah udara yang dibutuhkan
b. jenis kompresor yang digunakan
c. penempatan yang baik
d. tingkat kelembaban yang diterima
e. kebutuhan pelumasan
f. tekanan yang dibutuhkan
Komponen pneumatik yang berfungsi untuk mengatur aliran udara dari sumbernya
disebut air service, yang merupakan kombinasi dari :
1. Compressor air filter, berfungsi sebagai penyaring kotoran dari aliran udara yang
melewatinya.
2. Compressor air regulator, berfungsi agar tekanan udara dari sumber bisa tetap terjaga.
3. Compressor air lubricated, berfungsi memberikan pelumasan pada sistem
pendistribusian udara.
II.7.6 Aktuator
39
2. Aktuator gerakan linier
Contoh dari aktuator jenis ini adalah silinder, dimana silinder gerakan linier ini
mempunyai dua jenis yaitu :
a. Silinder akksi tunggal (single acting) adalah silinder yang salah satu
pergerakannya linier maju atau mundur digerakan oleh udara dan mundur atau
mejunya digerakan oleh pegas.
b. Silinder aksi ganda (double acting) adalah silinder yang kedua pergerakan
linier maju dan mundurnya digerakan oleh udara.
3. Aktuator gerakan linier dan rotari
Aktuator ini merupakan gabungan dari aktuator gerakan linier dan rotari. Biasanya
jenis aktuator ini mempunyai fungsi tertentu dan secara konstruksi sistem
pergerakan linier dan rotarinya tidak dapat dipisahkan, contohnya silinder
linier/rotari.
Gaya silinder/piston (F) dapat dihitung dari luas penampang permukaan piston (A) dan
tekanan kerja (p) berdasarkan persamaan (Polman, Mekanika dan Fluida Daya 1,2001):
F = A× p ..………………………………………………………...(48)
d 2 ×π × p
F= ……………………………………………..…(49)
4
dimana :
F = gaya efektif silindeer/piston [N]
p = tekanan kerja [Pa]
d = diameter piston/silinder [m]
A = luas penampang permukaan silinder/piston [m2]
40
II.7.8 Perhitungan ukuran aktuator
Menurut Rohner Peter (1987) ada beberapa kriteria utama dalam memilih ukuran
aktuator pneumatik, yaitu :
1. Gaya ‘output’ untuk gerak maju dan mundur
F = A× p ..…………………………………………………….(50)
dimana :
F = gaya [N]
p = tekanan minimum sistem [ Pa = N m 2 ]
Fmaju = A × p …………………………………………….….(51)
p × π × (dp 2 − dr 2 )
Fmundur = …………………………………...(52)
4
dimana :
FS = FN .μ S ……………………………………………….…(53)
dimana :
41
FS = Gaya gesek [N]
Bila kita perhitungkan gaya gesek di atas terhdap perhitungan gaya yang diperlukan
silinder maka :
P
v= ……………………………………………………(56)
F
dimana :
P = daya [Nm/s]
F = gaya penggerak piston [N]
v = kecepatan gerak piston [m/s]
Daya diatas merupakan hasil perhitungan dari :
P = p×Q ………………………………………………...(57)
dimana :
P = daya [Nm/s]
42
p = tekanan [Pa = N/m2]
Q = debit alir udara [m3/s]
Debit alir udara sendiri bias dihitung melalui persamaan :
V
Q= ……………………………………………………………….(58)
t
dimana :
V=Volume silinder [m3]
t= Waktu kerja [s]
Hal – hal diatas perlu dipertimbangkan agar piston/silinder dapat bekerja secara efektif
sesuai dengan kondisi dan aplikasi yang diperlukan.
Bila kita menggunakan sistem pneumatik maka kita tidak bisa lepas dari
pengkonsumsian udara untuk mengaktifkan sistem tersebut, dan pengkonsumsian udara ini
tentunya merupakan bagian dari biaya operasi, dikarenakan aktuator yang digunakan
berbentuk silinder maka konsumsi udara dapat dihitung dengan persamaan :
π ×d2
V = ×H× p …………………………………..….(59)
4
dimana :
V = Volume udara yang dibutuhkan [mm3]
43
d = Diameter penampang yang bekerja [mm]
H = Panjang langkah piston / stroke [mm]
p = Tekanan kerja sistem [bar]
II.8 Elektropneumatik
Bila energi listrik ada dan akan dimanfaatkan, maka perlu diproses dan disebarkan
oleh komponen/elemen utama. Berikut beberapa komponen/elemen utama dalam elektro
pneumatik :
44
c. Change over, merupakan kombinasi dari normally open dan closed.
2. Pengolah sinyal listrik
Elemen ini berfungsi untuk mengontrol aliran sinyal listrik. Berikut beberapa elemen
yang termasuk ke dalam elemen pengolah sinyal listrik :
a. Relay, merupakan elemen penyambung saluran dan pengontrol sinyal, dimana
konsumsi arusnya cukup kecil.
b. Solenoid, dalam kasus elektro pneumatik ini, biasanya solenoid ini berfungsi untuk
mengaktuasikan katup ketika arus listrik dialirkan pada koilnya.
c. Kontaktor, merupakan relay tetapi mempunyai kemampuan beban yang tinggi, atau
dengan kata lain bisa mengalirkan arus yang lebih tinggi.
3. Elemen akhir
Elemen akhir ini digunakan untuk menggabungkan sinyal elektrik dan pneumatik,
biasanya terdiri dari katup yang diaktuasikan olah solenoid. Maksudnya adalah untuk
menyalurkan sinyal kerja digunakan katup – katup pneumatik, sedangkan untuk
mengatur arah aliran sinyal kerjanya memanfaatkan sinyal listrik yang dialirkan
kepada koil pada solenoid.
PLC didefinisikan sebagai singkatan dari Programmable Logic Controller, alat ini
mempunyai kemampuan menyimpan instruksi – instruksi untuk melaksanakan fungsi – fungsi
kontrol untuk melaksanakan suatu perintah kerja yang sekuensial, perhitungan aritmatika,
ataupun sarana komunikasi untuk mengontrol baik itu sebuah mesin ataupun proses
pengerjaan.
45
Programmable memory * Sederhana dalam pengubahan program
* Fleksibel dalam pengendalian
Software function * Mengurangi hardware dan biaya peralatan
* Mudah dalam pengubahan set awal
Modular arsitektur * Mudah dalam instalasi
* Mudah dalam expansion
* Fleksibel dalam instalasi
Press tool adalah alat bantu pembentukan produk dari bahan dasar lembaran atau
potongan pelat yang operasinya menggunakan alat press. Presstool hydroulic menggunakan
media oli atau air sebagai sumber tenaga alat press.
Piercing adalah proses pemotongan yang menghasilkan lubang secara utuh pada
material/blank dengan alat bantu presstool, dan seluruh sisinya terpotong secara serempak.
Piercing hole adalah lubang pada blank material , yang dihasilkan dari proses
pemotongan tunggal , dengan bentuk kontur terpotong secara utuh.
Piercing tool adalah jenis presstool untuk melakukan piercing pada material/blank.
Sebagai mana telah kita ketahui bersama , bahwa presstool terdiri dari beberapa
elemen pendukung seperti die set, punch, pengarah/penepat, dies, stripper dan stopper.
46
Punch-dies clearence pada tool akan mempengaruhi kualitas lubang yang dihasilkan maka
lebar jarak antar permukaan punch dan dies menentukan besar burr pada blank. Ketinggian
burr tidak hanya dipengaruhi dengan kondisi clearence saja namun dipengaruhi oleh kondisi .
II.10.1 Penetrasi
Pengertian
Penetrasi pemotongan : Adalah penembusan punch kedalam pelat strip sehingga terjadi proses
pemotongan.
1. Jenis penetrasi
2. Penetrasi pemotongan
o Penembusan punch terhadap strip material,
o Penetrasi normal adalah 1/3 – ½ tebal pelat,
Penetrasi pemotongan = (1/3 – ½) s [mm]……………………………….(60)
o Sisi terpotong rata.
Ket : s tebal pelat [mm]
3. Penetrasi Die/Pengeluaran
a. Penembusan punch dari ketebalan pelat strip/material menembus die, dan
mendorong scrap keluar die,
b. Tinggi penetrasi
i. min 1 x tebal pelat
ii. max 3 x tebal pelat < 2mm
Tinggi penetrasi = (1 – 3) s [mm]………………………………….(61)
Gambar II.24
47
II.10.2. Fracture (patahan)
Pengertian
Fracture : Adalah patahan yang terjadi pada strip akibat penetrasi punch sehingga membentuk
sisi potong yang tidak rata (burr).
Bentuk fracture
o Patahan terbentuk setelah penetrasi punch,
o Sisi patahan tidak rata,
o Petahan terbentuk mulai dari sisi ujjung punch sampai ujung sisi ujung die,
o Sudut patahan sesuai clearence,
o Tinggi patahan = (1 /2 – 2 /3) s [mm]……………………………………………..(62)
II.10.3 Clearence
Pengertian
Clearence : Adalah kelonggaran (selisih ukuran) antara sisi potong dies terhadap sisi potong
punch.
Fungsi clearence:
o Mencegah terjadinya gesekan antara punch dan dies saat operasi pemotongan,
o Menentukan kualitas sisi potong yang diharapkan,
o Menentukan ketepatan toleransi produk/lubang hasil yang diperlukan,
o Berpengaruh terhadap burr yang terjadi.
Klasifikasi clearence:
1. Excessive Clearence (kasar):
o Clearence relative besar,
o Membentuk burr yang besar,
o Bibir pelat pada permukaan terpotong membentuk radius cukup besar,
o Permukaan bawah bibir blank/scrap membentuk radius,
o Penetrasi pemotongan kecil.
2.Proper Clearence (normal):
o Clearence medium.
o Bentuk burr relative kecil,
o Radius pada bibir pelat terpotong relative kecil,
o Penetrasi pemotongan dapat mencapai 1 /2 tebal pelat.
48
3.Sufficient Clearence:
o Clearence relative kecil,
o Membentuk 2 bidang pemotongan dan patahan,
o Burr sangat kecil,
o Tekanan pemotongan lebih besar.
Penempatan clearence
Lubang yang dihasilkan dengan proses piercing, maka:
- Dimensi nominal pada punch
- Clearence pada dies
49
o Shear stress of material(τb),
o Working factor (c).
o Rumus perhitungan:
Us = clearence
Us = c . s √ τb mm/ sisi s <3 mm……. ……………………………………..(63)
o H = (2 …3) x s…………………………………………………………..….(65)
Gambar II.25
50
II.10.5 Perhitungan gaya piercing
F = τ B . π .d.s [N]…………………………...................................................…..…(66)
τ Bizin ≈ 0,8.Rm …………………………........................................................….…(67)
gaya potong(piercing) = π .d .s.0,8.Rm [N]…...........................................................(68)
gaya stripper = 3.5% . gaya potong [N]…………………………………………...(69)
keterangan :
F = gaya potong [N]
d = diameter lubang yang diinginkan [mm]
s = tebal material
Rm = batas tarik maksimum (yeald stresses)[N/mm 2 ]
Fs = gaya stripper [N]
51
BAB III
MEKANISME KERJA MESIN
S ta rt
Y Lam pu
E m e rg e n c y
M e n y a la ?
M C B 3 fa s a
ON
M a in S w itc h O N
S w itc h
P a n e l O p e ra tin g O N
M e s in s ia p
p ro s e s
M an
M a n /A u to ?
M e s in
A u to d io p e rs ik a n
m anual
Sensor
B e n d a K e rja
A k tif
B
52
A
To m b o l S ta rt
d ite k a n
M o to r k o n ve yo r
fo rw a rd
S e n s o r 1 A k tif
P ro s e s
D ra w in g I
M o to r k o n ve yo r
fo rw a rd
S e n s o r 2 A k tif
P ro s e s
P ie rc in g I
M o to r k o n ve yo r
re ve rs e
53
C
Sensor 3 Aktif
Proses
Piercing II
M otor konveyor
forw ard
Sensor 4 Aktif
Proses
Piercing III
M otor konveyor
forw ard
Sensor 5 Aktif
54
D
Proses
Draw ing II
M otor konveyor
forw ard
Sensor 6 Aktif
Proses
Piercing IV
M otor konveyor
reverse
Sensor 4 Aktif
M otor konveyor
forw ard
Sensor 7 Aktif
55
E
Proses
Piercing V
M otor konveyor
forw ard
M otor konveyor
OFF B
Start
56
Prosedur Drawing I
Sensor m aksim al
silinder stopper I
aktif
Silinder
side positioning
Set
Sensor m aksim al
silinder
side positioning
aktif
Silinder
proses draw ing I
Set
Silinder
Draw ing I
m aksim al ?
Silinder
Silinder stopper I
side positioning
Reset
reset
Sensor m inim al
silinder stopper I
aktif
57
Prosedur Drawing II
Sensor m aksim al
silinder stopper 5
aktif
Silinder
side positioning
Set
Sensor m aksim al
silinder
side positioning
aktif
Silinder
proses Draw ing II
Set
Silinder
Draw ing II
m aksim al ?
Silinder
Silinder stopper 5
side positioning
Reset
reset
Sensor m inim al
silinder stopper 5
aktif
58
Prosedur Piercing I
Sensor m aksim al
silinder stopper 2
aktif
Silinder
side positioning
Set
Sensor m aksim al
silinder
side positioning
aktif
Silinder
proses piercing I
Set
Silinder
Piercing I
m aksim al ?
Silinder
Silinder stopper 2
side positioning
Reset
reset
Sensor m inim al
silinder stopper 2
aktif
59
Prosedur Piercing II
Sensor m aksim al
silinder stopper 3
aktif
Silinder
side positioning
Set
Sensor m aksim al
silinder
side positioning
aktif
Silinder
proses piercing II
Set
Silinder
piercing II
m aksim al ?
Silinder
Silinder stopper 3
side positioning
Reset
reset
Sensor m inim al
silinder stopper 3
aktif
60
Prosedur Piercing III
Sensor m aksim al
silinder stopper 4
aktif
Silinder
side positioning
Set
Sensor m aksim al
silinder
side positioning
aktif
Silinder
proses piercing III
Set
Silinder
piercing III
m aksim al ?
Silinder
Silinder stopper 4
side positioning
Reset
reset
Sensor m inim al
silinder stopper 4
aktif
61
Prosedur Piercing V
Sensor m aksim al
silinder stopper 7
aktif
Silinder
side positioning
Set
Sensor m aksim al
silinder
side positioning
aktif
Silinder
proses piercing V
Set
Silinder
piercing V
m aksim al ?
Silinder
Silinder stopper 7
side positioning
Reset
reset
Sensor m inim al
silinder stopper 7
aktif
62
BAB IV
ALTERNATIF PERANCANGAN
Alternatif 1
(pengikatan rangka dengan baut)
Keuntungan Kerugian
62
Alaternatif 2
(pengikatan rangka dengan las-lasan)
Keuntungan Kerugian
63
Penilaian Alternatif Pengikatan Rangka
Penilaian teknis
Aspek teknis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Pencapaian 2 8 3 12 4 4 16
fungsi
Permesinan 1 3 4 12 4 3 12
Handal 2 4 3 6 4 2 8
Penampilan 2 2 3 3 4 1 4
Total 7 17 13 33 16 10 40
% Teknis 0.425 0.825 1
Penilaian Ekonomis
Aspek ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Biaya 2 2 3 3 4 1 4
Total 2 2 3 3 4 1 4
% Ekonomis 0.5 0.75 1
Keterangan
1:kurang 3:cukup baik
2:cukup 4.baik
n:nilai b:bobot
0.9
0.8
0.7
Aspek Teknis
0.6
0.5 Alternatif 1
0.4 Alternatif 2
0.3
0.2
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Aspek Ekonomis
Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi
dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan pengikatan
rangka dilakukan dengan cara pengelasan
64
IV.2 Alternatif Pengikatan Rangka
Alternatif 1
(Antisipasi gaya pemotongan dengan idler)
Keuntungan Kerugian
65
Alternativ 2
(Antisipasi gaya pemotongan dengan pemberat)
Keuntungan Kerugian
66
Penilaian Antisipasi gaya pemotongan
penilaian teknis
Aspek teknis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Pencapaian 2 8 4 16 4 4 16
fungsi
Permesinan 3 9 2 6 4 3 12
Handal 1 2 3 6 4 2 8
Penampilan 2 2 3 3 4 1 4
Total 8 21 12 31 16 10 40
% Teknis 0.525 0.775 1
Penilaian Ekonomis
Aspek ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Biaya 2 2 3 3 4 1 4
Total 2 2 3 3 4 1 4
% Ekonomis 0.5 0.75 1
Keterangan
1:kurang 3:cukup baik
2:cukup 4.baik
n:nilai b:bobot
1
Aspek Teknis
0.8
0.6 Alternatif 1
0.4 Alternatif 2
0.2
0
0.74 0.75 0.76 0.77 0.78
Aspek Ekonomis
Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi
dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan terhadap
antisipasi putusnya sabuk dilakukan dengan pemberat.
67
IV.3 Alternatif Media Kerja
Media kerja ini digunakan untuk proses piercing dan drawing, sehingga plat tersebut
terlubangi dan tertekuk. Oleh karena itu konstruksi ini harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :
- Mampu menekan plat dan membentuk plat
- Mampu melubangi plat dengan proses piercing
Alternatif 1 :
(Hidrolik)
68
terbatas.
Tidak memerlukan banyak
pemeliharaan.
12. Kuat untuk kondisi proses yang
bergerak secara kontinyu
Alternatif ke- 2 :
(Pneumatik)
69
Alternatif ke-3 :
(Ulir transporter)
No Keuntungan No Kerugian
1 Mampu menahan beban putar 1 Sulit di assembling
2 Langkahnya dapat diatur 2 Roda gigi mudah aus
(menggunakan motor servo)
3 Relatif mahal
4 Cukup rumit dan membutuhkan banyak
tempat
5 Penggunaan untuk instalasi – instalasi
yang diautomasikan adalah terbatas
1 2 3 4
Total 18 15 8
Tabel 1. Penilaian alternatif media kerja
Dengan melihat tabel 1 maka pemilihan media kerja berupa hidrolik untuk proses piercing
dan drawing. Sedangkan pemakaian media kerja pneumatik untuk stopper dengan
mempertimbangkan, efisiensi baik pada gerak linear dan incompressible.
70
IV.4 Alternatif pemilihan Sensor Benda Kerja
Dalam kasus ini, benda kerja merupakan jenis logam oleh karena itu diambil tiga
alternatif pemilihan sensor, yaitu :
1. Alternatif satu
Menggunakan sensor Induktif
2. Alternatif dua
Menggunakan sensor kapasitif
3. Alternatif tiga
Menggunakan sensor opto elektronik
Keterangan :
B = Bobot
N = Nilai
1 = kurang
2 = cukup
3 = cukup baik
4 = baik
Dari tabel di atas terlehat bahwa sensor induktif lebih baik untuk digunakan pada mesin ini.
71
IV.5 Alternatif desain press tools
Alternatif 1
Keuntungan Kerugian
Biaya pemesanan silinder akan • Pegas yang digunakan pada setiap tools
murah dengan menghemat jumlah akan berbeda.
silinder yang harus dipakai .
Jumlah selang yang dihubungkan
akan semakin simpel.
penggunaan silinder lebih efektif.
Pembuatan konstruksi stripper lebih
sederhana.
Pemasangann stripper dengan cara
memanjang menjamin kelurusan
pelat (tidak terjadinya defleksi
terhadap pelat karena penekanan
stripper).
Lebih menjamin kepresisian jarak
antar lubang hasil piercing.
72
Alternatif 2
Keuntungan Kerugian
73
Antisipasi gaya pemotongan
penilaian
teknis
Aspek teknis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Pencapaian
fungsi 4 16 2 8 4 4 16
Permesinan 3 9 2 6 4 3 12
Handal 4 8 4 8 4 2 8
Penampilan 4 4 2 2 4 1 4
Total 15 37 10 24 16 10 40
% Teknis 0.925 0.6 1
Penilaian Ekonomis
Aspek ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Biaya 4 4 1 1 4 1 4
Total 2 2 3 3 4 1 4
% Ekonomis 0.5 0.75 1
Keterangan
1:kurang 3:cukup baik
2:cukup 4.baik
n:nilai b:bobot
1
Aspek Teknis
0.8
0.6 Alternatif 1
0.4 Alternatif 2
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Aspek Ekonomis
Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 1 memiliki point yang lebih tinggi
dibandingkan dengan alternatif kedua, oleh karena itu dalam perancangan press tool dengan
satu silinder penggerak.
74
IV.6 Alternatif Perancangan Konstruksi slider
Alternatif 1
Keuntungan Kerugian
75
Alternatif 2
Keuntungan Kerugian
76
Pemilihan konstruksi slider
Penilaian teknis
Aspek teknis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Pencapaian
fungsi 2 8 4 16 4 4 16
Permesinan 2 6 3 9 4 3 12
Handal 2 4 4 8 4 2 8
Penampilan 2 2 3 3 4 1 4
Total 8 20 14 36 16 10 40
% Teknis 0.5 0.9 1
Penilaian Ekonomis
Aspek ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Biaya 2 2 3 3 4 1 4
Total 2 2 3 3 4 1 4
% Ekonomis 0.5 0.75 1
Keterangan
1:kurang 3:cukup baik
2:cukup 4.baik
n:nilai b:bobot
0.8
Aspek Teknis
0.6 Alternatif 1
0.4 Alternatif 2
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Aspek Ekonomis
Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi
dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan bantalan dipasang
pada bagian slider.
77
IV.7 Alternatif Variator kecepatan
Alternatif 1
Alternatif 1
Keuntungan Kerugian
78
Alternatif 2
Keuntungan Kerugian
79
Variator Kecepatan
penilaian teknis
Aspek teknis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Pencapaian 1 4 4 16 4 4 16
fungsi
Permesinan 1 3 4 12 4 3 12
Handal 2 4 3 6 4 2 8
Penampilan 2 2 4 4 4 1 4
Total 6 13 15 38 16 10 40
% Teknis 0.325 0.95 1
Penilaian Ekonomis
Aspek ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b
n n.b n n.b I
Biaya 3 3 2 2 4 1 4
Total 3 3 2 2 4 1 4
% Ekonomis 0.75 0.5 1
Keterangan
1:kurang 3:cukup baik
2:cukup 4.baik
n:nilai b:bobot
1
Aspek Teknis
0.8
0.6 Alternatif 1
0.4 Alternatif 2
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Aspek Ekonomis
Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi
dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan pencapaian
kecepatan dilakukan dengan inverter.
80
BAB V
PROSES PERANCANGAN, PERHITUNGAN DAN PENGOLAHAN
DATA
81
Pada tabel 8 lampiran C efisiensi mekanis untuk transmisi sabuk gilir η = 0,97 maka daya
motor sementara berdasarkan persamaan (13)
126[ N .m].13,64[ rpm]
P= = 0,186 kW
9550.0,97
Dalam tabel 8 lampiran C diperoleh daya motor yang lebih besar dan kecepatan
putarnya paling mendekati kecepatan putar konveyor dengan data sebagai berikut
PM p ni R no T0 Tipe
CNHM
0,2 4 1500 59 25,4 7,09
4090
dimana:
PM = daya motor [kW]
p = kutub
n i = kecepatan putar masukan [rpm]
1/r = rasio
n o = kecepatan putar keluaran [rpm]
82
2.3 Sabuk P ≤ 2 x 1500 [mm] = 3000 [mm]
L ≤ 60 [mm]
konveyor
T ≤ 15 [mm]
(karet)
V = P x L x T = 2,7. 10-3 [m3]
m2.3 = ρkaret x V
= 930 kg/ m3 x 2,7. 10-3 [m3]
= 2,51 [kg]
2.2 Sabuk P ≤ 2 x 250 [mm] = 500 [mm]
L ≤ 60 [mm]
transmisi
T ≤ 15 [mm]
(karet)
V = P x L x T = 0,45. 10-3 [m3]
m2.3 = ρkaret x V
= 930 kg/ m3 x 0,45. 10-3 [m3]
= 0,419 [kg]
83
= 7757,4 kg/ m3 x 0,353 x 10-3 m3
= 2,738 kg
1. Material yang sering digunakan untuk bahan puli dan poros adalah :
a. Steel (ρ = 7757,4 kg/ m3 )
b. Allumunium alloy (ρ = 2770,49 kg/ m3 )
c. Grey cast iron (ρ = 7203,3 kg/ m3 )
sedangkan untuk sabuk digunakan karet (ρ = 930 kg/ m3 )
2. Asumsi awal kecepatan linier v = 0,1 m/det, kecepatan konstan ini dicapai selama 1,5
det maka percepatan yang terjadi
84
dV 0,1[m / det]
a= = = 0,067[m / det 2 ]
dt 1,5[det]
3. Perhitungan torsi
85
0,067[m / det 2 ]
α= −3
= 1,675[ rad / det 2 ]
40.10 [m]
berdasarkan persamaan (18)maka:
τ = (0,001[kgm 2 ] + 2.0,002[kgm 2 ]).1,675[ rad / det ]
= 0,008 [Nm]
Berdasarkan persamaan (22) besar momen punter yang dibutuhkan untuk start adalah
Td = 126[ N .m ] + 0,136[ Nm] = 126,14 [Nm] = 12,86 [kg.m]
86
V.1.6 Daya Motor Yang Dipilih
Dari hasil pemilihan motor sementara masih diperoleh perbandingan kecepatan putar
pada poros keluaran gear head ( n G ) terhadap kecepatan putar yang dibutuhkan sistem ( n S )
dengan rasio sebesar
25,4
i= = 1,862
13,64
sehingga momen beban penuh motor ( TF ) adalah
karena TF = 13,2 [kg.m] > Tt = 12,844 [kg.m], maka berdasarkan persamaan (24) daya motor
yang dipilih adalah
berarti motor dengan daya PM = 0,2[kW ] tersebut bisa dipakai, sebagai catatan untuk
mencapai kecepatan putar pada poros keluaran gear head yang sama dengan kecepatan putar
yang dibutuhkan konveyor maka digunakan inverter.
Dimensi motor yang digunakan dapat dilihat pada tabel 7 lampiran C. Hubungan Motor,
Inverter dan GearHead dapat dilihat pada gambar 2 lampiran C.
87
V.2 Perancangan Sabuk Gilir (transmisi)
V.2.1 Sket gambar
Faktor beban c2
c2 = 1,7
lihat tabel 2 pada lampiran A1
Rasio transmisi pada puli gilir
1 1
n 13,73 = =1
i= 1 = =1 i 1
n 2 13,73
Faktor akselerasi c3
c3 = 0
dari tabel 3 pada lampiran A1
88
Faktor kelelahan c4
c4 = + 0,4
dari tabel 4 pada lampiran A1
Total serpis faktor c0
c0 = 1,7 + 0 + 0,4 = 2,1
c0 = c 2 + c3 + c 4
89
Jumlah gigi yang berpasangan
Karena i = 1 maka jumlah gigi yang
β 180 berpasangan terhadap masing-masing puli
Ze = Zk . = 40 . = 20
360 360
adalah sama yaitu 20 gigi
Gaya tarik efektif Fu Maka gaya tarik efektif yang terjadi adalah
10 3.P 10 3.0,2[kW ]
Fu = Fu = = 2739,73 N
v 0,073 m
s
Pengecekan gaya tarik efektif yang Karena untuk sabuk gilir dengan lebar 20
diizinkan (Fu zul) untuk lebar sabuk yang Fu zul = 1800 [N] < Fu = 2739,73 [N] maka
dipilih sabuk ini kurang memenuhi syarat, pilih
Lihat tabel 2 lampiran A2 sabuk dengan lebar 30 mm
(Fu zul = 2900 N)
Pemakaian daya untuk lebar sabuk yang
Berdasarkan rumus (6) maka:
dipilih (PR)
PR = 0,5 [kW]. 1 = 0,5 [kW]
90
Total serpis faktor c0 err untuk lebar sabuk Berdasarkan rumus (8) maka :
yang dipilih 0,5[kW ].1.1
c0 err = = 2,5
0,2[kW ]
Daerah penyetelan
Panjang sabuk 1056 mm dari tabel 16 lampiran A1 diperoleh
Tipe S8M Ci =15 mm dan Cs = 10 mm
[
jarak sumbu porosnya ≈ 368 +−15
10
mm ]
91
Jumlah gigi pada sabuk gilir z = 132
Faktor beban c2
c2 = 1,7
lihat tabel 2 pada lampiran A1
92
Rasio transmisi pada puli gilir
1 1
n 13,73 = =1
i= 1 = =1 i 1
n 2 13,73
Faktor akselerasi c3
c3 = 0
dari tabel 3 pada lampiran A1
Faktor kelelahan c4
c4 = + 0,4
dari tabel 4 pada lampiran A1
Total serpis faktor c0
c0 = 1,7 + 0 + 0,4 = 2,1
c0 = c 2 + c3 + c 4
93
gunakan tipe sabuk HTD14M
Berdasarkan tabel 15 lampiran A1 diperoleh
Koreksi terhadap jumlah gigi z1 dan
dw = 133,69 mm yang memiliki jumlah
diameter pitch puli dw untuk p = 14 mm
gigi z1 = 30, karena rasio i = 1 maka :
dengan mencari dw yang mendekati Ø 140
dwg = dwk = 133,69 mm
mm tetapi harus lebih besar dari Ø 115 mm
zg = zk = 30 gigi
94
Faktor perhitungan lebar c6 err
Karena berdasarkan syarat, bahwa c6 ≥ c6 err
Berdasarkan rumus (7) maka :
maka sabuk dengan lebar 40 mm dapat
0,2[kW ].2,1
c6 err = = 0,239 digunakan
1,6[kW ].1.1,1
Gaya tarik efektif Fu Maka gaya tarik efektif yang terjadi adalah
10 3.P 10 3.0,2[kW ]
Fu = Fu = = 2083,33 N
v 0,096 m
s
Pengecekan gaya tarik efektif yang
Karena untuk sabuk gilir dengan lebar 40
diizinkan (Fu zul) untuk lebar sabuk yang
Fu zul = 8500 [N] > Fu = 1855,67 [N] maka
dipilih
sabuk ini memenuhi kedua syarat sehingga
Lihat tabel 2 lampiran A2
bisa dipakai
Pemakaian daya untuk lebar sabuk yang Berdasarkan rumus (6) maka:
dipilih (PR) PR = 1,6 [kW]. 1 = 1,6 [kW]
Total serpis faktor c0 err untuk lebar sabuk Berdasarkan rumus (8) maka :
yang dipilih 1,6[kW ].1.1,1
c0 err = = 8,8
0,2[kW ]
95
1 defleksi yang terjadi pada bagian tersebut
d= .1540[mm] = 24,06[mm]
64 adalah 2,4 cm dari kondisi lurusnya dan
untuk lebar sabuk = 50 mm, maka kondisi ini idealnya harus tercapai dengan
berdasarkan tabel 3 pada lampiran A2 gaya cara menyetelnya pada batas margin 15 mm
tarik yang harus diberikan p = 3,2 – 5 daN ke arah dalam atau 30 mm ke arah luar dari
[
jarak sumbu porosnya ≈ 368 +−15
30
]
mm
96
1
w2.0 = 90,55 N (pelat)
97
M XY 1 = 1601,07[ N ].83,78[mm ]
= 143,14 [Nm]
M xy .1 = 143,14 [Nm]
M XY 3 = (1601,07[ N ].374,35[mm] +
2847,2[ N ].57,3[mm]) − 2500[ N ].
290,57[mm ]
M XY 3 = 35,92[ Nm]
98
5 Lihat point 1 (x-z) ΣM XY . A = 0
62,96[ N ].83,78[mm] + 94,74[ N ].359,73[mm] =
1643,84[ N ].317[mm] + FBZ .440[mm]
FBZ = −1094,84[ N ]
ΣFZ = 0
FAZ + 1643,84[ N ] = 62,96[ N ] + 94,74[ N ] +
1094,84[ N ]
FAZ = −391,3[ N ]
M XZ 1 = −391,3[ N ].83,78[mm ]
M XZ 1 = −32,78[ Nm]
M xz .2 = −109,36 [Nm]
99
M XZ 3 = −391,3[ N ].359[mm ] − 62,96[ N ].
275,95[mm ] + 1643,84[ N ].42,68[mm ]
M XZ 3 = −87,69[ Nm]
M R 1 = M XY
2
.1 + M XZ .1
2
FRA = F 2
AY +F 2
AZ
M R 2 = (75,51[ Nm]) 2 + (109,36[ Nm]) 2
FRA = 1601,07[ N ] + 391,3[ N ]
2 2
M R 2 = 132,9[ Nm]
FRA = 1648,19[ N ]
Moment lentur maksimum 146,85 [Nm]
2. Tumpuan A ( FRB )
menyebababkan posisi (titik)1 menjadi
FRB = F 2
BY +F 2
BZ daerah yang kritis.
FRB = 551,73[ N ] + 1094,84[ N ]
2 2
FRB = 1226[ N ]
100
8 Sesuai dengan gambar pada point 2 maka Berdasarkan persamaan (25) maka tegangan
rancangan poros berstep (dudukan puli dan
geser yang diizinkan adalah
bearing) yang akan digunakan tampak seperti
gambar di bawah ini 260[ N / mm 2 ]
τa = = 87[ N / mm 2 ]
2.1,5
pada tabel 2 lampiran C untuk jenis
pembebanan mendadak dan terjadi sedikit
kejutan (puli) pada poros yang berputar
(potongan A-A adalah daerah kritis) diperoleh
Cm = 1,75
asumsi:
Ct = 1,25
• Bahan poros St 37 (lihat tabel 4 lampiran C)
Untuk momen lentur M= 146,85 [Nm] dan
• σ y = 260 [MPa]
TG = 139,11 [Nm] maka berdasarkan
• dari tabel 3 lampiran C faktor keamanan (n)
persamaan (29) menghasilkan
= 1,5
1
⎡⎛ 5,1⎞ 2 ⎤3
ds = ⎢⎜ ⎟. (1,75.146,85.103 ) + (1,25.139,11.103 ) ⎥
2
⎣⎝ 87⎠ ⎦
ds = 26,3[mm]
9
Jika defleksi akibat puntiran dibatasi sampai 0,25º
maka diameter poros minimum berdasarkan 69,56.10 3 [ Nmm].295[mm]
d s4 = 584.
persamaan (30) 21.10 4 [ N / mm 2 ].0,25
d s = 21,86[mm ]
10 Dimensi poros
Beradasarkan kedua syarat perhitungan poros tersebut maka pada potongan A-A digunakan poros
dengan Ø 30 [mm], disamping guna penyesuaian terhadap lubang puli, juga dapat dipastikan
bahwa poros tersebut mampu menahan beban yang terjadi.
Jika torsi yang ditransmisikan sebesar 139,11 [Nm], pasak dari bahan ST-60 (tabel 9
lampiran C) dan faktor keamanan n = 1,5 (tabel 3 lampiran C) maka
Berdasarkan persamaan (31) gaya tangensial
101
2.139,11[ Nm]
F= = 9274[ N ]
(30.10 − 3 [m ])
berdasarkan persamaan (25) tegangan geser izin
325[ N / mm 2 ]
τa = = 108,3[ N / mm 2 ]
2.1,5
lihat lampiran F untuk diameter poros 30 mm lebar standar pasak yang digunakan b = 10 mm,
maka berdasarkan persamaan (33) panjang pasak
9274[ N ]
l= = 8,56[mm ]
10[mm ].108,3[ N / mm 2 ]
9274[ N ]
l= = 38,64[mm ]
80[ N / mm 2 ].3[mm ]
102
V.5 Pneumatik
Silinder stopper yang digunakan pada stasion satu adalah dua buah dan silinder side
positioning enam buah. Berikut data hasil perhitungan dari masing – masing silinder :
103
m’ = Massa end effector dari silinder stopper = 0,33 kg
Dalam perhitungan penetuan dimensi silinder stopper ini, pengaruh benda kerja perlu
diperhitungkan, yaitu :
* asumsi a = perlambatan motor = -0,02 m/s2
* v1 = kecepatan benda kerja sesaat sebelum menumbuk stopper
kecepatan di atas bisa dihitung dengan menggunakan persamaan
2 2
v − v max
a= 1
2× s
2
v1 − 0,12
− 0,02 =
2 × 0,2
2
− 0,008 = v1 − 0,01
v1 = 0,01 − 0,008
v1 = 0,045 m/s
* t = waktu pencapaian
2× s
t=
v1 + v max
2 × 0,2
=
0,045 + 0,1
t = 2,76 detik
104
F'= m × a
v max − v1
= m×
t −0
0,1 − 0,045
= 7,8 ×
2,76 − 0
F '= 0,16 N
Dari perhitungan diatas terlihat bahwa gaya yang diberikan oleh benda kerja pada saat
menumbuk stopper sangat kecil, yaitu 0,16 N.
Dikerenakan gaya tersebut sangat lah kecil maka bisa diabaikan.
Berdasarkan data yang ada, bahwa massa end effector silinder mempunya massa 0,33 kg,
sehingga berdasarkan persamaan di bawah ini :
* F = m× g
= 0,33 × 10
F = 3,3 N
Sehingga gaya minimum yang harus diberikan oleh silinder (F1) harus lebih besar dari 3,3
N.
Berdasarkan persamaan [59] :
105
p
* F=
A
p
A=
F
6 × 10 5
=
3,3
= 0,18 mm2
0,18
D = 2×
π
D = 0,47 mm
Dari perhitungan di atas bisa dikatakan bahwa diameter silinder sangatlah kecil, maka
penentuan dimensi silinder hanya berdasarkan kepada fungsinya. Dan silinder yang
digunakan adalah jenis CRDG-25-PA.
Sehingga :
Berdasarkan persamaan [58] :
106
* F'= A× p
F'
A=
p
15,6
=
0,6
A = 26 mm2
26
D = 2×
π
D = 5,75 mm
Gaya dari silinder yang digunakan harus lebih besar dari gaya yang dibutuhkan karena
pertimbangan – pertimbangan berikut :
- Alasan ergonomis. Dari ukuran mesin dan space yang ada maka dimensi silinder yang
digunakan harus proporsional.
- Untuk meyakinkan bahwa silinder yang digunakan lebih aman dan fungsinya akan
tercapai dengan pasti.
107
V.6 Perhitungan Gaya Hidrolik
Data – data :
a. ρ ( berat jenis plat baja) = 7850 kg/m2
b.
Masa plat = 7.8 kg
c.
Pemakaian 1 silinder, 1 lubang
Ø lubang 2,6 mm → F 1= 1900 N
Pemakaian 1 silinder, 2 lubang
Ø lubang 9 + Ø lubang 2.6mm → F2 = 10525 N
Pemakaian 1 silinder, 3 lubang
Ø lubang 2,6 mm → F3 = 5799 N
e. 1 daN = 10 N
1daN
f. =1 bar
cm3
Gaya maju
Ø lubang 2,6 mm → F1 = 1900 N
Data – data :
a. Gaya maju silinder (Ø lubang 2,6 mm) = 1900 N = 190 daN
b. Øsil luar (ds) = 10,2 cm = 4 inch
c. Øsil rod (dr) = 6,35 cm = 2,5 inch
d. Panjang langkah yang diinginkan/Stroke (Stroke) = 5,1 cm = 2 inch
e. Efisiensi ( η ) = 95%
Berdasarkan persamaan (49) besar Tekanan pada silinder adalah :
P1 .d 2 .0,785.η
Fmaju1 =
100
190 daN = P1. (10,2)2 cm2. 0,785. 0,95
108
190
P1 =
77,59
P1 = 2,45 bar
P2 .d 2 .0,785.η
Fmaju2 =
100
579,9 daN = P2. (10,2)2 cm2. 0,785. 0,95
579,9
P2 =
77,59
P2 = 7,5 bar
P3 .d 2 .0,785.η
Fmaju3 =
100
1052,5 daN = P3. (10,2)2 cm2. 0,785. 0,95
1052,5
P3 =
77,59
P3 = 13 bar
Gaya mundur
Data – data perhitungan :
a. Tekanan kerja silinder (P) = 2,45 bar
b. Øsil luar (ds) = 10,2 cm
c. Øsil rod (dr) = 6,35 cm
d. Efisiensi ( η ) = 95 %
109
P2 .(dsil 2 − drod 2 ).0,785.η
Fmundur2 =
100
= 7,5 . (10,22 – 6,352) . 0,7854 . 0,95
= 356,6 daN
= 3566 N
P3 .(dsil 2 − drod 2 ).0,785.η
Fmundur3 =
100
= 13 . (10,22 – 6,352) . 0,7854 . 0,95
= 646,5 daN
= 6456 N
V.6.2.1 Volume silinder
Diketahui :
a. Øsil luar (ds) = 10,2 cm
b. Panjang langkah yang diinginkan/Stroke (Stroke) = 5,1 cm
Berdasarkan persamaan (52) kapasitas volume silinder pada saat maju adalah :
Vmaju = A . L
π .d 2
= .L
4
π .(10,2) 2
= . 5,1
4
= 416,5 cm3
= 0,416 liter
Volume mundur
a. Øsil luar (ds) = 10,2 cm
b. Panjang langkah yang diinginkan/Stroke (Stroke) = 5,1 cm
Øsil rod (dr) = 6,35 cm
Berdasarkan persamaan (53) kapasitas volume silinder pada saat mundur adalah :
Vmundur = Vmaju - Vrod
π .l
= . (dsil 2 – drod2)
4
= 0,785 . 5,1 . (10,22 -6,352)
= 255,1 cm3
= 0,2551 liter
110
V.6.2.2 Pergerakan linear silinder
5,1 cm
= = 5,1
1 sec
Jadi kecepatan maju yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi maksimum adalah 5,1
cm/sec. Sedangkan untuk pergerakan mundurnya adalah :
Q=A. ν maju
= 0,785 . d2 . 5,1
= 0,785 . (10,2)2 . 5,1 cm
= 416,5 cm3/sec
Q
ν mundur =
0,785.(dsil 2 − drod 2 )
416
=
0,785.(10,2 2 − 6,35 2 )
416
= = 8,32 cm/sec
50
Waktu yang dibutuhkan silinder untuk mencapai kondisi minimum adalah :
t=L/ ν mundur
5,1
= = 0,6 sec
8,32
Q=A. ν maju
= 0,785 . d2 . 5,1
= 0,785 . (10,2)2 . 5,1 cm
111
= 416,5 cm3/sec
= 0,4165 liter/sec
Untuk menghitung besarnya daya pompa yang dibutuhkan untuk menekan plat
(mplat × g = 76,5) maka digunakan hokum Bernoulli dengan persamaan berikut ini :
Ppompa = moli . g . h + P2 . ν
= (0,364) . 9,81 . 1,1 + 13 .105 . 0,4165 . 10-3
= 0,54 kW
Note : tekanan yang digunakan adalah tekanan maksimum 13 bar
V.6.2.5 Ketebalan dinding pipa, diameter pipa yang digunakan dan kecepatan aliran
fluida dalam pipa.
112
0,408.6,58.Qgpm
=
(0,622) 2
= 6,93 ft/sec
= 2,11 m/sec
Dalam pipa maupun bagian – bagian lainnya maka kecepatan aliran dibatasi , tidak
boleh melewati kecepatan kritis (Vkrit), apabila kecepatan aliran ini melewati batas
Vkrit maka akan beralih dari laminar ke turbulen.
Diketahui:
2320 . 0,19.10 - 4
=
1,57.10 − 2
= 2,84 m/sec
Ketebalan dinding pipa dapat diketahui dari tabel lampiran. Dengan diameter
nominal 0,5 inci. Jenis pipa yang digunakan adalah schedule 40 yang memiliki
diameter dalam agak besar dibanding schedule 80 karena untuk meminimalkan
kerugian – kerugian dalam pipa. Maka diameter luar pipa = 0,840 inch, diameter
dalam pipa = 0,622 inch dan ketebalan dinding pipa 0,27 cm.
113
perpipaan, katup dan fitting lebih besar dari tekanan kerja system, maka nilai tersebut
tidak dapat diabaikan dan harus diperhitungkan dalam instalasi pipa. Tetapi jika nilai
tekanan jatuhnya lebih kecil dari tekanan kerja sistem maka tekanan tersebut dapat
diabaikan. Namun untuk faktor keamanaan nilai tersebut diperhitungkan sebagai
losses dengan nilai maksimum 10%.(Thomas krist,Dr.Ing.Hidraulika.Penerbit
Erlangga).
114
= 2,69 × 8
= 21,52 bar { Bp(tekanan ledak) > tekanan kerja silinder}
BP2 = 66 bar
BP3 = 114 bar
Wp = Tekanan kerja hidrolik
Fs = Faktor keamanan untuk tekanan 0 – 69 bar yaitu 8. (Antony Esposito. Fluid
Power with Application. Prentice-Hall Internasional inc. New jersey, USA.1994)
V.7 Perhitungan konstruksi rangka bed mesin sub metal forming pintu kulkas.
Dalam menghitung dimensi profil rangka yang akan digunakan, batasan data yang digunakan
dalam perhitungan adalah sebagai berikut :
• Hanya beban statis dari sistem saja yang akan ditahan oleh rangka dan dianggap
sistem berada dalam kondisi statis tertentu
• Dimensi pelat 20 x 1400 x 1600 [ mm 3 ] pada konstruksi diatas diasumsikan kuat
menahan gaya akibat beban yang ada di atasnya (presstool dan sistem konveyor) baik
karena tekanan permukaan maupun geseran, maka pada perhitungan kekuatan rangka
mesin dilihat dari kekuatan konstruksi rangka saja.
• Karena ditumpu oleh landasan pelat (bed) maka gaya diasumsikan terdistribusi secara
merata terhadap rangka
• Konstruksi rangka menggunakan profil baja standar (lihat tabel 5 lampiran C)
• Bahan yang digunakan oleh rangka adalah St.-37
115
Dengan melihat dari salah satu sisi pada gambar diatas, maka resultan dari beban yang
terdistribusi merata dapat disederhanakan dalam bentuk diagram benda bebas sebagai berikut
:
Dengan menggunakan konsep kesetimbangan (gaya dan momen), karana resultan gaya tepat
bekerja di tengah-tengah tumpuan, maka gaya yang terjadi pada tumpuan A dan B adalah
sama FA = FB = 6867 [N]
Dengan metoda pengirisan (x-x), maka besar momen yang terjadi adalah
116
Mb = 6867 [N] . 800 [mm]
= 5.493.600 [Nmm]
Distribusi momen lentur yang terjadi pada batang dapat dilihat pada diagram momen lentur di
bawah ini
Jika bahan St-37 memiliki kekuatan mulur S y = 240[ MPa ] dan harga faktor keamanan n = 1,5
Dari tabel 5 lampiran C dapat dilihat bahwa profil-U : C 100 x 10,8 yang memiliki harga
W x = 37,6.10 3 [mm 3 ] akan mampu menahan baban yang ada.
117
V.7.3 Pengecekan terhadap defleksi
Fl 3
f =
48.E. I
13734[ N ](1600[mm]) 3
f = = 2,906[mm ]
48.2,1.10 5 [ N / mm 2 ].1,91.10 6 [mm 4 ]
meskipun tegangan pada profil-U : C 100 x 10,8 yang terjadi lebih kecil dari tegangan izin
tetap akan mengalami defleksi, oleh karena itu harus dipilih profil lain yang mampu menahan
defleksi, dipilih profil-U : C 200 x 27,9
maka defleksi yang terjadi adalah :
13734[ N ](1600[mm]) 3
f = = 0,0304[mm ]
48.2,1.10 5 [ N / mm 2 ].18,3.10 6 [mm 4 ]
118
V.8.1 Perhitungan Gaya Potong Dan Stripper Tools
tools no.1,7
a. banyak lubang jenis 1 =1 buah
b. banyak lubang jenis 2 =1 buah
Berdasarkan rumus( 68 ):
F 1,7 = F lubang jenis 1 + 2.F lubang jenis 2
= 1935 + 4285
= 6220 N
Berdasarkan rumus( 69 ):
Fs 1,7 = 3.5 % . 6220
= 217 N
119
tools no. 2, 6
banyak lubang jenis 1 = 3 buah
banyak lubang jenis 2 =0 buah
F2,6 = 3. F lubang jenis 1
= 3 . 1935
= 5805 N
Fs2,6 = 3.5 % .5805
=203 N
tools no.3,4,5.
banyak lubang jenis 1 = 1 buah
banyak lubang jenis 2 =0 buah
F3,4,5 = F lubang jenis 1
= 1935 N
Fs3,4,5 = 3.5% . 1935
= 68 N
Mengingat penggunaan presstool merupakan proses piercing pada kedua sisi pelat maka pada
perhitungan gaya potong di atas adalah hanya perhitungan gaya potong pada sisi kanan
konveyor saja, sedangkan untuk perhitungan pada sisi kirinya disamakan sesuai dengan posisi
pemotongannya.
1.Penetrasi
berdasarkan rumus (60)
Penetrasi pemotongan = ½ x 0.8
= 0.4 mm
Penetrasi Die = 3 x 0.8
=2.4 mm
120
2 Fracture (patahan)
tinggi patahan / fracture = ½ x 0.8
= 0.4 mm
3.Clearance dies
Diketahui : tebal material = s = 0,8 mm
shear stress = τ B = 0,8 . 370
= 295 N/mm
working factor = c = 7 %
Ditanyakan : dimensi lubang dies 1,7,2,6,3,4,5
Jawab :
Berdasarkan rumus( 63 ):
Us = 7 % . 0,8 . 295
= 0,96 mm /side
dimensi dies tipe 1 = dia 2.6 + 2(0,96)
= 4,52 mm
dimensi dies tipe 1 = dia 9 + 2(0,96)
= 10.92 mm
121
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian beberapa bab dalam penulisan tugas akhir ini, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan antara lain:
1. Hasil pembahasan dan perancangan sub line metal forming untuk produk door
panel refrigator (pintu kulkas) dapat digunakan sebagai dokumentasi yang dapat
dijadikan bahan ajar dan studi banding untuk pihak-pihak yang menghadapi
masalah yang serupa.
2. Mesin ini dirancang unuk dapat dioperasikan secara manual dan otomatis melalui
mekanisme kerja sistem yang berbasis PLC
3. Dalam perancangan sub line metal forming untuk produk door panel refrigator
(pintu kulkas) memerlukan beberapa komponen dengan spesifikasi sebagai
berikut :
1. Induksi motor AC 0,2 kW yang dilengkapi gearhead dengan rasio reduksi
sebesar 59 dan inverter 0,2 KW (Toshiba VF-S7), berfungsi sebagai sumber
penggerak (prime mover) dan variator pencapaian kecepatan konveyor.
2. Yuken Power packages (Power Unit) yang sudah dilengkapi pompa dengan
volume langkah 6,3 cm3/rev, pengaturan tekanan 12 – 50 bar, Motor dengan
besar daya 0,75kW, kapasitas reservoir 35 liter, max tekanan 50 bar.
3. Relief valves dengan maximum pengaturan hingga 210 bar. Bertipe series
Parker RDH081.
4. Silinder hidrolik dengan diameter piston 10,2 cm, diameter rod 6,35 cm,
stroke 5,1 cm. Bertipe double acting series Parker 2H Heavy Duty Hydraulic
cylinder.
5. One way flow control, Yuken bertipe SRCT - 03 – 50
6. Solenoid operated poppet type 4/2 valve. Yuken valve type S-DSG-01-2B2-
D24-N-50.
7. Pengontrol tekanan, harus mampu diseting sampai 0 – 15 bar .
121
8. Pipa untuk hidrolik, berjenis “steel pipe” dengan tipe schedule 40, diameter
luar 0,0866 inci, diameter dalam 0,622 inci.
9. Sabuk transmisi tipe STD8M (catalog contitech) dengan panjang pitch 1056
mm dan lebar 30 mm, berfungsi untuk mentransmisikan daya dan putaran dari
motor terhadap konveyor
10. Sabuk konveyor tipe HTD14M (catalog contitech) dengan panjang pitch 3500
mm dan lebar 40 mm, berfungsi sebagai pembawa benda kerja yang diproses
11. Press Tools
12. Compresor bertekanan ± 6 bar , berfungsi sebagai sumber tekanan
13. Silinder dengan diameter 20 mm dan panjang stroke 30 mm, berfungsi sebagai
stopper
14. Silinder dengan diameter 15 mm dan panjang stroke 30 mm, berfungsi sebagai
side positioning
15. Sensor induktif, berfungsi sebagai pendeteksi benda kerja
16. PLC
4. Pencapaian hasil dalam perancangan mesin ini antara lain:
1. Gambar rancangan mesin
2. Gambar press tools
3. Program PLC
VI.2. Saran
Karena keterbatasan waktu dan data, maka dalam pembuatan sub line metal
forming untuk produk door panel refrigator (pintu kulkas) dimasa yang akan
datang perlu dilakukan kajian ulang beberapa hal sebagai berikut :
1. Mekanisme pencekaman benda kerja (magnetic clamping) ketika mesin
berada dalam kondisi bergerak.
2. Sistem pengatur (adjuster) untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan
terjadinya tarikan berlebih (over load) yang harus ditahan oleh sabuk
122
konveyor akibat gaya tekan terhadap pelat, ketika proses pemotongan
berlangsung.
3. Pemograman PLC hanya mampu untuk menyelesaikan 2 tipe pelat dari 6
variasi pelat yang direncanakan, sehingga dibutuhkan pembuatan program
untuk mengatasi kekurangan tersebut
4. Sebaiknya dalam menentukan pemilihan karakteristik motor penggerak lebih
diperhitungkan lagi, karena daya motor yang direncanakan hanya dihitung
dari sisi mekanik saja.
5. Penggunaan alternatif media kerja terutama hidrolik perlu dikaji ulang,
karena tekanan kerja yang digunakan agak kecil tidak tertutup kemungkinan
proses piercing dapat dilakukan dengan pneumatik.
123
DAFTAR PUSTAKA
Deutschman, Aaron D. Walter J.M. dan Charles E.W. 1975. Machine Design Theory and Practice.
New York: Macmillan.
Matek, W. Dieter M. Herbert W. dan Manfred B. 1994. Roloff/ Matek Maschinenelemente.
Braunschweig/ W iesbaden: Viewegs Fachbucher Der Technik.
Paquin, J.R. 1962. Die Design Fundamentals. New York: Industrial Press inc.
Purwasasmita, M. 2000. Konsep Teknologi. Bandung: ITB
Rudenko, N. 1992. Mesin Pemindah Bahan. Jakarta: Erlangga.
Shigley, Joseph E. dan Larry D.M. 1984. Perencanaan Teknik Mesin. Terjemahan Harahap Gandhi.
Jakarta: Erlangga.
G. Niemann. 1982. Elemen Mesin. Trjemahan Anton Budiman. Jakarta: Erlangga
Sularso dan Kiyokatsu Suga. 2002. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta:
Pradnya Paramita.
Sutrisno. 1997. Fisika Dasar. Bandung: ITB
Antony Esposito. Fluid Power with Application. Prentice-Hall Internasional inc. New jersey,
USA.1994
Ismail Rochim, Nur Wisma Nugraha, Suharyadi Pancono. Mesin Listrik 1. Politeknik Manufaktur
Bandung
Zuhal. Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya. PT Gramedia. Jakarta.1988
Thomas Krist. Dr.Ing,Hidraulika. Penerbit Erlangga
Budi Prastaw,Ir. Pneumatik Hidrolik 1. Politeknik Manufaktur Bandung. Bandung
Peter Kohler. Industrial Hidroulic Control.Wisley
“Hydarulic Cylinders”, Parker Hydraulic Division, URL : http://www.parker.com (10 Juni 2003)
“Hydarulic Valve”, Parker Hydraulic Division, URL : http://www.parker.com (10 Juni 2003)
“Design of Timing Belt Drives”, URL : http://www.contitech.del (15 Juni 2003)
LAMPIRAN A
Tabel 1
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 4
Faktor beban c2
catatan :
Faktor beban dapat dicari jika tipe motor penggerak dan mesin yang digerakkannya telah ditentukan, harga
pada tabel diatas tidak berlaku untuk kondisi kerja yang tidak standard.
Tabel 3
Faktor akselerasi c3 Rasio transmisi Faktor akselerasi
Tabel 5
faktor jumlah pasang gigi terkait c1
Tabel 6
faktor panjang sabuk c5
Gambar 5
catatan:
untuk daerah transisi dimana pitch berada diantara dua alternatif pitch direkomendasikan untuk menghitung
kedua-duanya untuk memperoleh hasil pemilihan yang optimum.
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
tabel 11
tabel 12
tabel 13
tabel 14
tabel 15
tabel 16
tabel 2
tabel 3
LAMPIRAN C
Tabel 1
Efisiensi mekanis (η )
Rantai dan sproket 0,95 – 0,98
Roda gigi lurus atau miring 0,9
Roda gigi cacing 0,45 – 0,85
Sabuk gilir 0,96 – 0,98
Tabel 2
Jenis Pembebanan Cm Ct
Poros diam
Beban diberi bertahap 1,0 1,0
Beban diberi mendadak 1,5 - 2,0 1,5 -2,0
Poros berputar
Beban diberi bertahap 1,5 1,0
Beban steady 1,5 1,0
Beban diberi mendadak, kejutan kecil 1,5 - 2,0 1,0 - 1,5
Beban diberi mendadak, kejutan besa 2,0 - 3,0 1,5 -3,0
Tabel 3
PM = 0,2[ Kw]
MOTOR
n M = 1500[ rpm ]
9550.0,2[kW ]
TM = = 1,27[ Nm]
1500[ rpm]
INVERTER f = 27[ Hz ]
9550.0,2[kW ] 120.27[ Hz ]
TI = = 2,36[ Nm] n= = 810[ rpm]
810[ rpm] 4
GEAR HEAD r = 59
SISTEM
n S = 13,73[ rpm]
ν = 0,1[m / det]
TS = 139,11[ Nm]
Tabel 9
LAMPIRAN D
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7