Anda di halaman 1dari 80

ANALISA PENYAMBUNGAN BELT CONVEYOR 102

DENGAN KAPASITAS ANGKUT 700 TON/JAM


DAN KECEPATAN 120 M/MIN
DI PT. INALUM

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi


Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

ZARKASI
NIM. 040401056

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala
karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

Tugas Sarjana ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana
Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
Utara. Adapun judul Tugas Sarjana yang dipilih, diambil dari mata kuliah
Manajemen Pemeliharaan Pabrik, yaitu “METODE PENYAMBUNGAN BELT
DALAM PEMELIHARAAN BELT CONVEYOR DENGAN PANJANG
LINTASAN 2,5 KM DI PT. INALUM”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berupaya dengan segala


kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh
dari perkuliahan, menggunakan literatur serta bimbingan dan arahan dari Bapak
Ir. Jaya Arjuna, MSc sebagai Dosen Pembimbing.

Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua Orang tua saya yang telah memberikan segala sesuatunya dengan
penuh ikhlas.
2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin
Sitorus, ST, MT, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin,
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Ir. Jaya Arjuna, MSc selaku dosen pembimbing Tugas Sarjana yang
telah meluangkan waktunya, membimbing dan memotivasi penulis untuk
menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
4. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Lingkungan Departemen Teknik
Mesin Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu.
5. Bapak Jevi Amri dan Ratman Poniman yang telah membantu dalam
melaksanakan survey di PT. Inalum
6. Mahasiswa Departemen Teknik Mesin khususnya rekan-rekan sesama
stambuk 2004 yang sesalu memberikan dorongan kepada penulis

Dalam penulisan ini, dari awal sampai akhir penulis telah mencoba
semaksimal mungkin guna tersusunnya Tugas Skripsi ini. Namun Penulis masih
menyadari bahwa masih banyak kekurangan kekurangan baik dalam penulisan
maupun penyajian Tugas Skripsi ini. Untuk itu saran-saran dari semua pihak yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Tugas Skripsi
ini.

Universitas Sumatera Utara


Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini,
semoga Tugas Sarjana ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Medan, 22 Juni 2010

ZARKASI
NIM. 040401056

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR NOTASI vi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Sistematika Penulisan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Gambaran PT. Inalum 4
2.1.1 Sejarah Inalum 4
2.1.2 Ruang lingkup PT. Inalum 4
2.1.3 Pembangkit Listrik PLTU 5
2.1.4 Belt Conveyor di PT. Inalum 5
2.1.5 Produksi aluminium batangan 6
2.1.6 Fasilitas lainnya 7
2.2 Belt Conveyor 7
2.2.1 Komponen Utama Belt conveyor 9
2.2.2 Sistem kerja Belt conveyor 13
2.2.3 Belt 13
2.2.4 Kekuatan belt 18
2.2.4.1 Kekuatan tarik belt 18
2.2.4.2 Pembacaan dan penulisan spesifikasi fabric belt 19
2.2.4.3 Penentuan jumlah ply 20
2.2.4.4 Nilai mulur 21
2.3 Manajemen pemeliharaan 22
2.3.1 Manajemen 22
2.3.1.1 Defenisi manajemen 23
2.3.1.2 Fungsi manajemen 23
2.3.2 Pemeliharaan 24
2.3.2.1 Defenisi pemeliharaan 24
2.3.2.2 Tujuan pemeliharaan 26
2.3.2.3 Fungsi pemelihraan 27
2.3.2.4 Kegitan-kegiatan pemeliharaan 28
2.3.2.5 Jenis-jenis pemeliharaan 29
2.3.2.6 klassifikasi pemeliharaan 31
2.3.3 Kegiatan inspeksi pada pemeliharaan belt conveyor 34
2.3.4 Hubungan kegiatan pemeliharaan dengan biaya 35
2.3.5 Analisa kebijakan dalam pemeliharan 37

Universitas Sumatera Utara


2.4 Metode Manajemen Pemeliharaan 38
2.5 Metode penyambungan belt 41
2.5.1 Jenis penyambungan belt 42
2.5.2 Beban yang dialami sambungan belt 45
2.5.2.1 Kekuatan tarik sambungan 45
2.5.2.2 Kecepatan belt 46
2.5.2.3 Berat persatuan panjang material conveyor 46

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI


3.1 Objek 47
3.2 Metode penelitian 47
3.2.1 Jenis penelitian 47
3.2.2 Lokasi dan waktu penelitian 47
3.2.2.1 Lokasi penelitian 47
3.2.2.2 Waktu penelitian 47
3.2.3 Sumber data 48
3.2.4 Alat dan Bahan penelitian 48
3.2.4.1 Alat penelitian 48
3.2.4.2 Bahan penelitian 52
3.3 Perawata preventive pada belt conveyor 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Penanganan perawatan pada belt conveyor 54
4.1.1 Kerusakan dan penanganan pada Belt 54
4.1.2 Perhitungan belt conveyor 58
4.2 Biaya perawatan belt conveyor 64
4.2.1 Biaya belt 64
4.2.2 Evaluasi Biaya belt 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 69
5.2 Saran 70

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Perbandingan nilai Mulur belt conveyor 22
Tabel 2.2 Panjang langkah Carcass 46
Tabel 3.1 Kegiatan Perawatan Preventive pada Belt conveyor 54
Tabel 4.1 Koefisien tahanan belt terhadap roller 62
Tabel 4.2 Total Biaya Belt 65
Tabel 4.3 Jumlah Kerusakan belt dalam bulan 66
Tabel 4.4 Biaya alternatif Preventive maintenance belt 68
Tabel 5.1 Kekuatan tarik belt 69

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Lintasan Belt 8
Gambar 2.2 Konstruksi Belt conveyor 9
Gambar 2.3 Komponnen Belt conveyor 9
Gambar 2.4 Head pulley 10
Gambar 2.5 Carrying roller 11
Gambar 2.6 Return roller 11
Gambar 2.7 Skirt rubber 12
Gambar 2.8 Chip cleaner 12
Gambar 2.9 Sistem kerja belt conveyor 13
Gambar 2.10 Arah WEFT dan WRAP 14
Gambar 2.11 Struktur fabric belt 15
Gambar 2.12 Struktur Steel cord belt 15
Gambar 2.13 Lapisan Belt 18
Gambar 2.14 Hubungan diameter pulley dengan ply 21
Gambar 2.15 diagram Alir pemeliharaan 34
Gamvar 2.16 Hubungan preventive dan breakdown dengan biaya 36
Gambar 2.17 Kurva bak mandi 40
Gambar 2.18 Metode step steel cord belt 45
Gambar 3.1 Caliper vernier 48
Gambar 3.2 Grease gun dan Oil gun 49
Gambar 3.3 vibrometer 49
Gambar 3.4 termometer digital 50
Gambar 3.5 Perkakas 50
Gambar 3.6 Hot splicing 51
Gambar 3.7 Hand roller 51
Gambar 3.8 Gerinda 52
Gambar 4.1 Dimensi sambungan 59
Gambar 4.2 Gaya Tarik F pada sambungan 60
Gambar 4.3 Titik tarikan belt 61

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR NOTASI

Simbol Arti Satuan


St = Tegangan keras N
Ssl = tegangan kendor N
e = bilangan logaritma dasar
α = sudut sentuh belt pada pulley rad
Ls = Panjang splicing mm
B = Lebar belt mm
P = jumlah ply
K = lebar band/ pita mm
F = gaya tarik belt N
b = Lebar belt yang direkatkan mm
τizin = Tegangan tarik izin N/ mm2
V = kecepatan sabuk m/s
d = diameter pulley mm
n = jumlah putaran yang ditransmisikan
Q = Berat persatuan panjang material conveyor kg/ m
qt = berat total persatuan panjang kg/ m
TC = total biaya breakdown Rp
Cr = biaya perbaikan Rp
Bn = perkiraan jumlah kerusakan dalam bulan
N = jumlah mesin
µ = Koefisien gesekan

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kebanyakan industri dulu meggunakan breakdown maintenance dimana
alat-alat atau mesin diganti setelah mengalami kerusakan sehingga dalam
perbaikan membutuhkan waktu yang tidak tetap dan biaya yang sangat besar.
Dengan menerapkan breakdown maintenance perusahaan sering mengalami
kerugian dan kadang mendapat keuntungan hanya sedikit, sampai ditemukannya
sistem preventive maintenance yang sampai sekarang banyak digunakan oleh
perindustrian.
Proses perawatan mesin produksi tidak mungkin dihindari suatu
perusahaan karena hal ini berkaitan erat dengan kelancaran proses produksi
perusahaan tersebut. Konsep dasar perawatan adalah menjaga atau memperbaiki
peralatan maupun mesin hingga jikalau dapat kembali kekeadaan asli dengan
waktu yang singkat dan biaya yang murah (Hamsi, 2004).
Semakin berkembangnya dunia perindustrian setiap pabrik akan berusaha
untuk meningkatkan produktivitasnya, salah satunya adalah dengan menjaga
kondisi peralatan yang dimiliki agar tidak mengalami kerusakan, yang dapat
menyebabkan terganggunya proses produksi. Jika peralatan dari sebuah pabrik
dapat beroperasi sesuai yang direncanakan tanpa mengalami trouble, akan
meningkatkan pendapatan dan meminimalkan biaya produksi. Namun jika
peralatan dari pabrik tersebut sering mengalami kerusakan akan banyak
mengeluarkan biaya produksi dan menurunkan pendapatan. Oleh karena itu
diperlukan suatu sistem perawatan (maintenance) yang dapat menjaga kestabilan
dari produkstifitas pabrik tersebut.
Belt Conveyor 102 di PT. Inalum termasuk mesin kelas A, dimana belt
conveyor sangat diutamakan dalam proses pembuatan aluminium. Belt conveyor
digunakan untuk mengangkut bahan dasar berupa serbuk alumina, kokas dan hard
pitch yang dihisap oleh pneumatic unloader dari kapal. Kemudian bahan tersebut
akan dikirim ke statsiun penampungan untuk diolah menjadi aluminium batangan.

Universitas Sumatera Utara


Akibat belt beroperasi terus-menerus dan adanya beban yang diterima oleh
belt, sering terjadi karusakan pada belt seperti sobek atau putus sehingga proses
pembuatan aluminium batangan terganggu. Atas dasar inilah perlu dilakukan
perawatan (maintenance) dan penanganan yang baik terhadap setiap peralatan dan
mesin yang terdapat di PT. Inalum, agar proses produksi dapat berjalan dengan
baik. PT. INALUM berupaya untuk tetap menjaga semua peralatannya dari
kerusakan. Oleh karena itu PT INALUM telah menerapkan sitem perawatan rutin
(preventive maintenance) terhadap belt conveyor yang dimiliki, agar proses
pembuatan aluminium batangan dapat berjalan baik.

1.2 Tujuan penulisan


Tujuan penulisan tugas sarjana ini adalah untuk mengetahui
bagaimana teknik penyambungan belt yang baik dan jenis pemeliharaan
yang harus diterapkan pada Belt conveyor di PT. Indonesia Asahan
Aluminium ( INALUM) sehingga produksi dapat tercapai dengan biaya
perawatan yang murah.

1.3 Batasan masalah


Adapun batasan masalah yang dibahas penulis adalah:
a. Perawatan belt conveyor yang mencakup salah satu komponen utama
belt conveyor yaitu belt dengan menerapkan preventive maintenance.
b. Teknik penyambungan belt dan menganalisa kekuatan sambungan belt
c. Menganalisa biaya preventive maintenance belt.
Pembahasan ini dimaksudkan untuk membatasi permasalahan yang akan
di bahas sehingga lebih sistematis.

1.4 Sistematika penulisan


Untuk mempermudah mengetahui isi tugas sarjana ini, maka uraian dari
bab dapat diringkas secara garis besar sebagai berikut :
BAB I merupakan Pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan,
batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Universitas Sumatera Utara


BAB II merupakan Tinjauan Pustaka yang berisikan tentang Sejarah singkat
Inalum, Belt conveyor, Metode penyambugan belt, manajemen
pemeliharaan , preventive maintenance
BAB III merupakan Metodologi yang berisikan tentang uraian atau tahapan
yang berkaitan dengan pelaksanaan studi kasus pada belt conveyor di
PT. Inalum
BAB IV merupakan Pembahasan tentang pemeliharaan belt conveyor,
penyambungan belt dan analisa biaya preventive maintenance
BAB V merupakan Kesimpulan dan saran

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran PT. Inalum


2.1.1 Sejarah Inalum
Tanggal 7 Juli 1975, di Tokyo, setelah melalui perundingan – perundingan
yang panjang, pemerintah Indonesia dan para penanam modal Jepang
menandatangani Perjanjian Induk untuk membangun PLTA dan pabrik peleburan
Aluminium Asahan. Dan pada bulan November 1975, dua belas perusahaan
penanaman modal Jepang membentuk sebuah konsorsium di Tokyo dengan nama
Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd. (NAA Co., Ltd) yang 50% sahamnya
dimiliki oleh lembaga keuangan pemerintah Jepang.
Tanggal 6 Januari 1976 didirikanlah PT Indonesia Asahan Aluminium (PT
INALUM) di Jakarta untuk melaksanakan pembangunan dan pengoperasian kedua
instalasi tersebut. Untuk menyelenggarakan pembinaan, perluasan dan
pengawasan atas pelaksanaan pembangunan proyek ini, pemerintah RI
mengeluarkan KEPPRES No.05/1976 tentang Pembinaan Badan Pembina Proyek
Asahan dan Otorita Pengembangan Proyek Asahan.
Tanggal 20 Januari 1982, presiden Soeharto yang datang bersama pejabat
tinggi pemerintahan, meresmikan operasi tahap pertama peleburan Aluminium PT
INALUM di Kuala Tanjung dan menyebut proyek ini sebagai “Impian yang
menjadi kenyataan”. Pada tanggal 14 Oktober 1982 dilakukan ekspor perdana
produksi PT INALUM ke Jepang dan Indonesia menjadi salah satu pengekspor
Aluminium batangan di dunia.
2.1.2 Ruang lingkup PT. Inalum
PT. Inalum terdiri dari PLTA sungai Asahan di Paritohan, Kecamatan
Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir dan pabrik peleburan Aluminium
di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara beserta seluruh
prasarana yang di perlukan untuk kedua proyek, seperti: pelabuhan, jalan-jalan,
perumahan karyawan, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain, dengan investasi yang
keseluruhannya berjumlah ± 411 Milyar yen (US $ 920.476.000).

Universitas Sumatera Utara


2.1.3 Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
Sungai Asahan dengan panjang 150 km memiliki potensi debit pada
musim kemarau 60 m3/det dan pada musim hujan lebih dari 100 m3/det. PLTA di
Siguragura dan Tangga masing-masing digerakkan dengan potensi air terjun ini,
dengan kapasitas total :
Kapasitas terpasang : 603 MW
Output tetap : 426 MW
Output puncak : 513 MW
Tenaga listrik yang dihasilkan disalurkan ke pabrik peleburan aluminium di Kuala
Tanjung.
2.1.4 Belt Conveyor di PT. Inalum
Di PT. Inalim Belt Conveyor (BC) merupakan sistem transportasi material
dengan menggunakan ban berjalan. Material yang dibawa belt conveyor adalah
serbuk alumina, coke dan hard pitch. Material tersebut dibawa oleh diatas ban
berjalan dari satu BC ke BC lainnya.
Belt Conveyor di PT. Inalum terdiri dari 4 bagian :
1. Belt conveyor alumina line (BC 101-BC 102-BC 103-BC 104)
Berfungsi mengangkut Fresh Alumina dari pelabuhan ke Alumina Silo (S-
101 A, S-101 B, S-101 C).
2. Belt conveyor hard pitch line (BC 111-BC 112-BC 113-BC 114)
Berfungsi mengangkut hard pitch dari pelabuhan sampai ke gudang
penyimpanan (hard pitch storage) dengan menggunakan ban berjalan.
3. Belt conveyor reacted alumina (BC 1-1, BC 1-2, BC 3, BC 4, BC 5 dan
BC 6)
Berfungsi mengangkut reacted alumina dari silo reacted alumina (1-B-1,
2-B-1, 3-B-1) menuju ke silo harian (day-bin) dengan sistem ban berjalan .

Universitas Sumatera Utara


2.1.5 Produksi Aluminium Batangan
Pabrik peleburan aluminium merupakan bagian utama dari PT INALUM
dibangun di atas areal seluas 200 HA berlokasi di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei
Suka, Kabupaten Batu Bara, Propinsi Sumatera Utara.
Pabrik peleburan aluminium PT. INALUM terdiri dari :
a. Pabrik Anoda Karbon
Gedung karbon memproduksi balok-balok anoda karbon yang akan
digunakan pada tungku-tungku reduksi dan terdiri dari 3 bagian yaitu, bagian
karbon mentah (Green plant), bagian pemanggang anoda (Baking plant), dan
bagian penangkaian (Rodding plant). Di bagian karbon mentah, bahan baku kokas
dan pitch keras diaduk dan dibentuk menjadi balok-balok anoda mentah,
kemudian dibawa ke bagian pemanggang anoda dengan 106 tungku panggang tipe
Riedhammer tertutup berada. Balok-balok anoda panggang, kemudian
dipindahkan ke bagian penangkaian untuk diberi tangkai yang berfungsi sebagai
elektroda pada tungku reduksi. Puntung balok anoda dari tungku reduksi
kemudian diolah dan digunakan kembali untuk memproduksi balok-balok karbon
mentah.
b. Pabrik Reduksi
Unit terdiri dari tiga gedung yang masing-masing dipasang 170 tungku
type anoda prapanggang (Prebaked Anode Furnace) 170.000 amp, dengan lisensi
dari Sumitomo Aluminium Smelting Co., Ltd. Total kapasitas produksi adalah
225.000 ton aluminium per tahun dari 510 tungku terpasang. Pada tungku reduksi
bahan baku alumina (Al2O3) dilebur melalui balok-balok anoda karbon dengan
proses elektrolisa menjadi cairan aluminium.
c. Pabrik Pencetakan
Aluminium cair dari tungku reduksi diangkut ke bagian penuangan dan
setelah dimurnikan lebih lanjut dalam tungku-tungku penampung, dibentuk
menjadi aluminium batangan (ingot) yang beratnya masing-masing 50 pon (22,7
kg) dan merupakan produksi akhir PT INALUM yang dipasarkan di dalam dan ke
luar negeri. Disini terdapat 10 buah tungku penampung yang masing-masing
berkapasitas 30 ton dan 7 unit mesin pencetak ingot.

Universitas Sumatera Utara


2.1.6 Fasilitas lainnya
Di area peleburan dibangun juga bengkel-bengkel untuk perbaikan,
perawatan dan peralatan permesinan, kelistrikan dan kendaraan angkut dan
fasilitas penyimpanan bahan baku, antara lain :
1. Silo alumina (3 unit @ 20.000 ton)
2. Silo kokas (20 unit @ 1.400 ton)
3. CTP yard (5.400 ton)
Tangki minyak IDO (2 unit @ 2.400 kl)

2.2 Belt Conveyor


Belt conveyor dapat digunakan untuk memindahkan muatan satuan (unit
load) maupun muatan curah (bulk load) sepanjang garis lurus atau sudut inkliinasi
terbatas. Belt conveyor secara intensif digunakan di setiap cabang industri. Pada
industri pengecoran digunakan untuk membawa dan mendistribusikan pasir cetak,
membawa bahan bakar di pembangkit daya, memindahkan bijih batubara pada
unit pertambangan batubara, di antara langkah processing pada industri makanan
dan sebagainya (Zainuri, 2006).
Dipilihnya belt conveyor sistem sebagai sarana transportasi material adalah
karena tuntutan untuk meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi
dan juga kebutuhan optimasi dalam rangka mempertinggi efisiensi kerja.
Keuntungan penggunaan belt conveyor adalah :
1. Menurunkan biaya produksi saat memindahkan material
2. Memberikan pemindahan yang terus menerus dalam jumlah yang tetap
3. Membutuhkan sedikit ruang
4. Menurunkan tingkat kecelakaan saat pekerja memindahkan material
5. Menurunkan polusi udara
Belt conveyor mempunyai kapasitas yang besar (500 sampai 5000 m3/ jam
atau lebih), kemampuan untuk memindahkan bahan dalam jarak (500 sampai 1000
meter atau lebih). Pemeliharaan dan operasi yang mudah telah menjadikan belt
conveyor secara luas digunakan sebagai mesin pemindah bahan.
Berdasarkan perencanaan, belt conveyor dapat dibedakan sebagai :

Universitas Sumatera Utara


1. Stationary conveyor
2. Portable (mobile) conveyor
Berdasarkan lintasan gerak belt conveyor diklassifikasikan sebagai :
1. Horizontal
2. Inklinasi dan
3. Kombinasi horizontal-inklinasi

Gambar 2.1 Lintasan belt

Pada umumnya belt conveyor terdiri dari : kerangka (frame), dua buah
pulley yaitu pulley penggerak (driving pulley) pada head end dan pulley pembalik
( take-up pulley) pada tail end, sabuk lingkar (endless belt), Idler roller atas dan
Idler roller bawah, unit penggerak, cawan pengisi (feed hopper) yang dipasang di
atas conveyor, saluran buang (discharge spout), dan pembersih belt (belt cleaner)
yang biasanya dipasang dekat head pulley.

Universitas Sumatera Utara


Keterangan :
1. Frame 6. Lower pulley
2. Drive pulley 7. Drive unit
3. Take up pulley 8. Feed hopper
4. Endless belt 9. Discharge
5. Upper pulley 10. Cleaner

Gambar 2.2 Konstruksi belt conveyor

2.2.1 Komponen utama Belt Conveyor


Adapun komponen-komponen utama dari belt conveyor dapat
dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3 Komponen belt conveyor

Universitas Sumatera Utara


1. Belt
Belt merupakan pembawa material dari satu titik ke titik lain dan
meneruskan gaya putar. Belt ini diletakkan di atas roller sehingga
dapat bergerak dengan teratur.

2. Head pulley
Head pulley pada belt conveyor dapat juga dikatakan sebagai
pulley penggerak dari sistem BC. Pada head pulley dipasang sistem
penggerak untuk menggerakkan belt conveyor. Head pulley juga
dapat dikatakan sebagai titik dimana material akan dicurahkan
untuk dikirim ke BC selanjutnya.

Gambar 2.4 Head Pulley

3. Tail pulley
Merupakan pulley yang terletak pada daerah belakang dari sistem
conveyor. Dimana pulley ini merupakan tempat jatuhnya material
untuk dibawa ke bagian depan dari conveyor. Konstruksinya sama
dengan head pulley, namun tidak dilengkapi penggerak.

Universitas Sumatera Utara


4. Carrying roller
Merupakan roller pembawa karena terletak dibawah belt yang
membawa muatan. Berfungsi sebagai penumpu belt dan sebagai
landasan luncur yang dipasang dengan jarak tertentu agar belt tidak
meluncur ke bawah.

Gambar 2.5 carrying roller

5. Return roller
Merupakan roller balik atau roller penunjang belt pada daerah yang
tidak bermuatan yang dipasang pada bagian bawah fram.

Gambar 2.6 Return roller

6. Drive (penggerak)
Berfungsi untuk menggerakkan pulley pada BC. Sistem penggerak
ini biasanya terdiri dari motor listik , transmisi, dan rem.

7. Take-up pulley
Perangkat yang mengencangkan belt yang kendur dan memberikan
tegangan pada belt pada start awal.

Universitas Sumatera Utara


8. Snub pulley
Berfungsi untuk menjaga keseimbangan tegangan belt pada drive
pulley.

9. Chute/ hopper
Merupakan corong yang terletak diujung depan dan belakang
conveyor belt untuk memuat dan mencurahkan material.
10. Skirt rubber
Berfungsi sebagai penyekat agar material tidak tertumpah keluar
dari ban berjalan pada saat muat.

Gambar 2.7 Skirt Rubber

11. Chip cleaner


Berfungsi sebagai pembersih material yang terbawa oleh belt
conveyor setelah dicurahkan.

Gambar 2.8 chip cleaner

Universitas Sumatera Utara


2.2.2 Sistem Kerja Belt Conveyor
Bahan dihisap oleh unloader dari kapal dan bahan akan jatuh ke
belt conveyor, kemudian belt conveyor akan mengirim bahan ke stasiun
penampungan. Belt diletakkan di atas pulley yang digerakkan oleh
motor penggerak. Pulley bergerak akibat adanya putaran yang
ditransmisikan oleh motor penggerak.

Gambar 2.9 Sistem kerja belt conveyor


Belt conveyor mentransport material yang ada di atas belt, dimana
umpan atau inlet pada sisi tail dengan menggunakan chute dan setelah
sampai di head material ditumpahkan akibat belt berbalik arah.

2.2.3 Belt
Belt merupakan pembawa material dari satu titik ke titik lain dan
meneruskan gaya putar. Belt ini diletakkan di atas roller sehingga dapat
bergerak dengan teratur.
Belt dapat dibuat dari :
1. Textile terdiri dari : camel hair, cotton (woven atau sewed), duck cotton,
dan rubberized textile belt
2. strip baja, dan atau
3. kawat baja (woven-mesh steel wire).

Universitas Sumatera Utara


Kekuatan belt conveyor bukan dilihat berdasarkan ketebalannya
melainkan pada jumlah lapisan penguat (ply) dan tegangan tarik per ply
(tensile strenght).
Ditinjau dari struktur lapisan penguatnya, belt conveyor dibagi dalam dua
jenis yaitu :
1. Fabric belt
Belt dengan penguat jenis fabric adalah belt dengan lapisan penguat
(ply) yang terbuat dari serat tekstil (serat buatan). Lapisan penguat
tersebut biasanya disebut Carcass. Carcass terbagi dalam beberapa
jenis, antara lain :
a. Nylon atau polymide (NN)
b. Polyester, serat sintetis terilene, trevira dan diolen
c. Cotton
d. Vinylon fabric (VN)
e. Polyvinil (KN)
f. Aramide fiber
Fabric merupakan rajutan yang terdiri dari serat memanjang (WRAP)
dan serat pengisi dengan arah melintang (WEFT). Jenis rajutan yang
sering dipakai pada fabric belt adalah plain weave.

Gambar 2.10 Arah WEFT dan WRAP

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.11 Struktur fabric belt

2. Steel cord
Steel cord adalah belt yang lapisan penguatnya terbuat dari serat baja
yang galvanizing. Tujuan galvanizing adalah untuk mencegah
terjadinya karat pada kawat akibat adanya rembesan air atau udara.
Steel cord belt biasanya digunakan pada conveyor yang membawa
beban berat. Pada belt jenis steel cord ini tidak terdapat lapisan
penguat (ply). Yang ada hanya batangan kawat sling yang dirajut
sedemikian rupa sehingga membentuk suatu anyaman kawat baja.
Berikut dapat dilihat konstruksi dari steel cord belt pada gambar
berikut di bawah ini

Gambar 2.12 Struktur steel cord belt

Universitas Sumatera Utara


Belt conveyor terdiri dari beberapa bagian penting antara lain:
1. Cover rubber
Cover rubber adalah lapisan karet sintetis yang mempunyai
elastisitan tinggi dan tahan gesek. Cover rubber berfungsi untuk
melindungi lapisan penguat dari curahan, gesekan dan benturan material
pada saat loading (pemuatan) agar ply tidak sobek atau rusak. Alasan
penggunaan karet adalah untuk melindungi ply karena karet memiliki
elastisitas tinggi dan tahan gesek, namun karet tidak memiliki tegangan
tarik yang baik. Sedangkan lapisan ply tidak tahan terhadap gesekan dan
benturan namun memiliki tegangan tarik yang baik. Penentuan
pemakaian jenis Grade Cover Rubber adalah berdasarkan kondisi operasi
dan jenis material yang dibawa. Selain itu ada jenis cover rubber sintetis,
antara lain :
1. SBR : Styrene Butadiene Rubber, untuk membawa material panas
mulai dari temperatur 100 oC
2. ABR : Acrylonitrile Butadiene Rubber, untuk membawa material
yang mengandung minyak dan bahan kimia (oil resistant)
3. NEOPRENE : dipakai pada tambang bawah tanah (flame/Fire
Resistant conveyor Belting)
Cover rubber terdiri atas dua bagian, yaitu :
a. Top cover
Top cover adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan
material. Top cover biasanya disebut Carry cover (lapisan pembawa).
Top cover selalu menghadap keatas dan lebih tebal daripada bottom
cover. Pada operasi normal, top cover akan lebih cepat rusak daripada
bottom cover karena top cover langsung mengalami benturan dan
gesekan pada saat material dimuat. Tebal dari top cover adalah 1 mm
s/d 8 mm untuk Fabric belt dan 5 mm s/d 18 mm untuk Steel cord belt.
b. Bottom Cover
Bottom cover adalah karet lapisan bawah yang berhadapan langsung
dengan pully dan roller pembalik (Return Roller). Bottom cover sering

Universitas Sumatera Utara


juga disebut dengan pully cover. Pada umumnya bottom cover lebih
tipis dari pada top cover, karena bottom cover tidak bersentuhan
langsung dengan material. Tebal Bottom cover adalah 1 mm s/d 4 mm
untuk fabric belt dan 2 mm s/d 8 mm untuk steel cord belt.
2. Tie rubber
Tie Rubber adalah lapisan karet diantara ply. Tie rubber juga sering
disebut Tie gum atau Skim rubber. Tie rubber berfungsi untuk
melekatkan ply satu dengan yang lainnya pada fabric belt, dan
melekatkan sling baja dengan cover rubber pada steel cord belt.
Tebal tie rubber adalah :
Untuk fabric belt 0.5 mm s/d 1 mm dan
Untuk steel cord belt 2 mm.
Tie rubber tidak tahan benturan dan gesekan. Spesifikasi tie rubber
yang umum digunakan untuk belt conveyor adalah sebagai berikut:
Tensile strange : 250 Kg/m2
Elongation : 500%
Abrasion : 110 m3
3. Reinforcement – lapisan penguat (ply)
Reinforcement adalah lapisan penguat untuk belt conveyor itu
sendiri. Kekuatan atau tegangan pada belt tergantung lapisan penguat
yang dipakai. Pada umumnya lapisan penguat terbuat dari serat (carccas)
dan sling baja (steel cord).
Lapisan penguat untuk fabric belt terdiri dari beberapa macam jenis,
yaitu :
1. Nylon atau polyamide (NN)
2. Polyester, serat sintetis terilene, trevira dan diolen
3. Cotton
4. Vinylon fabric (VN)
5. Polyvinil (KN)
6. Aramide fiber

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan untuk steel cord belt lapisan penguatnya hanya terdiri
dari satu jenis saja, yaitu kawat sling baja. Disamping jenis lapisan
penguat yang telah disebut di atas, terdapat juga konstruksi khusus yang
dirancang untuk melindungi lapisan penguat dari sobek yang memanjang.
Lapisan ini disebut dengan Rip Guard.
Ada beberapa konstruksi dari Rip Guard, yaitu :
1. Belt fabric dengan carcass di dalam top cover yang disusun
melintang
2. Nylon cord yang disusun melintang pada top cover
3. Nylon cord yang disusun melintang pada top dan bottom cover

Top cover

Canvas / ply
Molded Edge

Bottom Cover

Gambar 2.13 Lapisan belt

2.2.4 Kekuatan Belt


2.2.4.1 Kekuatan Tarik Belt (Tensile strength)
Tensile strength adalah kekuatan tegangan tarik suatu belt conveyor
yang dinyatakan dalam Kg/cm/ply. Kekuatan tarik suatu belt tergantung
dari jumlah ply yang di gunakan. Contoh pembacaan tegangan tarik pada
sebuah belt :
1. NN-50 x 4 P (fabric)
NN-50 = kekuatan per ply jenis Nylon tersebut adalah 50Kg/cm/ply.
Total kekuatan tarik pada belt tersebut adalah 50Kg/cm/ply x 4 ply =
200Kg/cm

Universitas Sumatera Utara


2. EP-500 / 4 (fabric)
Adalah kekuatan tarik total per ply jenis polyester / polyamide.
Sehinga kekuatan tarik per ply adalah : 500Kg/cm : 4 ply = 125
Kg/cm/ply
3. 4-EP 125
Angka 4 menunjukan jumlah ply, sedangkan angka 125 menyatakan
tegangan tarik dalam Kg/cm/ply. Jadi total dari tegangan tarik adalah
4 x 125 = 500 Kg/cm.
4. Selain itu untuk steel cord contoh pembacaan tegangan tarik adalah
ST-2500. Yang artinya Tensile strength = 2500 Kg/cm. pada steel
cord tidak terdapat ply, yang dipakai adalah unit sling baja.

Besarnya tarikan belt pada tiap titik dapat dihitung dengan rumus (Zainuri,
2006):
Titik 1 (S1) = belt meninggalkan pulley pengerak
Titik 2 (S2) = S1 + W1,2 (belt mendekati tail pulley)
Titik 3 (S3) = 1.07 × S2 (belt meninggalkan tail pulley)
Titik 4 (S4) = S3 + W3,4 + Wpl (belt mendekati pulley pengerak)
Dari hukum Euler, belt tidak akan slip pada pulley jika :
St ≤ Ssl eμα
St adalah tegangan keras
Ssl adalah tegangan kendor
e adalah bilangan logaritma dasar, e≈ 2.718
α adalah sudut sentuh belt pada pulley = 210 o, radian ( 1rad ≈ 57.3 o)

2.2.4.2 Pembacaan dan penulisan spesifikasi fabric belt


Pembacaan dan penulisan spesifikasi belt conveyor harus
diusahakan sejelas mungkin. Karena pembacaan yang tidak jelas akan
mengakibatkan kesalahan dalam pemakaian jenis belt conveyor dan akan
memberikan data yang tidak akurat, baik untuk penggantian belt baru

Universitas Sumatera Utara


maupun penyambungan. Pembacaan dan penulisan spesifikasi belt
conveyor yang benar adalah :
1. Pembacaan spesifikasi fabric belt
Spesifikasi Fabric Belt 200 m RMA-2 NN-150 900 x 4P x 6 x 2 mm
Pembacaan 200 m : panjang belt
RMA-2 : Grade cover rubber
NN-150 : Tensile Strength 150 Kg/cm/ply
900 : Lebar belt
4P : jumlah ply = 4
6 mm : tebal top cover = 6
2 mm : tebal bottom cover = 2
2. Pembacaan spesifikasi steel cord
Spesifikasi steel cord 1000 m DIN-M ST-3150 1600 x DIA. 7 x 101 x 12 x
6 mm
Pembacaan 1000 m : Penjang belt = 1000 m
DIN-M : Grade cover Rubber
ST-3150 : Tensile strength = 3150 Kg/cm
1600 : Lebar belt = 1600 mm
DIA. 7 : Diameter kawat sling = 7 mm/Pcs
101 Pcs : Terdapat 101 buah sling berjejer selebar belt disusun dengan jarak
titk sumbu (pitch) yang sama
12 mm : tebal top cover = 12 mm
6 mm : tebal bottom cover = 6 mm

2.2.4.3 Penentuan jumlah ply


Pemikiran awam untuk menghadapi masalah belt yang sering putus
adalah dengan menambah jumlah ply, tanpa mempertimbangkan stress yang
akan terjadi pada saat belt berjalan melewati pully (pada titik momen) yang
akan berakibat fatal. Disamping factor stress, belt akan berjalan
mengambang tidak duduk dengan baik diatas roller. Karena dengan

Universitas Sumatera Utara


penambahan jumlah ply, maka akan menambah kekakuan belt secara
keseluruhan. Jumlah minimum ply ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu:
1. Kapasitas
2. Lebar belt conveyor
3. Jenis carccas
4. Diameter pully
Jumlah ply yang banyak mengharuskan pemakaian diameter pully
yang besar untuk menjaga fleksibilitas belt conveyor. Hubungan antara
jenis carccas dan jumlah ply dengan diameter pulley yang di sarankan dapat
dilihat di bawah ini :

Gambar 2.14 Hubungan diameter pulley dengan jumlah ply

2.2.4.4 Nilai mulur (Elongation)


Belt conveyor akan mengalami mulur sewaktu beroperasi sebagai
akibat dari sifat serat dan stress yang dialaminya. Mulur adalah
pertambahan panjang belt dari panjang semula. Dalam pemilihan jenis
reinforcement, yang harus di perhatikan adalah jumlah kemuluran yang
akan terjadi pada waktu belt beroperasi beberapa saat. Nilai mulur dapat di
pakai sebagai pedoman dalam menentukan posisi take-up (counter weight),
agar posisi counter weight tidak menyentuh tanah dalam waktu singkat.
Pemilihan nilai mulur yang tidak tepat dapat menyebabkan penyambungan
berulang-ulang karena counter weight menyentuh tanah, sehingga

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan jadwal produksi menjadi terganggu. Besar nilai mulur pada
belt dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Perbandingan nilai mulur belt conveyor
Belt type Take-Up c-c Elongation Distance Elastic
(%) Permanent
Steel cord (ST) 0.1 – 0.2 0.03 – 0.06 0.08 – 0.13
Nylon fabric (NN) 1.5 – 2.5 0.30 – 0.60 1.30 – 1.80
Vynylon fabric (VN) 0.7 – 1.1 0.20 – 0.30 0.50 – 0.80
Polyester fabric (EP) 1.0 – 1.5 0.20 – 0.50 0.50 – 1.00

Pada tabel diatas diperlihatkan perbandingan nilai mulur dari berbagai


jenis reinforcement yang umumnya dipakai dalam belt conveyor. Nilai
mulur dinyatakan dalam % dari jarak center – to – center conveyor (pully
depan ke pully belakang). Nilai mulur elastic adalah nilai mulur yang akan
terjadi pada saat belt start atau beroperasi. Disamping itu juga belt
mengalami mulur permanent. Perhitungan mulur dari sebuah belt conveyor
dapat dihitung sebagai berikut:
Nilai mulur belt = L(c-to-c) x M(max)/ 100 ……………………………….(lit. 7)
Dimana : L = panjang belt
M = nilai mulur permanen

2.3 Manajemen Pemeliharaan


2.3.1 Manajemen
Kata manajemen berasal dari bahasa prancis kuno ménagement, yang
memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur (Wikipedia, 2009). Menurut
Robbins, et all, (2007) mendefenisikan manajemen sebagai sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian, dan pengontrolan sumber daya
untuk mencapai sasaran (goals) secara efektief dan efisien. Efektif berarti bahwa
tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanbataan, sementara efisien berarti
bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorginisir, dan sesuai dengan
jadwal.

Universitas Sumatera Utara


2.3.1.1 Defenisi manajemen
Manajemen berasal dari kata kerja To Manage berarti control. Dalam
bahasa Indonesia dapat diartikan mengendalikan, menangani atau mengelola.
Selanjutnya kata benda manajemen atau management dapat mempunyai berbagai
arti. (Herujito, Y.M, 2001).
Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara
universal. Mary Parker follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni
menyelesaikan pekerjan melalui orang lain. Dalam Encylopedia of the Social
Sience dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan mana
pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.
Manajemen menurut Pamela, S. Lewis, et all, (2004) dalam bukunya
“management: challenges For tomorrow’s Leaders”, yaitu:
“management is the process of administering and coordinating resources
effectively and efficiently in an effort to achieve the goals of organitation ”

Manajemen merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu


perusahaan dalam mengatur sumber daya-sumber daya yang dimilikinya agar
dapat dikelola secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan
tersebut.

2.3.1.2 Fungsi manajemen


Teori manajemen menyatakan bahwa manajemen memiliki beberapa
fungsi. Fungsi dalam hal ini adalah sejumlah kegiatan yang meliputi berbagai
jenis pekerjaan yang dapat digolongkan dalam satu kelompok sehingga
membentuk suatu kesatuan administratif (Herujito, Y.M, 2001).
Untuk mencapai tujuannya organisasi memerlukan dukungan manajemen
dengan fungsinya sesuai kebutuhan. Kegiatan fungsi-fungsi manajemen
diperjelas secara ringkas, yaitu (Amsyah, Zulkifli, 2005):
1. Perencanaan (planning) adalah fungsi manajemen yang berkaitan dengan
penyusunan tujuan dan menjabarkannya dalam bentuk perencanaanuntuk
mencapai tujuan tersebut,

Universitas Sumatera Utara


2. Pengorganisasian (organizing) adalah yang berkaitan dengan pengelompokan
personel dan tugasnya untuk menjalankan pekerjaan sesuai tugas dan
misinya,
3. Pengaturan personel (staffing) adalah yang berkaitan dengan bimbingan dan
pengaturan kerja personel. Unit masing-masing manajemen sampai pada
kegiatan, seperti seleksi, penempatan, pelatihan, pengembangan dan
kompensasi, sebagai bagian dari bantuan unit pada unit personalia organisasi
dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM),
4. Pengarahan (directing) adalah yang berkaitan dengan kegiatan melakukan
pengarahan-pengarahan, tugas-tugas, dan konstruksi,
5. Pengawasan (controlling) kegiatan yang berkaitan dengan pemeriksaan untuk
menentukan apakah pelaksanaannya sudah dikerjakan sesuai dengan
perencanaan, sudah sampai sejauh mana kemjuan yang dicapai, dan
perencanaanyang belum mencapai kemajuan, serta melakukan koreksi bagi
pelaksanaan yang belum terselasaikan.

2.3.2 Pemeliharaan (maintenance)


2.3.2.1 Defenisi pemeliharaan
Pemeliharaan Mesin merupakan hal yang sering dipermasalahkan
antara Bagian Pemeliharaan dan Bagian Produksi. Karena Bagian Pemeliharaan
dianggap yang memboroskan biaya, sedang Bagian Produksi merasa yang
merusakkan tetapi juga yang membuat uang (Soemarno, Ardhi, 2008). Pada
umumnya sebuah produk yang dihasilkan oleh manusia, tidak ada yang tidak
mungkin rusak, tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan
perbaikan yang dikenal dengan pemeliharaan (Corder A, 1992). Oleh karena itu,
sangat dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan
dan perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi.
Kata pemeliharaan diambil dari bahasa yunani terein artinya merawat,
menjaga, dan memelihara. Pemeliharaan adalah suatu kombinasi dari berbagai
tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau
memperbaikinya sampai, suatu kondisi yang bisa diterima. (Corder A, 1992).

Universitas Sumatera Utara


Untuk Pengertian Pemeliharaan lebih jelas adalah tindakan merawat mesin atau
peralatan pabrik dengan memperbaharui umur masa pakai dan
kegagalan/kerusakan mesin. (Setiawan, F.D, 2008).
Menurut Heizer, Jay dan Render, Barry, (2001) dalam bukunya
“operations Management” pemeliharaan adalah:
“all activities involved in keeping a system’s equipment in working
order”
Segala aktivitas yang didalamnya adalah untuk menjaga sebuah sistem
peralatan agar pekerjaan dapat sesuai dengan pesanan.
Menurut Sehwarat, M.S dan Narang, J.S, (2001) dalam bukunya
“Production Management”, pemeliharaan (maintenance) adalah sebuah pekerjaan
yang dilakukan secara berurutan untuk menjaga atau memperbaiki fasilitas yang
ada sehingga sesuai dengan standar (sesuai dengan standar fungsional dan
kualitas).
Menurut Assauri, Sofyan. (2004) pemeliharaan adalah kegiatan untuk
memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dan mengadakan
perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar supaya
terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang
direncanakan.
Sedangkan menurut Tampubolon, Manahan. P, (2004), Pemeliharaan
merupakan semua aktivitas termasuk menjaga peralatan dan mesin selalu dapat
melaksanakan pesanan pekerjaan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan
pemeliharaan dilakukan untuk merawat ataupun memperbaiki peralatan
perusahaan agar dapat melaksanakan produksi dengan efektif dan efisien sesuai
dengan pesanan yang telah direncanakan atau ditentukan oleh perusahaan dengan
hasil produksi yang berkualitas.

Universitas Sumatera Utara


2.3.2.2 Tujuan pemeliharaan
Dengan adanya kegiatan pemeliharaan ini maka fasilitas atau peralatan
perusahaan dapat dipergunakan untuk kegiatan produksi sesuai dengan rencana,
dan tidak mengalami kerusakan selama fasilitas/peralatan perusahaan tersebut
dipergunakan selama proses produksi. Oleh karena itu, Suatu kalimat yang perlu
diketahui oleh orang pemeliharaan dan bagian lainnya bagi suatu pabrik adalah
pemeliharaan (maintenance) murah sedangkan perbaikan (repair) mahal.
(Setiawan, F.D, 2008).
Menurut Daryus, Asyari, (2008) dalam bukunya manajemen
pemeliharaan mesin Tujuan pemeliharaan yang utama dapat didefenisikan sebagai
berikut:
1. Untuk memperpanjang kegunaan asset,
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk
produksi dan mendapatkan laba investasi maksimum yang mungkin,
3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan
dalam keadaan darurat setiap waktu,
4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

Menurut Assauri, Sofyan, (2004) tujuan pemeliharaan yaitu:


1. Kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana
produksi,
2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang
dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak
terganggu,
3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang di luar
batas dan menjaga modal yang di investasikan tersebut,
4. Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan
melaksanakan kegiatan pemeliharaan secara efektif dan efisien,
5. Menghindari kegiatan pemeliharaan yang dapat membahayakan keselamatan
para pekerja,

Universitas Sumatera Utara


6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya
dari suatu perusahaan dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan
yaitu tingkat keuntungan (return on investment) yang sebaik mungkin dan
total biaya yang terendah.
Sedangkan menurut Higgins, L.R and Mobley, R.Keith, (2002) dalam
bukunya Maintenance Engineering Handbook menjelaskan adapun tujuan dari
dilakukannya pemeliharaan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Menjamin tersedianya peralatan atau mesin dalam kondisi yang mampu
memberikan keuntungan,
2. Menjamin kesiapan peralatan cadangan dalam situasi darurat, misalnya sistem
pemadam kebakaran, pembangkit listrik, dan sebagainya,
3. Menjamin keselamatan manusia yang menggunakan peralatan,
4. Memperpanjang masa pakai peralatan atau paling tidak menjaga agar masa
pakai peralatan tersebut tidak kurang dari masa pakai yang telah dijamin oleh
pembuat peralatan tersebut.

2.3.2.3 Fungsi pemeliharaan


Menurut pendapat Ahyari, Agus, (2002) fungsi pemeliharaan
adalah agar dapat memperpanjang umur ekonomis dari mesin dan peralatan
produksi yang ada serta mengusahakan agar mesin dan peralatan produksi tersebut
selalu dalam keadaan optimal dan siap pakai untuk pelaksanaan proses produksi.
Keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan yang baik
terhadap mesin, adalah sebagai berikut (Ahyari, Agus, 2002):
a. Mesin dan peralatan produksi yang ada dalam perusahaan yang
bersangkutan akan dapat dipergunakan dalam jangka waktu panjang,
b. Pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan
berjalan dengan lancar,
c. Dapat menghindarkan diri atau dapat menekan sekecil mungkin
terdapatnya kemungkinan kerusakan-kerusakan berat dari mesin dan
peralatan produksi selama proses produksi berjalan,

Universitas Sumatera Utara


d. Peralatan produksi yang digunakan dapat berjalan stabil dan baik, maka
proses dan pengendalian kualitas proses harus dilaksanakan dengan baik
pula,
e. Dapat dihindarkannya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan peralatan
produksi yang digunakan,
f. Apabila mesin dan peralatan produksi berjalan dengan baik, maka
penyerapan bahan baku dapat berjalan normal,
g. Dengan adanya kelancaran penggunaan mesin dan peralatan produksi
dalam perusahaan, maka pembebanan mesin dan peralatan produksi yang
ada semakin baik.

2.3.2.4 Kegiatan-kegiatan pemeliharaan


Kegiatan pemeliharaan dalam suatu perusahaan menurut Tampubolon,
Manahan. P, (2004) meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut:
1. Inspeksi (inspection)
Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara
berkala dimana maksud kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan
selalu mempunyai peralatan atau fasilitas produksi yang baik untuk menjamin
kelancaran proses produksi. Sehingga jika terjadinya kerusakan, maka segera
diadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sesuai dengan laporan hasil
inspeksi, dan berusaha untuk mencegah penyebab timbulnya kerusakan dengan
melihat sebab-sebab kerusakan yang diperoleh dari hasil inspeksi.
2. Kegiatan teknik (Engineering)
Kegiatan ini meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli,
dan kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan yang perlu diganti, serta
melakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut.
Dalam kegiatan inilah dilihat kemampuan untuk mengadakan perubahan-
perubahan dan perbaikan-perbaikan bagi perluasan dan kemajuan dari fasilitas
atau peralatan perusahaan. Oleh karena itu kegiatan teknik ini sangat diperlukan
terutama apabila dalam perbaikan mesin-mesin yang rusak tidak di dapatkan atau
diperoleh komponen yang sama dengan yang dibutuhkan.

Universitas Sumatera Utara


3. Kegiatan produksi (Production)
Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu
memperbaiki dan meresparasi mesin-mesin dan peralatan. Secara fisik,
melaksanakan pekerjaan yang disarankan atau yang diusulkan dalam kegiatan
inspeksi dan teknik, melaksanakan kegiatan service dan perminyakan
(lubrication). Kegiatan produksi ini dimaksudkan untuk itu diperlukan usaha-
usaha perbaikan segera jika terdapat kerusakan pada peralatan.
4. Kegiatan administrasi (Clerical Work)
Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan biaya-biaya yang berhubungan dengan
kegiatan pemeliharaan, komponen (spareparts) yang di butuhkan, laporan
kemajuan (progress report) tentang apa yang telah dikerjakan . waktu
dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut,
komponen (spareparts) yag tersedia di bagian pemiliharaan. Jadi, dalam
pencatatan ini termasuk penyusunan planning dan scheduling, yaitu rencana
kapan suatu mesin harus dicek atau diperiksa, diminyaki atau di service dan di
resparasi.
5. Pemeliharaan Bangunan (housekeeping)
Kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung
tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya.

2.3.2.5 Jenis-jenis pemeliharaan


Menurut Daryus, Asyari, (2007) dalam bukunya Manajemen pemeliharaan
mesin membagi pemeliharaan menjadi:
1. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance)
Pemeliharaan pencegahan adalah pemeliharaan yang dibertujuan untuk
mencegah terjadinya kerusakan, atau cara pemeliharaan yang direncanakan untuk
pencegahan. Ruang lingkup pekerjaan preventif termasuk inspeksi, perbaikan
kecil, pelumasan dan penyetelan, sehingga peralatan atau mesin-mesin selama
beroperasi terhindar dari kerusakan.

Universitas Sumatera Utara


2. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)
Pemeliharaan korektif adalah pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kondisi fasilitas atau peralatan sehingga
mencapai standar yang dapat di terima. Dalam perbaikan dapat dilakukan
peningkatan-peningkatan sedemikian rupa, seperti melakukan perubahan atau
modifikasi rancangan agar peralatan menjadi lebih baik,
3. Pemeliharaan berjalan (Running Maintenance)
Pemeliharaan ini dilakukan ketika fasilitas atau peralatan dalam keadaan
bekerja. Pemeliharan berjalan diterapkan pada peralatan-peralatan yang harus
beroperasi terus dalam melayani proses produksi,
4. Pemeliharaan prediktif (Predictive Maintenance)
Pemeliharaan prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan
atau kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari sistem peralatan. Biasanya
pemeliharaan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indra atau alat-alat
monitor yang canggih,
5. Pemeliharaan setelah terjadi kerusakan (Breakdown Maintenance)
Pekerjaan pemeliharaan ini dilakukan ketika terjadinya kerusakan pada
peralatan, dan untuk memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, alat-alat dan
tenaga kerjanya,
6. Pemeliharaan Darurat (Emergency Maintenance)
Pemeliharan ini adalah pekerjaan pemeliharaan yang harus segera dilakukan
karena terjadi kemacetan atau kerusakan yang tidak terduga.
7. Pemeliharaan berhenti (shutdown maintenance)
Pemeliharaan berhenti adalah pemeliharaan yang hanya dilakukan selama
mesin tersebut berhenti beroperasi,
8. Pemeliharaan rutin (routine maintenance)
Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan secara rutin atau
terus-menerus,
9. Design out maintenance adalah merancang ulang peralatan untuk
menghilangkan sumber penyebab kegagalan dan menghasilkan model kegagalan
yang tidak lagi atau lebih sedikit membutuhkan maintenance.

Universitas Sumatera Utara


2.3.2.6 Klasifikasi pemeliharaan
Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan Pekerjaan pemeliharaan
dikategorikan dalam dua cara, yaitu (Corder A, 1992):
1. Pemeliharaan terencana (planned maintenance)
Pemeliharaan terencana adalah pemeliharaan yang dilakukan secara
terorginir untuk mengantisipasi kerusakan peralatan di waktu yang akan datang,
pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya. (Corder A, 1992).
Menurut Corder A, (1992) Pemeliharaan terencana dibagi menjadi dua
aktivitas utama yaitu:
a. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance)
Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) adalah inspeksi
periodik untuk mendeteksi kondisi yang mungkin menyebabkan produksi berhenti
atau berkurangnya fungsi mesin dikombinasikan dengan pemeliharaan untuk
menghilangkan, mengendalikan, kondisi tersebut dan mengembalikan mesin ke
kondisi semula atau dengan kata lain deteksi dan penanganan diri kondisi
abnormal mesin sebelum kondisi tersebut menyebabkan cacat atau kerugian.
(Setiawan, F.D, 2008).
Menurut Heizer, Jay dan Render, Barry, (2001) dalam bukunya
“Operations Management”, preventive maintenance adalah:
“A plan that involves routine inspections, servicing, and keeping facilities in good
repair to prevent failure”
Sebuah perencanaan yang memerlukan inspeksi rutin, pemeliharaan dan
menjaga agar fasilitas dalam keadaan baik sehingga tidak terjadi kerusakan di
masa yang akan datang. Pekerjaan dasar pada perawatan preventive adalah:
inspeksi, pelumasan, perencanaan dan penjadwalan, pencatatan dan analisis,
latihan bagi tenaga pemeliharaan, serta penyimpanan suku cadang. sehingga
peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi terhindar dari kerusakan dapat
terpenuhi pengunaannya. (Daryus A, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Menurut Dhillon B.S, (2006) dalam bukunya “maintainability,
maintenance, and reliability for engineers” ada 7 elemen dari pemeliharaan
pencegahan (preventive maintenance) yaitu:
1) Inspeksi: memeriksa secara berkala (periodic) bagian-bagian tertentu untuk
dapat dipakai dengan membandingkan fisiknya, mesin, listrik, dan
karakteristik lain untuk standar yang pasti,
2) Kalibrasi: mendeteksi dan menyesuaikan setiap perbedaan dalam akurasi
untuk material atau parameter perbandingan untuk standar yang pasti,
3) Pengujian: pengujian secara berkala (periodic) untuk dapat menentukan
pemakaian dan mendeteksi kerusakan mesin dan listrik,
4) Penyesuaian: membuat penyesuaian secara periodik untuk unsur variabel
tertentu untuk mencapai kinerja yang optimal,
5) Servicing: pelumasan secara periodik, pengisian, pembersihan, dan
seterusnya, bahan atau barang untuk mencegah terjadinya dari kegagalan
yang baru,
6) Instalasi: mengganti secara berkala batas pemakaian barang atau siklus waktu
pemakaian atau memakai untuk mempertahankan tingkat toleransi yang
ditentukan,
7) Alignment: membuat perubahan salah satu barang yang ditentukan elemen
variabel untuk mencapai kinerja yang optimal.
b. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)
Pemeliharaan secara korektif (corrective maintenance) adalah
pemeliharaan yang dilakukan secara berulang atau pemeliharaan yang dilakukan
untuk memperbaiki suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah
terhenti untuk memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima. (Corder, A, 1992).
Pemeliharaan ini meliputi reparasi minor, terutama untuk rencana jangka pendek,
yang mungkin timbul diantara pemeriksaan, juga overhaul terencana.
Menurut Heizer, Jay dan Render, Barry, 2001 pemeliharaan korektif
(Corrective Maintenance) adalah:
“Remedial maintenance that occurs when equipment fails and must be repaired on
an emergency or priority basis”

Universitas Sumatera Utara


Pemeliharaan ulang yang terjadi akibat peralatan yang rusak dan harus
segera diperbaiki karena keadaan darurat atau karena merupakan sebuah prioritas
utama.
Menurut Prawirosentono, Suyadi, (2001) pemeliharaan korektif
(Corrective Maintenance) adalah perawatan yang dilaksanakan karena adanya
hasil produk (setengah jadi maupun barang jadi) tidak sesuai dengan rencana, baik
mutu, biaya, maupun ketepatan waktunya. .
Oleh karena itu, Dalam pelaksanaan pemeliharaan antara terencana yang
harus diperhatikan adalah jadwal operasi pabrik, perencanaan pemeliharaan,
sasaran perencanaan pemeliharaan, faktor-faktor yang diperhatikan dalam
perencanaan pekerjaan pemeliharaan, sistem organisasi untuk perencanaan yang
efektif, dan estimasi pekerjaan. (Daryus, Asyari, 2007).

2. Pemeliharaan tak terencana (unplanned maintenance)


Pemeliharaan tak terencana adalah yaitu pemeliharaan darurat, yang
didefenisikan sebagai pemeliharaan dimana perlu segera dilaksanakan tindakan
untuk mencegah akibat yang serius, misalnya hilangnya produksi, kerusakan besar
pada peralatan, atau untuk keselamatan kerja. (Corder A, 1992).
Pada umumnya sistem pemeliharaan merupakan metode tak terencana,
dimana peralatan yang digunakan dibiarkan atau tanpa disengaja rusak hingga
akhirnya, peralatan tersebut akan digunakan kembali maka diperlukannya
perbaikan atau pemeliharaan.
Secara skematik dapat dilihat sesuai diagram alir proses suatu perusahaan
untuk sistem pemeliharaan dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.15 Diagram alir pemeliharaan
(Sumber: Corder, Anthony, 1992, Teknik Manajemen Pemeliharaan, Erlangga)

2.3.3 Kegiatan Inspeksi pada pemeliharaan belt conveyor


Selama interval umur equipment bagian-bagian pada belt conveyor yang
telah ditentukan, maka inspeksi-inspeksi pada bagian-bagian tersebut dilakukan
secara berkala, yaitu :
1. Inspeksi harian (daily Inspection)
Salah satu pekerjaan yang dilakukan dalam inspeksi harian ini adalah :
a. Pengecekan pada sistem transmisi yaitu pelumasannya
b. Pengecekan pada bagian roller yaitu putaran roller dan suara yang
abnormal
c. Pengecekan pada conveyor belt yaitu cek kelurusan conveyor belt
pada saat operasi
2. Inspeksi bulanan (monthly inspection)
Salah satu pekerjaan yang dilakukan pada inspeksi bulanan ini adalah:
a. Pengecekan driver unit yaitu pemeriksaan getaran, arus dan
tegangan
b. Pengecekan pully yaitu periksa suara dan temperatur pada pully

Universitas Sumatera Utara


c. Pengecekan conveyor belt yaitu cek fisik conveyor belt (kondisi
sambungan)
d. Pengecekan skrit rubber yaitu cek keausan

e. Pengecekan pembersih (cleaner) yaitu periksa jarak antara cleaner


dengan head pully
f. Pengecekan umum yaitu periksa semua baut pengikat
3. Inspeksi tahunan (yearly inspection)
Salah satu pekerjaan yang dilakukan pada inspeksi tahunan ini adalah:
a. Pengecekan conveyor belt yaitu cek kekerasan conveyor belt
b. Penggantian skrit rubber

2.3.4 Hubungan kegiatan pemeliharaan dengan biaya


Tujuan utama manajemen produksi adalah mengelola penggunaan
sumber daya berupa faktor-faktor produksi yang tersedia baik berupa bahan baku,
tenaga kerja, mesin dan fasilitas produksi agar proses produksi berjalan dengan
efektif dan efisien. pada saat ini perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan
pemeliharaan harus mengeluarkan biaya pemeliharaan yang tidak sedikit.
Menurut Mulyadi, (1999) dalam bukunya akuntansi biaya, biaya dari
barang yang diproduksi terdiri dari:
a. Direct Material Used (biaya bahan baku langsung yang digunakan),
b. Direct manufacturing Labor (biaya tenaga kerja langsung),
c. Manufacturing Overhead (biaya overhead pabrik).
Permasalahan yang sering dihadapi seorang manajer produksi adalah
bagaimana menentukan untuk melakukan kebijakan pemeliharaan baik untuk
pencegahan maupun setelah terjadinya kerusakan, dari kebijakan itulah nantinya
akan mempengaruhi terhadap pembiayaan. Oleh karena itu, seorang manajer
produksi harus mengetahui hubungan kebijakan pemeliharaan dengan biaya yang
ditimbulkan sehingga tidak salah dalam mengambil kebijakan tentang
pemeliharaan. Dibawah ini diperlihatkan hubungan biaya pemeliharaan
pencegahan (preventive maintenance) dan breakdown dengan total biaya.

Universitas Sumatera Utara


(a)

(b)
Gambar 2.16 Hubungan Preventive Maintenance dan Breakdown Maintenance
dengan biaya. (a) Traditional View of Maintenance, (b) Full Cost View of
Maintenance
(Sumber: Heizer, Jay and Render, Barry, (2001), Operation Management,
Prentice Hall, sixt Edition)

Gambar diatas menunjukkan hubungan tradisional antara pemeliharaan


pencegahan (preventive maintenance) dengan pemeliharaan breakdown
(breakdown maintenance) yang menjelaskan bahwa manejer operasi harus bisa
mempertimbangkan keseimbangan antara kedua biaya. Di satu pihak, dengan
menempatkan sumber daya pada kegiatan pemeliharaan pencegahan akan
mengurangi jumlah kemacetan. Sama halnya dengan mengurangi pemeliharaan
breakdown biaya akan lebih murah jika dibandingkan dengan biaya
pemeliharaan pencegahan. Di waktu yang sama kurva total biaya akan menaik.

Universitas Sumatera Utara


2.3.5 Analisa kebijakan Pemeliharaan
Dengan demikian metode yang digunakan untuk memelihara mesin
dalam perusahaan adalah metode probabilitas untuk menganalisa biaya. Menurut
Handoko, T.Hani, (1999) Langkah-langkah perhitungan biaya pemeliharaan
adalah:
1. Menghitung rata-rata umur mesin sebelum rusak atau rata-rata mesin hidup
dengan cara:
Rata-rata mesin hidup ∑= (bulan sampai terjadinya kerusakan setelah
perbaikan X probabilitas terjadinya kerusakan)
2. Menghitung biaya yang dikeluarkan jika melaksanakan kebijakan
pemeliharaan breakdown:

CR .N
TC =
MTBF
Keterangan:
TC = biaya bulanan total kebijakan Breakdown (Rp)
Cr = biaya perbaikan mesin (Rp)
N = jumlah mesin
MTBF = jumlah bulan yang diperkirakan antara kerusakan.
3. Menghitung biaya yang dikeluarkan jika melaksanakan kebijakan
pemeliharaan preventive:
Untuk menentukan biaya pemeliharaan preventive meliputi pemeliharaan
setiap satu bulan, dua bulan, tiga bulan dan seterusnya, harus dihitung
perkiraan jumlah kerusakan mesin dalam suatu periode.
Rumusnya adalah:
Bn = N + B(n-1)P1 + B(n-2)P2 + B(n-3)P3 + B1P(n-1)
Keterangan:
Bn = perkiraan jumlah kerusakan mesin dalam n bulan,
N = jumlah Mesin,
Pn = Probabilitas mesin rusak dalam periode n

Universitas Sumatera Utara


2.4 Metode Manajemen Pemeliharaan
Manajemen Pemeliharaan adalah pendekatan yang teratur dan sistematis
untuk perencanaan, pengorganisasian, monitoring dan evaluasi kegiatan
pemeliharaan dan biaya. Sebuah sistem manajemen pemeliharaan yang baik
digabungkan dengan pengetahuan dan staf pemeliharaan mampu dapat mencegah
masalah-masalah kesehatan dan keselamatan dan kerusakan lingkungan;
menghasilkan aset hidup dengan lebih sedikit gangguan dan mengakibatkan biaya
operasi yang lebih rendah dan kualitas hidup yang lebih tinggi.
Menurut Margono, (2006) metode manajemen pemeliharaan di lihat dari
beberapa hal sebagai berikut:
1. Permohonan pemeliharaan,
Sebagai persyaratan untuk perencanaan fungsi pemeliharaan, karena
perlu utuk mengetahui secara tepat tentang apa yang harus di kerjakan, apa yang
sedang di kerjakan dan berapa lama setiap bertugas/pekerjaan tersebut di kerjakan.
Permintaan dari pengawas bagian produksi untuk pelayanan yang dilakukan oleh
petugas-petugas pemeliharaan harus mendapat prioritas prhatian meskipun dalam
pengalaman menunjukkan bahwa hampir seluruh pekerjaan pemeliharaan dapat di
rencanakan sebelumnya, dalam jangka pendek dan kenyataan bahwa prioritas
utama jauh lebih kecil dari yang di perkirakan.
2. Permintaan pemeliharaan atau perbaikan,
Permintaan pemeliharaan atau perbaikan atas pekerjaan yang salah satu
atau kerusakan atau cacat yang memang perlu di perbaiki. Setelah pekerjaan di
selesaikan, kita harus mencari keterangan atau alasan tentan sebab-sebab
terjadinya kerusakan, terutama penting apabila terjadinya pemeliharaan darurat
serta uraian singkat tapi jelas mengenai tindakan yang telah dilaksanakan.
3. Kartu permintaan pemeliharaan atau perbaikan.
Dalam kartu permintaan pemeliharaan/perbaikan dimuat seluruh
informasi/keterangan yang dibutuhkan seperti misalnya jenis pekerja yang
diperlukan, dan waktu kerja yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Pekerja berorganisasi kepada tugas yang diberikan dan kartu permintaan
pemeliharaan tersebut juga berorganisasi kepada tugas tersebut. Hal ini

Universitas Sumatera Utara


merupakan suatu perbedaan yang pokok antara penggunaan kartu permintaan
pemeliharaan/perbaikan dengan penggunaan kartu waktu dimana masalahnya
hanya pada berorganisasi kepada para petugas pemeliharaan.
Menurut Mobley, R.Keith, (2002) ada beberapa metode manajemen
pemeliharaan antara lain Yaitu:
1. Run-to-failure management,
Run-to-failure management adalah manajemen teknik pengaktifan
kembali yang menunggu mesin atau peralatan rusak sebelum diambil tindakan
pemeliharaan, yang mana sebenarnya adalah “nomaintenance”. Metode ini
merupakan manajemen pemeliharaan yang paling mahal. Metode reaktif ini
memaksa departemen manajemen pemeliharaan untuk mempertahankan
persediaan suku cadang yang banyak yang mencakup seluruh komponen utama
peralatan penting pabrik.
2. Preventive Maintenance
ada banyak defenisi pemeliharaan preventive, tetapi semua program
manajemen pemeliharaan preventive adalah dijalankan berdasarkan waktu.
Dengan kata lain tugas-tugas pemeliharaan berlalu berdasarkan pada jam
operasi. Dalam manajemen pemeliharaan preventive, perbaikan mesin
dijadwalkan berdasarkan pada statistik waktu rata-rata kerusakan (MTTF).
Dapat dilihat siklus MTTF dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.17 kurva bak mandi

3. Predictive Maintenance
Seperti pemeliharaan preventif, pemeliharaan prediktif memiliki banyak
defenisi. Untuk sebagian pekerja, pemeliharaan prediktif adalah pemantauan
getaran mesin dalam upaya untuk mendeteksi masalah baru dan untuk mencegah
kerusakan fatal.
Pemeliharaan prediktif adalah menggerakkan kondisi program
pemeliharaan preventif. Untuk jadwal kegiatan pemeliharaan, pemeliharaan
prediktif menggunakan pengawasan langsung terhadap kondisi mekanik, efisiensi
system, dan indicator lainnya untuk menentukan rata-rata waktu actual sampai
rusak atau hilangnya efisiensi untuk setiap mesin dan system di pabrik.
Penambahan program pemeliharaan prediktif yang komprehensif dapat dan akan
menyediakan data factual pada kondisi mekanik actual dari setiap mesin dan
efisiensi operasional setiap sistem proses.
4. Metode peningkatan pemeliharaan lainnya
Selama 10 tahun terakhir, berbagai metode manajemen, seperti
pemeliharaan produktif total (TPM) dan kehandalan yang berpusat pada
pemeliharaan (RCM), telah dilembangkan dan disebut-sebut sebagai obat mujarab
untuk pemeliharaan yang tidak efektif. Banyak pabrik domestik menggunakan

Universitas Sumatera Utara


salah satu dari metode cepat, memperbaiki dalam upaya untuk mengimbangi
kekurangan pemeliharaan yang dirasakan.
a. Total Productive Maintenance
Pemeliharaan ini disebut-sebut sebagai pendekatan jepang untuk
manajemen perawatan yang efektif, konsep ini di kembangkan oleh Deming di
akhir 1950-an. TPM bukan program manajemen pemeliharaan. Sebagian besar
kegiatan terkait dengan pendekatan manajemen jepang diarahkan pada fungsi
produksi dan menganggap pemeliharaan akan memberikan tugas-tugas dasar yang
diperlukan untuk mempertahankan aset produksi kritis. Semua manfaat di ukur
dari TPM yang di kemas dalam hal kapasitas, kualitas produk, dan total biaya
produksi.
b. Reliability-Centered Maintenance
Dalil dasar RCM adalah bahwa semua mesin harus gagal dan memiliki umur yang
terbatas, tetapi asumsi ini tidak berlaku, jika mesin dan sistem pabrik dirancang
baik, dipasang, dioperasikan, dan dipelihara.

2.5 Metode Penyambungan belt


Belt conveyor adalah salah satu komponen dari belt conveyor sistem yang
berfungsi untuk membawa material dan meneruskan gaya putar. Di pilihnya belt
conveyor system sebagai sarana transportasi material adalah karena tuntutan untuk
meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi dan juga kebutuhan
optimasi dalam rangka mempertinggi efisiensi kerja. Keuntungan dari penggunaan
belt conveyor adalah:
1. Menurunkan biaya produksi pada saat memindahkan material
2. Memberikan pemindahan yang terus menerus dalam jumlah yang tetap
sesuai dengan keinginan
3. Membutuhkan sedikit ruang
4. Menurunkan tingkat kecelakaan saat pekerja memindahkan material
5. Menurunkan polusi udara
Oleh karena belt adalah merupakan salah satu komponen utama, maka
sangat diperlukan perawatan khusus pada bagian tersebut. Salah satunya adalah

Universitas Sumatera Utara


bagaimana cara melakukan penyambungan belt jika terjadi kerusakan pada saat
operasi/ produksi sedang berlangsung.

2.5.1 Jenis Penyambungan Belt


Penyambungan belt conveyor adalah proses menyatukan dua sisi belt,
sehingga belt dapat digunakan sebagai alat tranportasi produk. Pada
penyambungan belt conveyor terdapat dua jenis (Metode) penyambungan, yaitu :
a. Penyambungan mekanis (Mechanical Joint)
Penyambungan mekanis adalah penyambungan yang terdiri dari bahan
baja berbentuk engsel untuk menghubungkan kedua bagian belt.
Penyambungan ini digunakan hanya dalam keadaan darurat saja. Pada
saat belt tiba-tiba putus saat beroperasi dan perusahan dalam keadaan
kejar produksi(Shipping). Karena penyambungan mekanis ini sifatnya
hanya sementara.
Keuntungan dari mechanical joint :
1. Cepat dalam penyambungan
2. Investasi awal sedikit, karena hanya perlu tool portable
3. Pergeseran take up sedikit karena panjang belt berkurang
sedikit
Kerugian dari mechanical joint :
1. Kekuatannya berkurang
2. Pada ujung potongan terbuka. Sehingga carccas lembab dan
dapat merusak carccas
3. Permukaan sambungan biasanya tidak rata sehingga belt
cleaner tidak berfungsi efektif
4. Material halus dapat lolos ke bawah melalui celah sambungan
5. Untuk material yang panas, splice dapat merambatkan panas ke
carccas, sehingga carccas rapuh setempat
Cara penyambungan mechanical joint adalah ; belt ditempatkan
berhadapan dengan potongan lurus yang tegak lurus terhadap garis
tenah belt, selanjutnya dilakukan pelubangan belt untuk memasang bolt

Universitas Sumatera Utara


splice dan terakhir dilakukan pemasangan aligator / mechanical splice
dengan menggunakan bolt.
b. Penyambungan tak berujung (Endles splicing)
Penyambungan tak berujung adalah penyambungan yang dilakukan
dengan menyatukan/melekatkan lapisan penguat dengan proses
vulkanisasi. Hasil dari penyambungan ini tidak menonjol melebihi
permukaan belt conveyor. Apabila proses penyambungan dilakukan
dengan sempurna maka hasil penyambungan tidak akan terlihat.
Keuntungan yang didapat dari dari penyambungan tak berujung ini,
antara lain :
1. Menghemat belt
2. Tidak terdapat material yang tertumpah, sehingga kapasitas produksi
tidak berkurang.
Penyambungan yang sering digunakan adalah penyambungan tak
berujung, hal ini dikarenakan penyambungan ini memiliki keunggulan
sebagai berikut:
3. Tidak merusak pully dan roller
4. Tidak merusak system screape
Penyambungan tak berujung ini mempunyai dua jenis penyambungan,
yaitu:
5. Penyambungan panas (Hot splicing)
Penyambungan panas adalah proses penyambungan belt conveyor
dengan proses vulkanisasi pada prosesnya menggunakan alat
pemanas yang disebut heating solution.
6. Penyambungan dingin (cold Splicing)
Penyambungan dengan sistim dingin adalah proses penyambungan
belt conveyor yang proses vulkanisasinya dengan cara kimiawi.
Yaitu dengan menggunakan lem yang menyatu dengan karet.
Penyambungan sistem dingin dan sistem panas adalah penyambungan
yang mengalami proses vulkanisasi. Vulkanisasi adalah proses konversi bentuk
karet dari bentuk plastis menjadi elastis karena reaksi kimia.

Universitas Sumatera Utara


Vulkanisasi akan terjadi apabila ada :
1. Kimia, yaitu Sulfur dan Accelelator
2. Temperatur
3. Tekanan
Pada Vulkanisasi panas
1. Kimia : Terdapat didalam karet dan lem
2. Temperature : 140 s/d 170 oC
3. Tekanan: 5 kg/cm2 s/d 12 kg/cm2
Sedangkan pada Vulkanisasi dingin adalah:
1. Kimia, sulfur, accelelator terpisah. Sulfir terdapat di dalam lem dan
bonding layer
2. Temperature : Temperatur ruang
3. Tekanan : Tenaga manusia
Penyambungan sistem dingin adalah penyambungan paling ekonomis,
efisien dan praktis serta memiliki kekuatan/ketahanan yang sama dengan
sistem panas. Apabila penyambungan dilakukan dengan sempurna, maka belt
tersebut tidak akan pernah putus pada sambungan. Sambungan akan terputus
dan terlepas apabila :
1. Apabila ada lapisan penguat yang terpotong pada saat penyambungan
karena pemakaian pisau yang tidak tepat atau tersodok alat pemisah ply.
2. Sambungan lem tertutup pada saat lem masih basah atau pada saat
sebagian lem sudah kering.
3. Kurang rapatnya cover strip, sehingga ada material yang masuk kedalam
sambungan.
4. Waktu vulkanisasi terlalu lama.
5. Kurang control pada saat melakukan roll, ada udara yang terjebak
6. Penempatan cover strip yang menonjol.
Pada belt conveyor dengan 1 ply, biasanya penyambungan
dilakukan dengan Finger Joint dan cara Tip-Top. Sedangkan untuk
penyambungan steel cord belt hanya dapat digunakan dengan system
panas (Hot Splicing). Terdapat beberapa metode yang dipakai dalam

Universitas Sumatera Utara


penyambungan steel cord belt yaitu : Metode 1 step, metode 2 step,
metode 3 step,metode 4 step danmetode 5 step.

Gambar 2.18 Metode step steel cord belt

2.5.2 Beban yang dialami Sambungan Belt


2.5.2.1 Kekuatan Tarik Sambungan
Menurut Niemann, 1986 dalam bukunya Elemen Mesin menerangkan
bahwa besarnya gaya tarik yang dialami oleh sambungan perekat tergantung
kepada panjangnya belt yang direkatkan. Dalam hal ini besarnya gaya tarik
yang dialami oleh sambungan dapat dihitung dengan rumus :

F = b × Ls × τizin

Dimana : F = gaya tarik belt


b = panjang belt yang direkatkan
Ls = panjang langkah penyambungan
τizin = tegangan tarik izin
Besarnya panjang langkah penyambungan dapat dilihat pada tabel 2.2
berikut :

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2 Panjang langkah carccas
Konstruksi carcass Panjang langkah (mm)
EP 250/5
100
EP 200/2
EP 500/4
EP 300/3
EP 400/3
150
EP 250/2
PNN 300/3
NH 300/3
EP 630/4
200
NN 630/4
EP 630/3 250
EP 1250/4 350

2.5.2.2 Kecepatan Belt


Kecepatan sebuah ban berjalan (belt) tergantung besarnya diameter pulley
penggerak dan jumlah putaran yang ditransmisikan oleh motor penggerak
(Niemann, 1986). Besarnya kecepatan belt dapat diketahui dengan menggunakan
rumus :
πdn
V =
60
Diaman : V = kecepatan belt
d = diameter pulley
n = putaran yang ditransmisikan

2.5.2.3 Berat persatuan panjang material conveyor (Q)


Beratnya suatu conveyor persatuan panjang materialnya dapat dihitung
dengan menggunakan rumus (Zainuri, 2006) :

Q = 0.21 m2 x qc

Dimana : Q = berat conveyor persatuan panjang


qc = kapasitas curah

Universitas Sumatera Utara


BAB III
OBJEK DAN METODOLOGI

3.1 OBJEK
Dalam penulisan skripsi ini, yang menjadi objek penelitian adalah Belt
conveyor. Pemeliharaan belt conveyor dilakukan dalam upaya menjaga dan
meningkatkan kelancaran proses produksi PT. Indonesia Asahan Aluminium
(INALUM), yaitu perusahaan yang bergerak di bidang peleburan aluminium.

3.2 METODOLOGI
Metode yang dilakukan penulis tujuannya adalah memberikan uraian dari
pelaksanaan penelitian yang dilakukan penulis untuk mengetahui sistem
pemeliharaan yang dilakukan oleh perusahaan. Adapun uraian penelitian yang
dibuat penulis adalah sebagai berikut:
3.2.1 Jenis Penelitian
Adapun metode penelitian yang dilakukan penulis adalah metode studi
kasus berdasarkan survey di lapangan. Survey dilakukan untuk mengetahui
bagaimana kegiatan pemeliharaan pada belt conveyor yang dilakukan. Dan
melakukan studi literatur agar penelitian yang dilakukan memiliki pedoman yang
kuat.
3.2.2 Lokasi dan Waktu penelitian
3.2.2.1 Lokasi penelitian
Lokasi penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah di PT. Indonesia
Asahan Aluminium (INALUM), tepatnya di bagian PUBC (Pneumatik Unloader
dan Belt Conveyor). Lokasi tersebut terletak di Kuala tanjung, Kabupaten Batu
Bara, Sumatera Utara.
3.2.2.2 Waktu penelitian
Penulis melakukan penelitian di PT. INALUM selama kurang lebih dua
minggu, mulai dari tanggal 23 April 2009.
3.2.3 Sumber data
Sumber data yang diperoleh penulis dalam penelitian ini berasal dari:

Universitas Sumatera Utara


a. Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dengan peninjauan secara langsung ke
perusahaan (PT. INALUM) yang menjadi objek penelitian dan wawancara
dengan pihak perusahaan. Data primer tersebut adalah hal-hal yang berkenaan
dengan Belt coveyor.
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh melalui perusahaan, dimana data tersebut sudah
ada disimpan oleh perusahaan sebelumnya, diantaranya adalah spesifikasi mesin,
data shet tentang pemeliharaan belt conveyor pada bulan atau tahun yang sudah
lewat, kemudian penulis melakukan studi kepustakaan dengan mempelajari buku-
buku atau hal-hal yang berhubungan dengan belt conveyor. Meliputi data
kegiatan pemeliharaan perusahaan umumnya, serta pada belt conveyor khususnya.

3.2.4 Alat dan Bahan Penelitian


3.2.4.1 Alat penelitian
Adapun alat yang digunakan untuk meneliti kerusakan pada belt
conveyor adalah sebagai berikut:
1. Caliper Vernier
Caliper vernier berfungsi untuk mengukur ketebalan belt, mengukur jarak
antara satu komponen dengan komponen yang lain.

Gambar 3.1 Caliper Vernier

Universitas Sumatera Utara


2. Grease gun dan oil gun
Grease gun dan oil gun berfungsi sebagai alat untuk melumasi bagian-baian
dari belt conveyor.

Gambar 3.2 Grease Gun dan oil gun

3. Vibrometer
Vibrometer berfungsi sebagai alat untuk mengukur atau mendeteksi seberapa
besar getaran pada mesin belt conveyor.

Gambar 3.3 Vibrometer

Universitas Sumatera Utara


4. Termometer
Termometer berfungsi sebagai alat untuk mengukur temperature mesin belt
conveyor.

Gambar 3.4 Termometer digital

5. Peralatan Perkakas
Peralatan perkakas merupakan alat untuk membongkar dan memasang
komponen-komponen mesin.

Gambar 3.5 Perkakas

Universitas Sumatera Utara


6. Alat pemanas sambungan (hot splicing)
Hot splicing berfungsi sebagai pemanas sambungan belt, yaitu pada saat
belt sudah disatukan dengan perekat maka belt dimasukkan ke dalam
pemanas untuk mendapatkan hasil sambungan yang kuat.

Gambar 3.6 Hot splicing


7. Hand roller
Hand roller berfungsi sebagai alat untuk menekan sambungan yang sudah
direkatkan.

Gambar 3.7 Hand roller

Universitas Sumatera Utara


8. Gerinda
Berfungsi untuk menghaluskan permukaan belt yang tidak rata

Gambar 3.8 Gerinda

3.2.4.2 Bahan Penelitian


Bahan Penelitian yang digunakan adalah belt conveyor, yang terdiri
dari drive unit, roller, conveyor belt dan pulley . Adapun ukuran atau data
sheet untuk belt conveyor pada perusahaan PT. INALUM adalah sebagai
berikut:

Data/ spesifikasi belt conveyor dari perusahaan adalah:


Panjang = 2500 m
Lebar belt = 1200 mm
Berat belt = 6.5 kg/m
Type belt = ST 900
Kecepatan belt = 120 m/min
Material handled = Alumina, coke, hard pitch
Kapasitas curah = 0.8-1.2, 0.75-0.8, 0.8-1.0 ton/ m3
Kapasitas = max 700 ton/ jam
Putaran motor = 1500 rpm
Putaran yang di transmisikan = 65.3 rpm
Diameter lintasan (pulley) = 0.6 m

Universitas Sumatera Utara


Sudut Idler roller = 450
Diameter Idler roller = 10.5 cm
Jarak idler roller atas = 0.8 m
Jarak idler roller bawah = 1.6 m

3.3 Perawatan preventive pada belt conveyor


Kegiatan perawatan pada belt conveyor dilakukan secara berkala, mulai dari
pengecekan, pelumasan, penggantian dan overhaul. Kegiatan ini dilakukan untuk
meminimalkan kerusakan sekaligus untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan
pada saat operasi sedang berlangsung. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut :

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.1 Kegiatan perawatan preventive pada Belt Conveyor

INTERVA PELAKSAN
NO BAGIAN KEGIATAN
L WAKTU A

Motor Periksa getaran SMM-M2


Periksa arus dan Bulanan
tegangan SEM
Unit Overhaul 5 tahun SEM-ERS
1 penggerak
Transmisi Pelumasan Harian OPERASI
(Drive unit)
Penggantian minyak 2000 jam
SMM-M2
pelumas
Pemusatan poros Bulanan
SMM-M2
motor dan pully
Overhaul 5 tahun SMR
Carry roller Periksa putaran roller Harian
dan Return dan suara yang
Operasi
2 Roller Roller abnormal

Penggantian Jika rusak SMM-M2


Semua bagian, Penggantian 2000 jam
Head, tail, Pelumasan
Pulley snub, take-up Periksa suara, Bulanan
3 temperature pada SMM-M2
bantalan pully

Cek fisik Con.Belt Bulanan


(kondisi sambungan)
SMM-M2
Conveyor Cek kekerasan Tahunan
4
Belt Con.belt
Cek kelurusan Harian Operasi
Con.Belt pada saat Bulanan
SMM-M2
operasi

Universitas Sumatera Utara


Lanjutan Tabel 3.1
INTERVA
NO BAGIAN KEGIATAN PELAKSANA
L WAKTU
Cek keausan pada skirt
rubber Bulanan

Pengaturan jarak skirt


5 Skirt rubber rubber ke belt SMM-M2
3 bulanan

Penggantian
Tahunan
Primary dan Periksa jarak antara
Pembersih secondary cleaner dengan head
6 cleaner pully Bulanan SMM-M2
(Cleaner)

Periksa semua baut


7 Umum pengikat Bulanan SMM-M2

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penanganan perawatan pada Belt Conveyor


Sistem preventive maintenance dilakukan pada belt conveyor supaya
mesin tetap efektif saat operasi berlangsung dan meningkatkan produktivitas.
Hal ini dilakukan karena belt beroperasi secara terus-menerus. Perawatan
preventive yang dilakukan pada bagian belt conveyor meliputi drive unit,
pulley, roller dan belt. Jika terjadi kerusakan pada bagian-bagian belt
conveyor tersebut teknik memperbaikinya memiliki tingkat kerumitan yang
berbeda-beda. Dalam hal ini yang dibahas adalah roller dan belt, karena
tingkat kerumitan pada roller dalam memperbaikinya hampir sama dengan
pulley dan drive unit. Sedangkan pada belt dibituhkan teknik khusus untuk
memperbaikinya terutama pada saat melakukan penyambungan belt..

4.1.1 Kerusakan dan penanganan pada belt


Pemeliharaan belt pada belt conveyor juga harus dilakukan secara rutin
seperti halnya pada komponen-komponen lain. Seorang man power harus
melakukan kegiatan rutin setiap hari dalam perawatan belt yaitu :
a. Inspeksi harian, dimana inspeksi ini memeriksa kondisi fisik belt, yaitu :
Kelurusan belt dan Apakah ada belt yang sobek pada saat operasi
berlangsung.
b. Inspeksi bulanan, yaitu memeriksa fisik belt (kondisi sambungan,
kekerasan belt, keausan) pada bagian top cover, bottom cover dan edge
cover.
c. Inspeksi tahunan, pada inspeksi ini seorang man power memeriksa
kekerasan belt apakah masih layak pakai atau tidak.
Pada belt conveyor dibutuhkan penanganan khusus hanya pada saat
terjadi kerusakan yaitu sobek atau putus. Putusnya belt bisa terjadi di bagian
tengah belt dan juga tepat pada sambungan belt yang semula. Penyebab
putusnya belt ini biasanya karena :

Universitas Sumatera Utara


1. Umur sambungan sudah cukup lama
2. Terlalu banyak material yang masuk/ tumpah ke dalam sambungan atau ke
dalam belt, sehingga pada saat belt berputar menuju pulley belt, material
dan pulley bergesek. Karena operasi yang terus menerus akibat gesekan
tersebut belt bisa sobek atau putus
3. Terjadinya slip pada belt akibat adanya komponen lain yang rusak, seperti
rusaknya permukaan roller dan pulley
Jika belt sobek atau putusnya maka belt harus disambung kembali.
Dari metode-metode penyambungan belt yang ada, PT. Inalum menggunakan
Teknik penyambungan kering atau penyambungan tak berujung. PT. Inalum
memilih teknik penyambungan ini karena hasil dari penyambungan ini tidak
menonjol melebihi permukaan belt conveyor. Apabila proses penyambungan
dilakukan dengan sempurna maka hasil penyambungan tidak akan terlihat.
Dan penyambungan ini tidak merusak roller maupun pulley.
Adapun tahapan-tahapan pada penyambungan belt adalah:
a. Tahap persiapan alat :
1. Peralatan perkakas
2. Hand roller
3. Pensil atau marker
4. Sketchmat/jangka sorong/meteran
5. Gerinda
6. Lem Tip-Top
7. Alat pemanas sambungan (hot splicing)

b. Pemilihan daerah penyambungan


1. tempat yang dekat sumber elektrik
2. permukaan datar
3. daerah yang lumayan luas
4. kering dan tidak berdebu

Universitas Sumatera Utara


c. Dimensi penyambungan
Panjang penyambungan/ splicing (mm)
Ls = 0.3B + S(P-1) + 2K
Dimana : Ls = panjang splicing (mm)
B = lebar belt (mm)
P = jumlah ply
K = lebar band/pita (mm)

L
K S S S S K

Belt
Travel

B Top Cover

0.3B

L
K S S S S K

Belt
Travel

Bottom B
Cover

0.3B
Gambar 4.1 Dimensi penyambungan belt

4.1.2 Perhitungan Belt conveyor


Data/ spesifikasi yang diperoleh adalah:
Panjang = 2500 m
Lebar belt = 1200 mm
Berat belt (qb) = 6.5 kg/m
Type belt = ST 900
Kecepatan belt = 120 m/min

Universitas Sumatera Utara


Kapasitas curah = 0.8-1.2, 0.75-0.8, 0.8-1.0 ton/ m3
Kapasitas = max 700 ton/ jam
Putaran motor (n1) = 1500 rpm
Putaran yang di transmisikan (n2) = 65.3 rpm
Diameter lintasan (pulley) = 0.6 m
Sudut Idler roller = 450
Diameter Idler roller = 10.5 cm
Jarak idler roller atas (l) = 0.8 m
Jarak idler roller bawah (l2) = 1.6 m
Pada penyambungan belt ada beberapa hal yang harus dihitung
berdasarkan data yang ada antara lain:
1. Panjang sambungan belt (L)
Dimana : S = 150 mm
P=3
K = 62.5 mm
L = 0.3 B + S(P-1) + 2K
= 0.3 x 1200 + 150 (3-1) + 2 x 62.5
= 360 + 300 + 125 = 785 mm

2. Kekuatan sambungan belt

F F

Universitas Sumatera Utara


F

L
F
Keterangan: F = gaya tarik
b = lebar belt yang direkatkan
L = panjang belt yang direkatkan

Gambar 4.2 Gaya tarik F pada sambungan

Besarnya gaya tarik F pada belt dapat dihitung dengan rumus:

F = b .Ls.τ izin

Dalam hal ini b diperoleh dengan menggunakan rumus phytagoras,


karena bentuk penyambungan identik dengan segitiga siku-siku, maka :

b= ( 0.3B )2 + B 2
= (0.3x1200)2 + 12002

= 1569600
= 1252.8 mm

τizin = τB/k , angka keamanan k = 2-3 dan τB sambungan perekat


adalah antara 7-20 N/mm2
8N / mm2
τizin =
3
= 2.67 N/mm2

Universitas Sumatera Utara


Maka :
F = 1252 mm x 785 mm x 2.67 N/mm2 = 2624.12 KN

3. Kecepatan sabuk (belt) :


πdn
V =
60
3,14 × 0.6 × 65.3
V= = 2.05 m/s ≈ 2.0 m/s
60

4. Berat persatuan panjang material conveyor (Q)


Q = 0.21 m2 x qc
Q = 0.21 m2 x 1200 kg/m3 = 252 kg/m

Berat total persatuan panjang qt


qt = qb + Q
= 6.5 kg/m + 252 kg/m
= 258.5 kg/m
5. Berat idler rotating part Gp
Gp ≈ 10B + 7 kg
≈ 10 x 1.2 + 7 ≈ 19 kg
Berat idler rotating part pada sisi atas (q’p) dan bawah (q”p) :
Gp 19
q’p = = = 23.5 kg/m
l 0.8
Gp 19
q”p = = = 11.8 kg/m
l2 1.6
6. Tarikan belt.
S3 S4

S2 S1

Gambar 4.3 Titik tarikan belt

Universitas Sumatera Utara


Dengan mengabaikan gesekan pada deflecting roller dan jumlah roller,
maka :
Tarikan S1 pada titik 1, dimana belt meninggalkan pulley pengerak
(drive pulley) = S1

Tarikan S2 pada titik 2, dimana belt mendekati tail pulley :


S2 = S1 + W1,2
= S1 + (qb + q”p) L.w’
= S1 + (6.5 + 11.8)2500 x 0.025
= S1 + 1143.75 kg
Dengan w’ adalah koefisien tahanan belt terhadap roller sesuai tabel
4.1 berikut :
Tabel 4.1 Koefisien tahanan belt terhadap roller
Characteristic of the operating conditions Factor w’ for idlers
Flat Trough
Operation in clean, dry premises in absence 0.018 0.02
of abrasive dust

Operation in heated premises of a limited 0.022 0.025


amount of abrasive dust, normal air humidity

Operation in unheated premises out of doors,


large amount of abrasive dust, axessive 0.035 0.04
moisture or other factors present adversely
affecting the operation of the bearing

Tarikan S3 pada titik 3, dimana belt meninggalkan tail pulley :


Tahanan gesek pada pulley berkisar 5 - 7 %, sehingga :
S3 = 1.07 . S2 = 1.07 x (S1 + 1143.75) ≈ 1.07S1 + 1223.8 kg

Tarikan pada titik 4, dimana belt mendekati pulley penggerak = S4


S4 = S3 + W3,4 + Wpl = S3 + [0.5(qb + q) + q’p]l1w’ + 0.5(qb+q)l1μ +
0.5(qb+q)l2w’ + 0.5 qb.l2.μ + 2.7 q B
μ = 0.3 untuk pulley besi tuang atau baja, udara kering, berdebu

Universitas Sumatera Utara


= 1.07S1 + 1223.8 + [0.5(6.5+252) + 23.5]0.8x0.025 +
0.5(6.5+252)0.8x0.3 + 0.5(6.5+252)1.6x0.025 + 0.5x6.5x1.6x0.3 +
2.7x252x1.2
= 1.07S1 + 1223.8 + 3.055 + 31.02 + 5.17 + 1.56 + 816.48
= 1.07S1 + 2081 kg

Secara teoritis tarikan belt (St) dari hukum Euler, belt tidak akan slip pada
pulley jika :
St ≤ Ssl eμα
St adalah tegangan keras
Ssl adalah tegangan kendor
e adalah bilangan logaritma dasar, e≈ 2.718
α adalah sudut sentuh belt pada pulley = 210 o, radian ( 1rad ≈ 57.3 o)
Maka :
St = S4 = Ssl . 2.718 0.3 . 3.6 = Ssl . 2.94 = 2.94 S1
2.94S1 ≥ 1.07S1 + 2081
S1 ≥ 1112.8 kg
S1 = 1112.8 kg × 9.8 m/ s2
= 10905.44 N
dan S2 ≥ 1112.8 + 1143.75 = 2256.5 kg
S2 = 2256.5 kg × 9.8 m/ s2
= 22113.7 N
S3 ≥ 1.07 x 1112.8 + 1223.8 = 2414.4 kg
S3 = 2414.4 kg × 9.8 m/ s2
= 23661.12 N
S4 ≥ 1.07 x 1112.8 + 2081 = 3271.6 kg
S4 = 3271.6 kg × 9.8 m/ s2
= 32061.68 N

Universitas Sumatera Utara


4.2 Biaya Perawatan Belt conveyor
Biaya preventive maintenance yang dibahas pada bab ini adalah biaya
preventive maintenance yang terdapat pada bagian Belt conveyor yang meliputi:
Belt dan roller.

4.2.1 Biaya Belt


Dalam melakukan perawatan dan perbaikan belt conveyor PT.
Inalum mengeluarkan biaya untuk man power, man hour, tool dan consumable
sebagai berikut :
1. Biaya man power (MP)
Untuk inspeksi dibutuhkan MP 2 orang, biaya inspeksi perorang adalah
$24. Dan untuk replacement (penggantian) MP 3 orang, dan biaya rpc
perorang adalah $ 28,
Dan umur belt adalah 120 bulan, Maka:
Total biaya MP = (MPinsp x $24 x 96)+ (MPrpc x $ 28)
= (2 x $24 x 96)+(3 x $28)
= $ 4692

2. Biaya man hour (MH)


MH untuk inspeksi 3 jam dan MH untuk rpc 7 jam. Biaya per 1 jam untuk
inspeksi Belt ialah $ 3, untuk replacemen $5.5 sehingga besarnya biaya
yang dikeluarkan adalah :
Biaya MH = Man Power x Man Hour x biaya
= (2 x 3 x $3.5)insp + (3x7x$5.5)rpc
= $136.5
3. Biaya tool belt conveyor
Adapun tool yang digunakan adalah :
a. Peralatan perkakas 1 set = $376
b. Caliper Vernier 2 pc = $ 29.6
c. Chain block 1 pc = $650.6
Total biaya tool belt adalah = $1056.2

Universitas Sumatera Utara


4. Biaya consumable belt conveyor
a. Sarung tangan kulit 4 pc = $9.8
b. Handuk kecil 4 pc = $ 1
c. Masker 4 pc = $0.8
d. Sabun 5 buah = $0.75
Total biaya consumable adalah
= $12.35 + (12.35 x 96)
= $1197.95

Total biaya man power, man hower, tool dan consumable belt dapat dilihat
dalam table berikut:
Tabel 4.2 Total biaya belt
No Aquipment Total biaya
1 Man power $ 4692
2 Man hour $ 136.5
3 Tool $ 1056.2
4 Consumable $ 1197.95
Jumlah $ 7082.65

4.2.2 Evaluasi biaya preventive maintenance belt


PT. Inalum memiliki 13 join belt pada mesin Belt conveyor 102,
dimana biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk servis rutin (CP) adalah
$7082.65 dan biaya rata-rata perbaikan setelah rusak (CR) adalah $21247.95
maka jumlah kerusakan dan biaya alternative Preventive maintenance pada
belt adalah :

Universitas Sumatera Utara


a. Jumlah kerusakan belt
Tabel 4.3 Jumlah kerusakan belt dalam bulan
Bulan setelah servis
Kerusakan yang akan
yang terjadi
terjadi (Pi x i)
kerusakan
(Pi)
(i)
12 0.01 0.12
24 0.02 0.48
36 0.04 1.44
48 0.08 3.84
60 0.10 6.00
72 0.15 10.80
84 0.25 21.00
96 0.35 33.60
TOTAL 1.00 77.28

Total mean di antara kerusakan (MTBF) = Pi x i = 77.28 bulan


CR .M
TC (tanpa Preventive maintenance)
= MTBF
Dimana : TC = Total cost (biaya total)
CR = Biaya perbaikan setelah rusak
M = jumlah mesin
MTBF = Total mean diantara kerusakan
$21247.95 ×13
TC =
77.28bulan
TC = $3574.31/ bulan
Jadi besar biaya per bulan tanpa menggunakan sistem Preventive
Maintenance adalah $ 3574.31
Perhitungan dibawah ini menunjukkan harga Bj yang merupakan
jumlah kerusakan diantara servis rutin pada bulan ke-j :
B12 = M.P12
= 13 x 0.01
= 0.13

Universitas Sumatera Utara


B24 = M (P12+P24) + B12P12
= 13 (0.01+0.02) + 0.13(0.01)
= 0.39 + 0.0013
= 0.391
B36 = M (P12+P24+P36) + B24P12 + B12P24
= 13 (0.01+0.02+0.04) + 0.391(0.01) + 0.13(0.02)
= 0.91 + 0.00391 + 0.0026
= 0.916
B48 = M (P12+P24+P36+P48) + B36P12 + B24P24 + B12P36
= 13 (0.01+0.02+0.04+0.08) + 0.916(0.01) + 0.391(0.02) + 0.13(0.04)
= 1.95 + 0.00916 + 0.00782 + 0.0052
= 1.972
B60 = M (P12+P24+P36+P48+P60) + B48P12 + B36P24 + B24P36 + B12P48
= 13 (0.01+0.02+0.04+0.08+0.10) + 1.972(0.01) + 0.916(0.02) +
0.391(0.04) + 0.13(0.08)
= 3.25 + 0.01972 + 0.01832 + 0.01564 + 0.0104
= 3.314
B72 = M (P12+P24+P36+P48+P60+P72) + B60P12 + B48P24 + B36P36 + B24P48 +
B12P60
= 13 (0.01+0.02+0.04+0.08+0.10+0.15) + 3.314(0.01) +1.972 (0.02) +
0.916 (0.04) + 0.391 (0.08) + 0.13(0.10)
= 5.20 + 0.03314 + 0.03944 + 0.03664 + 0.03128 + 0.013
= 5.353
B84 = M (P12+P24+P36+P48+P60+P72+P84) + B72P12 + B60P24 + B48P36 + B36P48
+ B24P60 + B12P72
= 13 (0.01+0.02+0.04+0.08+0.10+0.15+0.25) + 5.353(0.01) +
3.314(0.02) + 1.972(0.04) + 0.916(0.08) + 0.391(0.10) + 0.13(0.15)
= 8.45 + 0.05353 + 0.06628 + 0.07888 + 0.07328 + 0.0391 + 0.0195
= 8.780
B96 = M (P12+P24+P36+P48+P60+P72+P84+P96) + B84P12 + B72P24 + B60P36 +
B48P48 + B36P60 + B24P72 + B12P84

Universitas Sumatera Utara


= 13 (0.01+0.02+0.04+0.08+0.10+0.15+0.25+0.35) + 8.780(0.01) +
5.353(0.02) + 3.314(0.04) + 1.972(0.08) + 0.916(0.10) + 0.391(0.15)
+ 0.13(0.25)
= 13 + 0.0878 + 0.10706 + 0.13256 + 0.15776 + 0.0916 + 0.05865
+0.0325
= 13.667

b. Biaya alternatif preventive maintenance


Tabel 4.4 Biaya alternatif preventive maintenance Belt
Jumlah Jumlah Biaya per Biaya Biaya total perbulan
bulan di kerusakan bulan untuk perbulan dari preventive
antara dalam j-bulan memperbaiki untuk maintenance &
preventive (Bj) kerusakan preventive perbaikan
service (CR.Bj)/ j setiap j- bulan (CRBj/j)+(CpM/j)
(j) (CP.M)/ j (TC)
12 0.13 $ 230.18 $ 7672.87 $ 7903.05
24 0.391 $ 346.16 $ 3836.43 $ 4182.59
36 0.916 $ 540.64 $ 2557.62 $ 3098.26
48 1.972 $ 872.93 $ 1918.21 $ 2791.14
60 3.314 $ 1173.59 $ 1534.57 $ 2708.16
72 5.353 $ 1579.72 $ 1278.81 $ 2858.53
84 8.780 $ 2220.91 $ 1096.12 $ 3317.03
96 13.667 $ 3024.95 $ 959.10 $ 3984.05

Dari table di atas dapat dilihat bahwa jika menggunakan preventive


maintenance setiap 60 bulan perusahaan akan mengeluarkan biaya rata-rata
yang paling murah sebesar $ 2708.16. Harga ini lebih murah dari biaya total
tanpa menggunakan preventive maintenance sebesar :
$3574.31 - $2708.16 = $ 866.15
Dengan ini akan mengurangi biaya sebesar 24.2 % di bawah biaya
perbaikan mesin jika terjadi kerusakan.

Universitas Sumatera Utara


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan studi dan evaluasi terhadap metode penyambungan belt dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan menerapkan teknik penyambungan kering atau penyambungan tak
berujung yaitu hot splicing pada belt ketika terjadi sobek atau putus,
kekuatan sambungan belt dapat menahan tarikan sebesar 2624.12 KN.
Sambungan ini tahan terhadap tarikan di setiap titik, dimana besar tarikan di
setiap titik adalah :
Tabel 5.1 Kekuatan tarik belt
No Letak Tarikan belt Kekuatan Tarikan (N)

1 S1 (belt meninggalkan pulley penggerak) 10905.44

2 S2 (belt mendekati tail pulley) 22113.7

3 S3 (belt meninggalkan tail pulley) 22661.12

4 S4 (belt mendekati pulley penggerak) 32061.68

2. Dengan menggunakan sistem perawatan rutin (preventive maintenance)


ternyata biaya perawatan lebih murah dibandingkan dengan sistem
breakdown, yaitu :
Biaya tanpa preventive = $4166.47
Biaya preventive = $3156.82

Dengan menggunakan preventive maintenance perusahaan dapat


menghemat biaya untuk belt sebesar :
Belt = $ 4,166.47 - $ 3,156.82

Universitas Sumatera Utara


= $ 1009.65
= 24.2 %
Kebijakan perusahaan dengan memakai sistem Preventive Maintenance
pada bagian belt conveyor akan mengurangi biaya hingga 24.2 % dibawah biaya
perbaikan unit bila rusak.

3. Setiap unit dalam sistem Belt conveyor yang memakai preventive


maintenance ternyata mendapatkan biaya termurah pada priode tertentu,
yaitu : Belt mendapatkan biaya termurah pada priode 90 bulan sekali

5.2 SARAN
1. Pada penyambungan belt sebaiknya dipakai metode penyambungan tak
berujung dengan jenis Hot splicing dan bentuk sambungan miring, dan
setiap man power diharapkan melakukan penyambungan belt sesuai
dengan metode yang sebenarnya, sehingga hasil penyambungan diperoleh
dengan sempurna
2. Untuk mendapatkan biaya yang lebih murah sebaiknya dalam perawatan
pemakaian alat dimaksimalkan
3. Sebaiknya biaya perawatan pada setiap periodenya diupayakan seminimal
mungkin, bukan hanya satu priode saja.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Adibroto, Soemarno, 2008, Pemeliharaan, [Htmfile],


(http://www.google.com/pemeliharaan/Pemeliharaan_Sharing_pengalaman_maint
enance, di akses tanggal 22 Januari 2009)

Ahyari, Agus, 2002, Manajemen Produksi; Pengendalian Produksi, edisi empat,


buku dua, BPFE, Yogyakarta.

Assauri, Sofyan, 2004, Manajemen Produksi dan Operasi, edisi revisi, Lembaga
Penerbit FE UI, Jakarta.

Corder A.S, 1992, Teknik Manajemen Pemeliharaa,. Alih Bahasa, Kusnul Hadi,
Erlangga, Jakarta.

Daryus, Asyari, 2007, Diktat Manajemen Pemeliharaan Mesin, Universitas Darma


Persada – Jakarta.

Dhillon, B.S, 2006. Maintainability, Maintenance, and Reliability for Engineers,


Taylor & Francis, Boca Raton.

Heizer, Jay and Barry Render, 2001, Operation Management, 6th edition,
Prentice-Hall Inc, New Jersey.

Isma putra Boy, Hidayat Alfan, Jaka, 2008, Elemen Mesin Teknik Industri, Graha
Ilmu, Yogyakarta.

Gross John M, 2002, Fundamentals of Preventive Maintenance, Amacom, New


York.

Niemann G, 1986, Elemen Mesin, Erlangga, Jakarta.

Kelly Anthony, 2006, Managing Maintenance Resources, Elsevier, Great Britain.

Lewis, Pamela S, Stephen H, Goodman and Patricia M. Fondt, 2004,


Management; Challenge For Tomorow’s Leaders, 4th edition, Thompson South
Western.

Mashar Ali, 2008, Manajemen Operasional Pemeliharaan Fasilitas & Review,


Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


Mobley, R. Keith, 2002. An introduction to predictive maintenance, 2nd ed,
butterworth-heinemann, USA.

Robbins, Stephen dan Mary coulter. 2007. Management, 8th Edition. Prentice
Hall, New York.

Sehrawat, M.S and J.S Narang, 2001, Production Management, Nai sarak,
Dhanpahat RAI Co.

Setiawan, F.D, 2008. Perawatan Mekanikal Mesin Produksi, Maximus,


Yogyakarta

Suharto., 1991. Manajemen Perawatan Mesin. Rineka Cipta. Jakarta

Sumanto., 1994. Pengetahuan Bahan Untuk Mesin dan Listrik. Andi. Yogyakarta

Tampubolon, P. Manahan, 2004, Manajemen Operasional, edisi pertama, Ghalia


Indonesia

Universitas Lampung, 2009. mechanical Engineering. (www.kendhin x-


template.blogspot.com, diakses tanggal 2 februari 2010)

Yayat M, Herujito, 2001. Dasar-dasar Manajemen. Grasindo, Jakarta.

Zainuri, Muhib, 2006. Mesin Pemindah Bahan. Andi. Yogyakarta.

Zulkifli, Amsyah, 2005. Manajemen Sistem Informasi. Gramedia, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai