Anda di halaman 1dari 167

PNK BAHAN AJAR Kurikulum

MANAJEMEN PSDA 2010

BAHAN AJAR

MATA KULIAH

MANAJEMEN PRASARANA
SUMBER DAYA AIR
KODE MATA KULIAH MKB 5270

OLEH

YUNUS FALLO, SST.MT


NIP. 19640629 198903 1 001

JURUSAN TEKNIK SIPIL


POLITEKNIK NEGERI KUPANG
2016
PNK BAHAN AJAR Kurikulum
MANAJEMEN PSDA 2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkah dan
karunia serta Rachmat Nya diberi petunjuk untuk menyelesaikan Buku
Ajar Manajemen Prasarana Sumber Daya Air.

Disadari oleh penulis tentang kekurangan dan keterbatasan yang


dimiliki, meskipun telah diupayakan segala kemampuan untuk lebih teliti.
Oleh karena itu, diharapkan para pembaca bisa memberikan saran-saran
yang membangun agar tulisan ini bisa diperbaiki dan dilengkapi, sehingga
dapat lebih bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Akhirnya, harapan penulis mudah-mudahan buku ini dapat menjadi


amal jariyah yang tiada putus-putusnya dan menjadi ilmu yang bermanfaat
bagi Dosen dan Mahasiswa.

Kiranya pembaca memperolah manfaat, serta berkesempatan hati


dan rela memberikan kritik dan saran guna penyelesaian dan perbaikan
tugas – tugas kami yang lebih baik di masa mendatang.

Kupang, Februari 2012

Penyusun

ii
PNK BAHAN AJAR Kurikulum
MANAJEMEN PSDA 2010

DAFTAR ISI
Halaman

LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENGERTIAN UMUM DAN LANDASAN HUKUM SUMBER
DAYA AIR I - 1
A. PENDAHULUAN I - 2
Deskripsi Singkat I - 2
Manfaat Mata Kuliah I - 2
Tujuan Instruksional Umum I - 2
B. PENYAJIAN MATERI I - 2
1.1 Pengertian dan Definisi dalam Sumber Daya Air I - 3
1.2. Pengertian Seacara Umum I - 3
1.3. Pengertian yang berkenaan dengan air permukaan I - 6
1.4. Pengertian yang berkenaan dengan Air Tanah I - 6
1.5. Pengertian yang berkenaan dengan Bangunan Air I - 9
1.6. Pengertian yang berkeairan dan Pengelolaan/Pengelola I - 11
C PENUTUP
1. Rangkuman I - 14
2. Tugas dan Latihan I - 14
3. Indikator Pencapaian I - 15
D. DAFTAR PUSTAKA I - 15

BAB. II DASAR-DASAR MANAJEMEN SUMBER DAYA


AIR TERPADU II - 1
A. PENDAHULUAN II - 2
Deskripsi Singkat II - 2
Manfaat Mata Kuliah II - 2
Tujuan Instruksional Umum II - 3
B. PENYAJIAN MATERI II - 3
2.1. Batas Teknis Hidrologi II - 3
2.1.1. Daerah Aliran Sungai Sebagai Satu Kerangka Kerja II
- 4
2.1.2. Wilayah Sungai II - 6
2.2. Komponen Sumber Daya Air II - 7
2.2.1. Komponen Alami Sumber Daya Air II - 7
2.2.2. Komponen Buatan Sumber Daya Air II - 8
2.3. Sistem Pengendalian Banjir II - 10
2.3.1. Penyebab Banjir II - 10
2.3.2. Penyebab Banjir Paling Dominan II - 11
2.3.3. Metode Pengendalian Banjir II - 16

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 iii - i


PNK BAHAN AJAR Kurikulum
MANAJEMEN PSDA 2010

2.4. Sistem Drainase II - 19


2.4.1. Fungsi Drainase II - 21
2.4.2. Sistem Jaringan Drainase II - 22
2.5. Sistem Aliran Air Tanah II - 23
2.6. Sumber Resapan dan Potensi Air Tanah II - 26
C PENUTUP II - 28
1. Rangkuman II - 28
2. Tugas dan Latihan II - 28
3. Indikator Pencapaian II - 29
D DAFTAR PUSTAKA II - 29

BAB. III PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU III – 1


A PENDAHULUAN III – 2
Deskripsi Singkat III - 2
Manfaat Mata Kuliah III - 2
Tujuan Instruksional Umum III – 3
B PENYAJIAN MATERI III - 3
3.1. Ruang Lingkup Pengelolaan DAS III - 3
3.2. Terminologi dan Konsep Keterpaduan
Pengelolaan DAS III - 4
3.3. Azas Pengelolaan DAS Terpadu III - 6
3.4. Kerangka Pikir Pengelolaan DAS III - 7
3.5. Pengelolaan DAS dalam Konteks Otonomi Daerah III - 9
3.6. Proses Perencanaan Pengelolaan DAS III - 12
3.7. Daya Dukung Lingkungan ( DDL ) III - 19
3.8. Erosi III – 20
3.8.1. Proses Erosi III – 20
3.8.2. Klasifikasi Erosi III – 21
3.8.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Erosi III – 23
3.8.4. Dampak Umum Terjadinya Erosi III – 24
3.8.5. Pendugaan Laju Erosi III – 25
3.8.5.1. Pendugaan Laju Erosi Berdasarkan
Metode Musle/PUKT III – 25
1.8.5.2. Indeks Erosivitas Limpasan Permukaan
( Rw) III – 26
1.8.5.3. Indeks Erodibilitas ( K ) III – 28
1.8.6. Faktor Pengelolaan Tanaman (C) III – 30
1.8.7. Faktor Pengelolaan Tanaman dan Konservasi
Tanah ( P) III – 34
1.8.8. Faktor Topografi Panjang Lereng (L) dan
Kemiringan Lereng (S) III – 35
3.9. Batas Laju Erosi yang Diperbolehkan III – 36
3.10.Bangunan Pengendali Erosi III – 38

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 iii - ii


PNK BAHAN AJAR Kurikulum
MANAJEMEN PSDA 2010

C. PENUTUP III – 42
1. Rangkuman III – 42
2. Tugas dan Latihan III – 42
3. Indikator Pencapaian III – 43
D. DAFTAR PUSTAKA III – 43

BAB. IV SISTEM OPERASI DAN PEMELIHARAAN HIDROLOGI IV – 1


A. PENDAHULUAN IV - 2
Deskripsi Singkat IV - 2
Manfaat Materi Kuliah IV - 2
Tujuan Instruksional Umum IV - 3
B. PENYAJIAN MATERI IV - 3
4.1. Latar Belakang IV - 3
4.2. Siklus Hidrologi IV - 5
4.3. Siklus Hidrologi dan Neraca Air ( Keseimbangan Air) IV - 7
4.4. Interaksi antara Air Tanah dengan Air Permukaan IV - 9
4.5. Skema Model Hidrologi IV- 12
C. PENUTUP IV - 19
1. Rangkuman IV - 19
2. Tugas dan Latihan IV - 20
3. Indikator Pencapaian IV - 20
D. DAFTAR PUSTAKA IV - 21

BAB. V SISTEM OPERASI WADUK DAN PRINSIP OPERASI


BANGUNAN UTAMA V - 1
A. PENDAHULUAN V - 2
Deskripsi Singkat V - 2
Manfaat Materi Kuliah V - 2
Tujuan Instruksional Umum V - 2
B. PENYAJIAN MATERI V - 3
5.1. Pengertian Waduk V - 3
5.2. Pengertian Umum Operasi Waduk V - 5
5.3. Karakteristik Waduk V - 6
5.4. Pola Operasi Waduk V - 7
5.5. Kebijakan Sistem Pengoperasian Waduk V - 8
a. Standard Operating Policy ( SOP ) V - 8
b. Program Dinamik Deterministik Ataupun Implisit
Stokastik V - 8
c. Program Dinamik Stokastik V - 9
1. Fungsi Sasaran ( Objective Function ) V - 9
2. Probabilitas Transisi Inflow V - 10
3. Persamaan Pelepasan di Waduk ( Reservoir
Replease) V - 11
4. Kinerja Sistem ( System Performance ) V - 11
YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 iii - iii
PNK BAHAN AJAR Kurikulum
MANAJEMEN PSDA 2010

5. Pewrsamaan Rekursif V - 12
6. Kreteria Konvergensi V - 13
d. Liniar Program V - 14
5.6. Rule Curve V – 14
5.7. Simulasi V – 15
5.8. Evaluasi Unjuk Kerja Pengoperasian Waduk V - 18
5.9. Keandalan (Reliability) V – 21
5.10.Bangunan Utama V – 22
5.10. 1. Bendung Tatap V – 22
5.10. 2. Bendung Gerak Vertikal V – 23
5.10. 3. Bendung Karet ( Bendung Gerak Horizontal ) V – 24
5.10. 4. Bendung Saringan Bawah V – 24
5.10. 5. Pengambilan Bebas V - 25
5.10. 6. Pompa V - 26
D. DAFTAR PUSTAKA IV - 26

BAB. VI OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI VI - 1


A. PENDAHULUAN VI - 2
Deskripsi Singkat VI - 2
Manfaat Materi Kuliah VI - 3
Tujuan Instruksional Umum VI - 3
B. PENYAJIAN MATERI VI - 3
6.1. Pengertian Operasi Jaringan Irigasi VI - 3
6.2. Pemeliharaan Irigasi VI - 4
6.3. Organisasi Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi VI - 6
6.3.1. Rencana Operasi Bersama HIPPA / GHIPPA VI - 6
6.3.2. Kebutuhan Air Daerah Irigasi VI - 7
6.3.2.1. Metode LPR - FPR VI - 7
a. Faktor Palawija Relatif ( FPR) VI - 7
b. Koefisien Tanaman Palawija Relatif VI - 7
c. Luas Palawija Relatif ( LPR ) VI - 8
d. Kebutuhan Air di Pintu Tersier (Qt) VI - 8
6.3.2.2. Kehilangan Air Irigasi VI - 8
6.3.3. Kebutuhan Air Non Irigasi VI - 9
6.4. Rencana Penyediaan Air Irigasi VI - 9
6.4.1. Debit Andalan Sungai VI - 9
6.4.2. Neraca Air VI - 10
6.4.3. Rencana Penyediaan Air Irigasi/Debit Andalan
Irigasi VI - 10
6.5. Rencana Tata Tanam VI - 11
6.5.1. Rencana Tata Tanam Global ( RTTG) Daerah
Irigasi VI - 11
6.5.2. Rencana Tata Tanam Detail ( RTTD) VI - 13

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 iii - iv


PNK BAHAN AJAR Kurikulum
MANAJEMEN PSDA 2010

6.6. Rencana Pembagian Air ( RPA) VI - 13


6.6.1. Evaluasi Alokasi Air VI - 13
6.6.2. Rencana Pembagian Air Irigasi VI - 14
6.7. Sistem Giliran VI - 15
6.7.1. Pelaksanaan Operasi Jaringan Irigasi VI - 15
6.7.2. Operasi Musim Hujan VI - 16
6.7.3. Operasi Musim Kemarau VI - 17
6.7.4. Opewrasi Bangunan Bagi dan Sadap VI - 17
6.8. Pemantauan dan Evaluasi Operasi VI - 18
6.8.1. Operasi Pintu VI - 19
6.8.2. Pengukuran Debit VI - 20
6.9. Partisipasi HIPPA/GHIPPA dalam Operasi Jaringan
Irigasi VI - 20
C. PENUTUP VI - 22
1. Rangkuman VI - 22
2. Praktek dan Tugas VI - 24
3. Indikator Pencapaian VI - 24
D. DAFTAR PUSTAKA VI - 24

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 iii - v


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

BAB I

PENGERTIAN UMUM DAN LANDASAN


HUKUM SUMBER DAYA AIR

YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 1


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

BAB. I
PENGERTIAN UMUM DAN LANDSAN HUKUM
SUMBER DAYA AIR

A. PENDAHULUAN

Deskripsi Singkat

Materi ini menjelaskan beberapa definisi yang berkaitan dengan

sumberdaya air, potensi air baik dunia maupun di Indonesia. Istilah-istilah

ini diambil dari beberapa sumber dan dilakukan pengelompokkan untuk

lebih memudahkan dalam pencarian istilah yang diinginkan. Potensi air

dijelaskan bahwa secara global jumlah air di dunia relative sama hanya

berubah karena pergeseran tempat/ruang dan waktu dalam durasi yang

singkat. Disamping itu, dijelaskan pula tentang akibat peningkatan jumlah

penduduk terhadap kebutuhan air sehingga pengelolaan sangat penting

agar kebutuhan air dari tahun ke tahun selalu meningkat dapat terpenuhi

baik kuantitas maupun kualitas

Manfaat Mata Kuliah

1. Masiswa mampu memahami beberapa pengertian yang berhubungan

dengan sumber daya air.

2. Mahasiswa dapat memahami pentingnya pengelolaan sumber daya air

mengingat jumlah air relative tetap secara global

Tujuan Intruksional Umum

Membantu mahasiswa dalam memahami hal-hal yang berkaitan

dengan pengelolaan sumber daya air. Baik tentang sumber air,

YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 2


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

permukaan maupun airtanah. Demikian halnya dengan pengelolaan

sumber daya air dan pihak pengelola misalnya pemerintah. Bangunan

atau ruang yang berkaitan dengan sumber daya air misalnya daerah

konservasi atau daerah lindung dan lain sebagainya Dengan dasar

pemahaman ini, maka secara tidak langsung mahasiswa dapat paham

bahwa dalam pengelolaan sumber daya air perlu secara terintegrasi dan

komprehensif dengan melibatkan semua sektor dan bukannya

mendahulukan melakukan tindakan pengelolaan secara sektoral

B. PENYAJIAN MATERI

1.1. Pengertian dan Definisi dalam Sumber Daya Air

Beberapa definisi yang berkenaan dengan pengelolaan sumber

daya air sebagai berikut :

1.2. Pengertian Secara Umum

1. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas maupun di bawah

permukaan tanah termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air

tanah, air hujan, dan air laut ang berada di darat (UU No. 7 Tahun

2004). Definisi lain air adalah semua air yang terdapat di dalam dan

atau berasal dari sumber-sumber air baik yang terdapat di atas

maupun di bawah permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian

ini air yang terdapat di laut (UU No. 11 Tahun 1974).

2. Cara non-struktural untuk pengelolaan air adalah program-program

atau aktivitas-aktivitas yang tidat membutuhkan fasilitas-fasilitas yang

dibangun.

3. Cara struktural untuk pengelolaan air adalah fasilitas yang dibangun

YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 3


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

untuk pengendalian aliran air dan kualitasnya.

4. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan

suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang

berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal

dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di

darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan

daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No. 7

Tahun 2004). Definisi lain: Daerah Aliran sungai: adalah suatu

kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, dimana

semua air hujan yang jatuh ke daerah ini akan mengalir melalui sungai

dan anak sungai yang bersangkutan Definisi lain yaitu suatu daerah

tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga

merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya

yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air

yang berasal dari air hujan dan sumber-sumber air lainnya yang

penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan

hukum-hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut;

daerah sekitar sungai, meliputi punggung bukit atau gunung yang

merupakan tempat sumber air dan semua curahan air hujan yang

mengalir ke sungai, sampai daerah dataran dan muara sungai (Ditjen

Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah, 2002). Ada yang menyebut

dengan Daerah Pengaliran Sungai (DPS), Daerah Tangkapan Air

(DTA). Dalam istiiah bahasa lnggeris juga ada beberapa macam istilah

yaitu Catchment Area, Watershed, dll. Dalam Kamus Istilah Penataan

YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 4


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Ruang dan Pengembangan Wilayah (Ditjen Tata Ruang dan

Pengembangan Wilayah, 2002) disebutkan bahwa daerah tangkapan

adalah cakupan pengaturan suatu system aliran sungai (ilmu hidrologi

dan geologi); daerah di antara pegunungan yang menampung dan

mengalirkan curahan hujan ke sungai, termasuk anak sungainya.

5. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada

sumber air yang dapat memberikan manfaat atau pun kerugian bagi

kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya.

6. Daya rusak air adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan.

7. Hak guna air adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau

mengusahakan air untuk berbagai keperluan.

8. Hak guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air.

9. Hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan

air.

10. Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan

serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar

selalu tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk

memenuhi keburuhan makhluk hidup baik pada waktu sekarang

maupun yang akan datang.

11. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang

terdapat pada, di atas, maupun di bawah permukaan tanah.

12. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung

di dalamnya.

YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 5


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

1.3. Pengertian yang berkenaan dengan air permukaan

1. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan

tanah.

2. Banjir ada 2 peristiwa: pertama peristiwa banjir/genangan yang

terjadi pada daerah yung biasanya tidat terjadi banjir dan kedua

peristiwa banjir terjadi karena limpasan air banjir dari sungai karena

debit banjir tidak mampu dialirkan oleh alur ,sungai atau debit banjir

lebih besar dari kapasitas pengaliran sungai yang ada. Peristiwa

banjir sendiri tidak menjadi permasalahan, apabila tidak

mengganggu aktivitas atau kepentingan manusia dan

permasalahan ini timbul setelah manusia melakukan kegiatan pada

daerah dataran banjir. Maka perlu adanya pengaturan daerah

dataran banjir untuk mengurangi kerugian akibat banjir (flood plain

management).

1.4. Pengertian yang Berkenaan Dengan Air tanah

1. Airtanah adalah air yang terdapat dalam tapisan tanah atau

batuan di bawah permukaan tanah (UU No. 7 Tahun 2004).

Definisi lain: Airtanah ialah sejumlah air di bawah permukaan

bumi yang dapat dikumpulkan dengan sumur-sumur, terowongan

atau sistem drainase atau dengan pemompaan. Dapat juga

disebut aliran yang secara alami mengalir ke permukaan melalui

pancaran atau rembesan. Undang-undang Sumber Daya Air

mendefinisikan airtanah sebagai air yang terdapat dalam lapisan

tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.

YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 6


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

2. Akuifer adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi

satuan geologi yang permeable baik yang terkonsolidasi

(lempung, misalnya) maupun yang tidak terkonsolidasi (pasir)

dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran

konduktivitas hidraulik (K) sehingga dapat membawa air (atau air

dapat diambil) dalam jumlah (kuantitas) yang ekonomis.

3. Akuifer artesis (artesian aquifer) adalah confined aquifer di mana

ketinggian hidrauliknya (potensiometric surface) lebih tinggi dari

pada muka tanah. Oleh karena itu apabila pada akuifer ini

dilakukan pengeboran maka akan timbul pancaran air (spring),

karena air yang keluar dari pengeboran ini berusaha mencapai

ketinggian hidraulik tersebut.

4. Akuifer semi tak tertekan (semi unconfined aquifer) adalah akuifer

yang jenuh air (saturated) yang dibatasi hanya lapisan bawahnya

yang merupakan aquitard. Pada bagian atasnya ada lapisan

pembatas yang mempunyai konduktivitas hidraulik lebih kecil dari

pada konduktivitas hidraulik dari akuifer. Akuifer ini juga

mempunyai muka air tanah yang terletak pada lapisan pembatas

tersebut.

5. Akuifer semi tertekan (semi confined/leaky aquifer) adalah akuifer

yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas berupa aquitard

(semi kedap air) dan lapisan bawahnya merupakan aquiclude.

Pada lapisan pembatas di bagian atasnya karena bersifat

aquitard masih ada air yang mengalir ke akuifer tersebut (influx)

YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 7


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

walaupun konduktivitas hidrauliknya jauh lebih kecil dibandingkan

konduktivitas hidraulik akuifer. Tekanan airnya pada akuifer lebih

besar dari tekanan atmosfir

6. Akuifer tak tertekan (unconfined aquifer) adalah akuifer jenuh air

(saturated). Lapisan pembatas di bagian bawahnya merupakan

aquiclude. Pada bagian atasnya ada lapisan pembatas yang

mempunyai konduktivitas hidraulik lebih kecil dari pada

konduktivitas hidraulik dari akuifer. Akuifer ini juga mempunyai

muka airtanah yang terletak pada lapisan pembatas tersebut.

7. Akuifer tertekan (confined aquifer) adalah akuifer yang jenuh air

yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya merupakan

aquiclude (kedap air) dan tekanan airnya lebih besar dari tekanan

atmosfir. Pada lapisan pembatasnya tidak ada air yang mengalir

(no flux).

8. Aquiclude (lapisan kedap air) ialah suatu lapisan, formasi, atau

kelompok formasi satuan geologi yang kedap air (impermeabte)

dengan nilai konduktivitas hidraulik yang sangat kecil sehingga

tidak memungkinkan air melewatinya. Dapat dikatakan juga

merupakan lapisan pembatas atas dan bawah suatu akuifer

tertekan.

9. Aquitard (semi impervious layer) adalah suatu lapisan, formasi,

atau kelompok formasi satuan geologi yang permeable dengan

nilai konduktivitas hidraulik yang kecil namun masih

memungkinkan air melewati lapisan ini walaupun dengan gerakan

YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 8


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

yang lambat. Dapat dikatakan juga merupakan lapisan pembatas

atas dan bawah suatu semi confined aquifer.

10. Cekungan airtanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas

hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti

proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah

berlangsung.

11. Hidrogeologi dalam bahasa Inggeris tertulis hydrogeology. Bila

merujuk struktur bahasa Inggeris maka tulisan hydrogeology

dapat diurai rnenjadi: geology merupakan kata benda dan hydro

merupakan kata sifat yang berarti “mengenai air” sehingga dapat

diartikan menjadi geologi air (the geology of water). Secara

definitif dapat dikatakan merupakan suatu studi dari interaksi

antara kerja kerangka batuan dan airtanah. Dalam prosesnya,

studi ini menyangkut aspek-aspek fisika dan kimia yang terjadi di

dekat atau di bawah permukaan tanah. Termasuk di dalamnya

adalah transportasi massa, material, reaksi kimia, perubahan

temperatur, perubahan topographi dan lainnya. Proses ini terjadi

dalam skala waktu harian (daily, time scale). Gerakan air di dalam

tanah melalui sela-sela dari kerangka batuan dikenal juga dengan

istilah aliran airtanah (groundwoter flow) (Toth, 1990; Kodoatie,

1996; 2008).

1.5. Pengertian yang Berkairan Dengan Bangunan Air

1. Bangunan hidrautik/air: Bangunan, pengendali tingkah laku air

akibat alam atau buatan untuk suatu tujuan tertentu, misalnya

YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 9


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

untuk penanggulangan kekurangan air di waktu musim kemarau

dan kelebihan air di waktu musim penghujan, meninggikan

permukaan air, mengatur debit air.dan mengalirkan air Contoh:

waduk atau bendungan, kolam air, bendung, pintu air, terjunan

gorong-gorong.

2. Bantaran sungai adalah daerah yang terletak pada kedua sisi dan

di sepanjang alur sungai, dimana terletak antara tepi palung alur

sungai sampai pada kaki tanggul sebelah dalam.

3. Bendung atau Weir adalah suatu bangunan melintang sungai yang

dibangun untuk meninggikan muka air sungai dan dialirkan ke

saluran (induk) untuk berbagi kepentingan (irigasi, air minum).

4. Daerah dataran banjir: merupakan suatu lahan yang merupakan

suatu dataran rendah, karena kondisi topografinya pada waktu-

waktu tertentu dapat tergenang oleh banjir yang terjadi.

5. Daerah konservasi/lindung: Wilayah yang dilindungi dan dipelihara

untuk mencegah kerusakan atau kemunduran berat atau

kemusnahan, karena misalnya akibat perkembangan ekonomi

atau sosial atau fisik; daerah yang memuat sekelompok bangunan

dengan bentuk arsitektur atau latar belakang sejarah yang berarti

atau penting, yang oleh pemerintah dilindungi dan dipelihara untuk

mencegah kerusakan atau kemusnahan.

6. Daerah retensi: daerah rendah yang dimanfaatkan untuk

menampung air banjir sementara waktu dan dilepaskan pada

wakru banjir mulai surut.

YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 10


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

7. Daerah sempadan: lahan yang dibatasi oleh garis sempadan

dengan kaki tanggul sebelah luar atau garis sempadan dengan

tebing untuk sungai yang tidak bertanggul.

8. Garis sempadan: garis batas luar pengaman sungai dihitung kira-

kira 5 meter (dapat diambil dengan ketentuan lain) dari luar kaki

tanggul, untuk sungai yang mempunyai tanggul dan dengan

ketentuan tersendiri yang tak ada tanggul.

9 Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta

bangunan lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber

daya air, baik langsung maupun tidak langsung

10. Waduk atau Dam atau Reservoir: dibangun untuk menampung air

pada periode kelebihan air (musim hujan) dan dipakai pada waktu

kekurangan air (musim kemarau) untuk berbagai kepentingan,

misalnya air minum, pariwisata, pengendalian banjir dll.

11. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengerolaan Sumber

Daya Air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai (DAS)

dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama

dengan 2.000 km2 (UU No. 7 Tahun 2004). Definisi lain: wilayah

sungai: merupakan kesatuan wilayah system tata pengairan

sebagai suatu pengembangan wilayah sungai yang dapat terdiri

dari satu atau lebih daerah aliran sungai.

1.6. Pengertian yang Berkairan dengan Pengelolaan/Pengelola

1. Operasi adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta

penyediaan air dan sumber air unfuk mengoptimalkan

YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 11


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

pemanfaatan prasarana sumber daya air.

2. Pemeliharaan adalah kegiatan untuk merawat sumber air dan

prasarana sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin

kelestarian fungsi sumber air dan prasarana sumber daya air.

3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah beserta perangkat

daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah.

4. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah

perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas

Presiden beserta para menteri.

5. Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan,

penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan

sumber daya air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya

guna.

6. Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang

untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya air.

7. Pengelolaan industri keairan adalah praktek dari pengelolaan

sumber daya air ke dalam industri keairan. Industri keairan terdiri

atas organisasi pelayanan sumberdaya air (diantaranya suplai air

bersih, air limbah, pengendalian banjir, PLTA, rekreasi, navigasi,

lingkungan), peraturan-peraturan dan organisasi pendukung

(Grigg, 1996).

8. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan,

melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan

konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan

YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 12


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

pengendalian daya rusak air .

9. Pengendalian banjir secara umum merupakan kegiatan

perencanaan pelaksanaan pekerjaan pengendalian banjir,

eksploitasi dan pemeliharaan, yang pada dasarnya untuk

mengendalikan banjir, pengaturan penggunaan daerah dataran

banjir dan mengurangi atau mencegah adanya bahaya/kerugian

akibat banjir.

10. Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah,

menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan

yang disebabtan oleh daya rusak air.

11. Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan

tindakan yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah

dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air.

12. Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam

merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi

kegiatan konservasi sumber daya air pendayagunaan sumber

daya air, dan pengendarian daya rusak air.

13. Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan

secara menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk

menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air.

14. Sistem tata pengairan: merupakan susunan tata letak sumber air,

termasuk bangunan pemanfaatan yang sesuai ketentuan teknik

pembinaan di suatu wilalah

YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 13


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

C. PENUTUP

1. Rangkuman

Istilah dan definisi yang berkaitan dengan sumber daya air membantu

mahasiswa dalam memahami hal-hal yang berkaitan dengan

pengelolaan sumber daya air. Baik tentang sumber air baik

permukaan maupun airtanah. Demikian halnya dengan pengelolaan

sumber daya air dan pihak pengelola misalnya pemerintah. Bangunan

atau ruang yang berkaitan dengan sumber daya air misalnya daerah

konservasi atau daerah lindung dan lain sebagainya Dengan dasar

pemahaman ini, maka secara tidak langsung mahasiswa dapat paham

bahwa dalam pengelolaan sumber daya air perlu secara terintegrasi

dan komprehensif dengan melibatkan semua sektor dan bukannya

mendahulukan melakukan tindakan pengelolaan secara sektoral. Hal

ini ditunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya air sudah diatur dalam

suatu Undang-undang yaitu UU No. 7 tahun 2004 tentang sumber

daya air. Potensi sumber daya air secara global adalah konstan,

namun di lain pihak pengguna dalam hal ini manusia di dunia ini

cenderung bertambah sehingga menyebabkan peningkatan

permintaan. Atas dasar tersebut, maka perlu suatu pengelolaan yang

bijak, yang dapat memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengaibakan

pemenuhan kebutuhan untuk generasi berikutnya

2. Tugas dan Latihan

a. Jelaskan hubungan antara jumlah penduduk dengan kebutuhan air,

apakah merupakan hubungan linier atau dalam bentuk hubungan

YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 14


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

yang lain.

b. Bagaimana potensi sumber daya air di Kupang? Dan lakukan

analisis apakah potensi tersebut masih memungkinkan untuk

memenuhi kebutuhan air penduduk Kupang pada tahun 2025 ?

3. Indikator Pencapaian

a). Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa definisi tentang sumber

daya air

b). Mahasiswa dapat menjelaskan potensi sumber daya air dan

melakukan analisis untuk memprediksi kemampuan potensi sumber

daya air untuk memenuhi kebutuhan air penduduk pada suatu

tempat/kota.

D. DAFTAR PUSTAKA

1. UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

2. UU No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan

3. Kodoatie, R.J. dan R. Sjarief, 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air


Terpadu,edisi revisi. Yogyakarta: Andi.

YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 15


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

BAB II
DASAR-DASAR MANAJEMEN
SUMBER DAYA AIR TERPADU

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 1


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

BAB. II
DASAR-DASAR MANAJEMEN
SUMBER DAYA AIR TERPADU

A. PENDAHULUAN

Deskripsi Singkat

Materi ini membahas tentang batasan sistem keairan, dimana batas

sistem keairan berbeda dengan batas administrative, namun lebih pada

batas hidrologis. Sehingga dalam pengelolaannya, batas sistem adalah

hidrologis sumberdaya air yaitu cekungan airanah (CAT), Daerah Aliran

Sungai (DAS) dan Wilayah Sungai (WS). Komponen sumber daya air

sebagai infrastruktur keairan juga dibahas, baik secara alami maupun

buatan. Demikian halnya dengan metode pengendalian daya rusak dari

sumber daya air keairan dibahas dengan beberapa contoh, terutama

pengendalian banjir yang merupakan bencana yang selalu dating setiap

musim hujan tiba.

Manfaat Mata Kuliah

1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi tentang batasan sistem keairan

sumber daya air.

2. Mahasiswa mengetahui komponen sumber daya air sebagai dasar

menajemen sumber daya air terpadu

3. Mahasiswa mampu merancang sistem infrastruktur keairan untuk

mengendalikan daya rusak air

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 2


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Tujuan Intruksional Umum

Membantu mahasiswa dalam memahami hal-hal yang berkaitan

dengan Batas sistem keairan. Sehingga dalam pengelolaannya, batas

sistem adalah hidrologis sumberdaya air yaitu cekungan airanah (CAT),

Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Wilayah Sungai (WS). Sehingga

mempermudah identifikasi terhadap penyebab banjir kemudian dilakukan

perumusan teknik pengendaliannya dengan pertimbangan beberapa

aspek. Sistem airtanah yang menjadi fokus adalah sumber aliran dan

potensinya.

B. PENYAJIAN MATERI

2.1. Batas Teknis Hidrologis

Ada tiga wilayah/daerah teknis atau hidrologis Pengelolaan Sumber

Daya Air yaitu: cekungan air tanah (CAT), daerah aliran sungai (DAS) dan

wilayah sungai (WS). Secara administratif untuk pemerintahan wilayah

Indonesia dibagi beberapa wilayah administrasi dengan hararki seperti

berikut : Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan dan

atau Desa. Perbedaan batas teknis dan batas administrasi ditunjukkan

berikut ini.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 3


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Gambar 2.1.: Ilustrasi DAS, CAT, WS dan Wilayah Administratif


Kabupaten/Kota (Kodoatie dan Sjarief, 2008).

2.1.1. Daerah Aliran Sungai Sebagai Satu Kerangka Kerja

Untuk aliran permukaan daerah aliran sungai merupakan satu

kesatuan system sumber daya air. Sesuai dengan definisinya rnaka

daerah aliran sungai (DAS)merupakan suatu kesatuan wilayah tata air

yang terbentuk secara alamiah, dimana air akan mengalir melalui sungai

dan anak sungai yang bersangkutan yang terletak di dalam wilayah DAS

tersebut. Secara alami sesuai hukum gravitasi, air mengalir dari hulu ke

hilir, dari gunung (daerah yang tinggi) menuju ke laut (daerah yang lebih

rendah). Beberapa komponen, fungsi dan sistem sumber daya air

ditunjukkan dalam Gambar 4.2

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 4


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Gambar 2.2. Daerah Aliran Sungai merupakan daerah kesatuan sistem


infrastruktur keairan (Kodoatie dan Sjarief, 2008)

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dalam suatu DAS

banyak komponen, sistem dan fungsi/peran terkait dengan sumber daya

air. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya air harus dilihat secara utuh

dalam satu kesatuan minimal dalam suatu daerah aliran sungai. Karena

pada prinsipnya sistem sumber daya air mempakan sebuah kombinasi

dari fasilitas pengendalian air dan elemen lingkungan yang bekerja

bersama untuk mencapai tujuan pengelolaan air dan membutuhkan suatu

sistem keputusan yang memerlukan kajian menyeluruh. Pada hakekatnya

definisi ini sulit diimplementasikan karena mencakup banyak dimensi,

banyak aspek, melibatkan semua pihak dan saling tergantung.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 5


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

2.1.2. Wilayah Sungai

Satu wilayah sungai (WS) terdiri atas beberapa DAS. Berikut ini

ditunjukkan contoh wilayah sungai.

Gambar 2.3 WS Pemali Comal dan WS Jratunseluna di Jawa Tengah


(PIPWS Jratunseluna, 2001 dalam Kodoatie dan Sjarief,
2008)

2.1. 3. Cekungan Air Tanah

Cekungan air tanah (CAT) atau groundwater basin terdiri atas

akuifer tertekan (confined aquifer) dan akuifer bebas (unconfined aquifer).

CAT juga dapat disebutkan merupakan gabungan dari beberapa akuifer.

Berikut dalam Gambar 4.4 ditunjukkan konfigurasi beberapa akuifer.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 6


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Gambar 2.4. Potongan melintang beberapa akuifer (Todd, 1995 dalam


Suhardi, 2008)

2.2. Komponen Sumber Daya Air

Sumber Daya Air tidak termasuk komponen infrastruktur, namun

bagian-bagian dari pengelolaan sumber daya air bisa dikategorikan

sebagai infrastruktur keairan, misalnya sistem air bersih, irigasi, drainase,

pengendalian banjir, dan lain-lain.

2.2.1 . Komponen Alami Sumber

Komponen alami dari sumber daya air dapat disebutkan antara lain:

sungai, muara/estuari, rawa, danau, daerah retensi, pantai, airtanah, mata

air, air terjun, dan lain-lain. Masing-masing komponen terbentuk secara

alami akibat dari sifat air yang mengalir dari hulu ke hilir dengan sistem

gravitasi. Alam telah membentuk komponen tersebut secara seimbang

sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing. Karena sifat air yang

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 7


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

dinamis maka keseimbangan alam dari komponen tersebut juga

tergantung dari proses aliran air.

Secara alami ada yang sudah stabil, ada yang berubah bentuk, dan

ada yang hilang. Hal tersebut dipengaruhi oleh banyak hal antara lain

siklus hidrologi, kondisi geologi, kondisi wilayah dan kehidupan yang ada

baik itu, hewan, tumbuh-tumbuhan dan aktifitas manusia.

2. 2.2. Komponen buatan Sumber Daya Air

Komponen buatan sumber daya air merupakan bangunan air yang

dibuat oleh manusia untuk suatu tujuan tertentu. Komponen-komponen itu

antara lain meliputi :

 Waduk : bangunan penyimpan air. Waduk sebagai bangunan

utama memiliki bangunan penunjang lainnya seperti:

bangunan pelimpah (spinway) yang berfungsi untuk

melimpahkan kelebihan air di dalam waduk, bangunan

pengambilan (intake) berfungsi untuk pengambilan air

dari waduk, pipa pesat berfungsi sebagai pembangkit

listrik tenaga air, dan lain-lain. Waduk dari segi

konstruksinya juga ada bermacam-macam, misalnya:

waduk tipe urugan, waduk beton, dan lain-lain.Nama lain

waduk antara lain dam, reservoir.

 Embung: merupakan waduk-waduk kecil luasnya jauh lebih kecil

dibandingkan dengan waduk (bisa seukuran lapangan

sepak bola atau lebih).

 Bendung (weir): berfungsi untuk membendung aliran sehingga ada

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 8


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

perbedaan ketinggian di hulu dan hilir bendung.

 Checkdam, sabo dam (bangunan pengendali sedimen).

 Sistem drainase berfungsi untuk membuang air: baik di perkotaan

(urban) maupun di pedesaan (rural).

 Sistem irigasi berfungsi untuk mengairi areal irigasi terdiri atas:

bangunan pengambilan, saluran induk, saluran sekunder,

saluran tersier, bangunan bagi, bangunan sadap,

bangunan ukur, daerah irigasi dan lain-lain.

 Jaringan air bersih (umumnya dikelola oleh PDAM) terdiri dari sumber,

onveyor, tampungan air baku, water treatment plant

(WTP), tampungan air bersih, jaringan transmisi,

jaringan distribusi, komponen-komponen untuk

keperIuan pengguna air bersih, dan lain-lain.

 Talang.

 Siphon.

 Tanggul pengendali banjir.

 Saluran pintu air.

 Sistem pengendali banjir.

 Sistem buangan limbah cair.

 Dan lain-lain

Komponen-komponen tersebut dapat disebut sebagai infrastruktur

keairan. Beberapa diantaranya dari infrastruktur keairan diuraikan

sebagai berikut :

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 9


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

2.3. Sistem Pengendalian Banjir

2.3.1. Penyebab Banjir

Banjir dan genangan yang terjadi akibat tindakan manusia dan oleh

alam di suatu lokasi diakibatkan antara lain oleh sebab-sebab berikut ini

(Kodoatie dan Sugiyanto, 2002 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2008) :

 Perubahan tata guna lahan (land-use) di daerah aliran sungai

(DAS).

 Pembuangan sampah.

 Erosi dan sedimentasi.

 Kawasan kumuh di sepanjang sungai/drainase.

 Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat.

 Curah hujan.

 Pengaruh fisiografi/geofisik sungai.

 Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai.

 Pengaruh air pasang.

 Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang air laut).

 Drainase lahan.

 Bendung dan bangunan air.

 Kerusakan bangunan pengendali banjir.

Ada 4 strategi dasar untuk pengelolaan daerah banjir yang meliputi

(Grigg, 1996):

1. Modifikasi kerentanan dan kerugian banjir (penentuan zona

atau pengaturan tata guna lahan).

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 10


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

2. Pengaturan peningkatan kapasitas alam untuk dijaga

kelestariannya seperti penghijauan.

3. Modifikasi dampak banjir dengan penggunaan teknik mitigasi

seperti asuransi, penghindaran . banjir (flood proofing).

4. Modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bangunan

pengontrol (waduk) atau perbaikan sungai

2.3.2. Penyebab banjir paling dominan

Perubahan tata guna lahan rnerupakan penyebab utarna banjir

dibandingkan dengan yang lainnya. Sebagai contoh, apabila suatu hutan

yang berada dalam suatu daerah aliran sungai diubah menjadi

pemukiman, maka debit puncak sungai akan meningkat antara 6 sampai

20 kali. Angka 6 dan angka 20 ini tergantung dari jenis hutan dan jenis

pemukiman. Demikian pula untuk perubahan yang lainnya maka akan

terjadi peningkatan debit puncak yang signifikan. Secara kuantitatif

pengaruh perubahan tata guna lahan ditunjukkan dalarn Garnbar 3.5

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 11


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Gambar 2.5. Peningkatan debit puncak akibat perubahan tata guna lahan
(Raudkivi, 1979; Subarkah, 1980; Schwab dkk., 1981;
Loebis, 1984 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2008)

Perlu pula diketahui bahwa perubahan tata guna lahan memberikan

kontribusi dominan kepada aliran permukaan (run-off). Hujan yang jatuh

ke tanah airnya akan menjadi aliran permukaan di atas tanah dan

sebagian meresap ke dalam tanah tergantung kondisi tanahnya. Suatu

kawasan hutan bila diubah menjadi permukiman maka yang terjadi adalah

bahwa hutan yang bisa menahan run-off cukup besar diganti menjadi

pemukiman dengan resistensi run-off yang kecil. Akibatnya ada

peningkatan aliran permukaan tanah yang menuju sungai dan hal ini

berakibat adanya peningkatan debit sungai yang besar.

Apabila kondisi tanahnya relatif tetap, air yang meresap ke dalam

tanah akan relatif tetap. Sudah sering ada pernyataan bahwa "apabila

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 12


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

hutan digunduli atau menjadi kawasan permukiman resapannya hilang

terjadilah banjir". Pernyataan ini kurang tepat, seharusnya yang perIu

disampaikan adalah "apabila hutan digunduli atau menjadi kawasan

pemukiman maka run-off (aliran permukaan) akan meningkat signifikan

dan terjadilah banjir".

Resapan yang masuk ke dalam tanah relatif tetap karena jenis

tanahnya tidak berubah. Namun kuantitas resapan menjadi kecil karena di

atas tanah yang bisa meresap air berubah menjadi bangunan permanen

yang yang kedap air. Hubungan antara run-off dan resapan

mempunyaiperbedaan tingkat besaran (order of magnitude) yang besar.

Bila yang dibicarakan adalah run-off, maka kecepatan air berkisar

dari 0,1 – 1 m/detik bahkan bisa mencapai lebih dari 10 m/detik

tergantung dari kemiringan lahan, tinggi aliran dan penutup lahan. Bila

yang dibicarakan adalah resapan, maka kecepatan air yang meresap ke

dalam tanah tergantung dari jenis tanah. Bila jenis tanah lempung (clay),

kecepatan aliran (konduktifitas hidraulik) sangat kecil berkisar antara

1/1.000.000.000.000 sampai 1/1000.000.000 m/detik (10-12 sampai 10-9

m/detik), sedangkan bila jenis tanah lanau (silt) maka kecepatan aliran

berkisar antara 1/100.000.000 - 1/10.000 m/detik (10-8 sampai 10-4

m/detik).

Bila jenis pasir maka kecepatan aliran berkisar antara 1/100.000-

1/100 m/detik(10-5 sampai 10-2 m/detik). Faktor penutup lahan vegetasi

cukup signifikan dalam pengurangan ataupun peningkatan aliran

permukaan. Hutan yang lebat mempunyai tingkat penutup lahan yang

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 13


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

tinggi, sehingga apabila hujan turun ke wilayah hutan tersebut, faktor

penutup lahan ini akan memperlambat kecepatan aliran permukaan,

bahkan bisa terjadi kecepatannya mendekati nol. Ketika suatu kawasan

hutan berubah menjadi pemukiman, maka penutup lahan kawasan ini

akan berubah menjadi penutup lahan yang tidak mempunyai resistensi

untuk menahan aliran. Yang terjadi ketika hujan turun, kecepatan air akan

meningkat sangat tajam di atas lahan ini.

Namun resapan air yang masuk ke dalam tanah relatif tetap kecuali

lahannya berubah. Kuantitas totalnya berubah karena tergantung dari

luasan penutup lahan. Umumnya untuk mengurangi banjir atau genangan

yang terjadi dilakukan perbaikan penampang sungai sering disebut

dengan istilah populer normalisasi. Perbaikan sungai yang dilakukan

umumnya dengan melebarkan sungai atau memperdalam (pengerukan)

sungai.

Sesungguhnya istilah normalisasi kurang tepat, karena sebenamya

sungai (alami) sudah normal lalu mengapa harus dinormalkan. Secara

alami sungai hampir selalu merubah kondisi fisiknya sesuai dengan

perubahan yang terjadi di sungai.

Sebagai contoh perubahan debit sungai akan diikuti dengan

perubahan morfologi sungai. Pengertian ini lebih dominan meluruskan

sungai, melebarkan atau memperdalam penampang, agar aliran air lebih

cepat dan kapasitas sungai menampung air lebih besar. Pelebaran sungai

tergantung dari tata guna lahan di sekitamya. Apabila sudah dipadati

penduduk maka persoalan menonjol yang terjadi adalah pembebasan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 14


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

tanah.

Semakin padat penduduk dan semakin strategis lokasinya, biaya

pembebasan akan semakin mahal. Dalam kondisi ini untuk melebarkan

menjadi dua kali lebar semula akan sangat mahal dan menghadapi

persoalan pembebasan tanah yang cukup sulit dipecahkan. Di samping itu

perIu diperhatikan ketersediaan air di DAS untuk cadangan air di musim

kemarau. Memperbesar kapasitas sungai berarti memperkecil air yang

tertahan di DAS. Pelebaran atau pengerukan sungai hampir linear dengan

debit.

Bila sungai dilebarkan menjadi dua kali, maka debitnya meningkat

dua sampai empat kali. Demikian pula bila sungai diperdalam dua kali

maka debit pada awalnya juga menjadi dua sampai empat kali dari debit

semula, namun karena ada sedimentasi maka kedalaman sungai ada

kemungkinan akan kembali seperti semula, bahkan bila laju sedimentasi

besar luas penampang sungai akan menjadi lebih keciI. Uraian tersebut

diilustrasikan dalam Gambar 2.6

a) Diperlebar dua kali (debit hanya naik menjadi 2 sampai 4 kali debit

semula)

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 15


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

b) Dikeruk (diperdalam) dua kali, kedalaman akan ada kecenderungan

kembali kedalaman semula akibat sedimentasi

Gambar 2.6. Contoh sederhana proses perbaikan sungai (Kodoatie dan


Sjarief, 2008)

Sebagai catatan dalam upaya memperdalam atau melebarkan sungai

perIu dikaji stabilitas sungai. Dalam kaitan upaya untuk stabilitas sungai,

para ahli teknik sungai dianjurkan oleh Simons dan Senturk (1992) agar

tidak berupaya mengembangkan sungai lurus.

2.3. 3. Metode Pengendalian Banjir

Pada prinsipnya ada 2 metode pengendalian banjir yaitu metode

struktur dan metode non-struktur. Pada masa lalu metode struktur lebih

diutamakan dibandingkan dengan metode non-struktur. Namun saat ini

banyak negara maju mengubah pola pengendalian banjir dengan lebih

dulu mengutamakan metode non-struktur lalu baru metode struktur.

Contoh dalam Gambar 4.6 menunjukkan bahwa dengan kondisi

tata guna lahan yang sudah padat (adanya bangunan untuk pemukiman,

industri dan lain-lain) perbaikan sungai akan memberikan pengaruh

maksimal dua hingga empat kali lipat saja, itupun bila proses pelebaran

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 16


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

ataupun pengerukan sebesar dua kali lipatnya bisa berjalan lancar. PerIu

diperhatikan pelebaran sungai/drainase harus dipertahankan sampai ke

lokasi sungai paling hilir (di muara) artinya kajian morfologi sungai perlu

dilakukan secara menyeluruh.

Bilamana dilakukan pelebaran namun pada lokasi tertentuk di

bagian hilir tidak dapat dilebarkan maka akan terjadi penyempitan aIur

sungai (bottleneck). Hal ini akan menyebabkan daerah hulu yang sudah

dilebarkan akan kembali ke posisi lebar semua. Di samping itu setelah

dilebarkan potensi kembali ke lebar sungai semula cukup besar akibat

sedimentasi dan morphologi sungai yang belum stabil, demikian pula

kedalaman sungai yang dikeruk menjadi dua kali akan kembali ke

kedalaman semula akibat besarnya sedimentasi. Oleh karena itu ke

depan metode non-struktur harus dikedepankan lebih dahulu karena

pengaruh perubahan tataguna lahan mengkontribusi debit puncak di

sungai mencapai 5 sampai 35 kali debit semula. Metode struktur yang

hanya memberikan penurunan/reduksi debit jauh lebih kecil dibandingkan

peningkatan debit akibat perubahan tata guna lahan atau degradasi

lingkungan. Istilah populer yang dipakai adalah flood control toward flood

management (Hadimuljono, 2005). Flood management berarti melakukan

tindakan pengelolaan yang menyeluruh yaitu gabungan antara metode

non-struktur dan metode struktur. Flood control lebih dominan pada

pembangunan fisik (atau dikenal dengan metode struktur). Hal ini

sebenarnya wajar apabila sebelumnya telah dilakukan kajian pengelolaan

banjir secara menyeluruh dengan salah satu rekomendasi adalah

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 17


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

melakukan flood control. Untuk lebih jelasnya metode tersebut dapat

dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.1. Metode pengendalian banjir (Grigg, 1996; Kodoatie dan


giyanto, 2002; Hadimuljono, 2005 dalam Kodoatie dan
Sjarief, 2008)

Apabila perubahan tata guna lahan sudah bisa dipastikan sampai

ke masa yang akan datang, maka dapat diketahui debit rencana yang

pasti melalui sungai tersebut. Bilamana hal ini terjadi maka perbaikan

sungai dengan metode struktur dapat dilakukan.

Departemen PU membuat suatu ketentuan kebijakan tentang debit

sungai akibat dampak perubahan tata guna lahan di daerah aliran sungai

tersebut yaitu dengan menyatakan bahwa DAS boleh dikembangkan

/dirubah fungsi lahannya dengan delta Q zero policy atau Q=0 (Lee, 2002;

Kemur, 2004; Hadimuljono, 2005 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2008).

Arti kebijakan ini adalah bila suatu lahan di DAS berubah maka

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 18


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

debit sebelum dan sesudah lahan berubah harus tetap sama. Misalnya,

suatu lahan hutan diubah menjadi pemukiman maka debit yang di suatu

titik sungai harus tetap sama. Hal ini dapat dilakukan dengan cara

kompensasi yaitu pada lahan pemukiman harus disisakan lahan untuk

penahan run-off akibat perubahan misal dengan cara pembuatan sumur

resapan, penanaman rumput atau semak-semak (tanaman) yang lebat

dan rendah, pembuatan embung, pembuatan tanggul-tanggul kecil dalam

sistem drainase dan lain-lain.

Salah satu ciri kerusakan DAS dapat dilihat dari besamya ratio

antara debit maksimum dan debit minimum. Semakin besar rationya dapat

dikatakan DAS semakin rusak. Di lapangan hal ini terjadi pada waktu

musim hujan debit sangat besar bahkan bisa meluap namun sebaliknya

pada waktu musim kemarau debit sangat kecil bahkan mendekati nol.

Hal ini berarti bahwa pada waktu hujan, aliran permukaan tinggi

karena tidak ada yang menahan laju run-off namun pada musim kemarau

karena tidak ada air yang tertahan di DAS, tidak ada aliran di sungai. Oleh

karena itu secara substansi salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam

pengelolaan air adalah dengan membuat penghalang aliran permukaan

(run-off) DAS sebesar-besamya

2.4. Sistem Drainase

Air hujan yang jatuh di suatu daerah perlu dialirkan atau dibuang agar

tidak terjadi genangan atau banjir. Caranya yaitu dengan pembuatan

saluran yang dapat menampung air hujan yang mengalir di permukaan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 19


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

tanah tersebut. Sistem saluran di atas selanjutnya dialirkan ke sistem yang

lebih besar. Sistem yang terkecil juga dihubungkan dengan saluran rumah

tangga dan sistem bangunan infrastruktur lainnya.

Sehingga apabila cukup banyak limbah cair yang berada dalam

saluran tersebut perlu diolah (treatment). Selurnh proses ini disebut sistem

drainase. Persamaan dasarnya sama untuk pengendalian banjir. Drainase

pada prinsipnya terbagi atas 2 (dua) macam yaitu: drainase untuk daerah

perkotaan dan drainase untuk daerah pertanian. Pada perencanaan dan

pengembangan sistem drainase kota perlu kombinasi antara

perkembangan perkotaan, daerah rural dan daerah aliran sungai (DAS).

Untuk pengembangan suatu wilayah baru di perkotaan,

perancangannya harus disesuaikan dengan system drainase alami yang

sudah ada maupun yang telah dibuat. Sesuai dengan prinsip sebagai jalur

pembuangan maka pada waktu hujan, air yang mengalir di permukaan

diusahakan secepatnya dibuang agar tidak menimbulkan genangan-

genangan yang dapat mengganggu aktivitas di perkotaan dan bahkan

dapat menimbulkan kerugian sosial ekonomi terntama yang menyangkut

aspek-asperk kesehatan lingkungan pemukiman kota.

Namun bagi pengembangan sumber daya air, perlu diperhatikan

pula daerah resapan yang bisa difungsikan, sehingga air hujan tidak

terbuang percuma ke laut karena merupakan sumber air yang dipakai

pada musim kemarau Ukuran dan kapasiras saluran sistem drainase

semakin ke hilir semakin besar, karena semakin luas daerah alirannya.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 20


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

2.4.1. Fungsi Drainase

Fungsi dari drainase adalah :

 Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat pemukiman) dari

genangan air atau banjir.

 Apabila air dapat mengalir dengan lancar maka drainase juga berfungsi

memperkecil resiko kesehatan lingkungan; bebas dari malaria (nyamuk)

dan penyakit lainnya.

 Drainase juga dipakai untuk pembuangan air rumah tangga. Semua

sistem aliran pembuangan rumah dialirkan menuju sistem drainase.

Dalam menentukan dimensi sistem drainase, intensitas hujan dengan

periode ulang tertentu di suatu sistem jaringan drainase dipakai sebagai

dasar analisis perhitungan karena kuantitasnya jauh lebih besar

dibandingkan aliran dari rumah tangga atau domestik lainnya.

Di daerah perkotaan dengan permukiman yang padat pelaksanaan

konstruksi maupun pemeliharaan sistem drainase sering kali mengalami

berbagai kendala antara lain :

 Kurangnya lahan untuk pengembangan sistem drainase karena

sudah berfungsi untuk tata guna lahan tertentu yang permanen.

 Pemeliharaan saluran juga mengalami kesulitan karena bagian atas

sudah ditutup oleh bangunan.

 Sampah terutama sampah domestik banyak menumpuk di saluran

sehingga mengakibatkan pengurangan kapasitas dan penyumbatan

saluran. Pemahaman masyarakat bahwa sungai (drainase) sebagai

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 21


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

tempat buangan sudah menjadi budaya yang sulit untuk dihilangkan.

 Akibat sampah, sedimentasi, atau tersumbatnya saluran maka perlu

dilakukan pemeliharaan secara kontinyu. Kenyataan di hampir

seluruh kota di Indonesia dana untuk pemeliharaan sangat terbatas.

 Sistem drainase sering tidak berfungsi optimal akibat adanya

pembangunan infrastruktur lainnya yang tidak terpadu dan tidak

melihat keberadaan sitem drainase sepelii jalan, kabel telkom, pipa

PDAM

 Secara estetika, drainase tidak merupakan infrastruktur yang bisa

dilihat keindahannya karena fungsinya sebagai pembuangan air dari

semua sumber. Umumnya drainase di perkotaan kumuh dan berbau

tak sedap.

2.4. 2. Sistem Jaringan Drainase

Sistem jaringan drainase di dalam wilayah kota dibagi atas 2 bagian

yaitu drainase major dan drainase minor. Konfigurasi sistem drainase

secara umum seperti gambar berikut ini.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 22


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Gambar 2.7. Konfigurasi sistem drainase perkotaan (Grigg, 1996,


Kodoatie dan Sjarief, 2008)

2.5. Sistem Aliran Air Tanah

Aliran air tanah atau hidrogeologi merupakan perpaduan antara

ilmu geologi dan ilmu hidrolika di mana kajiannya menitikberatkan pada

gerakan/aliran air di dalam tanah secara hidrolik. Gabungan dua kata

hidro dan geologi menunjukkan secara implisit pengertian geologi dari air.

Atau dengan kata lain adalah merupakan suatu studi tentang interaksi

antara kerangka sistem batuan dan atau dengan airtanah. Dari sudut

pandang hidrolika maka istilah gerakan aliran dalam tanah dikenal dengan

hidrolika dalam media porous, karena airtanah mengalir di antara atau di

sela-sela butiran tanah yang sekaligus sebagai media.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 23


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Pengetahuan tentang hidrogeologi ini penting bagi manusia, karena

fungsi dan kegunaannya meliputi tiga aspek (Toth, 1990) Aspek sebagai

salah satu sumber alam yang dimanfaatkan untuk berbagai macam

keperluan bagi umat manusia. Aspek bagian dari hidrologi di dalam tanah

yang mempengaruhi keseimbangan siklus hidrologi global Aspek sebagai

anggota/agen dari geologi.

Lebih lanjut Toth (1990) mengatakan bahwa hidrogeologi

merupakan atau termasuk disiplin ilmu yang (relatip) masih muda dan

masih terus berkembang secara pesat sekali. Pada saat ini, secara umum

pengembangannya masih dalam batas-batas dasar (basic), sehingga

bilamana seseorang mencoba untuk mendalami dan mempelajari ilmu ini

dapat sekaligus mengembangkannya serta dapat dikaitkan dengan

kondisi dan situasi setempat. Oleh karena itu manfaat dan keuntungan

lainnya dalam mempelajari ilmu hidrogeologi ini dapat dilihat dari 3 (tiga)

sudut pandang, yaitu :

Dari sudut pandang keilmuan bersifat menantang karena:

 Merupakan sesuatu yang pasti sehingga dibutuhkan spesialisasi

 Menjadi sesuatu yang menarik, karena dalam mempelajarinya

bersifat luwes dan harus sekaligus menguasai teori dan praktek.

 Cakupannya cukup luas sehingga membutuhkan pengertian disiplin

ilmu yang lain.

Dari sudut pandang professionalisme memberikan kepuasan karena:

 Menawarkan kesempatan yang bervariasi

 Bila seseorang dalam mempelajarinya tidak menyukai hal tentang


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 24
BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

masalah kontaminasi airtanah bisa beralih ke bagian hidrogeologi

yang lainnya misalnya hanya persoalan-persoalan hidroliknya saja.

 Menawarkan keamanan dan pengembangan profesi yang kontinyu.

 Memberikan penghasilan yang baik.

Dari sudut pandang pengembangan individual merupakan

pelajaran yang kontinyu karena:

 Harus berinteraksi dengan ilmu yang lain seperti sosiologi, geografi,

sejarah dan lain-lain.

 Menawarkan kesempatan untuk melakukan perjalananjauh

 Menawarkan hubungan dengan berbagai orang/masyarakat

 Membuat hidup menarik dalam kaitannya dengan aneka peristiwa

Prinsip-prinsip dasar hidrogeologi meliputi (Toth, 1984): hukum

kekekalan yang dipakai, proses dan kejadian yang berhubungan dengan

bagaimana aliran air terjadi, gerakan aliran air dalam tanah, distribusinya,

unsur kimia yang ada dalam airtanah, serta dampak lingkungan dari aliran

dalam tanah. Hal yang cukup penting adalah bahwa gerakan aliran dalam

tanah hamperr selalu mengikuti prinsip gerakan aliran laminer

(Rajaratnam, 1989).

Sehingga dalam hal ini dari ilmu hidrolika pengertian tentang aliran

laminer akan lebih dominan dibandingkan dengan aliran turbulen. Hal ini

penting dikemukakan karena merupakan suatu batas (boundary)

pengkajian dalam menganalisis gerakan aliran dalam tanah ini. Biasanya

turbulensi hanya terjadi di sekitar sumur bilamana pengambilan air tanah

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 25


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

memakai sumur pompa baik itu sumur dangkal maupun dalam. Hal di atas

merupakan salah satu phenomenom yang menunjukkan bahwa

hidrogeologi juga dikenal dengan sebutan hidrolika media porous.

2.6. Sumber Resapan dan Potensi Airtanah

Sumber resapan penting hubungannya dengan kegiatan

memprediksi besarnya potensi airtanah. Sumber resapan dapat diprediksi

berdasarkan pada data kontur muka airtanah. Dari kontur muka airtanah,

maka jejaring aliran (flownet) dapat digambarkan dengan menggunakan

Surfer 8. Berikut contoh jejaring aliran airtanah pada Pulau Timor

Daerah Penerima

Lap. Kedap air

Mata Air
Aquifer
Lap kedap air

Gambar : 2.8 Jejaring Air Tanah Pada Pulau Timor

Potensi airtanah dapat diduga bilamana diketahui gradien hidraulik

dan luas penampang akuifer. Gradien hidraulik merupakan selisih antara

muka airtanah tertinggi dengan muka airtanah terendah dibagi dengan

jarak antara kedua titik. Berdasarkan pada jejaring aliran, muka airtanah

tertinggi pada DAS adalah tersebut adalah 32 m dan terendah adalah 8 m

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 26


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

dpl dan jarak antara kedua titik tersebut rata-rata 4.000 m (Gambar 4.9).

Luas penampang aliran diduga melalui interpretasi peta litologi.

Berdasarkan hasil interpretasi peta litologi, diperoleh bahwa tebal akifer

adalah 15 meter. Lebar penampang aliran diperoleh berdasarkan pada

peta jejaring aliran yang menunjukkan bahwa airtanah mengalir dari Barat

ke Timur sehingga lebar aliran sama dengan panjang DAS yaitu 10.000

m, sedangkan panjang aliran sama dengan lebar DAS yaitu 4.000 m,

karena DAS berhulu di Utara dan hilirnya pada sisi Selatan.

Berdasarkan pada tebal dan lebar aliran tersebut, maka luas

penampang aliran diperoleh sebesar 150.000 m2 Dengan demikian, maka

gradient hidraulik adalah 24/4000 = 0,006 Berdasarkan persamaan

Darcy’s, maka debit airtanah dalam DAS dapat dihitung dengan

persamaan:

Q K.i.A

Q = 16,13 x (24/4.000) x (15 x 10.000)

Q = 14.517 m3/hari = 168,02 l/dt

Gambar 2.9. Gradien Aliran Airtanah (Suhardi, 2008)


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 27
BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

C. PENUTUP

1. Rangkuman

Batas sistem keairan berbeda dengan batas administrative, namun

lebih pada batas hidrologis. Sehingga dalam pengelolaannya, batas

sistem adalah hidrologis sumberdaya air yaitu cekungan airanah

(CAT), Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Wilayah Sungai (WS).

Komponen sumber daya air terdiri atas komponen alami dan

komponen buatan. Sementara sistem pengendalian bencana akibat

sumber daya air seperti banjir dilakukan dengan terlebih dahulu

dilakukan identifikasi terhadap penyebab banjir kemudian dilakukan

perumusan teknik pengendaliannya. Demikian hal dengan sistem

drainase dilakukan dilakukan perancangan sesuai dengan fungsinya,

kemudian dilakukan desain jaringan drainase dengan pertimbangan

beberapa aspek. Sistem airtanah yang menjadi fokus adalah sumber

aliran dan potensinya. Kedua hal ini relative rumit jika dilakukan pada

air permukaan, karena obyeknya tidak kelihatan dan sulit terdeteksi.

Pendekatan dengan model sering dilakukan untuk mempermudah

pekerjaan meski hasilnya kurang eksak.

2. Tugas dan Latihan

Kepada mahasiswa diharuskan melakukan studi lapangan pada suatu

sistem keairan kemudian membuat batasan sistem dan sub sistem

keairan tersebut.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 28


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

3. Indikator Pencapaian

1. Mahasiswa dapat mendesain suatu system

2. Mahasiswa dapat merumuskan suatu formulasi penyelesaian

masalah dalam sumber daya air.

D. DAFTAR PUSTAKA

1. UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

2. UU No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan

3. Kodoatie, R.J. dan R. Sjarief, 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air


Terpadu,edisi revisi. Yogyakarta: Andi.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 29


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

BAB III

PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN


SUNGAI TERPADU

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -1


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

BAB. III
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
TERPADU

A. PENDAHULUAN

Deskripsi Singkat

Materi ini membahas tentang sasaran wilayah pengelolaan DAS

dari suatu wilayah DAS yang utuh sebagai satu kesatuan ekosistem yang

membentang dari hulu hingga hilir. Penentuan sasaran wilayah DAS

secara utuh ini dimaksudkan agar upaya pengelolaan sumberdaya alam

dapat dilakukan secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan satu

kesatuan perencanaan yang telah mempertimbangkan keterkaitan antar

komponen-komponen penyusun ekosistem DAS (biogeofisik dan

sosekbud) termasuk pengaturan kelembagaan dan kegiatan monitoring

dan evaluasi. Kegiatan yang disebutkan terakhir berfungsi sebagai

instrumen pengelolaan yang akan menentukan apakah kegiatan yang

dilakukan telah/tidak mencapai sasaran.

Manfaat Mata Kuliah

1. Mahasiswa mampu menyelenggarakan pengelolaan DAS dan

disesuaikan dengan perkembangan dan pergeseran paradigma dalam

melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan.

2. Mahasiswa mengetahui pedoman untuk pengelolaan DAS lintas

Propinsi, lintas Kabupaten/Kota maupun DAS dalam satu

Kabupaten/Kota.

3. Mahasiswa mampu di dalam pengelolaan DAS dengan menyesuaikan


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -2
BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

kondisi dan tuntutan spesifik pada masing-masing wilayah dan

disesuaikan dengan kewenangan.

Tujuan Intruksional Umum

Membantu mahasiswa dalam melaksanakan pengelolaan DAS

sesuai dengan karakteristik ekosistemnya, sehingga pemanfaatan

sumberdaya alam dan upaya konservasinya dapat dilakukan secara

optimal, berkeadilan, dan berkelanjutan. Muara dari keseluruhan upaya

pengelolaan DAS yang optimal ini adalah terjaganya integritas fungsi DAS

dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalamnya.

B. PENYAJIAN MATERI

3.1. Ruang Lingkup Pengelolaan DAS

Ruang lingkup pengelolaan DAS secara umum meliputi

perencanaan, pengorganisasian, implementasi/pelaksanaan, pemantauan

dan evaluasi terhadap upaya - upaya pokok berikut :

a) Pengelolaan ruang melalui usaha pengaturan penggunaan lahan

(landuse) dan konservasi tanah dalam arti yang luas.

b) Pengelolaan sumberdaya air melalui konservasi, pengembangan,

penggunaan dan pengendalian daya rusak air.

c) Pengelolaan vegetasi yang meliputi pengelolaan hutan dan jenis

vegetasi terestria l lainnya yang memiliki fungsi produksi dan

perlindungan terhadap tanah dan air.

d) Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia termasuk

pengembangan kapasitas kelembagaan dalam pemanfaatan


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -3
BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperan dalam

upaya pengelolaan DAS.

3.2. Terminologi dan Konsep Keterpaduan Pengelolaan DAS

Beberapa istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama

dalam pengelolaan DAS adalah sebagai berikut :

a) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang

merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang

dibatasi oleh pemisah topografis yang berfungsi menampung air yang

berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya melalui ke

danau atau ke laut secara alami.

b) Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan

mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS

terbagi habis ke dalam Sub DAS – Sub DAS.

c) Satuan Wilayah Sungai (SWS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan

sumberdaya air dalam satu atau lebih DAS dan atau satu atau lebih

pulau-pulau kecil , termasuk cekungan air bawah tanah yang berada

dibawahnya.

d) Cekungan air bawah tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh

batas-batas hidrogeologis, temapat sema kejadian hidrologis seperti

proses pengibuhann, pengaliran, pelepasan air bawah tanah

berlangsung.

e) Pengelolaan DAS adalah upaya manusia di dalam mengendalikan

hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di

dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -4


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan manfaat

sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

f) Pengelolaan DAS Secara Terpadu adalah suatu proses formulasi dan

implementasi kebijakan dan kegiatan yang menyangkut pengelolaan

sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan manusia dalam suatu DAS

secara utuh dengan mempertimbangkan aspek-aspek fisik, sosial,

ekonomi dan kelembagaan di dalam dan sekitar DAS untuk mencapai

tujuan yang diinginkan.

g) Rencana Pengelolaan DAS merupakan konsep pembangunan yang

mengakomodasikan berbagai peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan dijabarkan secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu

rencana berjangka pendek, menengah maupun panjang yang memuat

perumusan masalah spesifik di dalam DAS, sasaran dan tujuan

pengelolaan, arahan kegiatan dalam pemanfaatan, peningkatan dan

pelestarian sumberdaya alam air, tanah dan vegetasi, pengembangan

sumberdaya manusia, arahan model pengelolaan DAS, serta system

monitoring dan evaluasi kegiatan pengelolaan DAS.

h) Tata air DAS adalah hubungan kesatuan individual unsur- unsur

hidrologis yang meliputi hujan, aliran permukaan dan aliran sungai,

peresapan, aliran air tanah, evapotranspirasi dan unsur lainnya yang

mempengaruhi neraca air suatu DAS.

i) Lahan kritis adalah lahan yang keadaan biofisiknya sedemikian rupa

sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai

dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun sebagai

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -5


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

media tata air.

j) Konservasi tanah adalah upaya mempertahankan, merehabilitasi dan

meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukannya.

k) Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) adalah upaya

manusia untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan

daya dukung lahan agar berfungsi optimal sesuai dengan

peruntukannya.

3.3. Azas Pengelolaan DAS Terpadu

Pentingnya asas keterpaduan dalam pengelolaan DAS erat

kaitannya dengan pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan DAS,

yaitu pendekatan ekosistem. Ekosistem DAS merupakan sistem yang

kompleks karena melibatkan berbagai komponen biogeofisik dan sosial

ekonomi dan budaya yang saling berinteraksi satu dengan lainnya.

Kompleksitas ekosistem DAS mempersyaratkan suatu pendekatan

pengelolaan yang bersifat multi-sektor, lintas daerah, termasuk

kelembagaan dengan kepentingan masing- masing serta mempertim-

bangkan prinsip-prinsip saling ketergantunga n. Hal- hal yang penting

untuk diperhatikan dalam pengelolaan DAS

a) Terdapat keterkaitan antara berbagai kegiatan dalam pengelolaan

sumberdaya alam dan pembinaan aktivitas manusia dalam

pemanfaatan sumberdaya alam.

b) Melibatkan berbagai disiplin ilmu dan mencakup berbagai kegiatan

yang tidak selalu saling mendukung.

c) Meliputi daerah hulu, tengah, dan hilir yang mempunyai keterkaitan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -6


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

biofisik dalam bentuk daur hidrologi.

3.4. Kerangka Pikir Pengelolaan DAS

Pengelolaan DAS Terpadu pada dasarnya merupakan bentuk

pengelolaan yang bersifat partisipatif dari berbagai pihak - pihak yang

berkepentingan dalam memanfaatkan dan konservasi sumberdaya alam

pada tingkat DAS. Pengelolaan partisipatif ini mempersyaratkan adanya

rasa saling mempercayai, keterbukaan, rasa tanggung jawab, dan

mempunyai rasa ketergantungan (interdependency) di antara sesama

stakeholder. Demikian pula masing- masing stakeholder harus jelas

kedudukan dan tanggung jawab yang harus diperankan. Hal lain yang

cukup penting dalam pengelolaan DAS terpadu adalah adanya distribusi

pembiayaan dan keuntungan yang proporsional di antara pihak - pihak

yang berkepentingan.

Dalam melaksanakan pengelolaan DAS, tujuan dan sasaran yang

diinginkan harus dinyatakan dengan jelas. Tujuan umum pengelolaan

DAS terpadu adalah :

a) Terselenggaranya koordinasi, keterpaduan, keserasian dalam

perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi

DAS.

b) Terkendalinya hubungan timbal balik sumberdaya alam dan

lingkungan DAS dengan kegiatan manusia guna kelestarian fungsi

lingkungan dan kesejahteraan masyarakat

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -7


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Sasaran pengelolaan DAS yang ingin dicapai pada dasarnya adalah:

a) Terciptanya kondisi hidrologis DAS yang optimal.

b) Meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh perbaikan

kesejahteraan masyarakat.

c) Tertata dan berkembangnya kelembagaan formal dan informal

masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS dan konservasi

tanah.

d) Meningkatnya kesadaran dan partisipasi mayarakat dalam

penyelenggaraan pengelolaan DAS secara berkelanjutan.

e) Terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan

lingkungan dan berkeadilan

Oleh karena itu, perumusan program dan kegiatan pengelolaan

DAS selain harus mengarah pada pencapaian tujuan dan sasaran perlu

pula disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi dengan

mempertimbangkan adanya pergeseran paradigma dalam pengelolaan

DAS, karakteristik biogeofisik dan sosekbud DAS, peraturan dan

perundangan yang berlaku serta prinsip-prinsip dasar pengelolaan DAS.

Uraian kerangka pikir tentang pengelolaan DAS terpadu disajikan secara

diagramatis sebagaimana tertera pada Gambar 3.1.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -8


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Gambar 3.1 Kerangka pikir pengelolaan terpadu DAS

3.5. Pengelolaan DAS dalam Konteks Otonomi Daerah

Penyelenggaraan pengelolaan DAS dalam kaitannya dengan

penataan ruang (wilayah) dan penatagunaan tanah dalam rangka otonomi

daerah haruslah disesuaikan dengan Undang-undang No.22 tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah sebagai berikut:

a) Kebijakan penatagunaan tanah di tingkat pusat masih diperlukan jika

terdapat kewenangan yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan

yang meliputi perencanaan nasional pengendalian pembangunan

secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi

negara, lembaga perekonomian negara, pendayagunaan sumberdaya

alam, pembinaan dan pemberdayaan sumberdaya manusia, kebijakan

teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan kebijakan standarisasi


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -9
BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

nasional.

b) Kebijakan penatagunaan tanah di tingkat propinsi sebagai daerah

otonom masih diperlukan jika ada kewenangan yang berkaitan

dengan :

(i ) Kebijakan di bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten

dan kota, serta

(ii) Kewenangan bidang-bidang tertentu lainnya, yaitu : perencanaan

dan pengendalian pembangunan regional secara makro; pelatihan

bidang tertentu, alokasi sumberdaya manusia, dan penelitian yang

mencakup wilayah propinsi; pengendalian lingkungan hidup;

promosi dagang dan budaya/pariwisata; dan perencanaan tata

ruang propinsi. Di samping itu juga diperlukan keberadaan

kebijakan penatagunaan tanah di tingkat propinsi dalam rangka

pelaksanaan dekonsentrasi, dimana kewenangan pemerintah

pusat dilimpahkan kepada Gubernur.

c) Kebijakan penatagunaan tanah pada tingkat kabupaten dan kota yang

mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang

dikecualikan dalam kedua-dua butir di atas.

Dengan kata lain, pemerintah pusat mempunyai wewenang

pengaturan, pengarahan melalui penerbitan berbagai pedoman, serta

pengawasan dan pengendalian berskala makro. Pemerintah propinsi

mempunyai wewenang bersifat lintas kabupaten/kota, pemberian perijinan

tertentu, penyusunan rencana tertentu serta pengawasan dan

pengendalian berskala meso. Pemerintah kabupaten mempunyai

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -10


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

wewenang yang bersifat pemberian perijinan tertentu, perencanaan,

pelaksanaan, serta pengawasan dan pengendalian berskala mikro

Batas DAS atau Wilayah Sungai tidak selalu bertepatan (coincided)

dengan batas-batas wilayah administrasi. Oleh karena itu, perlu adanya

klasifikasi DAS menurut hamparan wilayahnya dan fungsi strategisnya

sebagai berikut :

a) DAS Kabupaten/Kota: terletak secara utuh berada di satu Daerah

Kabupaten/Kota, dan/atau DAS yang secara potensial hanya

dimanfaatkan oleh satu Daerah Kabupaten/Kota.

b) DAS Lintas Kabupaten/Kota : letaknya secara geografis melewati

lebih dari satu daerah Kabupaten/Kota, dan/atau DAS yang secara

potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu Daerah

Kabupaten/Kota; dan/atau DAS lokal yang atas usulan Pemerintah

Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan

untuk didayagunakan (dikembangkan dan dikelola oleh Pemerintah

Propinsi), dan/atau DAS yang secara potensial bersifat strategis

bagi pembangunan regional.

c) DAS Lintas Propinsi: letaknya secara geografis melewati lebih dari

satu Daerah Propinsi, dan/atau DAS yang secara potensial

dimanfaatkan oleh lebih dari satu Daerah Propinsi, dan/atau; DAS

Regional yang atas usulan Pemerintah Propinsi yang

bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan

(dikembangkan dan dikelola) oleh Pemerintah Pusat, dan/atau DAS

yang secara potensial bersifat startegis bagi pembangunan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -11


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

nasional.

d) DAS Lintas Negara: letaknya secara geografis melewati lebih dari

satu negara, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan

oleh lebih dari satu negara, dan/atau DAS yang secara potensial

bersifat startegis bagi pembangunan lintas Negara

3.6. Proses Perencanaan Pengelolaan DAS

Hal yang penting diperhatikan dalam penyusunan rencana

pengelolaan DAS adalah bahwa perencanaan adalah suatu proses

berulang (iterative process). Perencanaan tersebut mengatur langkah-

langkah atau aktivitas-aktivitas pengelolaan DAS yang harus dilaksanakan

termasuk rencana monitoring dan evaluasi (monev) terhadap tujuan dan

sasaran yang ditetapkan. Dengan demikian, dapat tercipta suatu

mekanisme umpan balik (feedback) terhadap keseluruhan rencana

pengelolaan DAS sehingga dapat dilakukan perbaikan terhadap rencana

yang telah disusun (Gambar 3.1)

Perencanaan pengelolaan DAS terpadu mempersyaratkan adanya

beberapa langkah- langkah penting sebagai berikut :

Pengumpulan data yang ekstensif, didukung oleh strategi pengelolaan

data yang terpadu, perlu dilaksanakan sebelum rencana pengelolaan DAS

dirumuskan. Pengumpulan data ini terutama identifikasi karakteristik DAS

yang, antara lain, mencakup batas dan luas wilayah DAS, topografi,

geologi, tanah, iklim, hidrologi, vegetasi, penggunaan lahan, sumberdaya

air, kerapatan drainase, dan karakteristik sosial, ekonomi dan budaya.

Identifikasi permasalahan yang meliputi aspek penggunaan laha n,

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -12


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

tingkat kekritisan lahan, aspek hidrologi, sosial ekonomi dan kelembagaan

seperti terlihat pada Gambar 3.2. Prakiraan-prakiraan tentang kebutuhan

sumberdaya alam (dan buatan) untuk beragam pemanfaatan perlu

dilakukan dan dikaji potensi timbulnya konflik di antara pihak – pihak yang

berkepentingan.

Perumusan tujuan dan sasaran secara jelas, spesifik dan terukur

dengan memperhatikan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa

dari ekosistem DAS, peraturan dan kebijakan pemerintah, adat istiadat

masyarakat dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan

pengelolaan DAS.

Identifikasi dan memformulasikan beberapa rencana kegiatan

sebagai alternatif. Evaluasi alternatif kegiatan pengelolaan yang akan

diimplementasikan sehingga dapat dihasilkan bentuk kegiatan yang paling

tepat (secara teknis dapat dilaksanakan, secara sosial/politik dapat

diterima, dan secara ekonomi terjangkau).

Penyusunan rencana kegiatan/program pengelolaan DAS berupa

usulan rencana yang dianggap paling memenuhi kriteria untuk tercapainya

pembangunan yang berkelanjutan. Legitimasi dan sosiallisasi rencana

yang telah disusun kepada pihak-pihak yang terkait

Dalam Gambar 3.1, mekanisme pelaksanaan pengelolaan DAS

mempersyaratkan bahwa tahap perencanaan dan implementasi tidak

boleh dipisahkan karena informasi yang diperoleh dari implementasi

kegiatan dapat dimanfaatkan kembali sebagai umpan balik (feedback)

untuk penyempurnaan rencana yang telah dibuat.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -13


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Demikian pula, untuk setiap langkah pengelolaan dari mulai

alternatif kegiatan hingga implementasi kegiatan perlu dilakukan

monitoring dan evaluasi (review). Hal ini diperlukan sebagai umpan balik

bertahap. Kegiatan yang diusulkan dalam rencana disamping mendukung

pencapaian tujuan kegiatan pengelolaan DAS, juga harus memberikan

gambaran yang jelas tentang :

a) Fungsi dan kedudukan kegiatan dalam konteks pengelolaan DAS.

b) Manfaat yang diperoleh dengan dilakukannya kegiatan.

c) Kurun waktu yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan.

d) Cakupan wilayah untuk pelaksanaan kegiatan.

e) Pelaksana kegiatan dan kelembagaan yang diperlukan.

f) Pembiayaan termasuk sarana dan prasara yang diperlukan.

g) Ketatalaksanaan/organisasi dan mekanisme pelaksanaan kegiatan

Rencana kegiatan tersebut terinci pada masing- masing program dengan

skala prioritas yang jelas, dipilih sesuai dengan permasalahan yang

menonjol pada DAS yang bersangkutan. Misalnya kegiatan untuk

pengelolaan ruang, lahan dan vegetasi, kegiatan untuk menunjang

pengelolaan sumberdaya air (water resources management), dan kegiatan

untuk pemberdayaan dan partisipasi masyarakat (empowering and public

participation).

Dalam penyusunan rencana kegiatan pengelolaan DAS perlu

mengintegrasikan dengan rencana tata ruang dan penatagunaan tanah,

mempertimbangkan hubungan daerah hulu dan daerah hilir, serta aspek

penanggungan biaya bersama (cost sharing). Seperti telah dikemukakan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -14


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

di muka bahwa batas ekosistem DAS tidak selalu sama (coincided)

dengan batas administratif. Satu wilayah administratif secara geografis

dapat terletak pada satu wilayah DAS atau sebaliknya.

Apabila hal ini terjadi, diperlukan identifikasi tentang wilayah

administratif yang termasuk/tidak termasuk dalam DAS yang menjadi

kajian. Disamping itu, adanya keterkaitan biofisik antara hulu dan hilir DAS

perlu juga dilakukan identifikasi, penentuan lokasi, kategori dan bentuk

aktifitas pihak - pihak yang berkepentingan dalam suatu DAS.

Selanjutnya, dirumuskan kebijakan pengelolaan DAS yang telah

mempertimbangkan mekanisme, regulasi dan pengaturan kelembagaan

yang akan menerapkan prinsip-prinsip insentif dan disinsentif terhadap

pihak - pihak yang berkepentingan sesuai dengan kategori dan

kedudukannya dalam perspektif prinsip pembiayaan bersama (cost

sharing principle).

Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan konservasi tanah dan air

di bagian hulu DAS dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan

adanya biaya dari pihak - pihak yang berkepentingan yang mendapat

manfaat sebagai akibat adanya kegiatan tersebut. Dengan mekanisme ini

terjadi interaksi di antara pihak - pihak yang berkepentingan di daerah

hulu, tengah dan hilir DAS.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -15


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Gambar 3.2 Proses Berulang (Iterative Process) Perencanaan


Pengelolaan DAS

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -16


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Gambar 3.3 Diagram Alir Garis Besar Identifikasi Permasalahan DAS

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -17


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Gambar 3.4 Proses Perencanaan Pengelolaan DAS

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -18


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

3.7. Daya Dukung Lingkungan ( DDL)

Daya dukung berasal dari kata daya dan dukung. Pengertian daya

adalah kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak,

sedangkan dukung diartikan menyokong, membantu atau menunjang.

Dalam konsep Carrying Capacity (William. E. Rees, 1993: 1)

Kehidupan Manusia tergantung pada ekosistem yang sehat yang

menyediakan sumber daya penopang kehidupan dan menyerap barang

sisa. Bagaimanapun arus pertumbuhan dan pola konsumsi mendatangkan

peningkatan tekanan dalam ekosistem. Penurunan lingkungan, kerugian

biodiversitas, penebangan hutan dan gangguan sistem sosial dan ekonomi

adalah tanda bahwa ekosistem tertekan Terancamnya ekosistem oleh

penggunaan sumber daya berlebih dan barang sisa yang berlebih

dibandingkan daya serap, secara tiba-tiba akan mengganggu sistem dari

ekosistem baik secara besar atau kecil.

Ini menyiratkan terdapat tingkatan ambang batas dari tekanan

wilayah yang menunjukkan gangguan pada sistem ekosistem. Konsep

yang digunakan untuk memahami batas kritis dan ambang batas (daya

dukung) diasumsikan bahwa terdapat jumlah batas dari manusia yang

dapat didukung tanpa penurunan lingkungan alam dan sosial, system

ekonomi dan budaya. Gangguan faktor ekologis, ekonomi, dan sosial dari

ekosistem akan menimbulkan konsekuensi ekonomi dan sosial.

Begitu juga dengan perubahan pokok dalam ekonomi dan kondisi

sosial akan menunjukkan perubahan dalam ekosistem. Secara umum

terdapat kekurangan dari pengetahuan mengenai fungsi ekosistem dan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -19


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

batas ekologi serta aktivitas sosial (daya dukung) dan menunjukkan pada

besarnya penerimaan dan prinsip pencegahan dan digunakan untuk

membimbing kebijakan dan aksi.

3.8. Erosi

Erosi adalah suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau

bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, baik

disebabkan oleh pergerakan air atau angin (Arsyad, 1983). Proses

hidrologi secara langsung dan tidak langsung akan berhubungan dengan

terjadinya erosi, transpor sedimen, deposisi sedimen di daerah hilir, serta

mempengaruhi karakteristik fisik, biologi, dan kimia. Terjadinya erosi

ditentukan oleh faktor-faktor iklim (intensitas hujan), topografi, karakteristik

tanah, vegetasi penutup tanah, dan tata guna lahan.

3.8.1. Proses Erosi

Proses erosi bermula dengan terjadinya penghancuran agregat

tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih

besar daripada daya tahan tanah. Pada saat hujan mengenai kulit bumi,

maka secara langsung akan menyebabkan hancurnya agregat tanah.

Penghancuran dari agregat tanah dipercepat dengan adanya daya

penghancuran dan daya urai dari air itu sendiri. Hancuran agregat tanah

ini akan menyumbat pori-pori tanah, kemudian kapasitas infiltrasi tanah

akan menurun dan mengakibatkan air mengalir dipermukaan dan disebut

sebagai limpasan permukaan. Limpasan permukaan mempunyai energi

untuk mengikis dan mengangkut partikel tanah yang telah hancur.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -20


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu lagi

mengangkut bahan-bahan hancuran tersebut, maka bahan-bahan ini akan

diendapkan. Dengan demikian 3 bagian yang berurutan, yaitu :

1. Pengelupasan (detachment);

2. Pengangkutan (transportation);

3. Pengendapan (sedimentation)

3.8.2. Klasifikasi Erosi

Para pakar konservasi tanah pada mulanya mengklasifikasikan

erosi berdasarkan bentuknya, yaitu :

a) Erosi Lembar (sheet erosion);

b) Erosi Alur (riil erosion);

c) Erosi Selokan (gully erosion).

Erosi lembar ditandai dengan pengikisan permukaan kulit bumi

secara merata, dan gejala ini sulit dikenal sehingga baru diketahui dalam

waktu yang lama. Jika air yang mengalir pada permukaan terkumpul

dalam jumlah yang cukup banyak pada suatu tempat akan menyebabkan

tanah yang tererosi dari tempat terkumpulnya air tersebut lebih besar

daripada erosi tempat lain. Sehingga akhirnya membentuk selokan-

selokan kecil (alur), dan gejala ini disebut Erosi Alur. Jika alur yang yang

terbentuk semakin besar menjadi selokan, maka gejala erosinya disebut

Erosi Selokan. Perbedaan antara erosi alur dan erosi selokan terletak
YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -21
BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

pada ukuran dan keterlanjutannya. Erosi alur masih bisa diperbaiki

dengan pengolahan tanah, sedangkan erosi selokan tidak mungkin lagi.

Klasifikasi tersebut diatas saat sekarang dirasa kurang sesuai,

karena dalam klasifikasi tersebut tidak memperhitungkan kekurangan

agregat yang terjadi karena pukulan air hujan. Pukulan air hujan

merupakan fase pertama dan terpenting dari erosi (Hudson,1976). Lebih

lanjut sebenarnya hampir tidak ada kenyataan yang menunjukkan bahwa

limpasan permukaan mempunyai kedalaman dan kekuatan yang sama

pada semua tempat sehingga mengikis permukaan bumi secara merata

(sheet). Oleh karena itu Morgan (1979) membedakan bentuk erosi

menjadi :

a) Erosi Percikan (splash erosion);

b) Erosi Limpasan Permukaan (overland flow / surface run off


erosion);

c) Erosi Alur (riil erosion);

d) Erosi Selokan (gully erosion).

Pengamatan di Indonesia, disamping keempat bentuk tersebut

ternyata sering kali juga terjadi perpindahan massa tanah secara

bersama-sama. Kejadian ini terutama terjadi pada tanah dengan lapisan

atas yang sangat dangkal, atau terletak diatas lapisan tanah yang tidak

tembus air, dan juga pada teras yang baru dibangun. Proses ini oleh

Carson dan Utomo (1986) disebut erosi massa (mass wasting) untuk

membedakan dengan tanah longsor. Disamping kelima bentuk tersebut,

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -22


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

ada bentuk khusus erosi yaitu tanah longsor (land slide) dan erosi yang

terjadi pada tebing sungai, danau atau laut (stream bank erosion)

(Utomo,1994 : 19-20).

3.8.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi

Erosi terjadi melalui proses penghancuran/pengikisan,

pengangkutan dan pengendapan. Dengan demikian intensitas erosi

ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi ketiga proses tersebut.

Hudson (1976) melihat erosi dari dua segi yaitu faktor penyebab, yang

dinyatakan dalam erosivitas, dan faktor tanah yang dinyatakan dalam

erodibilitas. Jadi kalau dinyatakan dalam fungsi maka :

E = f { Erosivitas , Erodibilitas}

Di alam, proses erosi tidak sederhana hasil kali erosivitas dan

erodibilitas saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kedua variabel tersebut. Erosivitas dalam erosi air

merupakan manivestasi hujan, dipengaruhi oleh adanya vegetasi dan

kemiringan, dan erodibilitas juga dipengaruhi oleh adanya vegetasi. Dan

akhirnya aktivitas manusia tentunya juga sangat mempengaruhi faktor-

faktor tersebut. Oleh karena itu dapat dikemukakan pula bahwa erosi

adalah fungsi dari hujan (H), Tanah (T), Kemiringan (K), Vegetasi (V), dan

Manusia (M). Jadi apabila dinyatakan dalam fungsi, maka :

E = f {H,T,K,V,M}

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -23


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Artinya erosi akan dipengaruhi oleh sifat hujan, tanah, derajat dan

panjang lereng, adanya penutup tanah yang berupa vegetasi dan aktivitas

manusia dalam hubungannya dengan pemakaian tanah.

3.8.4. Dampak Umum Terjadinya Erosi

Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan

baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah

untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan

diendapkan di dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi, diatas tanah

pertanian, dan sebagainya. Secara rinci dampak erosi disajikan pada

Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Dampak Erosi Tanah


Bentuk Dampak di Tempat Dampak di Luar
Dampak Kejadian Erosi Tempat Kejadian

Langsung - Kehilangan lapisan tanah yang - Pelumpuran dan pen dang


baik bagi berjang karnya akar kalan waduk, sungai,
tanaman. saluran dan badan air
- Kehilangan unsur hara dan ke- lainnya
rusakan struktur tanah. - Timbulnya lahan pertanian,
- Peningkatan penggunaan ener jalan dan bangunan
gi untuk produksi. lainnya.
- Kemerosotan produktivitas ta - Menghilangnya mata air dan
nah atau bahkan menjadi tidak memburuknya kualitas air.
dapat dipergunakan untuk - Kerusakan ekosistem perair
berproduksi. an(tempat bertelur ikan,
- Kerusakan bengunan konserva terumbu karang, dsb)
si dan bangunan lainnya. - Meningkatnya frekuensi dan
- Pemiskinan petanai pengga masa kekeringan.
rap/pemilik tanah.

Tidak - Timbulnya dorongan / tekanan - Kerugian oleh pendeknya


Langsung untuk membuka lahan baru. umur waduk

- Timbulnya keperluan akan per - Meningkatnya frekuensi dan


baikan lahan dan bangun an besarnya banjir
yang rusak

Sumber : Arsyad, 2000

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -24


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

3.8.5. Pendugaan Laju Erosi

Pengukuran dan pendugaan erosi sulit untuk dilakukan dengan

tepat karena proses kejadian dan faktor yang mempengaruhinya sangat

kompleks. Tetapi dengan beberapa asumsi dan penyederhanaan,

pengukuran dan pendugaan erosi dapat dilakukan dengan tingkat

pendekatan yang bisa diterima. Ada berbagai macam cara pengamatan

atau pengukuran erosi yang terjadi, antara lain dengan pengamatan

langsung di lapangan, interpretasi peta topografi dan foto udara serta

pengukuran langsung dengan percobaan. Dalam studi ini, dalam

menentukan besarnya laju erosi menggunakan metode MUSLE (Modified

Universal Soil Loss Equation).

3.8.5.1. Pendugaan Laju Erosi Berdasarkan Metode MUSLE/ PUKT

Untuk memperkirakan besarnya erosi dalam studi ini menggunakan

metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) atau MPUKT

(Modifikasi Persamaan Umum Kehilangan Tanah). Metode ini merupakan

modifikasi dari USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT

(Persamaan Umum Kehilangan Tanah) yang dikembangkan oleh Williams

(1995).

Metode USLE dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1965,

1978) dimana USLE memperkirakan besarnya erosi rata-rata tahunan

secara kasar dengan menggunakan pendekatan dari fungsi energi hujan,

sedangkan pada metode MUSLE faktor energi curah hujan ini digantikan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -25


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

dengan faktor limpasan permukaan, sehingga besarnya perkiraan hasil

sedimen menjadi lebih besar dan tidak memerlukan perhitungan nisbah

pelepasan sedimen (SDR). Perhitungan SDR ini tidak diperlukan dalam

perhitungan perkiraan hasil sedimen dengan MUSLE, karena faktor

limpasan permukaan menghasilkan energi yang digunakan dalam proses

pelepasan dan pengangkutan sedimen.

Adapun persamaan MUSLE (William, 1975) adalah sebagai berikut

: A = Rw x K x L x S x C x P

Dimana :

A = Besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan (ton/ha)

Rw = Indeks erosivitas limpasan permukaan (mm).

K = Indeks erodibilitas tanah.

L = Faktor panjang lereng.

S = Faktor kemiringan lereng.

C = Faktor tanaman/ faktor vegetasi penutup tanah.

P = Faktor tindakan pengelolaan tanaman.

3.8.5.2. Indeks Erosivitas Limpasan Permukaan (Rw)

Erosivitas merupakan kemampuan hujan untuk menyebabkan

terjadinya erosi. Untuk menghitung indeks erosivitas membutuhkan data

curah hujan yang diperoleh dari stasiun pencatatan hujan. Ada 2 macam

alat pencatat hujan yaitu alat pencatatan hujan otomatis dan alat

pencatatan hujan manual/sederhana. Pada alat pencatatan hujan

otomatis, kenaikan curah hujan dicatat sebagai fungsi waktu pada kertas

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -26


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

grafik yang diganti tiap hari/minggu/bulan, intensitas didapat dari tingkat

perubahan jumlah hujan yang tercatat. Pada alat pencatatan manual, data

intensitas curah hujan didapat dari membagi jumlah hujan dengan

lamanya kejadian hujan.

Indeks erosivitas untuk pendugaan besarnya laju erosi dapat dihitung

dengan analisa Rw menurut Williams. Rumus ini digunakan pada daerah

aliran yang cukup luas, selama erosi juga terjadi pengendapan dalam

proses pengangkutan. Hasil endapan dipengaruhi oleh limpasan

permukaan. Dalam rumus ini, William mengadakan Modifikasi PUKT untuk

menduga hasil endapan dari setiap kejadian limpasan permukaan dengan

cara mengganti indeks erosivitas (R) dengan erosivitas limpasan

permukaan (Rw).

Rw = 9,05 . (Vo. Qp)0,56

Dimana:

Vo = R . exp (-Rc / Ro)

Rc = 1000 . Ms . BD . RD . (Et / Eo)0,50

Ro = R / Rn

Dengan :

Rw = Indeks erosivitas limpasan permukaan (m2/jam)

Vo = Volume limpasan permukaan (m3/ha)

Qp = Laju maksimum aliran air permukaan (m3/det/ha)

R = Jumlah curah hujan bulanan


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -27
BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Ro = Hujan satuan (mm)

Ms = Kandungan lengas pada kapasitas lapang (%)

BD = Berat jenis volume lapisan tanah atas (mg3/m)

RD = Kedalaman perakaran efektif (m), didefinisikan sebagai lapisan


Impermeable. Besarnya ditentukan sebagai berikut :

- Untuk tanaman pohon, tanaman kayu = 0,10


- Untuk tanaman semusim dan rumput = 0.05
Et/Eto = Perbandingan evapotranspirasi actual (Et) dengan
Evapotraspirasi potensial

Rn = Jumlah hari hujan bulanan

3.8.5.3. Indeks Erodibilitas (K)

Erodibilitas tanah adalah kemudahan/kepekaan tanah untuk

tererosi. Dimana masing-masing tanah mempunyai ketahanan yang

berbeda terhadap erosi. Jadi tanah yang memiliki nilai erodibilitas (K) yang

tinggi dengan curah hujan yang sama, akan lebih mudah tererosi daripada

tanah dengan tingkat erodibilitas (K) rendah.

Nilai erodibilitas suatu tanah ditentukan oleh :

1. Ketahanan tanah terhadap gaya rusak dari luar.

2. Kemampuan tanah untuk menyerap air.

Tanah dengan partikel tanah yang berukuran besar akan tahan

terhadap erosi karena sukar diangkut, demikian juga tanah yang

didominasi oleh partikel yang berukuran halus, sebab adanya pengikatan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -28


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

oleh bahan semen. Sedangkan tanah yang mudah tererosi adalah tanah

berdebu dan pasir halus.

Kemampuan tanah untuk menyerap air dipengaruhi oleh kapasitas

infiltrasi, permeabilitas tanah dan ruang pori tanah besar, maka tanah

mampu menyerap air dalam jumlah besar.

Pendugaan besarnya indeks erodibilitas berdasarkan jenis tanah.

Nilai erodibilitas yang diperoleh pada tabel berdasarkan penelitian

terhadap berbagai jenis tanah ke tekstur tanah tertera pada tabel dibawah

ini :

Tabel 3.2. Tabel Konversi Jenis Tanah Ke Tekstur Tanah


No Jenis Tanah Tekstur Tanah
1 Latosol Halus (kandungan liat > 60%)
2 Andosol Sedang
3 Regosol (Grumusol) Halus (kandungan liat > 30%)
4 Aluvial Halus – kasar
5 Glei Humus Halus
Sumber : Hardjowigeno, 1995

Tabel 3.3. Tabel Nilai MS, ρb dan K pada berbagai macam tekstur
tanah
MS ρb K RD
Tekstur Tanah -3 -1
% w/w Mg m gj m
Liat (clay) 45 1.1 0.02 *)
Lempung berliat 40 1.3 0.4
Liat berdebu 30 - -
Lempung berpasir 28 1.2 0.3
Lempung berdebu 25 1.3 -
Lempung 20 1.3 -
Pasir halus 15 1.4 0.2
Pasir halus 8 1.5 0.7
Sumber : Utomo, 1994

Keterangan :
*) Nilai RD dapat digunakan 0.05 m untuk rumput dan padi-padian;
0.10 m untuk tanaman keras

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -29


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Pembagian kelas tanah berdasarkan kriteria ukuran partikel

tanahnya dapat berbeda-beda sesuai dengan kelas tekstur seri tanahnya,

ringkasannya dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Klas Tekstur Untuk rupa dan Seri Tanah

No Kelas Tekstur Kelas Tekstur Seri


Rupa
1 Kasar Pasir, pasir berlempung
2 Agak Kasar Lempung berpasir
3 Sedang Lempung, lempung berdebu, debu
4 Agak Halus Lempung liat berpasir, lempung liat, lempung liat berdebu
5 Halus Liat berpasir, liat berdebu, liat
Sumber : Hardjowigeno, 1995

Tabel 3. 5. Nilai C dan Et/Eo beberapa macam tanaman untuk model


MMF
Tanaman A (%) C Et/Eo
Padi Sawah - 0.1 - 0.2 1.35
Wheat 43 0.1 - 0.2 0.6
Jagung 25 0.2 0.67 - 0.70
Cassava - 0.4 - 0.9 0.62
Kentang 12 0.2 - 0.3 0.70 - 0.80
Beans 20 - 25 0.2 - 0.4 0.62 - 0.69
Kacang Tanah 25 0.2 - 0.8 0.50 - 0.87
The - 0.1 - 0.3 0.85 - 1.00
Karet 20 – 30 0.2 0.9
Kelapa sawit 30 0.1 - 0.30 1.2
Rumput prairie 25 – 40 0.01 - 0.10 0.80 - 0.95
Hutan 25 – 30 0.011 - 0.002 0.90 - 1.00
Tanah bero 0 1 0.05
Sumber : Hardjowigeno, 1995

3.8.6. Faktor Pengelolaan Tanaman (C)

Indeks pengelolaan tanaman (C) dapat diartikan sebagai rasio

tanah yang tererosi pada suatu jenis pengelolaan tanaman pada sebidang

lahan terhadap tanah yang tererosi pada lahan yang sama tanpa ada

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -30


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

tanaman. Nilai C untuk suatu jenis pengelolaan tanaman tergantung dari

jenis, kombinasi, kerapatan, panen dan rotasi tanaman. Vegetasi yang

tumbuh pada suatu lahan dapat bervariasi sesuai dengan pola tata tanam

dan masa pertumbuhan tanaman, sehingga SWAT merubah CUSLE

dengan persamaan sebagai berikut :

 
C MUSLE  expln(0.8)  ln C MUSLE ,mn  exp  0.00115  rsd surf  lnC MUSLE ,mn 

dengan :
C MUSLE ,mn = nilai minimum faktor pengelolaan tanaman

rsd surf
= jumlah residue (mulsa, sisa-sisa tanaman) di permukaan tanah
(kg/ha)
Nilai minimum faktor pengelolaan tanaman dapat dihitung dari nilai

rata-rata tahunan faktor C dengan menggunakan persamaan (Arnold and

Williams, 1995) :

C MUSLE ,mn  1.463  ln CUSLE ,aa   0.1034

dengan :

C MUSLE ,aa = nilai rata-rata tahunan faktor C

Pada Tabel 3.6. ditunjukkan beberapa angka C yang diperoleh dari

hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah, Bogor. Pada penelitian tersebut,

pengelolaan tanaman, pemilihan bibit, pengolahan tanah, waktu tanam,

dan pemeliharaan semuanya sesuai dengan anjuran Dinas Pertanian.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -31


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Tabel 3.6. Nilai C untuk berbagai jenis tanaman dan pengelolaan


tanaman
Jenis tanaman/tataguna lahan Nilai C
Tanaman rumput (Brachiaria sp.) 0,290
Tanaman kacang jogo 0,161
Tanaman Gandum 0,242
Tanaman ubi kayu 0,363
Tanaman kedelai 0,399
Tanaman serai wangi 0,434
Tanaman padi lahan kering 0,560
Tanaman padi lahan basah 0,010
Tanaman jagung 0,637
Tanaman jahe, cabe 0,900
Pola tanam berurutan 0,398
Pola tanam tumpang gilir + mulsa sisa tanaman 0,357
Kebun campuran 0,200
Ladang berpindah 0,400
Tanah kosong diolah 1,000
Tanah kosong tidak diolah 0,950
Hutan tidak terganggu 0,001
Semak tidak terganggu 0,010
Alang-alang permanen 0,020
Sengon disertai semak 0,012
Sengon tidak disertai semak dan tanpa seresah 1,000
Pohon tanpa semak 0,320
Sumber : Abdurachman dkk., 1984

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -32


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Tabel 3.7. Nilai faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah di


Jawa
Teknik Konservasi Tanah Nilai P
Teras bangku :
a. baik 0,20
b. jelek 0,35
Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai 0,06
Teras bangku : sorghum-sorghum 0,02
Teras tradisional 0,40
Teras gulud : padi-jagung 0,01
Teras gulud : ketela pohon 0,06
Teras gulud : jagung-kacang + mulsa sisa tanaman 0,01
Teras gulud : kacang kedelai 0,11
Tanaman dalam kontur :
a. kemiringan 0-8 % 0,50
b. kemiringan 9-20 % 0,75
c. kemiringan >20 % 0,90
Tanaman dlm. jalur-jalur : jagung-kacang tanah + 0,05
mulsa
Mulsa limbah jerami : 0,30
a. 6 ton/ha/tahun 0,50
b. 3 ton/ha/tahun 0,80
c. 1 ton/ha/tahun
Tanaman perkebunan : 0,10
a. disertai penutup tanah rapat 0,50
b. disertai penutup tanah sedang
Padang rumput : 0,04
a. baik 0,40
b. jelek
Sumber : Abdurachman dkk., 1984

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -33


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

3.8.7 Faktor Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Tanah (P)

Faktor tindakan konservasi adalah nisbah antara besarnya erosi

dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya

erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi (Suripin, 2002 : 80). Efektifitas

tindakan konservasi dalam mengendalikan erosi tergantung pada panjang

dan kemiringan lereng. Morgan (1988) dalam Suripin (2002) menyatakan

bahwa pencangkulan dan penanaman searah kontur dapat mengurangi

erosi tanah pada lahan yang miring, sampai 50% dibandingkan dengan

penanaman ke arah atas-bawah. Nilai faktor P, dapat dilihat pada Tabel

3.8. berikut :

Tabel 3.8. Nilai C untuk berbagai jenis tanaman dan pengelolaan


tanaman
Jenis tanaman/tataguna lahan Nilai C
Tanaman rumput (Brachiaria sp.) 0,290
Tanaman kacang jogo 0,161
Tanaman Gandum 0,242
Tanaman ubi kayu 0,363
Tanaman kedelai 0,399
Tanaman serai wangi 0,434
Tanaman padi lahan kering 0,560
Tanaman padi lahan basah 0,010
Tanaman jagung 0,637
Tanaman jahe, cabe 0,900
Pola tanam berurutan 0,398
Pola tanam tumpang gilir + mulsa sisa tanaman 0,357
Kebun campuran 0,200
Ladang berpindah 0,400
Tanah kosong diolah 1,000
Tanah kosong tidak diolah 0,950
Hutan tidak terganggu 0,001
Semak tidak terganggu 0,010
Alang-alang permanen 0,020
Sengon disertai semak 0,012
Sengon tidak disertai semak dan tanpa seresah 1,000
Pohon tanpa semak 0,320
Sumber : Abdurachman dkk., 1984

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -34


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Tabel 3.9. Nilai faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah di


Jawa
Teknik Konservasi Tanah Nilai P
Teras bangku :
a. baik 0,20
b. jelek 0,35
Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai 0,06
Teras bangku : sorghum-sorghum 0,02
Teras tradisional 0,40
Teras gulud : padi-jagung 0,01
Teras gulud : ketela pohon 0,06
Teras gulud : jagung-kacang + mulsa sisa tanaman 0,01
Teras gulud : kacang kedelai 0,11
Tanaman dalam kontur :
a. kemiringan 0-8 % 0,50
b. kemiringan 9-20 % 0,75
c. kemiringan >20 % 0,90
Tanaman dlm. jalur-jalur : jagung-kacang tanah + 0,05
mulsa
Mulsa limbah jerami : 0,30
a. 6 ton/ha/tahun 0,50
b. 3 ton/ha/tahun 0,80
c. 1 ton/ha/tahun
Tanaman perkebunan : 0,10
a. disertai penutup tanah rapat 0,50
b. disertai penutup tanah sedang
Padang rumput : 0,04
a. baik 0,40
b. jelek
Sumber : Abdurachman dkk., 1984

3.8.8 Faktor Topografi Panjang lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)

Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh

panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng

mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi

dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen. Pada umumnya,

kemiringan lereng diperlakukan sebagai faktor yang seragam. Besarnya

nilai LS (faktor topografi) dihitung dengan menggunakan rumus (Anonim,

2002 : 222)

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -35


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

LS MUSLE
L 
 
  hill   65.41  sin 2  hill   4.56  sin  hill  0.065
 22.1 
dengan :

Lhill = panjang lereng (m)

m = syarat eksponensial

 hill = sudut lereng

Syarat eksponensial m dihitung dengan :

m  0.6  1  exp 35.835  slp

dengan :

slp = kemiringan lereng HRU (Hydrologic Response Unit)

= tan  hill

3.9. Batas Laju Erosi Yang Diperbolehkan

Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat

diperbolehkan atau ditoleransikan adalah perlu, karena tidaklah mungkin

menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk

pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng. Erosi yang

diperbolehkan adalah kecepatan erosi yang masih berada dibawah laju

pembentukan tanah. Terjadinya erosi pada suatu lahan tidak dapat

dihentikan sehingga tidak terjadi erosi sama sekali. Pengendalian erosi

yang dilakukan dimaksudkan agar erosi yang terjadi tidak mengganggu

keseimbangan alam.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -36


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Menurut Arsyad, dengan menggunakan nisbah nilai untuk berbagai

sifat dan stratum tanah, maka untuk tanah di Indonesia disarankan nilai

erosi yang diperbolehkan (T), disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 3.10 Pedoman Penetapan Nilai T untuk Tanah-Tanah di Indonesia

Nilai T
No. Sifat Tanah dan SubStratum
(mm/th)

1 Tanah sangat dangkal di atas batuan 0,0

Tanah sangat dangkal di atas batuan telah melapuk


2 0,4
(tidak terkonsolidasi)

3 Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk 0,8

Tanah dengan kedalaman sedang di atas bahan telah


4 1,2
melapuk

Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang kedap


5 1,4
air di atas substrata yang telah melapuk

Tanah yang dalam dengan lapisan bawah


6 berpermeabilitas lambat, di atas substrata yang telah 1,6
melapuk

Tanah yang dalam dengan lapisan bawah


7 berpermeabilitas sedang, di atas substrata yang telah 2,0
melapuk

Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang


8 2,5
permeabel, di atas substrata yang telah melapuk

Sumber : Arsyad, 2000 : 244

Hasil penelitian Hardjowigeno (1987) dapat ditetapkan besarnya T

maksimum untuk tanah-tanah di Indonesia adalah 2,5 mm per tahun, yaitu

untuk tanah dalam dengan lapisan bawah (subsoil) yang permeabel

dengan substratum yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami

pelapukan). Tanah-tanah yang kedalamannya kurang atau sifat-sifat

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -37


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak di atas substratum yang

belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm per tahun (Arsyad

2000 : 239).

3.9.1. Indeks Bahaya Erosi

Besarnya nilai bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Bahaya

Erosi, yang didefinisikan sebagai berikut (Hammer 1981 dalam Arsyad

2000 : 274) :

ErosiPotensial (ton / ha / tahun)


Indeks Bahaya Erosi =
T (ton / ha / tahun)

Dengan T adalah besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan.

Indeks bahaya erosi dapat ditentukan sebagaimana tertera pada Tabel

3.11.

Tabel 3.11 Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (Hammer, 1981)

Nilai Indeks Bahaya Erosi Harkat


< 1,0 Rendah
1,01 – 4,0 Sedang
4,01 – 10,0 Tinggi
> 10,01 Sangat Tinggi
Sumber : Arsyad, 2000 : 275

3. 10. Bangunan Pengendali Erosi

Usaha untuk memperlambat proses sedimentasi antara lain dengan

mengadakan pekerjaan teknik sipil untuk mengendalikan gerakannya

menuju bagian sungai dibagian hilirnya. Adapun pekerjaannya adalah

berupa pembangunan bendungan penahan ( check dam, kantong lahar,

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -38


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

bendung pengatur, bending konsolidasi serta pekerjaa normalisasi alur

sungai ( chennel work) dan pekerjaan pengendalian erosi di lereng-lereng

pegunungan ( hill side work).

Kegiatan yang biasa dilakukan dalam rangka konservasi lahan

antara lain dengan cara membangun sederet bending-bendung pengatur

yang biasanya dengan konstruksi dari beton, pasangan batu atau

bronjong kawat. Selanjutnya disebelah hulu bendung tersebut akan terisi

bahan sedimen yang terangkut oleh air dari hulunya, sehingga

terbentuklah terap-terap dan proses penurunan dasar alur dapat dicegah.

Secara umum check dam memiliki beberapa fungsi, antara lain :

o Meembentuk kemiringan dasar sungai kecil sehingga mencegah

erosi vertical dari dasar sungai.

o Mengatur aliran sungai sedemikian rupa sehingga mencegah

erosi dari dasar sungai.

o Menampung pasir dan kerikil untuk mengendalikan dan

mengatur jumlah pasir dan kerikil (sedimen) yang dibawa oleh

aliran air.

Penentuan letak / lokasi kedudukan check dam berdasarkan pada

tujuan pembangunannya adalah sebagai berikut :

 Untuk tujuan pencegahan terjadinya sedimentasi yang mendadak

dengan jumlah sangat besar yang timbul akibat terjadinya tanah

longsor, sedimen luruh, banjir lahar dan lain-lain, maka letak/lokasi

check dam direncanakan pada lokasi sebelah hilir dan daerah sumber

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -39


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

sedimen yang labil tersebut, yaitu pada alur sungai yang dalam, agar

dasar sungai naik dengan adanya check dam tersebut.

 Untuk tujuan pencegahan terjadinya penurunan dasar sungai,

lokasi/letak dam direncanakan penempatannya di sebelah hilir dan ruas

sungai tersebut.

Apabila ruas sungai tersebut cukup panjang, maka diperlukan beberapa

buah check dam yang dibangun secara berurutan membentuk turap-

turap sedemikian, sehingga pondasi dam yang lebih dulu dapat

tertimbun oleh tumpukan sedimen yang tertahan oleh check dam di

hilirnya.

 Untuk tujuan memperoleh kapasitas tamping yang besar, maka tempat

kedudukan dam supaya disuhakan pada lokasi di sebelah hilir ruas

sungai yang lebar, sehingga dapat terbentuk semacam kantong.

Kadang-kadang dam ditempatkan pada sungai utama di sebelah hilir

muara anak-anak sungai yang biasanya berupa sungai arus deras

dapat berfungsi sebagai dam untuk penahan sedimen baik pada

seungai utama maupun pada anak sungainya.

Selain bebrapa hal tersebut diatas, dasar perencanaan untuk

penetuan titik dasar (basic point ) check dam adalah sebagai berikut :

o Prinsip Bangunan Check Dam

Bangunan ini direncanakan pada daerah erosi vertical dari alur sungai.

Fungsi check dam adalah untuk menahan material dan mencegah

erosi. Dalam kasus erosi vertical sepanjang alur sungai, bangunan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -40


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

check dam digunakan untuk membuang sedimen yang merusak

daerah sasaran.

o Titik Dasar ( Basic Point ) Perencanaan Check Dam

Titik dasar untuk perencanaan check dam adalah suatu titik batas

untuk menentukan jumlah sedimen yang dibicarakan dan yang

diijinkan. Titik dasar harus diletakkan sedemikian agar dapat mudah

untuk merumuskan perencanaan. Misalnya titik paling akhir pada

suatu alur sungai, titik pertemuan sungai sampai sector perbaikan

sungai.

Dalam pemilihan lokasi disebelah hilir pertemuan dua sungai akan

lebih efektif untuk kedua sungai tersebut dalam waktu bersamaan.

Dalam hal tertentu, jika salah satu dari keduanya lebih rusak maka

pembangunan dilakukan pada bagian yang parah. Maka

pembangunan harus disebleah hulu titik pertemua.

o Estimasi Sedimen untuk Perencanaan Check Dam.

Jumlah sedimen yang dihasilkan di daerah sasaran harus diestimasi

sebagai jumlah material / sedimentasi. Jumlah estimasi tersebut akan

menjadi patokan mendasar dari perencanaan check dam.

o Jumlah Aliran Sedimen yang Diijinkan

Jumlah material sedimen yang diijinkan didefinisikan sebagai sejumlah

materal yang mengalir menuju hilir sengai tanpa membuat kerusakan

dan alur sungai tertap terjaga dalam kondisi yang aman dan stabil.

o Jumlah Kelebihan Aliran Sedimen.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -41


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Jumlah kelebihan aliran sedimen pada suatu titik tertentu pada

perencanaan check dam ditentukan sebagai jumlah yang harus

dikendalikan di sebelah hulu titik tersebut. Hal ini dimaksudkan agar

sedimen yang melewati suatu titik dasar adalah jumlah material yang

diijinkan.

C. PENUTUP

1. Rangkuman

Wilayah pengelolaan DAS dari suatu wilayah DAS yang utuh

sebagai satu kesatuan ekosistem yang membentang dari hulu hingga hilir.

Penentuan sasaran wilayah DAS secara utuh ini dimaksudkan agar upaya

pengelolaan sumberdaya alam dapat dilakukan secara menyeluruh dan

terpadu berdasarkan satu kesatuan perencanaan yang telah

mempertimbangkan keterkaitan antar komponen-komponen penyusun

ekosistem DAS (biogeofisik dan sosekbud) termasuk pengaturan

kelembagaan dan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan yang

disebutkan terakhir berfungsi sebagai instrumen pengelolaan yang akan

menentukan apakah kegiatan yang dilakukan telah/tidak mencapai

sasaran.

2. Tugas dan Latihan

1. Mahasiswa menghitung debit limpasan yang terjadi dalam suatu DAS

dengan mengetahui penggunaan tata guna lahan dalam DAS tersebut.

2. Mengkaji apa yang menjadi penyebab terjadinya banjir pada bagian hilir

dalam suatu wilayah yang sering terjadi pada akhir-akhir ini.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -42


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

3. Bagaimana tindakan yang harus di buat perlakuan pada daerah bagian

hulu dengan adanya penyebab sering terjadinya banjir pada bagian

hilir.

3. Indikator Pencapaian

a. Mahasiswa mampu menyelenggarakan pengelolaan DAS dan

disesuaikan dengan perkembangan dan pergeseran paradigma dalam

melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan.

b. Mahasiswa mengetahui pedoman untuk pengelolaan DAS lintas

Propinsi, lintas Kabupaten/Kota maupun DAS dalam satu

Kabupaten/Kota.

c. Mahasiswa mampu di dalam pengelolaan DAS dengan menyesuaikan

kondisi dan tuntutan spesifik pada masing-masing wilayah dan

disesuaikan dengan kewenangan

1. Mahasiswa dapat mendesain suatu sistem

2. Mahasiswa dapat merumuskan suatu formulasi penyelesaian

masalah dalam sumber daya air.

D. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1987 Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah sebagai


Rencana Jangka Panjang, Kupang: Departemen Kehutanan
Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan

Anonim, 1998. “Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan


Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah DAS”, Jakarta :
Departemen Kehutanan (Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan).

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -43


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Bisri, Mohammad, 2009 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Malang :


Penerbit Percetakan CV. Asrori

Suripin. 2004. Pelestarian Sumberdaya Tanah Dan Air. Yogyakarta : ANDI

Sudjarwadi, 1987/1988 Sumber Daya Air, Jogyakarta : Proyek


Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama antar Universitas (Bank
Dunia XVII ) Universitas Gajah Mada.

Trie M. Sunaryo, Tjoek Waluyo, Aris Harnanto, 2004 Pengelolaan Sumber


Daya Air, Konsep & Penerapannya, Malang, Penerbit Bayu Media
Publising

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -44


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

BAB IV
SISTEM OPERASI DAN
PEMELIHARAAN HIDROLOGI

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 1


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

BAB IV
SISTEM OPERASI DAN
PEMELIHARAAN HIDROLOGI

A. PENDAHULUAN
Deskripsi Singkat

Dalam mata kuliah ini, Anda akan diajarkan tentang proses kejadian air

dalam setiap phase/tahapan siklus hidrologi. Untuk mempermudah

pemahaman dalam sistem hidrologi, maka dijelaskan dengan

menggunakan pendekatan neraca air dan model sederhana. Penerapan

neraca air dalam model dengan melalui model tangki untuk setiap tahapan

siklus hidrologi terutama pada aliran air terjadi di daratan, mulai dari hujan,

run-off, infiltrasi, interflow, base flow. Untuk mendekatkan Anda dengan

realitas, dalam mata kuliah ini akan diberikan contoh-contoh konkrit

penerapannya dan diberikan tugas-tugas.

Manfaat Materi Kuliah

 Mahasiswa mampu menjelaskan proses kejadian air dalam setiap

phase/elemen dalam siklus hidrologi

 Mahasiswa mampu membuat batas sistem dalam siklus hidrologi

 Mahasiswa mampu merancang skema model dari elemen siklus

hidrologi

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 2


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Tujuan Intruksional Umum


Setelah menyelesaikan mata muliah ini, Mahasiswa akan dapat
mengetahui siklus hidrologi, interaksi antara air tanah dengan air
permukaan, model hubungan hujan dan run-off ( aliran permukaan )

B. PENYAJIAN MATERI

4.1. Latar Belakang

Proses kejadian air pada suatu tempat penting untuk diketahui

mahasiswa, karena menjadi dasar dalam melakukan suatu pengelolaan

agar keberadaan air pada tempat tersebut bisa berkelanjutan. Tanpa

pengetahuan tentang proses kejadian air, maka mahasiswa tidak dapat

mengetahui pengaruh setiap pengelolaan air terhadap keberadaan air,

baik secara kuantitas maupun kualitas.

Demikian halnya dengan pengetahuan tentang fungsi air dalam

sistem alam sangat penting, karena dengan pengetahuan ini mahasiswa

dapat mengetahui dampak pengelolaan yang salah terhadap perubahan

sistem. Disamping itu, dengan pengetahuan tentang sistem keairan, maka

mahasiswa dapat melakukan suatu metode pengelolaan secara terstruktur

sehingga bisa lebih efisien dan efektif.

Dengan pengetahuan sistem, mahasiswa dapat membatasi sistem

dan melakukan tindakan pengelolaan secara fokus sesuai dengan

kebutuhan yang mendesak. Dalam materi ini akan dibahas tentang: siklus

hidrologi , neraca air, interaksi antara airtanah dan air permukaan serta

pemodelan hidrologi. Dalam siklus hidrologi akan dibahas tentang proses

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 3


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

kejadian air dalam setiap phase/elemen, sehingga mahasiswa dapat

mengetahui proses kejadian air dalam setiap phase tersebut.

Sedangkan dalam pemodelan hidrologi, dibahas tentang sistem

untuk setiap phase/elemen dalam sisklus hidrologi sehingga mahasiswa

dapat membatasi system dan merancang model secara sederhana

dengan mengaplikasikan persamaan neraca air. Karena mata kuliah ini

merupakan mata kuliah semester akhir dan sifatnya lanjutan, maka

diharapkan seperta mata kuliah ini pernah mengambil mata kuliah

hidrologi teknik.

4.2. Siklus hidrologi

Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km3 air: 97,5%

adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai

air sungai, air danau, airtanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk

uap di udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi (terjadi

penguapan, presipitasi dan engaliran keluar (outflow)). Air menguap ke

udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah

melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke

permukaan laut atau daratan.

Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke

udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan

yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian

akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap

dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke

permukaan tanah. Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 4


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

masuk ke dalam tanah (inflitrasi). Bagian lain yang merupakan kelebihan

akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke

daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke

laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke laut. Dalam

perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara.

Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke

sungai-sungai (disebut aliran intra : interflow). Tetapi sebagian besar akan

tersimpan sebagai airtanah (groundwater) yang akan keluar sedikit demi

sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-

daerah yang rendah (disebut groundwater runoff: limpasan air tanah).

Jadi sungai itu mengumpulkan 3 jenis limpasan, yakni (1) limpasan

permukaan (surface runoff), (2) aliran intra (interflow) dan (3) limpasan

airtanah (groundwater runoff) yang akhirnya akan mengalir ke laut.

Singkatnya ialah: uap dari laut dihembus ke atas daratan (kecuali

bagian yang telah jatuh sebagai presipitasi ke laut), jatuh ke daratan

sebagai presipitasi (sebagian jatuh langsung ke sungai-sungai dan

mengalir langsung ke laut). Sebagian dari hujan atau salju yang jatuh di

daratan menguap dan meningkatkan kadar uap di atas daratan. Bagian

yang lain mengalir ke sungai dan akhirnya ke laut. Seperti telah

dikemukakan di atas, sirkulasi yang kontinu antara air laut dan air daratan

berlangsung terus. Sirkulasi air ini disebut siklus hidrologi (hydrological

cycle).

Tetapi sirkulasi air ini tidak merata, karena kita melihat perbedaan

besar presipitasi dari tahun ke tahun, dari musim ke musim yang berikut

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 5


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

dan juga dari wilayah ke wilayah yang lain. Sirkulasi air ini dipengaruhi

oleh kondisi meteorology (suhu, tekanan atmosfir, angin dan lain-lain) dan

kondisi topografi; kondisi meteorologi adalah faktor-faktor yang

menentukan. Air permukaan tanah dan airtanah yang dibutuhkan untuk

kehidupan dan produksi adalah air yang terdapat dalam proses sirkulasi

ini. Jadi, jika sirkulasi ini tidak merata (hal mana memang terjadi

demikian), maka akan terjadi bermacam-macam kesulitan. Jika terjadi

sirkulasi yang lebih, seperti banjir, maka harus diadakan pengendalian

banjir.

Gbr. 4 -1 Siklus Hidrologi (Sosrodarsono dan Takeda, 1993).


Keterangan Gambar

1. Awan dan uap air di udara 10. Airtanah 18. Awan dan uap air
2. Hujan 11. Presipitasi 19. Evaporasi
3. Hujan es 12. Salju yang mencair 20. Evaporasi dari tanah
4. Salju 13. Lain-lain 21. Evaporasi dari sungai
5. Limpasan permukaan 14. Intersepsi 22. Evaporasi dari laut
6. Perkolasi 15. Evaporasi hujan yang 23. Pengamatan debit
7. Alat ukur salju sedang jatuh 24. Pengamatan kwalitas air
8. Alat ukur hujan 16. Evapotrasi 25. Pengamatan evaporasi
9. Sumur pengamatan 17. Transpirasi

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 6


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Jika terjadi sirkulasi yang kurang, maka kekurangan air ini harus

ditambah dalam suatu usaha pemanfaatan air. Berdasarkan hal-hal

tersebut di atas, maka berkembanglah ilmu Hidrologi, yakni ilmu yang

mempelajari sirkulasi air itu. Jadi dapat dikatakan, Hidrologi adalah ilmu

untuk mempelajari :

a. Presipitasi (precipitation)

b. Evaporasi dan transpirasi (evaporation)

c. Aliran permukaan (surface stream flow) dan

d. Airtanah (groundwater)

4.3. Siklus hidrologi dan Neraca Air (Kesetimbangan Air)

Secara sederhana hubungan antara komponen dalam siklus

hidrologi sebagai berikut :

Gambar 4.2. Skema Sirkulasi Air (Sosrodarsono dan Takeda, 1993).

Dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai hubungan antara

aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 7


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

suatu periode tertentu disebut neraca air (water balance).

Umumnya terdapat hubungan keseimbangan sebagai berikut :

P =D+E+G+M

Dimana :

P = presipitasi

D = debit

E = evapotranspirasi

G = penambahan (supply) air tanah

M = penambahan kadar kelembaban tanah (moisture content).

Jika perhitungan neraca air itu diadakan pada suatu daerah tertentu

yang terbatas, maka aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow)

dari D dan G kira-kira akan berbeda. Persamaan neraca air menjadi :

P = (D2.D1) + E + (G2.G1) + H.Pa + M

Dimana :
D1 = Air permukaan dari bagian hulu yang mengalir ke dalam daerah

yang ditinjau.

D2 = Air permukaan yang mengalir keluar dari daerah yang ditinjau

ke bagian hilir.

G1 = Air tanah yang mengalir dari bagian hulu ke dalam daerah yang

ditinjau.

G2 = Air tanah yang mengalir keluar dari daerah yang ditinjau ke

bagian hilir

H = Perubahan/variasi muka air tanah rata-rata daerah yang

ditinjau

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 8


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Pa = Laju menahan udara rata-rata (mean air holding rate) di bagian


lapisan variasi air tanah

Dalam persamaan ini, P, D1, D2 dan H dapat diukur, G1 and G2

dapat dihitung dengan menggunakan pengukuran variasi muka air tanah.

M dan Pa adalah harga-harga yang diperoleh dari profil tanah pada titik-

titik tertentu yang dipilih di daerah pengaliran. Dalam perhitungan neraca

air yang dipergunakan untuk irigasi, variasi kuantitatif berdasarkan faktor-

faktor alamiah seperti presipitasi, pembekuan, evaporasi, transpirasi,

aliran keluar (outflow) air permukaan tanah, airtanah dan lain-lain, beserta

faktor-faktor buatan (artificial factors) seperti pengambilan air untuk irigasi,

drainasi air kelebihan, jenis dan cara penanaman dan lain-lain harus

diperinci dengan jelas.

4.4. Interaksi antara airtanah dengan air permukaan

Limpasan (run-off) adalah proses hidrologi distribusi curah hujan pada

permukaan bumi, yang berlangsung dalam sistem litosfer dan hidrosfer.

Sistem ini terdiri dari alam (morfologi, geologi, tanah, vegetatif) dan

elemen anthropogenetic (perkotaan, pedesaan dan lainnya, tanggul,

waduk, drainase dan jaringan saluran air limbah, dll). Output dari sistem ini

tergantung pada masukan, yang ditandai dengan :

(a) data meteorologi data, khususnya distribusi curah hujan;

(b) data data klimatologi, atau pasokan energi surya, dan pada keadaan

yang sebenarnya dari sistem ini, yang tergantung pada fungsi

sebelumnya (tingkat kejenuhan) dan faktor anthropogenetic (kegiatan

pengelolaan air).

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 9


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Dalam kondisi alami terganggu, arus permukaan dapat dicirikan

oleh faktor-faktor meteorologi dan klimatologi. Limpasan permukaan sama

dengan curah hujan dikurangi intersepsi, simpanan berupa depresi dan

detensi yang akan berubah menjadi infiltrasi dan evaporasi. Rasio dari

limpasan permukaan dan total kehilangan yang berupa resapan

(recharge) dan penguapan tidak berubah bila keadaan dari unsur-unsur

dan pasokan energi ke dalam sistem tetap konstan. Untuk alasan praktis

rasio ini dianggap stabil dalam kasus curah hujan tunggal. Hipotesis

tersebut mengarah pada persamaan sederhana berikut untuk masing-

masing elemen :

Qsi = Pgi (Ii + Di) = Pi (Rgi + Ei) …………..(m3)

Q
k Si

R gi
 Ei

dan untuk total luasan :

 1000. i 1 Ci.Pi. Ai
n
Qs

Dimana :

Qs = aliran permukaan keluar (m3)

Gg = Resapan airanah/lengas tanah (m3)

Pi = Hujan pada elemen ke-i (mm)

Ci = Koefisien run-off pada suatu elemen

Ai = luas suatu elemen (km2)

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 10


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Penyederhanaan ini mengabaikan distribusi waktu dari data masukan dan

mengubah keadaan dari sistem limpasan. Koefisien limpasan yang

sebenarnya tidak stabil. Hal ini tidak hanya merupakan fungsi dari

kekasaran kawasan drainase r (yang berubah, misalnya: karena musim),

bentuk dan kemiringan, kondisi geologi g tetapi juga merupakan fungsi

dari kondisi tanah

C = ( r, i, g, sf )

Faktor r, i, dan g adalah relatif stabil dan hampir independen terhadap

kondisi cuaca. Faktor sf tergantung pada salju dan kejenuhan tanah. Hal

ini menentukan

limpasan aktual dalam situasi hidrologi yang spesifik. Limpasan tahunan

total dapat ditentukan berdasarkan input data iklim (klimatologi). Data

pada sisi kiri dari persamaan kesetimbangan hidrologi yang sederhana

yaitu curah hujan P dan limpasan permukaan Qs

P – Qs = Gg + E

dapat diukur dengan mudah dan tepat. Hal ini merupakan kebanyakan

kasus yang diukur dalam jangka panjang dan sistematis, dan juga

dianalisis secara statistik.

Data penguapan E dan Gg resapan airtanah yang berada pada sisi

kanan persamaan sulit diukur, sehingga tidak ditindaklanjuti secara

sistematis. Penguapan dan resapan airtanah dituliskan pada sisi kiri

persamaan berikut :

E = f1 (P – Qs) ………….. (mm, m3)


Gg = f2 (P – Qs)…………..(mm, m3)

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 11


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Penguapan maksimum yang mungkin yang merupakan selisih

pengukuran jangka panjang dari curah hujan dan limpasan permukaan :

Em = P – Qs …………………………….(mm, m3)

Dalam kasus ini Gg = 0, tidak ada resapan airtanahthe. Fenomena

ini terjadi di daerah gurun, di mana semua air infiltrasi menguap. Hal ini

dapat digambarkan secara grafis berupa garis lurus dengan sudut 450

(Gambar 1.3)

Gambar 4.3. Karakteristik Regional limpasan permukaan: E adalah


evaporation, ET1 adalah evaporativitas (evaporativity) , P
adalah total hujan, Gg adalah resapan airtanah, dan Qs
adalah limpasan permukaan (surface water runoff) (Jemar,
1987).

4.5. Skema Model Hidrologi

Pembatasan secara teoritis dapat dilakukan ketika perbedaan

curah hujan dan limpasan permukaan mengisi airtanah tanpa penguapan.

Kasus ini secara grafis diilustrasikan oleh sumbu horisontal. Nilai-nilai

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 12


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

praktis dari fungsi f1 bermigrasi antara dua tahap pembatasan. Hal ini juga

dibatasi oleh nilai penguapan potensial ET1 hubungannya dengan

pasokan energi surya di daerah tersebut. Kurva f1 dan f2 menunjukkan

pengaruh rata-rata dari input data dari sistem limpasan yang relevan dan

bisa, karena itu, dapat digunakan sebagai karakteristik regional untuk

penilaian limpasan airtanah dan penguapan. Sistem yang terdiri dari curah

hujan/proses limpasan dapat dimodelkan secara fisik atau matematika.

Berdasarkan model tangki (Tank Model) yang merupakan model

matematika yang disusun oleh SWAWARA (1974) adalah merupakan

proses hidrolik. Model ini mewakili daerah tangkapan dengan seperangkat

tank, disusun secara vertikal dalam satu baris. Jumlah tank,

pengelompokan dan konfigurasi tergantung pada karakteristik DAS.

Pengalaman menunjukkan bahwa dua system dasar berikut cocok untuk

setiap kasus praktis :

(a) Empat tangki yang disusun secara vertikal untuk daerah

lembab (humid),

(b) Beberapa baris dari empat tangki yang disusun secara vertikal

untuk daerah semi kering (semi-arid) dan kering (arid).

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 13


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Gambar 4.4. Pemisahan komponen limpasan, berdasarkan prinsip-


prinsip fisik dari model matematis dari proses limpasan
menurut SUGAWAHA (1974) :
q1 adalah limpasan permukaan, q2 adalah permukaan
tanah, q3 adalah aliran menengah (intermediate outflow)
(di atas muka airtanah), q4 adalah limpasan airtanah untuk
jangka pendek dan Q5 adalah penundaan aliran airtanah
dalam jangka panjang sebelum masuk ke dalam sungai,
z1 adalah infiltrasi, z2, z3 adalah perkolasi menjadi
airtanah, z4 adalah perkolasi dalam (deep percolation). h1,
h2 dan h3 adalah tinggi permukaan air masing-masing
untuk curah hujan rendah, sedang dan tinggi (Jemar,
1987).
Tangki dilengkapi dengan pengeluaran di sisi samping dan dasar tangki.

Aliran yang keluar dari sisi samping mensimulasikan komponen-

komponen selanjutnya dari limpasan permukaan (Gambar 1,4) :

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 14


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

- Tangki paling atas, limpasan permukaan dan limpasan permukaan

tanah, mencapai saluran dalam waktu satu sampai tiga hari,

- Tangki kedua merupakan limpasan aliran antara, mencapai saluran

dalam waktu seminggu.

- Tangki ketiga dan keempat limpasan air tanah, mencapai saluran

dalam satu bulan, atau dalam waktu satu tahun.

Tangki atas umumnya memiliki dua outlet pada sisinya, sementara

tangki yang lain hanya dilengkapi dengan satu outlet saja pada sisinya.

Outlet pada sisi bawah pada semua tangki mensimulasikan infiltrasi atau,

dalam kasus tangki keempat, mensimulasikan perkolasi. Aliran keluar dari

outlet hanya dinyatakan oleh hubungan linear atau kuadrat pada sejumlah

simpanan (storage) :

qk = k. Xk = fk(t) …………….. (m3.s-1)


dimana :
gk = aliran keluar dari oulet (m3.s-1)
k = koefisien outlet (s)-1
Xk = jumlah simpanan ( m3)

Hubungan kuadrat sederhana berikut ini digunakan setiap kali hubungan

linier tidak memberikan hasil yang memuaskan:

qk = k. Xk2 = fk(t) …………….. (m3.s-1)

Kondisi non-linier dari data luaran adalah konsekuensi dari

penyederhanaan hasil parsial :

………………… (m3.s-1)

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 15


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Curah hujan yang rendah, tidak dapat mengisi tangki hingga outlet

pertama, sehingga tidak menghasilkan limpasan dalam bentuk apapun.

Banjir dalam waktu singkat (pendek) dengan peningkatan debit yang

tajam dapat dimodelkan lebih tepat dengan menggunakan outlet sisi yang

lebih dalam pada tangki atas. Kejenuhan lapisan tanah dapat dinyatakan

oleh sebuah pembatasan terhadap arus bawah. Penguapan menghasilkan

penurunan jumlah simpanan pada tangki pertama. Jumlah tangki,

perlengkapan dan pengaturannya mewakili perilaku pada daerah

tangkapan air.

Pengaturan ini harus dikalibrasi untuk mendapatkan hubungan

antara input dan output yang diinginkan terhadap data yang dikumpulkan.

Daerah tangkapan di daerah semi-kering dan kering harus dibagi ke

dalam zona dan diwakili oleh beberapa baris tangki yang dikelompokkan

secara vertikal. Penguapan pada periode tanpa curah hujan harus

dimodelkan dengan ruang tanpa outlet di tangki atas. Deformasi debit

pada sungai dapat dimodelkan dengan menggunakan tangki yang serupa.

Model Tangki ini dapat dikembangkan untuk seri data limpasan

atau untuk melengkapi data yang hilang dengan simulasi. Tindakan yang

paling penting untuk mencapai akurasi yang diperlukan adalah penilaian

presipitasi rata-rata: fluktuasi wilayah curah hujan yang tinggi, baik di

daerah tangkapan air yang kecil dan besar

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 16


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Gambar 4,5. Skema representasi dari komponen model siklus hidrologi


dalam bentuk grid persegi panjang: model penguapan dan
intersepsi pada kanopi, model pencairan salju (berlapis) dan
aliran permukaan (overland flow) ( (dua dimensi), model
aliran sungai dan operasi reservoir, model infiltrasi pada
zona erakaran dan resapan (berlapis, aliran tak jenuh satu
dimensi untuk setiap elemen grid), model airtanah (berlapis,
simpanan dan aliran jenuh) (Jemar, 1987)

Sejatinya, model matematika dari curah hujan/proses limpasan

dapat diturunkan dari persamaan yang menggambarkan substansi fisik

dari proses hidrologi (Gambar 1.5, 1.6) dan kesetimbangan hidrologi. Input

data untuk model, termasuk data curah hujan, daerah tangkapan dan

karakteristik meteorologi, sedangkan output data berupa tutupan lahan

dan debit airtanah, yaitu data masukan untuk proses erosi (Gambar 1.7).
YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 17
BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Simulasi model matematika membutuhkan informasi rinci tentang

sejumlah koefisien (Gambar 1.6), yang sangat jarang tersedia dalam

bentuk yang benar sesuai dengan dikebutuhan. Model ini deterministik,

tetapi pendekatan stokastik harus disesuaikan agar dapat berfungsi

dengan handal

Gambar 4.6. Model Matematika Siklus Hidrologi. Output proses


limpasan dari input berupa model proses erosi. SGE
adalah erosi lembar/selokan, CHE adalah erosi saluran, RI
adalah resapan/infiltrasi, Ar, Ai, Aa, Af, AP adalah faktor
anthropogenetic (Jemar, 1987).

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 18


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Gambar 4.7. Diagram alir proses erosi. Curah hujan dan limpasan, output
dari system adalah limpasan, yang merupakan input dari
sistem erosi. Output: aliran sedimen, sedimen endapan dan
kualitas air (Jemar, 1987).

C. PENUTUP

1. Rangkuman

Siklus hidrologi merupakan suatu proses perpindahan air dari suatu

phase/elemen atau tempat ke tempat yang lain, atau juga merubahan

wujud air dari cair menjadi gas atau padat, dari air permukaan menjadi

airtanah dan selanjutnya akan keluar sebagai air permukaan kembali

dan pada akhirnya ke laut, baik langsung atau melalui sungai dimana

sebelumnya keluar sebagai mata air.

Dalam sistem hidrologi, dapat digunakan neraca air sebagai dasar

untuk menganalisis. Dalam neraca air, dikatakan bahwa jumlah air

yang masuk dan keluar dari sustu sistem yang ditinjau selalu sama

dengan jumlah yang tersimpan dalam sistem tersebut. Dasar ini, maka

dikembangkan suatu model tangki, dimana sistem yang ditinjau

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 19


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

dianalogikan sebagai tangki. Jumlah air yang tertampung dalam tangki

merupakan selisih antara yang masuk dengan yang keluar. Jumlah

tangki dapat dibuat sedemikan banyak tergantung pada seberapa

banyak sub-sistem atau phase/elemen yang kita tinjau.

2. Tugas dan Latihan

Mengacu pada Gambar 1.2, buatkan :

a. Batas sistem airtanah

b. Buatlah skema model (konseptual model) untuk aliran airtanah

3. Indikator Pencapaian

a. Mahasiswa dapat menjelaskan deskripsi tentang proses kejadian air

dari setiap phase/elemen siklus hidrologi

b Mahasiswa dapat membuat model koseptual dari setiap

phase/elemen siklus hidrologi

4. Kunci Jawaban

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 20


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

D. DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson, M.P. and W.W. Woessner, 1992. Applied Groundwater


Modelling. Simulation of Flow and Advective Transport. San
Diego: Academic Press Inc

2. Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran sungai.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

3. Biswas, A.K. 1996. Water Resources. Environmental Planning,


Management, and Development. New York: McGraw-Hill.

4. Black, P.E. 1996. Watershed Hydrology. Edisi ke-2. New York: Ann
Arbor Press, Inc.

5. Jemar, M.K., 1987. Water Resources and Water Management.


Amsterdam Elsevier.

6. Karamouz M., F. Szidarovszky dan B.Zahraie. 2003. Water resources


systems analysis Florida:CRC Press LLC

7. Sosrodarsono, S. dan Takeda, 1993. Hidrologi untuk Pengairan.


Jakarta: PT Pradnya Paramita

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 21


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

BAB V
SISTEM OPERASI WADUK
DAN PRINSIP OPERASI
BANGUNAN UTAMA

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V- 1


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

BAB. V
SISTEM OPERASI WADUK DAN PRINSIP
BANGUNAN UTAMA

A. PENDAHULUAN

Deskripsi Singkat

Materi ini membahas tentang bentuk-bentuk pengembangan sumber daya

air, diantaranya adalah pemanfaatan sumber daya air dan pengaturan air.

Beberapa pemanfaatan sumber daya air juga dibahas, dan lebih detail

hubungannya dengan kebutuhan untuk irigasi. Pemanfaatan dalam bentuk

lain juga dibahas hingga teknik memperkirakan kebutuhan air untuk

kegiatan bersangkutan. Demikian halnya dengan pengaturan air yang

dimaksudkan agar sumber daya air tidak menyebabkan petaka, baik

berupa pengelolaan ketika air berlebih maupun ketika air dalam keadaan

langka, dan juga yang kenaan dengan masalah kualitas air.

Manfaat Mata Kuliah

1. Mahasiswa bisa mengetahui bentuk-bentuk pengembangan sumber

daya air

2. Mahasiswa mampu menganalisis kebutuhan air untuk setiap kegiatan

pemanfaatan sumber daya air

Tujuan Intruksional Umum

Membantu mahasiswa dalam pengembangan sumber daya air yang terdiri

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V- 2


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

atas pemanfaatan sumber daya air dan pengaturan air . Pemanfaatan

sumber daya air harus dipertimbangkan adanya ketersediaan air sebelum

melakukan pemanfaatan air, untuk menghindari terjadinya deficit air

akibat penggunaan dan pemanfaatannya terlebih dalam bentuk usaha

bisnis. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi benturan karena

ketersediaan air merupakan fungsi waktu, dimana pada waktu tertentu

kelebihan dan di waktu yang lain berkurang, maka penggunaan sumber

daya air perlu mempertimbangkan untuk kepentingan sosial sehingga

sudah mempertimbangkan kegagalan atau keberhasilannya dengan

tingkat peluang tertentu.

B. PENYAJIAN MATERI

5.1. Pengertian Waduk

Sebuah waduk atau bendungan memiliki fungsi, yaitu untuk

meninggikan muka air sungai dan mengalirkan sebagian aliran air sungai

yang ada ke arah tepi kanan dan tepi kiri sungai. Air sungai yang

ditampung di dalam bendungan dipergunakan untuk keperluan irigasi, air

minum, industri, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kelebihan dari sebuah

bendungan yaitu dapat menampung air sungai yang melebihi kebutuhan

dan baru dilepas lagi ke dalam sungai di bagian hilir sesuai dengan

kebutuhan serta pada waktu yang diperlukan. Bendungan juga dapat

didefinisikan sebagai bangunan air yang dibangun secara melintang

terhadap sungai, sedemikian rupa agar permukaan air sungai di sekitarnya

naik sampai ketinggian tertentu, sehingga air sungai tadi dapat dialirkan
YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V- 3
BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

melalui pintu sadap ke saluran-saluran pembagi kemudian hingga ke

lahan-lahan pertanian.

Gambar 5.1. Bendungan

Gambar 5.2. Pintu Sadap

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V- 4


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Konstruksi sebuah bendungan memiliki bagian-bagian tertentu.

Bagian-bagian ini menopang seluruh konstruksi bendungan. Setiap bagian

memiliki detail dan fungsi yang khusus. Bagian-bagian inilah yang akan

bekerja agar operasional suatu bendungan dapat berjalan dengan baik.

Salah satu bagian terpenting yaitu tubuh bendungan. Tubuh bendungan

merupakan struktur utama yang berfungsi untuk membendung laju aliran

sungai dan menaikkan tinggi muka air sungai dari elevasi awal. Bagian ini

biasanya terbuat dari urugan tanah, pasangan batu kali, dan bronjong atau

beton. Tubuh bendungan umumnya dibuat melintang pada aliran sungai.

Selain tubuh bendungan, pintu air (gates) juga memiliki peran penting

dalam mekanisme pengoprasian air bendungan. Pintu air merupakan

struktur dari bendungan yang berfungsi untuk mengatur, membuka, dan

menutup aliran air di saluran baik yang terbuka maupun tertutup.

5.2. Pengertian Umum Operasi Waduk

Yang dimaksud dengan operasi dan pemeliharaan waduk adalah

segala kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk mewujudkan /

melaksanakan tujuan dari dibangunnya bendungan sehingga tujuannya

tercapai dengan baik. Kegiatan tesebut adalah mengatur penggunaan air

yang tersedia seoptimal mungkin sesuai dengan kebutuhannya, serta

dengan tetap menjaga terpeliharanya waduk / bendungan dan bangunan-

bangunan pelengkapnya dan tetap terpeliharanya kelestarian /

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V- 5


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

keseimbangan sumber daya air tersebut.

5.3 Karakteristik Waduk

Karakteristik suatu waduk merupakan bagian pokok dari waduk

yaitu volume hidup (efective storage), volume mati (dead storage), tinggi

muka air (TMA) maksimum, TMA minimum, tinggi mercu bangunan

pelimpah berdasarkan debit rencana.

Dari karakteristik fisik waduk tersebut didapatkan hubungan antara elevasi

dan volume tampungan yang disebut juga liku kapasitas waduk. Liku

kapasitas tampungan waduk merupakan data yang menggambarkan

volume tampungan air di dalam waduk pada setiap ketinggian muka air.

Mercu Bangunan
MA Normal MA Maksimum Pelimpah

Volume Efektif

MA Minimum

Saluran
Volume Mati
Pengambilan

Gambar 5.1. Karakteristik Waduk

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V- 6


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

5.4. Pola Operasi Waduk

Pola Operasi waduk adalah patokan operasional bulanan suatu

waduk dimana debit air yang dikeluarkan oleh waduk harus sesuai dengan

ketentuan agar elevasinya terjaga sesuai dengan rencana. Pola operasi

waduk disepakati bersama oleh para pemanfaat air dan pengelola melalui

Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA).

Tujuan dari disusunnya sistem operasi waduk adalah untuk

memanfaatkan air secara optimal demi tercapainya kemampuan maksimal

waduk dengan cara mengalokasikan secara proporsional sehingga tidak

terjadi konflik antar kepentinggan Pengoperasian waduk secara efisien

dan optimal merupakan permasalahan yang kompleks karena melibatkan

beberapa faktor seperti :

a) Operasional policy, pola kebijakan pengoperasian waduk.

b) Debit inflow yang akan masuk ke waduk yang tergantung dari

ketepatan perencanaan debit yang akan masuk ke waduk tersebut.

c) Demand, kebutuhan air untuk irigasi dan PLTA.

d) Ketepatan peralatan akan besarnya debit banjir yang akan terjadi.

e) Keandalan peralatan monitoring tinggi muka waduk, debit aliran

dan curah hujan.

f) Koordinasi antara instansi yang terkait.

g) Kemampuan Operasional.

h) Koordinasi pengoperasian jangka pendek, jangka menengah, dan

jangka panjang serta pengoperasian real time

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V- 7


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

5.5. Kebijakan Sistem Pengoperasian Waduk

Sistem pengoperasian waduk dapat dibedakan menjadi 5, yaitu

a. Standard Operating Policy (SOP)

Kebijakan pola pengoperasian waduk berdasarkan SOP adalah engan

menentukan outflow terlebih dahulu berdasarkan ketersediaan air di

waduk dikurangi kehilangan air. Sejauh mungkin outflow yang

dihasilkan dapat memenuhi seluruh kebutuhan / demand dengan

syarat air berada dalam zona kapasitas / tampungan efektif. Besarnya

pelepasan dapat ditentukan sebagai berikut :

RLt = It + St-1 – Et – Smaks, apabila It + St-1 – Et – Dt > Smaks

RLt = It + St-1 – Et – Smin, apabila It + St-1 – Et – Dt < Smin

RLt = Dt, apabila Smin < It + St-1 – Et – Dt < Smaks

Keterangan :

It : debit inflow waduk pada bulan ke-t (juta m3/bulan).

RLt : release waduk pada bulan ke-t (juta m3/bulan).

St-1 : tampungan waduk awal bulan ke-t (juta m3/bulan).

Dt : demand pada waktu ke-t

Et : Evaporasi pada bulan ke-t (juta m3/bulan).

Smaks : tampungan waduk maksimum (juta m3/bulan).

Smin : tampungan waduk minimum (juta m3/bulan).

t : bulan (1,2,3,.......,12).

b. Program Dinamik Deterministik Ataupun Implisit Stokastik

Asumsi bahwa semua parameter atau variabel yang terdapat dalam

model program linier dapat diperkirakan dengan pasti (non stochastic),

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V- 8


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

meskipun tidak dengan tepat (Buras, 1975; Asri 1984). Pada model

Deterministik, debit inflow pada masing-masing interfal waktu telah

ditentukan. Secara sederhana, model ini menggunakan nilai harapan

(expected value) dari sebuah variabel abstrak yang diskrit. Analisis regresi

digunakan untuk menghasilkan model optimasi dalam kurva optimasi laju

tampungan

Implisit Stokastik

St + 1 = Ās t + B qt - 1 + ĉ

Keterangan :

St = tampungan maksimum diperoleh dari solusi program

linear

qt = data inflow

Ā, B = matriks hubungan hasil dari regresi program linier

Ĉ = vektor hasil dari regresi program linier

c. Program Dinamik Stokastik

Pada Program Dinamik Stokastik ini, ada beberapa peristilahan dan

variable yang menunjang untuk mencapai target yang diharapkan, antara

lain sebagai berikut :

1) Fungsi Sasaran (Objective Function).

Masukan utama dalam operasi waduk adalah inflow yang

merupakan proses alam yang tidak pernah deterministik, dan sifat

ketidakpastian selalu terkait dalam inflow. Sifat ketidakpastian atau

stokastik ini diperhitungkan dalam optimasi dengan memasukkan

sebaran probabilitas inflow pada setiap tahap optimasi. Dengan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V- 9


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

memperhitungkan sifat stokastik inflow tersebut, maka sasaran

optimasi operasi waduk dapat ditentukan, misalnya

memaksimumkan produksi listrik tahunan yang diharapkan. Kata

“diharapkan” dipakai untuk mencerminkan adanya harapan

terhadap sesuatu yang tidak pasti, hal inilah yang merupakan ciri

teknik program dinamik stokastik. Secara sistematis, sasaran

tersebut dapat dinyatakan dalam fungsi sasaran (objective function)

sebagai berikut (Shrestha, 1987) :

OF = maksimumkan (TEEG)

t
maksimumkan E =
TEG
t-1

OF = Objective function (fungsi tujuan)

TEEG = Produksi Listrik tahunan yang diharapkan

TEGt = Produksi listrik selama bulan t

E = menyatakan nilai harapan (expectation)

2) Probabilitas Transisi Inflow

Probabilitas transisi ini dirumuskan sebagai berikut :

Pij = Pr ( Qy + 1 = qi………….. Qy = qj )

Probabilitas bahwa Qy+1 (debit di tahun sekarang) akan sama

dengan qj jika Qy (debit di tahun sebelumnya) sama dengan qi.

Probabilitas transisi ini akan memenuhi kondisi

 Pij  1 dimana Pijt adalah probabilitas kejadian bahwa


j 1

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 10


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Qt -1 akan berada di kelas j jika Qt tercatat di kelas i.

3) Persamaan Pelepasan di Waduk (Reservoir release)

Untuk menangani permasalahan program dinamik stokastik,

membutuhkan pengenalan persamaan mengenai pelepasan waduk,

yang didefinisikan sebagai R k,i,l,t yang bergantung pada tingkat

tampungan pada periode yang sedang berlangsung S k,t , Inflow pada

periode yang sedang berlangsung Q i,t dan ingkat tampungan waduk

pada periode akan datang Sl,t+1. Persamaan ini dapat dihitung melalui

persamaan kekekalan sebagai berikut :

R k,i,l,t = S k,t + Q i,t - S l,t+1 - E k,l,t

Dimana :

E k,l,t = kehilangan air yang disebabkan oleh evaporasi dan

rembesan (seepage) pada waduk.

4) Kinerja Sistem (System Performance)

Pengoptimalan dari pelepasan bergantung pada kinerja

sistem untuk mendapatkan target pelepasan dan target tampungan.

Persamaan tersebut seperti berikut :

B k,i,l,t = (R k,i,l,t - TRt)2 + (S k,t - TSt)2

Dimana :

B k,i,l,t = Kinerja system

TRt = Target pelepasan bulanan

TSt = Target tampungan bulanan

Persamaan ini akan bernilai nol ji ka pelepasan sama dengan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 11


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

nilai targetnya. Jika terdapat deviasi dari masing-masing target, maka

akan mendapatkan nilai sebagai fungsi dari penyimpangan (deviasi)

yang terjadi. Persamaan ini tidak tetap dalam artian dapat berubah

apakah menggunakan deviasi release atau deviasi tampungan saja,

bergantung pada bagian mana penekanannya. (Loucks, 1981).

5) Persamaan Rekursif

Persamaan rekursif adalah persamaan yang menyatakan

hubungan antara nilai variable status sebagai hasil optimasi pada

setiap tahapdengan nilai masukan variabel status tersebut dan variabel

keputusan yang diambil pada tahap yang ditinjau. Hal ini disebabkan

karena setiap masukan pada setiap tahap merupakan sebaran

probabilitas. Bentuk persamaan rekursif adalah sebagai berikut :


Ft (k,i) = Minimum Bkilt   Pij 1 F1 (1, j ) 
Dimana :

Ft(k,i) = nilai fungsi objektif jika volume waduk di kelas k, volume inflow

di kelas i, pada waktu ke t

Bk,i,l,t = nilai fungsi objektif jangka pendek (immediate return) jika

volume waduk bulan t ada di kelas k, inflow ke waduk kelas i,

dan volume waduk adalah l .

Pij+1 = matrik probabilitas transisi inflow dari periode/bulan i ke

periode/ bulan j

Ft*+1 = nilai fungsi objektif jangka panjang (long term periode) yang

diperoleh pada periode waktu t +1 jika volume waduk pada

awal periode waktu t +1 berada di kelas 1 dan inflow berada di


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 12
BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

kelas j.*

6) Kriteria Konvergensi

Proses optimasi dilakukan pada setiap tahap selama satu

siklus operasi. Pada awal optimasi nilai hasil pada tahap akhir (bulan

ke-T), nilai fT (l,j) diberi nilai awal nol. Hitungan berjalan mundur sampai

tahap pertama dan kemudian diulang kembali (iterasi) sampa hasil

optimasi menunujukkan hasil yang stabil. Begitu persamaan rekursif ini

terpecahkan untuk setiap periode pada tahun-tahun berikutnya,

kebijakan l (k,I,t) yang ditentukan dalam setiap periode tertentu akan

dengan relative cepat, berulang kembali pada tiap tahun berikutnya.

Pada saat keadaan ini tercapai dan saat performansi

tahunan harapan (expected) adalah konstan untuk semua state k,I dan

untuk seluruh periode satu tahunan t, maka kebijakan pengoperasian

telah mencapai kondisi steady-state. Kondisi steady-state ini tercapai

jika dan hanya jika pola operasinya tidak berubah dari tahun ke tahun.

Karena kebijakan pengoperasian yang steady-state ini tercapai, maka

pola operasi yang dihasilkan merupakan kebijakan pengoperasian

yang steady untuk jangka panjang.

Kebijakan pengoperasian waduk akan merupakan volume

waduk pada akhir bulan ke t (pada awal bulan ke t+1 yang optimum

sebagai fungsi dari kombinasi debit masukan (inflow) bulak t-1 dan

volume tampungan awal (storage) pada bulan ke t. sehingga dapat

ditentukan besarnya pelepasan (release) air pada setiap periode.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 13


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

d. Linear Program

Program Linier banyak dipakai dalam program optimasi

pendayagunaan sumber daya air, baik untuk permasalahan operasi dan

pengelolaan yang sederhana sampai permasalahan yang kompleks.

Teknik program linier dapat dipakai apabila terdapat hubungan linier

antara variabel-variabel yang dioptimasi, baik dalam fungsi tujuan

(objective function) maupun kendala (constraint function).]

Apabila permasalahan yang ditinjau bersifat non linier, seperti yang

umum dijumpai dalam sumber daya air, maka hubungan antar variabel

diubah menjadi bentuk linier atau persamaan-persamaan non linier pada

fungsi sasaran dan kendala dipecah menjadi beberapa persaman linier

dan diselesaikan dengan metode iterasi dan aproksimasi.

5.6. Rule Curve

Rule curve adalah ilmu yang menunjukan keadaan waduk pada

akhir periode pengoperasian yang harus dicapai pada suatu nilai outflow

tertentu (Mc. Mahon 1978). Rule curve pengoperasian waduk adalah

kurva atau grafik yang menunjukan hubungan antara elevasi muka air

waduk, debit outflow dan waktu dalam satu tahun (Indrakarya, 1993).

Rule Curve ini digunakan sebagai pedoman pengoperasian waduk

dalam menentukan pelepasan yang diijinkan dan sebagai harapan

memenuhi kebutuhan. Akan tetapi pada kenyataannya, kondisi muka air

waduk pada awal operasi belum tentu akan sama Rule Curve rencana.

Untuk mencapai elevasi awal operasi yang direncanakan, mungkin harus

lebih banyak volume air yang dibuang. Sebaliknya apabila debit terjadi

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 14


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

dari tahun-tahun kering, rencana pelepasan harus disesuaikan dengan

kondisi yang ada.

Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemenuhan

kebutuhan suplesi untuk kebutuhan irigasi, air baku, dan PLTA dari

operasi waduk, antara lain :

1. Dalam hal target untuk PLTA lebih besar dari target irigasi, maka

kapasitas waduk akhir ditentukan berdasarkan release waduk untuk

PLTA, jika sebaliknya maka kapasitas waduk akhir berdasarkan

release target irigasi

2. Seandainya dengan release target diatas, kapasitas akhir periode

waduk yang dihasilkan lebih besar dari kapasitas minimum waduk

maka energi listrik yang dibangkitkan bisa ditingkatkan dan jika lebih

kecil dari kapasitas minimum maka target pemenuhan kebutuhan

diturunkan (gagal).

3. Jika kapasitas akhir ternyata melebihi kapasitas minimum, maka

kapasitas kelebihannya akan dilimpahkan

5.7. Simulasi

Simulasi dalam permasalahan pendayagunaan sumber daya air

adalah suatu teknik permodelan yang dipakai untuk menirukan dan

memindahkan perilaku suatu sistem ke dalam suatau model. Model

simulasi menunjukkan apa yang terjadi di dalam sistem dengan

diberikannya masukan-masukan tertentu Dengan demikian pola

pengelolaan sistem dapat diterapkan dengan mempelajari reaksi terhadap


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 15
BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

berbagai skenario pengelolaan sistem tanpa perlu memiliki sistem itu

sebenarnya.

Metode simulasi ada beberapa tipe :

1. Simulasi dalam bentuk fisik, misalnya model skala fisik hidraulik.

2. Simulasi dalam bentuk analog, misalnya model simulasi yang

diwakilkan dalam bentuk rangkaian listrik

3. Simulasi dalam bentuk digital, yaitu dengan menggunakan persamaan

matematis misalnya hukum keseimbanagn air untuk simulasi waduk.

Simulasi digunakan untuk mengevaluasi hasil pola pengoperasian

waduk (data eksisting, SOP, Rule curve). Tinjauan kegagalan atau

keberhasilan pengoperasian tersebut dievaluasi dengan simulasi melalui

kajian tentang unjukkerja (performance) dari waduk. Unjuk kerja yang

dianalisis adalah Keandalan (reliability), Kelentingan (resiliency), serta

Kerawanan (vulnerability). Simulasi operasi waduk bertujuan untuk

meninjau sejauh mana tingkat keandalan atau kegagalan yang terjadi dari

perilaku sistem pengoperasian waduk dalam memenuhi kebutuhan

pelayanannya. Model simulasi akan menganalisis probabilitas keandalan

atau kegagalan rencana operasi yang teklah ditetapkan Secara umum

beberapa pendekatan simulasi waduk dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Simulasi dilakukan sepanjang beberapa tahun menurut urutan tahun

inflow.

2. Awal pengoperasian pada bulan Oktober sesuai dengan pola tanam di

daerah irigasi.

3. Tampungan pada awal pengoperasian dilakukan dengan coba-coba

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 16


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

(trial dan eror) yaitu dengan menggunakan persamaan lengkung

kapasitas yang ada.

4. Kehilangan air bulanan (evaporasi) merupakan fungsi dari luas

genangan Waduk dengan data ketinggian evaporasi yang ada ( luas7

permukaan*tinngi evaporasi*koefisien bulan).

5. Tampungan waduk di akhir bulan tidak diperkenankan kurang dari

kapasitas minimum dan melebihi kapasitas maksimum.

6. Limpasan terjadi jika volume tampungan alhir waduk melebihi

kapasitas maksimum. Air yang melimpas melalui bangunan pelimpah

tidak diperhitungkan sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan

atau diasumsikan sebagai kelebihan.

7. Hukum kesetimbangan air waduk adalah (Wurbs, 1996) :

It = RLt + Let + SPt + St – St-1

S0 (awal) = S12

Keterangan :

It = debit inflow waduk pada bulan ke-t ( juta m3/bulan )

RLt = release waduk pada bulan ke-t (juta m3/bulan).

St = tampungan waduk pada akhir bulan ke-t ( juta m3/bulan )

St-1 = tampuran waduk awal bulan ke-t ( juta m3/bulan )

Dt = demand pada waktu ke-t

Et = Evaporasi pada waktu ke-t ( juta m3/bulan )

Smaks = tampungan waduk maksimum ( juta m3/bulan )

t = bulan (1,2,3,.......,12 )

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 17


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

8. Luas genangan dan elevasi waduk dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan lengkung teoritas waduk.

9. Volume tampungan awal sama dengan volume tampungan akhir

waduk bulan sebelumnya.

10. Unjuk kerja yang dihitung adalah andalan, kelentingan dan

kerawanan.

11. Pada perhitungan unjuk kerja digunakan asumsi bahwa waduk

dianggap gagal apabila tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan.

5.8. Evaluasi Unjuk Kerja Pengoperasian Waduk

Analisis parameter unjuk kerja (performance) pengoperasian waduk

biasanya dievaluasi berdasarkan nilai rerata (mean) dan variasi (variance)

dariparameter unjuk kerjanya. Suatu misal, waduk sering dikatakan

mempunyai keandalan (raliability) untuk memenuhi suatu kebutuhan

sebesar 95,0%. Pernyataan diatas lebih ditekankan pada persentasi rata-

rata (jangka panjang) kemampuan waduk dalam memenuhi kebutuhan.

Dalam kenyataannya, variasi debit, perubahan konfigurasi jaringan, dan

kebijakan pengoperasian jaringan akan menyebabkan variasi pada

parameter unjuk kerja pengoperasian. Parameter unjuk kerja pada dua

sistem waduk, misalnya, dapat mempunyai nilai rerata dan variasi yang

sama tapi menunjukkan perilaku yang berlainan.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 18


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Indikator unjuk kerja

Tingkat unjuk kerja


Tingkat Unjuk Kerja

rerata
Batas kegagalan

Waktu

(a)

Indikator Unjuk Kerja


Tingkat Unjuk Kerja

Tingkat unjuk kerja


Batas kegagalan

Waktu

(b)

Gambar 5.1 Indikator Unjuk kerja yang Mempunyai Nilai Rerata dan
Variasi Sama, Tapi Menunjukkan Perilaku yang Berlainan

Sebagai ilustrasi diambilkan contoh seperti yang disajikan pada

Gambar 5.1. Kedua gambar diatas menunjukkan perilaku salah satu

indikator unjuk kerja (waduk) yang mempunyai rerata dan variasi yang

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 19


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

sama (kedua gambar tersebut masing-masing merupakan putaran 180o).

Gambar 5.1 menunjukkan bahwa waduk pernah mengalami kegagalan

dua kali yang mempunya intensitas dan konsekuensi yang berlainan.

Kegagalan yang pertama merupakan kegagalan yang tidak serius, sedang

kegagalan kedua berlangsung lebih lama dan intensitas/kerawanannya

lebih serius.

Akan tetapi, Gambar 5.1 menunjukkan bahwa waduk tidak pernah

mengalami kegagalan. Jika ada batas atas pada indikatior kerja ini (misal

tekanan yang terjadi pada waduk, sehingga ada batas bawah dan batas

atas nilai tekanan), maka perilaku pada Gambar 5.1 menunjukkan bahwa

waduk pernah mengalami tekanan yang melebihi tekanan maksimum

yang diijinkan. Hal ini menunjukkan bahwa evaluasi unjuk kerja waduk

yang berdasarkan pada nilai rerata dan variasinya kurang memberikan

gambaran yang sebenarnya pada perilaku waduk tersebut

Selain itu, konsekuensi yang terjadi pada saat-saat waduk tidak

mampu memenuhi kebutuhannya yaitu pada saat-saat terjadi ”kegagalan”

tidak begitu diperhatikan, padahal konsekuensi terjadinya ”kegagalan”

dapat berdampak luas, berlangsung cukup lama, atau dapat pula

menyebabkan beban psikologis yang berkepanjangan. Penggunaan unjuk

kerja keandalan waduk saja tidak selalu dapat menggambarkan perilaku

keadaan waduk yang sesungguhnya Unjuk kerja yang disajikan pada

evaluasi ini adalah beberapa indicator unjuk kerja yang mampu

memberikan indikasi seberapa jauh intensitas kegagalan dan berapa lama

suatu kegagalan itu terjadi. Unjuk kerja-unjuk kerja tersebut adalah

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 20


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Keandalan (reliability), Kelentingan (resiliency), serta Kerawanan

(vulnerability

5.9. Keandalan (Reliability)

Keandalan merupakan indikator seberapa sering waduk untuk

memenuhi kebutuhan yang ditargetkan selama masa pengoperasiannya.

Untuk pengoperasiannya waduk paling tidak ada dua macam definisi

keandalan yaitu : (Mc Mahon and Russel, 1978 dalam Suharyanto,1997).

a). Presentase keadaan dimana waduk mampu memenuhi kebutuhannya.

Seringkali pada definisi keandalan ini dapat dikaitkan dengan

kegagalan Dalam hal ini, waduk dianggap gagal apabila tidak dapat

memenuhi kebutuhannya secara total.

b). Rerata persentase waduk dibanding dengan kebutuhannya, dalam

definisi ini, meskipun suplai waduk tidak dapat memenuhi

kebutuhannya, waduk keseluruhannya, tidak dianggap gagal total.

Tetapi dianggap waduk hanya mensuplai sebagian dari

kebutuhannya.

Pada kondisi seperti misalnya pada waduk yang digunakan sebagai

sarana pembangkitan listrik dimana ada batas minimum debit

pembangkitan listrik, maka definisi Gambar 3.2 (a) akan lebih sesuai. Hal

ini dapat diterangkan bahwa jika waduk hanya mampu melepaskan debit

yang lebih kecil dari pada batas debit pembangkitan listrik minimum, maka

untuk tidak mengakibatkan kerusakan pada turbin diputuskan untuk sama

sekali tidak membangkitkan listrik.

Secara sistematis, definisi diatas dapat dituliskan dengan variabel

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 21


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

”Zt” yang nilainya ditentukan sesuai dengan dua definisi diatas dan

disajikan dalam persamaan berikut :

Z 1t = 1 untuk Rt≥ Dt, 0 untuk Rt≤ Dt

Z t2 = 1 untuk Rt≥ Dt, Rt/Dt untuk Rt≤ Dt

Dalam jangka panjang, nilai kelandaian sistem untuk definisi keandalan

yang pertama dapat ditulis sebagai berikut :

5.10. Bangunan Utama

Bangunan utama adalah semua bangunan yang direncanakan di

sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan irigasi,

biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa menanggulangi

kadar sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur dan

mengatur air yang masuk.

Untuk keperluan jaringan irigasi yang mengalirkan air dari sumber

ke petak sawah dibutuhkan bangunan utama. Di Indonesia enem jenis

bangunan utama yang sudah dibangun atau sering dibangun yakni :

5.10.1. Bendung Tetap.

Merupakan suatu bangunanair yang dibangun melintang dengan

sungai dan sengaja dibuat untuk meninggikan muka air dengan ambang

tetap sehingga air sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke

jaringan irigasi. Kelebihan airnya dilimpahkan ke hilir dengan terujanan

yang dilengkapi dengan kolam olak dengan maksud untuk meredam

energi. Ada dua (2) jenis tipe bendung tetap apabila dilihat dari bentuk

struktur ambang pelimpahnya yakni :

- Ambang tetap yang lurus dari tepi ke tepi kanan sungai artinya as

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 22


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

ambang tersebut berupa garis lurus yang menghubungkan dua titik

tepi sungai.

- Ambang tetap yang berbelok-belok seperti gergaji. Tipe ini diperlukan

apabila panjang ambang tidak mencukupi dan biasanya untuk sungai

dengan lebar yang kecil tetapi debitnya cukup besar. Dengan

menggunakan ambang jenis ini akan didapat panjang ambang yang

lebih besar. Unruk mererapkan ambang jenis ini ada beberapa syarat

yang harus diperhaitkan antara lain debitnya harus relative stabil, tidak

membawa material terapung berupa batang-batang pohon, serta

efektifitas panjang bending gergaji terbatas pada kedalaman air

pelimpasan tertentu.

5.10.2. Bendung Gerak Vertikal.

Merupakan suatu bangunan yang terdiri dari tubuh bending dengan

ambang tetap yang rendah dilengkapi dengan pintu-pintu yang dapat

digerakkan secara vertical maupun radial. Tipe bendung ini mempunyai

fungsi ganda yakni mengatur tinggi muka air di hulu bending kaitannya

dengan muka air banjir, dan meninggikan muka air sungai, kaitannya

dengan penyediaan air untuk berbagai keperluan. Operasional di lapngan

dilakukan dengan membuka pintu seluruhnya pada saat banjir besar,

serta membuka pintu sebagian pada saat keadaan air normal untuk

kepentingan penyadapan air. Tipe bending gerak ini hanya dibedakan dari

bentuk pintu-pintunya antara lain :

- Pintu geser atau sorong banyak digunakan untuk lebar dan tinggi

bukaan yang kecil dan sedang> Diupayakan pintu tidak terlalu berat

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 23


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

karena akan memerlukan peralatan angkat yang lebih besar dan

mahal. Sebaliknya pintu cukup ringan tetapi memiliki kekakuan yang

tinggi yang tinggi sehingga apabila diangkat tidak mudah bergetar

karena gaya dinamis aliran air.

- Pintu radial memilki daun pintu berbentuk busur dengan lengan pointu

yang sendinya tertanam pada tembok sayap atau pilar. Konstruksi

seperti ini dimaksudkan agar daun pintu lebih ringan untuk diangkat

dengan menggunakan kabel atau rantai.

5.10.3. Bendung Karet ( Bendung Gerak Horizontal )

- Pada bendung karet memiliki dua bagian pokok yaitu :

- Tubuh bending yang terbuat dari karet dan pondasi beton berbentuk

plat beton sebagai dudukan tabung karet, serta dilengkapi dengan satu

ruang control untuk mengontrol mengambangkan dan mengemp[iskan

tabung karet.

- Bendung jenis ini berfungsi untuk meninggikan muka air dengan cara

mengembungkan tubuh bending dan menurunkan muka air dengan

cara mengempiskannya. Tubuh bending yang terbuat dari tabung karet

diisi dengan udara atau air dari pompa udara atau air yang dilengkapi

dengan instrument pengontrol udara atau air ( manometer).

5.10.4. Bendung Saringan Bawah.

Bendung ini berupa bending pelimpah yang dilengkapi dengan

saluran penangkap dan saringan. Bendung ini meloloskan air lewat

saringan dengan membuat bak penampung air berupa saluran penangkap

melintang sungai dan mengalirkan airnya ke tepi sungai untuk dibawa ke

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 24


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

jaringan irigasi. Operaionalnya di lapangan dilakukan dengan cara

memebiarkan sedimen dan batuan meloncat melewati bending, sedang

air diharapkan masuk ke saluran penangkap.Sedimen yang tinggi

diendapkan pada saluran penangkap pasir yang secara periodic dibilas

masuk sungai kembali.

5.10.5. Pengambilan Bebas.

Pengambilan air untuk irigasi langsung dilakukan dari sungai

dengan meletakkan bangunan pengambilan yang tepat di tepi sungai yaitu

pada tikungan luar dan tebing sungai yang kuat. Bangungn pengambilan

ini dilengkapi dengan pintu, ambang rendah dan saringan yang pada saat

banjir pintu dapat ditutup supaya air banjir tidak meluap ke saluran induk.

Kemampuan menyadap air sangat dipenagaruhi oleh elevasi muka air di

sungai yang selalu bervariasi tergantung debit pengaliran sungai tersebut.

Pengambilan bebas biasanyadigunakan untuk deaerah irigasi dengan

luasan sekitar 150 Ha dan masih pada tingkatirigasi semi teknis atau

irigasi sederhana.

5.10.6. Pompa

Ada beberapa jenis pompa bila ditinjau dari sisi tenaga

penggeraknya antara alain :

- Pompa air yang digerakkan oleh tenaga manusia ( Pompa Tangan )

- Pompa air dengan penggerak tenaga air ( air terjun dan aliran air).

- Pompa air dengan penggerak berbahan bakar minyak.

- Pompa air dengan penggerak tenaga listrik. Pompa digunakan bila

bengunan-bangunan pengelak yang lain tidak dapat memcahkan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 25


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

permasalahn pengambilan air dengan gravitasi atau kalau

pengambilan air relative sedikit dibandingkan lebar sungai. Dengan

instalasi pompa pengambilan air dapat dilakukan dengan mudah dan

cepat. Namun dalam operasionalnya memerlukan biaya operasi dan

pemeliharaannya cukup mahal terutama dengan makin mahalnya

bahan bakar dan tenaga listrik.

Referensi

Operasi dan Konservasi Waduk Mrica (PB. Soedirman) Banjarnegara,

2010

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 V - 26


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

BAB VI

OPERASI DAN PEMELIHARAAN


JARINGAN IRIGASI

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 1


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

BAB. VII
OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN
IRIGASI

A. PENDAHULUAN

Deskripsi Singkat

Materi ini membahas tentang pengertian Operasi dan Pemeliharaan

jaringan irigasi. Sesudah jaringan irigasi selesai dibangun, maka

kemudian dilanjutkan dengan pengelolaan jaringan irigasi, yang terdiri dari

operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi. Pesatnya perkembangan

penduduk dan industri terutama di jawa, menyebabkan keseimbangan

antara penyediaan dan pemanfaatan air menjadi terganggu. Disatu pihak

ketersediaan air dari sumbernya mengalami penurunan sebagai akibat

dari perubahan/terganggunya catchment area dan di lain pihak kebutuhan

akan air semakin meningkat dengan penggunanaan yang beraneka ragam

( pertanian, industri, perumahan, penggelontoran kota dan sebagainya).

Meningkatnya erosi tanah sehingga kandungan lumpur dalam air

sungai yang meningkat yang mengakibatkan pendangkalan baik di

jaringan irigasi maupun di sungai itu sendiri semakin cepat pula. Hal

tersebut berpengaruh pada fungsi pelayanan dan jaringan irigasi yang

telah dibangun. Peningkatan usaha-usaha intensifikasi pertanian dan

disertifikasi tanaman yang akhir-akhir ini digalakkan, memerlukan pula

dukungan penyediaan air secara tepat baik dalam segi waktu, ruang,

jumlah maupun mutunya. Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas,

diperlukan usaha-usaha yang berupa operasi dan pemeliharaan, sehingga


YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 2
BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

jaringan irigasi yang telah dibangun dapat berfungsi dan memberika

palayanan sebagaimana mestinya, untuk jangka waktu yang telah

direncanakan.

Manfaat Mata Kuliah

1. Mahasiswa dapat menjelaskan pentingnya operasi dan pemeliharaan

jaringan irigasi sesuai PP No. 20 Tahun 2006

2. Mahasiswa mampu menganalisis kebutuhan air untuk pengoperasian

dan pemeliharaan jaringan irigasi

Tujuan Intruksional Umum

Mahasiswa akan dapat menjelaskan tentang kegiatan operasi, kegiatan

pemeliharaan yang kaitannya pemeliharaan dengan rehabilitasi jaringan

irigasi

B. PENYAJIAN MATERI

6.1. Pengertian Operasi Jaringan Irigasi

Dalam arti yang sempit, operasi jaringan irigasi adalah pengaturan

pintu-pintu pada bangunan air (bendung, bangunan bagi dan lain-lain)

untuk menyadap air dari sumber air, mengalirkannya ke dalam jaringan

irigasi, memasukkan air kepetak-petak sawah, serta membuang kelebihan

air ke saluran pembuang. Dalam arti yang luas, operasi adalah usaha-

usaha untuk memanfaatkan prasarna irigasi( jaringan irigasi) secara

optimal. Menurut PP Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi dalam pasal 1,

Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air pada jaringan irigasi

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 3


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

yang meliputi penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan

pembuangannya termasuk kegiatan membuka menutup pintu bangunan

irigasi, menyusuun rencana tata tanam, mnyusun system golongan,

menyusun rencana pembagian air, kalibrasi, pengumpulan data,

monitoring dan evaluasi.

Kegiatan operasi meliputi :

- Pengumpulan data

- Penyediaan air irigasi

- Penyusunan Rencana Tata tanam

- Sistem golongan

- Rencana pembagian air

- Pemberian air irigasi

- Melaksanakan tata tanam dan pembagian air.

- Membuka dan menutup pintu

- Kalibrasi

- Monitoring dan evaluasi

Kegiatan operasi berkaitan dengan pembagian air irigasi, agar

pembagian dapat adil dan merata maka kegiatan operasi pada jaringan

utama ( main system ) sampai dengan kegiatan pada pintu tersier harus

dilaksanakan oleh aparat/petugas Dinas PU Pengairan ( swakelola).

6.2 Pemeliharaan Jaringan Irigasi

Menurut PP Nomor 20 Tahun 2006 tentang irigasi dalam pasal 1,

pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan

jaringan irigasi agar selalu berfungsi dengan baik guna mempertahankan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 4


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

kelestariannya. Jaringan irigasi dapat cepat rusak karena adanya hujan,

dan seterusnya. Jaringan irigasi dapat cepat rusak karena adanya

hujan/air, sngatan sinar dan panas matahari secara langsung,

hewan/manusia, tanaman liar, atau karena rancangan dan konstruksi

fasilitas dan jaringan yang kurang baik, sehingga :

a) Sinar matahari yang panas akan mengakibatkan keretakan yang

memudahkan badan saluran terkikiks.

b) Hujan lebat akan akan menekan dan mnerpa badan bangunan

sehingga mudah tergerus atau tererosi.

c) Air yang mengalir deras melebihi kecepatan rencana, akan mengikis

badan saluran sehingga proses penggerusan dan erosi akan terjadi

sangat mudah.

d) Keberadaan hewan yang dilepas secara liar disekitar bangunan dan

fasilitas irigasi akan dapat merusak fasilitas tersebut apabila tidak

dtiangani secara baik.

e) Bagian dan tanaman liar ( daun, batang, akar) akan menganggu

kelancaran pengaliran air.

f) Ukuran, letak, spesifikasi, dan kualitas bangunan yang tidak tepat akan

berpengaruh negative terhadap pemeliharaan jaringan dan

g) Sementara itu, perbuatan manusia yang seringkali kurang sadar dan

kurang memahami pentingnya upaya pembagian air, dengan

sendirinya akan banyak berpengaruh terhadap tidak efektifnya fungsi

jaringan irigasi.

Kegiatan Pemeliharaan Jaringan Irigasi meliputi :

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 5


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

a) Pengamanan / pencegahan.

b) Pemeliharaan rutin

c) Perbaikan darurat.

6.3. Organisasi Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi

Sesuai UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, yakni petani


melalui Himpunan Petanai Pemakai Air (HIPPA) atau Gabungan
Himpunan Petani Pemakai Air (GHIPPA) sebagai pemanfaat air irigasi
diikutsertakan dalam pengelolaan irigasi di jaringan primer dan sekunder
sesuai hakekat pembangunan, dari, oleh dan untuk measyarakat. Untuk
mewujudkan pengelolaan irigasi yang efisien dan efektif peningkatan
peran serta petani (HIPPA/GHIPPA ) di setiap kegiatan operasi jaringan
irigasi, melalui metode PPKP menjadi sangat penting.

Dengan kondisi petani (HIPPA/GHIPPA ) saat ini, dimana


keterlibatannya dituntut untuk lebih berperan aktif, maka Balai dan
bersama Dinas Pengairan diharuskan untuk memberikan pembinaan dan
motivasi dalam rangka pelaksanaan O&P Jaringan Irigasi secara
partisipatif.

6.3.1. Rencana Operasi Bersama HIPPA/GHIPPA

Langkah yang perlu dilakukan dalam penyusunan rencana Operasi


Jaringan Irigasi adalah sebagai berikut :

 Menyusun usulan tanaman dan kebutuhan airnya.


 Menyusun kebutuhan air irigasi dan non irigasi.
 Mengevaluasi ketersediaan air ( debit andalan)
 Menyusun Rencana Tata Tanam Global.
 Menyusun Rencana Tata Tanam Detail.
 Menyusun Rencana Penyediaan Air ( tahunan )
 Menyusuun Rencana Pembagian dan Pemberian Air.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 6


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

6.3.2. Kebutuhan Air Daerah Irigasi

Kebutuhan air irigasi merupakan air yang dibutuhkan melalui


jaringan tersier, jaringan sekunder atau jaringan primer. Berdasarkan
pelaksanaan operasi yang telah dilakukan, kebutuhan air irigasi ini dapat
dipisahkan menjadi dua metode dengan masing–masing metode
ditunjukkan oleh parameter – parameter sebagai berikut :

6.3.2.1. Metode LPR – FPR

Metode LPR-FPR dipergunakan jika debit air yang tersedia


berlebihan dan sebagai upaya penghematan air. Metode ini berdasarkan
pemberian air disusun berdasarkan luas dan jenis tanaman yang ada.

Faktor dalam perhitungan LPR-FPR adalah sebagai berikut :

a) Faktor Polowijo Relatif ( FPR)


Dalam menghitung kebutuhan air pada saluran Sekunder B, pada
Daerah Irigasi Molek, berdasarkan evaluasi selama 5 Tahun terakhir dan
hasil perhitungan kebutuhan air oleh konsultan, angka FPR yang dapat
digunakan :

FPR MH : 0,30 liter/detik/Ha

FPR MK I : 0,35 liter/detik/Ha

FPR MK II : 0,40 liter/detik/Ha

b) Koefisien Tanaman Palawija Relatif.


Koefisien tanaman polowijo relative adalah perbandingan
kebutuhan air untuk tanam berdasakan kebutuhan air untuk Polowijo,
dimana :

 Untuk tanaman padi :


o Pengolahan tanah : 6
o Persemaian : 20
o Pertumbuhan : 4
YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 7
BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

 Untuk tanaman Tebu muda/bibit : 1,5


 Untuk tanaman Tebu tua : -
 Untuk tanaman Polowijo : 1
 Untuk tanaman Jeruk : 1,5

c) Luas Polowijo Relatif ( LPR)


Luas Polowijo Relatif adalah luas tanaman dikalikan koefisien
tanaman polowijo relative, sehingga luas tersebut merupakan luas
tanaman yang disetarakan terhadap luas polowijo.

LPR = ( Luas Tanaman) x ( Koefisien Tanaman Polowijo Relatif)

Contoh :

Luas tanam padi 10 Ha setara dengan  10 x 4 = 40 Ha polowijo.

Luas tanam tebu muda 10 Ha setara dengan  10 x 1,5 = 15 Ha polowijo

d) Kebutuhan Air di Pintu Tersier (Qt)


Debit yang dibutuhkan pada pintu tersier adalah LPR pada petak
tersier tersebut dikalikan dengan factor polowijo relative (lt/dt/ha).

Qt = LPRtx FPR

Dimana :

Qt = Debit Rencana (lt/dt)

LPRt = Luas Polowijo Relatif Rencana (ha)

FPR = Faktor Polowijo Relatif Rencana (lt/dt/ha)

6.3.2.2. Kehilangan Air Irigasi

Kehilangan air irigasi merupakan perbandingan kehilangan air


dengan debit yang diairi dari bangunan bagi atau bangunan bagi sadap.
Nilai kehilangan air dihitung setiap 10 hari. Juru Pengairan membuat
catatan tersendiri dan menghitung rata-rata setiap tahun dan mencatat

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 8


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

kehilangan air dari perencanaan awal atau Dinas Pengairan (data ini
diperlukan untuk pelaksanaan rehabilitasi).

Besarnya kehilangan air ditentukan berdasarkan evaluasi tahun-


tahun sebelumnya dengan mempertimbangkan masing–masing kondisi
jaringan dan berdasarkan hasil evaluasi terbaru setelah dilaksanakan
rehabilitasi DI. Molek diperkirakan seperti berikut :

 Jaringan Tersier : 10 %
 Jaringan Sekunder B : 14 % s/d 16 %
 Jaringan Induk Molek : 35 % s/d 39 %
o Dengan Demikian
 Efisiensi Jaringan Utama : 0,54
 Efisiensi Total : 0,48
Angka – angka di atas akan selalu berubah sesuai kondisi iklim dan
jaringan, sehingga perlu dicatat setiap tahunnya.

6.3.3. Kebutuhan Air Non Irigasi

Kebutuhan air non irigasi yang diperlukan di Daerah Irigasi adalah


ijin pemakaian air untuk usaha cuci mobil.

6.4. Rencana Penyediaan Air Irigasi

Rencana Penyediaan Air Irigasi Tahunan dibuat oleh Balai


berdasarkan ketersediaan air (debit andalan) dan mempertimbangkan
Rencana Tata Tanam Global (RTTG) dan rencana kebutuhan air lainnya
(industri) serta kondisi Hidroklimatologi (tahun basah, tahun normal dan
tahun kering).

Penjelasan dan tata cara dapat diikuti sebagai berikut :

6.4.1. Debit Andalan Sungai

Setiap bulan, UPTD melaksanakan rekapitulasi debit sungai


bulanan dari pengamatan debit harian oleh Juru Pengairan. Dinas

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 9


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Pengairan menyusun pengamatan rekapitulasi debit sungai bulanan


selama 10 tahun terakhir.

Berdasarkan pengamatan debit di sungai dan alokasi air yang


disarankan dapat dilakukan ploting pada grafik debit andalan di sungai
oleh Balai sehingga dapat disusun perkiranaan debit pada tahun berjalan.

6.4.2. Neraca Air

Neraca air merupakan perhitungan debit antara kebutuhan air


untuk tanaman dan kebutuhan lain-lain dibandingkan dengan debit
andalan yang tersedia.

Guna mengetahui kecukupan antara kebutuhan air untuk tanaman


dan kebutuhan lain-lain dengan debit andalan yang tersedia di sungai
(intake), maka dibuat neraca air untuk satu daerah irigasi. Sehingga
kekurangan dan kelebihan air dapat diketahui. Atas dasar neraca air
tersebut Balai menetapkan rencana penyediaan air.

6.4.3. Rencana Penyediaan Air Irigasi / Debit Andalan Irigasi

Debit andalan irigasi adalah debit yang dapat disediakan sesuai


dengan alokasi yang telah ditetapkan dan digunakan sebagai dasar
perhitungan membuat rencana tata tanam tahunan.

Berdasarkan debit penyediaan air tersebut dan sesudah dikurangi


kehilangan air di tingkat jaringan utama, maka alokasi untuk masing-
masing saluran sekunder adalah :

 ASII 
QS II   x (EIxQ AI ) x (K HS )
 A Total 

Dimana :

QSII = Debit pada saluran sekunder ( liter/detik)

ASII = Luas areal yang dilayani saluran sekunder ( Ha)

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 10


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

ATotal = Luas total daerah irigasi ( Ha)

EI = Efisiensi jaringan utama.

KHS = Koefisien kehilangan air di saluran sekunder

QAI = Debit andalan irigasi

6.5. Rencana Tata Tanam

6.5.1. Rencana Tata Tanam Global (RTTG) Daerah Irigasi

Rencana tata tanam adalah rencana dan jadwal tanam untuk


berbagai jenis tanaman selama 1 tahun. Setiap tahun petani melalui
HIPPA/GHIPPA mengusulkan jenis tanaman yang direncanakan kepada
petugas Pengairan. Perencanaan dan persiapan tata tanam secara
terpadu disiapkan oleh petugas Pengairan dan Instasni terkait (Panitia
Irigasi/POKJA) sebelum masa tanam dimulai.

Dalam penyusunan Rencana Tata Tanam pada Daerah Irigasi


perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut :

 Keinginan dan kebiasaan petani.


 Kebijaksanaan Pemerintah.
 Kesesuaian lahan terhadap jenis tanaman.
 Ketersediaan air.
 Iklim dan hama
 Ketersediaan tenaga kerja
 Hasil dan biaya usaha tani.
Dibawah ini mengambil contoh seperti Daerah Irigasi Molek seluas
= 3.997 Ha, ditanami setiap musim yaitu :

 Musim Hujan : Padi – Polowijo – Tebu


 Musim Kemarau I : Padi – Palawija – Tebu.
 Musim Kemarau II : Palawija – Tebu

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 11


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Intensitas tanam rencana dalam satu tahun adalah 300 %, tetapi


pelaksanaannya tidak dapat tercapai karena disebabkan adanya tanaman
tebu yang panennya hanya 1 (satu) tahun sekali setiap tahunnya.
Berdasarkan evaluasi dari tahun ke tahun sebelumnya rencana luas tata
tanam global untuk UPTD Kepanjen sebagai berikut :

a). POLA BASAH

Jenis Musim Musim Musim Intensitas


Tanaman Hujan Kemarau I Kemarau II Jumlah Tanam
( MH) ( MK I) ( MK II) ( Ha ) ( IT )
( Ha) (Ha) (Ha) (%)
Padi 3.055 840 - 3.895
Palawija 594 2.818 3.663 7.075
Tebu 297 297 297 297 285
Lain – lain 51 42 37 130
Total 3.997 3.997 3.997 11.397 285

b). POLA NORMAL


Jenis Musim Musim Musim Intensitas
Tanaman Hujan Kemarau I Kemarau II Jumlah Tanam
( MH) ( MK I) ( MK II) ( Ha ) ( IT )
( Ha) (Ha) (Ha) (%)
Padi 3.033 8.950 - 3.366
Palawija 543 4.623 3.668 7.543
Tebu 297 3.503 297 297 285
Lain – lain 124 35 32 191
Total 3.997 3.997 3.997 11.397 285

c). POLA KERING

Jenis Musim Musim Musim Intensitas


Tanaman Hujan Kemarau I Kemarau II Jumlah Tanam
( MH) ( MK I) ( MK II) ( Ha ) ( IT )
( Ha) (Ha) (Ha) (%)
Padi 3.033 8.950 - 3.366
Palawija 543 4.623 3.668 7.543
Tebu 297 3.503 297 297 285
Lain – lain 124 35 32 191
Total 3.997 3.997 3.997 11.397 285

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 12


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

6.5.2. Rencana Tata Tanam Detail ( RTTD)

Setelah RTTG disetujui oleh Panitia Irigasi, UPTD Pengairan


Kepanjen bersama HIPPA menyusun RTTD per petak tersier dalam satu
Daerah Irigasi sebagai penjabaran dari RTTD per petak tersier dalam satu
Daerah Irigasi sebagai penjabaran dan RTTG yang mencantumkan luas
dan jenis tanaman serta tanggal mulai tanam, keperluan tanam lain – lain
untuk setiap golongan tanaman, sehingga diketahui jumlah areal tanam
keseluruhan dan tanggal awal pengolahan tanah untuk Musim Hujan (
MH) dan Musim Kemarau ( MK ).

6.6. . Rencana Pembagian Air ( RPA)

Rencana pembagian air disusun untuk dijadikan pedoman


pelaksanaan operasi jaringan irigasi. Tata cara pembuatan Rencana
Pembagian Air adalah sebagai berikut :

 Menghitung potensial air (debit air) yang tersedia.


 Memperhatikan Rencana Tata Tanam Global (RTTG) tahunan.
 Mengevaluasi Alokasi Air yang ditetapkan
 Menetapkan perkiraaan kehilangan air.
 Menetapkan pembagian air dengan system :
o Pemberian air menerus
o Pemberian air giliran
 Menetapkan system giliran.

Tata cara Rencana Pembagian Air ( RPA ) adalah sebagai berikut :

6.6.1. Evaluasi Alokasi Air.


Sesuai debit andalan sungai, RTT Global dan Neraca air alokasi air
dirinci untuk masing – masing Saluran Sekunder dan petak–petak yang
mengambil air dari Saluran Induk. Atas dasar alokasi untuk masing–
masing saluran sekunder tersebut, dikaji apakah dapat memenuhi
kebutuhan air berdasarkan RTTG dan RTTD yang telah ditetapkan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 13


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

dengan menyusun neraca air untuk masing–masing sekunder untuk


mengetahui waktu dan jumlah kekurangan air.

6.6.2. Rencana Pembagian Air Irigasi


Dari RTTG dan kebutuhan air untu Neraca Air dapat disusun
masing – masing rencana pembagian air sebagai berikut :

1) Pembagian Air Berdasarkan Luas dan Jenis Tanam yang ada.


Apabila debit air yang tersedia berlebihan dan sebagai upaya
penghematan air, maka pemberian air disusun berdasarkan luas
dan jenis tanaman yang ada, dengan memakai rumus :

FPRRenc 
Q t

 LPR t

Dimana : ∑Qt = Qr x EI

Qr = Debit Rencana pada Intake ( liter/detik)

Qt = Debit encana pada Tersier ( liter/detik)

EI = Efisiensi Irigasi di tingkat jaringan utama

LPRt = Luas Polowijo Relatif di tingkat Tersier

FPRRenc= Faktor Polowijo Relatif Rencana ( liter/detik/Ha)

Besarnya FPR untuk masing–masing saluran diinformasikan ke


para Juru/Mantri Pengairan yang selanjutnya Juru Pengairan akan
mengatur pembagian air untuk masing–masing petak tersier sesuai
dengan luas tanaman yang ada dan FPR yang telah ditetapkan.

Qt = FPR Renc x LPRt

2) Pembagian Air Berdasarkan Proporsional Luas Areal


Pembagian air ini dilakukan apabila air yang tersedia sangat terbatas
dan untuk keadilan dilakukan pembagian air di tingkat sekunder.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 14


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Luas areal Sekunder


Q Sek  x (EIxQ AI ) x (K HS )
Luas areal DI

3) Pemberian Air
 Pemberian air berdasarkan luas tanaman dan jenis tanaman juga
Faktor Polowijo Relatif, dan memperhatikan batas maksimum
pembagian air pada saluran sekunder, sehingga tidak terjadi
pemberian air yang berlebihan dalam petak tersier.
 Mulai Musim Kemarau I s/d Musim Kemarau II ada giliran air antar
tersier di wilayah Juru Pengairan masing–masing. Pembagian air
untuk masing–masing saluran sekunder proporsional terhadap baku
sawah (tidak perlu luas tanaman, LPR dan FPR)

6.7. Sistem Giliran


Dari evaluasi Neraca Air dapat disusun jadwal giliran sesuai
dengan kebiasaan petani yang telah disepakati sebagai berikut :

 Apabila Q Intake > 60 % Q rencana pembagian antara Sekunder


dilakukan secara proporsional Ha/area dan pembagian antar petak
tersier diatur secara giliran.
 Apabila Q Intake < 60 % Q rencana pembagian diatur giliran antar
jaringan Sekunder dan tersier.

6.7.1. Pelaksanaan Operasi Jringan Irigasi

Pelaksanaan operasi jaringan irigasi merupakan pelaksanaan


operasi jaringan yang dilaksanakan berdasarkan rencana operasi yaitu :

1) Rencana Penyediaan Air Tahunan.


2) Rencana Tata Tanam
3) Rencana Pembagian dan Pemberian Air Irigasi.
Untuk mendukung pelaksanaan rencana operasi jaringan irigasi perlu
dilakukan pengamatan parameter operasi meliputi :

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 15


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

a. Pengamatan debit setiap bangunan ukur - bangunan bagi/bangunan


bagi-sadap/bangunan sadap dan pompa.
 Data pengukuran debit dan kadar sedimen
 Data ketersediaan debit irigasi pompa
b. Pengamatan Data Tanaman
 Data realisasi tanaman per petak.
 Data kerusakan tanaman.

c. Pengamatan Data Hujan


Pengamatan data hujan tersebut dilakukan Juru Pengairan bersama
HIPPA / GHIPPA, setelah dilaksanakan pengamatan dilakukan proses
tindak lanjut berupa :

- Analisis/evaluasi pembagian air oleh UPTD Pengairan Kepanjen,


atau
- Tindakan operasi bangunan oleh Juru Pengairan.
Ketersediaan air irigasi saat musim hujan dengan musim kemarau
berbeda, sehingga prioritas tindak lanjutpun berbeda.

6.7.2. Operasi Musim Hujan


Musim hujan pada umumnya pada bulan Oktober s/d Maret.
Selama musim hujan kebutuhan air untuk tanaman dapat dicukupi dari air
yang tersedia di sungai dan curah hujan pada petak–petak sawah, dan
pembagian air diberikan secara terus menerus “continues flow” dengan
mengacu pada perencanaan pembagian air dan memperhatikan :

a. Untuk menghindari luberen (meluap), maka muka air di hulu pada


saluran Induk Molek yaitu bangunan sadap BIM 1 s/d BIM 22, hanya
dibolehkan – 0,30 m dibawh tanggul terendah. Bila melampaui batas
maksimum maka setiap pintu pengambilan masing-masing diturunkan
sehingga debit yang masuk sesuai kebutuhan dan kapasitas saluran;
untuk semua pintu pembilas dibuka sebagian dan disesuaikan dengan
debit yang telah ditetapkan dilihat pada peilschal bangunan ukur.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 16


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

b. Jika mula-mula dengan pentutupan saluran secara total harus


dilakukan bukaan pintu setinggi 5 – 10 cm dari dasar saluran,
kemudian beberapa menit kemudian dilakukan pengecekan tinggi
muka air pada peilschal bangunan ukur guna memeriksa debit yang
mengalir disesuaikan dengan jatah pemberian yang sudah ditentukan.
c. Pengaturan pintu sadap (pemberian air ke petak tersier) agar
memperhatikan tinggi tanggul saluran tersier dan genangan maksimum
di sawah serta kemampuan saluran pembuang dalam mengalirkan
kelebihan air. Tinggi genangan normal di lahan sawah adalah 100 mm
(10 cm) dan maksimum 150 mm (15 cm).
d. Jika debit terlalu besar, maka perlu pengurangan bukaan pintu terseier
dan sebaiknya air tersebut diteruskan ke saluran bagian hilir.

6.7.3. Operasi Musim Kemarau


Musim kemarau pada umumnya antara bulan Juni s/d September,
debit yang tersedia tidak selalu mencukupi kebutuhan air dan apabila
debit sungai (Qs) < debit kebutuhan Irigasi ( QI), maka untuk pemerataan
dan penggunaan air Irgasi, pemberian air diatur secara giliran.

6.7.4. Operasi Bangunan Bagi dan Sadap.

Untuk pengolahan air yang efektif, bangunan pengatur tingi air


harus dioperasikan berdasarkan fungsi sebagai berikut :

 Pada bangunan bagi di Saluran Induk dilengkapi papan operasi.


Papan ini diisi dengan angka–angka rencana debit, LPR dan FPR
untuk tiap periode 10 hari yang akan dating baik untuk saluran induk,
sekunder maupun saluran tersier yang mengambil dari saluran induk.
 Apabila debit hanya mencapai sebagian kapasitas saluran pembawa,
bangunan pengatur tinggi air harus dioperasikan dengan memperkecil
bukaan pintu atau penambahan balok sekat untuk menjaga duga air
dalam saluran agar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh bangunan
sadap hulu.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 17


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

 Apabila debit yang mengalir dalam saluran berubah, maka penjaga


pintu air harus memperhatikan penyetelan pintu/balok sekat pada
bangunan pengatur tinggi air agar sesuai dengan kebutuhan yang
diinginkan.
 Apabila terjadi keruskan pada tanggul atau bangunan pelengkap,
maka bangunan pengatur tinggi air dapat dipergunakan untuk
membatasi debit yang mengalir diantara dua bangunan pengatur tinggi
air serta mencegah agar tidak terjadi kekosongan pada saluran
sekunder.
 Jika pada saat pemberian air ada sebagian saluran yang harus
diperbaiki atau diperiksa, maka bangunan pengatur tinggi air berfungsi
menutup aliran air yang masuk ke dalam saluran, agar dapat dilakukan
pemeriksaan dan perbaikan.
 Bila kecepatan aliran yang ada akan diukur untuk keperluan
menghitung kehilangan air di saluran pembawa, maka balok sekat
harus diangkat untuk membebaskan kecepatan aliran dan pengaruh
air balik. Pengukuran dilaksanakan dalam keadaan aliran air normal
(tidak terlalu berubah).

6.8. Pemantauan dan Evaluasi Operasi


Dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi operasi, petugas
pemantau harus menguasai data debit dan mengetahui jumlah dan
keadaan bangunan di Jaringan Irigai . Dengan menguasai kondisi jaringan
terutama pada bangunan –bangunan titik kontrol pemantauan pembagian
air, maka pelaksanaan pemantauan dan evaluasi operasi dapat
dilaksanakan dengan baik. Untuk melaksanakan pemantauan ini petugas
pengairan dapat di bantu HIPPA/GHIPPA, disamping itu ada lagi kegiatan
pelaksanaan operasi yaitu pendataan melalui pengisian formulir–formulir
operasi di tingkat Juru Pengairan serta melaporkan setiap 10 hari
kejenjang yang lebih tinggi.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 18


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

6.8.1. Operasi Pintu


Salah satu sistem pemantauan operasi pembagian air di jaringan
irigasi adalah menggunakan pemantauan RPPA ( Rasio Pelaksanaan
Pembagian Air). Pada saat ini RPPA dihitung untuk mengetahui
ketetapan pemberian air sesuai dengan rencana. UPTD Pengairan dapat
menghitung RPPA atas dasar :

a. Melakukan inspeksi mendadak (sidak), catatan debit hasil sidak


dicocokkan dengan RPA 10 harian.
b. UPTD dapat membuat RPPA dengan mengevaluasi Pencatatan Debit
saluran terhadap RPA 10 harian
Suatu usulan pemantauan RPPA harian diujicoba dan diamati
kegunaannya dalam memantau operasi sistem jaringan irigasi, untuk
merealisasi hal ini diperlukan HT (Handy Talky). Dalam kolom
“Keterangan” dicatat keadaan bocoran atau kerusakan pintu di lapangan
dan atau tindakan yang perlu dikerjakan untuk memperbaiki kinerja
pembagian air. Skema Pembagian Air tersebut dibuat dalam papan putih
dan digunakan sebagai alat pemantauan kinerja pembagian air di Kantor
UPTD Pengairan setempat, dan hasil pemantauan debit di bangunan
kontrol penting tersebut dicatat pada formulir pencatatan.

Adapun tujuan dari sistem pemantauan ini adalah untuk :

1. Mempermudah dan mempercepat pemantauan pemerataan


pembagian air.
2. Untuk efisiensi dan efektifitas kerja petugas lapangan dalam
memonitor perubahan yang terjadi.

RPPA dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

RPPA = Qu/Qd

Dimana :

Qu = Debit yang diukur pada waktu pengecekan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 19


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Qd = Debit rencana

Untuk mengetahui akurasi hasil RPPA tersebut dapat diklarifikasikan


sebagai berikut :

RPPA antara 0,75 – 1,25  Baik

RPPA 0,40 – 0,75 atau 1,25 – 1,40  Sedang

RPPA < 0,40 atau > 1,40  Kurang

Dari hasil RPPA juga dapat diketahui hal-hal sebagai berikut :

1. Garis cenderung naik, berarti angka estimasi kehilangan air terlalu


besar.
2. Garis lurus berarti angka estimasi kehilangan air cukup baik
3. Garis gelombang berarti ada kebocoran yang tidak terkontrol akibat
kerusakan pintu air/bangunan ukur atau petugas lalai/tidak patuh.
4. Garis cenderung turun, berarti angka estimasi kehilangan air terlalu
kecil.

6.8.2. Pengukuran Debit.


Pengukuran debit pada pintu bangunan sadap dan bangunan bagi
di Induk menggunakan alat ukur/Bangunan Ukur yang ada di saluran
tersebut dengan membaca tinggi/duga air yang melimpah di atas ambang
ukur. Untuk mengetahui besaran debit air yang mengalir dapat digunakan
tabel. Dari hasil pemantauan dengan menggunakan RPPA, kurva hasil
RPPA dapat memberikan gambaran apakah estimasi pemberian air sudah
tepat atau ada kerusakan di saluran, bangunan atau pintu atau mungkin
alat ukur debitnya yang tidak akurat. Bila hal tersebut yang terjadi maka
dilakukan kalibrasi pada alat ukur debit.

6.9. Partisipasi HIPPA/GHIPPA/IHIPPA dalam Operasi Jaringan


Irigasi
Bentuk partisipasi HIPPA/GHIPPA/IHIPPA dalam kegiatan operasi
jaringan irigasi meliputi kegiatan pada tahap pengumpulan data,
YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 20
BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

perencanaan, pelaksanaan operasi, monitoring dan evaluasi operasi


dengan ketentuan :
(1) Tahap kegiatan pengumpulan data, berpartisipasi dalam bentuk :
a. Menginformasikan data luas tanam, dan luas panen;
b. Menginformasikan kondisi kekurangan/kelebihan air setiap periode
operasi
(2) Tahap kegiatan perencanaan operasi, berpartisipasi dalam bentuk :
a. Menyepakati secara tertulis rencana tahunan operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi;
b. Menerima alokasi air irigasi, mengusulkan peninjauan kembali
apabila alokasi air tidak sesuai dengan rencana penyediaan air
irigasi yang telah disepakati;
c. Menyampaikan usulan rencana tata tanam;
d. Menyampaikan usulan rencana pembagian dan pemberian air
irigasi;
e. Menyepakati rencana pembagian dan pemberian air irigasi;
f. Membantu melaksanakan pekerjaan operasi seperti membuka,
menutup pintu, memberikan pelumasan pintu air;
g. Menyampaikan usulan kebutuhan air irigasi berdasarkan luas dan
jenis tanaman setiap periode operasi.
(3) Tahap kegiatan perencanaan operasi, berpartisipasi dalam bentuk :
a. Melaporkan adanya pengambilan air irigasi secara tidak resmi;
b. Melaporkan kejadian pengrusakan bangunan, saluran, pintu air;
c. Melaporkan konflik air dan mengupayakan penyelesaiannya.
Kegiatan ini dilaksanakan apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran
sebagaimana tersebut di atas.

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 21


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

Dam Blobo salah satu dam untuk mengairi Daerah Irigasi Molek

Pintu Air Dam Blobo untuk mengairi Daerah Irigasi Molek

C. PENUTUP

1. Rangkuman

Materi Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi membantu

mahasiswa dalam memahami hal-hal yang berkaitan dengan

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 22


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

pengelolaan pengelolaan jaringan irigasi, yang terdiri dari operasi,

pemeliharaan dan rehabilitasi pesatnya perkembangan penduduk dan

industri menyebabkan keseimbangan antara penyediaan dan

pemanfaatan air menjadi terganggu. Disatu pihak ketersediaan air dari

sumbernya mengalami penurunan sebagai akibat dari

perubahan/terganggunya catchment area dan di lain pihak kebutuhan

akan air semakin meningkat dengan penggunanaan yang beraneka

ragam ( pertanian, industri, perumahan, penggelontoran kota dan

sebagainya). Meningkatnya erosi tanah sehingga kandungan lumpur

dalam air sungai yang meningkat yang mengakibatkan pendangkalan

baik di jaringan irigasi maupun di sungai itu sendiri semakin cepat

pula. Hal tersebut berpengaruh pada fungsi pelayanan dan jaringan

irigasi yang telah dibangun. Peningkatan usaha-usaha intensifikasi

pertanian dan disertifikasi tanaman yang akhir-akhir ini digalakkan,

memerlukan pula dukungan penyediaan air secara tepat baik dalam

segi waktu, ruang, jumlah maupun mutunya. Untuk mengatasi hal-hal

tersebut diatas, diperlukan usaha-usaha yang berupa operasi dan

pemeliharaan, sehingga jaringan irigasi yang telah dibangun dapat

berfungsi dan memberikan palayanan sebagaimana mestinya, untuk

jangka waktu yang telah direncanakan.

Disamping itu mahasiswa mengetahui bentuk partisipasi masyarakat

berupa perkumpulan Himpunan Petani Pemakai Air ( HIPPA) ,

Gabungan Himpunan Petani Petani Pemakai Air ( GHIPPA), Ikatan

Himpunan Petani Pemakai Air (IHIPPA) dalam kegiatan operasi

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 23


BAHAN AJAR Kurikulum
PNK
MANAJEMEN PRASARANA 2010
SUMBER DAYA AIR

jaringan irigasi meliputi kegiatan pada tahap pengumpulan data,

perencanaan, pelaksanaan operasi, monitoring dan evaluasi operasi

2. Praktek dan Tugas

a. Tinjauan Lapangan Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan Irigasi di

Daerah Irigasi Manikin Kabupaten Kupang.

b. Mengkaji pengoperasian pembagian air sesuai yang diterapkan di

lapangan pada Daerah Irigasi Manikin Kabupaten Kupang.

c. Hasil laporan tersebut dipresentasikan di depan kelas

3. Indikator Pencapaian

a). Mahasiswa dapat menjelaskan pengelolaan opersi dan

pemeliharaan pada jaringan irigasi, yang terdiri dari operasi,

pemeliharaan dan rehabilitasi

b). Mahasiswa dapat memahami usaha-usaha yang diperlukan pada

saat pengoperasi dan pemeliharaan irigasi, sehingga jaringan

irigasi yang telah dibangun dapat berfungsi dan memberikan

palayanan sebagaimana mestinya, untuk jangka waktu yang telah

direncanakan.

D. DAFTAR PUSTAKA

1. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, yakni petani melalui


HIPPA/GHIPPA sebagai pemanfaat air irigasi

2. Direktorat Jenderal Pengairan, 1980. Management Air Irigasi Metode


FPR Pasten dan Faktor K, Jakarta; Departemen Pekerjaan
Umum.

3. Umar, Zahrul, 2004 , Operasi & Pemeliharaan Jaringan Irigasi dan


Rawa, Politeknik Universitas Andalas Padang, 2004

YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 VI - 24


PNK BAHAN AJAR Kurikulum
MANAJEMEN PSDA 2010

Yunus, lahir di Nunuhkniti pada tanggal 29 Juni 1964. Riwayat :


pendidikan SD Gemit Nunuhkniti Tamat Tahun 1976, SMP Negeri IV
Kupang NTT Tamat Tahun 1980, SMA Kristen Kupang NTT Tamat Tahun
1983, Diploma 3 STIM (Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen) Kupang Tamat
Tahun 1999, Sarjana (D-4) Jurusan Teknik Perencanaan Sungai Dan
Pantai pada Universitas Diponegoro Tamat Tahun 2006, Program
Magister (S2) Teknik Pengairan / Manajemen PSDA Universitas
Brawijaya Malang Tamat Tahun 2013.
Riwayat Pekerjaan : Tahun 1989 diangkat sebagai Calon
Pegawai Negeri Sipil di Politeknik Universitas Nusa Cendana Kupang
dengan pangkat Golongan I/a sebagai Klening servis, setelah
menyelesaikan jenjang D-3 penyesuaian Ijaza dari Golongan I/B ke
Golongan II/b selanjutnya Alih status dari Klening Servis menjadi
Pembantu Pelaksana Administrasi di Jurusan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Kupang dari Tahun 2000 sampai 2013, Pada Tahun 2004
melajutkan Pendidikan D-4 di Universitas Diponegoro Tamat Tahun 2006,
Pada Tahun 2007 Alih Status Menjadi Instruktur Jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Kupang dengan pangkat/golongan III/b.
Pada tahun 2011 melanjutkan Pendidikan S2 di Universitas
Brawijaya Tamat 2013 selanjutnya Alih Status dari Instruktur menjadi
Dosen Politeknik Negeri Kupang III/c sampai sekarang
Riwayat pembebanan mata kuliah : Mata Kuliah yang pernah dan
diasuh : Dasar KWU I,dan Dasar KWU II, Drainase Jalan, Manajemen
PSDA, Teknik Sungai, Transportasi Sedimen, K3 Aspek Hukum Konstr,
Praktek Drainase, Praktek Hidrolika., Praktek Plumbing.,

Anda mungkin juga menyukai