Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I

“SEJARAH IRIGASI”

Disusun oleh :

Nama : MEYTA RARA AYU RINJANI


NIM : 20222010416

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ANTAKUSUMA

PANGKALAN BUN

2022
Kata Pengantar

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Sejarah Irigasi” dengan baik. Tidak lupa
shalawat serta salam saya haturkan kepada junjungan Nabi kita, Nabi Muhammad
SAW yang telah membimbing kita ke jalan yang benar.

Penyusunan makalah ini sebagai salah satu tugas dari Ibu Trisniati, ST., MT.
selaku dosen mata kuliah Irigasi dan Bangunan Air di Universitas Antakusuma.
Makalah ini saya susun dari referensi yang saya dapat di internet.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat saya
harapkan. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi diri saya sendiri
khususnya dan pembaca pada umumnya.

Pangkalan Bun, 10 Maret 2022

Meyta Rara Ayu Rinjani

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

1.1  Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2  Rumusan Masalah.......................................................................................................3

1.3. Tujuan  Penelitian........................................................................................................3

1.4. Manfaat Penelitian.......................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................4

2.1   Sejarah Irigasi di Indonesia........................................................................................4

2.1.1 Sistem Irigasi Zaman Hindia Belanda Sistem.......................................................4

2.1.2 Aspek Sejarah Irigasi di Indonesia........................................................................6

2.1.3 Reformasi Sumber Daya Air di Indonesia........................................................8

2.1.4 Pengalaman Irigasi Perkebunan Kelapa Sawit................................................10

2.2 Tujuan Irigasi..............................................................................................................10

2.3 Fungsi Irigasi..............................................................................................................11

2.4 Jenis- jenis Irigasi.......................................................................................................12

2.4.1 Irigasi Sistem Gravitasi........................................................................................12

2.4.2 Irigasi Sistem Pompa...........................................................................................12

2.4.3 Irigasi Pasang Surut.............................................................................................13

2.5 Klasifikasi Jaringan Irigasi........................................................................................13

2.5.1. Irigasi Sederhana.................................................................................................13

2.5.2. Jaringan Irigasi Semi Teknis..............................................................................14

2.5.3. Jaringan Irigasi Teknis.......................................................................................15

ii
BAB III PEMBAHASAN..................................................................................................17

3.1 Sejarah Irigasi di Dunia..............................................................................................17

3.1.1 Modernisasi Irigasi..............................................................................................18

3.1.2 Status Terkini.......................................................................................................23

3.2 Sejarah Irigasi di Asia...............................................................................................24

3.2.1 Era Kolonial (1850-1945)....................................................................................24

3.2.2 Era Perang Dingin (1946-1989)...........................................................................25

3.2.3 Era Baru Globalisasi (1990 Ke depan)................................................................26

BAB IV PENUTUP............................................................................................................27

4.1 Kesimpulan.................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................29

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1............................................................................................................................14

Gambar 2............................................................................................................................15

Gambar 3............................................................................................................................15

Gambar 4............................................................................................................................20

Gambar 5............................................................................................................................22

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan
pertaniannya. Dalam dunia modern saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat
dilakukan manusia. Pada zaman dahulu jika persediaan air melimpah karena tempat
yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan
mangalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun demikian irigasi juga biasa
dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian menuangkan
pada tanaman satu-persatu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di Indonesia biasa
disebut menyiram. Sebagaimana telah diungkapkan, dalam dunia modern ini sudah
banyak cara yang dapat dilakukan untuk melakukan irigasi dan ini sudah berlangsung
sejak Mesir Kuno.

Irigasi merupakan komponen penting bagi kegiatan pertanian di Indonesia yang


sebagian besar berada di wilayah perdesaan. Indonesia adalah negara yang sebagian
besar penduduknya hidup dari pertanian dengan makanan pokoknya beras, sagu, dan ubi
hasil produksi pertanian. Kebijakan pemerintah dalam pembangunan sangat diperlukan
untuk mendukung sektor tersebut antara lain tentang pengelolaan sistem irigasi di
tingkat usaha tani telah ditetapkan dalam 2 (dua) landasan hukum yaitu UU No. 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 tentang
Irigasi.

Kedua landasan hukum tersebut, ditekankan bahwa “pengelolaan sistem irigasi


tersier menjadi hak dan tanggung jawab perkumpulan petani pemakai air“. Artinya,
segala tanggung jawab pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi di tingkat tersier
menjadi tanggung jawab lembaga perkumpulan petani pemakai air (pada beberapa
daerah dikenal dengan Mitra Cai, Subak, HIPPA, Dharma Tirta) termasuk perkumpulan
petani pemakai air tanah/P3AT.

Untuk itu, diperlukan kelembagaan P3A yang kuat, mandiri, dan


berdaya sehingga pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dapat terlaksana dengan
baik dan berkelanjutan, dan pada akhirnya mampu meningkatkan produktivitas dan
produksi pertanian dalam mendukungupaya peningkatan kesejahteraan petani dan

1
ketahanan pangan nasional. Irigasi menjadi pendukung keberhasilan pembangunan
pertanian dan merupakan kebijakan Pemerintah yang sangat strategis dalam
pertumbuhan perekonomian nasional guna mempertahankan produksi swasembada
beras. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2006 tentang irigasi pada
ketentuan umum bab I pasal 1 berbunyi irigasi adalah usaha penyediaan pengaturan dan
pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya adalah irigasi
permukaan, rawa, air bawah tanah, pompa, dan tambak. Untuk mengalirkan air sampai
pada areal persawahan diperlukan jaringan irigasi, dan air irigasi diperlukan untuk
mengairi persawahan, oleh sebab itu kegiatan pertanian tidak dapat terlepas dari air.
Menurut Mawardi dan Memed (2004) irigasi sebagai suatu cara mengambil air dari
sumbernya guna keperluan pertanian, dengan mengalirkan dan membagikan air secara
teratur dalam usaha pemanfaatan air untuk mengairi tanaman.

Pemanfaatan sumber daya air pada dasa warsa terakhir ini dirasa semakin
bertambah besar, namun dibalik itu ketersediaan jumlahnya terbatas, seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk dan aktivitas masyarakat yang selalu meningkat,
keterbatasan air bagi pertanian bukan saja terjadi pada musim kemarau, namun di
musim hujanpun bisa terjadi. Hal ini disebabkan sebagian besar air hujan yang jatuh
menjadi aliran permukaan dan tidak termanfaatkan, sehingga ketersediaan air menjadi
berkurang dalam skala ruang dan waktu , keterbatasan air menyebabkan berkurangnya
luas tanam, jenis dan jumlah produksi pertanian. Untuk mengatasi masalah tersebut
diperlukan prioritas dan efisiensi penggunaan air. Efisiensi penggunaan air yang tinggi
dalam hal ini irigasi dapat terlaksana apabila manajemen operasional yang ditetapkan
tepat pada sasaran dan sarana jaringan irigasi yang mewadahi baik jumlah maupun
kualitasnya. Sarana yang dimaksud meliputi: saluran air, bangunan penangkap air,
bangunan sadap, bangunan bagi, alat ukur debit dan bangunan-bangunan lainnya.
Bangunan ukur debit memegang peranan yang sangat penting dalam mendistribusikan
air, sehingga diperoleh jumlah air yang diberikan akan sama jumlah air yang
dibutuhkan. Apabila jumlah air yang diberikan lebih besar yang diminta, maka
efisiensinya rendah sehingga penggunaan air boros, terbuang secara percuma. Demikian
juga sebaliknya, jika jumlah air yang tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman
pertanian akan berakibat produktifitas hasil pertanian menurun. Dengan demikian
bangunan ukur debit harus tepat dalam memberikan jumlah air sesuai yang dibutuhkan.

2
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
yang ada, yaitu :

1. Mengetahui apa itu yang dimaksud dengan irigasi?


2. Mengetahui apa saja manfaat dari irigasi?
3. Bagaimana pengelolaan irigasi terhadap pertanian di Desa-desa?
4. Mengetahui sejarah irigasi di Dunia?
5. Mengetahui sejarah irigasi di Indonesia?

1.3. Tujuan  Penelitian


1. Untuk mengetahui definisi dari irigasi
2. Untuk mengetahui manfaat dari irigasi
3. Untuk mengetahui proses pengelolaan irigasi terhaadap pertanian di Desa-desa
4. Untuk mengetahui sejarah irigasi di Dunia
5. Untuk mengetahui sejarah irigasi di Indonesia

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau
sumber pemikiran yang terbaik untuk terus mengembangkan dan melestarikan sistem
perairan irigasi. Serta memahami tentang Irigiasi dari sejarah-sejarah irigasi yang telah
di jelaskan dalam makalah ini. Memiliki peranan penting bagi masyarakat sekitar.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1   Sejarah Irigasi di Indonesia


             Secara umum menjelaskan perkembangan mulai dari adanya usaha pembuatan
irigasi sangat sederhana, perkembangan irigasi di Mesir, Babilonia, India,dll kemudian
bagaimana perkembangan irigasi di Indonesia sampai saat sekarang.
          Di Bali, irigasi sudah ada sebelum tahun 1343 M, hal ini terbukti dengan
adanya sedahan (petugas yang melakukan koordinasi atas subak-subak dan mengurus
pemungutan pajak atas tanah wilayahnya). Sedangkan pengertian subak adalah “ Suatu
masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio agraris relegius yang secara historis
tumbuh dan berkembang sebagai suatu organisasi di bidang tata guna air di tingkat
usaha tani” (PP. 23 tahun 1982, tentang Irigasi).
Di Indonesia irigasi tradisional telah berlangsung sejak nenek moyang kita. Hal
ini dapat dilihat juga cara bercocok tanam pada masa kerajaan-kerajaan yang ada di
Indonesia. Dengan membendung kali secara bergantian untuk dialirkan ke sawah. Cara
lain adalah mencari sumber air pegunungan dan dialirkan dengan bambu yang
bersambung. Ada juga dengan membawa dengan ember yang terbuat dari daun pinang
atau menimba dari kali yang dilemparkan ke sawah dengan ember daun pinang juga.

2.1.1 Sistem Irigasi Zaman Hindia Belanda Sistem


Irigasi adalah salah satu upaya Belanda dalam melaksanakan Tanam
Paksa (Cultuurstelsel) pada tahun 1830. Pemerintah Hindia Belanda dalam
Tanam Paksa tersebut mengupayakan agar semua lahan yang dicetak untuk
persawahan maupun  perkebunan harus menghasilkan panen yang optimal dalam
mengeksplotasi tanah  jajahannya. Sistem irigasi yang dulu telah mengenal
saluran primer, sekunder, ataupun tersier. Tetapi sumber air belum memakai
sistem Waduk Serbaguna seperti TVA di Amerika Serikat. Air dalam irigasi
lama disalurkan dari sumber kali yang disusun dalam sistem irigasi terpadu,
untuk memenuhi pengairan persawahan, di mana para petani diharuskan
membayar uang iuran sewa pemakaian air untuk sawahnya. Waduk Jatiluhur
1955 di Jawa Barat. Tennessee Valley Authority (TVA) yang diprakasai oleh
Presiden AS Franklin D. Roosevelt pada tahun 1933 merupakan salah satu

4
Waduk Serba Guna yang pertama dibangun di dunia. Resesi ekonomi (inflasi)
tahun 1930 melanda seluruh dunia, sehingga TVA adalah salah satu model
dalam membangun kembali ekonomi Amerika Serikat. Isu TVA adalah
mengenai: produksi tenaga listrik, navigasi, pengendalian banjir, pencegahan
malaria, reboisasi, dan kontrol erosi. Sehinga di kemudian hari Proyek TVA
menjadi salah satu model dalam menangani hal yang mirip. Oleh sebab itu
Proyek Waduk Jatiluhur merupakan tiruan yang hampir mirip dengan TVA di
AS tersebut. Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten
Purwakarta (±9 km dari pusat Kota Purwakarta). Bendungan itu dinamakan oleh
pemerintah Waduk Ir. H. Juanda, dengan  panorama danau yang luasnya 8.300
ha. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal
Perancis, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 milyar m3/thn.
Sedangkan menurut Sudar D. Atmano (2007), dalam pasal 4, ayat (2),  pada PP
No. 20/2006 bahwa pembangunan dan pengelolaan keirigasian diselenggarakan
dengan sistem irigasi partisipatif. Begitu pula seharusnya dalam
mengembangkan kebijakan dalam ”pembagian peran” dalam pengembangan dan
pengelolaan irigasi, juga perlu konsisten dan mempunyai landasan komitmen
untuk mengembangkan pembagian peran yang partisipatif pula.

Sumber lain juga mengatakan bahwa Bangunan irigasi pertama di


Indonesia, dibangun di Jawa Timur yang dibuktikan dengan prasasti Harinjing
yang saat ini disimpan di Museum Jakarta. Dari data prasasti tertua di Indonesia
menyebutkan pula bahwa saluran air tertua telah dibangun di Desa Tugu dekat
Cilincing dalam abad ke-V Masehi. Pembuatan bendung pertama di Indonesia
untuk irigasi dilakukan di Jawa Timur yaitu bendung Sampean di Kali Sampean.
Ir. Van Thiel yang diutus Pemerintahan Belanda ke Situbondo membangun
bendung tersebut pada tahun 1832 dari struktur kayu jati diisi dengan batu kali
dengan panjang bentang bendung 45 meter serta tinggi 8 meter. Selanjutnya
pada tahun 1852 sampai dengan 1857 dibangun pula bendung Lengkong di
Mojokerto untuk mengairi areal seluas 34.000 hektar. Bendung Glapan dikali
Tuntang Jawa Tengah dibangun tahun 1852 dan selelsai tahun 1859. Namun
baru bisa berfungsi 20 tahun kemudian yaitu pada tahun 1880-1890. Bendung
Glapan adalah bendung pertama yang dibangun di bawah Pemerintahan
Kolonial untuk tanaman rakyat. Selain itu disebutkan juga bahwa setelah

5
Pemerintahan Hindia-Belanda mendirikan Departemen BOW mulailah dibentuk
"Irrigatie-Afdeling". Tepatnya tercatat pada tanggal 1 Januari 1889 pertama kali
dibentuk daerah irigasi yaitu Irrigatie - Afdeling Serayu yang meliputi
karesidenan Banyumas dan Bagelan di Jawa Tengah. Kemudian diikuti dengan
Irrigatie - Afdeling Brantas yang meliputi daerah Malang - Kediri - Surabaya
pada tahun 1982, Irrigatie - Afdeling Serang yang meliputi daerah Semarang -
Demak dan Purwodadi. Dengan semua itu Pulau Jawa dalam tahun 1910 telah
terbagi habis oleh daerah-daerah irigasi.

2.1.2 Aspek Sejarah Irigasi di Indonesia


Aspek kesejarahan irigasi di Indonesia dapat dibagi menjadi 5 adalah sebagai
berikut:
1. Era Pra-Kolonial Dalam pembangunan keirigasian di Indonesia, era pra-
kolonial ditandai dengan wujud kegiatan keirigasian ditandai kuatnya
kearifan lokal yang sangat tinggi. Teknologi dan kelembagaan lokal sangat
menentukan keberadaan sistem irigasi saat itu. Sistem irigasi yang ada
umumnya mempunyai skala luasan areal yang kecil dan terbatas. Sehingga
pada era pra-kolonial ini sangat menaruh perhatian pada kapital sosial dari
masyarakat sendiri.
2. Era Kolonial Pada era kolonoial ini, pembangunan keirigasian sudah mulai
diintervensi oleh kepentingan pemerintah kolonial. Pembangunan dan
pengelolaan irigasi yang sebelumnya banyak dikelola oleh masyarakat,
sebagian telah diasimilasikan dengan pengelolaan melalui birokrasi
pemerintah. Teknologi yang digunakan dan kelembagaan pengelola juga
sudah dikombinasikan antara kemampuan masyarakat lokal dengan
teknologi dan kelembagaan yang dibawa oleh pemerintah kolonial.
Akibatnya manajemen pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi
merupakan kombinasi antara potensi kapital sosial yang ada di masyarakat
dengan kemampuan birokrasi pemerintah kolonial.
3. Era Revolosi/Pasca Kolononial Pada era ini kegiatan keirigasian tidak
banyak dilakukan, karena  pemerintahan waktu itu masih memprioritaskan
pembangunan politik yang diwarnai terjadinya polarisasi kekuatan politik
internasional pasca perang duniake-2, serta suasana konfrontasi dengan
negara tetangga waktu itu (Dawam Rahardo, 1989). Sehingga kondisi

6
peran kapital sosial dalam  pemabngunan dan pengelolaan irigasi secara
eksisting tidak banyak berbeda dengan era kolonial.
4. Era Orde Baru. Era Orde Baru oleh sebagian pengamat disebut sebagai
kebangkitan rezim  pemerintah. Pada era ini ditandai dengana kebangkitan
peran pemerintah dalam memperkuat sektor pangan nasional. Sehingga
aspek pembangunan dan rehabilitasi besar-besaran di bidang irigasi,
banyak dilakukan oleh pemerintah. Pada era ini, pemerintah berhasil
menggantikan undang-undang pengairan versi pemerintah Kolonial,
menjadi UU No. 11/1974 tentang Pengairan. Akibat sangat kuatnya
orientasi pemerintah untuk meraih swa-swmbada  pangan/beras, maka
kegiatan pengembangan dan pengelolaan irigasi banyak dilakukan oleh
pemerintah. Pendekatan tersebut berakibat pada ditinggalkannya kapital
sosial masyarakat lokal dalam keirigasian, dan bahkan  banyak terjadi
marjinalisasi kapital sosial masyarakat. Pendekatan tersebut membawa
konsekuensi ketidak jelasan peran masyarakat dalam keirigasian, yang
akibat selanjutnya menjadi masyarakat lokal yang pasif.
5. Era Pasca Orde Baru/Reformasi. Era ini lahir sebagai respons masyarakat
terhadap sistem pembangunan dan  pendekatan pembangunan yang
totaliter dan sentralistis. Sehingga masyarakat menuntut adanya reformasi
pelaksanaan dan pendekatan pembangunan, termasuk melakukan regulasi
ulang dalam berbagai sektor pembangunan. Dalam era ini lahir UU No.
7/2004 tentang Sumberdaya Air, dan PP No. 20/2006 tentang Irigasi.
Seharusnya pada era ini tidak mengulang pendekatan pembangunan
sebagaimana yang terjadi pada era Orde Baru, dimana pemerintah sangat
mendominasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Pada era ini
perlu dibangun suatu system dan mekanisme pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi yang memberi peran yang lebih nyata kepada
masyarakat. Era ini perlu dijadikan era kebangkitan kapital sosial
masyarakat dalam sistem keirigasian Indonesia pada saat sekarang dan
kedepan.

7
2.1.3 Reformasi Sumber Daya Air di Indonesia
Indonesia membutuhkan reformasi pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya air (SDA). Ada sejumlah alasan mengapa reformasi tersebut perlu
dilakukan. Pertama, sektor air di Indonesia tidak mampu untuk memenuhi
pertumbuhan dan berbagai tuntutan sebagai konsekuensi akibat meningkatnya
populasi. Kebutuhan air untuk keperluan rumah tangga, industri, dan pertanian
meningkat, tetapi gagal dipenuhi dan diantisipasi oleh berbagai institusi
pemerintah yang bertanggung jawab bagi penyediaan sarana air yang bersih dan
memadai. Hal ini dapat dilihat dari reaksi berbagai pihak yang seakan-akan
kebakaran jenggot dengan munculnya gejala kekeringan di banyak daerah di
Indonesia akhir-akhir ini. Kedua, regulasi dan institusi yang mengatur SDA yang
ada saat ini sangat kompleks, tumpang tindih, dan tidak relevan terhadap
berbagai kecenderungan (trends) yang berlaku. Undang-Undang (UU) Nomor 11
Tahun 1974 mengenai Pengairan, serta sejumlah peraturan turunan lainnya yang
mengatur sektor air tidak lagi memadai sebagai instrumen hukum dalam
mengatur sumber daya air yang perkembangan masalahnya sudah
multidimensional.
Dengan desakan dan pinjaman (loans) dari lembaga-lembaga internasional
seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, proses reformasi sektor SDA
dimulai sejak tahun 1999. Proses ini diawali dengan menyiapkan perangkat UU
Sumber Daya Air yang baru untuk menggantikan UU Pengairan, yang menurut
penulis prosesnya dipaksa untuk dipercepat dan tertutup. Saat ini RUU Sumber
Daya Air sedang dibahas di DPR. Upaya lain yang sedang dilakukan adalah
melakukan sejumlah perubahan kebijakan di level makro dan mikro, misalnya
kebijakan mengenai irigasi, pembentukan sistem dan jaringan data hidrologi
nasional. Yang menjadi pertanyaan kemudian, apakah reformasi SDA dilandasi
oleh paradigma yang tepat dan apakah reformasi tersebut mampu memberikan
jawaban atas berbagai tantangan yang dihadapi sektor ini? Dengan membaca
RUU Sumber Daya Air, dapat dipahami adanya cara pandang yang berubah atas
sumber daya air. Air tidak lagi sekadar barang publik (public goods), tetapi
sudah menjadi komoditas ekonomi.
Pandangan tradisional melihat air sebagai barang publik yang tidak
dimiliki oleh siapa pun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global
commons), sumber daya alam yang dikelola secara kolektif, bukan untuk dijual

8
atau diperdagangkan guna keuntungan tertentu. Hal tersebut didasarkan pada
kenyataan bahwa tidak ada seorang pun dapat menciptakan air. Paradigma
tradisional ini bertentangan dengan paradigma pengelolaan air modern yang
berdasarkan pada nilai ekonomi intrinsik dari air, yang dilandasi pada asumsi
adanya keterbatasan dan kelangkaan air, serta dibutuhkannya investasi atau
biaya untuk penyediaan air bersih. Perdebatan antarkelompok yang mengusung
kedua paradigma tersebut masih terus berlangsung. Kalangan organisasi
nonpemerintah (ornop) menganggap bahwa air sudah seharusnya menjadi bagian
hak asasi manusia dan menjadi tugas negara untuk menyediakannya. Dengan
demikian, segala upaya komodifikasi dan privatisasi air seharusnya tidak
diperbolehkan. Penjelasan pasal RUU SDA juga menyatakan bahwa untuk
meningkatkan efisiensi dan peran masyarakat dan swasta, pemerintah dapat
menjalin kerja sama kemitraan dengan badan usaha dan perorangan dalam
bentuk pembiayaan investasi pembangunan prasarana sumber daya air maupun
dalam penyediaan jasa pelayanan atau pengoperasian prasarana pengairan.
Bentuknya dapat berupa kontrak BOT, perusahaan patungan, kontrak pelayanan,
kontrak manajemen, kontrak konsesi, kontrak sewa, dan sebagainya. Implikasi
dari dominannya peran swasta adalah dalam hal menetapkan biaya penyediaan
air dan harga air. Dari pengalaman selama ini, perusahaan swasta selalu
menetapkan prinsip pemulihan biaya penuh (full cost recovery) untuk
memaksimalkan profit dan mempercepat pengembalian modal. Prinsip tersebut
pada praktiknya bertentangan dengan hak rakyat atas air, terlebih pada kelompok
masyarakat miskin. Kelompok masyarakat miskin kota dan petani kecil adalah
contoh kelompok-kelompok yang rentan terampas hak dasarnya atas air.
Dominannya paradigma air sebagai komoditas ekonomi dalam RUU SDA
melahirkan sejumlah tantangan untuk memenuhi tujuan akhir dari proses
reformasi ini, yaitu penyediaan air yang efisien dan berkeadilan (equitable).
Sangatlah penting memberi perlindungan terhadap hak atas air sebagai hak dasar
umat manusia dari upaya-upaya komersialisasi air yang berlebihan dan
menjamin bahwa reformasi sumber daya air dapat memberikan kesempatan dan
pelayanan yang lebih baik bagi kelompok miskin dengan harga yang terjangkau.
Reformasi SDA harus mampu mempersiapkan aspek kelembagaan dan peraturan
yang dapat menjadi platform bersama bagi tujuan-tujuan di atas.

9
2.1.4 Pengalaman Irigasi Perkebunan Kelapa Sawit
Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama bagi
produksi kelapa sawit. Kekeringan menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan
distribusi asimilat terganggu, berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman
baik fase vegetatif maupun fase generatif. Pada fase vegetatif kekeringan pada
tanaman kelapa sawit ditandai oleh kondisi daun tombak tidak membuka dan
terhambatnya pertumbuhan pelepah. Pada keadaan yang lebih parah kekurangan
air menyebabkan kerusakan jaringan tanaman yang dicerminkan oleh daun
pucuk dan pelepah yang mudah patah. Pada fase generatif kekeringan
menyebabkan terjadinya penurunan produksi tanaman akibat terhambatnya
pembentukan bunga, meningkatnya jumlah bunga jantan, pembuahan terganggu,
gugur buah muda, bentuk buah kecil dan rendemen minyak buah rendah.
Manajemen irigasi perkebunan kelapa sawit, yaitu: membuat bak pembagi,
pembangunan alat pengukur debit manual di jalur sungai, membuat jaringan
irigasi di lapang untuk meningkatkan daerah layanan irigasi suplementer bagi
tanaman kelapa sawit seluas kurang lebih 1 ha, percobaan lapang untuk
mengkaji pengaruh irigasi suplementer (volume dan waktu pemberian) terhadap
pertumbuhan vegetatif kelapa sawit dan dampak peningkatan aliran dasar (base
flow) terhadap performa kelapa sawit pada musim kemarau, identifikasi lokasi
pengembangan dan membuat untuk 4 buah Dam Parit dan upscalling
pengembangan dam parit di daerah aliran sungai.

2.2 Tujuan Irigasi


1. Memupuk atau merabuk tanah, Air sungai juga memiliki zat – zat yang baik untuk
tanaman.
2. Membilas air kotor, Biasanya ini didapat di perkotaan. Saluran - saluran di daerah
perkotaan banyak sekali terdapat kotoran yang akan mengendap apabila dibiarkan,
sehingga perlu dilakukan pembilasan.
3. Kultamase ini hanya dapat dilakukan bila air yang mengalir banyak mengandung
mineral, material kasar. Karena material ini akan mengendap bila kecepatan air
tidak mencukupi untuk memindahkan material tersebut.
4. Memberantas hama, Gangguan hama pada tanaman seperti sudep, tikus, wereng dan
ulat dapat diberantas dengan cara menggenangi permukaan tanah tersebut dengan
air sampai batas tertentu.

10
5. Mengatur suhu tanah, Mengatur suhu tanah, misalnya pada suatu daerah suhu tanah
terlalu tinggi dan tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman maka suhu tanah dapat
disesuaikan dengan cara mengalirkan air yang bertujuan merendahkan suhu tanah.
6. Membersihkan tanah, Membersihkan tanah, dilakukan pada tanah yang tidak subur
akibat adanya unsur-unsur racun dalam tanah. Salah satu usaha misalnya
penggenangan air di sawah untuk melarutkan unsur-unsur berbahaya tersebut
kemudian air genangan dialirkan ketempat pembuangan.
7. Mempertinggi permukaan air tanah. Mempertinggi permukaan air tanah, misalnya
dengan perembesan melalui dinding-dinding saluran, permukaan air tanah dapat
dipertinggi dan memungkinkan tanaman untuk mengambil air melalui akar-akar
meskipun permukaan tanah tidak dibasahi.

2.3 Fungsi Irigasi


 Irigasi merupakan suatu daya upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan air bagi
pertumbuhan tanaman sesuai dengan fase pertumbuhannya (tepat jumlah dan
waktunya) sehingga akan meningkatkan produktifitas hasil tanaman.
 Fungi utama kegiatan irigasi adalah memenuhi kebutuhan air bagi pertumbuhan
tanaman. Sedangkan beberapa fungsi lain dari kegiatan irigasi adalah : menjamin
ketersediaan air bagi tanaman apabila terjadi kekerngan, menurunkan sushu dalam
tanah, melunakan lapisan keras tanah saat proses pengolahan tanah, membawa
garam-garam dari permukaan tanah ke lapisan bawah sehingga konsentrasi garam
di permukaan tanah menurun.
 Fungsi dari sebuah jaringan irigasi adalah lebih kompleks. Fungsi tersebut anatar
lain :
a. Mengambil air dari sumber air ( diverting ). Sumber air utama yang umumnya
digunakan antara lain sumur air, sungai, waduk, bendungan dan danau
b. Memawa atau mengalirkan air dari sumber air ke lahan pertanian (conveying).
Dalam fungsi ini, air biasanya dibawa melalui saluran terbuka (kanal) dan
saluran tertutup melalui pipa-pipa (mainline)
c. Mendistribusikan air ke tanaman (distributing). Dalam sebuah jaringan irigasi
pendistribusian air dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain :
1. Continous flow, merupakan metode distribusi yang sederhana dimana air
dialirkan secara terus menerus ke lahan pertanian tanpa  penyesuaian
dengan kebutuha tanaman sesuai fase pertumbuhannya.

11
2. Rotational Flow, merupakan metode distribusi air yang dilakukan secara
bergantian dari suatu lahan ke lahan lainnya berdasarkan  perencanaan dan
jadwal yang telah disepakati bersama antara sessama  petani pemakai air
irigasi jadwal yang direncanakan tentunya telah disesuaikan dengan fase
pertumbuhan dan kebutuhan tanaman.
3. On demand, merupaka metode distribusi yang lebih modern dan kompleks.
Gambaran umum metode ini adalah seperti jaringan PDAM di kompleks
permukiman. Dibutuhkan beberapa komponen otomatisasi dalam jaringan
sehingga petani pemakai air dapat mendistribusikan air sewaktu-waktu.
Keuntungan metode ini adalah kebebasan petani pemakai air air irigasi
dalam aplikasi air ke tanaman. Sedangkan kelemahan metode ini adalah
membutuhkan modal yang lebih banyak untuk pembangunan jaringannya,
serta potensi terjadinya kekurangan air saat beberapa petani pemakai air
memakai air secara bersamaan.
4. Reservoir, merupakan metode gabungan antara continous flow dan on
demand. Bak-bak penampungan air dibangun sepanjang lahan pertanian.
Bak tersebut akan diisi secara terus menerus seperti pada metode continous
flow. Selanjutnya petani pemakai air mendistribusikan air dari bak
penampungan tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka seaktu-waktu
seperti pada metode on demand.

2.4 Jenis- jenis Irigasi


Dalam perkembangannya, irigasi dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :

2.4.1 Irigasi Sistem Gravitasi


Irigasi gravitasi merupakan sistem irigasi yang telah lama dikenal dan diterapkan
dalam kegiatan usaha tani. Dalam sistem irigasi ini, sumber air yang diambil dari
air yang ada di permukaan bumi yaitu dari sungai, waduk dan danau, yang ada di
dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke petak-petak yang
membutuhkan dilakukana secara gravitatif.

2.4.2 Irigasi Sistem Pompa


Sistem irigasi dengan menggunakan pompa dapat dipertimbangkan, apabila
pengambilan secara gravitatif ternyata tidak layak dari segi ekonomi maupun
teknik. Cara ini membutuhkan modal kecil, namun memerlukan biaya ekpoitasi
yang besar. Sumber air yang dapat dipompa untuk keperluan irigasi dapat

12
diambil dari sungai, misalnya Stasiun Pompa Gambasari dan Pesangrahan
(sebelum ada Bendung Gerak Serayu), atau dari air tanah, seperti pompa air
suplesi di DI. Simo, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.

2.4.3 Irigasi Pasang Surut


Yang dimaksud dengan irigasi pasang-surut adalah suatu tipe irigasi yang
memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang – surut air laut.
Areal yang direncanakn untuk tipe Irigasi ini adalah areal yang mendapat
pengaruh langsung dari peristiwa pasang-surut air laut. Untuk daerah
Kalimantan misalnya, daerah ini bisa mencapai panjang 30 – 50 Km memanjang
panatai dan 10 – 15 km masuk ke darat. Air genangan yang berupa air tawar dari
sungai akan menekan dan mencuci kandungan tanah sulfat masam dan akan
dibuang pada saat air laut surut. (Sidartha SK,1997 Irigasi dan Bangunan Air).

2.5 Klasifikasi Jaringan Irigasi


Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas, jaringan
irigasi dapat dibedakan kedalam tiga tingkatan. Dalam konteks standarisasi irigasi ini,
hanya irigasi teknis saja yang ditinjau. Bentuk Irigasi yang lebih maju ini cocok untuk
dipraktekan disebagian besar pembangunan irigasi di Indonesia. Dalam suatu jaringan
irigasi yang dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok yaitu:
1. Bangunan-bangunan utama (headworks) dimana air diambil dari
sumbernya, umumnya sungai atau waduk.
2. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-
petak tersier.
3. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan
kolektif, air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan
kelebihan air ditampung di dalam suatu system pembuangan di dalam
petak tersier.
4. Sistem pembuangan berupa saluran dan bangunan bertujuan untuk
kelebihan air dari sawah ke sungai atau saluran-saluran alamiah.

2.5.1. Irigasi Sederhana


Di dalam Irigasi sederhana pembagian air tidak diukur atau diatur, air
lebih akan mengalir kesaluran pembuang. Para petani pemakai air itu
tergabung dalam satu kelompok jaringan yang sama, sehingga tidak
memerlukan keterlibatan pemerintah di dalam organisasi jaringan ini.

13
Persediaan air biasanya belimpah dengan kemiringan berkisar antara sedang
sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak memerlukan teknik yang
sulit untuk membagi airnya. Jaringan yang sederhana itu masih diorganisasi
tapi memiliki kelemahan-kelemahan yang serius. Pertama-tama, ada
pemborosan air dan karena pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang
tinggi, air yang terbuang itu tidak selalu terbuang ketempat daerah yang lebih
subur. Kedua terdapat banyak penyadapan yang memerlukan lebih banyak
biaya lagi dari penduuduk karena setiap desa membuat jaringan dan
pengambilan sendiri-sendiri, karena bangunan pengeleknya bukan bangunan
tetap/permanen, maka umumnya mungkin pendek.

Gambar 1. Jaringan Irigasi Sederhana

2.5.2. Jaringan Irigasi Semi Teknis


Dalam banyak hal perbedaan hal satu-satunya antara jaringan irigasi sederhana
dan jaringan semiteknis adalah bahwa jaringan semiteknis ini bendungnya
terletak di sungai lengkap dengan bangunan pengambilan dan bangunan
pengukur dibagian hilirnya. Mungkin juga dibangun beberapa bangunan
permanen di jaringan saluran. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan
jaringan sederhana. Adalah mungkin bahwa pengambilan dipakai untuk
melayani/mengairi daerah yang lebih luas dari daerah layanan pada jaringan
sederhana. Oleh karena itu biayanya ditanggung oleh lebih banyak daerah
layanan. Organisasinya akan lebih rumit jika bangunan tepatnya berupa
bangunan pengambilan dari sungai, karena diperlukan lebih banyak
keterlibatan dari pemerintah, dalam hal ini Depertemen Pekerjaan Umum.

14
Gambar 2. Jaringan Irigasi Semi Teknis

2.5.3. Jaringan Irigasi Teknis


Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah pemisahan
antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang/pematus. Hal ini berarti bahwa
baik saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya
masing-masing, dari pangkal hingga ujung. Saluran irigasi mengalirkan air
irigasi ke sawah-sawah ke saluran pembuang alamiah yang kemudian akan
diteruskan ke laut. Perlunya batasan petak tersier yang ideal hingga maksimum
adalah agar pembagian air disaluran tersier lebih efektif dan efisien hingga
mencapai lokasi sawah terjauh.

Gambar 3. Jaringan Irigasi Teknis

15
Petak tersier menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada
bangunan sadap (offtake) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas
Pengairan. Petak tersier yang kelewat besar akan mengakibatkan pembagian air
menjadi tidak efisien. Faktor-faktor lainnya adalah jumlah petani dalam satu
petak, jenis tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi, luas
petak yang ideal antara 50-100 ha, kadang-kadang sampai 150 ha. Petak tersier
terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih 8-15
hektar. Petak tersier sebaiknya mempunyai batas-batas yang jelas, misalnya
jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya. Petak tersier sebaiknya
berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau saluran primer. Sedapat
mungkin dihindari petak tersier yang terletak tidak secara langsung di
sepanjang jaringan saluran irigasi utama, karena akan memerlukan saluran
muka tersier yang mebatasi petak-petak tersier lainnya. Panjang saluran tersier
sebaiknya kurang dari 1500 m tetapi dalam kenyataan kadang-kadang panjang
saluran ini mencapai 2500 m.

16
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Irigasi di Dunia


Irigasi mungkin satu-satunya yang paling strategis modifikasi lingkungan yang
disengaja manusia miliki belajar untuk melakukan. Sementara dampak irigasi tidak
selalu sama pentingnya dengan ekonomi pertanian global dan persediaan makanan
seperti sekarang ini, selalu ada yang utama dampak lokal dan konsekuensi historis dan
sosial yang mendalam.
Beberapa antropolog dan sejarawan menunjukkan perkembangan irigasi sebagai
katalisator untuk interaksi teknik organisasi, politik dan terkait kreatif atau
kewirausahaan keterampilan dan aktivitas yang menghasilkan hasilnya disebut sebagai
"peradaban" (2-5). Dalam bahasa Persia kuno , kata abadan, beradab, berasal akar
kata ab, air. Perbedaan mendasar dalam sosial, budaya, agama, politik, estetika,
ekonomi, teknologi, dan lingkungan telah dikaitkan untuk pengelompokan modern
manusia yang terkait dengan penggunaan irigasi.
Bukti arkeologi paling awal tentang irigasi di Indonesia bertani sekitar 6000 SM.
di Timur Tengah Lembah Yordan. Dipercaya secara luas bahwa irigasi itu sedang
dipraktikkan di Mesir sekitar waktu yang sama, dan representasi bergambar paling
awal dari irigasi berasal Mesir sekitar tahun 3100 SM. Dalam ribuan tahun
berikutnya, irigasi menyebar ke seluruh Persia, Timur Tengah dan barat sepanjang
Mediterania. Pada waktu yang sama frame, teknologi irigasi bermunculan lebih atau
kurang secara independen di seluruh benua Asia di India, Pakistan, China, dan tempat
lain. Di Dunia Baru Inca, Maya, dan Aztec memanfaatkan irigasi secara luas. Itu
teknologi bermigrasi sejauh Utara sebagai barat daya saat ini A.S., di mana Hohokam
dibangun sekitar 700 mil Saluran irigasi di Arizona tengah sekarang untuk memberi
makan peradaban mereka yang baru muncul, hanya untuk ditinggalkan secara
misterius itu di abad 14 M.
Di dunia purba, tingkat kecanggihan irigasi bervariasi dari satu setting ke setting
berikutnya. Perbedaannya, Namun, sebagian besar berasal dari variasi pemahaman
dari kedua prinsip hidrolik skala besar dan kecil, juga sebagai kemampuan untuk
membangun prestasi hidrolik teknik. Orang Asyur, misalnya, membangun sebuah

17
terbalik semprotkan ke Aqueduct Nineveh 700 tahun sebelum kelahiran Kristus,
sebuah prestasi teknik yang tak tertandingi sampai tahun 1860 pembangunan sifon
bertekanan New York Saluran air. Beberapa skema irigasi kuno telah bertahan sampai
hari ini dimana kondisi geologis, tanah, dan iklim menguntungkan dan dimanakah
prinsip manajemen yang diketahui memadai untuk kondisi yang berlaku. Namun,
beberapa skema kuno gagal Di Lembah Mesopotamia, Suriah, Mesir, dan daerah lain
di Timur Tengah.

Ada banyak kasus dimana asas garam manajemen dan drainase kurang
dipahami, sehingga mengakibatkan kerusakan permanen lahan, pengosongan
bendungan dan waduk kuno merupakan wasiat. Langkah konservasi tanah yang tidak
kuat yang akhirnya mengurangi produktivitas lahan sekaligus menghancurkan
kapasitas waduk untuk menyediakan pasokan yang memadai air. Erosi saluran irigasi,
secara geologis daerah yang tidak stabil seperti padang pasir Chili, dan bencana
kegagalan saluran irigasi setelah gempa sering terjadi mengalahkan upaya terbaik
insinyur kuno untuk mempertahankan persediaan air. Teknologi irigasi modern
mungkin dimulai dengan Penyelesaian Mormon di Utah Great Salt Lake Basin di
1847, dan budidaya akhirnya mereka hampir 2,5 juta ha irigasi di seberang A.S. antar-
gunung barat pada gilirannya abad ini. Sedangkan hubungan massa, energi, dan
Turbulensi aliran dikuasai pada tingkat yang sangat tinggi kemahiran dalam budaya
kuno, pemahaman kimia dan interaksi fisik-kimia tanah dan Air yang mengandung
garam relatif sedikit bahkan sampai ke-19 abad.

3.1.1 Modernisasi Irigasi


Abad pertengahan abad ke-19 menandai gabungan beberapa bidang
studi ilmiah yang menaik, termasuk kimia, kimia fisik, fisika, mineralogi, dan
biologi. Ini diadaptasi, dicampur, dan diterapkan dalam hal penting yang muncul
sub-disiplin baru kimia tanah, fisika tanah, tanaman fisiologi, dan agronomi,
yang prinsip dasarnya adalah untuk membuktikan penting untuk sistem irigasi
yang berkelanjutan desain dan operasi. Dalam perkembangan irigasi purba,
tanah, iklim, dan Kualitas air datang bersama-sama dalam kombinasi yang lebih
pemaaf di beberapa lokasi daripada di tempat lain. Dimana musiman hujan
menyediakan pelindian, di mana tanah mudah menyerap dan baik dikeringkan,
dan / atau di mana air irigasi menguntungkan kombinasi konsentrasi elektrolit
dan spesifik kation, irigasi terus berlanjut hingga hari ini, bahkan tanpa

18
manajemen yang canggih. Di daerah lain, salinisasi, peningkatan sodisitas tanah,
dan peningkatan air tabel telah membatasi rentang hidup skema irigasi atau
mengganggu produktivitas mereka. Sebagai irigasi pindah ke lebih pengaturan
marginal, dengan tanah yang kurang produktif, lebih miskin drainase, dan
masalah salinitas dan sodisitas yang lebih besar keberhasilan atau kegagalan dan
umur panjang skema menjadi lebih tergantung pada aplikasi yang
berpengetahuan luas dan adaptasi  prinsip-prinsip ilmiah.
Amerika Mormon pelopor, memilih untuk menetap di daerah terpencil
dengan gangguan garam habitat gurun pasir, dipaksa untuk menggunakan
percobaan dan kesalahan dan aplikasi tercerahkan dari semua yang baru tersedia
pengetahuan untuk merebut kembali tanah mereka dari padang pasir dan untuk
mempraktikkan pertanian tanaman irigasi yang berkelanjutan. Mereka Begitu
sukses dalam usaha mereka sehingga pendekatan mereka terhadapnya irigasi dan
reklamasi tanah gambut yang terancam garam dan manajemen memberikan
prinsip panduan untuk pembangunan irigasi di seluruh A.S. barat dari tahun
1902 (dengan berlakunya UU Reklamasi) sampai penutupan Abad ke-20.
Ilmu pertanian irigasi dan arid zone ilmu tanah pada umumnya sangat
bergantung pada yayasan dan kontribusi yang  berasal dari pertengahan- Asal
abad ke 19. Pengembangan irigasi di barat A.S. selanjutnya didorong oleh
bagian Gurun Land Act of 1877 dan Carey Act of 1894, yang disediakan tanah
untuk pemukiman dan infrastruktur pemerintah untuk  pembangunan Irigasi
tingkat universitas yang pertama Tentu saja diyakini telah diajarkan oleh Elwood
Mead (Nama Lake Mead) di Agricultural College Colorado di Fort Collins,
Colorado . Mead nanti mengambil posisi dengan United State Department of
Agriculture dan akhirnya menjadi komisaris Biro Reklamasi.
Di seluruh dunia, banyak yang praktis modern prinsip perancangan
sistem irigasi dan irigasi tanah manajemen dapat ditelusuri ke pelajaran yang
dipetik di menetap di Amerika Barat dari tahun 1847 sampai akhir Perang Dunia
II, ketika total wilayah irigasi A.S. telah tumbuh menjadi 7,5 juta ha. Setelah
Perang Dunia II,  pembangunan irigasi di seluruh dunia memasuki periode
memabukkan ekspansi cepat. Populasi dunia tumbuh, sebagian karena
meningkat harapan hidup akibat obat baru dan penggunaan DDT untuk
mengendalikan malaria dan penyakit lainnya membawa serangga Kemajuan
teknologi didorong oleh Perang dunia pertama dan kedua diterapkan pada semua

19
jalan hidup termasuk pertanian. Listrik, uap dan sumber daya  pembakaran
internal tersedia untuk pompa dan tekan air. Desain pompa baru, mematenkan
pivot pusat dan penyiraman sprinkler lainnya sistem datang bersama dalam
beberapa dekade yang singkat antara dan segera mengikuti perang untuk
merevolusi kemampuan untuk mengantarkan air.

Irigasi sudah sejak zaman dahulu dikenal manusia untuk mengairi


lahan. Lalu sejak kapan irigasi berkembang di dunia?. Berikut ini kronologinya.

1. 6000 Sebelum Masehi


Irigasi dikenal pertama kali di Mesir dan Mesopotamia menggunakan air
dari Sungai Nil dan Eufrat/Tigris. Pada saat banjir di bulan Juli sampai
Desember, air lalu disalurkan selama 40 sampai 60 hari. Air itu kemudian
dikembalikan ke sungai pada masa pertumbuhan tanaman.
2. 3500 Sebelum Masehi
Banjir tahunan di sepanjang Sungai Nil tak tercatat secara berkala
sehingga bangsa Mesir menciptakan alat ukur banjir atau Nilometer.
Desainnya sederhana berupa kolom vertical yang dimasukan ke dalam sungai
agar terlihat kedalamannya berapa. Desain kedua menggunakan tangga yang
dimasukan ke sungai. Data ini kemudian diguanakan oleh Dukun Mesir kuno
untuk memprediksi banjir.

Gambar 4. Irigasi di Mesir Kuno


3. 3100 Sebelum Masehi

20
Proyek irigasi pertama diciptakan di bawah pimpinan Raja Menes. Dia
dan penerusnya menggunakan bendungan dan canal untuk mengalihkan
banjir Nil ke sebuah danau yang disebut "Moeris".
4. 2000 Sebelum Masehi
Pipa panjang dibuat dari semen dan hancuran batu oleh orang Romawi
untuk menyalurkan air. Pipa yang sama digunakan seabad lalu untuk
membawa air lembah San Gabriel California.
5. 1792 Sebelum Masehi
Raja Babilonia, Hammurabi adalah raja pertama yang memiliki lembaga
irigasi di dalam kerajaan. Lembaga ini bertugas mendistribusikan air secara
proporsional berdasarkan luas lahan, petani bertugas memelihara saluran air
dil lahannya, dan adminstrasi kolektif dari semua pengguna kanal.
6. 1700 Sebelum Masehi
Tiang besar dengna palang seimbang, tali dan ember dipasang pada
masa ini. Dengan menarik tali lalu menurunkan ember ke sunagi, operator
lalu mengangkat air dari sungai. Tiang bisa berputar dan ember dikosongkan
saat air dialihkan. Dengan metode ini air bisa didapat meski sungai belum
banjir.
7. 700 Sebelum Masehi
Roda Air Mesir (Noria), merupakan sebuah roda dengan ember dan pot
Tanah liat dibuat melingkar. Roda diputar oleh aliran sungai. Aliran ini
mengisi ember yang terendam aliran sungai kemudian otomatis akan berputar
karena perbedaan berat. Model ini merupakan model irigasi otomatis tanpa
tenaga manusia di dunia.
8. 604-562 Sebelum Masehi
Taman Gantung Babilonia adalah salah satu keajaiban dunia kuno dan
dibangun pada masa Nebukadnezar di Babilonia. Yang hilang dari sejarah
adalah bagaimana taman tersebut diberi pengairan dan akhirnya metode yang
digunakan adalah irigasi.

21
Gambar 5. Taman Gantung Babilonia

9. 550-331 Sebelum Masehi


Kareze di Mesopotamia, merupakan teknik yang memungkinkan
penggunaan air Tanah sebagai sumber utama irigasi. Sebuah Qanat dibangun
terlebih dahulu dengan menggali vertical hingga ke dalam Tanah. Setelah
sumur Qanat itu selesai, lalu terowongan digali dengan arah horizontal ke
ujung sumur. Lereng alami akan memungkinkan air sumur mengalir menurut
gravitasi ke bawah terowongan. Qanat masih digunakan saat ini di Cina dan
Maroko.
10. 500 Sebelum Masehi
Roda Air Persia, digunakan pertamakali dan saat ini dikenal sebagai
pompa. Perangkat ini merupakan rangkaian alat pengangkut air mirip Noria
namun tidak menggunakan tenaga air sungai dan bisa menggunakan tenaga
manusia.
11. 250 Sebelum Masehi
Saat mengunjungi Mesir, Sarjana Yunani Archimedes menciptkaan
perangkat pompa Archimedes yang terdiridari sekrup di dalam tabung
hampa. Sekrup itu berbalik dan saat sia berotasi maka air akan terangkut.
12. 500 Masehi
Penggunaan kincir angina pertamakali tidak diketahui meski gambar
kincir angin pompa dari Persia diketahui. Desain ini punya layar vertical
yang terbuat dari daun alang-alang atua kayu yang melekat pada poros pusat.

22
13. 1800 Masehi
Irigasi di dunia pada masa ini mencakup 19 juta ha lebih. Saat ini sudah
mencapai 600 juta ha

3.1.2 Status Terkini


Di Amerika Serikat, Uni Soviet, Australia, dan Afrika sangat besar
program yang disponsori pemerintah dimulai pada tahun 1930, 1940 dan 1950
untuk membangun bendungan untuk tenaga air, pengendalian banjir, irigasi, dan
untuk mendorong penyelesaian dan daerah irigasi sekitar 94 juta ha pada tahun
1950 dan tumbuh menjadi 198 juta ha pada tahun 1970. Sebaliknya, total dunia
daerah irigasi tumbuh menjadi hanya sekitar 220 juta ha pada tahun 1990 dan
263 juta ha pada tahun 1996.
Beberapa contoh, bangunan air berskala besar proyek telah terhambat
oleh ekonomi yang buruk dan ketidakstabilan negara-negara dalam
pengembangan potensi teh, bukan dengan biaya atau tantangan teknis. Saat ini
60% dari produksi biji-bijian bumi dan setengahnya dia menghargai semua hasil
panen dari irigasi. Mungkin yang paling luar biasa adalah produksi pertanian
efisiensi yang dimiliki irigasi di seluruh dunia. Beberapa 50 juta ha tanaman
irigasi yang paling produktif di bumi (4% dari total luas lahan bumi)
menghasilkan sepertiga dari menjadi keseluruhan tanaman pangan di planet ini.
Hektare untuk hektar, lahan irigasi menghasilkan dua sampai dua
setengah kali hasil panen dan tiga kali nilai tanaman per hektar dibandingkan
dengan lahan non-irigasi. Namun, irigasi Jumlah porsi hanya sekitar seperenam
dari total dunia area yang dipotong (14) dan sekitar 5% dari total produksi dunia
daerah, yang meliputi lahan pertanian, rerumputan dan padang rumput (15). Di
Amerika, kebanyakan buah dan sayuran segar masuk toko kelontong berasal dari
pertanian irigasi.
Luar kelangsungan hidup dan dampak ekonomi, bahkan hiburan kita dan
estetika sangat bergantung pada irigasi. Hampir semua kebun Stok pembibitan di
Amerika disebarkan dan dipelihara di bawah irigasi dan taman hari ini, lapangan
bermain, lapangan golf, dan lanskap komersial jarang didirikan dan
dipertahankan tanpa irigasi. Menempatkan dampak produksi global irigasi
Pertanian dalam perspektif, akan membutuhkan lebih dari seperempat miliar
hektar lahan pertanian tadah hujan baru (sebuah daerah ukuran Argentina) untuk

23
memasok rata-rata tambahan produksi yang menghasilkan dan efisiensi tinggi
irigasi. Sebenarnya, perkiraan ini konservatif. Jika tanah Saat ini irigasi tidak
lagi diairi tapi dibiarkan masuk produksi, outputnya akan jauh di bawah rata-rata
lahan tadah hujan yang ada. Ini karena bagian terbesar dari irigasi terjadi di
dalam dan atau lingkungan semi kering. Selanjutnya, tambahan lahan tadah
hujan mulai diproduksi untuk mengganti pertanian irigasi, akan baik-baik saja di
bawah produktivitas rata-rata tadah hujan saat ini.

Ini adalah karena lahan tadah hujan dengan potensi hasil paling besar
sudah dibawa ke produksi. Yang lebih realistis perkiraan mungkin dua atau tiga
kali lipat seperempat miliar perkiraan nominal nominal. Di dunia enam miliar
orang, irigasi telah menjadi penting dengan memberikan lagi manfaat lain yang
tidak mungkin segera dihitung, tapi sama pentingnya dengan atau lebih penting
daripada efisiensi produksi atau keuntungan ekonomi, atau bahkan manfaat yang
seringkali tidak terkontaminasi dalam banyak irigasi.

3.2 Sejarah Irigasi di Asia


Lebih dari 60 persen wilayah irigasi di dunia berada Asia. Kira-kira dua
pertiga dikhususkan untuk produksi biji serealia, beras dan yang lebih rendah luas
gandum. Daerah irigasi telah berkembang cepat selama setengah abad terakhir melalui
pembangunan kanal dan bendungan penyimpanan, dan eksploitasi air tanah. Irigasi di
Asia telah melalui perjalanan panjang hingga berkembang seperti sekarang ini.
Secara umum perkembangan irigasi di asia dibagi ke dalam 3 periode yakni
era kolonial, era perang dingin dan era globalisasi sampai sekarang.

3.2.1 Era Kolonial (1850-1945)


Strategi irigasi yang dominan:
Irigasi pelindung di daerah semi kering untuk kelaparan pencegahan di
tahun kekeringan. Pengendalian banjir di delta dan skema pengalihan sungai di
daerah monsun untuk memastikan pengumpulan panen dan pendapatan utama.
Sebagian besar pendapatan dari kekuatan kolonial di Asia adalah berdasarkan
pertanian. Ini termasuk perkebunan (karet, teh, kopi, dll) di daerah tadah hujan,
sementara irigasi dikembangkan di dataran rendah agar menyediakan beras
sebagai makanan pokok bagi penduduk serta untuk ekspor. Penguasa memiliki
kembar dan sering bertentangan tujuan memproduksi makanan di untuk
mengendalikan kelaparan, kerusuhan, atau pemberontakan dan mengekstrak
24
surplus sebanyak mungkin. Dilema ini memiliki ungkapan yang berbeda dalam
daerah semi kering dan di daerah monsun.
Di daerah semi kering, produksi tanaman hamper sangat bergantung pada
irigasi. Sistem itu dirancang dan produksi tanaman yang direncanakan di dasar
ketersediaan air irigasi seringkali dengan tujuan memaksimalkan kembali ke air
yang langka bukan untuk mendarat.
Di daerah monsun, petani tersebut merencanakan produksi tanamannya
aterutama atas dasar curah hujan yang diharapkan. Di tahun curah hujan yang
baik, petani tidak membutuhkan irigasi. Banjir sering terjadi, dengan perlu
menyediakan drainase yang memadai persediaan air tambahan pada tahun-tahun
curah hujan rendah. Perluasan irigasi tambahan untuk melindungi Panen utama,
biasanya nasi. Pada bagian ini, kita membahas pengembangan irigasi terlebih
dahulu di daerah semi kering dan kemudian di musim hujan daerah.

3.2.2 Era Perang Dingin (1946-1989)


Strategi irigasi yang dominan:
Perluasan irigasi yang dikelola oleh pemerintah sistem dan fasilitas air
bersih publik dan swasta untuk mencapai ketahanan pangan, kemiskinan
pengurangan, dan tujuan sosial terkait (periode konstruksi). Era Perang Dingin
sesuai dengan periode postindependence untuk banyak orang Asia negara.
Negara-negara yang baru merdeka dihadapkan dengan kebutuhan untuk
menyediakan pekerjaan dan makanan. Pada saat yang sama, iman di sains dan
teknologi untuk membawa perkembangan, kemajuan material dan kebahagiaan
bagi jutaan orang, dikandung pada model perkembangan mantan negara
kolonial, cenderung meningkatkan legitimasi negara-negara baru secara
bersamaan.
Perhatian tumbuh di Barat mengenai ledakan populasi dan makanan yang
memburuk situasi di Asia dan implikasinya bagi politik stabilitas dan
penyebaran komunisme. Antara pemerintah Asia dan Barat, dan Pembangunan
internasional yang didominasi Barat Agensi, prioritasnya jelas menambah sereal
produksi gandum di Asia. Perhatian sering terjadi difokuskan pada kesuksesan
dalam pembangunan dan perpanjangan hasil panen tinggi, pupuk-responsif
varietas, yang disebut revolusi hijau. Namun, investasi besar dilakukan secara
multilateral lembaga pemberi pinjaman, lembaga donor, dan nasional

25
pemerintah untuk mengembangkan dan memperluas irigasi sistem dapat dengan
mudah dianggap sebagai sine qua bukan keamanan pangan di Asia hari ini.
Periode 1945-1960 bisa dianggap sebagai masa transisi di mana banyak
orang Asia negara berkembang mendapatkan kemerdekaan. Selanjutnya, dua
peristiwa iklim yang menyebabkannya kekurangan dalam hujan tahunan di
sebagian besar wilayah dunia-yang disebut El Ninos bertugas mengkatalisis
komitmen terhadap ketahanan pangan tujuan dan investasi irigasi. Yang pertama
terjadi pada pertengahan 1960-an di India subkontinen, di mana kekurangan
gandum produksi mengancam kelaparan Kedua terjadi pada tahun 1972,
mengakibatkan kekurangan panen produksi, yang menyebabkan kenaikan tajam
beras dunia harga dan memaksa Thailand, dunia eksportir beras terbesar, untuk
melarang ekspor beberapa bulan pada tahun 1973.
Dari tahun 1960an seterusnya negara maju dan pembangunan multilateral
lembaga yang dipimpin oleh Bank Dunia dan Asia Bank Pembangunan
memainkan peran utama dalam pengembangan irigasi.

3.2.3 Era Baru Globalisasi (1990 Ke depan)


Konsep globalisasi menekankan tumbuh hubungan antara ekonomi dunia
dan mereka interdependensi. Di negara berkembang, ini tercermin dalam
pergeseran dari petani (tidak mencukupi) ke ekonomi pasar. Meluas penggunaan
teknologi informasi seperti sel telepon dan peningkatan mobilitas tenaga kerja
simbol transformasi global ini. Saat kita memasuki Era Globalisasi periode
ekspansi cepat daerah irigasi melalui baik konstruksi irigasi permukaan sistem
atau eksploitasi air tanah nampaknya akan segera berakhir. Artinya,
mengembangkan lebih banyak potensi dunia sumber air yang bisa dimanfaatkan
mahal.

Namun, itu harus diakui bahwa uang muka pada teknologi seperti
desalinisasi mungkin tersedia sumber air yang penting di masa depan) Saat yang
sama, terjadi pertumbuhan yang pesat permintaan air untuk penggunaan
nonpertanian- industri, kotamadya, tenaga air dan perlindungan lingkungan.
Perhatian telah beralih ke perbaikan manajemen dan kinerja sistem irigasi yang
ada baik untuk mengurangi beban keuangan maupun untuk memungkinkan
meningkatnya jumlah air yang akan dialihkan penggunaan nonpertanian ini.
Peran negara ditantang oleh pengembangan pribadi tubel, dengan bergerak

26
menuju desentralisasi dan pola tata kelola yang lebih partisipatif. Selanjutnya
kita membahas beberapa faktor kunci membentuk pengembangan pertanian
irigasi hari ini.

Kelangkaan Air, kami biasa percaya bahwa di sana akan selalu cukup air.
Irigasi mengkonsumsi sekitar 70 persen total persediaan air yang dikembangkan,
tapi sudah selesai 70 persen konsumsi ada di negara berkembang. Sebuah
proyeksi 2,7 miliar orang, termasuk sepertiga dari populasi India dan China,
akan tinggal di daerah yang akan mengalami kelangkaan air yang parah dalam
tahap pertama seperempat abad ini (Seckler et al 1998). Kekurangan air bisa
menyebabkan konflik di Timur Tengah dan Afrika Utara namun cenderung
demikian berdampak paling parah pada segmen yang paling miskin dari
populasi di Asia Selatan dan Sub- Sahara Afrika, di mana insiden kemiskinan
berada sudah tinggi. Namun, kekurangan air akan meluas, meluas jauh
melampaui daerah semi kering dan bahkan mempengaruhi populasi di daerah
yang berair.

27
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Irigasi merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan usaha tani dalam arti luas.
Sejalan dengan era reformasi dan otonomi daerah, maka saat ini telah ada pengaturan
baru yang mengatur tentang irigasi, yaitu pengelolaan diserahkan kepada petani.
Namun demikian pemerintah tetap berkewajiban untuk membantu petani terutama
dalam bimbingan teknis dan keuangan sampai mampu mengelolanya secara mandiri.
Irigasi didefinisikan sebagai suatu cara pemberian air, baik secara alamiah ataupun
buatan kepada tanah dengan tujuan untuk memberi kelembaban yang berguna bagi
pertumbuhan tanaman. Sesuai dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada
suatu daerah adalah upaya rekayasa teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air
dalam menunjang proses produksi pertanian, dari sumber air ke daerah yang
memerlukan serta mendistribusikan secara teknis dan sistematis.

28
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Riski. 2019. Makalah Sejarah Irigasi. Academia.edu. diakses pada tanggal 10
Maret 2022 melalui
https://www.academia.edu/41160792/MAKALAH_SEJARAH_IRIGASI_DI_D
UNIA_DAN_DI_INDONESIA
Anonim. 2016. Makalah Sejarah Irigasi di Indonesia. Eprints. Diakses pada tanggal
10 Maret 2022 melalui http://eprints.polsri.ac.id/125/3/BAB%20II.pdf
Anonim. 2015. Sejarah Awal Irigasi di Dunia. Blogspot. Diakses pada tanggal 10
Maret 2022 melalui http://sayutinew.blogspot.com/2015/03/makalah-
irigasi.html
Anonim. 2016. Makalah Sejarah Irigasi di Indonesia. Eprints. Diakses pada tanggal 10
Maret 2022 melalui https://www.academia.edu/36963284/Sejarah_irigasi

29

Anda mungkin juga menyukai