“SEJARAH IRIGASI”
Disusun oleh :
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ANTAKUSUMA
PANGKALAN BUN
2022
Kata Pengantar
Penyusunan makalah ini sebagai salah satu tugas dari Ibu Trisniati, ST., MT.
selaku dosen mata kuliah Irigasi dan Bangunan Air di Universitas Antakusuma.
Makalah ini saya susun dari referensi yang saya dapat di internet.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat saya
harapkan. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi diri saya sendiri
khususnya dan pembaca pada umumnya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................4
ii
BAB III PEMBAHASAN..................................................................................................17
BAB IV PENUTUP............................................................................................................27
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................29
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1............................................................................................................................14
Gambar 2............................................................................................................................15
Gambar 3............................................................................................................................15
Gambar 4............................................................................................................................20
Gambar 5............................................................................................................................22
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
ketahanan pangan nasional. Irigasi menjadi pendukung keberhasilan pembangunan
pertanian dan merupakan kebijakan Pemerintah yang sangat strategis dalam
pertumbuhan perekonomian nasional guna mempertahankan produksi swasembada
beras. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2006 tentang irigasi pada
ketentuan umum bab I pasal 1 berbunyi irigasi adalah usaha penyediaan pengaturan dan
pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya adalah irigasi
permukaan, rawa, air bawah tanah, pompa, dan tambak. Untuk mengalirkan air sampai
pada areal persawahan diperlukan jaringan irigasi, dan air irigasi diperlukan untuk
mengairi persawahan, oleh sebab itu kegiatan pertanian tidak dapat terlepas dari air.
Menurut Mawardi dan Memed (2004) irigasi sebagai suatu cara mengambil air dari
sumbernya guna keperluan pertanian, dengan mengalirkan dan membagikan air secara
teratur dalam usaha pemanfaatan air untuk mengairi tanaman.
Pemanfaatan sumber daya air pada dasa warsa terakhir ini dirasa semakin
bertambah besar, namun dibalik itu ketersediaan jumlahnya terbatas, seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk dan aktivitas masyarakat yang selalu meningkat,
keterbatasan air bagi pertanian bukan saja terjadi pada musim kemarau, namun di
musim hujanpun bisa terjadi. Hal ini disebabkan sebagian besar air hujan yang jatuh
menjadi aliran permukaan dan tidak termanfaatkan, sehingga ketersediaan air menjadi
berkurang dalam skala ruang dan waktu , keterbatasan air menyebabkan berkurangnya
luas tanam, jenis dan jumlah produksi pertanian. Untuk mengatasi masalah tersebut
diperlukan prioritas dan efisiensi penggunaan air. Efisiensi penggunaan air yang tinggi
dalam hal ini irigasi dapat terlaksana apabila manajemen operasional yang ditetapkan
tepat pada sasaran dan sarana jaringan irigasi yang mewadahi baik jumlah maupun
kualitasnya. Sarana yang dimaksud meliputi: saluran air, bangunan penangkap air,
bangunan sadap, bangunan bagi, alat ukur debit dan bangunan-bangunan lainnya.
Bangunan ukur debit memegang peranan yang sangat penting dalam mendistribusikan
air, sehingga diperoleh jumlah air yang diberikan akan sama jumlah air yang
dibutuhkan. Apabila jumlah air yang diberikan lebih besar yang diminta, maka
efisiensinya rendah sehingga penggunaan air boros, terbuang secara percuma. Demikian
juga sebaliknya, jika jumlah air yang tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman
pertanian akan berakibat produktifitas hasil pertanian menurun. Dengan demikian
bangunan ukur debit harus tepat dalam memberikan jumlah air sesuai yang dibutuhkan.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
yang ada, yaitu :
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Waduk Serba Guna yang pertama dibangun di dunia. Resesi ekonomi (inflasi)
tahun 1930 melanda seluruh dunia, sehingga TVA adalah salah satu model
dalam membangun kembali ekonomi Amerika Serikat. Isu TVA adalah
mengenai: produksi tenaga listrik, navigasi, pengendalian banjir, pencegahan
malaria, reboisasi, dan kontrol erosi. Sehinga di kemudian hari Proyek TVA
menjadi salah satu model dalam menangani hal yang mirip. Oleh sebab itu
Proyek Waduk Jatiluhur merupakan tiruan yang hampir mirip dengan TVA di
AS tersebut. Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten
Purwakarta (±9 km dari pusat Kota Purwakarta). Bendungan itu dinamakan oleh
pemerintah Waduk Ir. H. Juanda, dengan panorama danau yang luasnya 8.300
ha. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal
Perancis, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 milyar m3/thn.
Sedangkan menurut Sudar D. Atmano (2007), dalam pasal 4, ayat (2), pada PP
No. 20/2006 bahwa pembangunan dan pengelolaan keirigasian diselenggarakan
dengan sistem irigasi partisipatif. Begitu pula seharusnya dalam
mengembangkan kebijakan dalam ”pembagian peran” dalam pengembangan dan
pengelolaan irigasi, juga perlu konsisten dan mempunyai landasan komitmen
untuk mengembangkan pembagian peran yang partisipatif pula.
5
Pemerintahan Hindia-Belanda mendirikan Departemen BOW mulailah dibentuk
"Irrigatie-Afdeling". Tepatnya tercatat pada tanggal 1 Januari 1889 pertama kali
dibentuk daerah irigasi yaitu Irrigatie - Afdeling Serayu yang meliputi
karesidenan Banyumas dan Bagelan di Jawa Tengah. Kemudian diikuti dengan
Irrigatie - Afdeling Brantas yang meliputi daerah Malang - Kediri - Surabaya
pada tahun 1982, Irrigatie - Afdeling Serang yang meliputi daerah Semarang -
Demak dan Purwodadi. Dengan semua itu Pulau Jawa dalam tahun 1910 telah
terbagi habis oleh daerah-daerah irigasi.
6
peran kapital sosial dalam pemabngunan dan pengelolaan irigasi secara
eksisting tidak banyak berbeda dengan era kolonial.
4. Era Orde Baru. Era Orde Baru oleh sebagian pengamat disebut sebagai
kebangkitan rezim pemerintah. Pada era ini ditandai dengana kebangkitan
peran pemerintah dalam memperkuat sektor pangan nasional. Sehingga
aspek pembangunan dan rehabilitasi besar-besaran di bidang irigasi,
banyak dilakukan oleh pemerintah. Pada era ini, pemerintah berhasil
menggantikan undang-undang pengairan versi pemerintah Kolonial,
menjadi UU No. 11/1974 tentang Pengairan. Akibat sangat kuatnya
orientasi pemerintah untuk meraih swa-swmbada pangan/beras, maka
kegiatan pengembangan dan pengelolaan irigasi banyak dilakukan oleh
pemerintah. Pendekatan tersebut berakibat pada ditinggalkannya kapital
sosial masyarakat lokal dalam keirigasian, dan bahkan banyak terjadi
marjinalisasi kapital sosial masyarakat. Pendekatan tersebut membawa
konsekuensi ketidak jelasan peran masyarakat dalam keirigasian, yang
akibat selanjutnya menjadi masyarakat lokal yang pasif.
5. Era Pasca Orde Baru/Reformasi. Era ini lahir sebagai respons masyarakat
terhadap sistem pembangunan dan pendekatan pembangunan yang
totaliter dan sentralistis. Sehingga masyarakat menuntut adanya reformasi
pelaksanaan dan pendekatan pembangunan, termasuk melakukan regulasi
ulang dalam berbagai sektor pembangunan. Dalam era ini lahir UU No.
7/2004 tentang Sumberdaya Air, dan PP No. 20/2006 tentang Irigasi.
Seharusnya pada era ini tidak mengulang pendekatan pembangunan
sebagaimana yang terjadi pada era Orde Baru, dimana pemerintah sangat
mendominasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Pada era ini
perlu dibangun suatu system dan mekanisme pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi yang memberi peran yang lebih nyata kepada
masyarakat. Era ini perlu dijadikan era kebangkitan kapital sosial
masyarakat dalam sistem keirigasian Indonesia pada saat sekarang dan
kedepan.
7
2.1.3 Reformasi Sumber Daya Air di Indonesia
Indonesia membutuhkan reformasi pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya air (SDA). Ada sejumlah alasan mengapa reformasi tersebut perlu
dilakukan. Pertama, sektor air di Indonesia tidak mampu untuk memenuhi
pertumbuhan dan berbagai tuntutan sebagai konsekuensi akibat meningkatnya
populasi. Kebutuhan air untuk keperluan rumah tangga, industri, dan pertanian
meningkat, tetapi gagal dipenuhi dan diantisipasi oleh berbagai institusi
pemerintah yang bertanggung jawab bagi penyediaan sarana air yang bersih dan
memadai. Hal ini dapat dilihat dari reaksi berbagai pihak yang seakan-akan
kebakaran jenggot dengan munculnya gejala kekeringan di banyak daerah di
Indonesia akhir-akhir ini. Kedua, regulasi dan institusi yang mengatur SDA yang
ada saat ini sangat kompleks, tumpang tindih, dan tidak relevan terhadap
berbagai kecenderungan (trends) yang berlaku. Undang-Undang (UU) Nomor 11
Tahun 1974 mengenai Pengairan, serta sejumlah peraturan turunan lainnya yang
mengatur sektor air tidak lagi memadai sebagai instrumen hukum dalam
mengatur sumber daya air yang perkembangan masalahnya sudah
multidimensional.
Dengan desakan dan pinjaman (loans) dari lembaga-lembaga internasional
seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, proses reformasi sektor SDA
dimulai sejak tahun 1999. Proses ini diawali dengan menyiapkan perangkat UU
Sumber Daya Air yang baru untuk menggantikan UU Pengairan, yang menurut
penulis prosesnya dipaksa untuk dipercepat dan tertutup. Saat ini RUU Sumber
Daya Air sedang dibahas di DPR. Upaya lain yang sedang dilakukan adalah
melakukan sejumlah perubahan kebijakan di level makro dan mikro, misalnya
kebijakan mengenai irigasi, pembentukan sistem dan jaringan data hidrologi
nasional. Yang menjadi pertanyaan kemudian, apakah reformasi SDA dilandasi
oleh paradigma yang tepat dan apakah reformasi tersebut mampu memberikan
jawaban atas berbagai tantangan yang dihadapi sektor ini? Dengan membaca
RUU Sumber Daya Air, dapat dipahami adanya cara pandang yang berubah atas
sumber daya air. Air tidak lagi sekadar barang publik (public goods), tetapi
sudah menjadi komoditas ekonomi.
Pandangan tradisional melihat air sebagai barang publik yang tidak
dimiliki oleh siapa pun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global
commons), sumber daya alam yang dikelola secara kolektif, bukan untuk dijual
8
atau diperdagangkan guna keuntungan tertentu. Hal tersebut didasarkan pada
kenyataan bahwa tidak ada seorang pun dapat menciptakan air. Paradigma
tradisional ini bertentangan dengan paradigma pengelolaan air modern yang
berdasarkan pada nilai ekonomi intrinsik dari air, yang dilandasi pada asumsi
adanya keterbatasan dan kelangkaan air, serta dibutuhkannya investasi atau
biaya untuk penyediaan air bersih. Perdebatan antarkelompok yang mengusung
kedua paradigma tersebut masih terus berlangsung. Kalangan organisasi
nonpemerintah (ornop) menganggap bahwa air sudah seharusnya menjadi bagian
hak asasi manusia dan menjadi tugas negara untuk menyediakannya. Dengan
demikian, segala upaya komodifikasi dan privatisasi air seharusnya tidak
diperbolehkan. Penjelasan pasal RUU SDA juga menyatakan bahwa untuk
meningkatkan efisiensi dan peran masyarakat dan swasta, pemerintah dapat
menjalin kerja sama kemitraan dengan badan usaha dan perorangan dalam
bentuk pembiayaan investasi pembangunan prasarana sumber daya air maupun
dalam penyediaan jasa pelayanan atau pengoperasian prasarana pengairan.
Bentuknya dapat berupa kontrak BOT, perusahaan patungan, kontrak pelayanan,
kontrak manajemen, kontrak konsesi, kontrak sewa, dan sebagainya. Implikasi
dari dominannya peran swasta adalah dalam hal menetapkan biaya penyediaan
air dan harga air. Dari pengalaman selama ini, perusahaan swasta selalu
menetapkan prinsip pemulihan biaya penuh (full cost recovery) untuk
memaksimalkan profit dan mempercepat pengembalian modal. Prinsip tersebut
pada praktiknya bertentangan dengan hak rakyat atas air, terlebih pada kelompok
masyarakat miskin. Kelompok masyarakat miskin kota dan petani kecil adalah
contoh kelompok-kelompok yang rentan terampas hak dasarnya atas air.
Dominannya paradigma air sebagai komoditas ekonomi dalam RUU SDA
melahirkan sejumlah tantangan untuk memenuhi tujuan akhir dari proses
reformasi ini, yaitu penyediaan air yang efisien dan berkeadilan (equitable).
Sangatlah penting memberi perlindungan terhadap hak atas air sebagai hak dasar
umat manusia dari upaya-upaya komersialisasi air yang berlebihan dan
menjamin bahwa reformasi sumber daya air dapat memberikan kesempatan dan
pelayanan yang lebih baik bagi kelompok miskin dengan harga yang terjangkau.
Reformasi SDA harus mampu mempersiapkan aspek kelembagaan dan peraturan
yang dapat menjadi platform bersama bagi tujuan-tujuan di atas.
9
2.1.4 Pengalaman Irigasi Perkebunan Kelapa Sawit
Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama bagi
produksi kelapa sawit. Kekeringan menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan
distribusi asimilat terganggu, berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman
baik fase vegetatif maupun fase generatif. Pada fase vegetatif kekeringan pada
tanaman kelapa sawit ditandai oleh kondisi daun tombak tidak membuka dan
terhambatnya pertumbuhan pelepah. Pada keadaan yang lebih parah kekurangan
air menyebabkan kerusakan jaringan tanaman yang dicerminkan oleh daun
pucuk dan pelepah yang mudah patah. Pada fase generatif kekeringan
menyebabkan terjadinya penurunan produksi tanaman akibat terhambatnya
pembentukan bunga, meningkatnya jumlah bunga jantan, pembuahan terganggu,
gugur buah muda, bentuk buah kecil dan rendemen minyak buah rendah.
Manajemen irigasi perkebunan kelapa sawit, yaitu: membuat bak pembagi,
pembangunan alat pengukur debit manual di jalur sungai, membuat jaringan
irigasi di lapang untuk meningkatkan daerah layanan irigasi suplementer bagi
tanaman kelapa sawit seluas kurang lebih 1 ha, percobaan lapang untuk
mengkaji pengaruh irigasi suplementer (volume dan waktu pemberian) terhadap
pertumbuhan vegetatif kelapa sawit dan dampak peningkatan aliran dasar (base
flow) terhadap performa kelapa sawit pada musim kemarau, identifikasi lokasi
pengembangan dan membuat untuk 4 buah Dam Parit dan upscalling
pengembangan dam parit di daerah aliran sungai.
10
5. Mengatur suhu tanah, Mengatur suhu tanah, misalnya pada suatu daerah suhu tanah
terlalu tinggi dan tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman maka suhu tanah dapat
disesuaikan dengan cara mengalirkan air yang bertujuan merendahkan suhu tanah.
6. Membersihkan tanah, Membersihkan tanah, dilakukan pada tanah yang tidak subur
akibat adanya unsur-unsur racun dalam tanah. Salah satu usaha misalnya
penggenangan air di sawah untuk melarutkan unsur-unsur berbahaya tersebut
kemudian air genangan dialirkan ketempat pembuangan.
7. Mempertinggi permukaan air tanah. Mempertinggi permukaan air tanah, misalnya
dengan perembesan melalui dinding-dinding saluran, permukaan air tanah dapat
dipertinggi dan memungkinkan tanaman untuk mengambil air melalui akar-akar
meskipun permukaan tanah tidak dibasahi.
11
2. Rotational Flow, merupakan metode distribusi air yang dilakukan secara
bergantian dari suatu lahan ke lahan lainnya berdasarkan perencanaan dan
jadwal yang telah disepakati bersama antara sessama petani pemakai air
irigasi jadwal yang direncanakan tentunya telah disesuaikan dengan fase
pertumbuhan dan kebutuhan tanaman.
3. On demand, merupaka metode distribusi yang lebih modern dan kompleks.
Gambaran umum metode ini adalah seperti jaringan PDAM di kompleks
permukiman. Dibutuhkan beberapa komponen otomatisasi dalam jaringan
sehingga petani pemakai air dapat mendistribusikan air sewaktu-waktu.
Keuntungan metode ini adalah kebebasan petani pemakai air air irigasi
dalam aplikasi air ke tanaman. Sedangkan kelemahan metode ini adalah
membutuhkan modal yang lebih banyak untuk pembangunan jaringannya,
serta potensi terjadinya kekurangan air saat beberapa petani pemakai air
memakai air secara bersamaan.
4. Reservoir, merupakan metode gabungan antara continous flow dan on
demand. Bak-bak penampungan air dibangun sepanjang lahan pertanian.
Bak tersebut akan diisi secara terus menerus seperti pada metode continous
flow. Selanjutnya petani pemakai air mendistribusikan air dari bak
penampungan tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka seaktu-waktu
seperti pada metode on demand.
12
diambil dari sungai, misalnya Stasiun Pompa Gambasari dan Pesangrahan
(sebelum ada Bendung Gerak Serayu), atau dari air tanah, seperti pompa air
suplesi di DI. Simo, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
13
Persediaan air biasanya belimpah dengan kemiringan berkisar antara sedang
sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak memerlukan teknik yang
sulit untuk membagi airnya. Jaringan yang sederhana itu masih diorganisasi
tapi memiliki kelemahan-kelemahan yang serius. Pertama-tama, ada
pemborosan air dan karena pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang
tinggi, air yang terbuang itu tidak selalu terbuang ketempat daerah yang lebih
subur. Kedua terdapat banyak penyadapan yang memerlukan lebih banyak
biaya lagi dari penduuduk karena setiap desa membuat jaringan dan
pengambilan sendiri-sendiri, karena bangunan pengeleknya bukan bangunan
tetap/permanen, maka umumnya mungkin pendek.
14
Gambar 2. Jaringan Irigasi Semi Teknis
15
Petak tersier menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada
bangunan sadap (offtake) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas
Pengairan. Petak tersier yang kelewat besar akan mengakibatkan pembagian air
menjadi tidak efisien. Faktor-faktor lainnya adalah jumlah petani dalam satu
petak, jenis tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi, luas
petak yang ideal antara 50-100 ha, kadang-kadang sampai 150 ha. Petak tersier
terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih 8-15
hektar. Petak tersier sebaiknya mempunyai batas-batas yang jelas, misalnya
jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya. Petak tersier sebaiknya
berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau saluran primer. Sedapat
mungkin dihindari petak tersier yang terletak tidak secara langsung di
sepanjang jaringan saluran irigasi utama, karena akan memerlukan saluran
muka tersier yang mebatasi petak-petak tersier lainnya. Panjang saluran tersier
sebaiknya kurang dari 1500 m tetapi dalam kenyataan kadang-kadang panjang
saluran ini mencapai 2500 m.
16
BAB III
PEMBAHASAN
17
terbalik semprotkan ke Aqueduct Nineveh 700 tahun sebelum kelahiran Kristus,
sebuah prestasi teknik yang tak tertandingi sampai tahun 1860 pembangunan sifon
bertekanan New York Saluran air. Beberapa skema irigasi kuno telah bertahan sampai
hari ini dimana kondisi geologis, tanah, dan iklim menguntungkan dan dimanakah
prinsip manajemen yang diketahui memadai untuk kondisi yang berlaku. Namun,
beberapa skema kuno gagal Di Lembah Mesopotamia, Suriah, Mesir, dan daerah lain
di Timur Tengah.
Ada banyak kasus dimana asas garam manajemen dan drainase kurang
dipahami, sehingga mengakibatkan kerusakan permanen lahan, pengosongan
bendungan dan waduk kuno merupakan wasiat. Langkah konservasi tanah yang tidak
kuat yang akhirnya mengurangi produktivitas lahan sekaligus menghancurkan
kapasitas waduk untuk menyediakan pasokan yang memadai air. Erosi saluran irigasi,
secara geologis daerah yang tidak stabil seperti padang pasir Chili, dan bencana
kegagalan saluran irigasi setelah gempa sering terjadi mengalahkan upaya terbaik
insinyur kuno untuk mempertahankan persediaan air. Teknologi irigasi modern
mungkin dimulai dengan Penyelesaian Mormon di Utah Great Salt Lake Basin di
1847, dan budidaya akhirnya mereka hampir 2,5 juta ha irigasi di seberang A.S. antar-
gunung barat pada gilirannya abad ini. Sedangkan hubungan massa, energi, dan
Turbulensi aliran dikuasai pada tingkat yang sangat tinggi kemahiran dalam budaya
kuno, pemahaman kimia dan interaksi fisik-kimia tanah dan Air yang mengandung
garam relatif sedikit bahkan sampai ke-19 abad.
18
manajemen yang canggih. Di daerah lain, salinisasi, peningkatan sodisitas tanah,
dan peningkatan air tabel telah membatasi rentang hidup skema irigasi atau
mengganggu produktivitas mereka. Sebagai irigasi pindah ke lebih pengaturan
marginal, dengan tanah yang kurang produktif, lebih miskin drainase, dan
masalah salinitas dan sodisitas yang lebih besar keberhasilan atau kegagalan dan
umur panjang skema menjadi lebih tergantung pada aplikasi yang
berpengetahuan luas dan adaptasi prinsip-prinsip ilmiah.
Amerika Mormon pelopor, memilih untuk menetap di daerah terpencil
dengan gangguan garam habitat gurun pasir, dipaksa untuk menggunakan
percobaan dan kesalahan dan aplikasi tercerahkan dari semua yang baru tersedia
pengetahuan untuk merebut kembali tanah mereka dari padang pasir dan untuk
mempraktikkan pertanian tanaman irigasi yang berkelanjutan. Mereka Begitu
sukses dalam usaha mereka sehingga pendekatan mereka terhadapnya irigasi dan
reklamasi tanah gambut yang terancam garam dan manajemen memberikan
prinsip panduan untuk pembangunan irigasi di seluruh A.S. barat dari tahun
1902 (dengan berlakunya UU Reklamasi) sampai penutupan Abad ke-20.
Ilmu pertanian irigasi dan arid zone ilmu tanah pada umumnya sangat
bergantung pada yayasan dan kontribusi yang berasal dari pertengahan- Asal
abad ke 19. Pengembangan irigasi di barat A.S. selanjutnya didorong oleh
bagian Gurun Land Act of 1877 dan Carey Act of 1894, yang disediakan tanah
untuk pemukiman dan infrastruktur pemerintah untuk pembangunan Irigasi
tingkat universitas yang pertama Tentu saja diyakini telah diajarkan oleh Elwood
Mead (Nama Lake Mead) di Agricultural College Colorado di Fort Collins,
Colorado . Mead nanti mengambil posisi dengan United State Department of
Agriculture dan akhirnya menjadi komisaris Biro Reklamasi.
Di seluruh dunia, banyak yang praktis modern prinsip perancangan
sistem irigasi dan irigasi tanah manajemen dapat ditelusuri ke pelajaran yang
dipetik di menetap di Amerika Barat dari tahun 1847 sampai akhir Perang Dunia
II, ketika total wilayah irigasi A.S. telah tumbuh menjadi 7,5 juta ha. Setelah
Perang Dunia II, pembangunan irigasi di seluruh dunia memasuki periode
memabukkan ekspansi cepat. Populasi dunia tumbuh, sebagian karena
meningkat harapan hidup akibat obat baru dan penggunaan DDT untuk
mengendalikan malaria dan penyakit lainnya membawa serangga Kemajuan
teknologi didorong oleh Perang dunia pertama dan kedua diterapkan pada semua
19
jalan hidup termasuk pertanian. Listrik, uap dan sumber daya pembakaran
internal tersedia untuk pompa dan tekan air. Desain pompa baru, mematenkan
pivot pusat dan penyiraman sprinkler lainnya sistem datang bersama dalam
beberapa dekade yang singkat antara dan segera mengikuti perang untuk
merevolusi kemampuan untuk mengantarkan air.
20
Proyek irigasi pertama diciptakan di bawah pimpinan Raja Menes. Dia
dan penerusnya menggunakan bendungan dan canal untuk mengalihkan
banjir Nil ke sebuah danau yang disebut "Moeris".
4. 2000 Sebelum Masehi
Pipa panjang dibuat dari semen dan hancuran batu oleh orang Romawi
untuk menyalurkan air. Pipa yang sama digunakan seabad lalu untuk
membawa air lembah San Gabriel California.
5. 1792 Sebelum Masehi
Raja Babilonia, Hammurabi adalah raja pertama yang memiliki lembaga
irigasi di dalam kerajaan. Lembaga ini bertugas mendistribusikan air secara
proporsional berdasarkan luas lahan, petani bertugas memelihara saluran air
dil lahannya, dan adminstrasi kolektif dari semua pengguna kanal.
6. 1700 Sebelum Masehi
Tiang besar dengna palang seimbang, tali dan ember dipasang pada
masa ini. Dengan menarik tali lalu menurunkan ember ke sunagi, operator
lalu mengangkat air dari sungai. Tiang bisa berputar dan ember dikosongkan
saat air dialihkan. Dengan metode ini air bisa didapat meski sungai belum
banjir.
7. 700 Sebelum Masehi
Roda Air Mesir (Noria), merupakan sebuah roda dengan ember dan pot
Tanah liat dibuat melingkar. Roda diputar oleh aliran sungai. Aliran ini
mengisi ember yang terendam aliran sungai kemudian otomatis akan berputar
karena perbedaan berat. Model ini merupakan model irigasi otomatis tanpa
tenaga manusia di dunia.
8. 604-562 Sebelum Masehi
Taman Gantung Babilonia adalah salah satu keajaiban dunia kuno dan
dibangun pada masa Nebukadnezar di Babilonia. Yang hilang dari sejarah
adalah bagaimana taman tersebut diberi pengairan dan akhirnya metode yang
digunakan adalah irigasi.
21
Gambar 5. Taman Gantung Babilonia
22
13. 1800 Masehi
Irigasi di dunia pada masa ini mencakup 19 juta ha lebih. Saat ini sudah
mencapai 600 juta ha
23
memasok rata-rata tambahan produksi yang menghasilkan dan efisiensi tinggi
irigasi. Sebenarnya, perkiraan ini konservatif. Jika tanah Saat ini irigasi tidak
lagi diairi tapi dibiarkan masuk produksi, outputnya akan jauh di bawah rata-rata
lahan tadah hujan yang ada. Ini karena bagian terbesar dari irigasi terjadi di
dalam dan atau lingkungan semi kering. Selanjutnya, tambahan lahan tadah
hujan mulai diproduksi untuk mengganti pertanian irigasi, akan baik-baik saja di
bawah produktivitas rata-rata tadah hujan saat ini.
Ini adalah karena lahan tadah hujan dengan potensi hasil paling besar
sudah dibawa ke produksi. Yang lebih realistis perkiraan mungkin dua atau tiga
kali lipat seperempat miliar perkiraan nominal nominal. Di dunia enam miliar
orang, irigasi telah menjadi penting dengan memberikan lagi manfaat lain yang
tidak mungkin segera dihitung, tapi sama pentingnya dengan atau lebih penting
daripada efisiensi produksi atau keuntungan ekonomi, atau bahkan manfaat yang
seringkali tidak terkontaminasi dalam banyak irigasi.
25
pemerintah untuk mengembangkan dan memperluas irigasi sistem dapat dengan
mudah dianggap sebagai sine qua bukan keamanan pangan di Asia hari ini.
Periode 1945-1960 bisa dianggap sebagai masa transisi di mana banyak
orang Asia negara berkembang mendapatkan kemerdekaan. Selanjutnya, dua
peristiwa iklim yang menyebabkannya kekurangan dalam hujan tahunan di
sebagian besar wilayah dunia-yang disebut El Ninos bertugas mengkatalisis
komitmen terhadap ketahanan pangan tujuan dan investasi irigasi. Yang pertama
terjadi pada pertengahan 1960-an di India subkontinen, di mana kekurangan
gandum produksi mengancam kelaparan Kedua terjadi pada tahun 1972,
mengakibatkan kekurangan panen produksi, yang menyebabkan kenaikan tajam
beras dunia harga dan memaksa Thailand, dunia eksportir beras terbesar, untuk
melarang ekspor beberapa bulan pada tahun 1973.
Dari tahun 1960an seterusnya negara maju dan pembangunan multilateral
lembaga yang dipimpin oleh Bank Dunia dan Asia Bank Pembangunan
memainkan peran utama dalam pengembangan irigasi.
Namun, itu harus diakui bahwa uang muka pada teknologi seperti
desalinisasi mungkin tersedia sumber air yang penting di masa depan) Saat yang
sama, terjadi pertumbuhan yang pesat permintaan air untuk penggunaan
nonpertanian- industri, kotamadya, tenaga air dan perlindungan lingkungan.
Perhatian telah beralih ke perbaikan manajemen dan kinerja sistem irigasi yang
ada baik untuk mengurangi beban keuangan maupun untuk memungkinkan
meningkatnya jumlah air yang akan dialihkan penggunaan nonpertanian ini.
Peran negara ditantang oleh pengembangan pribadi tubel, dengan bergerak
26
menuju desentralisasi dan pola tata kelola yang lebih partisipatif. Selanjutnya
kita membahas beberapa faktor kunci membentuk pengembangan pertanian
irigasi hari ini.
Kelangkaan Air, kami biasa percaya bahwa di sana akan selalu cukup air.
Irigasi mengkonsumsi sekitar 70 persen total persediaan air yang dikembangkan,
tapi sudah selesai 70 persen konsumsi ada di negara berkembang. Sebuah
proyeksi 2,7 miliar orang, termasuk sepertiga dari populasi India dan China,
akan tinggal di daerah yang akan mengalami kelangkaan air yang parah dalam
tahap pertama seperempat abad ini (Seckler et al 1998). Kekurangan air bisa
menyebabkan konflik di Timur Tengah dan Afrika Utara namun cenderung
demikian berdampak paling parah pada segmen yang paling miskin dari
populasi di Asia Selatan dan Sub- Sahara Afrika, di mana insiden kemiskinan
berada sudah tinggi. Namun, kekurangan air akan meluas, meluas jauh
melampaui daerah semi kering dan bahkan mempengaruhi populasi di daerah
yang berair.
27
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Irigasi merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan usaha tani dalam arti luas.
Sejalan dengan era reformasi dan otonomi daerah, maka saat ini telah ada pengaturan
baru yang mengatur tentang irigasi, yaitu pengelolaan diserahkan kepada petani.
Namun demikian pemerintah tetap berkewajiban untuk membantu petani terutama
dalam bimbingan teknis dan keuangan sampai mampu mengelolanya secara mandiri.
Irigasi didefinisikan sebagai suatu cara pemberian air, baik secara alamiah ataupun
buatan kepada tanah dengan tujuan untuk memberi kelembaban yang berguna bagi
pertumbuhan tanaman. Sesuai dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada
suatu daerah adalah upaya rekayasa teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air
dalam menunjang proses produksi pertanian, dari sumber air ke daerah yang
memerlukan serta mendistribusikan secara teknis dan sistematis.
28
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Riski. 2019. Makalah Sejarah Irigasi. Academia.edu. diakses pada tanggal 10
Maret 2022 melalui
https://www.academia.edu/41160792/MAKALAH_SEJARAH_IRIGASI_DI_D
UNIA_DAN_DI_INDONESIA
Anonim. 2016. Makalah Sejarah Irigasi di Indonesia. Eprints. Diakses pada tanggal
10 Maret 2022 melalui http://eprints.polsri.ac.id/125/3/BAB%20II.pdf
Anonim. 2015. Sejarah Awal Irigasi di Dunia. Blogspot. Diakses pada tanggal 10
Maret 2022 melalui http://sayutinew.blogspot.com/2015/03/makalah-
irigasi.html
Anonim. 2016. Makalah Sejarah Irigasi di Indonesia. Eprints. Diakses pada tanggal 10
Maret 2022 melalui https://www.academia.edu/36963284/Sejarah_irigasi
29