Tema:
Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Menghadapi
HIMPUNAN
Tantangan
AHLI TEKNIK Perubahan Iklim Ekstrem
HIDRAULIK
dan Percepatan Pembangunan Infrastruktur di Era Digital
INDONESIA
Jilid 2
Kumpulan Intisari
Percepatan Pembangunan Infrastruktur
tema:
pengelolaan sumber daya
HIMPUNAN air
AHLI terpadu
TEKNIK menghadapi
HIDRAULIK INDONESIA
tantangan perubahan iklim ekstrem
dan percepatan pembangunan infrastruktur di era digital
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-35, Medan, 7 – 9 September 2018.
Tema “Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Menghadapi Tantangan Perubahan Iklim Ekstrem
dan Percepatan Pembangunan Infrastruktur di Era Digital”
JILID 2
Tim Reviewer:
Prof. Dr. Ir. Sri Harto, Br., Dip., H., PU-SDA
Prof. Dr. Ir. Nadjadji Anwar, M.Sc., PU-SDA
Dr. Ir. Moch. Amron, M.Sc., PU-SDA
Prof. Dr. Ir. Suripin, M.Eng.
Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc
Doddi Yudianto, ST., M.Sc., Ph.D.
ii
SAMBUTAN
Sambutan
Puji Syukur kita panjatkan kepada Yang Maha Kuasa atas
perkenanNya HATHI dapat kembali menyelenggarakan
KETUA
PertemuanUMUM HATHI yang tahun ini diselenggarakan
Ilmiah Tahunan-nya
di Kota Medan.
Puji Syukur kita panjatkan kepada Yang Maha
Kuasa atas perkenanNya HATHI dapat kembali
Ucapan selamat Pertemuan
menyelenggarakan dan terimaIlmiah
kasihTahunan-nya
saya sampaikan kepada
HATHI Cabang Sumatera Utara atas segala kerja keras dan
yang tahun ini diselenggarakan di Kota Medan.
dukungan atas keberhasilan penyelenggaraan PIT ke 35 ini.
Ucapan selamat
Selayaknya kitadan terima kasih
berbangga saya sampaikan
menyatakan bahwa hingga saat ini
kepada HATHI Cabang Sumatera Utara atas segala kerja keras dan dukungan
diusianya yang ke 37, HATHI masih merupakan salah satu organisasi profesi yang
atas keberhasilan penyelenggaraan PIT ke 35 ini.
paling aktif dan konsisten mempertahankan eksistensinya. Namun saya yakin hal ini
tidak membuat
Selayaknya HATHI berpuas
kita berbangga diri. Pembenahan
menyatakan bahwa hinggamasih terus
saat ini harus dilakukan baik
diusianya
dalamkeaspek
yang keorganisasian
37, HATHI maupunsalah
masih merupakan pengabdiannya sebagai
satu organisasi profesiorganisasi
yang profesi.
paling aktif dan konsisten mempertahankan eksistensinya. Namun saya
yakinTantangan yang sedang
hal ini tidak membuat HATHIdihadapi bangsa
berpuas diri. dan negara
Pembenahan ini yang berkaitan
masih terus
harus dilakukan baik dalam aspek keorganisasian maupun pengabdiannya
dengan kemampuan kita dalam mengelola dan melindungi sumber daya air dan
sebagai organisasi profesi.
lingkungannya, harus kita sikapi dengan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia kita,
Tantangan yang sehingga dapat mewujudkan
sedang dihadapi cita-cita
bangsa dan negara organisasi
ini yang yaitu agar dapat
berkaitan
memberikan
dengan kontribusi
kemampuan dan mengelola
kita dalam kemanfaatan dan yang lebih sumber
melindungi luas bagi
dayamasyarakat dan
kesejahteraannya. Kontribusi nyata masih perlu dioptimalkan dalam menjawab
air dan lingkungannya, harus kita sikapi dengan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia kita, sehingga dapat mewujudkan cita-cita organisasi
tantangan ini.
yaitu agar dapat memberikan kontribusi dan kemanfaatan yang lebih
luas bagi masyarakat dan kesejahteraannya. Kontribusi nyata masih perlu
Demikianlah
dioptimalkan dalam sambutan ini. “HATHI yang membumi
saya, semoga
menjawab tantangan dan HATHI
yang merakyat” tetap selalu menjadi semangat organisasi kita.
Demikianlah sambutan saya, semoga “HATHI yang membumi dan HATHI
yangAkhirul
merakyat”kata, semoga
tetap selalu Tuhan
menjadiYang Mahaorganisasi
semangat Esa berkenan
kita. menyertai kita bersama
dalam menjalani pengabdian ini. Aamiin
Akhirul kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan menyertai kita
bersama dalam menjalani pengabdian ini. Aamiin
iii
DAFTAR ISI
50. Uji Model Fisik Peredam Energi Tipe Baffled Chute pada Pelimpah
Bendungan Riam Kiwa......................................................................................... 467-476
Very Dermawan, Mohammad Sholichin, Evi Nur Cahya, dan M.A. Rahman
52. Audit Distribusi Air di Saluran Tarum Barat Ruas Bendung Curug
Ke Bendung Bekasi................................................................................................ 487-496
Iwan Muhammad, Robertus Wahyudi Triweko
v
56. Pemanfaatan Recycled Aggregate Dari Limbah Beton pada
Beton Porous untuk Media Filtrasi Air Limbah Domestik................... 523-532
Evi Nur Cahya, Eva Arifi, Riyanto Haribowo, Emma Yuliani, Alif R.M. Gunawan
61. Identifikasi Kebutuhan Air dan Produktivitas Padi pada Daerah Irigasi
Cascade Menggunakan Remote Sensing ..................................................... 571-577
Sarini, Aulia Julian Fajri, Elvi Roza Syofyan, dan Revalin Herdianto
65. Analisis Saluran Pembawa (Feeder Canal) Daerah Rawa Pasang Surut
Sebakung Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur........ 609-616
Anang Muchlis, Sandi Erryanto, dan Agung Setiono
vi
68. Metode Recursive Digital Filter Sebagai Prediktor Debit Lingkungan
Minimum pada Operasi Bendung Argoguruh............................................ 638-643
Endro P. Wahono, Susi Hariany, dan Firdy Hamzah
vii
80. Pemodelan Neraca Air Permukaan untuk Pendugaan Surplus
dan Defisit pada DAS Anai................................................................................. 751-760
Seri Marona, Maryadi Utama, Febriza, dan Egip Fernando
81. Pengelolaan Sistem Tata Air Rawa Lebak untuk Peternakan Kerbau Rawa
di Kecamatan Rambutan Sumatera Selatan ............................................... 761-768
Yunan Hamdani, Reini Silvia Ilmiaty, Suparji, dan Achmad Syarifuddin
84. Rehabilitasi Infrastruktur Air Tanah Kajian Teori dan Praktek.......... 787-796
Moh Fuad Bustomi Zen
88. Analisis Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan Sistem Drainase
Perkotaan Guna Menunjang Ketahanan Air Perkotaan.......................... 827-836
Ussy Andawayanti, Al Dirga Akbarsadhana, dan Chairil Saleh
89. Kajian Potensi SDA DAS Balease Terhadap Ketahanan Air............... 837-846
Fajar Arif Nurdin, Rahmad Junaidi
92. Pemanfaatan Air Sungai untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
dalam Rangka Percepatan Pembangunan Infrastruktur
(Waduk Sidodadi Banyuwangi)........................................................................ 865-874
Wiwik Yunarni, Sri Wahyuni, Ririn Endah, Gusfan Halik
viii
DAFTAR ISI JILID 1
SUB TEMA 1 : PERUBAHAN IKLIM EKSTREM
ix
11. Analisis Penyebab Banjir di Kawasan Khatib Sulaiman-Lapai-Gunung
Pangilun Kota Padang dan Upaya Pengendaliannya............................... 100-9
Rifda Suriani, Rahmad Yuhendra, Librina Anggraini, Zahrul Umar
22. Pengaruh Perubahan Lahan Terhadap Debit Limpasan DAS Air Dingin
yang Berpotensi Banjir......................................................................................... 205-214
Nisa Khairat, Nulrajabmil, Chairul Muharis, Revalin Herdianto
x
23. Analisis Base Flow Index Sungai Way Sekampung
Stasiun Hidrometri Kunyir.................................................................................. 215-221
Dyah Indriana Kusumastuti, Yudha Mediawan, dan Eka Kurniawan
24. Aplikasi Program Hec-Ras 5.0.3 pada Studi Penanganan Banjir Krueng
Tukah Kabupaten Pidie Provinsi Aceh.......................................................... 222-231
Ichsan Syahputra, Heny Yuliana, dan Tarmizi Daud
27. Analisis Perbandingan Data Curah Hujan Satelit dan Permukaan untuk
Pemodelan Hidograf Satuan Sintetis Batang Sinamar .......................... 251-259
Siti Mardhia Ardina, Afdhal Raras, Indra Agus, dan Munafri Alwys
30. Karakteristik Hujan dan Debit pada Kejadian Banjir Tahun 2017
di DAS Citarum Hulu .......................................................................................... 279-288
Enung, Iwan K. Hadihardaja, M.Syahril Badri Kusuma, dan Hadi Kardhana2
xi
35. Dampak ENSO, Gelombang Badai dan Kenaikan Muka Air Laut
Terhadap Genangan di Pesisir Kota Semarang.......................................... 327-334
Cahyo Nur Rahmat Nugroho, Suprapto, Leo Eliasta Sembiring,
dan Juventus Welly R.G
xii
DAFTAR ISI JILID 3
SUB TEMA 3 : PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
94. Model Arsitektur Pohon dan Komposisi Jenis Vegetasi dalam Perannya
Mengendalikan Laju Aliran Permukaan dan Erosi.................................. 885-894
Naharuddin dan Abdul Wahid
99. Pengelolaan DAS Sampean untuk Konservasi Sumber Daya Air..... 940-949
Yosi Darmawan Arifianto, Joko Mulyono, Mike Yuanita
102. Analisis Faktor Pembatas dan Kelas Kemampuan Lahan Prospek dan
Kendala Pengembangan Lahan Rawa Wilayah Kalimantan Utara... 970-979
Hasyim Saleh Daulay
xiii
104. Hitung Ulang Kemampuan Dam Sabo di Hilir Bendung Irigasi
Gunung Nago Kota Padang, Terhadap Debit Banjir dan
Menahan Angkutan Sedimen............................................................................. 990-999
Syafril Daus, Rifda Suryani, Zahrul Umar, Dede Suaji
109. Analisis Tingkat Kerentanan Lahan DAS Air Dingin Kota Padang Terhadap
Bencana Terkait Akibat Perubahan Iklim dan Tataguna Lahan.......... 1040-1045
Revalin Herdianto, Elvi Roza Syofyan, Maryadi Utama, Seri Merona
xiv
115. Dampak Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Besarnya Debit Banjir
di Kabupaten Probolinggo................................................................................... 1097-1106
Cilcia Kusumastuti, Ruslan Djajadi, Edgar Adiputra Winarko,
dan Evan Antonio Richard
116. Peran Bangunan Sabo dalam Pengendalian Banjir Lahar pada Sungai
Togurara Gunungapi Gamalama ..................................................................... 1107-1116
Dyah Ayu Puspitosari dan Ika Prinadiastari
117. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Kapasitas Reduksi Banjir
Danau Sentani........................................................................................................... 1117-1126
Elroy Koyari
118. Pengendalian Aliran Debris dengan Check Dam Terbuka Berseri... 1127-1136
Farouk Maricar, Rita Tahir Lopa, Muhammad Farid Maricar,
Francie Petrus, dan Andi Mochammad Irham B
123. Penggunaan Pondasi Bored Pile untuk Melindungi Pilar Jembatan Kereta
Api BH.1153 Bumiayu Dari Bahaya Aliran Debris................................ 1175-1184
Nur Arifaini, dan Amril Ma’ruf Siregar
xv
128. Sistem High Level Diversion (Hld) pada Wilayah Sungai Limboto Bolango
Bone Sebagai Upaya Mengatasi Kekurangan Air dan Pengendalian Banjir
Kota Gorontalo Serta Pelestarian Danau Limboto................................... 1221-1230
Herryan Kendra Kaharudin, Najlawati Laitifah Syazwani,
dan Khoirunnisa Nur Amalina
130. Analisis Pendimensian Bronjong pada Tebing Sungai Bagian Hulu Desa
Meunasah Buloh, Kabupaten Aceh Barat.................................................... 1241-1250
Meylis Safriani dan Dewi Purnama Sari
131. Aplikasi System Analysis pada Pengelolaan Air Danau Toba Provinsi
Sumatra Utara .......................................................................................................... 1251-1260
Makmur Ginting
134. Pengaruh Aliran Bersedimen Terhadap Tinggi Muka Air Banjir Sungai
Tondano....................................................................................................................... 1281-1286
Liany A.Hendratta, Isri Mangangka, Sukarno, Malinda Kamase, Freddy Simboh,
dan Stevanny Kumaat
xvi
139. Evaluasi Rencana Pembangunan Sabo Dam di Sungai Matakabo,
Kabupaten Seram Bagian Timur ..................................................................... 1325-1332
Ruslan Malik dan Anto Henrianto
144. Studi Daya Dukung Lingkungan Hidup Ekosistem Danau Toba...... 1373-1382
Kurdianto I. Rahman, Lukman, Didik Ardianto, Fahmi Hidayat,
dan Raymond V. Ruritan
xvii
152. Efektivitas Pendayagunaan Kelembagaan Pengelolaan Sumber Daya Air
pada Wilayah Sungai Mahakam....................................................................... 1451-1460
Diyat Susrini Widayanti, Kumarul Zaman, Eko Wahyudi,
Ari Murdhianti, Nely Mulyaningsih
154. Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan Sistem Irigasi yang Adaptif Terhadap
Program Irigasi Partisipatif Terpadu dan Teknologi................................ 1467-1472
Andreas Gustiniady Ahas, Muhammad Asdin Thalib, Pathurachman, Dadang Ridwan,
Djito, Andreas Tony Pakpahan
xviii
PEMANFAATAN FLY WHEEL
UNTUK MENGATASI WATER HAMMER PADA
SYSTEM POMPA AIR BAKU BENDUNGAN JATIBARANG
Eko Santoso1*, Agung Suseno2, dan Dwi Mulyono3
1
Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana
2
PT Yodya Karya (Persero) Wil.I
3
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
* ekosan62@gmail.com
Intisari
Waduk Jatibarang pada elevasi +148.900 m, debit 1050 Lt/dt setelah dilepas dari
PLTMH kembali ke sungai Kreo pada elevasi +55.000 m, harus dipompa kembali
ke Water Treatment Plant PDAM pada elevasi +116,500 m yang menjadi masalah
adalah bagaimana mengantisipasi pukulan air balik (Water hammer) pada system
pemompaan dengan static head setinggi itu pada saat sumber daya off tiba tiba.
Pemanfaatan Fly Wheel Untuk Mengatasi Water Hammer Pada Sistem Pompa Air
Baku Bendungan Jatibarang merupakan solusi untuk menyelesaikan masalah
bagaimana mengantisipasi pukulan air balik (Water hammer) tersebut tanpa
menggunakan alat tambahan yang mahal, dan memakan tempat seperti anti surge
valve ; surge tank, atau pressure tank, cukup menambahkan Roda Gila (Flywheel)
pada rotor pompanya
Keuntungan/manfaat/faedah pemasangan Flywheel pada rotor pompa bahwa energi
kinetik yang tersimpan dalam Fly wheel adalah sebanding dengan quadrat
kecepatan rotasi yang ditransfer dari torsi poros engkol yang sama, berguna untuk
menyediakan energi yang terus menerus ketika sumber energi tidak konstan atau
terputus seketika, sebagai konverter torsi (torgue converter) dengan Operasi
Pemeliharaan yang murah dan mudah.
Kata kunci : fly wheel, water hammer, Bendungan Jatibarang.
Latar Belakang
(1). Umum
Pembangunan Penyediaan Air Baku Semarang Barat yang merupakan salah satu
Proyek Strategis Nasional sesuai Peraturan Presiden RI No.3 Tahun 2016 Tentang
Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sesuai rekomendasi Komite
Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP).
Konstruksi dimulai pada 2017 – 2019 dan harus dapat dioperasikan sebelum tahun
2022, Memanfaatkan reservoir Waduk Jatibarang 20,40 juta m3 untuk memasok air
bersih sebesar 1.050 liter/dt. Untuk air minum di 31 kelurahan bagi 80.000
SSR(Satuan Sambungan Rumah), serta Air Perkotaan dan Industri.
431
DAMPAK SOSIAL DAN LINGKUNGAN PEMBANGUNAN
BENDUNGAN TIGADIHAJI KABUPATEN OKU SELATAN
Suparji1, Nadjamuddin2, Doddy Meidiansyah2, dan Ollaf Winesia2*
1
Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII
2
Bidang Perencanaan dan Program BBWS Sumatera VIII
*winesiaollaf@ymail.com
Intisari
Membangun bendungan merupakan kegiatan yang multi komplek dan besar serta
melibatkan banyak pihak, Dalam pembangunan bendungan akan selalu muncul
permasalahan sosial dan lingkungan, jika tidak dikelola dengan baik akan
berpotensi menyebabkan konflik yang berlarut-larut dan mengancam keberhasilan
pembangunan bendungan itu sendiri. Suksesnya pembangunan dan pengoperasian
bendungan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan mengatasi permasalahan teknis
pembangunan fisik dilapangan, tetapi juga oleh keberhasilan menyelesaikan
permasalahan sosial maupun lingkungan yang terkait dengan pembangunan dan
pengoperasian bendungan tersebut.
Berdasarkan rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Selatan dan
Kabupaten OKU Selatan, lokasi rencana bendungan ini sudah sesuai dengan
peruntukannya. Dari hasil studi dan penelitian dilapangan rencana pembangunan
Bendungan Tigadihaji perlu segera diwujudkan untuk mendukung kebutuhan air
Daerah Irigasi (DI) Komering di Kabupaten OKU Timur yang akan menambah luas
tanam sekitar 38 ribu ha lebih. Sebagaimana kita ketahui DI Komering merupakan
salah satu daerah irigasi terluas di Indonesia dengan luas potensial sekitar 120.000
Ha dan yang baru berfungsi 65.000 ha.
Koordinasi dengan pemerintah setempat dan peran serta masyarakat yang akan
terkena dampak perlu dilakukan dengan intensif. Oleh karena itu, rencana
pembangunan Bendungan Tigadihaji ini juga harus memperhatikan dampak sosial
dan lingkungan yang mungkin akan muncul dikemudian hari, sehingga
pembangunannya nanti dapat berjalan dengan lancar dan sukses serta bermanfaat
bagi masyarakat.
Kata Kunci : Bendungan Tigadihaji, peran serta masyarakat, dampak sosial dan
lingkungan.
Latar Belakang
Dalam kegiatan pembangunan prasarana, termasuk pembangunan bendungan akan
selalu muncul permasalahan sosial. Sejalan dengan perkembangan dinamika sosial
di era demokrasi ini, masyarakat semakin berani menyuarakan pendapatnya melalui
berbagai cara termasuk demonstrasi atau aksi massa. Apabila tidak dikelola dengan
baik, maka dinamika ini berpotensi menyebabkan konflik yang berlarut-larut dan
mengancam keberhasilan pembangunan bendungan tersebut. Keberhasilan
pembangunan dan pengoperasian bendungan tidak hanya ditentukan oleh
439
KAJIAN KRITERIA PERENCANAAN DAN METODE
PELAKSANAAN STRUKTUR RESERVOIR
Johannes Tarigan1, Simon Dertha Tarigan2,
Ernie Shinta Yosephine Sitanggang3*, dan Philip Amsal Apriano Ginting4
1
Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara
2
Departemen Teknik Sipil, Universitas Katolik St. Thomas Sumatera Utara
3
JurusanTeknik Sipil, Politeknik Negeri Medan
4
Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara
*ernie.19761103@polmed.ac.id
Intisari
Reservoir adalah bangunan sebagai tempat untuk menampung air bersih sebelum
didistribusikan. Resevoir buatan dapat berupa tangki baja ataupun bak beton
bertulang. Untuk reservoir yang direncanakan untuk menampung kapasitas air yang
jumlahnya besar, biasanya lebih efektif menggunakan reservoir beton bertulang.
Evaluasi dan analisis terhadap konstruksi reservoir merupakan salah satu aspek
yang penting untuk menjamin bahwa desain reservoir yang memenuhi persyaratan
kekuatan (strength) dan persyaratan stabilitas dan juga aspek fungsional (service
ability). Permasalahan yang sering terjadi pada bangunan reservoir adalah
terjadinya uplift yang tidak terkontrol yang mengakibatkan konstruksi reservoir
naik, bangunan reservoir juga sering mengalami penurunan yang berbeda karena
sistem pondasi yang tidak sesuai. Penurunan yang berbeda ini mengakibatkan
terjadinya crack pada lantai bangunan reservoir yang pada akhirnya akan
mengakibatkan kerusakan dan kegagalan fungsi dari konstruksi reservoir. Tulisan
ini berisikan kajian evaluasi dan analisa perencanaan dan metode pelaksanaan dari
beberapa kasus struktur reservoir yang telah dilakukan. Hasil penulisan ini
diharapkan dapat memberikan masukan dan membantu perencana dan pelaksana
yang akan menghasilkan bangunan reservoir beton bertulang yang memenuhi
kriteria perencanaan yang benar, sehingga bangunan dapat berfungsi dengan
sebagaimana mestinya sesuai dengan perencanaan yang diharapkan.
Kata kunci: reservoir, uplift, gagal, safety, service ability
Latar Belakang
Struktur yang direncanakan untuk menampung air harus memiliki kekuatan, daya
tahan dan bebas dari kemungkinan adanya retak. Struktur reservoir juga harus
memiliki permeabilitas yang rendah untuk mencegah korosi. Tebal minimum dari
struktur ditetapkan minimum 200 mm. Tebal selimut beton ditetapkan 40 mm.
(Anchor, 1993)
Kondisi tanah turut mempengaruhi struktur terutama air permukaan untuk
mencegah terangkatnya struktur akibat gaya air. Kondisi daya dukung tanah yang
jelak juga kemungkinan dapat meningkatkan penurunan tanah, apalagi bila terjadi
kemungkinan perbedaan penurunan tanah yang dapat menyebabkan keretakan pada
450
INFORMASI INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR
DI PROVINSI SULAWESI TENGAH
MELALUI APLIKASI CIKASDA SULTENG
Saliman Simanjuntak dan Arvandi*
Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air Provinsi Sulawesi Tengah
* arvandi26@gmail.com
Intisari
Penyajian data informasi infrastruktur sumber daya air yang tersebar luas di
Provinsi Sulawesi Tengah dalam bentuk buku, tabel dan gambar/peta dirasa kurang
informatif. Masalah waktu yang dibutuhkan untuk mengakses data dan tingkat
akurasi data menjadi suatu hal yang sangat berpengaruh besar dalam memberikan
informasi kepada publik. Maka dibutuhkan teknologi era digital, sehingga akses
informasi bisa sangat cepat, data yang diperoleh sangat akurat, dan informasi yang
ditampilkan lebih informatif.
Seiring perkembangan zaman, maka teknologi juga semakin maju dan berkembang,
Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air Provinsi Sulawesi Tengah membuat
aplikasi CIKASDA SULTENG, aplikasi ini dapat digunakan oleh user dengan
menggunakan piranti mobile device berbasis Android. User akan mendapat
informasi terkait titik lokasi infrastruktur sumber daya air di Provinsi Sulawesi
Tengah dalam bentuk Sistem Informasi Geografis (GIS), tabulasi data, dan
informasi foto/gambar terkait kondisi infrastruktur. Tampilan aplikasi ini juga lebih
informatif karena terhubung langsung dengan Google Maps.
Melalui penggunaan aplikasi ini, memudahkan pengguna mendapatkan informasi
infrastruktur sumber daya air di Provinsi Sulawesi Tengah berupa titik lokasi sesuai
kategori. Penyajian informasi dalam bentuk mobile device dirasa akan
mempermudah pengguna untuk mendapatkan informasi ini kapan saja dan dimana
saja hanya dengan mengoperasikan hp berbasis android.
Kata Kunci : Informasi Infrastruktur, Era Digital, CIKASDA SULTENG
Pendahuluan
Kinerja pembangunan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah dari tahun ke tahun terus
menunjukkan prestasi, terbukti pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Provinsi
Sulawesi Tengah mencapai 9,98 % atau peringkat terbaik 1 (satu) dari 34 Provinsi.
Hal ini sejalan dengan percepatan pembangunan infrastruktur di Provinsi Sulawesi
Tengah khususnya infrastruktur sumber daya air, melalui proyek-proyek strategis
(pembangunan bendung, rehabilitasi jaringan irigasi, pengembangan sistem
penyediaan air minum, revitalisasi sempadan sungai, danau, pantai dll) yang
dibiayai dana APBN dan APBD, tetapi belum dibarengi dengan penyediaan
informasi infrastruktur hal ini berpengaruh besar terhadap pemenuhan asas sistem
pelayanan publik.
460
UJI MODEL FISIK PEREDAM ENERGI TIPE BAFFLED
CHUTE PADA PELIMPAH BENDUNGAN RIAM KIWA
Very Dermawan*, Mohammad Sholichin, Evi Nur Cahya, dan M.A. Rahman
Program Studi Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya
*peryderma@ub.ac.id
Intisari
Bendungan Riam Kiwa di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan
direncanakan dilengkapi dengan bangunan pelimpah overflow yang secara
berurutan terdiri dari: saluran pengarah, ambang pelimpah utama, peredam energi
1 tipe USBR III, ambang (sill), saluran peluncur, peredam energi 2 tipe USBR II,
dan escape channel menuju sungai.
Untuk mengetahui kondisi aliran dan peredaman energi yang terjadi pada sistem
pelimpah, maka dilakukan uji model fisik di laboratorium. Perlakuan uji model fisik
hidrolik: (1) original design dan (2) alternatif perencanaan dengan membuat
peredam energi baffled chute.
Peredam energi tipe baffled chute adalah sistem peredam energi dengan membuat
gigi benturan atau gigi peredam (baffle) di saluran peluncur (chuteway). Gigi
benturan diharapkan mereduksi gaya aliran yang meluncur deras di sepanjang
saluran peluncur menuju ke kolam olak. Reduksi gaya aliran oleh baffled chute akan
meringankan beban kolam olak di hilirnya, karena peredaman berlangsung secara
menerus dan diharapkan aliran di hilir akan menjadi semakin tenang.
Kata Kunci: model fisik, baffled chute, kondisi aliran, peredaman energi
Latar Belakang
Sistem pelimpah merupakan bangunan pelengkap bendungan untuk mengalirkan
air berlebih (air banjir) pada tampungan waduk. Sistem pelimpahannya dapat
berupa pelimpah langsung (overflow) dan pelimpah samping (side channel
spillway). Sistem pelimpah merupakan kesatuan bangunan yang dimulai dengan
saluran pengarah, ambang pelimpah, saluran samping (pada side channel spillway),
saluran transisi, biasanya diberikan ambang (sill) sebagai penenang aliran dan
bidang kontrol di akhir saluran transisi, saluran peluncur (chuteway), peredam
energi (stilling basin), saluran hilir (escape channel), dan kembali ke sungai utama.
Bangunan peredam energi di bagian hilir sistem pelimpah berfungsi untuk
mengurangi energi aliran yang terjadi. Peredaman energi ini dilakukan untuk
mengurangi daya rusak aliran air di daerah hilirnya, terutama saat aliran air kembali
ke sungai utama. Bangunan peredam energi mempunyai banyak macam standar
perencanaan. Yang umum digunakan di bendungan di Indonesia adalah bangunan
peredam energi yang dikembangkan oleh Biro Reklamasi Amerika Serikat (United
State Bureau of Reclamation, USBR).
467
EFEK KONSOLIDASI TERHADAP DEFORMASI DAN
FAKTOR KEAMANAN BENDUNGAN KUWIL
O.B.A Sompie 1*, Stevany Kumaat 2, Billy Mansinambouw 3,
Tommy Ilyas 4, dan B.I. Setiawan 5
1
Geotechnical Engineering at Faculty of Engineering Sam Ratulangi University
2
Pengurus HATHI Sulawesi Utara, Program Doktor Universitas Sam Ratulangi
3
Ketua LPJK Provinsi Sulawesi Utara
4
University of Indonesia , Department Civil Engineering
5
Civil Engineering and Environment, Bogor Agriculture University
*bsompie@yahoo.com
Intisari
Kebutuhan air sangat penting, sehingga model disain struktur bangunan air harus
dapat menopang proses keberlanjutan terhadap ketersedian air. Model material
selalu diperlukan untuk mengetahui karakteristik (sifat fisik dan mekanik) lapisan
tanah di lokasi dengan menggunakan analisis studi geoteknik yang telah dilakukan
di lapangan dan di laboratorium.Tanah lunak seperti tanah liat, Lempung kelanauan
dan gambut menunjukkan tingkat kompresibilitas yang tinggi dibandingkan dengan
tanah lainnya. Dalam pengujian oedometer, lempung yang dikonsolidasikan secara
normal berperilaku hingga sepuluh kali lebih lembut daripada pasir yang biasanya
dikonsolidasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku konsolidasi
primer lempung lunak dengan membandingkan hasil yang diperoleh dari
perhitungan analisis elemen hingga pada Plaxis 2D dengan perhitungan analitis dan
pengukuran survei. Dua model material yang berbeda digunakan selama
perhitungan elemen hingga, membandingkan kinerja model bahan Soft Soil
konstitutif yang lebih maju, (Soft Soil Model, SSM) terhadap model bahan Mohr-
Coulomb (Mohr-Coulomb Model, MCM) yang umum digunakan saat ini. Analisis
geoteknik praktis terhadap stabilitas konstruksi timbunan dilakukan dengan
menggunakan program komputer Plaxis 8, berdasarkan Metode Elemen Hingga
untuk menganalisis nilai deformasi dan factor keamanan dengan fase konstruksi
tahap konsolidasi.
Kata Kunci: konsolidasi, faktor keamanan, Bendungan Kuwil
Latar Belakang
Bendungan Kuwil sangat penting dalam menunjang pemakaian air yang
berkelanjutan di daerah minahasa bahkan kota manado dan sekitarnya. Penelitian
ini dibatasi pada ata-data penyelidikan tanah sebagai berikut:
1. Deep Boring
2. static cone penetration test
3. tes pits quarry
4. Physical and Engineering Properties
477
AUDIT DISTRIBUSI AIR DI SALURAN TARUM BARAT
RUAS BENDUNG CURUG KE BENDUNG BEKASI
Iwan Muhammad1, Robertus Wahyudi Triweko2
1
Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan
2
Guru Besar Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan
Intisari
Kemajuan ekonomi di wilayah Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kota
Bekasi berdampak pada berkembangnya kawasan industri serta jumlah penduduk
di wilayah tersebut, sehingga kebutuhan air baku meningkat untuk keperluan
domestik , kota dan industri.Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi
besaran debit yang digunakan untuk irigasi, PDAM dan industri yang dikeluarkan
dari Bendung Curug sampai dengan Bendung Bekasi, dimana kebutuhan air dari
Bendung Bekasi menuju Cawang untuk pemenuhan kebutuhan air baku PAM Jaya
sebesar 20 m3/s harus dipenuhi dan untuk menjelaskan permasalahan tersebut
digunakan simulasi pemodelan HEC-RAS yang merupakan program aplikasi untuk
memodelkan aliran di sungai.Dengan debit sebanyak ± 45 m3/s yang dialirkan dari
Bendung Curug, dan dikurangi oleh pengambilan di tiap pintu air, maka debit yang
masih tersisa di Bendung Bekasi sebesar ± 21.325 m3/s. Dengan debit sebesar ±
21.325 m3/s yang dialirkan dari Bendung Bekasi sampai Pengolahan Air Baku di
Cawang, maka kebutuhan minimum sebesar ± 20 m3/s untuk PAM Jaya dapat
terpenuhi.
Kata Kunci: Audit Distribusi, HEC-RAS, Water Ballance
LATAR BELAKANG
Kemajuan ekonomi di wilayah Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kota
Bekasi berdampak pada berkembangnya kawasan industri serta jumlah penduduk
di wilayah tersebut, sehingga kebutuhan air baku akan meningkat pula untuk
keperluan domestik, perkotaan dan industri. Dengan melihat kenyataan bahwa
ketersediaan air pada Saluran Tarum Barat jumlahnya relatif tetap, namun
kebutuhan air terus meningkat, maka diperlukan audit distribusi alokasi air agar
tepat dalam pemanfaatannya.
Saluran Tarum Barat merupakan prasarana Sumber Daya Air dengan panjang
keseluruhan ± 70 km, dimulai dari Bendung Curug di Kabupaten Karawang hingga
Bendung Bekasi di Kota Bekasi dan akhir saluran di Cawang Jakarta Timur. Secara
Geografis Saluran Tarum Barat terletak pada 6o-6o40’LS dan 106o50’-107o15’BT.
Saluran Tarum Barat ini merupakan wilayah daerah irigasi Curug dengan lokasi
bendung terletak di Propinsi Jawa Barat Kabupaten Karawang, Kecamatan Teluk
Jambe, Desa Mulya Sejati. Saluran Induk Tarum Barat mengairi daerah irigasi
seluas ± 75.844 Ha mengalir dari Kabupaten Karawang Kecamatan Teluk Jambe
sampai Kabupaten Bekasi Kecamatan Cibitung dan Kota Bekasi di Cawang serta
meliputi beberapa daerah irigasi yaitu DI. Lemah Abang di Kabupaten Bekasi
Kecamatan Lemah Abang, DI. Cikarang di Kabupaten Bekasi Kecamatan Cibitung
487
STUDI PENENTUAN IPAL KOMUNAL YANG
MEMPENGARUHI KUALITAS SUNGAI BRANTAS DI KOTA
MALANG DENGAN METODE LANGKAH MUNDUR
(BACKWARD ELIMINATION)
Rini Wahyu Sayekti*, Janu Ismoyo, Endang Purwati, Devarolla
Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
*rini_ws@ub.ac.id
Intisari
Saat ini, penduduk di Kota Malang umumnya membuang limbah domestik rumah
tangga sebagian besar dibuang ke Sungai Brantas. Tetapi telah diterapkan
pembuangan rumah tangga dengan Sistim Komunal yaitu sistim pembuangan
rumah tangga dari beberapa area dikumpulkan di satu titik. Penelitian ini mengkaji
tentang Penentuan IPAL KOMUNAL (limbah domestik) yang paling berpengaruh
terhadap kualitas air di Sungai Brantas di Kota Malang dengan metode Langkah
mundur (Backward Elimination Method) . Lokasi penelitian dari Stasiun 1
(Jembatan UNMUH tepatnya di Jalan Tlogomas Kelurahan Tlogomas
Kecamatan ) hingga Stasiun 3 (di Jembatan Muharto I yang berada di Jalan
Zainal Jaksa) Kelurahan Kotalama Kecamatan Kedungkandang.
Keluaran yang utama dari penelitian ini adalah dapat mengetahui lokasi IPAL
KOMUNAL dari 15 titik lokasi yang paling berpengaruh terhadap kualitas air di
Sungai Brantas. Hal ini didukung juga hasil analisa faktor sosial (kepadatan
penduduk), merupakan faktor yang menunjang terhadap keadaan IPAL Komunal.
Hasil perhitungan didapatkan IPAL Komunal yang mempengaruhi parameter BOD
dan TSS pada bagian tengah Sungai Brantas di Kota Malang yaitu DM 1, untuk
parameter COD yaitu DM 3. Pada Sungai Brantas bagian hilir yang mempengaruhi
parameter BOD dan COD yaitu DM 4, untuk parameter TSS yaitu DM 5
Kata Kunci: Kualitas air, Sungai Brantas, Limbah domestik, Penentuan Limbah
Pendahuluan
Latar Belakang
Perkembangan penduduk di Kota Malang yang pesat menyebabkan beberapa
permasalahan. Salah satunya adalah dengan meningkatnya limbah domestik yang
sebagian besar langsung dibuang ke sungai.
Banyaknya kegiatan penduduk yang berada di sekitar sungai menyebabkan
pencemaran kualitas air. Besarnya jumlah pencemar domestik yang masuk ke badan
air disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat
masih relatif rendah. Sebagian besar masyarakat masih membuang air limbah
domestik dari kegiatan mandi, cuci, dan kakus (grey water) ke dalam saluran
drainase yang seharusnya untuk air hujan, bahkan limbah domestik padat sering
juga dibuang ke badan sungai.
497
TINJAUAN PENGARUH SEDIMENTASI TERHADAP
KECEPATAN ALIRAN PADA SALURAN DRAINASE
Fransiska Yustiana, Resha Aditya Mahendra
Institut Teknologi Nasional
fransiskayustiana@yahoo.com
Intisari
Sedimen dasar tidak hanya menyebabkan pendangkalan atau dimensi saluran
berkurang, tetapi juga ditengarai menyebabkan kecepatan aliran berkurang.
Penelitian Tofan dan Fransiska (2017) menunjukkan bahwa nilai kecepatan hasil
pengukuran currentmeter pada saluran drainase dengan sedimentasi setebal 40 cm
cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan yang dihitung dari debit
rencana saluran tersebut.
Penelitian dilakukan dengan melakukan pengukuran kecepatan langsung di
lapangan, yaitu pada jaringan drainase Soreang – Kabupaten Bandung. Kecepatan
aliran diukur menggunakan currentmeter pada titik 0,2h, 0,6h dan 0,8h. Kecepatan
hasil pengukuran currentmeter dipakai sebagai nilai kecepatan acuan. Kecepatan
acuan dibandingkan dengan kecepatan hitungan rumus manning dengan manning
yang bervariasi. Koefisien manning dihitung menggunakan rumus Stickler (1923),
rumus Meyer-Peter & Muller (1948), rumus Lane & Carlson (1953), rumus
Limerinos (1970), rumus Bray (1979), rumus Brownlie (1983) dan rumus Bruschin
(1985).
Manning yang ditentukan dengan menggunakan diameter sedimen memberikan
nilai lebih besar dari pada nilai manning dari saluran dengan lapisan beton. Hal ini
akan mempengaruhi dalam perhitungan kecepatan dan penentuan dimensi saluran
saat perencanaan. Persamaan Lane dan Carlson memberikan nilai hitungan
kecepatan dan nilai manning yang paling sesuai dengan hasil pengukuran di
lapangan. Hal itu dibuktikan dengan nilai faktor koreksi yang mendekati nilai 1.
Kata kunci : kecepatan, koefisien manning, diameter sedimen.
Pendahuluan
Pemanasan global ternyata sudah berdampak di daerah tropis demikian juga di
Indonesia. Pemanasan global di daerah tropis memberikan dampak pada
peningkatan suhu, peningkatan intesitas hujan, dan peningkatan permukaan air laut.
Bandung dan sebagian wilayah di Pulau Jawa mengalami dampak peningkatan
intensitas hujan yang cukup tinggi serta frekuensi hujan yang lebih sering. Hal
tersebut berpotensi terjadinya aliran permukaan yang sangat besar, mengingat
daerah resapan makin berkurang dan permukaan kedap air makin banyak di
beberapa kota di Pulau Jawa, terutama di kota- kota besar. Aliran permukaan yang
tidak tertampung dalam saluran drainase akan tetap melimpas di permukaan
sehingga menyebabkan adanya banjir atau genangan yang cukup tinggi. Aliran
507
PEMANFAATAN TEKNOLOGI POMPA MEKANIK
TENAGA MATAHARI UNTUK DISTRIBUSI AIR BERSIH
BAGI MASYARAKAT DI PULAU BUNAKEN
Stenly Tangkuman1*, Stevanny H.B. Kumaat2, dan Markus K.Umboh1
1
Program Studi Teknik Mesin, Universitas Sam Ratulangi
2 HATHI Sulawesi Utara, Mahasiswa Program Doktor Universitas Sam Ratulangi
*st75@unsrat.ac.id ; stevannykumaat32@gmail.com ;
markus_umboh@unsrat.ac.id
Intisari
Masyarakat Pulau Bunaken terkendala dengan fasilitas pemenuhan air bersih baik
untuk turis dan penduduk setempat. Kendala utamanya adalah penampungan dan
pendistribusian air bersih belum dapat dilakukan secara baik. Pasokan listrik yang
tidak memadai juga menjadi kendala yang besar dalam pemenuhan air bersih bagi
masyarakat Pulau Bunaken. Dari Penelitian ini diperoleh dua sistem penampungan
yang dapat diterapkan di Pulau Bunaken untuk mengatasi kendala air bersih.
Didapatkan juga bahwa penggerak Mesin Stirling dengan memanfaatkan energi
matahari adalah cocok untuk diterapkan sebagai penggerak pompa mekanik di
Pulau Bunaken.
Kata Kunci: Pulau Bunaken, Air Bersih, Pompa Mekanik, Energi Matahari
Latar Belakang
517
PEMANFAATAN RECYCLED AGGREGATE DARI LIMBAH
BETON PADA BETON POROUS UNTUK MEDIA FILTRASI
AIR LIMBAH DOMESTIK
Evi Nur Cahya1*, Eva Arifi2, Riyanto Haribowo1, Emma Yuliani1,
Alif R.M.Gunawan1
1
Program Studi Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya
2
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Brawijaya
*evi_nc@ub.ac.id
Intisari
Pemanfaatan limbah beton yang berasal dari penghancuran bangunan eksisting
merupakan salah satu upaya konservasi untuk mengurangi beban yang diberikan
kepada lingkungan. Salah satu pemanfaatannya antara lain sebagai agregat kasar
dalam campuran beton. Dalam penelitian ini, limbah beton dihancurkan seukuran
agregat kasar, kemudian dijadikan bahan pembuatan beton porous. Beton porous
sendiri banyak dimanfaatkan sebagai material perkerasan yang dapat langsung
mengalirkan air hujan ke dalam saluran atau ke tanah dasar, dan juga digunakan
sebagai media filtrasi, baik untuk penyaringan air limbah industri maupun
pemurnian air hujan.
Dalam penelitian kali ini, beton porous digunakan sebagai media filtrasi air limbah
domestik dari MCK Terpadu pada kelurahan Tlogomas Kota Malang. Penelitian ini
dilakukan dengan mengganti sebagian atau seluruh agregat kasar alam (Natural
Coarse Aggregate) dengan agregat kasar beton daur ulang (Recycled Coarse
Aggregate). Kemampuan filtrasi dari kedua material di atas dikaji dengan
perbandingan tertentu dalam campuran beton.
Untuk mengetahui kemampuan filtasi dari beton porous yang digunakan, dilakukan
penyaringan air limbah domestik dengan meninjau beberapa parameter kualitas air,
yakni BOD, COD, suhu, pH, TSS, Amoniak, Minyak dan Lemak, dan Total
Coliform sesuai baku mutu air limbah domestik permen LH nomor 68 Tahun 2016.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter BOD, COD, TSS mengalami
perbaikan, sedangkan parameter lainnya belum terpengaruh secara signifikan.
Kata Kunci: beton porous, limbah domestik, recycled coarse aggregate
Latar Belakang
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 tentang Baku Mutu Air Limbah menjelaskan bahwa air limbah adalah sisa
dari suatu usaha dan kegiatan yang berwujud cair. Sedangkan Air limbah domestik
adalah air limbah yang berasal dari usaha dan kegiatan pemukiman, rumah makan,
perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Air limbah domestik umumnya
disebut grey water dan black water, yang sangat berpengaruh dalam penurunan
kualitas air. Beberapa parameter seperti kandungan total coliform, BOD (Biological
Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), Amoniak, pH, suhu, dan TSS
(Total Suspended Solid) sangat dominan.
523
KAJIAN ALTERNATIF JARINGAN DISTRIBUSI AIR BERSIH
DI KECAMATAN MUARA KELINGI
KABUPATEN MUSI RAWAS
Anna Emiliawati1,2 dan Ilham Kurniawan2
1
HATHI Cabang Sumatera Selatan
2
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Musi Rawas
anna.emiliawati221@gmail.com ; ilhamkurniawan620@yahoo.co.id
Intisari
Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu upaya mewujudkan pelaksanaan
pembangunan fisik prasarana dan sarana air minum yang berorientasi pada azaz
keterpaduan dan keserasian antara kebutuhan dengan potensi sumber daya yang
tersedia. Tujuannya memberikan gambaran alternative sistem jaringan bagi
pengembangan jaringan distribusi air bersih di Kecamatan Muara Kelingi
dikarenakan keterbatasannya air permukaan. Lingkup studi dibatasi pada
pengumpulan data sekunder berupa data meteorologi, data jumlah penduduk, data
topografi dan tata guna lahan. Selain itu data primer yang dikumpulkan berupa data
sondir yang digunakan untuk mendesain unit produksi IPA. Analisis ketersediaan
debit air andalan menggunakan Metode F.J Mock dan menghitung kebutuhan air
bersih domestik dan non-domestrik berdasarkan proyeksi penduduk 25 tahun
mendatang. Simulasi jaringan perpipaan dihitung dan diteliti dengan program
watercad. Sistem penyediaan air bersih didistribusikan secara gravitasi dari sumber
air permukaan yaitu Sungai Kelingi dengan kapasitas produksi IPA sebesar 30
liter/s dengan daya tampung reservoir 500 m3. Biaya imvestasi yang dikeluarkan
untuk pengembangan jaringan ini sebesar Rp 35.534.658.000,00. Analisa finansial
dengan metode NPV dan BCR dilakukan pada sistem jaringan yang telah
disimulasikan. Dari analisi yang dilakukan, didapatkan sistem jaringan distribusi
air bersih yang layak dari segi teknis maupun finansial.
Kata Kunci : Kebutuhan air bersih, Alternative jaringan, Simulasi Jaringan, Analisa
Finansial
Latar Belakang
Dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana air minum yang
berorientasi pada azas keterpaduan dan keserasian antara kebutuhan dan potensi
sumber daya yang tersedia. Salah satu upaya pemenuhan kebutuhan air pada suatu
daerah yaitu dengan meningkatkan sistem pelayanan air bersih yang baik agar
persediaan air tetap terjaga sehingga kesejahteraan masyarakat dapat meningkat
dari segi konsumsi air baik secara kualitas, kuantitas maupun kontinuitas.
Pembangunan sektor air bersih di pedesaan dimaksudkan untuk membantu
masyarakat desa yang belum mempunyai akses air bersih yang aman dan layak.
Banyaknya program pemerintah yang berusaha untuk meningkatkan pelayanan air
bersih masih belum menjangkau target pemenuhan.
533
PENGEMBANGAN DISTRIBUSI AIR BERSIH
SEBAGAI UPAYA PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR
DI KABUPATEN JEMBER
Syamsul Arifin1*, Entin Hidayah1, Wiwik Yunarni 1,
Gusfan Halik1, Sri Wahyuni2
1
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Jember
2
Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
*syamsulast@yahoo.co.id
Intisari
Kabupaten Jember (terletak 200 km kearah selatan dari Kota Surabaya) merupakan
kota terbesar ketiga di Jawa Timur setelah Kota Surabaya dan Kota Malang.
Kabupaten ini mengalami peningkatan pembangunan yang pesat. Kabupaten
Jember mempunyai 31 (tiga puluh satu) kecamatan, dimana 3 (tiga) kecamatan
diantaranya adalah merupakan kecamatan kota yaitu Kaliwates, Sumbersari dan
Patrang. Kecamatan Kaliwates merupakan salah satu daerah yang memiliki
penduduk yang cukup padat. Segala pusat pemerintahan kecamatan dan fasilitas-
fasilitas yang ada di kecamatan terkonsentrasi di kota kecamatan tersebut.
Penyediaan air bersih di wilayah perkotaan merupakan tanggung jawab dari
PDAM. Dalam rangka meningkatkan pemenuhan kebutuhan air bersih, maka
PDAM terus mengupayakan peningkatan pelayanannya. Dibeberapa tempat masih
mengalami permasalahan yaitu distribusi air tidak lancar. Tujuan penelitian ini
adalah mengevaluasi kondisi jaringan eksisting PDAM di Kecamatan Kaliwates
khususnya Zona Mangli dan melakukan perencanaan baru untuk meningkatkan
pelayanan PDAM terhadap pelanggannya.
Metode yang dipakai adalah (1) Mendigit lokasi studi untuk menentukan jaringan
pipa dengan GPS, (2) Menggambar layout jaringan pipa dengan bantuan software
AUTOCAD, (3) Mengukur tekanan air di beberapa tempat untuk proses kalibrasi,
(4) Running model distribusi air dengan bantuan software EPANET 2.0, (5)
Perencanaan ulang dengan menambahkan beberapa sumber air.
Hasil penelitian ini adalah didapatkan perencanaan ulang dimensi baru jaringan
distribusi air bersih yang memenuhi kriteria perencanaan menurut ketetapan Badan
Litbang PU Departemen Pekerjaan Umum.
Kata kunci : air bersih, Epanet 2.0, PDAM, desain ulang.
Latar Belakang
Daerah Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember merupakan salah satu daerah
yang memiliki penduduk yang cukup padat. Selain itu, Kecamatan Kaliwates juga
merupakan pusat dari Kabupaten Jember. Kecamatan Kaliwates terbagi menjadi 7
kelurahan yang didalamnya terdapat salah satu kelurahan yang menjadi ibukota
kecamatan Kaliwates yaitu Kelurahan Mangli. Segala pusat pemerintahan
543
KEBUTUHAN AIR BERSIH PADA RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH DI KABUPATEN JEMBER DALAM RANGKA
PENINGKATAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT
Ririn Endah Badriani1*, Wiwik Yunarni1, Entin Hidayah1,
Gusfan Halik1, dan Sri Wahyuni2
1
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Jember
2
Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
*ririndidin@gmail.com
Intisari
Rumah Sakit Daerah (RSD) dr.Soebandi merupakan rumah sakit rujukan di daerah
Jawa Timur khususnya pada bagian timur Pulau Jawa. Rumah sakit ini merupakan
rumah sakit kelas B milik pemerintah dan dijadikan sebagai rumah sakit pendidikan
di Kota Jember. Sebagai rumah sakit, tentunya membutuhkan banyak sumberdaya
baik sumberdaya manusia ataupun kebutuhan primer lainnya. Kebutuhan primer
dirumah sakit meliputi perlengkapan medis, instalasi listrik yang memadai, dan
juga ketersediaan air bersih. Tingginya kebutuhan air bergantung pada pengguna
air di rumah sakit. Semakin tinggi pengguna air maka semakin tinggi juga
kebutuhan airnya. Permasalahan yang muncul adalah perlu direncanakan dengan
tepat ketersediaan air bersih tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa
kebutuhan air bersih yang memenuhi standart kesehatan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mencapai tujuan penelitian ini adalah (1)
memprediksi jumlah kamar, jumlah pasien, jumlah pengunjung dan luasan serta
jumlah fasilitas umum, (2) Menghitung kebutuhan air bersih untuk seluruh fasilitas
di rumah sakit, (3) Menganalisa ketersediaan air bersih yang sudah ada dan
pengembangannya, (4) Mendesain pola pengoperasian pompa dalam upaya
pengefisienan pengisian tandon air.
Hasil penelitian ini adalah didapatkan besarnya kebutuhan air bersih untuk semua
fasilitas yang ada di rumah sakit. Ketersediaan air disini dapat dipenuhi dari 3 (tiga)
sumur dalam (akuifer terkekang) yang dimiliki oleh RSD.
Kata kunci: Air bersih, RSD dr.Soebandi, pola pengisian tandon, sumur dalam.
Latar Belakang
Air bersih yang umum digunakan berasal dari air tanah. Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, air tanah
adalah semua air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah. Air tanah yang digunakan sebagai air konsumsi sehari-hari harus
memenuhi syarat-syarat kesehatan. Sumur yang bisa digunakan biasanya memiliki
kedalaman tertentu. Batas kedalaman sumur tergantung pada tersedianya sumber
air tanah yang ada, semakin jauh sumber air yang tersedia maka semakin dalam
juga sumur yang dibutuhkan. Penggunaan sumur dan mata air sebagai penyedia air
553
PEMANENAN HUJAN: SUMBER AIR DOMESTIK
ALTERNATIF YANG MUDAH DAN MURAH
Gatot Eko Susilo1*, Eka Desmawati2, dan Pradah Dwiatmanta2
1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung, Bandar Lampung
2
Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji – Sekampung, Bandar Lampung
*gatot89@yahoo.ca
Intisari
Di Indonesia, hujan merupakan potensi sumber air alternatif yang dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air domestik. Namun demikian, meski
Indonesia adalah negara yang paling potensial untuk memanfaatkan air hujan,
pemanenan air hujan belum begitu populer di Indonesia. Paper ini membahas
mengenai aplikasi pemanenan air hujan dari segi definisi, desain instalasi, dan
sosialisasinya. Pada studi ini yang dimaksud dengan pemanenan air hujan adalah
pemanenan air hujan lewat atap yang bertujuan mengumpulkan, menampung dan
menggunakan air hujan untuk keperluan domestik seperti sanitasi. Beberapa studi
kasus penerapan pemanenan air hujan secara teknis telah dilakukan di berbagai
tempat di Provinsi Lampung. Penelitian menunjukkan bahwa pemanenan air hujan
adalah metode yang efektif untuk mengatasi kelangkaan air bersih di masa sekarang
dan masa datang. Pemanenan hujan merupakan cara yang secara teknis mudah
dilaksanakan dan relatif tidak memerlukan biaya investasi yang mahal. Penelitian
juga menunjukkan bahwa sosialisasi pemanenan air hujan harus dimulai dari
sekarang. Sekolah adalah media yang paling efektif untuk penyebarluasan
pemahaman filosofi pemanenan air hujan kepada masyarakat terutama generasi
muda.
Kata Kunci: Pemanenan hujan, air domestik, alternatif, mudah, murah
Latar Belakang
Kebutuhan air domestik di setiap negara akan terus mengalami kenaikan dari tahun
ke tahun seiring dengan pertambahan penduduk. Sementara itu di sisi lain
kemampuan sumber-sumber air semakin menurun secara kualitas maupun kuantitas
karena degradasi lingkungan. Pada tahun 2011 PBB melaporkan bahwa pada tahun
2050 kebutuhan pangan dunia akan naik sebesar 70%. Hal ini akan memicu
kenaikan kebutuhan air untuk pertanian sebesar 19%. Pada saat ini kebutuhan air
untuk pertanian adalah 70% dari total kebutuhan air. Dunia perlu melakukan
perubahan radikal dalam mengelola sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan
air di masa depan.
Untuk menghadapi ancaman krisis air di masa kini dan masa depan setiap negara
memiliki cara yang berbeda di wilayahnya. Di negara-negara dengan angin bertiup
yang kuat dan terus menerus, kincir angin digunakan sebagai penggerak mekanis
untuk mengangkat air dari dataran rendah atau menghasilkan listrik yang dapat
digunakan untuk penggerak mesin pompa air. Sementara itu, di negara-negara Arab
yang kaya, distilasi air laut untuk mendapatkan air tawar dilakukan dalam skala
563
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN AIR
DAN PRODUKTIVITAS PADI PADA DAERAH IRIGASI
CASCADE MENGGUNAKAN REMOTE SENSING
Sarini1*, Aulia Julian Fajri1 ,Elvi Roza Syofyan2, dan Revalin Herdianto2,#
1,2
Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Padang
2
Komda HATHI Sumatera Barat
*sarinis81@gmail.com ; #revalin@pnp.ac.id
Intisari
Irigasi cascade (bertingkat) di daerah tampo memiliki keunikan yaitu air yang
mengalir dari hulu akan kembali lagi ke sungai untuk mengairi bagian hilir. Bagian
hilir yang dekat dengan punggung bukit tidak bisa mendapatkan suplai air yang
cukup sehingga mengakibatkan indeks penanaman menjadi rendah. Indikator
tingkat awal stressnya tanaman padi menggunakan metode remote sensing menjadi
pilihan dalam menangani permasalahan dari sistem irigasi cascade.
Nilai indeks vegetasi dari sensor NDVI maupun EVI dapat mengetahui keadaan
vegetasi yang sehat maupun yang mati atau stress. Dari analisa diperoleh bahwa
indeks vegetasi berkisar antara 0,18 sampai 0,6. Nilai EVI waktu pengolahan =0,18
waktu pertumbuhan = 0,53 menjelang panen = 0,224. Indeks vegetasi setiap
tahunnya selalu berubah, namun penurunan secara drastis terjadi di 2015 dengan
angka indeks vegetasi 0,12 sewaktu kondisi tanaman padi masih tumbuh sebelum
akhirnya mati.
Kejadian Tahun 2015 ini dikarenakan efek dari ElNino. Suplai air yang berada di
dekat sawah seperti kolam dan embung dapat dimanfaatkan dengan cara pompa
untuk memenuhi kebutuhan kelembaban tanah minimum saat ET minimum.
Kata Kunci: Cascade, EVI, Evapotranspirasi.
Latar Belakang
Kawasan Tampo merupakan salah satu sistim irigasi yang unik dengan ciri khas
sistim irigasi bertingkat (cascade) dengan jumlah daerah irigasi (DI) lebih dari 65
buah. Dengan sistim irigasi bertingkat tersebut, air yang mengalir dari hulu kembali
lagi ke sungai untuk mengairi bagian hilir. Namun sistim irigasi di daerah tampo
tidaklah simetris, dimana sebagian besar luas layanan berada di salah satu sisi
sungai, dan kemiringan sungai sangat besar, melebihi 5% di bagian hulu dan tengah
(BWS V Sumatra, 2009). Bagian hulu dan daerah yang dekat dengan sungai dan
saluran memiliki produktivitas hasil panen lebih tinggi. Salah satu daerah irigasi di
bagian paling hulu, yaitu Bandar Gadang, mengambil air dengan jumlah yang
cukup besar untuk lahan seluas 107.50 ha. Namun air ini tidak dikembalikan ke
Batang Tampo, melainkan mengalir ke Batang Sinamar di sebelah timur dengan
elevasi yang lebih rendah 120 m daripada batang Tampo. Hal tersebut
mengakibatkan bagian hilir DI yang dekat dengan punggung bukit tidak
571
OPTIMASI SISTEM TRANSMISI AIR BAKU
Ni Made Sumiarsih1, Robert J. Kodoatie2, dan Dewi Ratih Rahadeyani3
1
Kepala Pusat Bendungan, Dit. Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PUPR
2
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Diponegoro
3
Magister Teknik Sipil, Universitas Diponegoro
Intisari
Sistem transmisi air baku adalah salah sistem beberapa tipe infrastruktur yang
saling berhubungan dan tergantung. Sistem transmisi air baku Klambu Kudu terdiri
atas 12 infrastruktur, yaitu: Intake, kantong lumpur, sipon, talang air yang terdiri
dari talang saluran air baku (SAB) dan talang drainase, jembatan, gorong2 yang
terdiri dari gorong2 SAB dan gorong2 drainase, pintu pengatur, suplesi, saluran
timbunan dan galian. Tiap infrastruktur mempunyai komponen2 dari berbagai
aspek (fungsi, letak, tipe, kondisi, waktu pembangunan, ekonomi dan sosial
masyarakat) sehingga permasalahan dan solusi juga berbeda.
Agar bisa berfungsi secara berkelanjutan, optimasi sistem transmisi perlu dilakukan
dengan penggabungan 2 sistem: decision support system (DSS) dan multi criteria
decision making (MCDM). DSS dilakukan untuk menghasilkan strategi dan
prioritas strategi solusi permasalahan komponen infrastruktur. MCDM dilakukan
untuk mendapatkan rangking penanganan dan kontribusi tiap infrastruktur.
Hasil DSS adalah strategi dan prioritas strategi solusi komponen tiap infrastruktur.
Hasil MCDM adalah rangking dan kontibusi: 1) saluran galian 13,8%, 2) saluran
timbunan 12,4%, 3) kantong lumpur 6,8%, 4) pintu suplesi 6,7%, 5) siphon 9,2%,
6) pintu pengatur 6,9%, 7) intake 8,0%, 8) talang drainase 6,0%, 9) jembatan 6,9%,
10) gorong2 drainase 7,3%, 11) gorong2 air baku 8,0%, 12) talang air baku 8,0%.
Kata Kunci: Strategi, SWOT, Skala Likert, QSPM, PROMETHEE II.
Latar Belakang
Infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan,
drainase, bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia (Beeferman and Wain, 2013; Torrisi, 2009a
dan 2009b, Kodoatie dan Sjarief, 2005).
Sistem transmisi air baku merupakan salah satu contoh suatu sistem yang terdiri
atas beberapa infrastruktur yang saling berhubungan, terkait dan tergantung,
diantaranya infrastruktur: sumber air, intake, kantong lumpur, siphon, talang,
jembatan, pintu pengatur dan jenis pengantaran (terbuka atau tertutup) dan lain
sebagainya (BBWS Pemali Juana, 2017; Mainali et al., 2011).
Sistem transmisi air baku Klambu Kudu yang terletak di kabupaten Grobogan dan
melewati 2 kabupaten yaitu Grobogan, Demak dan 1 kota yaitu Semarang, yang
meliputi 8 kecamatan dan 29 desa. Sistem ini merupakan saluran terbuka dengan
panjang saluran 40,55 km terdiri atas saluran di atas timbunan 24 km dan saluran
578
SIGNIFIKANSI PEMANFAATAN AIR HUJAN UNTUK
MEMENUHI KEBUTUHAN RUMAH TANGGA
Sri Amini Yuni Astuti
1Program Studi Teknik Sipil, FTSP Universitas Islam Indonesia
amini_yuni@uii.ac.id
Intisari
Peningkatan jumlah penduduk dan pencemaran lingkungan, mengakibatkan
keberadaan air bersih semakin hari semakin harus dipikirkan dan diusahakan
dengan sungguh-sungguh. Sudah saatnya, air hujan harus diperhitungkan sebagai
sumber air bersih. Sebetulnya teknologi pemanfaatan air hujan ini sudah dikenal
sejak lama, namun masyarakat lebih suka menggunakan pompa untuk mengambil
air tanah sebagai sumber air bersih. Maka dari itu, dalam tulisan ini akan dianalisis
apakah pemanfaatan air hujan untuk kebutuhan RT cukup signifikan atau
menguntungkan.
Pada tulisan ini digunakan cara yang berbeda dalam menghitung tingkat
signifikansi pemanfaatan air hujan untuk memenuhi kebutuhan RT. Untuk
menghitung ketersediaan air menggunakan hujan andalan dari data hujan bulanan
selama 5 tahun (sebagai contoh di daerah kabupaten Pemalang). Kemudian bisa
dihitung debit dan volume ketersediaan airnya, dengan mengambil model 1
keluarga dengan jumlah anggota 6 orang dan dengan luas atap rumah sebesar 100
m2. Selanjutnya menggunakan persamaan kontinyuitas tampungan, dengan
memakai dimensi kolam tampungan tertentu, dapat dihitung kebutuhan air RT yang
bisa dilayani. Tingkat signifikansi dapat dihitung dengan membandingkan
kebutuhan air RT yang terlayani dengan kebutuhan air RT menurut SNI.
Hasil simulasi dengan periode bulanan menunjukkan bahwa pada bulan-bulan di
musim hujan, tingkat signifikansi tinggi, yaitu > 80 %. Namun pada bulan-bulan di
musim kemarau berangsur menjadi sangat rendah. Hal tersebut dapat dipahami
karena pada musim kemarau tidak ada hujan, tidak ada volume air yang masuk
tampungan. Volume tampungan makin lama makin berkurang. Manfaat yang dapat
diambil dari penelitian ini adalah mengetahui bahwa pemanfaatan air hujan untuk
memenuhi kebutuhan RT adalah sangat signifikan pada bulan-bulan di musim
hujan. Hal ini dapat dijadikan dasar untuk menganjurkan masyarakat membuat
tampungan pemanfaatan air hujan sebagai sumber air bersih (untuk memenuhi
kebutuhan RT), sekaligus dapat mengurangi debit puncak limpasan permukaan di
daerah tersebut.
Kata kunci : pemanfaatan air hujan, kebutuhan RT, kolam tampungan,
signifikansi
589
PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR JARINGAN IRIGASI
BULIA DENGAN MEMANFAATKAN KETERSEDIAAN AIR
PADA JARINGAN IRIGASI PAGUYAMAN
Iwan Nursyirwan, Cecilia Ratna Puspita Sari*,
Betania Caesariratih Lydiana, dan Biota Fitrah
PT. Mitratama Asia Pasific
*ceciliaratna.puspitasari@gmail.com
Intisari
Daerah Irigasi Bulia terletak pada Kabupaten Gorontalo, memiliki luas areal irigasi
sebesar 1.421 ha. Daerah irigasi ini dibangun pada tahun 1980 hingga 1982 untuk
mendukung program pemerintah dalam hal swasembada beras pada masa itu.
Sumber air utama DI. Bulia diperoleh dari Bendung Bulia yang berlokasi pada
Sungai Bulia. Saat ini DI. Bulia menghadapi permasalahan berupa terjadinya defisit
air yang cukup besar. Permasalahan ini terjadi akibat dari tutupan lahan pada hulu
Sungai Bulia, yang menjadi sumber air, sudah sangat rusak kondisinya. Pada tahun
2015, sempat terjadi kemarau panjang yang mengakibatkan hampir 90% areal
persawahan di DI. Bulia tidak mendapatkan air. Oleh karena itu, perlu dicari
alternatif sumber air dalam rangka menutupi permasalahan air pada DI. Bulia.
Dengan menggunakan metode pengambilan keputusan didapatkan bahwa alternatif
terbaik adalah dengan memanfaatkan ketersediaan air pada jaringan irigasi
Paguyaman Kiri. Sumber air jaringan irigasi Paguyaman berasal dari Sungai
Paguyaman, yang memiliki daerah tangkapan sekitar 32 Km2 dengan total area
irigasi sekitar 2.404 ha. Akhir dari jaringan primer Paguyaman berjarak sekitar 4
Km dari Daerah Irigasi Bulia. Pemenuhan kebutuhan air DI. Bulia ini akan
dilakukan dengan mengoptimalkan kapasitas jaringan irigasi Paguyaman Kiri yang
diharapkan dapat mengurangi defisit air yang terjadi.
Kata Kunci: Daerah Irigasi, Kebutuhan Air, Ketersediaan Air.
Latar Belakang
Daerah Irigasi Paguyaman terletak pada Kabupaten Boalemo dan Kabupaten
Gorontalo. Luas areal pertanian Daerah Irigasi ini yaitu sebesar 6.880 ha dengan
intensitas tanam sebesar 300%. Jaringan irigasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu
Jaringan Irigasi Paguyaman Kiri dan Kanan. Jaringan irigasi Paguyaman Kiri
terletak pada Kabupaten Gorontalo dengan luas areal irigasi sebesar 2.404 ha.
Sementara itu, Jaringan irigasi Paguyaman kanan terletak pada Kabupaten Boalemo
dengan luas areal irigasi sebesar 4.176 ha. Pada Jaringan irigasi bagian kiri, terdapat
saluran suplesi yang berada pada saluran sekunder Diloniyohu tepatnya pada
Bangunan BDL.1. Saluran suplesi tersebut mengairi sekitar 300 ha areal Irigasi
pada DI. Bulia. Daerah Irigasi Bulia terletak pada Kabupaten Gorontalo, dengan
luas areal irigasi sebesar 1.421 ha. Daerah irigasi ini dibangun pada tahun 1980
hingga 1982 untuk mendukung program pemerintah dalam hal swasembada beras
pada masa itu.
599
ANALISIS SALURAN PEMBAWA (FEEDER CANAL)
DAERAH RAWA PASANG SURUT SEBAKUNG KABUPATEN
PENAJAM PASER UTARA, KALIMANTAN TIMUR
Anang Muchlis1, Sandi Erryanto1, dan Agung Setiono2*
1 BWS Kalimantan III/HATHI Cabang Kalimantan Timur
2 Supraharmonia Consultindo, Jakarta
* agungsetyaki@gmail.com
Intisari
Daerah Rawa Pasang Surut Sebakung yang terletak di Kabupaten Penajam Paser
Utara dan Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur adalah Daerah Irigasi Rawa
dengan luas lahan potensial 21000 Ha dengan dominasi ketinggian lahan/
hydrotopografi tipe B, dimana lahan areal pertanian dapat terlupai 4 - 5 kali hanya
pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau lahan areal irigasi tidak
dapat terluapi. Sungai yang menjadi sumber air lahan pasang surut Daerah Rawa
Sebakung adalah air dari Sungai Telake. Sungai Telake mempunyai DAS 3628 km2,
dengan panjang sungai utama 165 km.
Daerah Rawa Pasang Surut Sebakung saat ini telah dimanfaatkan sebagai areal
lahan pertanian, dengan produktifitas panen padi 5 ton/ha/tahun. Daerah Rawa
Sebakung dibuka pada kurun waktu Tahun 1980-an dalam rangka menunjang
program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah. Sampai saat ini kendala
dalam pengembangan lahan Daerah Rawa Sebakung ini adalah terjadinya
kekeringan lahan pertanian pada saat musim kemarau dan terjadinya banjir pada
saat musim penghujan, sehingga 1/3 dari lahan areal pertanian yang ada mengalami
genangan banjir pada musim penghujan.
Guna meningkatkan luas panen Daerah Rawa Sebakung ini, maka beberapa upaya
perlu dilakukan dalam rangka menjamin ketersedian air yang diperlukan untuk
areal pertanian dan perlu adanya upaya pengamanan areal lahan pertanian dari
luapan air banjir yang terjadi pada musim penghujan. Upaya pemerintah dalam
rangka menjamin ketersediaan air di Daerah Rawa Sebakung ini adalah dengan
rencana melakukan pembangunan Bendung Telake yang akan dibangun di lokasi
sekitar Desa Longkali, Kecamatan Longkali Kabupaten Penajam Paser Utara,
sehingga keandalan penyediaan air pada musim kemarau akan dapat terpenuhi.
Sedangkan upaya dalam rangka pengendalian banjir yang menyebabkan terjadinya
luapan air di areal pertanian adalah dengan membuat tanggul banjir pada lokasi
meluapnya air yang ada di sepanjang Sungai Telake.
Kata Kunci: elevasi muka air, debit aliran, saluran, topografi
609
ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI
PENENTUAN HARGA AIR PENGEMBANGAN SISTEM
JARINGAN DISTRIBUSI AIR BERSIH : STUDI KASUS
KAWASAN KAKI JEMBATAN SISI MADURA
Rahmah Dara Lufira*, Pitojo Tri Juwono, dan Dina Yunita Sandy
Program Studi Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya
*rahmahdara@ub.ac.id, rahmahdara@gmail.com
Intisari
Daerah studi yang akan dilaksanakan pengembangan sistem penyediaan air bersih
adalah daerah KKJSM (Kawasan Kaki Jembatan Sisi Madura). Dimana lokasi ini
terletak di pesisir utara Jembatan Suramadu meliputi desa Sukolilo Barat,
Pangpong, Ba’engas, Labang, Morkepek, Petapan, Sendang Laok dan Sendang
Dajah yang termasuk dalam Kecamatan Labang.
Penelitian studi ini membahas tentang analisa ekonomi dan harga air bersih dengan
memprediksikan biaya operasional naik 10% setiap 5 (lima) tahun sekali. Rencana
anggaran biaya untuk pembangunan instalasi penyediaan air minum dilokasi
KKJSM adalah sebesar Rp 59.455.272.200,00.
Analisa ekonomi pada tingkat suku bunga 6,5% didapatkan bahwa nilai BCR
(Benefit Cost Ratio) sebesar 1,00 pada 5 (lima) tahun pertama, kedua, ketiga,
keempat. NPV (Net Present Value) sebesar Rp 0/ tahun pada 5 (lima) tahun
pertama, kedua, ketiga dan keempat. IRR (Internal Rate Return) sebesar 6,501%
pada 5 (lima) tahun pertama, kedua, ketiga dan keempat. Analisa Pengembalian
(Payback Period) selama 10,342 tahun pada 5 (lima) tahun pertama, kedua, ketiga
dan keempat, dan harga air minimum B/C=1 pada 5 (lima) tahun pertama sebesar
Rp 6.602,47/m³, pada 5 (lima) tahun kedua sebesar Rp 6.519,71/m³, pada 5 (lima)
tahun ketiga sebesar Rp 5.135,98/m³, pada 5 (lima) tahun keempat sebesar Rp
5.055,29/m³.
Kata kunci: Air Minum, Analisa Ekonomi, Harga Air
Latar Belakang
Air adalah sebagai sumber kehidupan mahluk hidup terutama manusia. Air menjadi
kebutuhan primer yang diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga fungsi air
tidak hanya terbatas untuk menjalankan fungsi ekonomi saja, namun juga sebagai
fungsi sosial. PDAM Kabupaten Bangkalan telah melayani 19,4% kebutuhan air
bersih di Kabupaten Bangkalan. Dikarenakan pelayanan air bersih yang sangat
rendah, diperlukan pengembangkan jaringan distribusi air bersih di kawasan
tersebut. Salah satu kawasan yang merupakan prioritas pengembangan jaringan
distribusi air bersih adalah Kawasan Kaki Jembatan Sisi Madura (KKJSM) yang
berada di Kecamatan Labang. Dengan adanya pengembangan terebut, perlu
dilakukan analisis ekonomi pada pengembangan jaringan air baku.
617
PENGARUH PENEMPATAN TANAH PENUTUP DAN
WAKTU PELETAKAN SAMPAH PADA PREDIKSI
PRODUKSI DEBIT AIR LINDI
Tri Budi Prayogo*, Emma Yuliani, dan Nonistantia
1Jurusan Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya
*tribudip@yahoo.com
Intisari
Produksi air lindi merupakan salah satu masalah terbesar dalam pencemaran
lingkungan. Lindi dapat mencemarkan tanah sekitar, air tanah maupun air
permukaan dan badan sungai. Dampak lindi akan diperparah jika instalasi
pengolahan lindi yang tersedia tidak memadai. Oleh karena itu perlu dilakukan
upaya untuk memprediksi jumlah produksi lindi dalam perencanaan instalasi
pengolahan lindi.
Penelitian yang didasari oleh metode tersebut dilakukan dengan 3 model penelitian.
Model I landfill tanpa tanah penutup atas, model II landfil diaplikasikan tanah
penutup, model III landfill diaplikasikannya tanah penutup atas dan tanah penutup
antara.
Dari ke 3 model, Model I menghasilkan produksi lindi terbesar yaitu sebesar 915,89
m3 dengan debit maksimum sebesar 77,453 × 10-5 m3/dt, Model II menghasilkan
produksi lindi sebesar 582,71 m3 dengan debit maksimum 47,739 × 10-5 m3/dt,
Model III menghasilkan produksi lindi sebesar 556,9 m3 dengan debit maksimum
47,739 × 10-5 m3/dt.
Kata kunci: tanah penutup, produksi debit air lindi, prediksi
Latar Belakang
Menurut Undang-Undang No, 18 Tahun 2008 mengatakan bahwa pemerintah pusat
dan daerah harus menjamin terselengaranya pengolahan sampah yang baik dan
berwawasan lingkungan serta pemrosesan akhir sampah dalam bentik
pengembalian ke media lingkungan atau badan air harus aman. Oleh karena itu
sebelum melakukan pembuangan limbah ke lingkungan atau badan air harus
melalui pengelohan terlebih dahulu
Masalah utama pada aplikasi landfill adalah kemungkinan pencemaran sumber air
minum oleh lindi, terutama di daerah dengan curah hujannya tinggi. Lindi yang
dihasilkan dari penimbunan/pengurugan sampah akan sangat berbahaya bagi
lingkungan dan kesehatan manusia apabila lindi langsung dibuang ke lingkungan
maupun badan air tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Permasalah lindi
diperparah dengan fakta bahwa masih banyak TPA beroperasi tanpa lapisan dasar
yang sesuai atau instalasi pengolahan lindi yang baik (Lema 1988:224). Oleh
karena itu dibutuhkan suatu neraca air untuk memprediksi debit lindi yang
dihasilkan yang berguna untuk merancang instalasi pengolahan lindi.
627
METODE RECURSIVE DIGITAL FILTER SEBAGAI
PREDIKTOR DEBIT LINGKUNGAN MINIMUM PADA
OPERASI BENDUNG ARGOGURUH
Endro P. Wahono1*, Susi Hariany2, dan Firdy Hamzah2
1
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Lampung
2
Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji-Sekampung
*
epwahono@eng.unila.ac.id
Intisari
Pengelolaan sungai yang berkelanjutan berimplikasi pada peningkatan kebutuhan
pengetahuan untuk memahami dan memprediksi interaksi antara ekologi dan
perilaku dinamis sungai, disamping efisiensi pemanfaatan sumber daya air. Debit
lingkungan diperlukan untuk mempertahankan daya dukung sungai. Penelitian ini
mengkaji pemanfaatan metode recursive digital filter sebagai prediktor besaran
debit lingkungan. Dua algoritma digital filter digunakan dalam penelitian ini, yaitu
algoritma Chapman dan algoritma Nathan & McMahon. Hasil kajian memberikan
implikasi bahwa baseflow bersifat dinamik sesuai besaran aliran langsung. Besaran
debit lingkungan diasumsikan sebagai debit rerata dari aliran dasar berturut turut
3.57 m3/s (Nathan & McMahon) dan 3.50 m3/s (Chapman). Debit minimum dari
baseflow tercatat masing-masing 0.21 m3/s dan 0.25 m3/s untuk kedua metode
tersebut. Komparasi dengan metode debit lingkungan lain menunjukkan bahwa
metode Nathan & McMahon mempunyai kesalahan (SSR) paling kecil. Metode
digital filter berpotensi sebagai prediktor debit minimum dalam operasi Bendung
Argoguruh. Disarankan menggunakan besaran baseflow yang diperoleh dengan
metode Nathan and McMahon (0.21 m3/s). Kajian lebih lanjut terkait daya dukung
dan daya tampung lingkungan sungai saat debit lingkungan menjadi tantangan masa
depan.
Kata Kunci: debit lingkungan, digital filter, operasi bendung
Latar Belakang
Sejalan dengan meningkatnya kesadaran untuk mengelola sungai yang
berkelanjutan berimplikasi pada peningkatan kebutuhan pengetahuan untuk
memahami dan memprediksi interaksi antara ekologi dan perilaku dinamis sungai
(Wahono, 2011; Wahono et al., 2014). Penelitian lebih lanjut menyimpulkan bahwa
perubahan ekologi sungai mempengaruhi morfologi sungai dengan merubah
karakteristik aliran air sungai yang berimplikasi pada perubahan perilaku
pengendapan sedimen (Schneider et al., 2006). Demikian sebaliknya perubahan
morfologi sungai juga dapat mempengaruhi ekosistem sungai baik fauna maupun
floranya. Pedersen misalnya menjelaskan bahwa variasi debit mempengaruhi
dinamika morfologi stratum dasar sungai yang juga berpengaruh terhadap populasi
bentos baik secara spasial maupun temporal di Denmark (Pedersen, 2003).
Pedersen juga menjelaskan perbedaan kondisi ekologi antara sungai yang alami dan
sungai yang sudah “terganggu” disturbed stream (Pedersen, 2003). Sedangkan
638
MEMBANGUN KONSEP STRATEGI PELAKSANAAN
PROGRAM MODERNISASI IRIGASI (MI) UNTUK
MENGHADAPI PERUBAHAN LINGKUNGAN DENGAN
HAMPIRAN MANAJEMEN PENGETAHUAN (KNOWLEDGE
MANAGEMENT, KM)
Sigit Supadmo Arif, Eko Subekti, Djito, Abi Prabowo, Indratmo Soekarno,
Sukrasno, Theresia Sri Sidharti, Muhammad Zainal Fatah
Kelompok Narasumber Modernisasi Irigasi Indonesia
*djitobrantas@yahoo.com
Intisari
Pada saat ini Pemerintah Indonesia sedang melakukan program Modernisasi Irigasi
(MI) sebagai upaya menghadapi krisis global, pangan, energi dan air. Pengelolaan
sistem irigasi merupakan satu sektor terdampak sekaligus juga memecah masalah.
Di sisi lain irigasi juga banyak menghadapi masalah perubahan lingkungan strategis
dan ekologis terutama berkaitan dengan perubahan iklim dan pertambahan
penduduk. Konsep modernisasi irigasi Indonesia disusun berbasis lima pilar irigasi
meliputi ketersediaan air, prasarana, pengelolaan, institusi dan kondisi manusia
pelaku namun belum ditetapkan tata cara pelaksanaannya.
Makalah ini bertujuan untuk menetapkan konsep strategi pelaksanaan modernisasi
irigasi dengan memakai satu pengukuran kesiapan Daerah irigasi (DI) yang akan
dilakukan upaya modernisasi irigasi dan manajemen pengetahuan para pelaku
pengelolaan irigasi dengan memakai model SECI dan Conway.
Pelaksanaan penelitian dilakukan di 17 DI strategis kewenangan pemerntah pusat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pilar pengelolaan, institusi, dan sumberdaya
manusia merupakan pilar-pilar paling kritis. Oleh sebab itu penggunaan manajemen
pengetahuan diusulkan akan dapat dipakai sebagai upaya menyusun strategi
pelaksanaan MI.
Kata kunci : modernisasi, irigasi, konsep strategi, manajemen pengetahuan,
Pendahuluan
Sejak beberapa dekade sebelum memasuki pergantian abad dari abad 20 ke abad
21, telah terjadi tiga macam krisis yang menghantui perkembangan masyarakat
dunia, Krisis tersebut mencakup krisis energi, air dan pangan dan ketiga krisis itu
saling berkelindan dan saling mempengaruhi (Sahrif, 2017). Dalam kaitannya
dengan ketiga krisis tersebut, irigasi menjadi salah satu sektor paling terdampak
sekaligus juga sebagai salah satu upaya menyelesaikan masalah.
Sebagai sebuah sistem, pengelolan irigasi secara teoritis terdiri atas lima pilar yaitu:
(i) ketersediaan air, (ii) tersedianya prasarana handal, (iii) tata kelola yang
berkeadilan, (iv) institusi sepadan dan (v) tersedianya sumberdaya manusia yang
mumpuni untuk dapat melakukan pengelolaan secara tersistem termasuk juga
644
ANALISIS STABILITAS LERENG BENDUNGAN SUTAMI
BERDASARKAN PETA GEMPA 2017
Ery Suhartanto1, Yulia Amirul Fata2*, dan Ulie Mospar Dewanto3
1
Dosen Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
2
Sarjana Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
3
Deputi Operasional I Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta 1
* yuliaamirul@gmail.com
Intisari
Bendungan merupakan bangunan air berskala besar yang berfungsi menampung air
untuk memenuhi kebutuhan manusia, disamping memiliki manfaat yang besar juga
dapat menyebabkan potensi bahaya yang besar pula. Peta gempa 2017
menunjukkan percepatan gempa terbaru di Indonesia. Penelitian bertujuan
mengetahui kondisi terkini dan stabilitas lereng Bendungan Sutami sehingga
didapatkan batas aman kala ulang gempa dan rekomendasi.
Stabilitas lereng dianalisis bertahap sesuai Pedoman Analisis Stabilitas Bendungan
Tipe Urugan Akibat Beban Gempa menggunakan Metode Fellenius dan Metode
Bishop. Perhitungan dilakukan menggunakan aplikasi GeoStudio SLOPE/W,
sehingga diketahui batas aman kala ulang gempa dan rekomendasi yang sesuai.
Stabilitas lereng menunjukkan hasil kondisi statik 97,778% aman, OBE 100
81,111% aman, OBE 200 55,556% aman, dan MDE 100% tidak aman. Analisis
dinamik Makdisi and Seed dan Swaisgood menyatakan aman. Batas aman pada
percepatan 0,25g dengan kala ulang OBE 500 tahun serta intensitas gempa sebesar
4,3 M dan V MMI(II SIG BMKG). Rekomendasi dengan mengevaluasi sistem
drainase permukaan dan penggunaan pola operasi dengan memperhatikan stabilitas
lereng bendungan.
Kata kunci : peta gempa 2017, bendungan sutami, stabilitas lereng, batas aman,
rekomendasi
Latar Belakang
Menimbang dari Keputusan Direktur Jenderal Sumber Daya Air No. 257 Tahun
2011 bahwa bendungan sebagai bangunan yang memiliki kemanfaatan umum,
diperlukan upaya pengamanan agar diperoleh manfaat selama mungkin serta
jaminan atas keselamatan masyarakat di hilirnya. Stabilitas bendungan merupakan
salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembangunan bendungan, bila
syarat stabilitas tersebut tidak terpenuhi, maka akan mengakibatkan masalah
keamanan bendungan yang berupa kebocoran, rembesan, longsoran, erosi, dan
retakan pada tubuh bendungan. Berdasarkan Laporan Triwulan I Tahun 2015
Keamanan Tubuh Bendungan Sutami, baru-baru ini masalah yang dihadapi
Bendungan Sutami adalah retakan di puncak tubuh bendungan yang terjadi pada
tahun 2014. Menurut Pakar Geofisika yang juga Ketua Jurusan Fisika Fakultas
Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam (F-MIPA) Universitas Brawijaya (UB)
656
KALIBRASI PINTU AIR DI DAERAH IRIGASI SEKAMPUNG
SISTEM UNTUK MENINGKATKAN KINERJA IRIGASI
Dwi Jokowinarno1*, Suryo Edi Purnomo2, dan Riza Fahlevi2
1
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung
2
Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung
*d.jokowinarno@gmail.com
Intisari
Dalam rangka mengoptimalkan potensi air Way Sekampung, telah banyak kegiatan
pembangunan di bidang irigasi dan pertanian yang dilakukan oleh Pemerintah,
mulai dari saat keberadaan Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Way
Seputih – Way Sekampung hingga sekarang Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji
Sekampung.
Seiring dengan perkembangan waktu, kondisi perubahan iklim dan pemanfaatan
lahan, dan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar menyebabkan
suplai dan kebutuhan akan irigasi guna mengairi areal sawah yang berada di seluruh
Daerah Irigasi Sekampung Sistem ikut mengalami perubahan. Efisiensi dan
efektifitas penggunaan air irigasi menjadi sesuatu yang perlu terus ditingkatkan.
Prasarana jaringan merupakan inti dari kegiatan irigasi. Terjadinya perubahan pada
kondisi jaringan irigasi serta bangunan-bangunan pelengkap yang ada di
Sekampung Sistem menyebabkan semakin menurunnya tingkat efisiensi
penyaluran air dan efisiensi irigasi.
Terkait dengan peningkatan pengoperasian pembagian dan pemberian air maka
perlu dilakukan kegiatan inventarisasi pintu air irigasi serta kalibrasi ulang terhadap
pintu air irigasi sehingga jumlah air yang dibagi dan disalurkan sesuai dengan
kebutuhan air di bagian hilir pintu tersebut. Metode penelitian dimulai dengan
inventarisasi kondisi pintu dan pengukuran lapangan untuk mendapatkan data debit
yang selanjutnya diolah menjadi koefisien pintu (Cd).
Kata kunci: inventarisasi pintu air, kalibrasi pintu air, kinerja irigasi,
sekampung sistem.
Latar Belakang
Prasarana jaringan merupakan inti dari kegiatan irigasi. Terjadinya perubahan pada
kondisi jaringan irigasi serta bangunan-bangunan pelengkap yang ada di Daerah
Irigasi Sekampung Sistem menyebabkan semakin menurunnya kinerja irigasi.
Keandalan prasarana jaringan irigasi dicirikan wdengan proses penyadapan,
pengaliran, pembagian dan pemberian ke daerah layanan dapat efektif dan efisien
tanpa mengenal cara dan waktu (Nurrochmad, 2007).
Pintu air irigasi merupakan prasarana vital dalam jaringan irigasi yang berdampak
pada kinerja irigasi. Inventarisasi kondisi pintu air perlu dilakukan untuk
mengetahui kondisi nyata pintu air, apakah pintu air dalam kondisi baik, rusak
666
PERCEPATAN PEMBANGUNAN BENDUNGAN
DAN KEGAGALAN PENGISIAN AWAL WADUK
Joko Mulyono
Jafung Teknik Pengairan Madya – Ditjen SDA.
Ahli Teknik Bendungan Besar – Utama (KNIBB)
Intisari
Pembangunan bendungan yang bermanfaat untuk keperluan irigasi, air baku,
pengendalian banjir, pembangkit listrik, pariwisata, konservasi dan masih banyak
manfaat lainnya, dengan harapan dapat menunjang peningkatan sosial ekonomi
dalam pemenuhan swasembada air dan pangan. Dan pembangunan bendungan
merupakan kegiatan yang memerlukan daya upaya yang cukup serius agar tercapai
sesuai target yang sudah ditetapkan. Namun sebenarnya dalam pembangunan
sebuah bendungan juga menyimpan potensi bahaya yang cukup besar jika tidak
dilaksanakan dengan baik bahkan tidak dikelola dengan baik, yang dapat
menimbulkan bencana. Sesuai dengan nawacita pemerintahan saat ini sedang
menargetkan dibangun sebanyak 65 bendungan, pembangunan bendungan baru ini
merupakan tantangan yang harus dihadapi seluruh pemangku kepentingan agar
dapat berjalan sesuai target tepat waktu dan tepat mutu. Dan dalam pembangunan
bendungan mulai dari persiapan, galian pondasi, penimbunan, serta bangunan
pelengkap lainnya sampai dengan pengisian awal serta layak operasi merupakan
tugas kita bersama. Saat pengisian awal dalam rangka percepatan pembangunan
adalah masa-masa yang perlu dicermati secara teliti, mengingat masa kritis dalam
pembangunan bendungan adalah pada saat pengisian awal dalam kurun waktu 1
sampai dengan 5 tahun setelah selesai konstruksi.
Kata kunci : percepatan pembangunan dan pengisian awal waduk
Pendahuluan
Sesuai dengan SNI No. 1731- 1989-F mengenai Pedoman Keamanan Bendungan
dan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasana Wilayah Nomor
296/KPTS/M/2001 tentang perubahan Permen PU Nomor 72/PRT/1997 tentang
Keamanan Bendungan. Setiap pembangunan dan penghapusan bendungan harus
mendapatkan persetujuan dari Menteri. Dalam melaksanakan tugasnya, Menteri
dibantu oleh Komisi Keamanan Bendungan untuk memberikan rekomendasi dan
saran kepada Menteri dalam menyelenggarakan koordinasi penanganan kegiatan
yang berkaitan dengan kemanan bendungan. Dalam melaksanakan tugasnya
Komisi didukung oleh Balai Keamanan Bendungan yang tugasnya antara lain
melaksanakan kajian keamanan bendungan, inspeksi pemantauan terhadap
pelaksanaan konstruksi dan pengisisan waduk, serta inspeksi awal, berkala dan luar
biasa.
672
ANALISA PENGARUH SUDETAN MUARA SUNGAI
BATANG ANTOKAN TERHADAP TINGGI GENANGAN
BANJIR
Yayank Putri Zia1*, Faldi Aprio², Mawardi Samah3 , dan Wisafri4
1
Program Studi DIV Perencanaan Irigasi dan Rawa, Jurusan Teknik Sipil,
Politeknik Negeri Padang
2
Program Studi DIV Perencanaan Irigasi dan Rawa, Jurusan Teknik Sipil,
Politeknik Negeri Padang
3
Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Padang
4
Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Padang
*yayankputrizia05@gmail.com
Intisari
Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering terjadi. Banjir adalah
penggenangan akibat limpasan keluar alur sungai karena debit sungai yang
membesar tiba-tiba melampaui daya tampungnya, terjadi dengan cepat melanda
daerah-daerah yang kerendahan, di lembah sungai-sungai dan cekungan-cekungan
dan membawa kayu-kayu, batu dan tanah dalam alirannya.
Salah satu wilayah yang sering mengalami banjir yaitu Jalan raya Padang-Lubuk
Basung yang berlokasi di Kenagarian Manggopoh Tanjung Mutiara, Kabupaten
Agam. Akibat banjir ini banyak rumah dan lahan pertanian warga rusak yang
mengakibatkan gagal panen selain itu lalu lintas Padang - Lubuk Basung dan
Padang - Pasaman Barat juga terganggu oleh genangan air. Dalam upaya
mengurangi dampak banjir Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Dinas
Pengelolaan Sumber Daya Air melaksanakan pekerjaan pengendalian banjir Batang
Antokan dengan melakukan sudetan.
Tinjauan ini dimaksudkan untuk menganalisa perubahan elevasi muka air yang
terjadi di Batang Antokan dengan membandingkan tinggi muka air banjir antara
sungai lama dan sungai yang baru setelah dilakukan sudetan pada muara sungai
dengan perhitungan pofil permukaan aliran berubah lambat laun metode tahapan
standar.
Kata kunci : banjir, pengendalian banjir, aliran berubah lambat laun, metode
tahapan standar.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering terjadi. Banjir adalah
penggenangan akibat limpasan keluar alur sungai karena debit sungai yang
membesar tiba melampaui daya tampungnya, terjadi dengan cepat melanda daerah-
daerah yang kerendahan, di lembah sungai-sungai dan cekungan-cekungan dan
membawa kayu-kayu, batu dan tanah dalam alirannya.
682
ANALISIS PARAMETER KARAKTERISTIK ALIRAN
MELALUI PELIMPAH SEGIEMPAT DAN TRAPESIUM
PADA SALURAN TERBUKA (UJI MODEL
LABORATORIUM)
Fifin Fatmasari, Arifah Zahiyah Pannai, dan Ratna Musa
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia
fifnfatmasari09@gmail.com; rifahzahiyah@gmail.com; ratmus_tsipil@ymail.com
Intisari
Karakteristik aliran yang melewati pelimpah akan tergantung pada bentuk dan
pelimpah itu sendiri. Ketidakjelasan memahami karakteristik aliran dan hubungan
antara parameter-parameter karakteristik aliran merupakan permasalahan yang
dapat menimbulkan kesalahan dalam perencanaan. Oleh karena itu perlu analisis
kembali gambaran karakteristik aliran sebelum, sedang dan sesudah melewati
pelimpah. Tujuan penelitian ini yaitu untuk meganalisa karakteristik sebelum dan
sesudah melewati pelimpah segiempat dan trapesium, untuk mengetahui pengaruh
bentuk pelimpah terhadap energi spesifik, dan untuk mengetahui loncatan hidraulik
dengan ruang olakan. Penelitian ini dilakukan pada saluran terbuka menggunakan
pelimpah segiempat dan pelimpah trapesium dengan varias debit serta variasi
kemiringan. Pada bagian hilir saluran dipasangkan sekat. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa hubungan antara tinggi muka air dengan debit yang sama untuk
pelimpah trapesium lebih tinggi dari pelimpah segi empat. Dilihat dari loncatan air
pelimpah trapesium lebih panjang loncatanya dibandingkan pelimpah segiempat.
Sedangkan dari segi kedalaman kritisnya pelimpah segiempat lebih rendah dari
pada pada pelimpah trapasium. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh perbedaan luas
penampang pelimpah. Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat diketahui karakteristik
aliran dan sebagai referensi dalam perencanaan bangunan-bangunan air pada
saluran terbuka.
Kata kunci : pelimpah, segiempat, trapesium, debit, kemiringan, flume.
Latar Belakang
Setiap kondisi aliran baik sebelum, sedang dan setelah melewati bangunan air
seperti pelimpah akan memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik aliran yang
melewati pelimpah akan tergantung pada bentuk dan pelimpah itu sendiri. Jenis-
jenis pelimpah untuk daerah bagian pembuang yang banyak dijumpai di lapangan
adalah jenis pelimpah segiempat dan pelimpah trapesium. Kedua pelimpah tersebut
memiliki perbedaan luas penampang yang dapat mempengaruhi karakteristik aliran
yang melewati pelimpah tersebut.
Karakteristik aliran terbagi atas aliran subkritis, aliran kritis dan aliran super kritis.
Aliran subkritis adalah aliran air yang stabil atau tetap dan aliran dikatakan bersifat
subkritis bila dalam keadaan ini peranan gaya tarik lebih menonjol, sehingga aliran
mempunyai kecepatan rendah dan sangat tenang serta tidak akan menimbulkan
690
ANALISA DEBIT REMBESAN PADA TANGGUL TANAH
DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE GEOSTUDIO
(SEEP/W)
Andi Rezky Arsi Perdana,Adinda Destri Mujisaputri, Ratna Musa
Program Studi Teknik Sipil Universitas Muslim Indonesia Makassar
rezky_arsi@outlook.co.id, adindadestrim@gmail.com, ratmus_tsipil@ymail.com
Intisari
Keruntuhan pada tanggul dapat diakibatkan oleh rembesan yang membawa material
tanggul yang disebut erosi buluh atau piping. Tanggul pada Bendungan Paselloreng
terletak sejauh 45 km dari Kota Sengkang. Karena letaknya yang berada di dekat
pemukiman penduduk, maka besarnya rembesan yang terjadi harus diketahui agar
menghindari terjadinya keruntuhan/piping yang dapat membahayakan wilayah
sekitar bendungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui debit rembesan pada
tubuh tanggul pada Bendungan Paselloreng dengan menggunakan software
GeoStudio (Seep/w) dan Metode Empiris (Bowles dan Cassagrande) serta Metode
Grafis (Flow Net) sebagai pembanding. Bendungan Paselloreng terdiri dari 7 zona
dan 4 jenis material yang menyusun tiap zonanya dan ditinjau dari tiga jenis
ketinggian air yang diukur dari elevasi tanah dasar yaitu ketinggian rendah, normal
dan tinggi (LWL, NWL dan HWL). Selain menganalisis debit rembesan, perlu pula
dihitung keamanan tanggul terhadap bahaya rembesan Berdasarkan ketiga metode
tersebut, analisa dengan menggunakan software GeoStudio dianggap mewakili
nilai rembesan yang lebih akurat dibandingkan metode lainnya. Sedangkan untuk
perhitungan keamanan tanggul terhadap rembesan didapatkan total rembesan
waduk (5,115 x 10-6 m3/s) < 1% q rata-rata sungai yang masuk = 0,0821 m3/s,
sehingga dapat diketahui bahwa tubuh tanggul aman terhadap rembesan.
Kata kunci : Bendungan Paselloreng, Debit Rembesan, Geostudio (Seep/W),
Metode Empiris, Flow Net.
Latar Belakang
Pembangunan suatu tanggul sering diikuti dengan perkembangan masyarakat di
daerah hilirnya. Hal ini menyebabkan makin bertambahnya tingkat bahaya
keruntuhan tanggul. Keruntuhan dapat diakibatkan oleh rembesan atau bocoran
yang membawa material tanggul yang disebut erosi buluh atau piping. Besarnya
rembesan sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanah pada tanggul saluran untuk
melewatkan air (sifat permeabilitas tanah).
Adapun tanggul yang akan ditinjau debit rembesannya adalah Bendungan
Paselloreng yang terletak di Desa Arajang, Kec. Gilireng, sejauh 45 km dari Kota
Sengkang Ibukota Kabupaten Wajo. Karena letaknya yang berada di dekat
pemukiman penduduk, maka besarnya rembesan yang terjadi harus diketahui agar
menghindari terjadinya keruntuhan/piping yang dapat membahayakan wilayah
sekitar bendungan.
700
REVIEW BANJIR RENCANA WADUK SELOREJO,
KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR
Mega Teguh Budi Raharjo1*, Wanny K. Adidarma2, Kamsiyah Windianita1,
Didik Ardianto1, Fahmi Hidayat dan Raymond Valiant Ruritan1
1
Perum Jasa Tirta I
2
Dosen Program Magister Teknik Sipil Universitas Parahyangan
*mteguh@jasatirta1.net
Intisari
Bendungan (waduk) Selorejo merupakan waduk tahunan yang sudah beroperasi
sejak tahun 1970, berada pada Sungai Konto (anak Sungai Brantas), di bawah
pertemuannya dengan Sungai Kwayangan tepatnya di Desa Pandansari, Kecamatan
Ngantang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Seiring berjalannya waktu
kondisi di sekitar Waduk Selorejo tentu berubah termasuk kondisi hidrologi. Oleh
karena itu, perlu dilakukan review hidrologi (banjir rencana) Waduk Selorejo
dengan tujuan untuk memperbaharui studi sebelumnya dengan mempertimbangkan
data dan informasi tambahan antara lain pengecekan hasil analisis hidrologi studi
terdahulu, perhitungan hujan rencana berbagai periode ulang dan PMP, debit
rencana berbagai periode ulang dan PMF.
Sesuai dengan SNI 2415:2016 tentang “Tata Cara Perhitungan Debit Banjir
Rencana” ditekankan untuk menggunakan model matematik dengan proses
kalibrasi jika data banjir tersedia. Review Banjir Rencana Waduk Selorejo dibuat
berdasarkan model matematik hubungan hujan-limpasan menggunakan HEC-HMS
versi 4.0 dan proses kalibrasi terhadap 2 kejadian banjir. Hasil studi menunjukkan
bahwa Bendungan Selorejo masih mampu mengakomodir debit rencana berbagai
periode ulang dan PMF.
Kata Kunci: banjir, debit, PMF, Selorejo, waduk
Latar Belakang
Bendungan (waduk) Selorejo merupakan waduk tahunan yang sudah beroperasi
sejak tahun 1970, berada pada Sungai Konto (anak Sungai Brantas), di bawah
pertemuannya dengan Sungai Kwayangan tepatnya di Desa Pandansari, Kecamatan
Ngantang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan Completion
Report (1976), desain bangunan pelimpah Bendungan Selorejo didasarkan pada
flood design dengan kala ulang 1000 tahunan sebesar 920 m3/detik (inflow) dengan
outflow sebesar 360 m3/detik. Hasil penelusuran banjir dari awal elevasi muka air
waduk +622,00 m diperoleh muka air banjir maksimum setinggi +623,14 m,
sehingga dengan tambahan freeboard 2,36 m didapatkan elevasi puncak bendungan
setinggi +625,50 m. (Manual OP Bendungan Selorejo, PJT I, 2007)
Seiring berjalannya waktu kondisi di sekitar Waduk Selorejo tentu berubah
termasuk kondisi hidrologi. Oleh karena itu, perlu dilakukan review hidrologi
(banjir rencana) Waduk Selorejo dengan tujuan untuk memperbaharui studi
sebelumnya dengan mempertimbangkan data dan informasi tambahan antara lain
710
STUDI PERILAKU REMBESAN AIR
PADA LERENG HILIR BENDUNGAN SELOREJO
Teguh Winari1*, Abdulloh Fuad2, Siti Zulaikah2, Kamsiyah Windianita1,
Didik Ardianto1, Fahmi Hidayat1, dan Raymond V. Ruritan1
1
Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Malang
2
Universitas Negeri Malang
*teguhwinari.pjt1@gmail.com
Intisari
Bendungan Selorejo merupakan bendungan urugan dengan zona impervious dan
zona shell yang berupa campuran gravel dan pasir. Lereng hulu bendungan
dilindungi dengan batu rip-rap, sedangkan di lereng hilir dilindungi dengan gebalan
rumput untuk menahan erosi air hujan. Berdasarkan statistik data kejadian
keruntuhan bendungan di seluruh dunia (Sherard, 1972), sebagian besar keruntuhan
adalah disebabkan oleh rembesan (seepage) yang memicu terjadinya internal
erosion, baik melalui tubuh bendungan maupun fondasi. Salah satu permasalahan
Bendungan Selorejo adalah ditemukannya daerah basah pada lereng hilir sisi kanan
bendungan yang cukup signifikan. Berkaitan dengan adanya daerah basah pada
lereng hilir sisi kanan Bendungan Selorejo, maka perlu dilakukan studi/kajian
secara mendalam guna mengetahui perilaku rembesan pada area tersebut terutama
berkaitan dengan kondisi keamanan bendungan. Dari hasil mapping resistivity
menunjukkan adanya akumulasi air yang berasal dari air waduk. Hal ini dilihat
adanya warna biru pada kurva mapping, yang menunjukkan resistivitas air tanah.
Dari hasil uji isotop air waduk, tidak dapat dilanjutkan analisisnya. Hal ini
disebabkan kandungan timbal (Pb) dan Stronsium (Sr) dibawah batas limit (< 1
ppm). Berdasarkan hasil analisis debit rembesan selama periode tahun 2007 hingga
2017 diketahui bahwa debit rembesan masih normal (dibawah debit maksimum
yang diizinkan). Debit rembesan berfluktuasi seiring dengan kondisi curah hujan
yang terjadi
Kata Kunci: Bendungan Selorejo, rembesan, geolistrik, isotop
Latar Belakang
Bendungan Selorejo terletak di Desa Selorejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur. Bendungan ini merupakan bendungan urugan
dengan zona impervious dan zona shell yang berupa campuran gravel dan pasir.
Lereng hulu bendungan dilindungi dengan batu rip-rap, sedangkan di lereng hilir
dilindungi dengan gebalan rumput untuk menahan erosi air hujan.
Bendungan Selorejo dibangun dari tahun 1963 hingga 1970 dengan fungsi
serbaguna dalam rangka pelayanan dan pemanfaatan berbagai jenis kebutuhan air
bagi masyarakat setempat dan sekitarnya. Seiring berjalannya waktu, bendungan
akan terus mengalami deteriorasi (kemerosotan mutu) dan rentan terhadap
kemungkinan adanya kerusakan (Soedibyo, 1993). Salah satu permasalahan
721
REVIEW KAJIAN CONTROL WATER LEVEL
BENDUNGAN WONOGIRI
Kamsiyah Windianita1*, Mamok Soeprapto Rahardjo2, Mega Teguh Budi
Raharjo1, Didik Ardianto1, Fahmi Hidayat1, Raymond V. Ruritan1
1
Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Malang
2
Universitas Sebelas Maret
*kwindianita@jasatirta1.net
Intisari
Bendungan Wonogiri dibangun pada tahun 1977 oleh Proyek Pengembangan
Wilayah Sungai Bengawan Solo, Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen
Pekerjaan Umum,.dibangun untuk pengendali banjir, mengairi daerah irigasi, dan
PLTA. Seiring dengan berjalannya waktu, kebutuhan air baku di wilayah yang ada
di hilir bendungan semakin meningkat. Sehingga perlu kajian ulang terhadap
elevasi control water level (CWL), terkait dengan volume cadangan air. Apalagi
adanya masalah serius yang dialami oleh Bendungan Wonogiri, yaitu dengan
adanya laju sedimentasi yang cukup tinggi sehingga mengurangi volume efektif.
Perilaku perubahan elevasi muka air pada proses penelusuran banjir di waduk yaitu
ketika hidrograf banjir yang terjadi masuk ke tampungan waduk, muka air waduk
akan terus mengisi ke kapasitas tampungan sementara (surcharge storage) yaitu
tampungan di atas ambang pelimpah. Outflow melalui pelimpah akan terus
mengalami kenaikkan sampai elevasi tertentu hingga mencapai elevasi maksimum
setara dengan debit outflow maksimumnya walaupun peningkatan tidak setara dengan
peningkatan inflow. Proses ini akan terjadi sampai puncak banjir tercapai, ketika inflow
dan outflow akan menjadi sama. Kemudian debit outflow akan berangsur-angsur
mengalami pengurangan yang selanjutnya pada waktu tertentu debit outflow lebih
besar dari inflow
Berdasarkan hasil analisis dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Tinggi
freeboard berdasarkan hasil routing debit PMF pada elevasi awal waduk +134.5 m
(CWL) menghasilkan tinggi jagaan (freeboard) 1.8 m (≥ 1.25 m). Pada proses
simulasi selanjutnya dengan menaikkan elevasi CWL sampai +136 m, tinggi jagaan
yang dihasilkan 1.4 m (≥ 1.25 m). Tinggi FWL berdasarkan hasil simulasi routing
menggunakan debit PMF metode SCS sebesar 12782 m3/dt pada elevasi awal
waduk +134.5 m (CWL) adalah +140.2 m (> desain awal 139.1 m).
Latar Belakang
Pembangunan bendungan merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan
dan menjaga ketersediaan air sepanjang tahun. Fungsi utama bendungan adalah
sebagai penampung dan pengendali air yang berlebih pada waktu hujan, untuk
kemudian secara teratur dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan selama umur layan
bendungan. Bendungan mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai
729
PENYELIDIKAN AIRTANAH UNTUK PENGEMBANGAN
IRIGASI DI KECAMATAN KUBU KABUPATEN
KARANGASEM PROVINSI BALI
Moh Sholichin1*, Dian Sisinggih1, dan Putu Ratih Wijayanti2
1
Program Studi Teknik Pengairan, Universitas Brawija
2
Balai Wilayah Sungai Bali Penida, Provinsi Bali
* email: mochsholichin@ub.ac.id
Intisari
Tujuan Penyelidikan airtanah adalah untuk menentukan kapasitas Airtanah dan
kualitas air airtanah untuk pengembangan irigasi. Analisis kuantitas airtanah
menggunakan uji pompa. Pengujian pompa dibagi menjadi dua yaitu pengujian
sumur (well test) dan pengujian akuifer (aquifer test). Hasil analisa uji sumur di 7
(tujuh) sumur pompa diperoleh debit optimum antara 10,107 lt/det sampai 18,604
lt/det. Tahapan analisa pengujian akuifer yaitu menentukan jenis aliran dari masing-
masing sumur yaitu aliran tunak atau tidak tunak, setelah itu menentukan metode
yang digunakan berdasarkan dari jenis aliran dan jenis akuifer. Dalam menentukan
jenis aliran diperoleh jenis aliran tunak sebanyak 3 (tiga) sumur, sedangkan aliran
tidak tunak sebanyak 4 (empat) sumur. Analisa kualitas airtanah dengan
menggunakan program Aquachem Versi 2011.1 (demo version). Berdasarkan
analisis kualitas airtanah yaitu airtanah mengandung Natrium rendah, Natrium
sedang dan memiliki kadar garam yang tinggi dan sangat tinggi.
Kata kunci : air tanah, Pengujian akuifer, aquachem
Latar Belakang
Kabupaten Karangasem terletak di ujung timur Pulau Bali. Kecamatan Kubu
merupakan daerah kering dan sedikit curah hujan dibandingkan daerah yang
lainnya. Sumber air permukaan sangat terbatas, sungai-sungai kering pada musim
kemarau dan banjir pada musim hujan. Kebutuhan air untuk irigasi mutlak
dibutuhkan oleh masyarakat, sebab sebagian besar masyarakat bermata pencaharian
bercocok tanam di ladang dan sawah. Sumber air alternative berasal dari airtanah
dalam yang dibor yang sebagian melalui bantuan pemerintah. Pemanfaatan airtanah
oleh masyarakat terus meningkat seiring dengan meningkatnya produksi pertanian.
Analisis debit airtanah pada lokasi potensial dapat dilakukan dengan melakukan uji
pompa, bertujuan selain untuk mengetahui kemampuan sumur bor dalam
memproduksi airtanah juga mengetahui kelulusan lapisan pembawa air (akuifer)
(Bisri, 2012; 89). Uji pompa dapat dibagi menjadi dua yaitu pengujian sumur dan
pengujian akuifer. Pengujian Sumur, adalah melakukan pengukuran debit (Q) dan
mengamati penurunan muka air (S), maka akan diperoleh kapasitas jenis sumur
(specific discharge), Kapasitas jenis sumur merupakan ukuran kemampuan
produksi suatu sumur. Pengujian Akuifer Menurut Bisri (2012) bertujuan untuk
739
PEMODELAN NERACA AIR PERMUKAAN UNTUK
PENDUGAAN SURPLUS DAN DEFISIT PADA DAS ANAI
Seri Marona1*, Maryadi Utama1, Febriza1, dan Egip Fernando1
1
Balai Wilayah Sungai Sumatera V
*serimarona@gmail.com
Intisari
Pemodelan neraca air adalah suatu metode digunakan untuk menduga ketersediaan
air permukaan, sehingga dapat dihitung jumlah kebutuhan air baik untuk konsumtif
maupun non konsumtif. Penelitian ini dilaksanakan di DAS Anai Kabupaten
Padang Pariaman. Kecendrungan yang sering terjadi adalah adanya
ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Untuk mencapai
keseimbangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air dimasa mendatang,
diperlukan upaya pengkajian komponen-komponen kebutuhan air serta efisiensi
penggunaan air.
Penelitian ini dimulai dari pengumpulan dan analisa data hidrologi, pengumpulan
dan perhitungan data kebutuhan air. Kebutuhan air yang habis pakai
dikelompokkan dalam kebutuhan konsumtif dan kebutuhan air yang kembali
kesungai dikelompokkan kebutuhan air non konsumtif. Dalam pemodelan neraca
air permukaan DAS Anai di modelkan 3 skenario yaitu kering, normal dan tanpa
suplesi dari PLTA Singkarak.
Dari hasil perhitungan 3 skenario tersebut ketersediaan dan kebutuhan air
mengalami surplus pada tahun normal, defisit pada bulan tertentu pada skenario
kering dan tanpa suplesi PLTA Singkarak. Keadaan ini disebabkan banyaknya
bangunan air yang tidak berfungsi, banyaknya pengambilan air liar dan minimnya
sarana bangunan air untuk pengaturan pembagian air. Direkomendasikan agar
dilakukan studi dan tindak lanjut terhadap kondisi bangunan air sebagai bangunan
pengatur dan pembahasan permasalahan pengalokasiaan pada forum Tim
Koordinasi yang berwenang.
Kata Kunci: Ketersediaan, Kebutuhan, Neraca
Latar Belakang
Pemenuhan kebutuhan air erat kaitannya dengan kebutuhan pangan dan aktivitas
masyarakat. Kondisi tersebut tidak dapat dihindari, tetapi haruslah diprediksi dan
direncanakan pemanfaattannya sebaik mungkin. Kecenderungan yang sering terjadi
adalah adanya ketidakseimbangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air. Untuk
mencapai keseimbangan ketersediaan air dan kebutuhan air perlu dilakukan upaya
pengkajian pengguna air serta efisiensi penggunaan air.
Pengguna air yang paling berpengaruh untuk menghitung neraca air adalah
kebutuhan air irigasi dan kebutuhan dan domestik. Dengan demikian hendaknya
dilakukan suatu perencanaan yang tepat agar kebutuhan air dapat terpenuhi. Khusus
749
PENGELOLAAN SISTEM TATA AIR RAWA LEBAK UNTUK
PETERNAKAN KERBAU RAWA DI KECAMATAN
RAMBUTAN SUMATERA SELATAN
Yunan Hamdani1*, Reini Silvia Ilmiaty2, Suparji3, dan Achmad Syarifuddin4
1
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Tamansiswa Palembang
2
Program Studi Teknik Sipil Universitas Sriwijaya
3
Balai Besar Wilayah Sungai VIII
41
Program Studi Teknik Sipil, Universitas BinaDarma Palembang
*yunanhamdani@ymail.com
Intisari
Daerah rawa di Kecamatan Rambutan adalah daerah rawa yang potensial untuk
pengembangan pertanian kerbau rawa. Daerah tersebut sering mengalami
kebanjiran selama musim hujan, tergenang terlimpasi air sungai Padang dengan
ketinggian lebih dari 2 meter dan waktu surut yang bisa bertahan hingga 2 bulan,
sedangkan di musim kemarau air sungai Padang menjadi surut. Sistem air di daerah
rawa membutuhkan kesesuaian lahan untuk peternakan kerbau. Ini harus
disesuaikan dengan habitat kerbau yang tidak hanya suka mandi tetapi juga suatu
keharusan bagi mereka untuk berkubang. Program HECRAS akan digunakan dalam
pemodelan ini. Untuk kondisi eksisting dan kondisi rencana, skenario untuk
pemodelan banjir dilakukan dengan data debit banjir 25 tahunan dan dari hasil
pemodelan diperoleh debit pompa 0,02 m3 / detik dan volume kolam kubangan
untuk kerbau rawa sebesar 3168,289 m3.
Kata Kunci: tata air rawa , debit, pengelolaan
Latar Belakang
Desa Rambutan Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin merupakan daerah
yang mempunyai luasan lahan yang berpotensi sebagai tempat untuk
berkembangnya ternak kerbau rawa, dikarenakan Kabupaten tersebut memiliki
luasan lahan rawa/lebak yang cukup luas, namun mempunyai permasalahan sumber
daya lahan dan air yang memerlukan kondisi tata air yang baik dari kondisi lahan
untuk peternakan kerbau rawa dimana tata air di lahan rawa lebak memerlukan
kesesuaian lahan untuk peternakan kerbau rawa. Hal ini memang harus sesuai
dengan habitat hidup kerbau yang tidak hanya suka berendam akan tetapi juga
merupakan suatu kebutuhan hidup memerlukan air untuk berkubang. Ketersediaan
hijauan pakan ternak sangat dipengaruhi oleh musim, pada musim hujan memang
pakan lebih banyak tumbuh, tapi hujan yang berkepanjangan yang mengakibatkan
banjir juga menimbulkan masalah yaitu rumput menjadi ada di dalam air dan kerbau
sulit untuk menjangkau atau memakannya. Pada musim kemarau yang panjang juga
menimbulkan masalah yaitu menyebabkan hijauan mati kekeringan sehingga
kerbau kekurangan pakan. Jenis hijauan pakan ternak yang tumbuh dan
berkembang di lahan rawa sebagian besar adalah sama pada setiap lokasi
759
EMBUNG KENYAMUKAN: TRAPPED WATER DI TAMBANG
UNTUK BAHAN BAKU AIR MINUM
Santosa dan Yudha Febriana
Civil and Environmental Section, Mine Planning, PT. KPC
Santoso@kpc.co.id; Yudha.Febriana@kpc.co.id
Intisari
PT Kaltim Prima Coal (KPC) beroperasi di Kabupaten Kutai Timur dengan luas
wilayah konsesi 84.398km2. Pit J, salah satu dari belasan wilayah operasi aktif,
ditambang pada periode 2004-2014. Batubara digali bertahap, timbunan
(overburden) ditempatkan di sisi utara, timur laut, dan timur batas pit. Di sisi timur
yang merupakan kawasan berawa timbunan mengakibatkan bulging (naiknya
permukaan tanah lunak karena desakan material keras). Bulging berlanjut,
merayap, mengeblok aliran Sungai Kenyamukan, hingga akhirnya terbentuk
genangan (embung).
Akumulasi genangan yang sempat mencapai 22 juta m3 dikeringkan bertahap.
Melihat genangan yang secara kualitas maupun kuantitas potensial dimanfaatkan
untuk pasokan PDAM, pada Februari 2014 Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai
Timur meminta agar genangan (embung) dikonservasi. Awalnya, dengan
mengabaikan data penguapan, direncanakan pengambilan rutin 220 liter/detik. Saat
ini, karena aneka kendala PDAM dan dinamika penambangan, baru mampu
dimanfaatkan 100 liter/detik untuk keperluan internal-eksternal.
Dari studi neraca air dengan metode Thornthwaite Mather diketahui akan ada
bulan-bulan ‘kering’ ketika air yang bisa dimanfaatkan kurang dari 50 liter/detik.
Di sisi lain PDAM berencana meningkatkan produksi dan perlu pasokan 100
liter/detik. Tantangan ini coba diselesaikan secara strategis dan praktis. Secara
strategis daerah tangkapan air genangan (embung) seluas 13,45 km2 diisolasi dari
rencana kegiatan tambang dan dipertahankan natural. Secara kepraktisan air
embung hanya dipakai untuk pasokan bahan baku air minum. Untuk keperluan lain
dari operasional tambang seperti penyiraman (dust suppression) dan pencucian
(wash pad) air diambil dari genangan di rongga tambang (void) pit J.
Kata Kunci: pemanfaatan genangan, PDAM, Thornthwaite, neraca air.
Latar Belakang
PT Kaltim Prima Coal (KPC) beroperasi di Kabupaten Kutai Timur dengan luas
wilayah konsesi 84.398km2 yang terbagi ke zona penambangan Sangatta dan
Bengalon. Pit J, salah satu dari belasan wilayah operasi KPC di Sangatta,
ditambang pada rentang 2004-2014. Dari penambangan ini diperoleh 39,520 juta
ton batubara dan 488,173 juta m3 overburden dibongkar. Batubara dan overburden
digali bertahap, penambangan dibagi dalam panel-panel untuk menyeimbangkan
jarak angkut ke lokasi timbunan, timbunan ditempatkan di sebelah utara, timur laut,
dan timur batas pit.
767
POTENSI KETERSEDIAAN AIR DAS CILIMAN UNTUK
MENUNJANG KEBUTUHAN AIR BAKU DI KEK TANJUNG
LESUNG, PANDEGLANG, BANTEN
Tias Ravena Maitsa1*, Yadi Suryadi2
1
Program Studi Sarjana Teknik dan Pengelolaan Sumber Daya Air,
Institut Teknologi Bandung
2
Water Resources Engineering Research Group, Institut Teknologi Bandung
*tiasravena@gmail.com
Intisari
Kawasan Tanjung Lesung di Kabupaten Pandeglang merupakan kawasan strategis
provinsi yang ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2012 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
Tanjung Lesung. Sebagai dampak dari adanya pengembangan KEK Tanjung
Lesung, kebutuhan air dapat meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas.
Sehingga perlu adanya studi mengenai kebutuhan dan potensi ketersediaan air
terkait hal tersebut.
Studi ini mengkaji potensi ketersediaan air untuk menunjang kebutuhan air baku di
KEK Tanjung Lesung. Alternatif sumber air yang digunakan berasal dari Sungai
Ciliman. Potensi ketersediaan air di DAS Ciliman dihitung berdasarkan data hujan
yang tersedia menggunakan metode F.J Mock. Kebutuhan air yang ditinjau adalah
kebutuhan air di KEK Tanjung Lesung itu sendiri serta beberapa sektor lainnya yang
memanfaatkan air dari Sungai Ciliman sebagai sumber air.
Setelah diketahui besar kebutuhan yang perlu dipenuhi serta potensi air yang tersedia,
neraca air serta distribusi air Sungai Ciliman akan dimodelkan menggunakan software
WEAP (Water Evaluation and Planning System). Berdasarkan hasil studi dapat
disimpulkan bahwa Sungai Ciliman berpotensi menjadi sumber air untuk memenuhi
kebutuhan air baku di KEK Tanjung Lesung. Namun, karena pada saat tertentu
potensi air yang tersedia tidak begitu besar maka direkomendasikan untuk
merencanakan suatu long storage sebagai reservoir air.
Kata kunci: potensi ketersediaan air, kebutuhan air, long storage
Latar Belakang
Kawasan Tanjung Lesung di Kabupaten Pandeglang merupakan kawasan strategis
provinsi yang ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2012 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) Tanjung Lesung. Pengembangan kawasan tersebut menjadi suatu KEK
kepariwisataan serta adanya pembangunan infrastruktur penunjang di sekitarnya
dapat berpengaruh pada peningkatan kebutuhan air baik secara kuantitas maupun
kualitas. Akan tetapi, meningkatnya kebutuhan air tersebut dihadapkan pada
kondisi jumlah ketersediaan air yang bersifat terbatas.
777
REHABILITASI INFRASTRUKTUR AIR TANAH
KAJIAN TEORI DAN PRAKTEK
Moh Fuad Bustomi Zen
Jurusan Teknik Sipil, FTSP Universitas Islam Indonesia,
PT. Adiguna Mitra Terpercaya Consultants
fuadbustomi@gmail.com
Intisari
Keberadaan infrastruktur air tanah sangat dibutuhkan dalam menunjang
penyediaan air baku untuk kebutuhan dasar hidup manusia maupun penunjang
ketahanan pangan melalui irigasi air tanah. Infrastruktur air tanah yang telah
dibangun dan beroperasi akan mengalami penurunan kondisi dan fungsinya, baik
karena umur bangunan, faktor alam, akibat aktifitas manusia, dan penggunaan
secara terus menerus. Apabila kinerja infrastruktur air tanah dalam kondisi rusak
sedang dan fungsi terganggu sedang diperlukan adanya kegiatan rehabilitasi. Dalam
praktek, rehabilitasi infrastruktur air tanah dilakukan dengan cara pencucian sumur
(redevelopment) dan apabila dengan pencucian sumur kondisi sumur masih belum
pulih kembali seperti semula, dilakukan pengeboran ulang (redrilling) pada lokasi
sumur tersebut atau di sekitar sumur lama.
Berdasarkan hasil kajian pustaka dan studi kasus rehabilitasi infrastruktur air tanah
pada lokasi yang ditinjau, direkomendasikan bahwa rehabilitasi dilakukan melalui
tahapan inspeksi infrstruktur air tanah, evaluasi dan penilaian kinerja infrastruktur,
perencanaan teknis rehabilitasi, pelaksanaan konstruksi rehabilitasi, dan
pengawasan/supervisi konstruksi rehabilitasi infrastruktur air tanah. Dalam praktek
pengelolaan infrastruktur air tanah, tahapan inspeksi kondisi dan fungsi konstruksi
sumur sebagai salah satu tahapan dalam perencanaan rehabilitasi infrastruktur air
tanah ini belum diaplikasikan secara luas di Indonesia. Inspeksi konstruksi dan
kondisi sumur dengan menggunakan borehole camera cukup efektif dalam
mengidentifikasi kerusakan sumur dan merekomendasikan kegiatan rehabilitasi
yang harus dilakukan.
Kata Kunci: rehabilitasi, infrastruktur, air tanah
Latar Belakang
Infrastruktur air tanah sangat dibutuhkan dalam menunjang penyediaan air baku
untuk kebutuhan dasar hidup manusia. Penggunaan air tanah secara terus menerus
berpotensi menimbulkan penurunan kinerja akibat usia maupun kerusakan.
Kerusakan infrastruktur air tanah (sumur) yang sering dijumpai adalah pada bagian
pipa jambang (casing) dan saringan (screen), berupa sumbatan, kotor, korosi, patah,
bocor dan sebagainya. Dalam rangka meningkatkan dan mengendalikan kondisi
dan fungsi infrastruktur air tanah memerlukan adanya rehabilitasi terhadap
infrastruktur terbangun tersebut. Melalui kegiatan rehabilitasi infrastruktur air tanah
787
KETAHANAN AIR DI KECAMATAN SABU BARAT
KABUPATEN SABU-RAIJUA PROPINSI NTT
Aprianus M.Y. Kale 1, dan Susilawati 2*
1
Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II - Kupang
2
Program Studi Teknik Sipil Universitas Flores
*sr.susi.dp@gmail.com
Intisari
Kecamatan Sabu Barat dengan luas wilayah 152,44 Km2, terdiri dari 18 desa,
memiliki penduduk 32.138 jiwa atau 7.332 KK, yang banyak mengembangkan
pertanian dan peternakan. Potensi sumber daya air terdiri dari air hujan, air
permukaan seperti embung-embung, mata air dan air tanah. Jumlah potensi air yang
tersedia dalam setahun, jauh melebihi dari yang dibutuhkan dalam setahun juga,
namun selalu mengalami kekurangan pada bulan-bulan Juli, Agustus dan
September. Hal ini mendorong untuk dilakukan studi analisis ketahanan air di
Kecamatan Sabu Barat ini.
Langkah awal dalam studi analisis ini dimulai dengan kajian pustaka yang akan
memberikan suatu kerangka pikir program peningkatan ketahanan air di Kec. Sabu
Barat. Bersamaan dengan kajian pustaka ini dilakukan pengumpulan data iklim dan
potensi air permukaan yang tersedia. Landasan teori digunakan sebagai dasar
analisis ketersediaan dan kebutuhan air. Kemudian dilakukan analisis neraca air
yang akan menjadi dasar untuk pengembangan program peningkatan ketahanan air
di Kec. Sabu Barat.
Pengembangan sumber daya air, berupa pengembangan sumur gali, dan konservasi
air, seperti pengelolaan air hujan skala rumah tangga, dapat meningkatkan
ketahanan air di Kec. Sabu Barat. Kesimpulan dapat diterapkan dalam keluarga-
keluarga masyakarat yang difasilitasi pemerintah. Hal ini sangat membantu
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air secara mandiri.
Kata Kunci: ketahanan air, pengembangan sumber daya air, sumur gali
Latar Belakang
Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu-Raijua, Propinsi NTT, yang beriklim
tropis, mempunyai flora sebagian besar terdiri dari padang rumput, pohon lontar
dan kelapa, serta mempunyai fauna ternak besar: kerbau, sapi dan kuda; ternak
kecil: kambing, domba dan babi; serta unggas: ayam. Kecamatan ini memiliki 18
desa, dengan luas wilayah keseluruhan 152,44 Km2 (Gambar 1) dan penduduk
32.138 jiwa atau 7.332 KK. Sebagian besar masyarakatnya bertani dan berternak.
Pertanian yang dikembangkan antara lain: Padi sawah, Padi ladang, Jagung, Ubi
kayu, Ubi jalar, Kacang tanah, Kacang hijau dan Sorghum (BPS Sabu-Raijua,
2017).
797
PENDEKATAN KERANGKA KONSEPTUAL KERENTANAN
AIR BERSIH DI KAWASAN KUMUH KELURAHAN 5 ULU,
PALEMBANG, SUMATERA SELATAN
Reinanda Mutiara1*, Reini Silvia Ilmiaty1, Baitullah Al Amin1,
dan Yunan Hamdani2
1
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya
2
Program Studi Teknik Sipil Universitas Tamansiswa Palembang
*mutiarareinanda@gmail.com
Intisari
Kota Palembang merupakan ibukota Propinsi Sumatera Selatan dengan batas
wilayah utara, timur, dan barat adalah Kabupaten Banyuasin, sedangkan batas
wilayah selatan adalah Kabupaten Muara Enim. Palembang merupakan kota
terbesar di Sumatera Selatan dengan luas wilayah 358,55 km2, salah satu kota
metropolitan di Indonesia yang secara geografis terletak antara 2°52' – 3°5' LS dan
104°37' – 104°52' BT.
Kota Palembang dilalui oleh empat Sungai diantaranya, Sungai Musi, Sungai
Komering, Sungai Ogan, dan Sungai Keramasan. Sungai Musi membelah Kota
Palembang menjadi dua bagian besar yaitu Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Daerah
Seberang Ulu dijadikan sebagai pusat perdagangan karena letaknya yang berada
pada jantung kota dan pinggiran Sungai Musi yang merupakan jalur perdagangan
kota Palembang sejak dahulu.
Kawasan Seberang Ulu ini secara keseluruhan merupakan kawasan padat penduduk
dengan tata ruang yang kurang tertata baik. Salah satu contohnya pada Kelurahan
5 Ulu yang merupakan salah satu kawasan terpadat di Kota Palembang dengan luas
wilayah sebesar 18,40 Ha dan jumlah penduduk 24.754 jiwa, dengan derajat
kekumuhan 5.00 klasifikasi sangat kumuh. Secara garis besar kawasan tersebut
akan dihadapkan pada permasalahan pokok seperti kondisi kebutuhan air bersih
sebagai pemenuhan hidup sehari - hari. Hasil analisis secara diskriptif kuantitatif
berdasarkan data survey lapangan, didapat fungsi dari (E x S)/AC sebagai
pendekatan komponen kerentanan.
Kata kunci : Kerangka Konseptual, Kerentanan, Kawasan Kumuh, Air Bersih
Latar belakang
Kota Palembang merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Selatan, kota ini dilalui
oleh empat sungai besar diantaranya, Sungai Musi, Sungai Komering, Sungai Ogan,
dan Sungai Keramasan. Sungai Musi merupakan sungai terbesar dengan lebar rata-
rata 504 meter dan terpanjang di Pulau Sumatera dengan panjang lebih dari 750 km
(Palembang Dalam Angka, 2011). Sungai Musi juga membelah Kota Palembang
menjadi dua bagian besar yaitu Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Sungai Musi
merupakan jalur perdagangan kota Palembang sejak dahulu. Daerah Seberang Ulu
dijadikan sebagai pusat perdagangan karena letaknya berada pada jantung kota,
807
PENINGKATAN INTENSITAS TANAM DAERAH IRIGASI
KOTA PAYAKUMBUH – SUMATERA BARAT
Ana Nurganah Chaidar1, Martius2, dan Ridwan3
1
Teknik Sipil - Institut Teknologi Bandung
2
Balai Wilayah Sungai Sumatera V.
3
Teknik dan Pengelolaan Sumber Daya Air - Institut Teknologi Bandung
ananurganah.an@gmail.com ; martiuss.stmttius@gmail.com ;
ridwanbacil123@gmail.com
Intisari
Hasil produksi pertanian di Payakumbuh sudah melampaui target nasional sebesar
5% (5,44 ton/ha) , namun belum memenuhi target pemkot dimana memberi target
10 t/ha. Penurunan kapasitas lahan akibat terjadinya alih fungsi lahan dari
pertanian ke non pertanian mengakibatkan penurunan intensitas usaha tani. Salah
satu kawasan Daerah Irigasi (DI) di Kota Payakumbuh adalah Kawasan DI
Seltimut (Selatan, Timur, Utara).
Penelitian ini bertujuan meningkatkan intensitas tanam DI Payakumbuh Seltimut
yang berada pada satu kawasan yang mempunyai 23 DI tetapi tidak berada dalam
satu sistem Daerah Irigasi namun bermuara di sungai Batang Sinamar.
Berdasarkan hasil analisis kondisi di lapangan dari 23 Daerah irigasi di Seltimut,
11 DI airnya tidak memenuhi untuk suatu pola tanam yang ada, sehingga
intensitas tanam yang terjadi adalah 254%, dengan demikian dilakukan berbagai
upaya untuk meningkatkan intensitas tanam diantaranya adalah dengan sistim
interkoneksi dan pemasangan pompa yang mengalirkan air dari Batang Agam ke
daerah Irigasi Sei Dareh. Upaya tersebut dapat meningkatkan intensitas tanam
menjadi 300 %, sehingga areal daerah dengan pola tanam Padi-padi-palawija
bertambah luas dan produksi meningkat menjadi 6 ton/ha.
Kata Kunci : irigasi, intensitas, pola tanam
Latar Belakang
Agar produktivitas padi di suatu DI dapat efektif dalam satuan luas lahan, maka
diperlukan supply air yang cukup melalui irigasi. Irigasi merupakan prasarana
untuk meningkatkan produktivitas lahan dan meningkatkan intensitas panen
pertahun. Tersediannya air irigasi yang cukup terkontrol menupakan salah satu
input untuk meningkatkan produksi padi.
Kota Payakumbuh merupakan salah satu daerah di Sumatera Barat yang
mempunyai penunjang potensi ekonomi tertinggi berasal dari pertanian yaitu
padi. Produksi padi Kota Payakumbuh tahun 2015 mengalami peningkatan
dimana terjadi loncatan hasil panen yaitu terjadinya peningkatan produktifitas
hasil panen dari 5,03 ton/ha menjadi 5,44 ton/ha atau 7.6 %. Hasil produksi
817
ANALISIS ANGKA KEBUTUHAN NYATA OPERASI DAN
PEMELIHARAAN SISTEM DRAINASE PERKOTAAN GUNA
MENUNJANG KETAHANAN AIR PERKOTAAN
Ussy Andawayanti1*, Al Dirga Akbarsadhana1 dan Chairil Saleh2
1
Jurusan Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang
2
Jurusan Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Malang
*uandawayanti@ub.ac.id atau uandawayanti@yahoo.co.id
Intisari
Kota merupakan suatu wilayah dimana begitu banyak aktivitas dilakukan, maka
dari itu diperlukan adanya fasilitas-fasilitas atau infrastruktur yang dapat
mendukung ketahanan air di perkotaan tersebut, salah satunya adalah drainase.
Untuk itu perlu dilakukan pemeliharaan yang intensif. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan fungsi drainase terganggu antara lain sedimentasi pada saluran,
penyumbatan saluran, termasuk kegiatan operasi dan pemeliharaan yang masih
kurang mendapatkan perhatian. Untuk itu diperlukan analisis kebutuhan nyata
biaya yang diperlukan untuk menunjang kegiatan operasi dan pemeliharaan sistem
drainasi.
Dalam penelitian diawali dengan inventarisasi kondisi sistem drainase eksisting
dan evaluasi kapasitas tampungan saluran, kemudian diaudit kinerjanya.
Berdasarkan audit kinerja maka dapat ditentukan langkah penangan dan analisisi
angka kebutuhan nyata operesi dan pemeliharaan saluran drainasi.
Berdasarkan dari hasil audit kinerja sistem drainase eksisting menunjukkan bahwa
pada Kelurahan Sumbersari saat ini tergolong cukup yang ditunjukkan pada
perolehan nilai sebesar 5.455,90 poin (79,07%). Mengacu pada hasil analisa,
alternatif penanggulangannya maka dilakukan inspeksi rutin satu kali per bulan.
Sedang untuk saluran tersier serta sekunder baik untuk saluran tertutup maupun
saluran terbuka, harus dilakukan pengerukan sedimen secara berkala (1-3 kali
dalam satu tahun). Dari alternatif penanggulangan yang telah ditetapkan,
rekapitulasi biaya Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan yang harus
dikeluarkan dalam satu tahun sebesar Rp. 135.558.674,61
Kata Kunci: Sistem drainase, audit kinerja, AKNOP
Latar Belakang
Kota merupakan suatu wilayah dimana begitu banyak aktivitas dilakukan, maka
dari itu diperlukan adanya fasilitas-fasilitas atau infrastruktur yang dapat
mendukung ketahanan air di perkotaan tersebut, salah satunya adalah drainase. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan fungsi drainase terganggu di Kota Malang
antara lain sedimentasi pada saluran, penyumbatan saluran, inlet drainase yang
kurang memadai, sehingga menyebabkan terjadinya genangan yang akan
berpengaruh pada ketahanan air perkotaan tersebut (Bappeda Kota Malang, 2013).
827
KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA AIR DAS BALEASE
TERHADAP KETAHANAN AIR
Fajar Arif Nurdin1, Rahmad Junaidi2*
1
Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang Makassar
2
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Ampel Surabaya
*rahmad_junaidi@uinsby.ac.id
Intisari
Permasalahan Sumber Daya Air (SDA) di Indonesia dewasa ini bertambah
kompleks dikarenakan adanya perubahan iklim serta kurangnya pengetahuan dan
kepedulian masyarakat terhadap konservasi SDA. Daerah Aliran Sungai (DAS)
Balease dengan luas 1.125,03 km2 merupakan salah satu DAS yang memiliki
permasalahan banjir, kekeringan dan sedimentasi di Wilayah Sungai Pompengan-
Larona. Kajian ketahanan air pada DAS Balease sangat penting dilakukan
mengingat kebutuhan air yang terus meningkat seiring dengan permasalahan
kerusakan ekosistem DAS. Metodologi dalam penyelesaian studi meliputi analisa
neraca air, analisa erosi dan sedimentasi serta analisa kebijakan dalam pengelolaan
SDA.
Hasil analisa neraca air menunjukkan bahwa DAS Balease dinyatakan surplus
dengan nilai sangat kecil. Selain itu, kondisi tingkat kekritisan lahan dengan tidak
kritis seluas 287,39 km2, potensial kritis 660,97 km2, agak kritis 110,60 km2 dan
kritis 66,10 km2 serta sedimentasi sebesar 75.624,25 ton.
Apabila kondisi kekritisan lahan tidak dapat dikendalikan dan tidak teratasi maka
akan mengakibatkan kekhawatiran dalam pemenuhan kebutuhan air pada masa
yang akan datang. Pemerintah sebagai pengambil keputusan dalam kebijakan
pengelolan SDA tidak hanya memperhatikan aspek pendayagunaan air namun lebih
ke arah aspek ekonomi dalam kegiatan konservasi DAS. Dalam hal ini kegiatan
konservasi DAS di daerah hulu harus diakomodasi oleh kegiatan penggunaan air di
daerah hilir.
Kata Kunci: kebutuhan air, ketersediaan air, kekritisan lahan
Latar Belakang
Perubahan iklim yang secara tidak langsung mengakibatkan banjir dan kekeringan,
menjadi tantangan utama dalam pengelolaan SDA. Selain itu sedimentasi, alih
fungsi lahan yang tidak tekendali serta permasalahan sosial dan ekonomi selalu
melengkapi tantangan utama tersebut. Salah satu indikator keberhasilan dalam
upaya pengelolaan SDA di suatu wilayah adalah tercapainya keseimbangan antara
kebutuhan dan ketersediaan air (kuantitas air) serta kualitas air yang dapat
memenuhi persyaratan kebutuhan air.
DAS Balease memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya pemenuhan
kebutuhan air di Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur. DAS Balease dengan
837
KAPASITAS PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO
HIDRO KELURAHAN MARIANA
KECAMATAN BANYUASIN I KABUPATEN BANYUASIN
Ishak Yunus1*, Sulaiman1, Nina Paramitha1, Hendri2
1
Universitas Bina Darma Palembang, HATHI Cabang Sumatera Selatan
2
Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII, HATHI Cabang Sumatera Selatan
* ishak_yunus@binadarma.ac.id
Intisari
Pembangkit listrik tenaga air adalah satu pembangkit energy listrik yang sekarang
banyak dipertimbangkan dalam mengatasi lonjakan beban listrik, pelayanan beban
listrik dipedesan yang belum terjangkau oleh jaringan PLN. Pada pembangkit listrik
tenaga air yang menjadi fokus adalah tentang hubungan parameter air itu sendiri,
seperti kecepatan aliran air, debit air, sudu turbin air, diameter sudu, dan luas sudu,
jumlah sudu turbin, bahan sudu turbin.dan tempat pembangkit listrik tenaga air.
Lahan rawa lebak Desa Mariana Ilir. yang luas lahan rawa lebak sebesar lebih
kurang 50 Ha, dengan mengambil kajian saluran primer buatan posisi arah selatan
lahan serta tinggi lahan 5 – 10 m dari permukaan air laut, sedangkan tinggi air rawa
lebak yang rata-rata 50 cm pada saat musim hujan, kemudian pada musin kemarau
lahan rawa lebak menjadi kering. Tinggi lapisan olah tanah setinggi 25 – 50 cm,
dengan struktur tanah berupa asosiasi clay humus dan lapisan bawah humus berupa
jenis tanah putih kekuningan, oleh sebab itu perlu kajian untuk dimanfaatkan
sebagai sumber penerangan listrik (mikro hidro) bagi perumahan masyarakat yang
memerlukan aliran listrik.
Kajian penelitian ini luas dari penampang permukaan saluran (AS) primer yang ada
pada lokasi kelurahan diperoleh sebesar 30,6 m 2, Debit air (Q) sebesar 60,58 m 3 /
detik, maka diperlukan diameter sudu kincir air (d) sebesar 3,50 m sehingga di dapat
luas total kincir sebesar 9,68 m2 . dan Luas penampang kincir untuk 8 sudu,
diperoleh luas penampang untuk satu sudu sebesar 1,21 m2 dan jari-jari kincir
sebesar 1,75 m, Generator dengan kondisi kapasitas 10 KW dengan arus maksimal
pada generator (I) diperoleh sebesar 56,8181 amper.
Kata kunci: rawa, air, aliran, listrik.
Pendahuluan
Pembangkit listrik tenaga air adalah satu pembangkit energy listrik yang sekarang
banyak dipertimbangkan dalam mengatasi lonjakan beban listrik, pelayanan beban
listrik dipedesan yang belum terjangkau oleh jaringan PLN. Pada pembangkit listrik
tenaga air yang menjadi fokus adalah tentang hubungan parameter air itu sendiri,
seperti kecepatan aliran air, debit air, sudu turbin air, diameter sudu, luas sudu,
jumlah sudu turbin, bahan sudu turbin.dan tempat pembangkit listrik tenaga air.
847
PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
MINIHIDRO DENGAN CROSS FLOW WATER TURBINE
UNTUK KETAHANAN ENERGI DI INDONESIA
T. Maksal Saputra1, Herman1, dan Fajarullah Mufti1*
1
Balai Wilayah Sungai Sumatera – 1, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
*fajarmufti3586@gmail.com
Intisari
Air merupakan sumber energi baru terbarukan (EBT). Penggunaan air sungai untuk
memutar turbin untuk menghasilkan energi listrik tidak merubah kualitas dan
kuantitas air sungai yang digunakan, melainkan hanya menggunakan daya air yang
dimiliki dan setelah digunakan akan dikembalikan lagi ke sungai. Penggunaan
turbin tipe Cross Flow Water Turbine (CFWT) dapat digunakan untuk PLTM
dengan efisiensi parsial yang cukup tinggi, dimana head dan debit air minimum
yang dibutuhkan untuk menggerakkan turbin juga tidak terlalu besar. Dengan
mempertimbangkan kondisi hidroklimatologi di Indonesia, dimana ketersediaan air
sungai yang sangat terbatas di musim kemarau, pemilihan turbin tipe CFWT dapat
menjadi solusi terbaik untuk meningkatkan ketahanan energi di Indonesia dengan
tetap menjaga kontinuitas aliran sungai yang dimanfaatkan.
Kata Kunci: PLTM, CFWT, Ketahanan Energi, Energi Baru Terbarukan (EBT)
Latar Belakang
a. Latar Belakang Studi
Pengembangan energi listrik tenaga air di Indonesia sangat bergantung pada aspek
hidroklimatologi yang juga memperngaruhi ketersediaan air yang ada di sungai.
Untuk menjaga ketersediaan air di sungai terutama pada musim kemarau, maka
pendayagunaan air untuk kepentingan umum maupun usaha haruslah dikendalikan.
Salah satu upaya pengendalian ketersediaan air ini adalah dengan menetapkan debit
pemeliharaan sungai sebesar debit andalan dengan probabilitas sebesar 95% (Q95)
atau yang juga dikenal sebagai maintenance flow. Maintenance flow ini adalah debit
yang harus selalu tersedia di sungai, dimana pengambilan air sungai untuk
kepentingan umum maupun usaha lainnya tidak diizinkan apabila besaran debit
aliran sungai berada pada debit maintenance flow. Oleh karena itu, pemilihan tipe
turbin yang akan digunakan untuk menghasilkan energi listrik haruslah diupayakan
agar tidak membutuhkan debit air yang tidak terlalu besar. Hal ini dapat diatur
dengan memilih tipe turbin yang mampu beroperasi dengan debit minimum tanpa
mengurangi efisiensi maksimum ketika sungai memiliki debit aliran yang tinggi.
b. Kajian Pustaka
Pada umumnya, turbin dapat diklasifikasikan ke dalam 2 tipe, yaitu: Impulse dan
Reaction. Turbin tipe Impulse menggunakan energi kinetik yang dihasilkan oleh air
untuk memutar turbin. Energi kinetik ini dihasilkan oleh tekanan air yang terbentuk
855
PEMANFAATAN AIR SUNGAI UNTUK PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO DALAM RANGKA
PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
(WADUK SIDODADI BANYUWANGI)
Wiwik Yunarni1, Sri Wahyuni2 , Ririn Endah1, dan Gusfan Halik1
1
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Jember
2
Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
wiwik.teknik@unej.ac.id
Intisari
PT Perkebunaan Nusantara (PTPN) XII yang terletak di Desa Kalirejo Kecamatan
Glenmore Kabupaten Banyuwangi memiliki luas areal 240,621 Ha. Di lokasi ini
memiliki waduk yang diberi nama Waduk Sidodadi. Dalam rangka memanfaatkan
air yang akan masuk ke waduk, maka air tersebut sebelumnya digunakan untuk
PLTMH. PLTMH ini digunakan untuk mensuplai listrik daerah perkebunan dan
masyarakat sekitarnya, sehingga diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat. Rencana pembangunan PLMTH ini diambil karena secara topografis
memang memungkinkan untuk dibangun dilokasi tersebut. Permasalahan yang
muncul adalah belum adanya data pengukuran debit pada lokasi studi, padahal data
debit sangat diperlukan dalam suatu perencanaan. Tujuan penelitian ini adalah (1)
Pengalihragaman data hujan ke debit, (2) Pengukuran topografi dalam penentuan
lokasi PLTMH, (3) Desain Bangunan inti dan pelengkap PLMTH.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah (1) FJ MOCK untuk transformasi
data hujan ke debit, (2) Penggunaan Total Station untuk pengukuran topografi, (3)
Desain teknis sesuai kriteria perencanaan PLMTH dalam perencanaan bangunan
inti dan pelengkap.
Hasil studi menunjukkan bahwa (1) Didapatkan debit andalan yang dapat
digunakan untuk perencanaan PLMTH, (2) Dihasilkan lokasi PLMTH yang
mempunyai tinggi jatuh yang optimum untuk mendapatkan daya listrik yang
maksimum, (3) Dihasilkan desain bangunan lengkap untuk PLMTH yang sesuai
dengan kriteria teknis.
Kata kunci: FJ MOCK, PLMTH, pengalihragaman debit, desain teknis PLTMH
Latar Belakang
Pentingnya suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) sangatlah dirasakan bagi manusia,
terutama jika DAS ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia.
Hal tersebut dikarenakan didalam suatu DAS terdapat berbagai macam ekosistem
yang berupa Sumber Daya Alam (SDA) maupun Sumber Daya Manusia (SDM)
sebagai pengelola dan pemanfaat sumber daya alam itu.
865