Anda di halaman 1dari 3

BAHAN PRESENTASI

1. IDENTIFIKASI
 izin dari KCJB yang tampaknya terburu-buru dan tidak selaras dengan RTRW hanya
dapat menghasilkan lisensi yang dikeluarkan tidak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan sehingga menimbulkan kekhawatiran merusak rezim perizinan
lingkungan yang merupakan instrumen penting dalam melindungi lingkungan hidup
guna mendukung pembangungan berkelanjutan.
 Mengakibatkan Genangan Air Pada Tol Jakarta-Cikampek
 Pembangunan proyek tersebut kurang memperhatikan management proyek dimana
terjadi pembiaran penumpukan material di bahu jalan
 pembangunan terowongan 11 yang menggunakan metode peledakan pada Oktober
2019, puluhan rumah rusak berat hingga ringan
 terjadi keretakan tanah memanjang di area kompleks berdasarkan hasil kajian badan
geologi, di gunung bohong
 Walhi Jawa Barat juga mencatat masalah rusaknya belasan hektar sawah dan saluran
irigasi di Desa Depok, Kabupaten Purwakarta. Sejak Agustus 2019, sawah milik 16
warga tersebut dijadikan area disposal atau pembuangan tanah kupasan proyek
jalur kereta cepat
 Saluran drainase desa margawangi, bekasi tertutup oleh urukan pondasi tiang pancang
 pengelolaan drainase yang buruk dan keterlambatan pembangunan saluran drainase
 Jarak terowongan ke mata air itu 100 meter dan berada di bawahnya. Jadi, posisinya
terowongan itu berada di bawah mata air, Sudah dua tahunan, khususnya Kampung
Dangdeur dan Kampung Pangkalan kesulitan air.

2. IDENTIFIKASI HUKUM
 Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dikerjakan tanpa membuat Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) terlebih dahulu, ini tidak sesuai dengan yang
tertulis dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH), dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. KLHS sendiri merupakan
serangkaian analisis sistematis, komprehensif dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pengembangan suatu wilayah dengan baik. Posisi KLHS ini sendiri
berbeda dengan AMDAL yang merupakan syarat untuk penerbitan izin lingkungan.
KLHS hanya berfungsi untuk memastikan bahwa kebijakan, rencana, atau program
berjalan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
 Pembangunan Kereta Cepat seharusnya mengikuti RTRW yang telah ada, pada
kenyataannya di lapangan, melalui Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015 tentang
Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan
Bandung, Presiden memerintahkan Kepala Daerah yang daerahnya dilalui proek
Kereta Api cepat ini untuk melakukan penyesuaian rencana tata ruang, Kota dan
Kabupaten diharapkan menyesuaikan RTRW daerahnya dengan rencana
pembangunan. Penyesuaian dapat dilakukan melalui cara revisi RTRW. Meskipun
demikian revisi RTRW juga tidak dapat dilakukan secara tiba-tiba, Undang-Undang
Penataan Ruang menyebutkan bahwa revisi bisa dilakukan satu kali dalam 5 tahun.
Sehingga tidak mudah melakukan revisi terhadap RTRW yang sudah terbit.
(JURNAL NADIA )
 Dalam hal Kereta Api Jakarta-Bandung, tidak tercantumnya proyek ini dalam RTRW
Kota/Kabupaten bisa ditafsirkan sebagai tidak menaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan. Selain itu, kondisi ini juga bisa dikategorikan sebagai pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan izin peruntukkannya. Unsurunsur ini merupakan unsur
pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi administrasi dan pidana. Meskipun
demikian, unsur pelanggaran ini menjadi hilang dikarenakan munculnya Perpres No.
26 Tahun 2015, yang memerintahkan setiap kepala daerah untuk mengakomodasi
proyek kereta api Jakarta-Bandung ini dalam RTRWnya. Keluarnya Perpres ini
sebetulnya menyalahi Undang-Undang, karena berisi perintah pada kementerian dan
pemerintahan daerah melakukan suatu tindakan yang kewenangan asalnya sudah
diatur dalam Undang-Undang ( JURNAL NADIA)

3. PREDIKSI
 Genangan air pada tol Jakarta- Cikampek dapat menyebabkan kemacetan luar biasa
pada ruas jalan tol dan mengganggu kelancaran logistik
 terganggunya fungsi drainase kebersihan jalan dan keselamatan pengguna jalan
 retakan tanah meningkatkan potensi masuknya air yang dapat menyebabkan longsor
 Akibatnya sawah yang tadinya produktif tidak lagi memberikan hasil hingga sekarang
 Meningkatkan potensi banjir. Banjir di Underpass di Kabupaten Bandung Barat
dikarenakan mereka yang tidak membuat saluran air pengalih dan menyebabkan
sedimentasi tanah sulitnya warga mendapatkan air bersih lantaran mata air yang
menghidupi dua kampung tersebut saat ini telah hilang akibat pembangunan
terowongan
 Terjadinya bencana geser pada daerah-daerah rawan bencana, seperti yang sudah
terjadi di Jembatan Cisomang.
 Terjadi sumbatan saluran-saluran air drainase oleh tanah urugan proyek tersebut
sehingga menghasilkan sumbatan dan mengganggu warga sekitar karena tidak adanya
alternatif saluran drainase.
 Akan adanya gangguan debu dan getaran selama kontraktor membuat tiang-tiang
pancang
 Akan ada ledakan serupa seperti ledakan pipa Pertamina di daerah Cimahi. Mengingat
trase-trase yang mereka bangun akan melewati hal-hal berbahaya seperti pipa minyak
atau pun pipa lainnya

4. EVALUASI
 Perencanaan proyek seharusnya direncanakan melalui dokumen-dokumen
perencanaan seperti KLHS daan RTRW, sementara perpres bukanlah dokumen
perencanaan dan mempunyai fungsi yang berbeda serta telah disebutkan bahwa dalam
perpres hanya mengatur lebih lanjut dalam PP atau Permen, bukan mengatur lagi apa
yang telah diatur dalam UU. ( JUNAL NADIA )
 Dokumen lingkungan hidup Andal dalam AMDAL Kereta Api Cepat hasil evaluasi
dampak menunjukkan bahwa terdapat dampak penting bersifat negatif sebanyak 22
dampak dan dampak yang bersifat positif sebanyak 7 dampak, serta dampak tidak
penting ada 6 dampak. Wawancara dengan Walhi Eksekutif Nasional, 28 Juli 2016.
(JURNAL NADIA )
 Seharusnya pemerintah mulai mengubah paradigma dalam merencanakan hingga
melaksanakan pembangunannya agar menggunakan perspektif jangka panjang,
mengedepankan pembangunan yang berkelanjutan karena keberhasilan pembangunan
berkelanjutan ditentukan oleh kebijakan yang diambil oleh Pemerintah ( JURNAL
NADIA )

5. MITIGASI
 Pengerjaan AMDAL Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak dilakukan dengan tergesa-
gesa dan harus dilakukan sesuai prosedur agar pembangunan yang dilakukan dapat
sesuai rencana dan tidak menyalahi aturan.
 Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung seharusnya mengikuti kaidah hokum penataan
ruang, dimana sebuah rencana pemanfaatan ruang harus dicantumkan dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW). Tidak tercantumnya proyek ini dalam RTRW
Kota/Kabupaten berarti tidak menaati RTRW yang ditetapkan.
 Proses pembangunan sudah seharusnya bertumpu pada tiga faktor, yaitu sumber daya
alam, kualitas lingkungan, dan faktor populasi.
 Pengerjaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung seharusnya mengikuti RTRW masing-
masing kabupaten/kota sudah tetapkan dari lama, seperti contoh Kota Bandung sudah
menetapkan RTRW dari tahun 2011 hingga 2031, tetapi yang terjadi di lapangan
justru berbanding terbalik, melalui Peraturan Presiden (Perpres) nomor 26 tahun 2015
tentang Percepatan Pelaksanaan Infrastruktur dan Fasilitas Kereta Cepat Jakarta-
Bandung, Presiden memerintahkan kepala daerah tiap kabupaten/kota yang proyek
Kereta Cepat Jakarta-Bandung mereka lalui untuk melakukan penyesuaian rencana
tata ruang kota dan kabupaten dengan rencana pengembangan kereta tersebut.

Anda mungkin juga menyukai