Anda di halaman 1dari 63

PERANCANGAN JALAN ANTARKOTA

LAPORAN PRAKTIKUM

Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah SI-2241 Rekayasa Jalan
pada Semester II Tahun Akademik 2011-2012

oleh

Achmat Nasrulloh 15010076


Sofia Fadillah 15010077

Asisten:
Aulia Qiranawangsih, S.T

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2012
Tugas Besar Rekayasa Jalan (SI-2241) 2012

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, karunia,
rahmat, dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan laporan “Tugas Besar Perancangan
Jalan Antarkota”. Laporan ini dibuat sebagai syarat kelulusan mata kuliah Rekayasa Jalan
di Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung.

Laporan ini memberikan gambaran mengenai tahapan-tahapan dalam perencanaan dan


perancangan jalan antarkota. Pembuatan laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para
pembaca terutama bagi mahasiswa Teknik Sipil yang ingin mempelajari lebih dalam
tentang tahap perancangan jalan. Dengan membaca dan memahami isi laporan ini,
pembaca diharapkan dapat memulai untuk mebuat sketsa umum tentang perancangan jalan.

Dalam proses pembuatan laporan ini, berbagai upaya telah kami lakukan untuk
menyelesaikannya tepat waktu dan dengan hasil yang maksimal. Selama pembuatan
laporan ini, kami menemukan beberapa kesulitan untuk memahami prinsip perancangan
geometrik jalan maupun perkerasan jalan. Namun demikian, hal ini dapat diatasi setelah
kami melakukan beberapa kali asistensi bersama asisten praktikum Rekayasa Jalan.

Dalam menyelesaikan laporan ini, dari awal hingga tahap penyelesaian penulisan laporan,
kami banyak mendapat bimbingan, masukan, pengarahan, dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami bermaksud menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
 Ir. Titi Liliani Soedirdjo, M.Sc. selaku dosen pengajar mata kuliah Rekayasa Jalan,
pengkhususan pada Desain Geometrik Jalan
 Prof. Dr. Ir. Bambang Sugeng Subagio, DEA selaku dosen pengajar mata kuliah
Rekayasa Jalan, pengkhususan pada Desain Tebal Perkerasan
 Aulia Qiranawangsih, S.T, selaku asisten pembimbing dan asisten praktikum untuk
mata kuliah Rekayasa Jalan
 Rekan-rekan kuliah dan semua pihak yang telah turut serta membantu pembuatan
laporan ini.

Achmat Nasrulloh (15010076) ii


Sofia Fadillah (15010077)
Kami menyadari adanya keterbatasan kemampuan dan kendala dari berbagai hal sehingga
laporan ini tidaklah sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari semua pihak, terutama dari pembaca.

Bandung, Mei 2012

Penulis
DAFTAR ISI

PRAKATA ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Maksud dan Tujuan 2
1.3 Tahap Pernacangan Jalan 2

BAB II PERHITUNGAN AWAL 4


2.1 Penetapan Titik Awal dan Akhir beserta Koridor Jalan 4
2.2 Penentuan Trase Alinyemen Horizontal 4
2.3 Perhitungan Koordinat, Jarak, Azimuth, dan Sudut Tikungan 5
2.3.1 Perhitungan Koordinat 5
2.3.2 Perhitungan Jarak 5
2.3.3 Perhitungan Azimuth 5
2.3.4 Perhitungan Sudut Tikungan 6
2.4 Penentuan Klasifikasi Medan 7
2.5 Penentuan Kecepatan Rencana, Jarak Pandang Henti dan Menyusul 9
2.5.1 Penentuan Kecepatan Rencana 9
2.5.2 Penentuan Jarak Pandang Henti 9
2.5.3 Penentuan Jarak Pandang Meyusul 10

BAB III ALINYEMEN HORIZONTAL 12


3.1 Pemilihan Tikungan 12
3.2 Perhitungan Tikungan 14
3.2.1 Spiral-Circle-Spiral 14
3.2.2 Full Circle 17
3.3 Sketsa Tikungan 20
3.4 Stationing 21
3.5 Diagram Superelevasi 23

BAB IV ALINYEMEN VERTIKAL 25


4.1 Profil Tanah Asli 25
4.2 Perhitungan Alinyemen Vertikal 26
4.3 Kelandaian pada Alinyemen Vertikal 27
4.4 Penentuan Trase Alinyemen Vertikal 28
4.5 Lengkung Vertikal 29
4.5.1 Lengkung Vertikal Cembung untuk PVI1 30
4.5.2 Lengkung Vertikal Cembung untuk PVI2 32
4.6 Elevasi Lengkung Vertikal 35
4.7 Koordinasi antar Lengkung Vertikal dengan Lengkung Horizontal 38

BAB V PERKERASAN 39
5.1 Metode Perkerasan 39
5.2 Data Komposisi Kendaraan 40
5.3 Data Tanah Dasar dalam CBR 41
5.4 Angka Ekivalen 43
5.5 Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) dan Lintas Ekivalen 46
5.6 Indeks Tebal Perkerasan (ITP) 48
5.7 Tebal Setiap Lapisan Perkerasan 49

BAB VI POTONGAN MELINTANG JALAN 51


6.1 Potongan Melintang Jalan 51

DAFTAR PUSTAKA viii


DAFTAR TABEL

Halaman
TABEL 2.1 : Perhitungan Koordinat 5
2.2 : Klasifikasi medan berdasarkan AASHTO, 2001 7
2.3 : Perhitungan Kemiringan Medan Jalan 8
2.4 : Kriteria desain menurut UU no. 38/2004 dan PP No. 34/2006 9
2.5 : Jarak pandang henti, AASHTO 2001 10
2.6 : Jarak pandang menyusul, AASHTO 2001 11
3.1 : Kombinasi jari-jari tikungan dan panjang lengkung spiral untuk
superelevasi maksimum 10 %, AASHTO 2001 14
3.2 : Tikungan SCS 15
3.3 : Tikungan Full Circle 18
3.4 : Stationing 22
3.5 : Diagram Superelevasi 23
4.1 : Kelandaian Maksimum Untuk Klasifikasi Medan dan Kecepatan
Rencana Tertentu 27
4.2 : Perhitungan Elevasi Lengkung Cembung 35
4.3 : Perhitungan Elevasi Lengkung Cekung 36
5.1 : Data Komposisi Kendaraan 40
5.2 : Data Tanah Dasar Dalam CBR 41
5.3 : DDT di Segmen Awal, Tengah dan Akhir 42
5.4 : Beban Tiap Sumbu 44
5.5 : Perhitungan Angka Ekivalen 45
5.6 : Pertumbuhan Lalu Lintas (i) 46
5.7 : Lalu Lintas Harian Tahun 2008, 2011 dan 2026 46
5.8 : Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dan Lintas Ekivalen Akhir 47
(LEA)
5.9 : Faktor Regional 48
6.1 : Kriteria desain menurut UU no. 38/2004 dan PP No. 34/2006 53
DAFTAR GAMBAR

Halaman
GAMBAR 2.1 : Sketsa Awal Trase Alinyemen Horizontal 4
2.2 : Sketsa Jarak, Azimuth dan Sudut Tikungan 7
3.1 : Tikungan Lingkaran Penuh (Full Circle) 12
3.2 : Tikungan Spiral-Lingkaran-Spiral (SCS) 13
3.3 : Tikungan Spiral Penuh (SS) 13
3.4 : Grafik Tikunagn 22
3.5 : Diagram Superelevasi 24
4.1 : Profil Tanah Asli 25
4.2 : Profil Tanah Asli dan Rencana Jalan 28
4.3 : Sketsa Lengkung Vertikal 29
4.4 : Sketsa Lengkung Vertikal 37
5.1 : Distribusi Beban Lalu Lintas 39
5.2 : Grafik CBR vs Persentase Banyaknya CBR yang > atau =
di Segmen Awal, Tengah dan Akhir 43
6.1 : Potongan Melintang di Tikungan1 (a). STA 0 + 120,61,
(b).STA 0 + 135,98; (c). STA 0 + 151,34;
(d). STA 0 + 198,98 54
6.2 : Potongan Melintang di Tikungan 2 (a). STA 0 + 353,75,
(b).STA 0 + 396,12; (c). STA 0 + 384,48;
(d). STA 0 + 411,12; (e).STA 0 + 432,12 55
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengertian transportasi merupakan gabungan dari dua defenisi, yaitu sistem dan
transportasi. Sistem adalah suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel
dengan variabel lain dalam tatanan yang terstruktur, sedangkan transportasi adalah suatu
usaha untuk memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan orang ataupun
barang dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain objek tersebut lebih berguna
atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu.

Maka, dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, sistem transportasi adalah
suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara berbagai variabel dalam suatu kegiatan
atau usaha untuk memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan orang atau
barang dari satu tempat ke tempat lain secara terstruktur untuk tujuan tertentu.

Adapun yang menjadi tujuan perencanaan sistem transportasi adalah :

a. Mencegah masalah yang tidak diinginkan yang diduga akan terjadi pada masa
yang akan datang (tindakan preventif).
b. Mencari jalan keluar untuk berbagai masalah yang ada (problem solving).
c. Melayani kebutuhan transportasi (demand of transport) seoptimum dan
seseimbang mungkin.
d. Mempersiapkan tindakan/kebijakan untuk tanggapan pada keadaan di masa
depan.
e. Mengoptimalkan penggunaan daya dukung (sumber daya) yang ada, yang juga
mencakup penggunaan dan yang terbatas seoptimal mungkin, demi mencapai
tujuan atau rencana yang maksimal (daya guna dan hasil guna yang tinggi).

Salah satu komponen transportasi adalah jalan. Dalam perancangan jalan, ada dua aspek
yang perlu ditinjau, yaitu aspek geometrik jalan, dan aspek perkerasan jalan. Bentuk
geometrik jalan harus ditetapkan sedemikian rupa, sehingga jalan yang akan dibangun
dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi pengguna jalan. Beberapa kriteria
perancangan geometrik jalan adalah kendaraan rencana, kecepatan rencana, volume lalu

Achmat Nasrulloh (15010076) 1


Sofia Fadillah (15010077)
lintas dan kapasitas jalan. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan
perencana, sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan, serta ruang gerak kendaraan yang
memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan

1.2 Maksud dan Tujuan


Perencanaan ini dimaksudkan untuk mendesain jalan agar dapat memberikan pelayanan
bagi pengguna jalan tersebut. Banyak sekali aspek yang harus direncanakan secara matang,
seperti jari jari tikungan, lebar jalan, tanjakan, turunan. Tujuan dari erencanaan ini adalah :
a. Mendesain jalan dengan jarak terpendek
b. Mendesain jalan untuk sedatar mungkijn dan semudah mungkin untuk dilewati

1.3 Tahap Perancangan Jalan


Secara garis besar tahapan-tahapan perancangan desain suatu jalan raya setelah dilakukan
survey di lapangan dan pemetaan pada peta dibagi menjadi empat tahap yaitu:
TAHAP 1: PERHITUNGAN AWAL
 Penentuan Trase Alinemen Horizintal
 Perhitungan Koordinat, Jarak, Azimut, dan Sudut Tikungan
 Klasifikasi Medan
 Klasifikasi Jalan dan Kecepatan Rencana
 Penentuan Jarak Pandang Henti dan Jarak Pandang Mendahului

TAHAP 2: PERENCANAAN ALINEMEN


 Alinemen Horizontal
a. Panjang Trase jalan
b. Penentuan Jenis Tikungan dan perhitungan tikungan
c. Stasioning
d. Pelebaran Samping
e. Diagram Superelevasi

 Alinemen Vertikal
a. Profil Tanah Asli (end ground)
b. Kelandaian pada Alinemen Vertikal Jalan
c. Panjang Kritis Suatu Kelandaian
d. Penentuan Trase Alinemen Vertikal (finishing ground)
e. Lengkung Vertikal

TAHAP 3: PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN


 Metode Perkerasan
 Perhitungan

TAHAP 4: POTONGAN MELINTANG


 Potongan Melintang Jalan
 Tipikal Potongan Melintang
BAB II
PERHITUNGAN AWAL

2.1 Penetapan Titik Awal dan Akhir beserta Koridor Jalan


Titik Awal (A) = (453808, 9864328)
Titik Akhir (B) = (454478, 9864148)
Titik Belok 1 (PI1) = (454000, 9864185)
Titik Belok 2 (PI2) = (454200, 9864350)

2.2 Penentuan Trase Alinyemen Horizontal

Gambar 2.1 Sketsa Awal Trase Alinyemen Horizontal


2.3 Perhitungan Koordinat, Jarak, Azimuth dan Sudut Tikungan
2.3.1 Perhitungan Koordinat
Tabel 2.1 Perhitungan Koordinat
Nama Titik X Y
A 453808 9864328
PI1 454000 9864185
PI2 454200 9864350
B 454478 9864148

2.3.2 Perhitungan Jarak

√( ) ( )

√( ) ( )
meter

√( ) ( )

√( ) ( )
meter

√( ) ( )

√( ) ( )
meter

2.3.3 Perhitungan Azimuth

()

()

()
( )

()

( )

()

()

()

2.3.4 Perhitungan Sudut tikungan


( )
( )
( )

( )
( )
( )
Gambar 2.2 Sketsa Jarak, Azimuth dan Sudut Tikungan

2.4 Penentuan Klasifikasi Medan


Dalam penentuan klasifikasi medan, dibuat segmen-segmen pada baseline jalan setiap 30
meter pada peta. Dari setiap segmen tersebut ditarik garis 50 meter tegak lurus ke kiri dan
ke kanan dari baseline jalan. Selanjutnya, ketinggian (kontur) di kedua ujung garis tadi
dibaca sehingga didapat z1 dan z2. Kemiringan pada tiap segmen tersebut adalah

.
Kemiringan medan adalah nilai rata-rata kemiringan tiap segmen sepanjang trase jalan.

Tabel 2.2 Klasifikasi medan berdasarkan AASHTO,2001


Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)
Datar D <10%
Perbukitan B 10%-25%
Pegunungan G >25%
Tabel 2.3 Perhitungan Kemiringan Medan Jalan
Kontur di Jarak
Nama Kiri- Kemiringan
Titik Kiri Kanan kanan
A=1 187.5 192.5 100 5
2 185 192 100 7
3 179 189 100 10
4 172.5 186.5 100 14
5 166.3 184.5 100 18.2
6 162 182.5 100 20.5
7 160 182.5 100 22.5
8 157.5 178.5 100 21
9 155.5 179.5 100 24
10 153.5 179 100 25.5
11 153 180 100 27
PI1=12 153.5 177.5 100 24
13 173.5 174.5 100 1
14 183 182 100 1
15 190 188.5 100 1.5
16 189.5 188 100 1.5
17 184.5 187 100 2.5
18 177.5 184 100 6.5
19 168.5 180 100 11.5
20 161.5 175 100 13.5
PI2=21 166 162.5 100 3.5
22 166.5 156 100 10.5
23 166.5 153 100 13.5
24 167.5 152 100 15.5
25 170 152 100 18
26 172 153.5 100 18.5
27 175.5 156 100 19.5
28 179.5 157 100 22.5
29 183.5 160 100 23.5
30 187 162.5 100 24.5
31 188 162.5 100 25.5
32 186 165 100 21
B=33 184.5 166 100 18.5
Kemiringan rata-rata 14.92

Berdasarkan tabel 2.1, jalan tersebut termasuk memiliki medan perbukitan (B).
2.5 Penentuan Kecepatan Rencana, Jarak Pandang Henti dan Menyusul
2.5.1 Penentuan Kecepatan Rencana
Berikut ini adalah tabel kriteria desain untuk geometrik jalan antarkota
Tabel 2.4 Kriteria desain menurut UU no. 38/2004 dan PP No. 34/2006
Jalan Bebas Hambatan Jalan Raya Jalan Sedang
Kelas Jalan
(freeway) (highways) (roads)
Arteri Primer Arteri Primer
Fungsi Jalan Kolektor Primer
Kolektor Primer Kolektor Primer
Medan D B G D B G D B G
Lebar RUMIJA
>36 >35 30 >32 >28 25 >19 >17 15
minimum (m)
Kecepatan Rencana AP KP AP KP AP KP
(km/jam) 120 100 80 100 80 80 60 60 40 80 60 60 40 40
Lebar Jalur 2x 2x 2x 2x 2x 2x
2x3,5
minimum (m) 2x3,6 2x3,6 2x3,5 2x3,6 2x3,5 2x3,5
Lebar Median
5,5 3 5,5 3 2 tanpa median
minimum (m)
Lebar Bahu Luar
3,5 3 2 3,5 3 2 3 2 2
minimum (m)
Landai
8 4 7 8 4 5 6 8 10 6 - 8 10 11
maksimum (%)
Jari-jari Tikungan
595 360 210 360 210 210 115 115 45 210 115 115 45 45
minimum (m)

Maka, berdasarkan tabel tersebut, untuk kelas jalan raya (highway) dan fungsi jalan
kolektor
primer dengan klasifikasi medan bukit memiliki kriteria desainnya sebagai berikut:
a. Lebar RUMIJA minimum : 17 meter
b. Kecepatan rencana : 40 km/jam
c. Lebar jalur minimum : 2 x 3,5 meter
d. Lebar median minimum : tanpa median
e. Lebar bahu luar minimum : 2 meter
f. Kelandaian maksimum yang diizinkan : 10 %
g. Jari-jari tikungan minimum : 90 meter

2.5.2 Penentuan Jarak Pandang Henti


Jarak pandang henti (Jh) adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi
untuk menghentikan kendaraannya dengan aman saat melihat adanya halangan di depan
mata. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi Jh.
Jh terdiri atas dua elemen jarak, yaitu:
a. Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi
melihat adanya halangan sampai saat pengemudi menginjak rem.
b. Jarak pengereman (Jhr) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan
sejak pengemudi menginjak rem sampai dengan kendaraan berhenti.

Kedua jenis jarak henti tersebut dapat dilihat pada tabel AASHTO
berikut. Tabel 2.5 Jarak pandang henti, AASHTO 2001
Berdasarkan tabel peraturan diatas, dengan kecepatan rencana 40 km/jam diperoleh:
 Jarak tanggap (Jht) = 27.8 meter
 Jarak pengereman (Jhr) = 18.4 meter
 Jarak pandang henti (Jh) berdasarkan hitungan = 46.2 meter
 Jarak pandang henti (Jh) rencana = 50 meter

2.5.3 Penentuan Jarak Pandang Menyusul


Jarak pandang menyusul (Jd) adalah jarak minimum yang diperlukan suatu kendaraan
untuk mendahului kendaraan di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali
ke lajur semula.
Jadi diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi (di dalam kendaraan) adalah
105 cm, dan tinggi halangan adalah 15 cm diukur dari permukaan jalan.
Jd ditentukan dengan rumus berikut.

Dimana:
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali lagi ke lajur
semula
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari arah
berlawanan setelah proses mendahului selesai
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan, besarnya
diambil sekitar 2/3 d2
Berikut ini adalah tabel penentuan jarak pandang menyusul.
Tabel 2.6 Jarak pandang menyusul, AASHTO 2001

Berdasarkan tabel diatas, jarak pandang mendahului untuk kecepatan rencana 40 km/jam
adalah 270 meter.
BAB III
ALINYEMEN HORIZONTAL

3.1 Pemilihan Tikungan


Jenis tikungan jalan bermacam macam. Secara umum, jenis tikungan jalan dapat terbagi atas :
Full circle (FC), spiral-circle-spiral (SCS) dan spiral-spiral (SS). Dari ketiga jenis tikungan
ini, SCS lebih disarankan karena tikungan ini lebih nyaman dan aman jika dilewati.Hal ini
dikarenakan terdapat fase peralihan dimana perubahan arah terjadi sedikit demi sedikit
sehingga pengguna tidak menimbulkan gaya sentrifugal yang terlalu besar. Untuk tikungan
yang lebih tidak tajam disarankan memakai jenis tikungan FC, sebaliknya untuk tikungan
yang lebih tajam disarankan memakai jenis tikungan SCS. Dalam kehidupan nyata, jenis
tikungan SS sebaiknya dihindari karena terlalu tajam sehingga cenderung lebih berbahaya
bagi pengendara.
Tiga Jenis Tikungan:
1. Tikungan Lingkaran Penuh

, atau

Gambar 3.1 Tikungan Lingkaran Penuh (Full Circle)

Achmat Nasrulloh (15010076) 12


Sofia Fadillah (15010077)
2. Tikungan Spiral-Lingkaran-Spiral

()
( ) ⁄
()

Gambar 3.2 Tikungan Spiral-Lingkaran-Spiral (SCS)

3. Tikungan Spiral Penuh

()
( ) ⁄
()

Gambar 3.3 Tikungan Spiral Penuh (SS)


3.2 Perhitungan Tikungan
3.2.1 Spiral-Circle-Spiral
Syarat tikungan yang harus dipenuhi:
a. Panjang Ts untuk tikungan pertama kurang dari panjang dA-PI1
b. Panjang Tc untuk tikungan kedua harus kurang dari panjang dPI2-B
c. Penjumlahan dari panjang Ts pada tikungan1 dan Tc pada tikungan 2 harus lebih
besar daripada jarak antartikungan ditambah sisipan bagian lurus minimal 50 m
untuk daerah peralihan.

Tabel 3.1 Kombinasi jari-jari tikungan dan panjang lengkung spiral untuk superelevasi
maksimum 10 %, AASHTO 2001

Achmat Nasrulloh (15010076) 14


Sofia Fadillah (15010077)
Tugas Besar Rekayasa Jalan (SI-2241) 2012

Spiral-Circle-Spiral
Tabel 3.2 Tikungan SCS

R e Ls Lc Xc Yc k P Ts Es L
7000 NC 0 0 76,201 9309,708 0 0 0 0 5488,8 1895,332 9309,708
5000 NC 0 0 76,201 6649,792 0 0 0 0 3920,571 1353,808 6649,792
3000 NC 0 0 76,201 3989,875 0 0 0 0 2352,343 812,2849 3989,875
2500 NC 0 0 76,201 3324,896 0 0 0 0 1960,286 676,9041 3324,896
2000 NC 0 0 76,201 2659,917 0 0 0 0 1568,229 541,5233 2659,917
1500 NC 0 0 76,201 1994,938 0 0 0 0 1176,171 406,1425 1994,938
1400 NC 0 0 76,201 1861,942 0 0 0 0 1097,76 379,0663 1861,942
1300 NC 0 0 76,201 1728,946 0 0 0 0 1019,349 351,9901 1728,946
1200 NC 0 0 76,201 1595,95 0 0 0 0 940,9371 324,914 1595,95
1000 NC 0 0 76,201 1329,958 0 0 0 0 784,1143 270,7616 1329,958
900 NC 0 0 76,201 1196,963 0 0 0 0 705,7028 243,6855 1196,963
800 NC 0 0 76,201 1063,967 0 0 0 0 627,2914 216,6093 1063,967
700 RC 33 1,350543 73,49991 897,9708 32,99817 0,259286 16,49969437 0,06483 565,4305 189,6155 963,9708
600 RC 33 1,575634 73,04973 764,975 32,9975 0,3025 16,49958398 0,075639 487,0274 162,5531 830,975
500 2,3 33 1,890761 72,41948 631,9792 32,99641 0,363 16,49940089 0,090775 408,6277 135,4962 697,9792
400 2,8 33 2,363451 71,4741 498,9833 32,99438 0,45375 16,49906374 0,113486 330,2337 108,4489 564,9833

Achmat Nasrulloh (15010076) 15


Sofia Fadillah (15010077)
300 3,6 33 3,151268 69,89846 365,9875 32,99002 0,605 16,49833499 0,151364 251,8513 81,42084 431,9875
250 4,2 33 3,781521 68,63796 299,4896 32,98563 0,726 16,49760159 0,181698 212,6686 67,92131 365,4896
200 50 39 5,586339 65,02832 226,9917 38,96293 1,2675 19,49380626 0,317628 176,5657 54,55596 304,9917
175 5,6 43 7,039196 62,12261 189,7427 42,9351 1,760952 21,48914192 0,441898 159,0556 47,94484 275,7427
150 6,2 48 9,167325 57,86635 151,4938 47,87712 2,56 23,97938901 0,644093 142,1016 41,43273 247,4938
140 6,4 49 10,02676 56,14748 137,1942 48,84994 2,858333 24,47479824 0,720049 134,8154 38,82164 235,1942
130 6,7 52 11,45916 53,28269 120,8946 51,792 3,466667 25,964987 0,875322 128,5862 36,31134 224,8946
120 7 54 12,89155 50,4179 105,595 53,72663 4,05 26,95386154 1,025293 121,8515 33,7943 213,595
110 7,4 57 14,84482 46,51137 89,29542 56,61737 4,922727 28,4351598 1,251289 115,6689 31,37387 203,2954
100 7,7 59 16,90225 42,39649 73,99583 58,48655 5,801667 29,41256749 1,481881 108,986 28,95928 191,9958
90 8,2 63 20,05352 36,09395 56,69625 62,22825 7,35 31,36744733 1,893544 103,4225 26,77479 182,6963
80 8,6 66 23,63451 28,93198 40,39667 64,87697 9,075 32,80489819 2,364715 97,38824 24,66592 172,3967
70 9,1 70 28,64789 18,90522 23,09708 68,25 11,66667 34,6902123 3,097446 92,00696 22,88943 163,0971
60 9,6 74 35,3324 5,536205 5,797501 71,18594 15,21111 36,48680388 4,159754 86,79538 21,53175 153,7975
50 10 77 44,11775 -12,0345 -10,5021 72,43467 19,76333 37,62790807 5,658867 81,27082 20,72915 143,4979

Achmat Nasrulloh (15010076) 16


Sofia Fadillah (15010077)
Tugas Besar Rekayasa Jalan (SI-2241) 2012

Ambil R = 90 m ; Δ1 = 76.20100 ; Δ2 = 75.2555⁰ ; Ls = 63 m

()

() ( )

( ) ()

L total = Lc1 + 2Ls = + 2. 63 = 203,2954 m

3.2.2 Full Circle

Ls = 63

Tabel 3.2 Full Circle


Achmat Nasrulloh (15010076) 17
Sofia Fadillah (15010077)
R E Ls Tc Ic Ec
7000 NC 0 5422,471 9227,181 1854,558
5000 NC 0 3873,194 6590,843 1324,684
3000 NC 0 2323,916 3954,506 794,8105
2500 NC 0 1936,597 3295,422 662,3421
2000 NC 0 1549,277 2636,337 529,8736
1500 NC 0 1161,958 1977,253 397,4052
1400 NC 0 1084,494 1845,436 370,9115
1300 NC 0 1007,03 1713,619 344,4179
1200 NC 0 929,5665 1581,802 317,9242
1000 NC 0 774,6387 1318,169 264,9368
900 NC 0 697,1749 1186,352 238,4431
800 NC 0 619,711 1054,535 211,9495
700 RC 33 542,2471 922,7181 185,4558
600 RC 33 464,7832 790,9012 158,9621
500 2,3 33 387,3194 659,0843 132,4684
400 2,8 33 309,8555 527,2675 105,9747
300 3,6 33 232,3916 395,4506 79,48105
250 4,2 33 193,6597 329,5422 66,23421
200 50 39 154,9277 263,6337 52,98736
175 5,6 43 135,5618 230,6795 46,36394
150 6,2 48 116,1958 197,7253 39,74052
140 6,4 49 108,4494 184,5436 37,09115
130 6,7 52 100,703 171,3619 34,44179
120 7 54 92,95665 158,1802 31,79242
110 7,4 57 85,21026 144,9986 29,14305
100 7,7 59 77,46387 131,8169 26,49368
90 8,2 63 69,71749 118,6352 23,84431
80 8,6 66 61,9711 105,4535 21,19495
70 9,1 70 54,22471 92,27181 18,54558
60 9,6 74 46,47832 79,09012 15,89621

( )

( )
Syarat Keberlakuan :

 Tikungan
1 TS1 <
dAPI1

Memenuhi syarat
 Tikungan
2 TS2 <
dpI2D
Ts2 = 69,71749 m
dPI2B = 343,6393
Memenuhi syarat
 TS1 + TS2 < dCD – 50
TS1 + TS2 = + 69,7174969

= 173,14

dCD – 50 = 259,2778- 50

= 209,2778

Memenuhi syarat
3.3 Sketsa Tikungan

Nama
Titik X Y
A 453808 9864328
PI1 454000 9864185
PI2 454200 9864350
B 454478 9864148

Perhitungan
Jarak
A-PI1 239,4013
PI1-PI2 259,2778
PI2-B 343,6393
Total 842,3185

Tikungan 1 Tikungan 2
x y x y
TS 453917,1 9864247 TC 454146,2 9864306
ES 454000 9864212 ES 454200 9864326
CT 454079,8 9864251 CT 454256,4 9864309
9864400

9864350

9864300
trase
9864250 Tikungan 1
Tikungan 2
9864200

9864150

9864100
453600 453800 454000 454200 454400 454600

Gambar 3.4 Grafik Tikungan

3.4 Stationing
Stationing diperlukan pada setiap bagian penting dari tikungan . Stationing dimulai dari
titik A dimana yang merupakan station +000,000. Station –station tikungan pada jalan
ini adalah sebagai berikut:
a. Stationing pada A = 0+000,000
b. Stationing pada TS1

TS1 = 239,4013- 103,4225


= 135,9789
Station TS1 = 0+ 135,9789
c. Stationing pada SC1
SC1 = 135,9789+63
= 198,9789
Station SC1 = 0+198,9789
d. Stationing pada CS1
CS1 =198,9789+ 56,69625
= 261,9789
Station CS1 = 0+ 261,9789
e. Stationing pada ST1
ST1 =261,9789+
= 324,9789
Station ST1 = 0+324,9789
f. Stationing pada TC

TC =324,9789+(259,2778-103,4225-69,71749)
= 411,1167
Station TC = 0+411,1167
g. Stationing pada CT

CT =411,1167+118,6352
= 529,7519
Station TC = 0+529,7519
h. Stationing pada B

B =529,7519+(343,6393-69,71749)
= 803,6738
Station B = 0+803,6738

Tabel 3.4 Stationing


Stationing Jarak (m)
A 0+ 0
TS 0+ 135,9789
SC 0+ 198,9789
CS 0+ 261,9789
ST 0+ 324,9789
TC 0+ 411,1167
CT 0+ 529,7519
B 0+ 803,6738
3.5 Diagram Superelevasi
Dalam merancang sebuah tikungan harus diperhatikan kemiringan potongna melintang
jalan. Hal ini diperlukan untuk menjamin keselamatan bagi penggina. Kemiringan
penampang jalan digunakan untuk melawan gaya sentripetal yang diakibatkan oleh sebuah
tikungan. Data dan diagram superelevasi dari tikungan yang direncanakan adalah sebagai
berikut

Tabel 3.5 Diagram Superelevasi


elemen Bagian Stationing e (%) bagian stationing e (%)
A 0 -2 0 -2
120,613 -2 120,613 -2
TS 135,9789 0 135,9789 -2
151,3447 2 151,3447 -2
SC 198,9789 8,2 198,9789 -8,2
CS 261,9789 8,2 261,9789 -8,2
309,613 2 309,613 -2
ST 324,9789 0 324,9789 -2
340,3447 -2 340,3447 -2
353,7509 -2 353,7509 -2
KANAN 369,1167 -2 KIRI 369,1167 0
384,4826 -2 384,4826 2
TC 411,1167 -5,46667 411,1167 5,466667
432,1167 -8,2 432,1167 8,2
508,7519 -8,2 508,7519 8,2
CT 529,7519 -5,46667 529,7519 5,466667
556,386 -2 556,386 2
571,7519 -2 571,7519 0
587,1178 -2 587,1178 -2
B 803,6738 -2 803,6738 -2
10
8
6
4
2

KANAN
0
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 KIRI
-2

-4
-6
-8
-10

Gambar 3.5 Diagram Superelevasi


BAB IV
ALINYEMEN VERTIKAL

4.1 Profil Tanah Asli

Profil tanah asli diperlukan untuk pembuatan alinemen vertikal. Profil tanah asli yang
digambarkan adalah profil tanah asli pada alinemen horizontal akan dibuat. Dengan adanya
profil tanah asli dapat diperkirakan trase-trase yang akan di rancang dengan mengikuti
ketentuan yang sudah ada dan juga dengan menentukan perhitungan galian timbunan yang
paling ekonomis.

Data profil tanah asli ini didapat setelah alinemen horizontal yang direncanakan di gambar
pada peta berkontur. Dengan skala yang sudah ditentukan yaitu skala horizontal 1:2000
dan skala vertikal 1:200, maka setiap titik titik pada garis alinemen horizontal yang
memotong kontur diplot pada milimeter blok. Setelah titik-titik tersebut diplot, maka
kemudian dihubungkan dengan garis-garis.

Cara menghubungkan garis-garis yang baik adalah dengan melihat apakah antara selang
titik-titik tersebut konturnya membentuk cekungan atau cembung. Dengan begitu profil
tanah asli yang kita gambarkan diharapkan dapat mendekati profil yang sebenarnya.
Berikut merupakan gambaran secara sederhana profil tanah asli.

195
Elevasi (meter)

190
185
180
175
170 profil tanah asli
165 PI1 PI2
160
155

0100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
Stationing (0+...) meter

Gambar 4.1 Profil Tanah Asli


4.2 Perhitungan Alinyemen Vertikal

Alinemen vertikal merupakan proyeksi penampang memanjang sumbu jalan tegak lurus
terhadap bidang horizontal jalan. Alinemen vertikal ini merupakan potongan bidang
vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan.
Perencanaan alinemen vertikal dipengaruhi oleh besarnya biaya pembangunan yang
tersedia. Alinemen vertikal yang mengikuti muka tanah asli akan mengurangi pekerjaan
tanah, tetapi mungkin saja akan mengakibatkan jalan itu terlalu banyak mempunyai
tikungan. Tentu saja hal ini belum tentu sesuai dengan persyaratan yang diberikan
sehubungan dengan fungsi jalannya. Muka jalan sebaiknya diletakkan sedikit di atas muka
tanah asli sehingga memudahkan dalam pembuatan drainase jalannya, terutama di daerah
yang datar.
Pada daerah yang seringkali dilanda banjir sebaiknya penampang memanjang jalan
diletakkan di atas elevasi muka banjir. Di daerah perbukitan atau pegunungan diusahakan
banyaknya pekerjaan galian seimbang dengan pekerjaan timbunan. Dengan demikian
penarikan alinemen vertikal sangat dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan seperti :
 kondisi tanah dasar
 keadaan medan
 fungsi jalan
 muka air banjir dan muka air tanah
 kelandaian yang masih memungkinkan

Perlu pula diperhatikan bahwa alinemen vertikal yang direncanakan itu akan berlaku untuk
masa panjang, sehingga sebaiknya alinemen vertikal yang dipilih tersebut dapat dengan
mudah mengikuti perkembangan lingkungan.
4.3 Kelandaian pada Alinyemen Vertikal

Berdasarkan kepentingan lalu lintas, landai ideal adalah landai datar (0%). Sebaliknya
ditinjau dari kepentingan drainase jalan, jalan berlandailah yang ideal. Walaupun hampir
semua mobil penumpang dapat mengatasi kelandaian 8% sampai 9% tanpa kehilangan
kecepatan yang berarti, tetapi pengaruh kelandaian maksimum, kemampuan menajak
sebuah truk bermuatan maupun biaya konstruksi harus diperhitungkan.
Terdapat suatu batas panjang kelandaian yang melebihi maksimum standar, yaitu ditandai
dengan kecepatan sebuah truk bermuatan penuh akan lebih rendah dari separuh kecepatan
rencana atau jika transmisi “rendah” terpaksa dipakai. Keadaan kritis demikian tidak boleh
berlangsung terlalu lama.
Kelandaian maksimum adalah pertimbangan atas kemampuan truk agar selama menanjak
tidak mengalami kehilangan kecepatan yang berarti. Jalan yang dirancang adalah jalan
kolektor, maka gunakan tabel berikut.

Tabel 4.1 Kelandaian Maksimum Untuk Klasifikasi Medan dan Kecepatan Rencana
Tertentu

Berdasarkan tabel, kelandaian maksimum untuk klasifikasi medan bukit dan kecepatan
rencana 60 km/jam adalah 8%. Hal ini menunjukkan bahwa trase alinemen vertikal yang
akan dibuat tidak boleh memiliki kelandaian di atas 8%.
4.4 Penentuan Trase Alinyemen Vertikal

Alinemen vertikal atau penampang memanjang jalan yang merupakan perpotongan bidang
vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan, digambarkan
sebagai garis-garis lurus dan garis-garis lengkung. Garis lurus tersebut dapat datar,
mendaki atau menurun yang biasa disebut berlandai. Landai jalan dinyatakan dengan
persen.
Pada umunya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan, maka landai jalan
diberi tanda positif untuk pendakian dari kiri ke kanan, dan landai negatif untuk penurunan
dari kiri. Pendakian dan penurunan memberi efek yang berarti terhadap gerak kendaraan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan trasi alinemen vertkal diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Pekerjaan galian diusahakan seimbang dengan pekerjaan timbunan sehingga secara
keseluruhan biaya yang dibutuhkan tetap dapat dipertanggungjawabkan.
2. Batas kemiringan atau kelandaian yang telah dibahas pada bagian sebelumnya.
3. Koordinasi antara alinemen vertikal dan alinemen horizontal yang akan dibahas pada
bagian selanjutnya.

195

190

185

180
profil tanah asli
175 PI1 PI2
rencana jalan
170

165
160

155

150
0 200 400 600 800 1000

Gambar 4.2 Profil Tanah Asli dan Rencana Jalan


4.5 Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal dipergunakan untuk merubah secara bertahap perubahan dari dua
macam kelandaian. Lengkung vertikal harus sederhana dalam penggunaannya dan
menghasilkan suatu design yang aman, enak dijalani/dilalui, dan baik dilihat/appearance.
Bentuk lengkung vertikal yang umum digunakan adalah berbentuk lengkung parabola
sederhana.

Gambar 4.3 Sketsa Lengkung Vertikal

Keterangan :
 PVI1 adalah titik perpotongan Kelandaian
 g1% dan g2% adalah kelandaian jalan
 (g2-g1) adalah perbedaan kelandaian, A(%)
 Ev adalah nilai y pada x = 0.5 Lv
 Lv adalah panjang lengkung
Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus (tangen),
adalah:
a. Lengkung vertikal cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
tangen berada di bawah permukaan jalan.

b. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan.

Panjang minimum lengkung vertikal cembung yang didasarkan pada jarak pandangan
biasanya memenuhi syarat keamanan, kenyamanan dan penampilan.

4.5.1 Lengkung Vertikal Cembung untuk PVI1


Ada empat hal yang menjadi pertimbangan dalam mendesain lengkung vertikal cembung,
yaitu:
 Jarak pandang henti
 Jarak pandang mendahului
 Panjang minimum
 Panjang maksimum

Masing-masing perhitungannya akan dijelaskan berikut.


a. Pertimbangan jarak pandang henti (Jh)

Jika
J
h
< L, maka : ( )( ) meter
(√ √ ) (√ ( ) √ ( ))

(√ √ )
Jika Jh > L, maka: () (√ √ )
meter

Dimana:
L = panjang lengkung vertikal (meter)
Jh = jarak pandang henti = 50 meter
A = absolut perbedaan aljabar kelandaian dalam persen ( ) = 6.25% h1
= tinggi mata (1,08 meter untuk AASTHO)
h2 = tinggi benda (0,6 meter untuk standar AASTHO)

Karena Jh>L, maka nilai L yang digunakan adalah 23.75 meter.


b. Pertimbangan jarak pandang mendahului (Jd)

Jika
J
d
< L, maka: ( )( ) meter
(√ √ ) (√ ( ) √ ( ))

(√ √ )
Jika Jd>L, maka: () (√ √ )
m

Dimana:
L = panjang lengkung vertikal (meter)
Jd = jarak pandang mendahului = 270 meter
A = absolut perbedaan aljabar kelandaian dalam persen ( ) = 6.25% h1
= tinggi mata (1,08m untuk AASTHO)
h2 = tinggi benda (1,08m untuk AASTHO)
(h1 dan h2 sama, karena benda disini adalah mata pengemudi di arah berlawanan)

Karena Jd < L, maka nilai L yang digunakan adalah 1216 meter.

c. Pertimbangan panjang minimum

(V adalah kecepatan rencana dalam km/jam)


meter

d. Pertimbangan panjang maksimum


Panjang maksimum, dihitung terkait dengan drainase, dimana maksimum drainase
diperhitungkan dengan nilai K = 51, sehingga
meter

Berdasarkan 4 L yang telah dihitung diatas maka kami menyimpulkan batas L adalah
5.27 meter < L < 318.75 meter
Nilai L dari perhitungan Jd diabaikan karena nilainya terlalu besar sehingga membuat
perancangan menjadi boros.
Jadi kami memilih nilai L untuk lengkung vertikal cembung sebesar 275 meter.

4.5.2 Lengkung Vertikal Cekung untuk PVI2


Ada empat hal yang menjadi pertimbangan dalam mendesain lengkung vertikal cekung,
yaitu:
 Jarak pandang lampu
 Kenyaman pengendara
 Panjang minimum
 Panjang maksimum

Masing-masing perhitungannya akan dijelaskan berikut.


a. Pertimbangan jarak pandang lampu

Dalam merancang lengkung vertikal, kita mempertimbangkan kondisi pencahayaan


lampu kendaraan di malam hari, dengan asumsi, lampu kendaraan membentuk sudut
1 ke atas. Agar tercapai kondisi keamanan yang maksimum, jarak pencapaian lampu
kendaraan diasumsikan sama dengan jarak pandang henti. Panjang minimum lengkung
untuk pertimbangan ini dirumuskan sebagai berikut:

Jika Jh < L, maka : ()


meter
()

Jika Jh > L, maka : ( ) ( ) meter

Dimana:
L = panjang lengkung vertikal (meter)
Jh = jarak pandang henti = 85 meter
A = absolut perbedaan aljabar kelandaian dalam persen ( ) = 3.5%

Karena Jh>L, maka nilai L yang digunakan adalah 15.71 meter.

b. Pertimbangan kenyaman pengendara

Untuk kenyamanan pengendara, kita mempertimbangkan efek gaya sentripetal yg


berlawanan dengan gaya gravitasi pada kondisi lengkung vertikal cekung.
Kenyamanan diukur dengan ketentuan bahwa percepatan sentripetal tidak lebih dari
0,3m/s2. Persamaannya adalah:

meter

Dimana:
L = panjang lengkung vertikal (m)
V = kecepatan rencana = 40 km/jam
A = absolut perbedaan aljabar kelandaian dalam persen ( ) = 3.5%

c. Panjang minimum
(V dalam km/jam)
meter

d. Panjang maksimum

Panjang maksimum, dihitung terkait dengan drainase, dimana maksimum drainase


diperhitungkan dengan nilai K = 51, sehingga
meter

Berdasarkan 4 L yang telah dihitung diatas maka kami menyimpulkan batas L adalah:
15.71 meter < L < 178.5 meter
Jadi kami memilih nilai L untuk lengkung vertikal cekung sebesar 175 meter.
4.6 Elevasi Lengkung Vertikal

Persamaan umum dirumuskan sbb:

Dimana:
y = selisih ketinggian FG rencana dengan lengkung vertikal desain (m)
x = jarak relatif terhadap titik PVI (m)
L = panjang lengkung vertikal (m)

a. Lengkung Vertikal 1 (Lengkung Cembung)

Tabel 4.2 Perhitungan Elevasi Lengkung Cembung


X FG Y Elevasi Lengkung
171.5 171.86 0 171.86
184 172.36 0.017756 172.3422443
196.5 172.86 0.071023 172.7889773
209 173.36 0.159801 173.2001989
221.5 173.86 0.284091 173.5759091
234 174.36 0.443892 173.916108
246.5 174.86 0.639205 174.2207955
259 175.36 0.870028 174.4899716
271.5 175.86 1.136364 174.7236364
284 176.36 1.43821 174.9217898
296.5 176.86 1.775568 175.0844318
309 177.36 2.148438 175.2115625
321.5 176.7406 1.775568 174.9650252
334 176.1212 1.43821 174.6829765
346.5 175.5018 1.136364 174.3654165
359 174.8824 0.870028 174.0123451
371.5 174.263 0.639205 173.6237624
384 173.6436 0.443892 173.1996683
396.5 173.0242 0.284091 172.7400628
409 172.4047 0.159801 172.2449459
421.5 171.7853 0.071023 171.7143177
434 171.1659 0.017756 171.1481782
446.5 170.5465 0 170.5465272

b. Lengkung Vertikal 2

Tabel 4.3 Perhitungan Elevasi Lengkung Cekung


x FG Y elevasi lengkung
478.5 168.9608 0 168.9608463
491 168.3414 0.015625 168.3570647
503.5 167.722 0.0625 167.7845331
516 167.1026 0.140625 167.2432515
528.5 166.4832 0.25 166.7332198
541 165.8638 0.390625 166.2544382
553.5 165.2444 0.5625 165.8069066
566 164.625 0.765625 165.390625
578.5 165.0398 0.390625 165.4304642
591 165.4547 0.25 165.7046784
603.5 165.8695 0.140625 166.0101425
616 166.2844 0.0625 166.3468567
628.5 166.6992 0.015625 166.7148209
641 167.114 0 167.1140351

Achmat Nasrulloh (15010076) 36


Sofia Fadillah (15010077)
Tugas Besar Rekayasa Jalan (SI-2241) 2012

195

190

185

180
rencana jalan

175 profil tanah asli


PI1

170 PI2
cembung

165 cekung

160

155

150
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

Gambar 4.4 Sketsa Lengkung Vertikal

Achmat Nasrulloh (15010076) 37


Sofia Fadillah (15010077)
Tugas Besar Rekayasa Jalan (SI-2241) 2012

4.7 Koordinasi antara Lengkung Vertikal dengan Lengkung Horizontal

Desain geometrik jalan merupakan desain bentuk fisik jalan berupa tiga dimensi. Untuk
mempermudah dalam menggambarkan bagian-bagian perencanaan, bentuk fisik jalan
tersebut digambarkan dalam bentuk alinemen horizontal, alinemen vertikal dan potongan
melintang jalan.
Penampilan bentuk fisik jalan yang baik dan menjamin keamanan dari pemakai jalan
merupakan hasil dari penggabungan bentuk alinemen vertikal dan alinemen horizontal
yang baik pula. Letak tikungan haruslah pada lokasi yang serasi dengan adanya tanjakan
maupun penuruan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam koordinasi alinemen vertikal dan alinemen
horizontal adalah sebagai berikut:
1. Alinemen mendatar dan vertkial terletak pada satu fase sehingga tikungan tampak
alami dan pengemudi dapat memperkirakan bentuk alenemen berikutnya. Jika tikungan
horizontal dan vertikal tidak terletak pada satu fase, maka pengemudi sukar
memperkirakan bentuk jalan selanjutnya, dan bentuk jalan terkesan patah.
2. Tikungan yang tajam sebaiknya tidak diadakan di bagian atas lengkung vertikal
cembung atau di bagian bawah lengkung vertikal cekung. Kombinasi yang seperti ini
akan memberikan kesat terputusnya jalan, yang sangat membahayakan pengemudi.
3. Pada jalan yang lurus dan panjang sebaiknya tidak dibuatkan lengkung vertikal cekung.
Kelandaian yang landai dan pendek sebaiknya tidak diletakkan diantara dua landaian
yang curam sehingga mengurangi jarak pandang pengemudi.

Achmat Nasrulloh (15010076) 38


Sofia Fadillah (15010077)
BAB V
PERKERASAN

5.1 Metode Perkerasan

Pada saat tanah dibebani, maka beban tersebut akan menyebar ke dalam tanah dalam
bentuk tegangan tanah. Tegangan ini menyebar sedemikian sehingga dapat menyebabkan
lendutan dan akhirnya keruntuhan tanah. Pada gambar di bawah ini akan diperlihatkan
visualisasi bagaimana beban lalu lintas didistribusikan ke tanah dasar (sub grade) melalui
perkerasan (pavement).

Roda Kendaraan

P0
Perkerasan Tebal
Perkerasan
P1

Gambar 5.1 Distribusi Beban Lalu Lintas


Sumber : Clarkson H. Oglesby

P0 adalah beban kendaraan dan P1 adalah beban yang diterima oleh tanah dasar. Secara
teoritis, besaran P1 yang diterima tanah dasar tergantung pada kualitas dan tebal lapis
perkerasan. Kualitas material yang baik dan atau tebal perkerasan yang besar akan
memberikan nilai P1 yang rendah. Jika meterial yang diberikan baik dan kondisi tanah
dasarnya pun baik, maka untuk beban yang sama akan menghasilkan perkerasan yang
lebih tipis.
Untuk lebih memahami konsep ini maka dapat dipelajari melalui pendekatan Multilayered
Elastic System. Asumsi penting dalam sistem ini adalah karakteristik material pada setiap
lapisan adalah homogen, setiap lapisan memiliki tebal yang terbatas kecuali terbawah dan
memiliki tebal tidak berhingga pada arah lateralnya, setiap lapisan merupakan lapisan
isotropik, geseran samping pada permukaan perkerasan, seperti akibat putaran ban dengan
permukaan perkerasan, tidak perhitungkan, analisa tegangan dan regangan didasarkan pada
nilai modulus elastisitas, E dan nilai poisson rasio, μ.

5.2 Data Komposisi Kendaraan

Tabel 5.1 Data Komposisi Kendaraan

Tipe Nama Kendaraan Total Beban (ton) Komposisi (%)

1 Kendaraan Penumpang 2 45
2 Truk kecil (T1.2L) 8 6
2 Truk 2 as (T1.2H) 20 10
3 Truk 3 as (T1.22) 20 6
4 Truk 4 as (T1.222) 20 1
6 Truk Gandengan (T1.2+22) 25 5
6 Truk Gandengan (T1.22+22) 30 5
7 Trailer (T1.2-1) 32 4
8 Trailer (T1.2-22) 32 5
9 Trailer (T1.2-222) 32 1
10 Trailer (T1.22-22) 42 5
11 Trailer (T1.22-222) 42 1
12 Bus 7 5
12 Bus 12 1
*mengacu pada WIM (Weight in Motion) form survey
5.3 Data Tanah Dasar Dalam CBR

Tabel 5.2 Data Tanah Dasar Dalam CBR


Data CBR Awal Tengah Akhir
Data CBR titik1 3.4 4 3.6
Data CBR titik2 2.9 3.3 3.5
Data CBR titik3 3.6 3.1 3
Data CBR titik4 3.8 2.8 2.9
Data CBR titik5 3.4 2.7 3.3
Data CBR titik6 2.9 3.3 2.9
Data CBR titik7 3.4 3.7 2.5
Data CBR titik8 3.7 3.9 2.8
Data CBR titik9 3.4 3.5 3.4
Data CBR titik10 3.2 3.6 3
Data CBR titik11 3.2 2.9 3.5
Data CBR titik12 3.8 3.7 3.9
Data CBR titik13 4 2.7 3.2
Data CBR titik14 3.7 3.2 3.5
Data CBR titik15 2.6 2.9 3
Data CBR titik16 3.2 2.7 3
Data CBR titik17 3.7 2.9 3.2
Data CBR titik18 3 2.6 2.7
Data CBR titik19 3.8 3.8 2.7
Data CBR titik20 2.5 3.2 3.6

Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)


Metode penentuan nilai DDT yang mewakili suatu ruas jalan:
a. Menentukan harga CBR terendah. Diurutkan dari terkecil hingga terbesar.
b. Menentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar dari masing-
masing nilai CBR.
c. Angka dengan jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100%. Jumlah lainnya
merupakan presentase dari 100%.
d. Membuat grafik hubungan antara harga CBR dengan presentase jumlah sebelumnya.
e. Nilai CBR yang mewakili adalah nilai CBR pada presentase 90%.
f. Nilai DDT dihitung dengan rumus DDT = 4,3 log(CBR90%) + 1,7

Tabel 5.3 DDT di Segmen Awal, Tengah dan Akhir


Segmen Awal Segmen Tengah Segmen Akhir
Banyaknya Banyaknya Banyaknya
CBR Persentase Persentase Persentase
CBR yang CBR yang CBR yang
(%) (%) (%)
> atau = > atau = > atau =
2.5 20 100 20 100 20 100
2.6 19 95 20 100 19 95
2.7 18 90 19 95 19 95
2.8 18 90 16 80 17 85
2.9 18 90 15 75 16 80
3 16 80 12 60 14 70
3.1 15 75 12 60 10 50
3.2 15 75 11 55 10 50
3.3 12 60 9 45 8 40
3.4 12 60 7 35 7 35
3.5 8 40 7 35 6 30
3.6 8 40 6 30 3 15
3.7 7 35 5 25 1 5
3.8 4 20 3 15 1 5
3.9 1 5 2 10 1 5
4 1 5 1 5 0 0
90% 2.7 2.72 2.74
DDT 3.554864186 3.568646287 3.58232742
100

90

80

70

Segmen Awal
60
Segmen Tengah Segmen Akhir
50

30
40

20

10

0 00.511.522.533.544.5

Gambar 5.2 Grafik CBR vs Persentase Banyaknya CBR yang > atau = di Segmen Awal,
Tengah dan Akhir

5.4 Angka Ekivalen

Angka ekivalen menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh


lintasan beban gandar sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang
ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lb).

Untuk Angka Ekivalen digunakan rumus-rumus sebagai berikut


()
Angka Ekivalen untuk STRT (
)
( )
Angka Ekivalen untuk STRG (
)
( )
Angka Ekivalen untuk STdRG (
)
()
Angka Ekivalen untuk STrRT (
)

Dimana:
ESAL: Ekivalensi Standard Axle Load
L : Beban per sumbu kendaraan (ton)
k : 1 untuk sumbu tunggal; 0,086 untuk sumbu tandem; 0,021 untuk sumbu triple
Tabel 5.4 Beban Tiap Sumbu

Achmat Nasrulloh (15010076) 44


Sofia Fadillah (15010077)
Tugas Besar Rekayasa Jalan (SI-2241) 2012

Tabel 5.5 Perhitungan Angka Ekivalen


STRT STRG S TdRG STrRG Angka Ekivalen
total
nama
tipe beban AE total
kendaraan STRT STRG STdRG STrRG
(ton) Beban Beban Beban Beban
(ton Jumlah (ton Jumlah (ton Jumlah (ton Jumlah
Kendaraan
1 Penumpang 2 2 2 0.000451 0 0 0 0.000451
2 Truk kecil 8 3 1 5 1 0.018269 0.140968 0 0 0.159237
2 Truk 2 as 20 5 1 15 1 0.140968 11.41838 0 0 11.55935
3 Truk 3 as 20 5 1 15 1 0.140968 0 0.98198 0 1.122948
4 Truk 4 as 20 5 1 15 1 0.140968 0 0 0.239786 0.380754
Truk
5 Gandengan 25 5 1 20 3 0.140968 1.336582 0 0 1.47755
Truk
6 Gandengan 30 5 1 15 2 10 1 0.140968 1.427297 0.193971 0 1.762236
7 Trailer 32 5 1 27 2 0.140968 14.9832 0 0 15.12416
8 Trailer 32 5 1 10 1 17 1 0.140968 2.255482 1.620069 0 4.016519
9 Trailer 32 5 1 10 1 17 1 0.140968 2.255482 0 0.395598 2.792048
10 Trailer 42 5 1 37 2 0.140968 0 4.544172 0 4.685139
11 Trailer 42 5 1 12 1 25 1 0.140968 0 0.402219 1.8502 2.393387
12 Bus 7 3 1 4 1 0.018269 0.05774 0 0 0.07601
12 Bus 12 5 1 7 1 0.140968 0 0.046573 0 0.18754

Achmat Nasrulloh (15010076) 45


Sofia Fadillah (15010077)
Tugas Besar Rekayasa Jalan (SI-2241) 2012

5.5 Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) dan Lintas Ekivalen


Tabel 5.6 Pertumbuhan Lalu Lintas (i)
tahun 2013 2028
i (%) 4 6
(1+i)n 1.216653 2.396558

Dengan
n2013 = 5
n2028 = 15

Tabel 5.7 Lalu Lintas Harian Tahun 2008, 2011 dan 2026
Angka Komposisi LHR LHR LHR
Tipe Nama kendaraan
Ekivalen (%) 2008 2013 2028
Kendaraan
0.0004 45 14850 18067.30 43299.33
1 Penumpang
2 Truk kecil (T1.2L) 0.1593 6 1980 2408.97 5773.24
2 Truk 2 as (T1.2H) 11.5594 10 3300 4014.95 9622.07
3 Truk 3 as (T1.22) 1.123 6 1980 2408.97 5773.24
4 Truk 4 as (T1.222) 0.3807 1 330 401.50 962.21
Truk Gandengan
1.4776 5 1650 2007.48 4811.04
6 (T1.2+22)
Truk Gandengan
1.7623 5 1650 2007.48 4811.04
6 (T1.22+22)
7 Trailer (T1.2-1) 15.1242 4 1320 1605.98 3848.83
8 Trailer (T1.2-22) 4.0166 5 1650 2007.48 4811.04
9 Trailer (T1.2-222) 2.7921 1 330 401.50 962.21
10 Trailer (T1.22-22) 4.6852 5 1650 2007.48 4811.04
11 Trailer (T1.22-222) 2.3934 1 330 401.50 962.21
12 Bus 0.076 5 1650 2007.48 4811.04
12 Bus 0.1876 1 330 401.50 962.21
TOTAL 45.7378 100 33000 40149.55 96220.72

Jalan ini direncanakan 4 lajur 2 arah (terbagi) dengan nilai C untuk kendaraan ringan (< 5 ton)
= 0,3 ; C untuk kendaraan berat (> 5 ton) = 0,45.

Achmat Nasrulloh (15010076) 46


Sofia Fadillah (15010077)
Tabel 5.8 Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dan Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
Angka
Tipe Nama Kendaraan C LEP LEA
Ekivalen
1 Kendaraan Penumpang 0.0004511 0.3 2.45 5.86
2 Truk kecil (T1.2L) 0.15923703 0.45 172.62 413.69
2 Truk 2 as (T1.2H) 11.5593452 0.45 20884.61 50051.18
3 Truk 3 as (T1.22) 1.1229481 0.45 1217.32 2917.37
4 Truk 4 as (T1.222) 0.38075355 0.45 68.79 164.86
6 Truk Gandengan (T1.2+22) 1.47754955 0.45 1334.77 3198.84
Truk Gandengan
6 (T1.22+22) 1.76223628 0.45 1591.94 3815.18
7 Trailer (T1.2-1) 15.1241627 0.45 10930.11 26194.64
8 Trailer (T1.2-22) 4.01651858 0.45 3628.38 8695.63
9 Trailer (T1.2-222) 2.79204786 0.45 504.45 1208.94
10 Trailer (T1.22-22) 4.68513925 0.45 4232.39 10143.17
11 Trailer (T1.22-222) 2.3933869 0.45 432.42 1036.32
12 Bus 0.07600974 0.45 68.66 164.56
12 Bus 0.18754017 0.45 33.88 81.20
TOTAL 45102.79 108091.46

( )

( )

()

()
5.6 Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
Nilai ITP bisa didapat dengan data DDT, LER, dan FR melalui nomogram.
Tabel 5.9 Faktor Regional

FR yang dipakai = 1.0

Nomogram

Nilai ITP bisa didapatkan dari nomogram. Akan tetapi nomogram memiliki keterbatasan yakni
nilai LER hanya sampai dengan 10000. Nilai LER yang kami dapat adalah 110477.13. Oleh
karena itu, digunakan sebuah rumus untuk mendapatkan nilai ITP.

()( ) ( )()
( )
( )

Dari perhitungan sebelumnya, didapat data sebagai berikut.


LER = 114895.69
IP0 (Indeks Permukaan Awal) = 4
IPt (Indeks Permukaan Akhir)= 2,5
FR = 1.0
DDT = 3.55 ; 3.57 ; 3.58

Dengan menggunakan fasilitas Goal Seek pada Microsoft Excel, didapat nilai ITP untuk
masing-masing DDT.
ITP1 = 22.01
ITP2 = 21.98
ITP3 = 21.95
Diambil nilai ITP sebesar 21.98.

5.7 Tebal Setiap Lapisan Perkerasan


ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3
Dimana:
ITP = Indeks Tebal Perkerasan
a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif material yang digunakan
D1, D2, D3 = tebal masing-masing lapisan
1, 2, 3 = nomor yang menunjukkan lapis permukaan, lapis pondasi, dan lapis pondasi
bawah

Lalu lapisan yang kami gunakan untuk perkerasan ini adalah


 Lapis permukaan menggunakan laston dengan nilai a1 = 0,35
 Lapis Pondasi menggunakan Batu Pecah Kelas A dengan nilai a2 = 0,14
 Lapis Pondasi Bawah menggunakan Sirtu Pitrun Kelas A dengan nilai a3 = 0,13

()()

Dengan menggunakan tebal minimum 20 cm untuk Batu Pecah Kelas A dan 10 cm untuk Sirtu
Pitrun Kelas A, maka diperoleh tebal Laston sebesar 51.08 cm.

D1 = 51.08 cm dengan bahan Laston


D2 = 20 cm dengan bahan Batu Pecah kelas A
D3 = 10 cm dengan bahan Sirtu Pitrun kelas A
BAB VI
POTONGAN MELINTANG JALAN

6.1 Potongan Melintang Jalan


Dalam Potongan jalan, terdapat berbagai komponen jalan yang saling berkaitan. Komponen
komponen tersebut adalah sebagai berikut :

a. Jalur Lalu Lintas


Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan
yang secara fisik merupakan perkerasan jalan

b. Bahu jalan
Bahu jalan adalah bagian dari daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan jalur
lalu lintas untuk penumpang untuk kendaraan yang berhenti, keperluan darurat, dan
untuk pendukung samping bagi lapis pondasi bawah,lapis pondasi dan lapis
permukaan.

c. Trotoar
Trotoar adalah bagian jalan yang diperuntukan bagi pejalan kaki.

d. Median jalan
Bagian jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur lalu lintas yang berlawanan arah.
Median merupakan bagian penting dari penampang jalan yaitu sebagai berikut :
 memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah;
 uang lapak tunggu penyeberang jalan;
 penempatan fasilitas jalan;
 tempat prasarana kerja sementara;
 penghijauan;
 tempat berhenti darurat (jika cukup luas);
 cadangan lajur (jika cukup luas); dan
 mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan dari arah yang berlawanan.

e. Fasilitas Pejalan kaki


Fasilitas ini berfungsi sebagai pemisah jalur pejalan kaki dari jalur lalu lintas
kendaraan guna menjamin keselamatan pejalan kaki dan kelancaran lalu lintas.

f. Selokan

Saluran untuk menyalurkan air pembuangan atau air hujan untuk dibawa ke suatu
tempat agar tidak menjadi masalah bagi komponen jalan yang lainnya.Komponen ini
mencegah terjadinya penggenangan air di jalan yang sering mempercepat kerusakan
jalan. Besarnya selokan dihitung atas dasar curah hujan tertinggi,besarnya aliran air
buangan ataupun air tanah.

g. Lereng

Selain itu jala juga terbagi atas berbagai bagian, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) merupakan daerah yang meliputi seluruh badan
jalan, saluran. Damaja dibatasi oleh :
 tepi jalan dan ambang pengaman.lebar antara batas ambang pengaman konstruksi
jalan di kedua sisi jalan,
 tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan, dan
 kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan.
b. Ruang milik jalan (Rumija)
Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar,
kedalaman dan tinggi tertentu yang meliputi ruang manfaat jalan dan ambang
pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1,5 meter.
Rumija berfungsi untuk ruang manfaat jalan, pelebaran jalan dan penambahan jalur
lalu lintas di masa yang akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan
c. Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) merupakan ruang sepanjang jalan di luar
ruang milik jalan yang dibatasi lebar dan tinggi tertentu. Ruwasja berfungsi untuk
pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan
fungsi jalan.
 jalan Arteri minimum 20 meter,
 jalan Kolektor minimum 15 meter,
 jalan Lokal minimum 10 meter.

Tabel 6.1 Kriteria desain menurut UU no. 38/2004 dan PP No. 34/2006
Jalan Bebas Hambatan Jalan Raya Jalan Sedang
Kelas Jalan
(freeway) (highways) (roads)
Arteri Primer Arteri Primer
Fungsi Jalan Kolektor Primer
Kolektor Primer Kolektor Primer
Medan D B G D B G D B G
Lebar RUMIJA
>36 >35 30 >32 >28 25 >19 >17 15
minimum (m)
Kecepatan Rencana AP KP AP KP AP KP
(km/jam) 120 100 80 100 80 80 60 60 40 80 60 60 40 40
Lebar Jalur 2x 2x 2x 2x 2x 2x
2x3,5
minimum (m) 2x3,6 2x3,6 2x3,5 2x3,6 2x3,5 2x3,5
Lebar Median
5,5 3 5,5 3 2 tanpa median
minimum (m)
Lebar Bahu Luar
3,5 3 2 3,5 3 2 3 2 2
minimum (m)
Landai
8 4 7 8 4 5 6 8 10 6 - 8 10 11
maksimum (%)
Jari-jari Tikungan
595 360 210 360 210 210 115 115 45 210 115 115 45 45
minimum (m)

Perancangan jalan ini merupakan jalan Kolektor primer. Desain perancangan penampang jalan
ini adalah sebagi berikut :
a. Lebar RUMIJA : 18 meter
b. Kecepatan rencana : 40 km/jam
c. Lebar jalur : 2 x 3,6 meter
d. Lebar median : tanpa median
e. Lebar bahu luar : 2 meter
f. Jalan terdiri atas 2 jalur 4 lajur (masing-masing lajur memiliki lebar 3,6 meter)
Gambar 6.1 Potongan Melintang di Tikungan1 (a). STA 0 + 120,61, (b).STA 0 + 135,98; (c).
STA 0 + 151,34; (d). STA 0 + 198,98
Gambar 6.2 Potongan Melintang di Tikungan 2 (a). STA 0 + 353,75, (b).STA 0 + 396,12; (c).
STA 0 + 384,48; (d). STA 0 + 411,12; (e).STA 0 + 432,12
DAFTAR PUSTAKA

Perencanaan Geometrik Jalan Metode Bina Marga Tahun 1992


A Policy on Geometric Design of Highways and Street (AASHTO, 2001)
UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan;
PP No. 34 tahun 2006 tentang Jalan
Metoda Analisis Komponen (MAK) untuk Perkerasan Lentur

Achmat Nasrulloh (15010076) viii


Sofia Fadillah (15010077)

Anda mungkin juga menyukai