Anda di halaman 1dari 93

PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE

PEKERJAANLAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN)


(INSPEKTUR

MODUL
SIB – 06 : PENGUKURAN DAN
PEMATOKAN

2006

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN
KONSTRUKSI (PUSBIN-KPK)

MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1
Modul SIB-06 : Pengukuran dan Pematokan Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Modul ini berisi bahasan tentang penfetahuan tentang dasar-dasat pengukuran,


alat ukur dan teknik pengukuran dan pematokan. Pengetahuan ini sangat
bermanfaat dalam menunjang tugas-tugas inspector jalan dalam rangka
melaksanakan tugas pengawasan pekerjaan jalan.

Inspeksi pekerjaan jalan dalam rangaka pengawasan pekerjaan jalan


dimaksudkan agar hasil pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan ketentuan
spesifikasi dan dokumen kontrak lainnya.

Pengukuran dan pematokan merupakan merupakan pekerjaan menetapkan lokasi


dan dimensi pekerjaan sesuai ketentuan gambar rencana dan gambar kerja.

Ketepatan dalam pengukuran dan pematokan sesuai dengan gambar rencana dan
gambar kerja merupakan awal dari keberhasilan pelaksanaan pekerjaan dan
kerugian waktu dan biaya akibat kesalahan lokasi dan dimensi pekerjaan akan
dapat terhindari.

Modul ini disusun berdasarkan dokumen pelaksanaan pekerjaan jalan yang


secara umum digunakan oleh penyelenggara jalan.
Diharapkan modul ini bermanfaat bagi para pembaca terutama dalam
meningkatkan kemampuan pengawasan pekerjaan jalan.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) -i-


Modul SIB-06 : Pengukuran dan Pematokan Kata Pengantar

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) -ii-


Modul SIB-06 : Pengukuran dan Pematokan Kata Pengantar

LEMBAR TUJUAN

JUDUL PELATIHAN : Pelatihan Inspektor Lapangan Pekerjaan


Jembatan (Site Inspector of Bridge)

MODEL PELATIHAN : Lokakarya terstruktur

TUJUAN UMUM PELATIHAN :


Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu melaksanakan pengawasan dan
perlaporan pekerjaan konstruksi jembatan untuk memastikan kesesuaian dengan
rencana, metode kerja dan dokumen kontrak.

TUJUAN KHUSUS PELATIHAN :


Pada akhir pelatihan ini peserta diharapkan mampu:
1. Mengawasi pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2. Membaca Data Geoteknik
3. Mengawasi penggunaan Bahan Jembatan
4. Membaca Gambar
5. Mengawasi penggunaan Alat-alat Berat
6. Mengawasi pelaksanaan Pengukuran dan Pematokan
7. Mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Tanah
8. Mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Beton
9. Mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Bangunan Pelengkap dan Perlengkapan
Jembatan
10. Mengawasi pelaksanaan Pemeliharaan Jalan Darurat dan Pengaturan Lalu
Lintas
11. Mengawasi pelaksanaan Metode Kerja Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan
12. Membuat Laporan Pengawasan Pekerjaan

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) -iii-


Modul SIB-06 : Pengukuran dan Pematokan Kata Pengantar

NOMOR MODUL : SIB-06

JUDUL MODUL : PENGUKURAN DAN PEMATOKAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu memahami dan memeriksa hasil
pengukuran dan pematokan pekerjaan jalan dan memastikan kesesuaian dengan
gambar rencana dan gambar kerja.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)

Pada akhir pelatihan peserta mampu :


1. Menjelaskan penggunaan peta-peta, pengukuran horisontal dan pematokan
batas lahan lokasi pekerjaan.
2. Menjelaskan alat ukur penyipat datar.
3. Menjelaskan alat ukur sudut
4. Menjelaskan pengukuran situasi dan trase
5. Menjelaskan penggambaran dan pemetaan
6. Menjelaskan pematokan

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) -iv-


Modul SIB-06 : Pengukuran dan Pematokan Kata Pengantar

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR i

LEMBAR TUJUAN ii

DAFTAR ISI iv

DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN


INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN
(Site Inspector of Bridge) vi

DAFTAR MODUL vii

PANDUAN PEMBELAJARAN viii

BAB I PENDAHULUAN I–1


1.1. Umum I–1
1.2. Penggunaan Peta Topografi Dan Foto Udara I–2
1.3. Pengukuran Horizontal I–2
1.4. Pematokan Batas Lahan Kawasan Proyek I–3
BAB II ALAT UKUR PENYIPAT DATAR II–1
2.1. Pengetahuan Dasar II–1
2.2. Alat Penyipat Datar II–2
2.3. Data – Data Tentang Alat Penyipat Datar Wild II–9

BAB III ALAT UKUR SUDUT III–1


3.1. Pengetahuan Dasar III–1
3.1.1 Jaringan Segi Tiga (Tiangulasi) III–2
3.1.2 Rangkaian Segi Banyak (Poligon) III–4
3.2. Jenis Alat Ukur III–5
3.2.1 Jenis Teodolit III–5
3.2.2 Teodolit Universil Wild T2 III–5
3.2.3 Teodolit Wild T3 III–7
3.2.4 Teodolit Repetisi dan Teodolit Tachimetri III–7
3.2.5 Teodolit Kompas Wild T0 III–12
3.2.6 Teodolit Wild T05 III–13
3.2.7 Bagian Dari Alat Ukur Sudut III–13
3.2.8 Pemilihan Teodolit yang Cocok III–15

BAB IV PENGUKURAN SITUASI DAN TRASE IV–1


4.1. Pengukuran IV–1
4.1.1 Pengukuran Perbedaan Tinggi Antara Titik-Titik
Tertentu IV–1
4.1.2 Penyipat Datar Yang Memanjang IV–3
4.1.3 Pengukuran Tinggi Dengan Garis Bidik IV–3
4.1.4 Pengukuran Tinggi untuk Profil Memanjang dan
Melintang IV–4
4.1.5 Pengukuran Tinggi untuk suatu Bangunan Luas IV–7
4.2. Cara Penghitungan IV–8

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) -v-


Modul SIB-06 : Pengukuran dan Pematokan Kata Pengantar

4.3. Menghindari Kesalahan Dalam Pengukuran IV–14


4.3.1 Umum IV–14
4.3.2 Kesalahan pada alat yang digunakan IV–14
4.3.3 Karena Keadaan Alam IV–19
4.3.4 Kesalahan Akibat Manusia IV–21
4.3.5 Nilai-nilai Toleransi Hasil Pengukuran IV–22
4.4. Ketentuan Spesifikasi IV–23
4.4.1 Pengukuran Horisontal IV–23
4.4.2 Pengukuran Vertikal IV–26
4.5. Metode Pengecekan IV–28
4.5.1 Pengecekan Secara Langsung IV–28
4.5.2 Pengecekan Secara Tidak Langsung IV–28
4.5.3 Alat-alat Ukur, Buku Catatan Survei, Metode Survei IV–29
4.6. Pertanggungan Jawab Untuk Setiap Anggota Surveyor IV–33
4.6.1 Chief of Surveys IV–33
4.6.2 Kepala Team Survey (Party Chief) IV–33
4.6.3 Note Keeper (Juru Catat Data Survei) IV–33
4.6.4 Juru Baca Pesawat IV–33
4.6.5 Juru Pemegang Baak (Random) dan Juru Tarik Tali
(Chainman) IV–34

BAB V PENGGAMBARAN DAN PEMETAAN V–1


5.1. Fungsi Gambar V–1
5.1.1 Alat Penyampaian Informasi V–1
5.1.2 Alat Penyimpan Data V–1
5.1.3 Gambar sebagai Bahasa Teknik V–2
5.2. Gambar Situasi V–2
5.2.1 Garis Kontur V–2
5.2.2 Penentuan Kemiringan V–3
5.2.3 Menyipat Datar dengan Bantuan Permukaan Air V–4
5.2.4 Sistem Grid atau Kisi V–6
5.3. Penggambaran Profil Memanjang V–7
5.4. Penggambaran Profil Melintang V–10

BAB VI PEMATOKAN VI–1


6.1 Umum VI–1
6.2 Titik Kontrol Survei VI–1
6.3 Penelitian Elemen-elemen Struktur VI–1
6.4 Pematokan Bersama VI–2

RANGKUMAN

DAFTAR PUSTAKA

HAND OUT

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) -vi-


Modul SIB-06 : Pengukuran dan Pematokan Kata Pengantar

DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL


PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN
JEMBATAN (Site Inspector of Bridge)

1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Inspektor Lapangan


Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridge) dibakukan dalam Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah
ditetapkan unit-unit kerja sehingga dalam Pelatihan Inspektor Lapangan
Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridge) unit-unit tersebut menjadi
Tujuan Khusus Pelatihan.
2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing
Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang
menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari
setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan
kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan
kompetensi tersebut.
3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka
berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun
seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang
harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Inspektor Lapangan
Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridge).

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) -vii-


Modul SIB-06 : Pengukuran dan Pematokan Kata Pengantar

DAFTAR MODUL

Inspektur Lapangan Pekerjaan Jembatan


Jabatan Kerja :
Site Inspector of Bridge (SIB)
Nomor
Kode Judul Modul
Modul
1 SIB – 01 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2 SIB – 02 Membaca Data Geoteknik

3 SIB – 03 Bahan Jembatan

4 SIB – 04 Membaca Gambar

5 SIB – 05 Alat Berat

6 SIB – 06 Pengukuran dan Pematokan


7 SIB – 07 Pekerjaan Tanah

8 SIB – 08 Pekerjaan Beton

9 SIB – 09 Pekerjaan Bangunan Pelengkap dan Perlengkapan Jalan

10 SIB – 10 Pemeliharaan Jalan Darurat dan Pengaturan Lalu Lintas

11 SIB – 11 Metode Kerja Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan

12 SIB – 12 Teknik Pelaporan

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) -viii-


Modul SIB-06 : Pengukuran dan Pematokan Kata Pengantar

PANDUAN INSTRUKTUR

A. BATASAN

NAMA PELATIHAN : Inspektor Lapangan Pekerjaan Jembatan


(Site Inspector of Bridges )

NO. DAN JUDUL MODUL : SIB – 06 PENGUKURAN & PEMATOKAN

DESKRIPSI : Modul ini menguraikan penggunaan peta-peta,


pengukuran horisontal dan pematokan batas lahan
lokasi pekerjaan, alat ukur penyipat datar, alat ukur
sudut, pengukuran situasi dan trase, penggambaran
dan pemetaan, dan menjelaskan pematokan.

TEMPAT KEGIATAN : Ruangan Kelas lengkap dengan fasilitasnya.

WAKTU PEMBELAJARAN: 2 (Dua) Jam Pelajaran (JP) (1 JP = 45 Menit)

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) -ix-


Modul SIB-06 : Pengukuran dan Pematokan Kata Pengantar

B. RENCANA PEMBELAJARAN

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah : Pembukaan

 Menjelaskan tujuan instruksional  Mengikuti penjelasan TIU OHP.


(TIU dan TIK ) dan TIK dengan tekun
 Penggunaan peta topografi dan foto dan aktif
udara  Mengajukan pertanyaan
 Pengukuran horizontal apabila kurang jelas
 Pematokan batas lahan kawasan
proyek

Waktu : 10 menit

2. Ceramah : Alat ukur penyipat datar

Memberikan penjelasan
mengenai  Mengikuti penjelasan OHP.
 Pengetahuan dasar instruktur
 Alat penyipat datar  Mengajukan pertanyaan
 Data – data tentang alat penyipat apabila kurang jelas
datar WILD

Waktu : 15 menit

3. Ceramah : Alat ukur sudut

Memberikan penjelasan
mengenai  Mengikuti penjelasan OHP.
 Pengetahuan dasar instruktur
 Jenis alat ukur  Mengajukan pertanyaan
apabila kurang jelas
Waktu : 10 menit

4. Ceramah : Pengukuran situasi dan trase

Memberikan penjelasan
mengenai  Mengikuti penjelasan OHP.
 Pengukuran instruktur
 Cara penghitungan  Mengajukan pertanyaan
 Menghindari kesalahan dalam apabila kurang jelas
pengukuran
 Ketentuan spesifikasi
 Metode pengecekan
 Pertanggungan jawab setiap anggota
surveyor

Waktu : 20 menit

5. Ceramah : Penggambaran pemetaan

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) -x-


Modul SIB-06 : Pengukuran dan Pematokan Kata Pengantar

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

Memberikan penjelasan
mengenai  Mengikuti penjelasan OHP.
 Fungsi gambar instruktur
 Gambar situasi  Mengajukan pertanyaan
 Penggambaran profil memanjang apabila kurang jelas
 Penggambaran profil melintang

Waktu : 20 menit

6. Ceramah : Pematokan

Memberikan penjelasan
mengenai  Mengikuti penjelasan OHP.
 Umum instruktur
 Titik kontrol survai  Mengajukan pertanyaan
 Penentuan elemen-elemen struktur apabila kurang jelas
 Pematokan bersama (setting out)

Waktu : 15 menit

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) -xi-


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab I : Pendahuluan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 UMUM

Untuk mengelola sesuatu pekerjaan pengukuran membutuhkan ketelitian dan


keakurasian dengan baik, maka dibutuhkan suatu gambaran dari obyek yang akan
dikerjakan; baik gambaran yang sederhana, seperti denah maupun gambaran yang teliti
dan baik seperti peta topografi. Begitu pula dalam survey pembukaan lahan untuk daerah
pemukiman baru, pembuatan jalan dibutuhkan peta topografi saja, juga foto udara pun
telah lebih banyak digunakan sebagai pengganti peta topografi; terutama untuk daerah
yang belum dipetakan atau tidak ada peta topografinya menurut skalanya yang diminta.
Jadi, foto udara dan peta fotografi merupakan salah satu di antara beberapa alat di dalam
survei. Sehingga hasil pekerjaannya akan memberikan data lapangan yang lengkap dan
benar serta tepat pada waktunya, yang penting tidak perlu diadakan ulangan survei.
Survei pada umumnya dapat dibagi menjadi beberapa tahap, seperti : Survei Penelitian
Lapangan, Survei Pendahuluan, Survei Lokasi dan Survei Konstruksi. Meskipun
pekerjaan survei pembukaan tanah untuk daerah pemukiman baru dapat dibagi menjadi
beberapa tahap, tapi pada dasarnya pekerjaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Menentukan dan meletakkan titik-titik kontrol horisontal dan vertikal.
2. Mengadakan pengukuran sifat datar dan pengukuran topografi.
3. Pematokan batas lahan pemilikan dan pematokan untuk perencanaan jalan.
4. Pematokan untuk pekerjaan konstruksi dan kuantitas pekerjaan.
5. As-built survey
Guna mendapatkan hasil yang baik dari pekerjaan tersebut di atas, kita harus mempunyai
ketentuan-ketentuan dan spesifikasi setiap pekerjaan sehingga setiap kesalahan yang
dibuat akan dengan mudah dapat dikontrolnya. Sebetulnya dengan ketentuan dan
spesifikasi itu bukan merupakan jaminan untuk mendapatkan hasil yang baik, jika
pekerjaan itu dikerjakan oleh tenaga yang belum terdidik dan berpengalaman.
Hal ini pun masih belum sempurna bila tidak diimbangi dengan peralatan yang baik dan
mutakhir. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan keberhasilan di dalam pekerjaan survei,
paling sedikit harus dapat terpenuhi sembilan puluh prosen dari ketentuan-ketentuan yang
diminta.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) I-1


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab I : Pendahuluan

1.2 PENGGUNAAN PETA TOPOGRAFI DAN FOTO UDARA

Peta topografi yang digunakan di dalam survei, biasanya berskala besar dengan interval
garis ketinggian tidak boleh lebih dari 2 m. Di dalam peta topografi biasanya terdapat
tanda-tanda (simbul) titik pasti nasional (triangulasi).
Bila proyeksi peta topografi itu adalah proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) dan
jika di dalam peta itu tidak terdapat simbul triangulasi, karena proyeksi Universal
Transverse Mercator untuk Indonesia telah diselaraskan dan dikaitkan dengan jaringan
titik-pasti nasional (titik triangulasi). Dengan kata lain, tiap sudut peta topografi yang
berproyeksi UTM mempunyai koordinatnya. Dengan demikian di dalam survei penelitian
lapangan yang menggunakan peta topografi dengan proyeksi UTM, kita sudah dapat
menentukan di mana letak titik-titik kontrol kedua, yang akan dibuatnya dan
memperhitungkan pekerjaan selanjutnya. Sedangkan ketinggian dari sesuatu tempat
sudah dapat dibaca dari garis ketinggian (contour) pada peta itu.
Foto udara dipakai dalam survey adalah sebagai pengganti peta topografi, apabila daerah
yang akan dibuka untuk daerah pemukiman itu tidak ada peta yang teliti dan baik. Kalau
foto udara itu dibuat sebelum adanya rencana pembukaan daerah baru, maka titik-titik
kontrolnya berdasarkan bangunan permanen yang ada dan diketahui tingginya. Kalau foto
udara itu dibuat berdasar perencanaan, maka sebelum mengadakan pemotretan pada
daerah yang akan dibuka; terlebih dahulu harus dibuatkan titik-titik kontrol yang diketahui
koordinat dan ketinggiannya sepanjang jalur penerbangan dengan jarak interval setiap 5
km. Titik-titik kontrol itu diberi tanda supaya dapat terlihat jelas nantinya difoto, biasanya
berujud garis silang besar dengan warna putih, besarnya tergantung kepada ketingian
terbangnya pesawat.
Di atas mozaik foto udara tadi digambarkan batas-batas kawasan proyek yang akan
dibangun berdasarkan titik kontrol tadi. Dengan bantuan alat foto grammetris; maka
sudah dapat dibuat peta detail yang dapat digunakan dalam memperhitungkan pekerjaan
konstruksi selanjutnya. Jika ingin mendapatkan ketelitian yang sempurna, sebaiknya
menggunakan peta topografi dan foto udara.

1.3 PENGUKURAN HORISONTAL

1.3.1. PENGUKURAN HORISONTAL BERDASARKAN GARIS TRAVERS

Apabila foto udara yang dipakai untuk menentukan lokasi dan sebagai pendahuluan
design, maka titik kontrol hendaklah diletakkan di tempat yang tinggi untuk daerah
perbukitan dan untuk daerah datar dibuatkan tugu.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) I-2


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab I : Pendahuluan

Surveyor kemudian akan membuat lokasi dari titik-titik ini dengan pertolongan titik
triangulasi dengan menggunakan pesawat theodolite yang teliti. Dari foto udara dan garis
travers, batas kawasan tanah proyek yang sebenarnya sudah dapat ditentukan; kemudian
akan diukur jaraknya sambil membuatkan reference point (titik petunjuk).
Titik petunjuk ini gunanya untuk menentukan kembali letak/patok, mengingat bahwa
kemungkinan besar patok batas kawasan proyek rusak dan hilang besar sekali.
Ketelitian dalam mengukur garis kaki travers sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi
persyaratan yang diminta untuk pembuatan peta detail. Garis travers digunakan apabila
sebuah proyek melalui suatu daerah yang masih perawan, di mana daerah ini sedikitnya
penghubung, daerah berawa dan perbukitan.
Apabila pengukuran vertikal digunakan dengan garis travers, maka vertikal kontrol itu
adalah sementara. Adalah tidak pada tempatnya untuk memasang vertikal tetap, apabila
garis sumbu ukur belum diketahui letaknya.
Meskipun begitu moment bench mark hendaklah diletakkan cukup dekat dengan garis
travers, mudah didekati dan letaknya tidak lebih dari satu kilometer jaraknya dari garis
travers. Bench mark ini harus memenuhi persyaratan yang diminta untuk survey
pembukaan lahan untuk daerah pemukiman.

1.4 PEMATOKAN BATAS LAHAN KAWASAN PROYEK

Dari hasil pengukuran triangulasi atau polygon yang ditunda dengan berdirinya monument
kontrol, maka batas tanah kawasan proyek sudah dapat ditentukan dan dihitung luas
arealnya. Sebetulnya pekerjaan pengukuran hak batas tanah milik merupakan pekerjaan
dari pengukuran kadaster (cadastral surveying), meskipun prosedur kerjanya tiada
berbeda dengan pengukuran pada umumnya.
Perbedaannya hanya terdapat dalam mencatat data perbatasan hak milik (boundary
description). Boundary description ini adalah sangat penting dalam hubungannya dalam
hubungannya dengan harta tanah dan faktor ekonomi lainnya. Karena dengan hilangnya
data mengenai batas tanah milik, maka seseorang akan mendapatkan kesukaran dalam
menggugat orang lain bila diketahui tanahnya telah diserobotnya.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) I-3


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab II : Alat Ukur Penyipat Datar

BAB II
ALAT UKUR PENYIPAT DATAR

2.1. PENGETAHUAN DASAR

Menyipat datar adalah menentukan/mengukur beda tinggi antara dua titik atau lebih.
Ketelitian penentuan ukuran tergantung pada alat-alat yang digunakan serta pada
ketelitian pengukuran dan yang dapat dilaksanakan. Biasanya kayu sipat merupakan alat
pertolongan yang paling sederhana pada penentuan beda tinggi beberapa titik tertentu.
Kayu sipat biasanya sebuah papan yang lurus dan sekitar 3.00 m panjangnya, kita
pegang horisontal dengan bantuan sebuah nivotabung. Kemudian dengan sebuah rambu
ukur, beda tinggi antara dua titik tertentu A dan B dapat kita tentukan seperti terlihat pada
gambar 1 berikut.

Cara ini umumnya dapat dilakukan untuk menentukan dan menggambar profil
memanjang dan profil melintang. Bilamana panjang profil yang kita inginkan lebih
panjang dari kayu sipat, maka pengukuran kita lakukan beberapa kali seperti terlihat
pada gambar2 berikut.

Pada penentuan beda tinggi duat titik yang jauh, pengukuran dengan kayu sipat menjadi
sukar dan kurang teliti. Jukalau kita mencari beda tinggi antara titik B dan C (Gambar 2),

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) II-1


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab II : Alat Ukur Penyipat Datar

pelaksanaannya dapat kita lakukan menurut gambar itu dengan hasil -0.80 – 1.15 – 1.50
+ 1.00 + 1.00 + 0.40 = - 2.05 m. Tetapi kayu sipat dipakai liam kali dan di – horisontalkan
dengan nivo tabung juga luma kali. Kita dapat juga memasang sebuah kayu sipat dan
membaca rambu ukur yang didirikan pada titik C. sasaran itu lebih mudah kita capai
dnegan alat bidik sederhana atau dengan celah pejera dan pejera seperti pada sebuah
bedil. Alat ini dapat dipasang pada suatu statif (kaki tiga) atau dipegang tangan saja.
Pada alat bidik yang dipegang tangan kita harus memperhatikan sasaran dan nivo
sekaligus.
Akan tetapi alat bidik ini masih kurang teliti karena kita membaca rambu ukur langsung
(tanpa teropong). Jaraknya agak terbatas.

2.2. ALAT PENYIPAT DATAR

Jikalau kita ingin menentukan beda tinggi pada jarak jauh dengan teliti, garis bidik harus
kita tentukan dengan suatu alat bidik yang teliti tanpa ada paralaks dan untuk membaca
mistar diperlukan sebuah teropong. Atas dasar dua ketentuan ini dikonstruksikan semua
alat penyipat datar.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) II-2


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab II : Alat Ukur Penyipat Datar

Alat-alat penyipat datar yang sederhana (lihat gambar 3 dan 4 diatas) terdiri dari sebuah
teropong dengan garis bidiknya (garis vizier) dapat dibuat horisontal dengan sebuah nivo
tabung (11). Untuk mencari sasaran sembarang sekeliling alat penyipat datar, maka
teropong dan nivo tabung dapat diputar pada sumbu pertama yang dapat diatur pada tiga
sekrup pendatar (9). Dengan sekrup penyetel fokus (6) bayangan rambu ukur dapat
disetel tajam. Dengan sekrup penggerak horisontal (7) bayangan dapat disetel tajam.
Cermin yang dapat diputar ke atas (5) memungkinkan kita mengawasi nivo tabung dari
okuler teropong (3). Dalam keadaan tertutup cermin itu melindungi nivo tabung.
Makin lama alat penyipat datar mengalami perkembangan.
Suatu perlengkapan menentukan garis bidik horisontal secara otomatisoleh pengaruh
gaya-berat, jikalau garis bidik disetel dahulu kira-kira dengan ketelitian + beberapa menit
bisir, mengantikan nivo tabung.

a. Bagian-bagian alat penyipat datar


Ketelitian suatu alat penyipat dara dengan nivo tabung, tergantung dari kepekaan
nivo tabung dan pembesaran teropong. Kepekaan nivo tabung.. Data-data tentang
alat penyipat datar Wild) ditentukan oleh jari-jari kelengkungan tabung nivo. Gambar
5 memperlihatkan dua nivo tabung dengan jari-jari kelengkungan yang berbeda. Pada
kemiringan ά yang sama, gelembung pada nivo tabung A bergerak lebih jauh
daripada gelembung nivo tabung B, karena jari-jari busur pada nivo tabung A menjadi
lebih besar. Karena itu perubahan gelembung dapat diawasi lebih mudah. Pada alat
peyimpat datar Wild, kepekaan nivo tabung ditentukan demikian rupa, sehingga
ukuran sudut itu menentukan suatu pergeseran gelembung sebesar 2 mm. ketelitian
pada suatu gelembung pada nivo tabung bisa menjadi 1/5 dari nilai itu, yaitu 0,4 mm.
Akan tetapi dengan menggunakan suatu nivo tabung koinsidensi ketelitian itu menjadi
1/40, yaitu 0,05 mm. Sebaliknya suatu nivo tabung biasa dapat kita pusatkan lebih
cepat dan lebih mudah, karena nivo tabung itu kurang peka terhadap pengaruh-
pengaruh luar seperti sinar matahari, perubahan suhu dsb.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) II-3


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab II : Alat Ukur Penyipat Datar

1. Kaca pembesar
2. tutup pada nivo tabung
3. sekrup ungkit
4. sekrup pendatar

Gambar 6 memperlihatkan gelembung pada suatu nivo tabung dengan skala terbuka
yang telah di horisontalkan. Gambar 7 memperlihatkan gelembung pada suatu prisma
koinsidensi Wild. Dengan menggunakan prisma dapat kita perhatikan bagian gelembung
kiri atas a dan kanan atas b sekaligus. Nvo tabung menjadi horisontal, jika dua ujung itu
seimbang (mengkoinsidensi-kan). Pengawasan dapat dilakukan dengan bantuan suatu
kaca pembesar (1), lihat Gambar 8 di atas, yang sebelah kiri dari okuler teropong.
Penggunaan prisma koinsidensi ini memungkinkan pemasangan suatu tutup pada nivo
tabung (2) sehingga nivo tabung itu dilindungi terhadap sinar matahari, dan selanjutnya
mengingkatkan ketelitian pada putaran vertikal teropong. Jikalau pada suatu alat
penyipat datar biasa nivo tabung dapat disetel dengan tiga sekrup pen datar (4), pada
prisma koinsidensi diperlukan tambahan sebuah sekrup ukit (3) yang tidak mengubah
sumbu pertama.

Gambar 9 memperlihatkan skematis penampang memanjang seuatu teropong


sederhana.

Sinar cahaya yang masuk pada obyektif (1) membentuk bayangan antara/diagfragma (3)
suatu bayangan terbalik dari rambu ukur yang diperhatikan, bayangan rambu ini
diperbesar ileh okuler (4). Disitu juga ada pemasangan benang – silang yang digores
pada suatu pelat kaca, seperti dilihat pada gambar 10 berikut:

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) II-4


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab II : Alat Ukur Penyipat Datar

Okuler teropong (4) harus diputar sampai benang – silang dapat dilihat tepat dan tajam.
Penyetelan ini tidak usah diubah lagi untuk mata yang sama. Titik potong pada benang-
silang menjai titik pusat pada objektif dan garis bidik teropong. Agar jarak pada benang-
silang dapat diukur, ada tambahan dua benang horisontal yang dinamakan benang
stadia, dengan jarak yang ditentukan demikian, sehingga ukuran pada rambu ukru yang
dilihat diantaranya dikalikan dengn 100 adalah jarak antara penyipat datar dan rambu
ukur. Karena jarak itu biasanya lebih kecil dari 100 m, teropong dilengkapi dengan suatu
lensa koreksi (2) supaya bayangan selalu dapat disetel tajam juga. Jarak terkecil,
tergantung pada alat penyipat datar, adalah antara 0.80 dan 2.20 m (lihat data-data
tentang alat penyimpat datar Wild).

Karena bayangan pada teropong siasat terbalik, maka dalam penggunaan kita harus
membiasakan diri sedikit. Bisa juga digunakan rambu ukur dengan angka-angka terbalik,
sehingga pada bayangan terbalik angka-angka itu dapat dibaca tegak. Dengan
perlengkapan prisma balik pada teropong menurut Gambar 11 di atas kekurangan itu
dapat diatasi. Semua alat penyimpat datar Wild mempunyai perlengkapan prisma balik
itu. Lihat prisma balik (5) pada gambar 11 di atas.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) II-5


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab II : Alat Ukur Penyipat Datar

Pada alat penyipat datar automatis Wild bagian teropong tidak lagi menjadi begitu
sederhana karena berisi juga perlengkapan penyetel garis bidik horisontal secara
automatis. Perlengkapan itu terdiri dari sebuah bandul dengan prisma (5) yang
digantungkan pada rumah-rumah alat penyipat datar dengan pegas-pegas bersilang (1),
antara lensa koreksi dan kaca benang-silang. Pegas-pegas yang bersilang terdiri dari
baja khusus sehingga perubahan bentuk oleh perubahan suhu selalu menjadi sejajar.
Simpangan bandul terbatas goyangan sebesar + 15’, cukup luas jikalau alat penyipat
datar distel dengan niveau kotak. Goyangan bandul direndam dengan udara oleh piston
(8) dan silinder (9). Alat penyipat datar mempunyai suatu tombol sebagai kontrol fungsi
(7). Sebelum membaca pada rambu ukur kita menekan pada tombol yang
menggoyangkan bandul dengan satu per (6) dan kita dapat memperhatikan bagaimana
garis bisik dapat distel kembali sebagai garis yang horisontal. Dengan melakukan ini kita
dengan cepat dapat memeriksa apakah alat penyipat datar dengan bantuan nivo kotak.
Jikalau teropong sudah horisontal benar, maka garis bidik dari rambu ukur melalui
semua bagian-bagian optik jatuh pada titik potong benang-silang. Pada teropong miring,
dan bagian – bagian optik tetap di tempat semula, berkas sinar dari rambu ukur tidak lagi
kena titik potong benang-silang, melainkan suatu titik yang lebih tinggi atau lebih rndah.
Sebagai koreksi perbedaan ini, maka prisma (5) mengalami Suatu kemiringan yang lebih
besar daripada kemiringan teropong dan berjurusan berlawanan. Nilai kemiringan itu
tergantung dari titik berat bandul yang ditentukan demikian rupa, sehingga berkas sinar
selalu mengenai titik potong benang –silang. Atas dasar ketentuan ini boleh kita katakan:
suatu berkas sinar yang jatuh di pusat objekstif dalam arah yang horisontal akan tetap
kena titik potong benang-silang jikalau kemiringan teropong tidak lebih daripada + 15’.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) II-6


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab II : Alat Ukur Penyipat Datar

Pada penyipatan datar kita hanya perlu menyetel sumbu pertama sejajar anting dengan
nivo kotak. Segera dapat dimulai dengan pengukuran yang terdiri dari empat bagian,
yaitu:
1. teropong di arahkan ke rambu ukur dengan alat bidik (vizier)
2. bayangan teropong distel tajam
3. dengan sekrup penggerak __________ horisontal dipasang rambu ukur ke tengah-
tengah bayangan.
4. rambu ukur pada benang silang dibaca.

Pembesaran bayangan teropong , data – data tentang alat penyipat datar Wild
menentukan ketelitian pembacaan pada rambu ukur. Karena rambu ukur pada penyipat
datar biasanya dengan pembagian sentimeter saja. Bagian-bagian yang lebih kecil harus
diperkirakan.

Jikalau pada Gambar 13 teropong A membesarkan bayangan rambu ukur dua kali
teropong B maka nilai milimeter dapat diperkirakan juga dua kali lebih teliti. Ini berarti
juga, bahwa jarak. Rambu ukur pada teropong A dapat ditentukan sampai dua kali lebih
jauh. Maka ketelitian masih lebih baik/sama seperti pada teropong B.
Akan tetapi garis tengah bayangan pada teropong A menjadi hanya separuh dari garis-
tengah bayangan pada teropong B, jikalau garis tengah objektifnya sama. Supaya
penerangan bayangan pada teropong dengan pembesaran bayangan yang kuat masih
cukup, biasanya diperlukan juga garis tengah objektif yang lebih besar

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) II-7


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab II : Alat Ukur Penyipat Datar

Pada penyipat datar yang sangat teliti perkiraan dalam milimeter tidak lagi memenuhi.
Alat penyipat datar yang teliti sekali dilengkapi dengan suatu kaca–datar-plan-paralel
yang dapat diputar ke muka objektif dan yang menggeser garis bidik sejajar sampai
dengan satu sentimeter. Dengan perlengkapan ini kita dapat mengukur jarak antara dua
benang stadia pada benang-saling pada benang-silang dan garis sentimer yang terdekat
pada rambu ukur. Pergeseran garis bidik dapat dilakukan dengan memutar sekrup
mikrometer yang memutar suatu kaca berskala yang memungkinkan pembacaan
milimeter serta persepuluhan milimeter dan perkiraan perseratusan milimeter (lihat
Gambar 14).

GAMBAR 15

Pada penentuan beda tinggi antara beberapa titik, lingkaran horisontal berskala (busur
derajat) pada alat penyipat datar tidak diperlukan. Akan tetapi perlengkapan ini
memudahkan ketentuan arah/jurusan titik masing-masing. Walaupun harus dijelaskan,
bahwa karena lingkaran horisontal berskala ini suatu alat penyipat datar belum menjadi
suatu teodolit atau sebaliknya. Tiap-tiap alat mempunyai tugas yang khusus: alat
penyipat datar guna penentuan beda tinggi antara titik-titik, dan teodolit guna penentuan
sudut – sudut dalam ruang.
Karena itu ketelitian lingkaran horisontal berskala pada alat penyipat datar sudah
memenuhi hampir semua kebutuhan dengan menit saja.
Pada prinsipnya semua alat penyipat datar mempergunakan garis bidik yang horisontal.
Akan tetapi ada perbedaan besar antara ketelitiannya. Karena itu adalah beberapa tipe

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) II-8


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab II : Alat Ukur Penyipat Datar

alat penyipat datar, masing-masing sesuai dengan lingkungan kerjanya maupun


kegunaannya.

2.3. DATA – DATA TENTANG ALAT PENYIPAT DATAR WILD

Pada tabel dengan data-data tentang alat penyipat datar Wild dapat di perhatikan kualitas
dan ketelitian penyipatan pada tiap-tiap tipe alat penyipat datar.

NA 0 NA 1 NA 2 NA 05 NA 1 NA 2
Data-data N3
NAK 0 NAK 1 NAK 2 NAK 05 NAK 1 NAK 2

1. pembesaran teropong 20 24 32/40 19 23 30 11-47 (4)


bayangan tegak E E E E E E E -E
bayangan terbalik U
2. gari-tengah
obyektifnya (mm) 30 38 45 25 30 40 52
3. konstant stadia 100 100 100 100 100 100 100 (4)
4. jarak bidik terpendek
(m) 0.9 1.0 1.6 0.8 0.7 1.6 0.4
5. kepekaan nivo tabung
per 2 mm ketelitian - - - 60” 60” 30” 10”
menyetal gelembung
6. medan pandangan 0.8” 0.5” 0.3” 10” 1.5” 0.8” 0.2”
dalam m/100 m
7. kesalahan normal 3.8 3.2 2.4 4.0 3.6 2.8 1.8
pada menyipat datar 1 + 2.5 (1) 1.5 (1) 0.7 (2) + 5.0 (1) 2.5 20 0.2
km pulang pergi 0.3 (3) 1.0 (3)
8. berat sendiri alat
penyipat datar 1.8 2.1/2.2 2.4/2.9 1.8 1.7 /1.8 2.2/2.8 5.1
9. buku petunjuk G2 106 d G2 107d G2 108d G2 150 d G2 103 d G2 103 d G2 155d
alat penyipat datar G1142 e G1 143e G1 108e G1 150 e G2 154 e G1 131 e G1 145 e

1. kesalahan pada jarak bidik 30 m = + 1 mm


2. menurut mistar dan cara menyipat yang digunakan
3. dengan mikrometer berkaca datar plan paralel
4. tergantung pada jarak bidik

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) II-9


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

BAB III
ALAT UKUR SUDUT

3.1. PENGETAHUAN DASAR

Gambar 3.1.

Dengan alat ukur sudut (teodolit) kita dapat mengukur sudut arah ke dua titik atau lebih
dan sudut curaman terhadap bidang yang horisontal pada titik pembacaan. Akan terdapat
pada tiap-tiap titik suatu sudut horisontal dan suatu sudut vertikal.
Pada gambar 43 titik O menjadi titik pembacaan. Dari titik itu kita membidik titik P1, P2, dan
P3. garis sumbu kedua dengan teropong teodolit berada pada bidang yang horisontal yang
melalui titik O. kemudian dapat kita mengukur sudut arahnya antara titik P1 dan titik P2
sebesar a1-2 dan antara titik P2 dan titik P3 sebesar a 2-3. sebagai sudut vertikal kita
tentukan kecuraman antara garis bidik dan bidang yang horisontal. Karena garis –garis
bidik ke titik P1 dan titik P2 diletakkan sebelah atas di bidang yang horisontal, maka sudut
vertikal B1 dan B2 menjadi positif. Garis bidik ke titik P3 berada di sebelah bawah bidang
yang horisontal, maka sudut vertikal B3 manjadi negarif. O - P1, O - P2 dan O - P3
menjadi proyeksi horisontal dari jarak O - P1, O - P2 dan O - P3 menjadi proyeksi
horisontal dari jarak O - P1, O - P2 dan O - P3 yang sebenarnya. Jikalau kita mengetahui
ukuran jarak yang sebenarnya, maka dengan bantuan nilai sudut vertikal dapat kita
tentukan ukuran horisontal O - P1’ dan perbedaan tingginya P1 - P1, yang menjadi sama
dengan beda tinggi O dan P1 dsb. Pada penggunaan sistim koordinat dan penggambaran,
peta-peta kita hanya boleh memakai proyek-proyeksi horisontal ini saja.
Ketelitian pembacaan sudut tergantung antara lain dari garis – tengah lingkaran horisontal
berskala dan garis – tengah lingkaran vertikal berskala yang menjadi perlengkapan

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-1


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

teodolit. Akan tetapi garis tengah lingkaran berskala menentukan juga ukuran dan
beratnya alat penyipat ruang karena perlengkap nilainnya seperti pelat statif, teropong
dsb. Juga harus sesuai dengan lingkaran berskala itu.
Tuntutan atas ketelitian pengukuran sudut berbeda sekali, jikalau kita perhatikan semua
kemungkinan pada pengukuran sudut. Karena itu alat-alat ukur sudut berbeda juga.
Supaya kita dapat menilai tuntutan itu dengan baik, dan sekaligus menambah pengertian
pengukuran sudut, maka bagian ini menerangkan dasar- dasarnya.
Pada daerah yang luas (wilayah, pulau) kita memerlukan sebagai dasar suatu jaringan
dengan titik-titik tertentu dengan membuat kerangka utama, misalnya dengan triangulasi
yang akan memungkinkan suatu penentuan topografis yang teliti sekali. Dasarnya menjadi
triangulasi dan dengan membuat kerangka cabang misalnya dengan poligan.

3.1.1 JARINGAN SEGI-TIGA (TIANGULASI)


Prinsip triangulasi menjadi sederhana sekali. Jikalau pada suatu segitiga diketahui
panjangnya sebuah sisi dan dua sudut, dapat kita tentukan semua nilai-nilai lainnya.
Jikalau dapat kita mengukur sebuah sisi dan tiga sedut maka kita mendapat suatu kontrol,
karena jumlah tiga sudut selalu harus menjadi 1800

Gambar 3.2.

Jikalau kita menentukan suatu basis A – B yang relatif pendek tetapi diukur dengan teliti
sekali, dan kemudian menentukan sudut-sudut ke titik C dan titik D, maka dapat kita
menghitung ukuran jarak C – D dan tempat dua titik itu pada suatu sistem koordinat,
seperti terlihat pada gambar 44 di atas. Dengan cara yang sama dapat kita menentukan
titik E dan titik F dengan mengambil garis C – D sebagai basis.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-2


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

Sistem pembesaran basis ini kita lakukan terus – menerus sampai kita mendapat sisi-sisi
segitiga yang seimbang dengan triangulasi primer. Kemudian daerah (wilayah, pulau)
yang diperhatikan, dibentangi oleh suatu jaringan segitiga dengan panjang sisi masing-
masing antara 30 km dan 100 km seperti terlihat pada gambar 17 berikut. Dengan
meletakkan beberapa tugu/stasiun astronomi yang terbagi tepat di daerah yang
diperhatikan, dapat kita menentukan peletakan jaringan segitiga ini secara astronomis
maupun secara geografis.
Pada jaringan triangulasi di pulau Jawa terdapat tiga buah basis yaitu
Basis di Simplak dekat Bogor untuk Jawa Barat,
Basis Logantung dekat Demak untuk Jawa Tengah dan
Basis Tangsil dekat Bondowoso untuk Jawa Timur
Basis Simplak diukur dari 12 Juli hingga 1 Nopermber 1873 di bawah pimpinan Porf.
Oudemans sendiri. Dalam 114 hari kerja diukur jarak 3915 m pulang pergi, sehingga rata-
rata satu hari diukur jarak 70 m. Panjang basis ada 3887,710 m. untuk membayangkan
ketelitian ukuran basis ini dapat diterangkan bahwa kesalahan rata-rata ukuran basis ini
ada 2.33 mm atau 1 : 1’700’000 dari panjang basis.
Basis Longantung letaknya di daerah yang datar dan diukur dari 16 Juli s/d 24 September
1874, di bawah pimpinan Ir. Woldringh. Ukuran ini dilakukan dengan menggunakan
pengalaman di Simplak. Basis yang lurus ini panjangnya 4175 m dan diukur pulang pergi
dalam 71 hari, dengan pukul rata 134 m tiap – tiap hari. Kesalahan rata-rata ukuran basis
ini ada 0,464 mm atau 1 : 9’000’000 dari panjangnya basis.
Basis Tangsil yang panjangnya 3040 m diukur di bawah pimpinan Ir. Scaters dari 20
Agustus s/d 27 Oktober 1877. seluruh basis diukur pulang pergi dalam 61 hari kerja
dengan pukul rata 166 m tiap-tiap hari. Kesalahan rata-rata ukuran basis ini ada 0,609
mm atau 1 : 5’000’000 dari panjang basis.
Untuk triangulasi Sumatera Barat dibuat basis dekat Padang. Basis ini hanya diukur
dengan rantai pada tahun 1883, karena tidak ada alat ukur basis.
Triangulasi Sumatera Bagian Timur memakai basis di Sampun.
Kemudian dengan menggunakan segitiga yang lebih kecil kita mendapatkan titik/tugu
sekunder dan selanjutnya tugu tertier dan tugu kwarter. Akhirnya kita mempunyai 1 s/d 3
titi /tugu per km2, jikalau penentuan tugu pada daerah yang diperhatikan sudah dipenuhi
sampai dengan tugu kwarter.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-3


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

Gambar 3.3.

Dengan menggunakan Wild Distomat DI 50 dapat kita mengukur jarak secara elektro –
optis s/d 150 km jauhnya dengan ketelitian 10 cm dan cara ini dinamakan trilaterasi.
Pada prakteknya sering juga kita menggunakan dua metode ini bersama-sama.
Pada pengukuran tinggi trigonometris kita juga memperhatikan beda tinggi antara dua
titik, karena pada triangulasi atau jaringan segitiga dalam bidang kita hanya menentukan
jarak horisontal antara dua titik tertentu.

3.1.2. RANGKAIAN SEGI BANYAK (POLIGON)

Gambar 3.4.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-4


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

Walau pada suatu lapangan sudah ada triangulasi sampai dengan tugu kwarter, tetapi
kerapatan titik-titik tertentu belum memungkinkan penggambaran peta berdetail. Kita
harus melakukan suatu penyipatan dalam ruang yang lebih rapat. Prinsip yang digunakan
bukan lagi triangulas, melainkan suatu rangkaian segi banyak. Kita menghubungkan dua
titik/tugu triangulasi dengan suatu deretan titik dengan menentukan jarak dan sudut
masing-masing seperti terlihat pada gambar 19 di atas. Karena titik pertama dan titik
berakhir menjadi tugu triangulasi maka perhitungan rangkaian segi banyak dapat
dikontrol.
Dengan alat-alat pegukur jarak yang modern penentuan jarak menjadi sama pentingnya
dengan penentuan sudut. Sesudah kita sekarang menentukan dan mengontrol dasar-
dasar penyipatan kita mulai dengan penentuaan detail-detail untuk menggambarkan peta.
Hal ini dapat dilakukan dengan macam-macam yang akan dibicarakan. Pada banyak
negara triangulasi dapat diganti dengan bantuan alat pengukur jarak secara elektronis
yang dilengkapi dengan fotogrametri udara.

3.2. JENIS ALAT UKUR

3.2.1. JENIS TEODOLIT

Atas dasar apa yang sudah dibicarakan sampai saat ini dapat kita fahami bahwa
penyusunan alat teodolit harus ada dua macamnya sesuai dengan penggunaannya.
Triangulasi membutuhkan alat ukur sudut dengan kemungkinan pembacaan sudut seteliti
mungkin. Alat ukur sudut ini dinamakan teodolit reiterasi atau teodolit setik/sekon. Pada
poligon dan penyipatan detail ketelitian pembacaan sudut 1/10’ memenuhi kebutuhan
jikalau ada kemungkinan mengukur jarak secara optis. Pada dua-duanya ketelitian
tergantung pada tiga faktor: alat ukur sudut, cara pengukuran/ penyipatan dan cara
mengatasi kesalahan-kesalahan. Sebelum kita berlatih dengan contoh-contoh pengukuran
sudut dsb, kita harus memperhatikan pengaruh – pengaruh itu.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-5


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

Gambar 3.5

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-6


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

Suatu alat ukur sudut terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: bagian bawah yang tidak dapat
begerak dengan pelat dasar berkaki tiga, bagian atas yang bisa bergerak dan teropong.
Pelat dasar berkaki tiga dipasang diatas stabtif dan dihorisontalkan dengan bantuan nivo
kotak. Pada teodolit yang sederhana dan agak tua pada pelat dasar ini juga dipasangkan
lingkaran horisontal berskala seperti terlihat pada gambar 20 di atas. Pada alat ukur sudut
yang lebih modern lingkaran horisontal berskala dapat distel juga. Pada bagian atas
(alhidate) yang dapat berputar pada garis sumbu pertama (vertikal) dipasangkan kaki
penyangga dengan sumbu kedua (horisontal) yang dilengkapi) dengan teropong (garis
bidik) dan lingkaran vertikal berskala. Alhidade juga mempunyai alat pembaca lingkaran
horisontal berskala. Bagian bahwa dapat dihorisontalkan kira-kira saja dengan nivo kotak
akan tetapi kemudian ditelitikan dengan nivo alhidade. Dengan bantuan sebuah anting
(lot) dapat kita letakkan alat ukur sudut pada titik/tugu dasar.
Lingkaran vertikal berskala dapat kita horisontalkan dengan nivo indeks atau secara
automatis dengan sebuah kompensator. Dengan memutar teropong pada sumbu pertama
atau sumbu kedua kita dapat membidik tiap – tiap arah tertentu dalam ruang dan dengan
klem dan sekrup pada suatu titik sembarang dalam ruang.
Pada teodolit repetisi lingkaran horisontal berskala dapat diputar pada sumbu pertama.
Karena itu sumbu pertama harus dibuat demikian rupa, sehingga menjadi suatu sumbu
rangkap. Dapat juga kita pilih pembacaan lingkaran horisontal berskala misalnya sehingga
pada waktu menyipat titik A membacaan menjadi OO dsb. Dengan keterangan mengenai
penyusunan alat ukur sudut yang singkat ini kita akan memeprhatikan lebih teliti teodolit –
teodolit yang lebih modern. Teodolit modern didasarkan pada pengalaman, bahwa teodolit
kini menjadi berat, pembacaan lingkaran horisontal dan vertikal makan waktu dan
memenatkan terutama pada pekerjaan triangulasi pada lapangan yang sulit dengan
teodolit reiterasi. Heinrich Wild yang mengalami kesulitan ini sendiri pada pekerjaan di
lapangan, mengatur kesulitan ini dengna jiwa penelitinya yang genial: ia membangun
teodolit universil Wild T2 pada tahun 1924.

3.2.2 TEODOLIT UNIVERSIL WILD T2


Pada pembuatan alat ukur sudut ini pertama kali digunakan lingkaran-lingkaran dari kaca
dan sistim pembacaan secara optis. Sistim pembacaan ini menghubungkan dua lingkaran
tsb. Pada satu bayangan yang dapat dibaca sekaligus pada mikroskop yang berada di
samping okuler teropong, dan yang dinamakan mikroskop koinsidensi. Pembacaan yang
disatukan dalam satu okuler menjadi pembacaan rata-rata yang dahulu didapatkan dari
dua

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-7


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

Gambar 3.6.

Pembacaan untuk menghindari kesalahan exsentrisitas lingkaran. Dengan pembangunan


teodolit modern semacam ini baru timbul kemungkinan memasang bagian-bagian yang
peka ke dalam alat ukur sudut dan konstruksi itu memungkinkan bentuk teodolit yang
kompak dan stabil. Kemungkinan pembidikan dan pembacaan kedua lingkaran berskala
dari satu titik tegak berarti tidak hanya menghemat waktu, melainkan juga ketelitian
pembacaan yang lebih tinggi.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-8


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

Pembacaan koinsidensi pada teodolit Universil Wild T2 dapat dilakukan seperti berikut :

Gambar 3.7.

Dalam bidang pandangan mikroskop pembaca timbul pada segiempat atas lingkaran kiri
dan kanan berskala. Skala-skalanya timbul seperti dibagi oleh garis halus (lihat gambar
3.7). Jarak antara dua garis skala itu berarti 20’ (20C). suatu putaran teropong
mengakibatkan suatu gerakan berlawanan pada kedua bayangan lingkaran. Kalau kita
ambil sebagai dasar pemaduan koinsidensi pada gambar 22 dan kita putar teropong,
maka garis sebelah atas garis sebelah bawah bergerak berlawanan. Kita akan
mendapatkan sesudah suatu putaran sebesar 10’ (10C) suatu pemaduan koinsidensi
(pertemuan pada ‘tengah –tengah jalan’). Sehingga kita dapat tiap-tiap 10’ (10C) suatu
koinsidensi. Teodolit ini sekarang dilengkapi dengan sebuah mikrometer optis yang
berskala 1” (1CC) pada jangkanan 10’ (10C), yang menggeser dua lingkaran tsb. Di atas
secara optis sampai terjadi pemaduan koindensi. Nilai pergeseran optis ini sampai
koinsidensi pada ‘tengah-tengah jalan’ dapat kita baca di mikroskop pada skala
mikrometer sebagai nilai rata-rata kedua pergeseran lingkaran (atas dan bawah). Pada
bayangan tengah kita sekarang dapat membaca derajatnya (O) sedang pada V – indeks
nilai puluhan menit. Pada contoh ini misalnya 900 10’. Pada skala mikrometer pada
bayangan sebelah bawah dapat kitabaca menit dan detik/sekon, misalnya 2’ 44” (224CC).
Akhirnya pembacaan seluruhnya menjadi pada contoh ini 940 12’ 44” (105.82249).
Pembacaan pada lingkaran horisontal berskala dan pada lingkaran vertikal berskala
menjadi sama. Sesuai dengan pengaturan tombol pemilihan pembacaan lingkaran
berskala dapat kita baca dalam mikroskop: lingkaran horizontal (Hz) yang kuning dan
lingkaran vertikal (V) yang putih. Tentu saja pemaduan koinsidensi harus dicari pada dua
– duanya. Karena alat ukur sudut ini dilengkapi dengan indeks tingginya yang automatis,
maka pembacaan lingkaran vertikal berskala dapat dibaca langsung.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-9


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

3.2.3. TEODOLIT WILD T3

Gambar 3.8.

Teodolit wild T3 juga dilengkapi dengan pembacaan koinsidensi. Hanya jarak antara dua
garis pada skala – skalanya berarti 4’ sehingga pada tiap-tiap 2’ timbul satu koinsidensi.
Karena skala mikrometer dibagi 1200 maka berarti ketelitiannya 0,1”.
Pada contoh gambar 23 sebelah atas kita baca, mulai dari kiri, 730. sampai angka 2530
yang terbalik sebelah atas dan yang selisihnya 1800, dapat kita menghitung 13 jarak
bernilai 2’ maka hasilyang kita dapat ialah 730 26’. Pada skala mikrometer sebelah bawah
kita baca 1’ 59, 6” maka pembacaan seluruhnya berarti 73027’59,6”. Pembacaan lingkaran
vertikal berskala dapat kita lakukan dengan cara yang sama, sesudah nivo indeks disetel.

3.2.4. TEODOLIT REPETISI DAN TEODOLIT TACHIMETRI

Pada teodolit repetisi dan teodolit tachimetri mikroskop pembacaan juga dipasangkan di
samping okuler teropong. Pembacaan hanya dilakukan pada satu bagian lingkaran
berskala karena pengaruh exsentrisitas lingkaran pada jarak bidik yang pendek pada
penyipatan detail amat kecil, dan jika perlu dapat diabaikan dengan mengkukur sudut
pada dua posisi teropong. Ketelitian pembacaan dengan + 0,1’ biasanya cukup pada
teodolit repetisi atau teodolit tachimetri.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-10


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

Gambar 3.9.

Pada bidang pandangan mikroskop pembacaan pada mikroskop skala dapat kita lihat
sekaligus lingkaran horisontal berskala (Hz) sebelah bawah dan lingkaran vertikal (V)
sebelah atas seperti terlihat pada gambar 24 kiri. Pada kedua lingkaran setiap derajat
terbagi. Bagian yang akan dibaca pada mikroskop diproyeksikan pada suatu pelat kaca
yang di bagi atas 60’ (100C) demikian rupa, sehingga pada contoh ini dpaat dibaca pada
Hz 2350 (pada lingkaran horisontal berskala) 55,6’ (pada pelat kaca berskala). Skala
teodolit wild T 16 dengan indeks automatis dan teodolit diagram tachimeter Wild RDS
dilengkapi dengan mikroskop skala.

Gambar 3.10.

Pada bidang pandangan mikroskop pembacaan terlihat juga di sini lingkaran Hz dan
lingkaran V bersama-sama seperti terlihat pada gambar 25 kiri. Dengan putaran tombol
mikrometer pada kaki penyangga kanan kita menggeser dua garis tipis sehingga
mengapit satu garis derajad dari lingkaran berskala. Pergeseran dapat dibaca sebelah

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-11


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

kanan pada contoh ini misalnya lingkaran horisontal berskala Hz = 327059,6’. Pembacaan
lingkaran vertikal berskala dapat disetel dengan tombol mirometer. Kemudian dengan
cara pembacaan ini kita dapatkan pada teodolit mikrometer Wild T1 dengan indek
automatis.

3.2.5. TEODOLIT KOMPAS WILD T0

Gambar 3.11.

Untuk penyipatan dengan ketelitian yang tinggi di hutan atau pada ekspedisi-ekspedisi
kita menggunakan teodolit kompas Wild T0. alat ukur sudut ini dilengkapi dengan
lingkaran horisontal berskala yang berputar bebas dan jarum magnit yang selalu
menunjuk ke utara (kutub utara magnetis). Karena lingkaran ini bersifat exsentris dan
adanya peralaks, maka di sini juga diadakan pembacaan koinsidensi seperti dibicarakan
pada teodolit iniversil Wild T2, lihat juga Gambar 26 di atas. Derajat-derajat kita baca dari
bawah kiri ke atas kanan dan menit-menit pada indeks teromol mikrometer, pada contoh
ini 54036’. Pembacaan lingkaran vertikal dilakukan sesudah nivo indeks disetel pada
kedua bagian lingkaran yang dicerminkan dia metral tanpa koinsidensi. Derajat-derajat
dan puluhan menit dapat dibaca, menit-menit diperkirakan.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-12


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

3.2.6. TEODOLIT WILD T05

Gambar 3.12

Untuk pekerjaan-pekerjaan konstruksi bangunan dsb. Dengan ketelitian menit kita dapat
menggunakan teodolit Wild T05 yang sangat ekonomis. Skala pada lingkaran horisontal
dan lingkaran vertikal berskala dibuat 10’ (10C) dan dapat diperkirakan ada 1’ (1C). teodolit
ini dilengkapi dengan penerangan lingkaran-lingkaran dengan batu baterei yang akan
hidup selama 30 sekon jikalau ditekan tombolnya. Perlengkapan tersebut memungkinkan
juga penggunaan alat ukur sudut ini di dalam gedung-gedung yang agak gelap. Sebagai
tambahan perlengkapan dapat juga dipasang suatu nivo tabung khusus yang
memungkinkan penggunaan teodolit ini sebagai alat penyipat datar.

3.2.7. BAGIAN DARI ALAT UKUR SUDUT

a. Nivo tabung koinsidensi


Nivo indeks pada teodolit Wild T3 dan teodolit diagram tachimeter Wild
RDS adalah nivo tabung koinsiden, Pembacaan lingkaran vertikal baru dapat dilakukan
sesudah gelembung di koinsidensi kan dengan bantuan tombol pengatur nivo. Untuk

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-13


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

membedakan dengan sekrup – sekrup lain yang berkelar – kelar sekrup ungkit tabung
dibuat bergerigi.
a) Bayangan teropong

Gambar 3.13.

Pada teropong astronomi teodolit kompas Wild T0 dan teodolit Wild T3 bayangan
objek pada diafragma terbalik seperti terlihat pada gambar 28 di atas. Bayangan objek
kita perhatikan melalui okuler teropong, yang bertindak sebagai kaca pembesar.
Hampir semua teodolit Wild dilengkapi dengan suatu sistim prisma yang
memungkinkan tercapainya bayangan objek yang tegak (teropong bumi).

Gambar 3.14.

Pada diafragma juga ada benang-silang yang pada suatu pelat kaca seperti sudah
diterangkan terdapat perbedaan, bahwa pada teodolit bagian bahwa benang vertical
terdiri dari dua garis sejajar (1) seperti terlihat pada Gambar 29 di atas. Perlengkapan

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-14


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

ini memungkinkan menyetel teropong tajam juga pada sasaran yang agak jauh atau
berukuran gemuk. Semua benang-silang teodolit di lengkapi dengan benang stadia (3)
kecuali teodolit Wild T3.
Penyetel teropong tajam pada sasaran kita lakukan dengan memutar gelang penyetel
fokus dan pada teodolit diagram tachimeter Wild RDS dan teodolit Wild T05 dengan
sekrup penyetel fokus.

b) Medan pandangan (gezichtaveld)


Medan pandangan suatu teropong merupakan bidang lingkaran. Garis tengahnya
tergantung dari jarak titik api F dangaris tengah diafragma. Makin pendek jarak titik
api makin besar sudut penglihatan B pada gari tengah diafragma a yang tetap, seperti
terlihat pada gambar 29 . Garis tengah medan pandangan kita tentukan biasanya
0
dalam 00 (m per km). Pada gambar 29 di atas kita lihat garis tengah medan
pandangan pada teodolit wild masing-masing.

c) Pembesaran
Pembesaran teropong sudah diterangkan pada bab 1.2.1.(bagian-bagian alat penyipat
datar). Gambar 30 kiri memperlihatkan perbedaan pembesaran teropong pada teodolit
Wild masing-masing pada suatu rambu ukur dengan jarak tetap.

Gambar 3.15

3.2.8. PEMILIHAN TEODOLIT YANG COCOK


Dalam praktek kita mencoba mencapai ketelitian yang diperlukan dengan waktu dan
pekerjaan yang sesedikit mungkin. Syarat ini dapat kita penuhi dnegan pemilihan alat ukur
sudut yang cocok dan pengaturan penyipatan yang praktis. Data-data alat ukur sudut
yang akan digunakan harus seimbang dengan tugasnya. Tugas-tugas yang akan
dilakukan dengan alat ukur sudut sudah harus diperhatikan pada waktu membeli alat itu.
Pada prinsipnya teodolit-teodolit dapat dibagi atas tiga golongan seperti dapat dilihat pada
tabel berikut:

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-15


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab III : Alat Ukur Sudut

Ketelitian yang Menjadi sebanyak


Golongan Tipe
dapat diperkirakan 1 cm atas
T05
I 1’ Kira – kira 30 m
T0
T1
II T16 6” 300 M
RDS
T2 1” 2 Km
III
T3 0.2 10 Km

Perbedaan ketelitian antara tiga golongan ini menjadi besar. Golongan I sebaiknya
digunakan pada pekerjaan-pekerjaan penyipatan yang sederhana dengan keterangan,
bahwa tipe T0 dilengkapi dengan kompas. Golongan II terdiri dari teodolit tachimetri
dan teodolit poligon. Jarak bidik biasanya sampai dengan 150 m. alat penyipat ruang
ini cocok pada pekerjaan penyipatan detail pada lapangan terbatas, dan pada
triangulasi dengan T3 pada riangulasi primer sampai 60 km dan T2 yang ringan itu
pada pekerjaan triangulasi sekunder dan tersier.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) III-16


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

BAB IV
PENGUKURAN SITUASI DAN TRASE

4.1. PENGUKURAN
Seperti dijelaskan di muka bahwa alat ukur penyipat datar ini digunakan untuk
mengukur perbedaan tinggi dan jarak antara titik-titik tertentu. Sesuai dengan
kegunaannya tersebut maka cara pengukurannya dapat kita lakukan sebagai berikut :

4.1.1. PENGUKURAN PERBEDAAN TINGGI ANTARA TITIK-TITIK TERTENTU

Untuk pengukuran beda tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
a. Cara Pertama : adalah dengan menempatkan alat ukur langsung di atas salah satu
titik. Aturlah sedemikian rupa sehingga sumbu kesatu alat tepat berada di atas
patok (titik), kemudian ukurlah tinggi garis bidik terhadap patok (titik) tersebut
misalnya a. Kemudian dengan gelembung nivo di tengah-tengah garis bidik
diarahkan ke mistar yang terletak di atas titik satunya lagi, dan didapat pembacaan
adalah b. Sehingga dengan mudah dapat diketahui beda kedua titik A dan B
adalah t = b – a, lihatlah gambar di bawah ini.

b. Cara Kedua : adalah dengan cara menempatkan alat ukur di tengah-tengah jarak
antara kedua titik tersebut, sedangkan di atas kedua titik diletakkan mistar-mistar
ukuran (baak). Dengan gelembung nivo di tengah-tengah arahkan garis bidik ke
mistar A dan B. Kemudian bacalah, misalnya b dan m, maka didapat beda tinggi
adalah t = b – m, seperti gambar di bawah ini. Di dalam praktek sehari-hari untuk
menempatkan alat ukur di tengah-tengah jarak antara kedua titik adalah banyak
memakan waktu atau tidak praktis, selain itu pula tidak tepat benar di tengah-
tengah; untuk mengatasi hal ini maka timbul cara ketiga yaitu :

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-1


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

c. Cara Ketiga : adalah dengan menempatkan alat pada salah satu tempat dengan
salah satu titik yang akan diukur. Dengan gelembung nivo berada di tengah-
tengah arahkan garis bidik ke mistar pada titik A dan mistar pada titik B, sehingga
pembacaan di dalam b dan m, dengan demikian anda dapat menghitung beda
tinggi A dan B adalah t = b – m.

Dari ketiga cara di atas didapat hasil yang paling teliti adalah pengukuran dengan cara
menaruh alat ukur di tengah-tengah kedua titik. Karena untuk pengukuran yang banyak
kesalahan-kesalahan yang didapat antara kedua titik akan saling dikoreksi oleh
kesalahan pada titik-titik berikutnya. Yang harus anda ingat untuk pengukuran penyipat
datar memanjang, maka pembacaan beda tinggi adalah beda pembacaan mistar
belakang dikurangi dengan pembacaan pada mistar muka, jadi t = b – m. Kemudian
apabila b – m > 0, maka ini berarti titik muka lebih tinggi dari titik belakang dan jika b –
m < 0 ini berarti titik belakang lebih tinggi dari titik sumbu.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-2


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

4.1.2. MENYIPAT DATAR YANG MEMANJANG

Bila jarak kedua titik yang akan diukur beda tingginya terlalu besar, sehingga
pembacaan mistar ukur tidak dapat dilihat dengan jelas maka pengukuran dilakukan
dengan membuat titik-titik tambahan di antara kedua titik tersebut sebagai titik buntu.
Jarak-jarak titik buntu ini biasanya diambil antara 25-50 m, disesuaikan dengan
keadaan lapangan. Cara pengukurannya adalah sebagai berikut : mula-mula taruhlah
satu mistar ukur di atas titik A atau titik yang akan diukur beda tingginya, dan satu
mistar lagi di tanah pada titik 1 sebagai titik buntu pertama dengan jarak 50 m, dan
taruhlah alat water pass di tengah-tengah A dan 1. Kemudian Bacalah ketinggian-
ketinggian pada mistar A dan 1, misalnya a1, k1 kemudian catatlah dalam buku ukur
anda. Sesudah itu pindahkanlah alat penyipat datar pada titik m2 yaitu di tengah-
tengah yaitu antara 1 dan 2 dan mistar yang berada di atas titik A dipindahkan ke titik
2. sesudah itu lakukanlah pembacaan ketinggian pada titik 1 dan 2 tersebut misalnya
k2, k3. lakukanlah hal yang demikian berkali-kali sampai pada titik terakhir yaitu titik B
yang telah ditentukan tersebut. Sehingga pembacaan adalah k4, k5 dan seterusnya
sampai b1 untuk melihat cara penempatan mistar dan alat water pass tersebut dapat
anda lihat seperti gambar di bawah ini.

Selain cara di atas, ada cara lain yang lebih gampang atau praktis yaitu :

4.1.3. PENGUKURAN TINGGI DENGAN GARIS BIDIK

Pada cara ini anda akan melakukan pengukuran tinggi garis bidik terlebih dahulu pada
setiap perpindahan alat penyipat datarnya. Cara pengukuran tinggi garis bidik ini ada
dua cara yaitu : pada gambar di bawah ini.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-3


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

Yaitu penyipat datar ditaruh tegak lurus di atas suatu titik yang telah diketahui tinggi
garis bidik dapat diukur di atas titik tersebut (tugu) dengan mistar; bila tinggi garis bidik
adalah Ta, sedangkan tinggi alas tugu adalah Tt maka tinggi garis bidik adalah Ta + Tt =
tgb. Sedangkan cara kedua adalah alat ukur penyipat datar tidak ditaruh di atas tugu,
melainkan ditaruh biasa. Sedangkan mistar ukurnya ditaruh di atas tugu. Lihatlah
gambar di bawah ini.

Dengan gelembung di tengah-tengah garis bidik diarahkan ke mistar dan pembacaan


adalah a; sedangkan tinggi alas tugu adalah Tt, maka tinggi garis bidik adalah tgb= Tt +
2.

4.1.4. PENGUKURAN TINGGI UNTUK PROFIL MEMANJANG DAN


MELINTANG

Profil memanjang adalah untuk menentukan trace jalan raya atau kereta api atau
saluran air dan lain-lain. Pembuatan profil memanjang ini adalah hasil dari suatu
pengukuran jarak dan ketinggian titik-titik di atas permukaan tanah.
Di lapangan di mana proyek akan dibangun akan anda jumpai patok-patok kayu yang
menyatakan sumbu proyek di mana telah dilakukan pengukuran ketinggian dan jarak.
Sehingga dalam pelaksanaan dapat dilakukan dengan pengukuran tinggi garis bidik,

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-4


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

dan anda harus membuat daftar pembacaan seperti di bawah ini, sehingga didapat
tinggi titik x adalah :

Tx = tgb – b

Dengan cara kedua ini anda dapat dengan mudah mengukur tinggi titik-titik di sekitar
titik yang telah anda ketahui tingginya, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Selain profil memanjang pada proyek akan anda jumpai pula profil melintang yang
harus dibuat tegak lurus pada sumbu proyek; biasanya lebar pengukuran diambil 50-
100 m ke kiri-kanan sumbu proyek.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-5


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

Pembacaan Mistar Tinggi


Tinggi
Titik garis Jarak m Keterangan
Belakang Muka Lain-lain titik
bidik tgb
Tinggi
1 0,65 351,92 351,27 0,00
tetap
jang
a 0,43 351,49 10,1
dipakai
b 1,22 350,70 20,3
c 1,37 350,55 46,6
d 1,85 350,07 55,3
2 1,93 349,99 70,5
2 1,45 351,44 349,99 70,5
a 2,23 349,21 77,0
b 2,19 349,25 80,9
c 1,47 349,97 85,2
d 1,31 350,13 99,8
3 0,31 351,13 115,3
3 2,24 353,37 351,13 115,3
a 2,15 351,22 124,2
b 1,30 351,07 131,8
4 1,11 351,26 164,8
4 2,23 354,49 352,26 164,8
a

Cara melakukan pengukuran profil melintang ini dapat dilakukan sama seperti pada
mengukur profil memanjang Skala penggambaran dapat dibuat skala memanjang dan
tinggi sama yaitu 1 : 100 cm. Bentuk profil melintang dapat dilihat seperti contoh di
bawah ini.

Dari contoh profil melintang ini anda akan dapat menentukan banyak penggalian atau
penimbunannya.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-6


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

4.1.5. PENGUKURAN TINGGI UNTUK SUATU BANGUNAN LUAS

Pada suatu proyek pembangunan gedung-gedung atau suatu proyek dengan luas
tertentu diperlukan peta keadaan ketinggian seluruh proyek. Maka cara
pengukurannya dapat dilakukan dengan menyipat datar dengan menggunakan tinggi
garis bidik.
Penempatan alat penyipat datar diletakkan pada suatu titik yang dipilih sehingga dapat
melakukan pengukuran terhadap titik-titik yang berada di sekelilingnya.
Pada contoh di bawah ini akan anda lihat pengukuran dilakukan melalui tiga titik yaitu
A, B, C. Cara-cara pengukurannya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Cara penghitungan untuk penggambaran dapat anda pelajari pada Bab V yang akan
datang.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-7


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

4.2. CARA PENGHITUNGAN

Cara pencatatan dan perhitungan pengukuran ada beberapa cara sesuai dengan
maksud pengukuran tersebut. Cara-cara tersebut adalah :
1. Cara Kesatu
Dalam pengukuran penyipat datar memanjang ingin dicari beda tinggi antara
dua titik ujungnya saja, maka dapat dihitung jumlah semua pembacaan b dan
jumlah semua pembacaan m, jadi beda tinggi adalah :
 t = b - m, karena
t1 = b1 – m1
t2 = b2 – m2
t3 = b3 – m3
tn = bn – mn
__________
t = t1 + t2 + t3 + tn
= (b1+bn) – (m1 + m3)
atau  t = b - m
di mana pencatatan pengukuran dapat anda buat
seperti di bawah ini.

Pembacaan Mistar
Titik Jarak (d)
Belakang (b) Muka (m)

A
1,426 0,528 84,47
1
0,795 2,282 86,08
2
1,723 0,389 87,94
3
2,268 0,864 92,38
B
b 6,212
m 4,063 4,063
t + 2,149

Jadi, didapat  t =  b - m
2. Cara Kedua
Bila kita perlu mengetahui juga beda tinggi titik-titik antara atau titik-titik bantu di
dalam pengukuran beda tinggi titik A dan B, maka anda harus menghitung beda
tinggi masing-masing titik, oleh sebab itu anda harus membuat kolom hasil
pengukuran, seperti gambar di bawah ini. Jadi beda tinggi

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-8


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

 t =  b - m

dan beda tinggi tiap-tiap titik harus dihitung. Yang


akhirnya dapat dijumlah yaitu:
t = t1 + t2 ………
tn =  b - m

Pembacaan Mistar Beda tinggi (t)


Titik Belakang Muka Jarak (d) Tinggi
+ _
(b) (m)

A 721,586
1,426 0,528 84,47 0,848
1 722,484
0,795 2,282 86,08 1,487
2 720,997
1,723 0,389 87,94 1,334
3 722,331
2,268 0,864 92,38 1,404
B 723,735

b 6,212 4,063 + 3,636 - 1,487


m 4,063 - 1,487

t + 2,149 + 2,149 + 2,149

3. Cara Ketiga
Adalah cara menghilangkan tanah negatif menjadi
tanah positif sebagai hasil perhitungan beda tinggi.
Karena dalam perhitungan beda tinggi kita harus
mengurangkan dua pembacaan, maka hasil
pengurangan itu akan didapat tanda positif bila b m,
dan tanda negatif bila b m. Untuk menghilangkan
tanda negatif inilah maka kita buat suatu sistem
logaritaris fungsi sinus, cosinus dan tangens.
Sebagai misal pembacaan b = 0,795 m dan m = 2,282
m. Jadi b- m = - 1,487 = 8,513 – 10. Sehingga dapat
ditulis dengan angka 8,513, tetapi harus diingat hasil
akhir harus dikurangi dengan angka 10. Dengan
demikian, kolom pengukuran dapat anda buat seperti di
bawah ini.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-9


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

Pembacaan Mistar
Beda Tinggi
Titik Belakang Muka Jarak (d)
tinggi (t) titik
(b) (m)

A 721,586
1,426 0,528 84,47 0,848
1 722,484
0,795 2,282 86,08 x 8,513
2 720,997
1,723 0,389 87,94 1,334
3 722,331
2,268 0,864 92,38 1,404
B 723,735

cb 6,212 4,063
m 4,063

t 2,149 2,149 2,149

4. Cara Keempat
Pada pengukuran pulang pergi biasanya terdapat suatu
angka selisih, namun angka selisih ini seharusnya lebih
kecil dari angka toleransi.
Untuk perhitungan dari hasil pengukuran ini harus
diingat yaitu apabila pada pengukuran pergi terdapat
suatu penurunan, maka pada pengukuran pulang harus
berubah menjadi naik, demikian sebaliknya. Untuk
mencatat hasil pengukuran anda dapat membuat
formulir seperti di bawah ini.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-10


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

pengukuran pergi pengukuran pulang beda tinggi rata-rata t =


pembacaan mistar jarak pembacaan mistar pengukuran 1/2(t1+t2)
titik titik tinggi
belakang muka (d) belakang muka pergi pulang tanda dari
1
(b) (m) (b) (m) t1 t2 t
A 345,15
2,345 0,397 76,28 0,555 2,589 2,038 x 7,966 2,036
1 347,186
1,152 2,758 84,90 2,556 0,951 x 8,394 1,605 x 8,394
2 345,580
2,153 0,251 92,08 0,416 2,313 1,902 x 8,103 1,900
3 347,480
2,246 0,205 72,66 0,358 2,395 2,041 x 7,963 2,039
B 349,519
b 7,986 3,611 b 3,885 8,248 4,375 x 5,637 4,369 4,369
m 3,611 m 8,248 -4,369
t1 4,375 t2 x 5,637 4,369

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-11


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

5. Cara Kelima
Di dalam pengukuran dengan penyipat datar ini, jarak dapat ditentukan dengan
alat pengukur jarak optis, biasanya ditempatkan pada diafragma. Sehingga pad
diafragma terdapat tiga garis mendatar yaitu garis mendatar atas (a), garis
mendatar tengah (t) dan garis mendatar bawah (b), seperti terlihat daladm
gambar di bawah ini, di mana t adalah di tengah-tengah antara a dan b. Maka
rumus untuk jarak adalah D = B.i + A.

Pada alat ukur penyipat datar yang baru, pabrik


pembuatannya telah mengatur jarak ini sedemikian
rupa sehingga B = 100, atau p = 0,01 f. obyek.
Sedangkan A adalah konstante yang tidak akan
melebihi 50 cm, untuk itu angka konstante ini dapat
diabaikan. Jadi, jarak D = B.i = 100.i.
Kemudian untuk penelitian bahwa pembacaan t = ½ (a
+ b). Sehingga pengukuran anda dapat dibuat menurut
formulir di bawah ini.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-12


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

b db=bb-ab
b+a
pembacaan t mistar dm=bm- beda
2t tinggi
titik a am tinggi
titik
d = db- t = tb-tm
Belakang Muka Belakang Muka
dm
A 454,721
1,006 2,011 1,507 3,514 50,1
0,753 1,757 1,506 3,514 50,8 X 8,996
0,501 1,503 100,9
1 453,717
0,339 2,764 0,463 5,272 21,5
0,232 2,636 0,464 5,272 25,6 X 7,596
47,1
2 451,313
1,527 1,451 2,492 2,317 56,2
1,246 1,158 2,492 2,316 58,5 0,088
0,965 0,866 114,7
3 451,401
2,907 0,467 5,503 0,620 41,1
2,751 0,310 5,502 0,620 41,5 2,441
82,6
4 453,842
2,464 1,308 4,324 2,028 60,4
2,162 1,014 4,324 2,028 58,8 1,148
119,2
5 454,990
0,735 2,990 1,061 5,578 40,9
0,531 2,789 1,062 5,578 40,1 X 7,742
0,047 2,765 40,7
6 454,990
0,253 2,966 0,300 5,731 20,6
0,150 2,865 0,300 5,730 20,1 X 7,285
0,047 2,765 40,7
7 450,017
0,361 2,667 0,466 5,066 25,6
0,232 2,533 0,466 5,066 26,8 X 7,700
0,105 2,399 52,4
B 447,717
 tb 8,058 15,062
 tm 15,062
t X 2,996 X 2,996 X 2,996

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-13


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

6. Cara Keenam
Cara pengukuran dengan tinggi garis bidik. Cara ini digunakan untuk mengukur
profil memanjang dan melintang suatu proyek. Sehingga diperlukan formulir
pengukuran sebagai berikut :

pembacaan mistar tinggi


tinggi
titik garis jarak m Keterangan
titik
bidik tgb
belakang muka lain-lain
1 0,65 351,92 351,27 0,00 tinggi tetap
a 0,43 351,49 10,1 jang dipakai
b 1,22 350,70 20,3
c 1,37 350,55 46,6
d 1,85 350,07 55,3
2 1,93 349,99 70,5
2 1,45 351,44 349,99 70,5
a 2,23 349,21 77,0
b 2,19 349,25 80,9
c 1,47 349,97 85,2
d 1,31 350,13 99,8
3 0,31 351,13 115,3
3 2,24 353,37 351,13 115,3
a 2,15 351,22 124,2
b 1,30 351,07 131,8
4 1,11 351,26 164,8
4 2,23 354,49 352,26 164,8
a

Pada contoh di atas tinggi titik 1 diketahui sebesar


351,27 m. Karena pembacaan mistar di atas titik 1
adalah 0,65 m, maka tinggi garis bidik Tgb = 351,27 +
0,65 = 351,92 m.
Pembacaan pada mistar yang diletakkan di atas titik-
titik a, b, c dan d serta 2 akan berturut-turut 0, 43, 1,22,
1,37, 1,85 dan 1,33. Sehingga tinggi garis bidik Tgb =
351,92, maka pembacaan menjadi 351,49, 350,70;
350,53, 350,07 dan 349,99 m.
Begitu pula untuk titik-titik di antara titik 2 dan 3 maka
ketinggian titik-titik menjadi dasar perhitungan.
Demikianlah selanjutnya cara menghitung ketinggian
titik-titik tersebut.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-14


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-15


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

4.3. MENGHINDARI KESALAHAN DALAM PENGUKURAN

4.3.1. UMUM

Seperti diuraikan pada Bab 2 di mana pada waktu pengukuran sering kita jumpai
kesalahan-kesalahan sistematis maupun kesalahan kebetulan.
Pada bab ini akan anda pelajari mengenai sumber-sumber kesalahan tersebut serta
bagaimana cara memperkecil kesalahan atau jika mungkin untuk menghilangkan
kesalahan-kesalahan tersebut.
Sumber-sumber kesalahan dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a. karena kesalahan pada alat
b. kesalahan karena keadaan alam
c. kesalahan oleh si pengukur sendiri
Baiklah, anda ikuti uraian berikut ini guna mengetahui hal-hal yang mungkin akan
menyebabkan kesalahan tersebut serta bagaimana cara mengatasi secara satu per
satu.

4.3.2. KESALAHAN PADA ALAT YANG DIGUNAKAN

Alat-alat yang digunakan adalah alat penyipat datar dan mistar pengukur (baak).
Kesalahan-kesalahan yang mungkin didapat adalah dari alat penyipat datar dan
mungkin juga dari baak (mistar ukur).
Mula-mula, ikutilah uraian mengenai kesalahan dari alat penyipat datarnya di mana
pada waktu pengukuran alat belum memenuhi syarat-syarat utamanya yaitu garis bidik
tidak sejajar dengan garis arah nivo.
Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 2, di mana untuk mendapatkan beda tinggi
antara dua titik, maka anda harus membidikkan alat penyipat datar dengan garis bidik
ke arah dua buah baak yang telah diletakkan di atas titik-titik yang akan anda ukur.
Sehingga semua pembacaan yang dilakukan dengan garis bidik mendatar dapat diberi
indeks nol. Lihat gambar berikut ini yaitu a0 dan b0, sedangkan semua pembacaan
dengan garis bidik tidak mendatar tidak kita beri indeks misalnya a, b. Sehingga bila
ala tidak di tengah-tengah antara dua titik, pembacaan akan membuat sudut 1 dan 2.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-16


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

Jadi, dari gambar di atas dapat kita lihat apabila garis bidik telah mendatar maka beda
tinggi adalah t = a0 – b0. Sedangkan apabila garis bidik tidak mendatar t = a – b. Untuk
itu, kedua pembacaan ini harus anda cari hubungannya yaitu :
a–b = (a0 + a0a) – (b0 + b0b)
= (a0 – b0) + (a0a – b0b)
= t - (a0a – b0b)
atau
a–b = t – (d1 tg1 – d2 tg2)

Dari hubungan di atas didapatkan suatu penjelasan bahwa beda tinggi adalah sama
dengan a0 – b0 apabila a0a – b0b = 0, atau d1 tg1 – d2 tg2 = 0. Jadi, dengan kata lain
bahwa kesalahan beda tinggi ini dapat diatasi dengan membuat jarak d1 = d2, maka 1
– 2, atau dengan perkataan lain adalah tempatkanlah alat ukur penyipat datar selalu
di tengah-tengah antara titik A dan B untuk setiap pengukuran guna menghilangkan
kemungkinan kesalahan akibat garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo dan
garis nivo tidak tegak lurus sumbu kesatu.
Dalam praktek sehari-hari penempatan alat penyipat datar selalu di tengah-tengah
antara kedua titik adalah pekerjaan yang sangat sulit dilakukan karena keadaan
lapangan tidak selamanya memungkinkan untuk hal tersebut. Mengingat keadaan
lapangan juga menentukan maka dapat dicari cara lain yaitu dengan membuat jumlah
jarak pengukuran ke mistar belakang sama dengan jumlah jarak pengukuran ke mistar
muka, anda dapat melihat uraian seperti gambar di bawah ini.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-17


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

Dari gambar di atas dapat anda hitung beda tinggi antara titik 1 dan titik 2 adalah :
t01 = a0 – b0
atau t1 = a – b
= (a0 + (a0a)) – (b0 + (b0b))
= t01 + (a0a – b0b0)

begitu pula beda tinggi antara titik 2 dan 3 yaitu :


t02 = c0 – d0 dan t2 = t02 + (c0c – d0d)

Cara yang sama pula didapat beda antara 3 dan 4


t03 = e0 – f0
atau t3 = t03 + (e0e – f0f)

Juga antara titik 4 dan 5 didapat


t04 = g0 – h0
dan t4 = t04 + (g0g – h0h)

Maka, dengan demikian didapat beda tinggi adalah


t0 = t01 + t02 + t03 + t04
sedangkan t1 = t01 + t02 + t03 + t04 + (a0a – b0b) + (c0c – d0d) + (e0e – f0f) +
(g0g – h0h)
atau t = t0 +(a0a – b0b) + (c0c – d0d) + (e0e – f0f) + (g0g – h0h)
atau t = t0 +(d1tg1 – d2tg2) + (d3tg3 – d4tg4) + (d5tg5 – d6tg6) +
(d7tg7 – d8tg8)

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-18


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

Jadi, (d1tg1 + d3tg3 + d5tg5 + d7tg7) – (d2tg2 + d4tg4 + d6tg6 + d8tg8) = 0


maka, d1 + d3 + d5 + d7 = d2 + d4 + d6 + d8

Maka ini berarti jumlah jarak pembacaan ke arah mistar muka harus sama dengan
jumlah jarak pembacaan ke arah mistar belakang ( d belakang).
Jadi, pada waktu melakukan pengukuran anda tidak perlu mengukurnya dari mula-
mula tetapi anda cukup mengeceknya pada jarak antara dua titik terakhir dengan jalan
menghitung jumlah jarak muka dan belakang bagi titik-titik yang telah anda ukur,
kemudian barulah anda menentukan tempat alat penyipat datar yang dapat memenuhi
 d muka =  d belakang.
Sekarang, ikutilah pula kesalahan kedua yang mungkin akan terjadi yaitu kesalahan
garis nol dari mistar ukur atau baak. Lihatlah gambar di bawah ini.

Bila mistar tersebut baik, maka garis nol adalah berimpit dengan alas mistar atau plat
dudukan mistar, kesalahan yang didapat oleh garis nol ini, maka kita sebut kesalahan
garis nol mistar.
Dalam gambar di atas dapat anda lihat dan dapat anda hitung beda tinggi akibat
kesalahan garis nol mistar ini yaitu beda tinggi antara titik 1 dan titik 2 adalah
t01 = a0 – b0,
maka t1 = a – b = (a + 1) – (b – 2)
= (a0 + b0) (1 + 2)
= t0 + (1 + 2)
Beda tinggi antara titik 2 dan titik 3 adalah
t02 = c0 – d0,
maka t2 = c – d = t02 - (1+ 2).

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-19


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

Dengan cara yang sama didapat pula beda tinggi antara titik 3 dan titik 4 adalah
t03 = e0 – f0,
maka t3 = e – f = t03 + (1+ 2).

Beda tinggi antara titik 4 dan titik 5 adalah


t04 = g0 – h0,
dan t4 = g – h = t04 - (1+ 2).

Jadi beda tinggi antara 1 dan 5 adalah


t = t01 + t02 + t03 + t04, dan
t = t01 + t02 + t03 + t04 + (1+ 2) - (1+ 2) + (1+ 2) - (1+ 2)
= t01 + t02 + t03 + t04

Maka, dengan perhitungan di atas membuktikan bahwa beda tinggi antara


titik 1 dan 5 adalah bebas dari kesalahan karena dibagi dalam bilangan genap. Jadi,
bila pembagian jarak adalah ganjil, kesalahan titik nol tidak dapat dihilangkan.
Selain kesalahan ini, ada lagi kemungkinan kesalahan yang disebabkan oleh nivo
kotak pada alat pembuat mistar tegak. Hal ini sering terjadi karena si pengukur
menggunakan mistar dan meletakkannya sedikit miring walaupun gelembung nivo
sudah berada di tengah-tengah.
Akibatnya adalah pembacaan menjadi
a0 a0
dan
cos 1 cos  2
Jika 1 dan 2 adalah kemiringan mistar dari pembacaan ini didapat beda tinggi
adalah:
a0 b0

cos 1 cos  2

Dengan demikian, kita tidak bisa menghapuskannya, oleh sebab itu dalam
pengukuran, anda harus berhati-hati dan sebelum pelaksanaan sudah harus anda atur
nivo kotaknya dan benar-benar dapat membuat mistar tegak lurus.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-20


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

4.3.3. KARENA KEADAAN ALAM

a. Karena lengkungnya permukaan bumi


Sebenarnya bidang-bidang nivo adalah melengkung sesuai dengan permukaan bumi,
maka beda tinggi antara dua titik adalah jarak dua bidang nivo yang melalui titik-titik
tersebut. Untuk lebih jelasnya lihatlah gambar di bawah ini.

Pada gambar di atas terlihat alat ukur penyipat data ditempatkan tegak lurus di atas
titik A dan mistar ditempatkan tegak lurus di atas titik B dan C. Maka garis CA dan CB
tegak lurus ke arah pusat bumi (P). Garis CD adalah bidang nivo yang melalui titik bidik
C dan memotong mistar di titik D. garis CE memotong mistar B di titik E. Pembacaan
pada mistar seharusnya di titik D, karena melengkungnya bidang nivo dan pembacaan
yang didapat dari garis bidik mendatar ada di titik E, maka ED = P.
Jari-jari bumi ke titik A dan B adalah RA, RB yang besarnya kira-kira 6.378 km.
Sedangkan tinggi CA dan pembacaan EB sangat kecil bila dibandingkan dengan jari-
jari bumi ini maka CP dan DP dapat dianggap ½ (RA + RB). Maka dalam segitiga siku
CEP, didapat rumus :
CP2 + CE2 = EP2

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-21


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

atau
(ED + DP)2 = CP2 + CE2

2 2
S2 2
Bila ED = P dan CE = AB = S, maka (P + R) = R + S . Jadi, P = di
2R
mana P2 diabaikan.

Untuk sekedar catatan anda dapat mengingat besar P seperti pada tabel.

S 50 m 100 m 500 m 1 km 10 km

P 0,20 mm 0,78 mm 1,96 cm 7,85 cm 7,85 m

Pengaruh melengkungnya permukaan bumi dapat dihilangkan bila p = q, di


mana dapat dicapai bila jarak ke mistar muka sama dengan jarak ke mistar belakang.

b. Karena Pengaruh Melengkungnya Sinar Refleksi


Sinar cahaya yang datang dari benda masuk ke dalam teropong melalui lapisan-
lapisan udara yang tidak sama padatnya, karena suhu dan tekanannya tidak sama.
Sehingga mengakibatkan suatu pembiasan, sinar dan dapat mengakibatkan suatu
garis lengkung atau cembung. Dengan demikian dapat disamakan dengan pengaruh
permukaan bumi yang cembung dengan perkalian koefisien.
Koefisien  ini kita namakan koefisien refraksi, maka pengaruh pembacaan P1 =

S2
.
.2R
Koefisien refraksi dapat diambil sebenarnya 0,14. Pengaruh melengkungnya sinar
cahaya ini oleh Kukamahi dibuat suatu tabel seperti di bawah ini.

S 10 m 20 m 30 m 40 m

Pn + P1 -0,20 mm -0,07 mm -0,15 mm -0,27 mm

S 50 m 60 m 70 m 80 m

Pn + P1 -0,42 mm -0,60 mm -0,80 mm -1,06 mm

c. Pengaruh Karena Getaran Udara


Karena adanya pemindahan hawa panas di permukaan bumi, maka bayangan dari
pantulan cahaya mistar ukur akan terlihat bergetar pada teropong dan hal ini dapat
mengakibatkan pembacaan angka-angka pada mistar tidak diteliti.
Untuk mengatasinya adalah anda harus berhenti mengukur apabila panas udara cukup
tinggi.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-22


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

d. Kesalahan akibat masuknya kaki tiga dari alat serta mistar ke dalam tanah
Bila pada waktu melakukan pengukuran di atas tanah yang lembek, maka
berkemungkinan sekali kaki tiga (standard) dari alat penyipat datar masuk ke dalam
permukaan tanah. Selain itu pula dapat juga mistarnya atau landasan mistar yang
masuk ke dalam permukaan tanah sehingga mengakibatkan pembacaan ketinggian
salah.
Untuk menghindari kesalahan akibat hal ini, maka anda dapat melakukan penekanan
terlebih dahulu terhadap standard sebelum penyetelan alat-alatnya. Sehingga selama
pengukuran alat tersebut tidak dapat berubah bentuk lagi.
Juga untuk baak (mistar ukur) harus anda tekan terlebih dahulu landasannya sebelum
mistar ditaruh di atasnya.

e. Kesalahan Akibat Perubahan Garis Arah Nivo


Hal ini sering disebabkan oleh karena pemuaian alat tersebut pada waktu pengukuran
di bawah panas matahari. Untuk menghindari hal ini, anda harus memberi
perlindungan terhadap alat tersebut pada waktu panas. Jadi berilah payung di atas alat
ukur tersebut.

4.3.4. KESALAHAN AKIBAT MANUSIA

Kesalahan yang dilakukan oleh si pengukur mempunyai banyak sebab dan bersifat
individuil. Untuk meninjau semua kesalahan tersebut sangat sukar, jadi dalam kursus
ini kita hanya akan meninjau ketiga penyipat yang mudah terjadi yaitu :

a. Kesalahan pada Mata


Kebanyakan orang pada waktu mengukur menggunakan satu mata saja, sehingga
dapat melelahkan mata itu sendiri dan mengakibatkan kasarnya pembacaan. Hal ini
akan lebih besar kesalahannya apabila nivo tersendiri karena pengamatan gelembung
nivo tidak bisa dilihat sekaligus, yang berkemungkinan besar gelembung tidak dapat di
tengah-tengah. Hal ini berarti membuat garis arah nivo tidak tegak lurus sumbu
pertama.

b. Kesalahan pada Pembacaan


Karena pembacaan dilakukan dengan mata, maka nilai yang dilihat adalah secara
taksiran. Apabila mata telah lelah nilai taksiran menjadi tidak tepat dan kasar.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-23


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

c. Kesalahan yang Kasar


Karena pembacaan pada mistar ada beberapa macam, dan si pengukur kurang
memahami pembacaan tersebut, maka pembacaannya menjadi kasar terutama dalam
membaca dm dan cm.
Semua kesalahan-kesalahan yang diakibatkan oleh si pengukur harus segera diteliti
dengan cara :
1. Bila pembacaan pada suatu tempat anda membaca benang diafragma a, t, dan b,
maka telitilah harga t = ¼ (a + b).
2. Bila anda memakai alat yang menggunakan riversi nivo, lakukanlah pengukuran
dengan cara nivo di atas dan nivo di bawah.
Hasil pembacaan ketinggian pada nivo di atas harus sama dengan pembacaan
pada nivo di bawah.
3. Bila mengukur dua titik dengan jarak 2 km, lakukanlah pengukuran pulang pergi
dan selisih perbedaan ketinggian tidak boleh melebihi angka toleransi.

4.3.5. NILAI-NILAI TOLERANSI HASIL PENGUKURAN

Untuk menentukan baik buruknya pengukuran penyipat datar, maka pengukuran


tersebut ditentukan oleh nilai kesalahan maksimal yang masih dapat diterima, yaitu :
a. Bila dilakukan pengukuran pulang pergi nilai-nilai kesalahan tidak boleh dari
k1 = (+ 2,0  s km) mm untuk pengukuran pertama.
k2 = (+ 3,0  s km) mm untuk pengukuran kedua.
k3 = (+ 6,0  s km) mm untuk pengukuran ketiga.

b. Bila pengukuran dilakukan dengan cara menyikat (2 titik ujung pangkal) diketahui
tingginya, maka hasil pengukuran tidak boleh melebihi selisih.
k'1 = 2,0 + 2,0  s km
k'2 = 2,0 + 3,0  s km
k'3 = 2,0 + 6,0  s km
s km adalah jarak ukuran dalam km. Besarnya ketelitian untuk pekerjaan teknis
harga k, dan k’ tidak berarti.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-24


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

4.4. KETENTUAN SPESIFIKASI

4.4.1. PENGUKURAN HORISONTAL

Untuk menentukan letak titik-titik kontrol di atas muka bumi yang diketahui koordinat
dan elevasinya pada survey bidang datar digunakan metode triangulasi, intersection,
resection dan travers. Sedangkan pengukuran yang lebih teliti dan mendetail dapat
digunakan metode extrapolation dan interpolation.
Yang penting dalam pekerjaan ini ialah dalam soal perhitungannya dapat mengontrol
pembacaan sudut, jarak dan koordinat serta dapat dikoreksi.
Ketentuan toleransi yang dipakai dalam pengukuran horizontal dibedakan menjadi :
1. Ketelitian untuk pekerjaan survey pendahuluan yang datanya akan digambarkan
pada peta yang berskala intermediate, maka kesalahan pembacaan sudut dapat
dibaca sampai menit. Kesalahan waktu mengadakan penutupan tidak melebihi dari
1’30”  n (n = banyaknya pengamatan), jumlah kesalahan dalam mengukur garis
tidak lebih dari 1/1000.
2. Ketelitian untuk pekerjaan pengukuran kadaster, jalan raya dan jalan kereta api,
kesalahan pembacaan sudut sampai pada menit, kesalahan pada waktu
mengadakan penutupan tidak melebihi dari 1’  n, jumlah kesalahan dalam
pengukuran garis tidak boleh lebih dari 1/3000.
3. Ketelitian untuk pekerjaan pengukuran tata kota, batas tanah penting dan
pembuatan peta topografi, pembacaan sudut dilakukan dua tiga kali dan dikontrol
oleh titik reference, kesalahan waktu mengadakan penutupan tidak lebih dari
kesalahan pada waktu mengadakan penutupan tidak melebihi dari 30”  n, dan
jumlah kesalahan dalam pengukuran garis tidak boleh lebih dari 1/5000.
4. Ketelitian untuk pekerjaan pengukuran perkembangan kota dan untuk pekerjaan
yang membutuhkan ketelitian tinggi, pembacaan sudut harus dilakukan dua tiga
kali dengan pengontrolan ke titik referen, kesalahan pada waktu penutupan tidak
melebihi dari 15”  n, dan jumlah kesalahan dalam pengukuran garis tidak lebih
dari 1/10.000.

Demikianlah kira-kira ketentuan yang harus dijalankan untuk mendapatkan hasil yang
baik sesuai dengan tujuan pengukuran. Ketentuan yang dimaksudkan di atas untuk
pengukuran pekerjaan yang luas daerah operasinya, sedangkan untuk daerah yang
hanya merupakan suatu koridor cukup dengan menggunakan metode traversing atau
metode polygon.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-25


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

Secara umum terdapat tiga macam polygon yang dikatakan sempurna, yaitu :
1. Polygon terbuka yang diikatkan pada dua titik tetap yang diketahui Azimuth Awal
dan Azimuth Akhir

2. Polygon terbuka yang dikaitkan pada tiga titik tetap yang diketahui Azimuth Awal
dan Akhir

3. Polygon terbuka yang dikaitkan pada empat titik tetap yang diketahui Azimuth Awal
dan Akhir

Ketiga polygon tersebut di atas menurut hemat saya dapat dipakai sebagai patokan
(standard) pada pengukuran polygon jalan raya. Karena ketiganya merupakan polygon
terbuka yang sisi-sisinya dapat dibuat dengan mengikuti arah jalur jalan yang akan
dibuatnya. Yang penting dalam perhitungannya dapat mengontrol sudut, jarak dan
koordinat (absis dan ordinat) serta sudut dapat dikoreksi.
Setiap mengerjakan pekerjaan polygon haruslah :
1. Dimulai dari Titik Tetap Nasional atau Titik Bench Mark dan diakhiri pada titik tetap
nasional (triangulasi).
2. Sisi-sisi polygon sedapat mungkin harus diletakkan searah dengan garis sumbu
jalan yang akan dibangun.
3. Azimuth Awal dan Azimuth Akhir harus diambil dari hasil perhitungan titik tetap
nasional pertama (triangulasi primair) atau dari hasil pengamatan matahari.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-26


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

4. Setiap jarak lima kilometer diadakan pengamatan matahari guna mengontrol dan
menentukan azimuth, dalam perhitungan azimuth selanjutnya.
5. Jarak sisi polygon utama dibuat sejauh mungkin, hal ini dapat mengurangi
kesalahan pembacaan sudut (jurusan).
6. Titik-titik utama busur lingkaran seperti PC ; PI dan PT harus diikatkan pada titik
yang dilalui sisi polygon.
7. Pembacaan sudut (jurusan) dilakukan dalam keadaan biasa dan luar bisa dengan
sistem pengukuran sudut.

Keadaan biasa AB) CA)


AC) CD)
Satu sudut Satu sudut
Luar biasa AC) CD)
AB) CA)

8. Selisih pembacaan sudut (jurusan) antara bacaan biasa dan bacaan luar biasa
dipertahankan tidak lebih dari 2” (second).
9. Pada daerah yang medannya irregular (perbukitan) dilakukan pembacaan sudut
vertikal.
10. Di daerah-daerah yang tidak terdapat titik pasti nasional (triangulasi), sebagai
koordinat awalnya dipergunakan lokal atau geografi. Responsible ada pada
pimpinan proyek.

Dengan toleransi yang diminta untuk pengukuran sudut (jurusan) adalah :


1. Pada survey jalur jalan raya cepat seperti expressway, highway, urban way
dimasukkan dalam kategori jenis pengukuran first order accuracy (tingkat ketelitian
pertama). Dengan toleransi tidak lebih dari 1,5 second setiap pembaca sudut
(jurusan).
2. Pada survey jalur jalan kelas I (first class way) termasuk kategori jenis pengukuran
second order accuracy (ketelitian kedua) dengan harga toleransi yang diminta

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-27


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

adalah 20 second  banyaknya sudut yang diukur, untuk setiap pembacaan sudut
(jurusan).
3. Pada survey jalur jalan yang tidak begitu memerlukan ketelitian tinggi seperti
second class way, termasuk kategori pengukuran third order accuracy (ketelitian
ketiga) dengan harga toleransi yang diminta adalah 40 second  banyaknya
sudut yang diukur, untuk setiap bacaan sudut (jurusan).

Sedangkan harga toleransi yang diminta untuk pengukuran jarak adalah :


1. Pada survey jalur jalan raya cepat seperti expressway, highway dan urban high
way, termasuk kategori jenis pengukuran first order accuracy (tingkat ketelitian
pertama) dengan harga toleransi yang diminta adalah satu per dua puluh lima ribu
bagian yang diukur.
Jadi, setiap pengukuran jarak 1 km, harga toleransinya 0,04 m.
2. Pada survey jalur jalan kelas I (first class way) termasuk kategori jenis pengukuran
second order accuracy (tingkat ketelitian kedua) dengan harga toleransi yang
diminta adalah
1
x panjang jarak yang diukur
12500
Jadi, setiap 1km harga toleransinya 0,08 meter.
3. Pada survey jalur jalan kelas II (second class way) termasuk kategori jenis
pengukuran third order accuracy (tingkat ketelitian ketiga) dengan harga toleransi
yang diminta adalah
1
x panjang jarak yang diukur
8000
Jadi, setiap 1km harga toleransinya 0,125 meter.
4. Alat pengukur jarak elektronis tidak diberi toleransi, karena setiap model pesawat
telah dilengkapi dengan harga toleransinya (terdapat daftar).
5. Harga toleransi diberikan untuk semua jenis pengukuran jarak yang menggunakan
steel chain (rantai baja) atau sejenisnya.

Yang dimaksud dengan harga toleransi adalah suatu batas harga kesalahan terbesar
yang dapat diterima.

4.4.2. PENGUKURAN VERTIKAL

Dasar untuk menentukan ketinggian sesuatu tempat adalah ketinggian permukaan air
laut yang dianggap nol (M.S.L.) sebagai patokannya.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-28


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

Metode yang digunakan untuk mengetahui ketinggian sesuatu tempat adalah


intermediate for-sight dan differential. Pekerjaan mencari ketinggian sesuatu tempat
disebut pekerjaan sipat datar. Pekerjaan sipat datar untuk survey peta detail dapat
dilakukan secara melintang dan membujur, radial, areal.
Ketentuan yang harus dilakukan dalam pekerjaan sipat datar untuk peta detail adalah
sebagai berikut :
1. Permulaan penyipat datar harus diambil dari monument N.W.P. yang baik dan
menutupnya juga kepada monument N.W.P. pula.
2. Sebelum mengadakan sipat datar, terlebih dahulu harus mengecek paling sedikit
tiga monument N.W.P.
3. Ambillah salah satu di antara monumen N.W.P. dipilih yang paling baik dan dekat
daerah proyek.
4. Satu monumen N.W.P. untuk seluruh pekerjaan dalam satu proyek.
5. Tidak boleh mengambil dua monument untuk seluruh pekerjaan-dalam satu proyek,
kecuali untuk menutup dan mengeceknya.
6. Jangan lupa untuk menuliskan data-data monument yang diminta.
7. Pada waktu running sipat datar selalu menggunakan Rod Target dan selalu
mengadakan double check.
8. Sehabis mengerjakan pekerjaan sipat datar selalu harus mengembalikan kepada
monumen semula atau monumen lain sebagai kontrol.
9. Sebelum mengadakan penyipatan datar untuk pekerjaan konstruksi, terlebih dahulu
harus mengadakan Running Bench Mark dulu.
10. Bila terdapat ketidak-benaran dalam Bench Mark, catat nomornya dan segera
laporkan ke Kepala Bagian Survey.

Adapun ketelitian (toleransi) yang diminta pekerjaan sipat datar untuk :


1. Jalur jalan raya cepat (expressway, highway, urban-way) adalah termasuk kategori
first order accuracy (tingkat ketelitian pertama) dengan harga toleransi yang diminta
adalah 0,003 meter untuk setiap 1 km panjang pengukuran.
2. Jalur jalan raya first class way adalah termasuk kategori adalah termasuk kategori
second order accuracy (tingkat ketelitian kedua) dengan harga toleransi 0,005
meter untuk setiap 1 km panjang pengukuran.
3. Jalur jalan second class way adalah termasuk kategori third order accuracy (tingkat
ketelitian ketiga) dengan harga toleransi 0,010 meter untuk setiap 1 km panjang
yang diukur.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-29


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

4.5. METODE PENGECEKAN

Pengecekan dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

4.5.1. Pengecekan Secara Langsung

a. Pada Pengukuran Travers


Kita sendiri langsung mengadakan pengecekan ke lapangan, misalnya dengan
membaca kembali beberapa sudut dan azimuth pada suatu jaringan polygon, dengan
syarat titik-titik yang berurutan yang kita baca pada jaringan tersebut masih utuh dan
kedudukannya tidak terganggu. Kalau hal ini terpenuhi, maka dengan menggunakan
alat ukur sudut yang sama/sejenis dengan alat yang dipergunakan semula, kita akan
mendapatkan sudut yang sama seperti sudut pada pembacaan pengukuran pertama.
Untuk pengecekan azimuth cukup kita menggunakan alat ukur sudut yang lebih rendah
ketelitiannya seperti To (THEODOLIT) dan kalau dipergunakan hanya untuk keperluan
pengecekan azimuth, cara ini masih dapat dibenarkan, karena dari sini kita akan
mendapatkan bacaan dengan perbedaan hanya beberapa menit saja kalau
dibandingkan pembacaan THEODOLIT T2.

b. Pada Pengukuran Sipat Datar


Pengecekan secara langsung kita lakukan paling tidak satu seksi pengukuran. Sama
halnya seperti pengecekan pengukuran Travers, pengecekan sipat datar kita lakukan
dengan mempergunakan alat ukur yang sama atau paling tidak tingkat ketelitian alat
yang kita gunakan sama seperti pada pengukuran pertama.

4.5.2. PENGECEKAN SECARA TIDAK LANGSUNG

Pengecekan ini dilakukan tidak langsung ke lapangan, tapi dilakukan di kantor yaitu
dengan berdasarkan data-data pembacaan di lapangan yang telah dilakukan oleh
pengukur pertama.
Dalam hal ini pertama-tama kita harus beranggapan benar pada data-data pertama,
kecuali kalau terdapat data-data yang meragukan kita, misalnya : adanya bekas
penyetipan yang berlebihan pada data-data tadi.
Pada pengecekan cara ini, pertama kita harus berpedoman pada toleransi yang telah
kita tentukan sebelumnya. Dengan bertitik tolak pada toleransi tadi, satu persatu kita

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-30


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

lakukan pengecekan data-data pembacaan di lapangan terlebih dahulu baru kemudian


data-data perhitungannya.
Yang perlu kita ingat dalam hal ini adalah, bahwa data-data pembacaan yang kita
minta harus data-data yang asli yang ditulis di lapangan oleh si pengukur pertama
(survey pendahuluan).
Dan pada data-data tersebut harus jelas pula dari titik mana dia mengambil dasar
sebagai titik kontrolnya. Semua pengecekan harus kita lakukan sebelum didesign.

4.5.3. ALAT-ALAT UKUR, BUKU CATATAN SURVEI, METODE SURVEI

a. Alat-alat ukur yang terpenting adalah transit (di Indonesia terkenal dengan
theodolite), level (di Indonesia terkenal dengan water pass) dan electric measuring
device (contoh distomat).

1. Transit
Sebelum pimpinan proyek membeli alat-alat survei, terlebih dahulu hendaklah
berkonsultasi dengan seorang surveyor yang ahli untuk memilih alat survei mana
yang diperlukan untuk sesuatu proyek. Sehingga tidak akan membeli alat-alat
survey yang tidak pada tempatnya. Misalnya, tidak perlu membeli alat-alat ukur
yang mempunyai estimit 1/10 second seperti Wild T2, andaikata pekerjaan itu
hanya membutuhkan untuk pekerjaan dengan estimit 5 second, maka cukuplah
dengan membeli Wild T1.
Ada beberapa macam alat untuk mengukur sudut dengan setelah teliti dan teliti.
Model lama sudah tidak digunakan lagi. Theodolite dan compass theodolite adalah
lebih baik daripada alat lama, meskipun harganya mahal dan harus hati-hati cara
dalam penggunaannya.
Biasanya untuk pekerjaan jalan raya dengan kapasitas expressway, maka
diperlukan theodolite T2 dan sebagai imbangannya adalah T-0 atau T-1.
Hendaklah setiap satu tahun sekali alat tersebut di atas sudah harus dibawa ke
bengkel untuk dibersihkan dan di-adjust. Jika sebelum berpengalaman, janganlah
meng-adjust alat-alat survey, lebih baik segera melaporkan kalau terdapat suatu
ketidakbetulan.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-31


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

2. Level (Water Pass)


Seperti juga halnya transit, sekarang telah dibuat alat penyipat datar, yang dapat
menyipat datar sendiri, oleh pabrik-pabrik alat survei di Switzerland, sehingga
menyisihkan pesawat level buatan Dumphy. Dalam hal pesawat level buatan pabrik
Wild dan Zeiss adalah yang paling baik, diantaranya ialah NA-2 dan NK-10. Yang
design dan konstruksinya paling sedikit lebih baik dari Zeiss Ni-2. Meskipun begitu
Ni-2 tidak meragukan kebaikannya.
Dari ketiga pesawat itu bila digunakan oleh orang yang berpengalaman dengan
metode yang baik akan menghasilkan ketelitian untuk tingkat pertama.
Pesawat level harus dan dapat di-adjust di lapangan untuk setiap tiga atau empat
minggu sekali. Kalau membeli pesawat transit buatan Wild, maka pesawat level
juga harus buatan Wild, sehingga mudah untuk mengaturnya kalau terjadi
kerusakan.

3. Electric Measuring Device


Alat-alat ini merupakan barang baru dalam dunia pengukuran, seperti gediometer,
tellurometer, electrotape, microchain, dan distomat yang sekarang telah banyak
digunakan. Pesawat jenis ini adalah terlalu mahal untuk digunakan pengukur jarak
di bawah 200 meter.
Di antara tersebut di atas, wild distomat DI-10, mungkin yang paling praktis untuk
pekerjaan jalan raya dan dapat dipakai bersama dengan wild T2 theodolite. Tidak
terlalu berat untuk dibawa. Meskipun begitu hendaklah berkonsultasi dahulu
sebelum membeli alat-ala surveI.

4. Alat-alat perlengkapan yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan surveI


adalah sebagai berikut :
 Theodolite Wild T0 dan T2 lengkap
 Level (water pass) NA 2 dan Ni-2 lengkap
 Alat ukur jarak E.D.M. sejenisnya (distomat)
 Standard steel chain 30 m dan 50 m
 Hand level (Water Pass tangan)
 Ringpole
 Plumb bob
 Rod level
 Rod target dan Springtarget
 Cloth tape
 Thermometer lapangan

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-32


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

 3 M steel tape
 Mesin hitung
 Repair kit
 Drawing box
 Strait baak (alat baak/rod)
 Peta topografi dan foto udara
 Lain-lain perlengkapan yang dapat diusahakan di dalam negeri

b. Pencatatan Data Lapangan


Pada umumnya cara yang dipakai untuk mencatat data-data survey adalah sama di
sebagian benua. Kepala proyek harus memilih dengan tepat apa yang harus mereka
catat, menerbitkan buku petunjuk dan mengeceknya apakah petunjuk itu dikerjakan
atau tidak.
Buku catatan survey berisikan keterangan yang lengkap dari semua persoalan yang
terdapat di dalamnya. Jika mencatat data hasil penyipatan datar dan topografi,
hendaklah tidak terlalu ruwet dan semrawut.
Keterangan mengenai waktu pengambilan survei, anggota team survei dan alatnya
harus dicatat di dalam buku catatan survei. Lembar pertama dari setiap buku catatan
survei harus berisikan daftar pekerjaan yang telah dikerjakan. Kepala team survei dan
juru catat data harus hati-hati dalam menyimpan buku-buku catatan survei. Baik di
kantor maupun lebih-lebih di lapangan. Semua buku catatan survei yang keluar dan
masuk harus dicatat, hal ini mempermudah pengontrolannya.

c. Metode Survei dan Kebiasaan


Biasanya metode survei untuk jalan raya atau pembukaan tanah pemukiman telah
ditentukan oleh Dirjen. Bina Marga Departemen PU. Lebih baik menjalankan
kebiasaan yang baik dengan susah payah, karena kebiasaan yang jelek akan mudah
dikerjakan. Oleh sebab itu, sebelum suatu proyek itu dibuat, hendaklah diadakan
pertemuan antara pimpinan proyek, kepala bagian, untuk menentukan metode apa
yang dipakainya. Beberapa kebiasaan yang baik harus ditaati ialah tak pernah
mengumpamakan sesuatu, yang akan berakhir dengan mengumpamakan pula.

1. Bila menggunakan transit


a) Jika membuat garis pelurusan ke muka, selalu menggunakan dua kali
pengarahan, tak pernah hanya satu kali pandangan ke belakang dan di-flop
ke muka.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-33


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

b) Jika mengukur sudut atau putaran sudut, selalu dua kali putar untuk
meyakinkan bacaan dan kesalahan pesawat.
c) Jika memutar sudut deflection pada lingkungan, selalu dikontrol (dicek) ke
titik kontrol di depannya, POC, PC, P.T. dan sebagainya, sebelum dan
sesudah memutar sudut pada titik pertengahan.

2. Bila menggunakan level (water pass)


a) Jika mengambil ketinggian dari suatu bench mark, selalu dikoreksi ke bench
mark itu lagi, dan dikoreksi ke bench mark yang lain.
b) Jika running bench mark, selalu mempunyai jarak yang seimbang antara
bacaan ke muka dan ke belakang. Hal ini untuk menjaga kesalahan yang
terdapat jika pesawat level kurang adjustment-nya (belum di-adjustment).
Keseimbangan ini dapat dilakukan dengan mengukur, juru pegang bak
melangkahi, dengan pesawat level yang difokuskan ke bak belakang dan ke
muka selanjutnya juru pegang bak bergerak maju mundur sesuai dengan
perintah juru baca pesawat atau dengan kebiasaan bila mengadakan
penyipatan datar kasar dan pengukuran topo. Derajat ketelitian dapat
ditentukan pengontrolannya dengan keseimbangan jarak.
3. Bila mencatat bacaan sudut survei
a) Jika mencatat bacaan sudut atau bacaan ketinggian, selalu diulangi dengan
jelas, persis seperti apa yang diucapkan oleh juru baca pesawat. Tak
pernah menganggap bahwa dirinya mendengar persis seperti pesawat
dengan benar. Lebih baik ulangi lagi.
b) Jika running level, juru baca pesawat harus selalu menu is elevansi dan
nomor T.P., untuk mengoreksi tinggi pesawat (H.I.) dan T.P. yang telah
dihitung oleh juru catat data survey. Jadi harus selalu bekerja sama dan
saling koreksi.
c) Jika running bench mark, selalu dibuat keterangan dan lokasinya, di
dalam hubungannya dengan garis sumbu jalan.
d) Jika survey topografi, selalu dibuat keterangan semua objeknya dan
letaknya, terutama kabel listrik, saluran air minum dan fasilitasnya.
e) Jika mengukur suatu jarak, juru ukur jarak selalu harus mengecek meteran
yang dipakai dan angkanya, sambil unting-unting masih menancap pada
tempatnya. Sedangkan tali unting-unting dipegang pada meteran berangka.
Kepala Team Survey dan juru tarik meteran harus selalu mengecek garis
sumbu jalan untuk mengecek bahwa tidak ada station sumbu jalan yang
dihilangkan, atau bahwa station itu telah dipindahkan.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-34


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

4.6. PERTANGGUNGAN JAWAB UNTUK SETIAP ANGGOTA


SURVEYOR

4.6.1. CHIEF OF SURVEYS

Seorang Chief Survey mempunyai tugas utamanya, di samping tugas-tugas yang lain,
yaitu :
 Mengkoordinir semua kegiatan survey lapangan baik dengan kontraktor maupun
dengan masing-masing bagian di dalam ruang lingkup proyek sendiri.
 Memberikan petunjuk dan kebiasaan yang baik di dalam metode survey untuk
setiap pekerjaan kepada Kepala Team Survey
 Menentukan tingkat ketelitian dan toleransi untuk semua pekerjaan survey yang
dilakukan.
 Menentukan apakah pekerjaan itu perlu diulang dan dicek kembali di
lapangan atau tidak.
 Menerima laporan bulanan dari kepala team survey mengenai pekerjaan yang
telah diselesaikan, keadaan alat-alat survey, barang-barang keperluan survey yang
dibeli dan permintaan barang-barang untuk jangka waktu 3 bulan.
 Bila dipandang perlu Chief Survey bisa mengadakan pengecekan langsung ke
lapangan.

4.6.2. KEPALA TEAM SURVEY (PARTY CHIEF)

Tugas dan kewajiban seorang kepala team survey adalah sebagai berikut :
 Bertanggung jawab langsung kepada chief survey atas kelanjutan pekerjaan
survey.
 Bertanggung jawab terhadap bagian design maupun pelaksana lapangan
mengenai kebenaran dan ketelitian data-data survey serta waktunya.
 Bertanggung jawab terhadap semua pekerjaan lapangan yang dikerjakan oleh
team survey.
 Bertanggung jawab terhadap semua alat-alat survey yang dipakai, perawatannya
dan perbaikannya.
 Memeriksa semua catatan hasil survey yang diberikan oleh team survey.

4.6.3. NOTE KEEPER (JURU CATAT DATA SURVEI)

Tugas dan kewajiban juru catat data surveI adalah sebagai berikut :

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-35


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

 Bertanggung jawab terhadap kebenaran, kelengkapan dan keakuran catatan data


survey yang dikumpulkan dari juru baca pesawat, pemegang baik dan juru tarik tali.
 Bertanggung jawab terhadap keselamatan buku catatan data survey.
 Melakukan perhitungan (me-reduce, calculation) catatan data hasil survey yang
selanjutnya menyerahkan buku data catatan survey itu kepada kepala team survey.

4.6.4. JURU BACA PESAWAT

Tugas dan kewajiban juru baca pesawat adalah sebagai berikut :


 Bertanggung jawab terhadap ketelitian dan kebenaran bacaan.
 Bertanggung jawab terhadap alat yang digunakan (merawat dan menyimpannya.
 Hindarkanlah salah pengertian terhadap juru catat data survey atas data-data yang
disampaikannya.
4.6.5. JURU PEMEGANG BAAK (RODMAN) DAN JURU TARIK TALI
(CHAINMAN)

Tugas dan kewajiban Rodman dan Chainman adalah sebagai berikut :


 Bertanggung jawab terhadap kebenaran data-data pengukuran jarak dan
keterangan lain yang diberikan kepada juru catat data sesuai dengan apa yang
terdapat di lapangan.
 Bertanggung jawab terhadap kerusakan dan kehilangan alat-alat yang dipakainya
serta menyimpannya baik-baik.
Monumen (Tugu)
Monumen dipasang/dibangun, untuk menjamin bahwa keakurasian pengukuran
horizontal dan vertikal dapat ditentukan dan digunakan oleh surveyor tanpa
penundaan. Monumen tetap biasanya dibuat dari beton dicor waktu memasang dan
ditempatkan segaris dengan R/W, titik petunjuk garis sumbu jalan dan titik triangulasi.
Hanya yang dipakai oleh titik triangulasi teliti (first order) yang mempunyai kap bulatan
dari kuningan dipasang di atas patok itu.
Biasanya untuk monumen jalan raya cukup dengan batang kuningan bulat panjang
bergaris tengah antara 6 mm – 10mm dengan garis silang dekat dasarnya ditempatkan
di puncak pada tengah-tengah monumen. Monumen ini akan digunakan untuk lokasi
horizontal dan vertikal.
Monumen R/W biasanya telah dicetak dengan bentuk segitiga 15 cm kali 20 cm
panjangnya 150 cm. Puncaknya hendaknya berbentuk agak mahkota dan diletakkan
paku kuningan sehingga batang bak dapat berdiri di atasnya.
Lubang kecil di tengah paku akan digunakan untuk horizontal kontrol. Monumen R/W
ini harus dipasang persis pada batas tanah kawasan jalan dan akan mempunyai fungsi

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-36


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab IV :Pengukuran Situasi dan Trase

berganda, bila surveyor meletakkan titik petunjuk atau ketinggian. Bagian R/W
monumen yang kelihatan di atas tanah sepanjang 30 cm sampai 45 cm.
Patok titik petunjuk biasanya dibuat dari pipa besi dengan garis tengah 5,5 cm (2”) dan
panjangnya 150 cm. Dimasukkan ke dalam tanah yang 5 cm kelihatan di atas tanah.
Diberi adukan semen sekeliling pipa sedalam 45 cm dari 5 cm ke bawah. Pada ujung
pipa bagian atas dibuat garis silang atau diberi adukan semen dengan paku di
tengahnya.
Sebagai akhir kesimpulan dari tulisan ini adalah :

“JANGAN MENYALAHKAN PESAWAT,


TETAPI SALAHKAN SIAPA YANG DI BELAKANG PESAWAT ITU”

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) IV-37


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab V : Penggambaran dan Pemetaan

BAB V
PENGGAMBARAN DAN PEMETAAN

5.1. FUNGSI GAMBAR

Gambar secara garis besar mempunyai 3 fungsi, yaitu :


 Sebagai alat untuk menyampaikan informasi
 Untuk menyimpan data atau sebagai arsip
 Sebagai bahasa teknik

5.1.1. ALAT PENYAMPAIAN INFORMASI

Sebagai contoh ada satu bundel gambar perencanaan bangunan gedung yang dibuat
oleh seorang perencana. Dalam gambar tersebut seorang perencana menyampaikan ide
pikirannya melalui gambar dan selanjutnya informasi tersebut diterima oleh orang lain
misalnya kontraktor untuk dilaksanakan. Setelah proyek tersebut selesai dibangun
ternyata hasilnya sama seperti yang diinginkan oleh perencanaannya. Ini suatu bukti
bahwa melalui gambar tersebut terjadilah transformasi informasi secara tepat dan benar.

5.1.2. ALAT MENYIMPAN DATA

Gambar merupakan data teknis yang paling ampuh untuk mengarsipkan data. Informasi
tentang suatu proyek atau konstruksi yang telah dibuat beberapa tahun yang silam dapat
dilihat kembali dan diperoleh keterangannya melalui sebuah gambar yang diarsipkan.
Sebagai contoh suatu balok beton bertulang setelah balok tersebut jadi, tidak dapat
diketahui berapa jumlah penulangan baja yang digunakan untuk memperkuat balok beton
bertulang tersebut. Tetapi 50 tahun kemudian, dengan pengarsipan gambar yang tidak
baik maka penulangan jembatan tersebut masih dapat diketahui sehingga kekuatan balok
dapat dihitung ulang untuk menahan perkembangan penambahan beban yang
ditempatkan sekarang gambar-gambar dapat disimpan dengan menggunakan micro-film,
di mana penyimpanannya lebih menghemat tempat dan lebih tahan lama.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) V-1


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab V : Penggambaran dan Pemetaan

5.1.3. GAMBAR SEBAGAI BAHASA TEKNIK

Gambar adalah bahasa yang dipakai oleh orang teknik, seperti Teknik Sipil, Teknik Mesin,
Teknik Elektro, Arsitektur dan lain-lain. Oleh karena itu gambar dapat disebut sebagai
bahasa teknik. Dengan gambar, orang-orang teknik menggunakan / melengkapi
komunikasinya, yang mana sangat sulit bahkan tidak mungkin apabila diceritakan dengan
bahasa lisan ataupun tulis. Sebagai alat komunikasi, suatu gambar dapat untuk
menyampaikan ide / gagasan yang ada di pikiran seseorang untuk disampaikan kepada
orang lain. Penerusan informasi adalah sebagai fungsi yang penting untuk suatu gambar,
oleh karena itu diharapkan gambar dapat meneruskan keterangan secara tepat dan
objektif.
Setelah gambar memerlukan kelengkapan keterangan-keterangan. Karena gambar juga
merupakan bahasa lambang yang mana perlu kesepakatan dalam mengartikan lambang-
lambang yang dipakai untuk kelengkapan gambar.

5.2. GAMBAR SITUASI

5.2.1. GARIS KONTUR

Pada salah satu lapangan dengan kemiringan / kelandaian yang kurang dari sekitar 5%
sebaiknya kita mencari titik-titik sembarang pada garis-garis kontur daripada titik-titik
tertentu yang akan di-interpolir.

Gambar 5.1.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) V-2


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab V : Penggambaran dan Pemetaan

Sebagaimana contoh pada Gambar 4.1 di atas, maka tingginya titik J2 menjadi 251,30m,
tingginya garis bidik 1,37 m, maka bidang garis bidik 252,67 m. pada garis-garis kontur
251,00 kita selalu harus membaca 1,67 m. atas dasar ketentuan ini tinggallah kita
mencari dengan rambu ukur titik masing-masing dan mengukur jarak dan sudutnya.
Kemudian semua titik pada garis kontur 251,50 harus mempunyai pembacaan 1,17 m dan
seterusnya.

5.2.2. PENENTUAN KEMIRINGAN

Pada harus ditentukan pada lapangan dengan kemiringan tertentu.

Gambar 5.2.

Sebagaimana pada gambar 4 di atas, suatu proyek jalan, garis sumbu jalan harus
ditentukan dengan kemiringan 7% dan dengan jarak antara titik masing-masing 10,0 m.
Perbedaan tinggi antara dua titik atas dasar penentuan ini menjadi 0,70 m. Dari titik J1,
sudah ditentukan titik 27. Kita sekarang meletakkan alat penyipat datar pada titik J2 dan
membaca sumbu ukur pada titik 27 misalnya 0,20 m. Dengan jarak 10,00 m dari titik 27
itu kita sekarang mencari titik berikut yang 0,70 m lebih rendah, sampai dengan titik 31
dari titik mana kita meletakkan alat penyipat datar ke titik J3, maka titik 27,31 dan 34
dapat diukur masing-masing dua kali.
Dengan pembicaraan tentang teknik penyipat datar, baik pada penyipat datar memanjang
maupun penyipat datar pada bidang, dapat kita pahami dasar-dasar pada penyipatan
datar atau penentuan perbedaan tinggi antara titik-titik tertentu.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) V-3


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab V : Penggambaran dan Pemetaan

Akhirnya kita akan memperhatikan suatu kemungkinan penyipatan datar yang di


Indonesia juga berulang kali digunakan, yaitu :

5.2.3. MENYIPAT DATAR DENGAN BANTUAN PERMUKAAN AIR

Pada muara sungai yang bercabang-cabang pada daerah rawa-rawa dengan banyak air
atau pada pantai laut dengan danau dapat kita menyiprat datar dengan bantuan
permukaan air.
Kita akan memperhatikan contoh-contoh berikut :

Gambar 3

Pada suatu muara sungai yang bercabang-cabang (lihat gambar di atas) adalah suatu
proyek yang merencanakan misalnya suatu jembatan. Karena lapangan ini menjadi
hampir datar dan biasanya pada suatu muara sungai yang bercabang-cabang timbul
tumbuh-tumbuhan yang padat sekali, sebaiknya kita menentukan profil-profil yang sejajar
dengan jarak antara 100 s/d 500 m. Suatu pedoman atau segi banyak diukur dengan
rambu-rambu dasar Invar menentukan jarak dan arahnya profil. Karena pada suatu muara
sungai yang bercabang-cabang arus menjadi kecil sekali, maka boleh ditentukan
‘horisontal’. Permukaan air ini biasanya hanya berubah oleh pasang-surut atau oleh air
hujan yang lebat. Akan tetapi jikalau kita memperhatikan perubahan ini pada suatu
pengukur air misalnya di titik A yang menentukan tingginya permukaan air misalnya tiap-
tiap jam, dapat kita tentukan tingginya permukaan air sebagai dasar pada seluruh
penyipatan datar ini. Kita mulai misalnya penyipatan datar ini pada cabang sungai a (lihat
gambar) dan mencatat tidak hanya tingginya melainkan juga waktunya.
Pada akhirnya profil ini tembus pada cabang sungai b yang juga kita catat tingginya dan
waktunya. Bersama catatan pada pengukur air A dapat kita tentukan tingginya yang
sebenarnya.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) V-4


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab V : Penggambaran dan Pemetaan

Gambar 4

Kemungkinan kedua pada penyipatan datar yang menghubungkan dua titik pada pantai
laut atau danau. Jikalau kita mengetahui tinggi pengukur air A (lihat pada gambar) kita
mendasarkan penyipatan datar atas permukaan air. Jikalau kita menentukan tinggi
permukaan air pada titik B pada waktu tertentu, dengan begitu kita mendapatkan suatu
kontrol dalam penyipatan datar karena titik permulaan dan titik akhirnya sudah kita
ketahui tingginya. Kemungkinan juga kita dapat menentukan tingginya pada titik-titik
sembarang pada lantai.
Penentuan tingginya permukaan air harus dilakukan pada waktu tanpa angin dan tanpa
ombak besar. Pada pantai dengan pasir dapat kita menggali lobang dengan permukaan
air yang tenang walaupun laut atau danau berombak. Permukaan air harus kita ukur
cukup lama, sehingga perubahan tingginya antara dua titik dapat diseimbangkan. Dengan
melakukan cara ini pada penyipatan datar dekat pantai atau pada muara sungai yang
bercabang-cabang kita akan menghemat waktu dan menambah ketelitian terutama pada
penyipatan datar memanjang yang panjang.
Pada daerah yang digambar pada gambar di atas harus digambar garis-garis kontur,
supaya dapat dibayangkan tentang tinggi rendahnya daerah itu. Maka dilakukan
penentuan tiga titik J1, J2, dan J3. Dari penentuan itu kita dapat meletakkan alat penyipat
datar dan yang dapat dihubungkan.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) V-5


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab V : Penggambaran dan Pemetaan

5.2.4. SISTEM GRID ATAU KISI

Gambar 5.5

Di daerah tanpa peta dan tanpa atau sedikit bangunan saja kita dapat menggunakan
sistem kisi (grid). Menurut tinggi rendahnya dan penggunaan peta dengan garis-garis
kontur yang kita rencanakan kita tentukan suatu jaringan siku-siku, yang biasanya
dinyatakan di lapangan dengan pancang-pancang dari kayu. Pada penentuan garis-garis
kisi (grid) sebaiknya kita menggunakan suatu double penafon prisma (prisma sudut)
seperti terlihat pada gambar di atas. Tentu saja sistem ini memudahkan juga penentuan
jaringan jalan.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) V-6


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab V : Penggambaran dan Pemetaan

Gambar 6

Oleh penyipatan datar pada bidang dengan sistem kisi (grid) dapat juga kita menggambar
profil masing-masing profil dari lapangan seperti terlihat pada gambar 8 di atas.

5.3. PENGGAMBARAN PROFIL MEMANJANG

Penggambaran profil memanjang menunjukkan hasil pengukuran yang dituangkan dalam


gambar yang dimulai dari titik atau station tertentu sebagai awalnya sampai dengan titik
atau station yang lainnya sebagai akhirnya. Pada gambar profil memanjang dituangkan
semua data-data hasil pengukuran yang digambarkan dalam legenda dengan skala
tertentu.
Dalam penggambaran profil memanjang biasanya dibuat :
 Setengah halaman di bagian atas untuk penggambaran situasi penampang
memanjang lengkap dengan data-data pengukuran dan legenda.
 Setengah halaman bagian bawah untuk menggambarkan profil memanjang yang
dituangkan dalam kisi-kisi.

Untuk lebih jelasnya dapat dipelajari seperti gambar berikut :

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) V-7


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab V : Penggambaran dan Pemetaan

5.4.
5.5.
5.6.
5.7.
5.8.
5.9.
5.10.
5.11.
5.12.
5.13.
5.14.
5.15.
5.16.
5.17.
5.18.
5.19.
5.20.
5.21.
5.22.
5.23.
5.24.
5.25.
5.26.
5.27.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) V-8


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab V : Penggambaran dan Pemetaan

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) V-9


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab V : Penggambaran dan Pemetaan

5.4. PENGGAMBARAN PROFIL MELINTANG

Penggambaran profil melintang adalah penuangan hasil pengukuran dalam bentuk-


bentuk penampang melintang pada titik-titik yang ditetapkan yang elevasinya sesuai hasil
pengukuran lapangan dengan menggunakan pesawat (theodolit).
Di dalam gambar profil melintang akan tertuang data-data hasil pengukuran antara lain
tentang tinggi/perbedaan tinggi dari titik satu dengan titik lainnya, kemiringan permukaan,
kelandaian serta bentuk-bentuk drainase, perkerasan jalan, bahu jalan, keadaan lahan
samping kiri-kanan jalan maupun bangunan pelengkap jalan.
Gambar profil melintang akan menunjukkan keadaan-keadaan jalan atau rencana jalan
pada titik atau tempat tertentu, dan di samping itu diberi tanda untuk menjelaskan pada
titik atau tempat tertentu tersebut akan adanya pekerjaan tanah yaitu pekerjaan
penggalian atau penimbunan untuk mendapatkan permukaan jalan yang direncanakan.
Untuk lebih jelasnya dapat dipelajari seperti gambar di bawah ini.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) V-10


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab V : Penggambaran dan Pemetaan

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) V-11


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab VI : Pematokan

BAB VI
PEMATOKAN

6.1. UMUM

Suatu pembangunan membutuhkan pelaksanaan seluruh elemen-elemennya pada posisi


yang benar.
Untuk memindahkan suatu Gambar Rencana dari atas kertas ke suatu bangunan di
lapangan, maka dibutuhkan :
 Disana harus ada sejumlah titik kontrol pengukuran yang harus dikaitkan pada suatu
sistem koordinat yang tetap.
 Perencanaan konstruksi harus dikaitkan pada sistem koordinat yang sama.
Apabila terdapat ketidak jelasan informasi pada gambar rencana yang menimbulkan
keraguan interpretasi, maka pengawas lapangan harus menghubungi perencananya
untuk mendapatkan kejelasan. Kontraktor bertanggung jawab dalam penentuan dan
pematokan secara keseluruhan, sedang pengawas lapangan harus memastikan bahwa
kontraktor mendapatkan informasi yang tepat serta menyiapkan titik-titik kontrol yang
dipasang.

6.2. TITIK KONTROL SURVEI

Suatu jaringan titik kontrol survei ditentukan untuk mencakup seluruh daerah proyek, dan
ditempatkan pada posisi yang tepat didalam pekerjaan konstruksi. Jarak antara titik-titik
kontrol dianjurkan kira-kira 50 meter.
Titik-titik kontrol survei sebaiknya berada dekat dengan lokasi pekerjaan tetapi bebas dari
area kegiatan, dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan adanya pergeseran posisi
akibat aktivitas pekerjaan termasuk pengoperasian dari peralatan. Untuk itu letak titik-titik
kontrol tersebut harus selalu dicek secara teratur. Perubahan letak titik kontrol juga dapat
terjadi pada dasar tanah, pada timbunan pelapisan tanah yang mudah mampat atau
proses dalam tanah itu sendiri, seperti proses yang terjadi akibat besarnya variasi kadar
kelembaban.

6.3. PENENTUAN ELEMEN-ELEMEN STRUKTUR

Letak dari elemen-elemen utama struktur ditentukan berdasarkan pada sistem referensi
yang digunakan.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) VI-1


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Bab VI : Pematokan

Titik offset referensi harus ditetapkan untuk tiap elemen utama. Letak dan jarak offset
tiap-tiap titik referensi harus hati-hati diputuskan dan dikenali dilapangan dan untuk
menyiapkan tahap penentuan kembali yang mudah bagi letak elemen utama selama
pelaksanaan pekerjaan sehingga titik-titik ini tidak terganggu.
Letak elemen-elemen kecil lain seperti kerb, parapet, galian drainase ditentukan
berdasarkan pada letak elemen-elemen dengan mempertimbangkan pengukuran.
Penempatan dan pematokan letak elemen-elemen yang telah ditentukan harus diperiksa.
Pemeriksaan ini harus dilakukan secara terpisah dan dilakukan oleh Staf Engineer
dengan menggunakan peralatan lain yang berbeda dengan peralatan yang digunakan
pada saat penempatan dan pematokan awal.
Bagi kontraktor yang melaksanakan pemeriksaan ulang atas hasil pekerjaannya sendiri,
dianjurkan untuk menggunakan methoda lain yang berbeda dengan methoda yang telah
digunakan pada saat awal penempatan dan pematokan. Untuk menghindari kesalahan
dari ketidak tepatan identifikasi patok, ketidak-tepatan panandaan atau kesalahan dalam
melaksanakan survei, maka pengukuran jarak dan beda tinggi dilakukan dengan
memeriksa hasil pekerjaan dari titik awal suatu sisi sampai pada titik akhir pada sisi yang
lain, kemudian diikatkan pada titik kontrol hasil survei pertama. Pemeriksaan ini tidak
diperkenankan dilakukan hanya dengan mengukur dari satu titik akhir saja atau dua titik
akhir pada sisi yang terpisah.

6.4. PEMATOKAN BERSAMA (SETTING OUT)

Semua survei di lapangan selama pematokan bersama dan selama konstruksi akan
dilaksanakan oleh kontraktor di bawah petunjuk konsultan.
Hasil survei tersebut akan dikaitkan dengan gambar-gambar konstruksi, kondisi yang ada
dan beberapa ketidaksesuaian antara gambar-gambar dan kondisi-kondisi yang ada akan
dipergunakan untuk mereview design untuk keperluan proyek (bila ada).

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) VI-2


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Rangkuman

RANGKUMAN

Survei pada umumnya dapat dibagi menjadi beberapa tahap, seperti : Survei Penelitian
Lapangan, Survei Pendahuluan, Survei Lokasi dan Survei Konstruksi. Meskipun
pekerjaan survei pembukaan tanah untuk daerah pemukiman baru dapat dibagi menjadi
beberapa tahap, tapi pada dasarnya pekerjaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Menentukan dan meletakkan titik-titik kontrol horisontal dan vertikal.
2. Mengadakan pengukuran sifat datar dan pengukuran topografi.
3. Pematokan batas lahan pemilikan dan pematokan untuk perencanaan jalan.
4. Pematokan untuk pekerjaan konstruksi dan kuantitas pekerjaan.
5. As-built survey
Menyipat datar adalah menentukan/mengukur beda tinggi antara dua titik atau lebih.
Ketelitian penentuan ukuran tergantung pada alat-alat yang digunakan serta pada
ketelitian pengukuran dan yang dapat dilaksanakan. Biasanya kayu sipat merupakan alat
pertolongan yang paling sederhana pada penentuan beda tinggi beberapa titik tertentu.
Dengan alat ukur sudut (teodolit) kita dapat mengukur sudut arah ke dua titik atau lebih
dan sudut curaman terhadap bidang yang horisontal pada titik pembacaan. Akan terdapat
pada tiap-tiap titik suatu sudut horisontal dan suatu sudut vertikal.
Alat ukur sudut terdiri atas teodolit reiterasi atau teodolit setik/sekon dan teodolit Universil
Wild T2
Untuk pengukuran beda tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
1. Cara Pertama : adalah dengan menempatkan alat ukur langsung di atas salah satu
titik.
2. Cara Kedua : adalah dengan cara menempatkan alat ukur di tengah-tengah jarak
antara kedua titik tersebut, sedangkan di atas kedua titik diletakkan mistar-mistar
ukuran (baak).
3. Cara Ketiga : adalah dengan menempatkan alat pada salah satu tempat dengan salah
satu titik yang akan diukur.
Sumber-sumber kesalahan dalam pengukuran dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a. karena kesalahan pada alat
b. kesalahan karena keadaan alam
c. kesalahan oleh si pengukur sendiri
Alat-alat ukur yang terpenting adalah transit (di Indonesia terkenal dengan theodolite),
level (di Indonesia terkenal dengan water pass) dan electric measuring device (contoh
distomat).
Gambar secara garis besar mempunyai 3 fungsi, yaitu :
 Sebagai alat untuk menyampaikan informasi

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) R-1


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Rangkuman

 Untuk menyimpan data atau sebagai arsip


 Sebagai bahasa teknik
Penggambaran profil memanjang menunjukkan hasil pengukuran yang dituangkan dalam
gambar yang dimulai dari titik atau station tertentu sebagai awalnya sampai dengan titik
atau station yang lainnya sebagai akhirnya. Pada gambar profil memanjang dituangkan
semua data-data hasil pengukuran yang digambarkan dalam legenda dengan skala
tertentu.
Dalam penggambaran profil memanjang biasanya dibuat :
 Setengah halaman di bagian atas untuk penggambaran situasi penampang
memanjang lengkap dengan data-data pengukuran dan legenda.
 Setengah halaman bagian bawah untuk menggambarkan profil memanjang yang
dituangkan dalam kisi-kisi.
Untuk memindahkan suatu Gambar Rencana dari atas kertas ke suatu bangunan di
lapangan, maka dibutuhkan :
 Disana harus ada sejumlah titik kontrol pengukuran yang harus dikaitkan pada suatu
sistem koordinat yang tetap.
 Perencanaan konstruksi harus dikaitkan pada sistem koordinat yang sama.
Kontraktor bertanggung jawab dalam penentuan dan pematokan secara keseluruhan,
sedang pengawas lapangan harus memastikan bahwa kontraktor mendapatkan informasi
yang tepat serta menyiapkan titik-titik kontrol yang dipasang.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) R-2


Modul SIB-06 Pengukuran dan Pematokan Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

1. Brinker, Russell C, Section 12 Surveying (Merrit, Frederick S, Standard


Handbook for Civil Engineers, Second Edition, McGraw-Hill Inc.,New York, 1976)

2. Wongsotjitro, Soetomo, Ilmu Ukur Tanah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1991.

Pelatihan Site Inspector of Bridges (SIB) DP-1

Anda mungkin juga menyukai