Anda di halaman 1dari 124

SPESIFIKASI JALAN

Disampaikan dalam Pembekalan Sertifikasi HPJI


untuk

Tenaga Ahli Pelaksana dan Pengawas


Jalan dan Jembatan

Spesifikasi Umum 2018


(Revisi 2 Tahun 2020)
TUJUAN PEMBEKALAN

MEMANTAPKAN PEMAHAMAN DAN PENGERTIAN

ATAS KANDUNGAN SPESIFIKASI, BAIK YANG

TERSURAT MAUPUN YANG TERSIRAT,

SEHINGGA DAPAT MENGHINDARI

KESALAHAN DALAM PENYIAPAN PENAWARAN

DALAM PELAKSANAAN TENDER DAN

PELAKSANAAN KONSTRUKSI.
CAKUPAN MATERI PEMBEKALAN

A. FILOSOFI SPESIFIKASI:
PENGERTIAN DAN JENIS SPESIFIKASI

B. STRUKTUR SPESIFIKASI YANG BAKU

C. ULASAN TENTANG:
DISKRIPSI; PENGUKURAN HASIL KERJA; CARA
PEMBAYARAN; METODA PELAKSANAAN DAN
PERALATAN;

D. PENGENDALIAN MUTU (QC);

E. DIVISI-DIVISI YANG PENTING


(Umum, Drainase, Pek. Tanah, Pekerjaan Preventif,
Perkerasan Berbutir, Perkerasan Aspal).
FILOSOFI SPESIFIKASI
PENGERTIAN SPESIFIKASI (TEKNIK)

 SPESIFIKASI adalah bagian dari Dokumen Tender


yang menjelaskan persyaratan teknik Pekerjaan yang
ditenderkan.

 Persyaratan Teknik tersebut mencakup :


- Persyaratan Bahan Baku
- Persyaratan Bahan Olahan dan Bahan Jadi
- Cara Pelaksanaan Pekerjaan, termasuk
persyaratan
teknik peralatan yang dipergunakan.
- Persyaratan teknik produk akhir Pekerjaan yang
harus dicapai.
DOKUMEN TENDER
PERMEN PUPR NO. 14/PRT/M2020
Bab 1 : Umum
Bab 2 : Undangan Tender atau Pengumuman Tender
dengan Pasca Kualifikasi
Bab 3 : Instruksi Kepada Peserta (IKP)
Bab 4 : Lembar Data Pemilihan (LDP)
Bab 5 : Lembar Data Kualifikasi (LDK)
Bab 6 : Bentuk Dokumen Penawaran
Bab 7 : Petunjuk Pengisian Data Kualifikasi
Bab 8 : Tata Cara Evaluasi Kualifikasi
Bab 9 : Rancangan Kontrak
i. Surat Perjanjian
ii. Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK)
iii. Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK)
Bab 10 : Spesifikasi (Umum dan Khusu)
- Gambar
Bab 11: Daftar Kuantitas dan Harga
Bab 12 : Bentuk Dokumen Lain
Bab 13 : Tata Cara valuasi
Bab 14 : Ketentuan Lain-Lain
MAKSUD SPESIFIKASI :
Sebagai pedoman bagi Peserta Tender dalam
mengajukan Penawaran.
Sebagai pedoman bagi Pelaksana / Kontraktor
(Penyedia Jasa) dalam melaksanakan Pekerjaan.
Sebagai pedoman bagi Pengawas dalam mengawasi
pelaksanaan Pekerjaan oleh Kontraktor (Penyedia
Jasa).
Sebagai pedoman bagi Kepala Satker/PPK yang
mewakili Pemilik Pekerjaan, dalam mempertanggung-
jawabkan proyek secara keseluruhan.

TUJUAN SPESIFIKASI :
Tercapainya produk akhir Pekerjaan yang memenuhi
ketentuan dan persyaratan spesifikasi (Kuntitas dan
Kualitas) sesuai keinginan Pemilk Pekerjaan.
KEINGINAN PEMILIK PEKERJAAN :

Dinyatakan dalam :
 Gambar Rencana (bentuk, ukuran, elevasi, lokasi)
 Spesifikasi (persyaratan-persyaratan teknik)

Mutu hasil Pekerjaan disebut baik, apabila :


Produk Akhir = Keinginan Pemilik
(persis sesuai dengan yang tertera dalam Gambar
dan Spesifikasi)

Dengan kata lain: Gambar dan Spesifikasi adalah


Standar Mutu Pekerjaan yang ingin dicapai
SPESIFIKASI UMUM (General Specifications)

mencakup semua persyaratan teknik yang berlaku


umum untuk seluruh paket proyek yang ada.

SPESIFIKASI KHUSUS (Special Specifications)

mencakup persyaratan-persyaratan teknik yang


berlaku hanya untuk paket-paket proyek atau jenis-
jenis pekerjaan tertentu saja.

Struktur dan Isi Spesifikasi erat hubungannya dengan Sistem


Perencanaan Teknik (Road Design System) yang berlaku
JENIS-JENIS SPESIFIKASI
 End Result Specification / Performance
Specification (Spesifikasi Produk Akhir), yaitu jenis
Spesifikasi dimana yang dipersyaratkan adalah dimensi dan
kualitas produk akhir yang harus dicapai, tanpa mempersoalkan
metode kerja untuk mencapai hasil akhir tsb.

 Process Specification (Spesifikasi Proses Kerja), yaitu


jenis Spesifikasi dimana yang diatur adalah semua ketentuan
yang harus dilaksanakan selama proses pelaksanaan Pekerjaan.
Dengan mengatur semua proses pelaksanaan Pekerjaan,
diharapkan hasil kerja akan diperoleh sesuai dengan yang
diinginkan.

 Multi Step and Method Specification


(Spesifikasi
Berjenjang), yaitu jenis Spesifikasi yang mengatur
semua
langkah: material, metode kerja dan hasil kerja yang
diharapkan.
JENIS SPESIFIKASI YANG MANA
YANG BANYAK DIPAKAI DI INDONESIA SAAT INI ?

o SPESIFIKASI BERJENJANG (SEMUA DIATUR) LEBIH


BANYAK DIPAKAI;
DALAM HAL “DISIPLIN INDUSTRI KONSTRUKSI” MASIH
BELUM BAIK, SPESIFIKASI BERJENJANG DIANGGAP
LEBIH TEPAT.

o SPESIFIKASI HASIL AKHIR (END RESULT SPEC.) MASIH


SANGAT TERBATAS.
COCOK UNTUK PENERAPAN SISTEM KONTRAK BERBASIS
KINERJA (PERFORMANCE BASED CONTRACT / PBC)

o BENARKAH PENDAPAT, BAHWA SPESIFIKASI


BERJENJANG MENGHAMBAT INOVASI ??

INGAT MASIH ADA PCM ( Pre Construction


Meeting)
ISI SPESIFIKASI “BERJENJANG”

 LINGKUP PEKERJAAN
 CUACA YANG DIIJINKAN UTK BEKERJA
 BAHAN
 METODE PELAKSANAAN
 PERALATAN
 PENGENDALIAN MUTU
 CARA PENGUKURAN HASIL KERJA
 CARA PEMBAYARAN
POLA SPESIFIKASI 3 - 2 - 5
 BERTAHAP 3 :
 BAHAN BAKU; OLAHAN ; JADI

 BERLINGKUP 2 :
 PENGENDALIAN KUANTITAS;

KUALITAS
 BERSTRUKTUR 5 :
 JENIS PEMERIKSAAN

 METODE PEMERIKSAAN

 FREKWENSI

 PERSYARATAN MIN. & MAKS.

 TOLERANSI
SPESIFIKASI UMUM 2018 (Rev.2)
Versi Spesifikasi Umum 2018 Rev.2 (27 Okt 2020)
 Div 1. Umum

 Div 2. Drainase
 Div 3. Pekerjaan Tanah dan Geosintetik

 Div 4. Pekerjaan Preventif

 Div 5. Perkerasan Berbutir dan Perkerasan Beton

Semen
 Div 6. Perkerasan Aspal
 Div 7. Struktur

 Div 8. Rehabilitasi Jembatan

 Div 9. Pekerjaan Harian dan Pekerjaan Lain-lain


 Div 10. Pekerjaan Pemeliharaan
HAL-HAL YANG PERLU DICERMATI DALAM
SPESIFIKASI “BERJENJANGP”:

Antara lain:
a. DISKRIPSI / URAIAN
b. CARA MENGUKUR VOLUME HASIL KERJA
c. CARA PEMBAYARAN
d. KEGIATAN YANG ”TIDAK DIBAYAR”
e. QUALITY CONTROL DAN QUALITY ASSURANCE
f. TOLERANSI KETEBALAN DAN TOLERANSI MUTU
POLA SPESIFIKASI 3 - 2 - 5
 BERTAHAP 3 :
 BAHAN BAKU; OLAHAN ; JADI
 BERLINGKUP 2 :
 PENGENDALIAN KUANTITAS;
KUALITAS
 BERSTRUKTUR 5 :
 JENIS PEMERIKSAAN
 METODE PEMERIKSAAN
 FREKWENSI
 PERSYARATAN MIN. & MAKS.
 TOLERANSI
STRUKTUR SPESIFIKASI TEKNIK
YANG BAKU
1. UMUM : HAL-HAL UMUM SEHUBUNGAN
DENGAN PEKERJAAN

2. BAHAN : SPESIFIKASI DAN PERYARATAN


MUTU BAKU, BAHAN OLAHAN DAN BAHAN
PABRIKAN

3. PELASANAAN : PETUNJUK UMUM


PELAKSANAAN YANG TERINCI, KETENTUAN
UMUM PERALATAN, PERCOBAAN DAN
PELAKSANAAN

4. PENGENDALIAN MUTU : PETUNJUK YANG


LENGKAP UNTUK MENCAPAI MUTU
PENERIMAAN PEKERJAAN

5. PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN : CARA


YANG PENTING DARI
DISKRIPSI ATAU URAIAN
1. YANG TERSURAT << YANG TERSIRAT
ATAU YANG HARUS DIKERJAKAN >> YANG
TERSURAT
DALAM JUDUL.

2. MISALNYA :
• JUDUL: GALIAN  (“PERLU EXCAVATOR”)
• LINGKUP: PENGGALIAN; PEMBUANGAN  (MEMUAT;
MENGANGKUT; MEMBUANG, MERATAKAN DAN ME-
MADATKAN) >> JUDUL  (PERLU EXCAVATOR,
BULDOZER; LOADER; DUMP TRUCK; GRADER; ALAT
PEMADAT)

 YANG HARUS DIKERJAKAN LEBIH BANYAK DARI


YANG “TERSURAT” DALAM JUDUL PEKERJAAN.

 ALAT YANG DIPERLUKAN LEBIH BANYAK DARI


ALAT YANG “TERSURAT” DARI JUDUL PEKERJAAN.
ILUSTRASI
CARA PENGUKURAN HASIL KERJA

GALIAN BIASA DAN GALIAN STRUKTUR

TITIK POTONG
TERENDAH
C

C = GALIAN YANG TIDAK DIBAYAR

= GALIAN BIASA ATAU BATU YANG DIBAYAR


= GALIAN STRUKTUR YANG DIBAYAR.
CARA PEMBAYARAN
1. MENGGUNAKAN NOMOR MATA PEMBAYARAN DAN
SATUAN PEMBAYARAN TERTENTU (Standar):
Rp/m; Rp/m2; Rp/m3; Rp/kg; Rp/ton; Rp/buah; LUMP
SUM; dll.

2. ADA BEBERAPA PEKERJAAN YANG


“TIDAK DIBAYAR” SECARA
TERPISAH/TERSENDIRI
(TIDAK MEMPUNYAI MATA PEMBAYARAN).

3. BUTIR 2. DIANGGAP:
TERMASUK PADA BAGIAN PEKERJAAN “UTAMA”-
NYA atau TERSEBAR KE DALAM PAY-ITEMS
YANG
LAIN.

4. JENIS KONTRAK PBC (Performance Based Contract):


BEBERAPA CONTOH
KEGIATAN YANG “TIDAK DIBAYAR”

1. YANG “TIDAK DIBAYAR” BIASANYA MERUPAKAN :


PEKERJAAN PENDUKUNG, VOLUMENYA TIDAK BESAR.
BESARAN VOLUMENYA MERUPAKAN
“PROSENTASE” DARI VOLUME PEKERJAAN
YANG DIDUKUNG; atau ALASAN PRAKTIS
LAINNYA.

2. BEBERAPA CONTOH PEKERJAAN YANG TIDAK


PUNYA MATA PEMBAYARAN atau “TIDAK DIBAYAR” :

Lantai Kerja; Percobaan (Pemadatan; Campuran);


Pengendalian Mutu; Bahan Aditiv Semen; dll.
RUANG LINGKUP SPESIFIKASI
JALAN DAN JEMBATAN
Secara garis besar, Spesifikasi Jalan dan Jembatan
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA dibagi menjadi
10 Divisi:
Spek Umum 2018 (Revisi 2) Spek Umum 2010
Divisi 1 : Umum : Umum
Divisi 2 : Drainase : Drainase
Divisi 3 : Pekerjaan Tanah : Pekerjaan Tanah
Divisi 4 : Pekerjaan Preventif : Pelebaran Perkerasan dan
Bahu Jalan
Divisi 5 : Perkerasan Berbutir dan : Perkerasan Berbutir dan
Perkerasan Beton Semen Perkerasan Beton Semen
Divisi 6 : Perkerasan Aspal : Perkerasan Aspal
Divisi 7 : Struktur : Struktur
Divisi 8 : Rehabilitasi Jembatan : Pengembalian Kondisi dan
Pekerjaan Minor

Divisi 9 : Pekerjaan Harian dan : Pekerjaan Harian


Pekerjaan Lain-Lain
: Pekerjaan Pemeliharaan : Pekerjaan Pemeliharaan
Divisi 10
Rutin.
TIGA KELOMPOK KEGIATAN KONSTRUKSI PADA
PEKERJAAN JALAN

1. ROUTINE MAINTENANCE : KEGIATAN PERBAIKAN KERUSAKAN


JALAN YANG BERKONDISI MANTAP AGAR JALAN TERSEBUT TETAP
KONDISI MANTA  PEMELIHARAAN RUTIN JALAN, PEMEIHARAAN
RUTIN KONDISI DAN HOLDING

2. PREVENTIF
KEGIATAN PERBAIKAN JALAN UNTUK MENCEGAH KERUSAKAN
LEBIH BERAT SEBELUM DITINGKATKAN .  FOG SEAL, BURAS,
CHIP SEAL, SLURRY SEAL, LATASIR, LTBA, DLL.

3. IMPROVEMENT DAN PEMBANGUNAN BARU:


KEGIATAN PENINGKATAN KAPASITAS DAN STRUKTUR SERTA
JALAN BARU  REHABILITASI MINOR DAN MAYOR,
REKONSTRUKSI, PELEBARAN, PENINGKATAN JALAN BARU DAN
PEMBANGUNAN JALAN BARU.
MASALAH BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN
KETIGA KELOMPOK KEGIATAN

1. KURANG DISADARI PERAN/FUNGSI DARI KEGIATAN


PEMELIHARAAN RUTIN DAN PREVENTIF SEHINGGA
SERING DILAKSANAKAN DENGAN TIDAK BENAR
 PENYEBAB KERUSAKAN DINI.
SERING KALI DIANGGAP PEKERJAAN DENGAN NILAI
BOBOT “KECIL”  SEHINGGA DIABAIKAN.

2. KEMUNGKINAN AKIBAT PENYIMPANGAN:


PEMELIHARAAN RUTIN YANG TIDAK BENAR
ADALAH
SALAH SATU PENYEBAB BERTAMBAHNYA KERUSAKAN JALAN
(JADI BUKAN HANYA BEBAN LALU-LINTAS SAJA).
PEMELIHARAAN PREVENTIF YANG TIDAK BENAR
BERAKIBAT PENINGKATAN (IMPROVEMENT) AKAN
TERLETAK DI ATAS DASAR YANG TIDAK KOKOH, DAN
AKHIRNYA PRODUK PENINGKATAN TERSEBUT AKAN
LEKAS RUSAK.
CONTOH PEKERJAAN PEMELIHARAAN RUTIN
YANG DILAKSANAKAN KURANG BAIK (1)

DPP - HPJI
Permukaan jalan yang rusak dibongkar dengan jack hammer setelah batas-
batasnya dipotong dengan pavement cutter.
Kalau dasar galian lapis pertama masih menunjukkan retak-retak atau tidak
kokoh, perlu digali lebih dalam.
Penyemprotan Tack Coat perlu dilakukan merata ke seluruh bidang, termasuk
bidang tegak..
• Hindari Tack Coat yang berlebihan / tergenang, karena akan berpotensi
menimbulkan bleeding (kegemukan aspal). Bagian perkerasan yang tidak
kokoh harus dibongkar kembali.
CONTOH PEKERJAAN PEMELIHARAAN RUTIN
YANG DILAKSANAKAN KURANG BAIK (2)

DPP - HPJI
Mengapa terjadi
kerusakan seperti ini ???

Terjadi kerusakan pada


daerah tambalan
Terjadi kerusakan
pada bagian
ujung daerah
filling terlebih
dahulu.

Kerusakan berupa
retakan dan
penurunan
Material filling, yang diangkut
dengan truk, sudah dingin.
Pemadatan dengan alat yang tidak memadai.
Hasil penambalan tidak sempurna, kepadatan kurang, dan air masih bisa
masuk ke dalam material tambalan.
Bidang sisi ujung galian tidak tegak (hasil penggalian menggunakan Cold
Milling Machine), penyemprotan secara manual sulit rata, dan material
Tack Coat tergenang pada dasar alur-alur galian.
Terjadinya genangan material tack coat pada alur-alur
galian dapat menjadi penyebab bleeding.
Terjadinya genangan material tack coat pada
alur-alur galian dapat menjadi penyebab
bleeding.
Raking (tabur) dan penaburan kembali mengakibatkan segregasi permukaan.
Pada pemadatan awal, ¼ lebar roda pemadat sebaiknya berada di atas
hamparan yang belum dipadatkan, guna memudahkan diperolehnya kerataan
sambungan memanjang.
Tidak boleh dilakukan pembasahan roda alat pemadat dengan
minyak (apalagi minyak goreng) !!!
Pembasahan roda Tyre Roller tidak boleh berlebihan; cukup dengan lap basah,
tidak boleh dengan minyak/solar; kalau perlu, boleh dengan air ditambah
sedikit detergen. Roda Tyre Roller perlu dipasang keset agar campuran aspal
tidak menempel.
Yang harus dan tidak boleh dilakukan dalam
pekerjaan scrapping and filling :
• Pada penggalian untuk pothole patching, harus diperiksa apakah bidang dasar
dan bidang-bidang tegak galian masih utuh. Apabila tidak, atau terdapat retak-
retak, maka harus digali lagi sampai bagian yang utuh.

• Ujung-ujung galian yang dilakukan menggunakan Cold Milling Machine harus


dibuat tegak dengan menggunakan Jack Hammer atau alat manual, jangan
dibiarkan berbentuk lengkung ¼ lingkaran karena akan menjadi tempat yang
lemah setelah pemadatan.

• Tack Coat harus disemprotkan secara merata dengan jumlah / ketebalan


sesuai ketentuan Spesifikasi.

• Tack coating pada dasar galian yang permukaannya tidak rata tidak boleh
menimbulkan genangan pada bagian-bagian yang rendahnya, karena akan
mengakibatkan kelebihan tack coat, dan nantinya akan naik ke atas akibat
beban lalu lintas sehingga menimbulkan bleeding (kegemukan aspal) di
permukaan jalan.
Scrapping & Filling
Scrapping dengan Cold Milling Machine :
– Sampai kedalaman yang dasarnya kokoh.
– Sisi-sisi samping dan ujung harus tegak.

Filling :
– Tack Coat diusahakan merata dengan jumlah /
ketebalan yang benar, meliputi bidang dasar dan
bidang tegak galian.
– Filling material baru dihampar setelah jika
menggunakan Aspal Emulsi harus break (ditandai
dengan perubahan warna dari coklat ke hitam), dan
air di permukaan menguap.
SKEDUL UTAMA KEGIATAN KONSTRUKSI

MASA KONTRAK
========================================================
MASA PEMELIHARAAN RUTIN :
REINSTATEMENT TINGKAT LAYANAN JALAN
========================================

MASA PHO WARANTY PERIOD FHO


KONSTRUKSI
========================================================
MOBILISASI PENINGKATAN TERGANTUNG
========== SIFAT PROYEK

FASILITAS LAB.
========
SURVAI LAP. AWAL  oleh KONTRAKTOR
==== UNTUK
REVIEW DESAIN  oleh DIREKSI PEKERJAAN
PEMBAYARAN
FASILITAS & PELAKSANAAN
PENGUJIAN

1. FASILITAS PENGUJIAN :

- TIDAK DIBAYAR TERSENDIRI atau TERPISAH


- TERMASUK PADA MATA PEMBAYARAN MOBILISASI

2. PELAKSANAAN PENGUJIAN SESUAI SPESIFIKASI :

- TIDAK DIBAYAR TERSENDIRI atau TERPISAH


- SUDAH HARUS DIMASUKKAN KE DALAM
PERHITUNGAN BIAYA HARGA SATUAN ITEM
PEKERJAAN YANG BERSANGKUTAN.
PENGENDALIAN MUTU
(QUALITY CONTROL)
1. QC : Proses memeriksa mutu hasil produk untuk
menentukan apakah telah memenuhi standar mutu yg
dipersyaratkan di dalam spesifikasi.  KONTRAKTOR
2. QA (Quality Assurance) : Jaminan mutu hasil pekerjaan
untuk dapat diterima atau ditolak sebagai dasar
pembayaran.  KONSULTAN PENGAWAS
3. (QC Plan): Proses memantau, menginspeksi dan menguji
cara, metoda, bahan, kecakapan-kerja, proses produk
dari semua aspek pekerjaan untuk memastikan
kesesuaian dengan persyaratan Kontrak
4. QCM : harus, tetapi tidak terbatas, dengan indikator
output dan daftar simak sebagaimana ditunjukkan dalam
Lampiran 1.21: (ada 25 point.
STATUS HASIL
PENGENDALIAN MUTU
1. SEBAGAI PERANGKAT UNTUK DAPAT DILAKUKAN
PEMBAYARAN. BAGIAN PEKERJAAN YANG
SUDAH LOLOS QC.

2. SEBAGAI PERANGKAT UNTUK DAPAT


DILAKSANA- KAN BAGIAN PEKERJAAN
BERIKUTNYA YG TERKAIT.

3. SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM QUALITY


ASSURANCE.

4. MESKIPUN SECARA QC SUDAH DITERIMA; TIDAK


MELEPASKAN TANGGUNG JAWAB KONTRAKTOR
ATAS MUTU HASIL PEKERJAAN SECARA
KESELURUHAN.
 MASIH ADA PHO; FHO dan PASAL KEGAGALAN
POSISI & STATUS QC
CEK PROSES

CEK PROSES CEK PROSES

Q
Q Q Q
C
C C C
Lapis Pondasi
Ag. I + Ag.II Ag. Kelas A
Agregat
CEK PROSES
Tahap Tahap Tahap
Bahan Baku Bahan Olahan Produk Jadi
Dimensi : Dimensi : Dimensi :
QC Gradasi Gradasi Tebal
Kualitas : Kualitas : Kualitas :
Abrasi DIMENSI CBR CBR
QC = CEK PRODUK SISTEM JAMINAN MUTU
KUALITAS
(QUALITY ASSURANCE SYSTEM)
CEK PROSES Periksa
“Check List utk Pek. Jalan dan Jembatan”
PEKERJAAN DRAINASE
(Divisi 2)
DRAINASE
PASANGAN BATU DENGAN MORTAR

 Pelapisan sisi atau dasar selokan dan saluran air,


termasuk pembuatan lantai golak dan lubang
sulingan.

 Bahan dari batu alam atau batu dari sumber bahan


yg tidak terbelah, yg utuh (sound), keras, awet,
padat, tahan terhadap udara dan air.

 Batu sedapat mungkin harus berbentuk persegi

 Semua batu yang digunakan harus tertahan ayakan


10 cm
DRAINASE (Lanjutan)
GORONG-GORONG

 Gorong-gorong pipa beton bertulang haruslah beton


bertulang pracetak dengan mutu beton fc’ 30 Mpa.

 Bahan untuk penimbunan kembali terdiri dari tanah atau


kerikil yang bebas dari gumpalan lempung dan tetumbuhan
serta yang tidak mengandung batu yang tertahan pada
ayakan 25 mm

 Penimbunan kembali minimum 30 cm di atas puncak pipa

 Alat berat tidak boleh beroperasi < 1,5 m dari pipa sampai
seluruh pipa terbungkus dengan ketinggian ≥ 60 cm di atas
puncak pipa
DRAINASE (Lanjutan)
DRAINASE POROUS
 Pengadaan, pengangkutan, pemasangan dan pemadatan bahan
porous untuk drainase bawah tanah atau untuk mencegah
butiran tanah halus terhanyut atau tergerus oleh rembesan
air bawah tanah

 Termasuk pemasangan pipa berlubang banyak PVC dan


anyaman penyaring (filter)

 Bahan porous tersebut ditempatkan di bagian belakang


(oprit) abutment, tembok sayap, tembok penahan tanah,
pasangan batu kosong dan dinding bronjong, serta pada
pembuatan drainase bawah permukaan perkerasan jalan,
saluran beton, gorong-gorong dan pekerjaan lain yang
serupa.
PEKERJAAN TANAH
(Divisi 3)
GALIAN
 Galian Biasa:
Seluruh galian yang tidak diklasifikasi sebagai galian lainnya
dalam Spek ini, termasuk pembuangan bahan yang tidak
terpakai, tdd : galian bahan, tanah gambut, organik, lunak,dll
 Galian Batu Lunak:
Galian pada batuan yang mempunyai kuat tekan uniaksial
0,6 – 12,5 MPa (6 – 125 kg/cm2)k
 Galian Batu:
Galian batu yg mempunyai kuat tekan uniaksial > 12,5 MPa (>
125 kg/cm2), dng volume > 1m3
 Galian Struktur:
Segala jenis galian dalam batas yang ditunjukkan pada gambar
untuk Struktur, hanya terbatas untuk galian lantai beton
fondasi jembatan, tembok penahan tanah beton, dan struktur
beton pemikul beban lainnya selain yang disebut dalam Spek ini.
 Galian Perkerasan aspal:
 Galian Cold Milling Machine maupun tidak:
 Galian Perkerasan berbutir:
 Galian Perkerasan Beton
GALIAN YANG TIDAK DIBAYAR

TITIK POTONG
TERENDAH
C

C = GALIAN YANG TIDAK DIBAYAR

= GALIAN BIASA ATAU BATU YANG DIBAYAR


= GALIAN STRUKTUR YANG DIBAYAR.
TIMBUNAN
 Timbunan Biasa:

 Bebas dari bahan organik


 Bukan A-7-6 menurut AASHTO atau CH
menurut USCS untuk 30 cm lapisan teratas
 CBR ≥ daya dukung tanah dasar dalam
Gambar atau ≥ 6% jika tidak disebutkan
lain.
 Non Ekspansif menurut Van Der Merwe
 Derajat pengembangan yg diklasifikasikan oleh
AASHTO T258- 81(2013) BUKAN sebagai
"very high" atau "extra high"
TIMBUNAN (lanjutan)
 Timbunan Pilihan
- Berlaku persyaratan utk Timbunan Biasa, dengan
tambahan persyaratan
CBR ≥ 10 %, Kepadatan 100 %
- Juga diganakan sebagai Capping Layer

 Timbunan Pilihan Berbutir


- Digunakan di atas tanah rawa
- Batu, pasir atau kerikil atau bahan berbutir
bersih lainnya dengan Index Plastisitas maks
6%.

Timbunan selain di atas tanah lunak tidak boleh


dihampar dalam lapisan dengan tebal padat > 20
cm atau dalam lapisan dengan tebal padat < 10 cm.
TIMBUNAN (Lanjutan)
 Optimum Moisture Content diperoleh dari
kadar air pada Kepadatan Kering Maksimum
(Maximum Dry Density, MDD) dari Standard
Proctor (Kepadatan Ringan)
 Seluruh timbunan batu harus ditutup dengan
1 lapisan atau lebih setebal 20 cm dari bahan
bergradasi menerus dan tidak mengandung
batu > 5 cm serta mampu mengisi rongga-
rongga batu pada bagian atas timbunan batu
tersebut.
 Timbunan batu tidak boleh digunakan pada
15 cm lapisan teratas timbunan
PENGHAMPARAN DAN PEMADATAN
• Bila tinggi timbunan ≤ 1 meter, dasar pondasi timbunan
harus dipadatkan sampai 15 cm bagian permukaan atas
dasar pondasi memenuhi persyaratan timbunan di atasnya.
• Timbunan di atas lereng harus dibuat bertangga.
• Penghamparan harus dilakukan berlapis setebal 20 cm
gembur, dan dipadatkan pada kadar air antara 3 % di
bawah sampai 1 % di atas kadar air optimum / OMC.
• Lapisan tanah pada kedalaman > 30 cm di bawah permukaan
tanah dasar harus dipadatkan sampai 95 % (AASHTO
T99).
• Lapisan tanah pada kedalaman ≤ 30 cm di bawah permukaan
tanah dasar harus dipadatkan sampai 100 %
(AASHTO T99).
PENGHAMPARAN DAN PEMADATAN (Lanjutan)
 Pengujian kepadatan setiap lapisan timbunan
dilakukan sampai ke dalaman penuh, tidak boleh
berselang > 200 m.

 Untuk penimbunan kembali di sekitar struktur atau


gorong- gorong, paling sedikit harus dilaksanakan 1
pengujian untuk satu lapis penimbunan kembali yang
telah selesai dikerjakan.

 Paling sedikit satu rangkaian pengujian bahan yg


lengkap harus dilakukan untuk setiap 1000 m3
bahan yg dihampar

 Timbunan Pilihan sebagai lapisan penopang di atas


tanah lunak (CBR lapangan < 2,5%) dapat dihampar
dalam satu atau beberapa lapis yg harus dipadatkan
dng persetujuan khusus tergantung kondisi
lapangan.
CARA PENGHAMPARAN YANG
SALAH !!!
(alat, material)
Tamping-pad roller untuk memadatkan tanah berlempung
Pemadatan dengan smooth drum roller
PEKERJAAN PREVENTIF
(Divisi 4)
DIV 4 PEKRJAAN PREVENTIF
PENGABUTAN ASPAL EMULSI (FOG SEAL)

 Fog Seal diterapkan pada permukaan perkerasan


beraspal eksisting dalam kondisi baik yang mulai terjadi
retak rambut, pengausan (stripping)
 Pengabutan digunakan untuk menutup permukaan
perkerasan beraspal untuk mencegah terjadinya
pelepasan butiran agregat (raveling).
 Penambahan aspal akan meningkatkan kekedapan (water
proofing) permukaan dan mengurangi kerentanan
terhadap penuaan dengan menurunkan permeabilitas air
dan udara.
 Agregat Penutup diberikan jika terjadi aplikasi
pengabutan berlebih, maka untuk memperbaikinya
dengan menghampar agregat penutup.
PEKERJAAN PREVENTIF (Lanjutan)
LABURAN ASPAL (BURAS)

 Pelaburan aspal menggunakan aspal panas, aspal cair maupun


aspal emulsi untuk menutup retak, mencegah pelepasan
butiran agregat, memelihara tambalan agar kedap air,
memelihara perkerasan mengalami penuaan.
 Agregat

Ukuran Ayakan % Berat yang Lolos


ASTM (mm) Tipe 1 (Halus spt HRS) Tipe 2 (Kasar spt AC)
⅜” 9,5 100
No.4 4,75 100 85 - 100
No.8 2,36 80 - 100 0 - 40
No.30 0,600 0 - 30 -
No.200 0,075 0-5 0-5
PEKERJAAN PREVENTIF(Lanjutan)
 Aspal
 Aspal Keras : Pen.80-100 atau Pen.60-70 + 2-3% oli

SAE40
 Aspal Cair : MC 250 atau MC 800

 Aspal Emulsi

 Takaran:
 Takaran Aspal & Agregat Penutup

Takaran Penggunaan Untuk Variasi Tekstur


Bahan Satuan
Tipe 1 (Halus spt HRS) Tipe 2 (Kasar spt AC)
Aspal (residu) liter/m2 0,60 – 0,86 0,87 – 1,00
Agregat Penutup kg/m2 7,00 – 7,70 7,80 – 8,60
PEKERJAAN PREVENTIF(Lanjutan)
LAPIS PENUTUP BUBUR ASPAL EMULSI (SLURRY SEAL)

 Slurry Seal mencakup perbaikan minor terhadap retakan


halus, mengisi rongga, pengausan, pelepasan butir,
memperbaiki variasi tekstur penampang permukaan
perkerasan.

 Slurry Seal adalah campuran yang terdiri dari aspal


emulsi, agregat, air, bahan pengisi dan atau bahan
tambahan khusus jika diperlukan, yang dicampur dan
digelar merata di atas permukaan perkerasan beraspal.

 Slurry Seal yang sudah selesai harus secara homogen


merekat dengan baik terhadap lapis permukaan
perkerasan beraspal yang ada, dan tekstur permukaan
baru memiliki kekesatan kembali selama umur rencana.
SLURRY SEAL APPLICATION
11/23/2020 Yayan Suryana 179
SLURRY SEAL APPLICATION
11/23/2020 Yayan Suryana 180
PEKERJAAN PREVENTIF(Lanjutan)

LAPIS TIPIS BETON ASPAL (LTBA)


 LTBA digunakan untuk menanggulangi
kerusakan permukaan jalan seperti alur
(rutting), pelepasan butir (raveling), retak,
dan memiliki fungsi sebagai lapisan
fungsional serta lapis kedap air.
PEKERJAAN PREVENTIF(Lanjutan)
 Campuran : Ketentuan Sifat-sifat Campuran LTBA
Sifat-sifat Campuran Lapis Tipis Beton Aspal (LTBA)
LTBA-A LTBA-B
Halus Kasar Kasar
Modifikas
i
Jumlah tumbukan per bidang 75
Rasio partikel lolos ayakan 0,075 Min. 0,6 0,6
mm dengan kadar aspal efektif Maks. 1,2 1,2
Rongga dalam campuran (%) (1) Min. 3,0
Maks. 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 16 15
Rongga Terisi Aspal (%) Min. 65
Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 1000
Min. 2
Pelelehan (mm)
Maks. 4,5
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah Min. 85 90
perendaman selama 24 jam, 60 ºC
(2)

Rongga dalam campuran (%) Min. - - 2


pada Kepadatan membal
(refusal) (3)
PERKERASAN BERBUTIR
(Divisi 5)
KELAS LAPIS PONDASI AGREGAT

• Terdapat tiga kelas Lapis Pondasi Agregat, yaitu Kelas A,


Kelas B dan Kelas S. serta 1 kelas Lapis Drainase
• Pada umumnya Lapis Pondasi Agregat Kelas A adalah mutu
Lapis
Pondasi Atas untuk lapisan di bawah lapisan beraspal,
• dan Lapis Pondasi Agregat Kelas B adalah untuk Lapis Pondasi
Bawah.
• Lapis Pondasi Agregat Kelas S akan digunakan untuk bahu jalan
tanpa penutup aspal.
• Lapis Drainase akan digunakan dibawah perkerasan semen
Tipikal Penampang Melintang
CONTOH:
GRADASI LAPIS PONDASI AGREGAT
Ukuran Ayakan Persen Berat Yang
Lolos Lapis Fondasi Agregat Lapis
ASTM (mm) 2” Kelas A Kelas B Kelas S Drainase
50 100
1½” 37,5 100 88 - 95 100 100
1” 25,0 79 - 85 70 - 85 77 - 89 71 - 87
¾” 19,0 58 - 74
½” 12,5 44 - 60
3/8” 9,50 44 - 58 30 - 65 41 - 66 34 - 50
No.4 4,75 29 - 44 25 - 55 26 - 54 19 - 31
No.8 2,36 8 - 16
No.10 2,0 17 - 30 15 - 40 15 - 42
No.16 1,18 0-4
No.40 0,425 7 - 17 8 - 20 7 - 26
No.200 0,075 2-8 2-8 4 - 16
SIFAT-SIFAT LAPIS PONDASI AGREGAT

Sifat-sifat Lapis Fondasi Agregat


Kelas A Kelas B Lapis
Kelas S Drainase
0 - 40 % 0 - 40 % 0 - 40 % 0 - 40 %
Abrasi dari Agregat Kasar (SNI
2417:2008) 95/901) 55/502) 55/502) 80/753)
Butiran pecah, tertahan ayakan No.4
(SNI 7619:2012) 0 - 25 0 - 35 0 - 35 -
Batas Cair (SNI 1967:2008) 0-6 4 - 10 4 - 15 -
Indek Plastisitas (SNI 1966:2008) Hasil maks.25 - - -
kali Indek Plastisitas dng. % Lolos Ayakan
No.200
Gumpalan Lempung dan Butiran-butiran 0-5% 0-5% 0-5% 0-5%
Mudah Pecah (SNI 4141:2015) min.90 % min.60 % min.50 % -
CBR rendaman (SNI 1744:2012)
Perbandingan Persen Lolos Ayakan maks.2/3 maks.2/3 - -
No.200 dan No.40 - - - > 3,5
Koefisien Keseragaman : Cv = D60/D10
Catatan : 1) 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu
atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
California Bearing Ratio (CBR)
 Perbandingan beban untuk penetrasi piston seluas 3 inch2
sedalam 0,1 inch terhadap beban 3000 lbs, atau 0,2 inch
terhadap beban 4500 lbs
Catatan :
 Biasanya diambil yang penetrasi 0,1 inch

BEBAN

PISTON PENEKAN

PENETRASI LUAS ALAS 3 INCH2


Pengujian Kepadatan dengan Sand Cone
BLENDING EQUIPMENT
 Pencampuran Bahan Untuk Lapis Fondasi Agregat
 Pencampuran dengan menggunakan pemasok

mekanis (mechanical feeder) yang telah


dikalibrasi untuk memperoleh aliran yang menerus
dari komponen-komponen campuran dengan
proporsi yang benar.
 Dalam keadaan apapun tidak dibenarkan melakukan

pencampuran di lapangan

 Apakah pencampuran dengan menggunakan Loader


atau Motor Grader diijinkan?
 Apa dapat diperoleh campuran yg homogen &

isotropis ?
PENGHAMPARAN DAN PEMADATAN

Penghamparan campuran harus merata, kadar air harus


merata dalam rentang yang disyaratkan.
Tebal padat maksimum 20 cm.

Pemadatan dilakukan dengan alat yang cocok (bila


dengan pemadat roda besi mengakibatkan agregat
pecah, dapat digunakan roda karet) sampai paling
sedikit 100 % kepadatan maksimum (AASHTO T108
method D); dan pada kadar air 3 % di bawah sampai 1 %
di atas kadar air optimum.
BLENDING EQUIPMENT
BLENDING EQUIPMENT
MATERIAL LAPIS FONDASI
AGREGAT YG TIDAK SESUAI

 CLOSE UP PERMUKAAN
LAPIS FONDASI AGREGAT

 LAPIS FONDASI AGREGAT


YG SUDAH DI-PRIME COAT
 KEKURANGAN PARTIKEL
HALUS
CAMPURAN BERASPAL
PANAS
DIVISI 6.3
JENIS CAMPURAN BERASPAL PANAS
STONE MATRIX ASPHALT (SMA)
 Terdiri dari 3 macam, yaitu SMA Tipis, SMA Halus dan SMA Kasar
 Ukuran maks agregat masing-masing 12,5 mm, 19 mm dan 25 mm
 Campuran SMA yang menggunakan aspal modifikasi masing-masing
disebut SMA Tipis Modified, SMA Halus Modified dan SMA Kasar
Modified.

LATASTON (HRS)
 Terdiri dari dua macam, yaitu Lataston Lapis Pondasi (HRS-Base) dan
Lataston Lapis Permukaan (HRS-Wearing Course).
 Ukuran maks agregat 19 mm.
 Kunci perencanaan campuran:
- Gradasi benar-benar senjang
- Sisa rongga udara pada kepadatan membal (refusal density) harus
memenuhi ketentuan spesifikasi.

LASTON (AC)
 Terdiri dari tiga macam campuran, yaitu Laston Lapis Aus (AC-WC),
Laston Lapis Pengisi (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-
Base).
 Ukuran maks agregat masing-masing campuran 19 mm; 23,4 mm; dan
37,5 mm.
 Campuran AC yang menggunakan aspal modifikasi masing-masing disebut
SUSUNAN PERKERASAN JALAN
 LASTON (AC)
Aspal keras + agregat gradasi menerus + filler, dihampar dan dipadatkan pada suhu
tertentu.
- fungsi : mendukung beban lalin berat, pelindung dari pengaruh air,
sbg lapis aus, menyediakan permukaan yg rata & tdk licin
- sifat : tahan aus, kedap air, stabilitas tinggi, struktural

Tack Coat AC-WC

Tack Coat AC-BC

AC-Base
Prime Coat

Agregat Kls.A

Agregat Kls.B

Tanah Dasar
Gradasi Batuan

Gradasi adalah kombinasi ukuran butir-butir (dari


butir besar sampai butir paling kecil) di dalam satu
volume batuan

Gradasi Seragam

Gradasi Menerus

Ukuran butiran
Gradasi Senjang yang tidak ada
KRITERIA YANG HARUS DIPENUHI
CAMPURAN BERASPAL

 Stabilitas yang cukup ; mampu mendukung beban lalu-


lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi
permanen dan deformasi plastis selama umur rencana.
 Durabilitas atau keawetan yang cukup ; mampu
menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, serta
gesekan antara roda kendaraan dengan permukaan
perkerasan jalan.
 Kelenturan atau fleksbilitas yang cukup ; mampu
menahan lendutan akibat beban lalu-lintas dan pergerakan
dari pondasi atau tanah dasar tanpa mengalami retak.
 Cukup kedap air (impermeabilitas) ; cukup kedap air
sehingga tidak ada rembesan air yang masuk ke lapis
pondasi di bawahnya.
 Kekesatan (skid resistance) yang cukup ; harus cukup
kesat terutama pada kondisi basah, sehingga tidak
membahayakan pemakai jalan (kendaraan tidak tergelincir
atau selip).
 Ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance) ;
lmampu menahan beban berulang dari beban lalu-lintas
tanpa terjadi kelelahan berupa alur selama umur rencana.
 Kemudahan kerja (workability) ; mudah dilaksanakan,
mudah dihamparkan dan dipadatkan.
TEBAL NOMINAL MINIMUM
Jenis Campuran Simbol Tebal Nominal Min. (cm)
SMA Tipis SMA Tipis 3,0
Halus SMA Halus 4,0
Kasar SMA Kasar 5,0
Lataston Lapis Aus HRS-WC 3,0
Lapis Pondasi HRS-BASE 3,5
Laston Lapis Aus AC-WC 4,0
Lapis Antara AC-BC 6,0
Lapis Pondasi AC-BASE 7,5

Toleransi tebal :
• SMA Tipis tidak lebih dari 2,0 mm
• SMA Halus tidak lebih dari 3,0 mm
• SMA Kasar tidak lebuh dari 3,0 mm
• Lataston Lapis Aus tidak lebih dari 3,0 mm
• Lataston Lapis Pondasi tidak lebih dari 3,0 mm
• Laston Lapis Aus tidak lebih dari 3,0 mm
• Laston Lapis Antara tidak lebih dari 4,0 mm
• Laston Lapis Pondasi tidak lebih dari 5,0 mm
KETENTUAN BAHAN
Ketentuan Agregat Kasar
 Fraksi Agregat Kasar adalah yang tertahan # No. 4 (4,75 mm)
Penyerapan air oleh semua jenis Agregat maksimum 3 %
 Berat Jenis Agregat Kasar dan Halus tidak boleh berbedah lebih 0,2
Jenis Campuran Standar Nilai
Kekekalan Bentuk Agregat Natrium sulfat Maks. 12 %
Terhadap Larutan Magnesium sulfat SNI 3407:2008 Maks. 18 %
Campuran AC 100 putaran Maks. 6 %
Abrasi dengan Modified dan SMA 500 putaran Maks. 30 %
mesin Los Semua jenis 100 putaran SNI 2417:2008 Maks. 8 %
Angeles lcampuran aspal 500 putara Maks. 40 %
bergradasi lainnya
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 2439-2011 Min. 95 %

Butir pecah pada agregat kasarPer SMA SNI 7619:2012 100/90


Lainnya 95/90
Partikel pipih dan lonjong SMA ASTM D4791 Maks. 5 %
Lainnya Perbandingan 1:5 Maks. 10%
Material lolos ayakan nomor 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 %
Ketentuan Agregat Halus

 Fraksi Agregat Kasar adalah yang lolos # No. 4 (4,75 mm)


 Untuk campuran AC, maksimum pasir alam yang boleh dipakai
adalah 15 % terhadap berat total campuran.

Pengujian Standar Nilai

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min. 60%

Angularitas dengan uji kadar rongga SNI 03-6877-2002 Min. 45

Gumpalan lempung dan butir-butir mudah SNI 03-4141-1996 Maks. 1 %


pecah dalam agregat

Agregat lolos ayakan nomor 200 SNI ASTM C117:2012 Maks. 10%
Ketentuan Bahan Pengisi (Filler)

 Bahan pengisi yang digunakan harus dari debu batu


(stonedust), semen atau mineral dari asbuton. Bahan
pengisi yang digunakan harus kering dan bebas dari
gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan
sesuai SNI 03-4142-1996 harus mengandung bahan yang
lolos ayakan No.200 (75 micron) tidak kurang dari 75%
terhadap beratnya kecuali untuk mineral asbuton. Mineral
asbuton harus mengandung bahan yang lolos ayakan
No.100 (150 micron) tidak kurang dari 95% terhadap
beratnya.
Gradasi Agregat Gabungan

% Berat Yang Lobos terhadap Total Agre. at dalam Campuran


SMA Lataston (HRS) Laston (AC)
Ukuran Gradasi Senjang Gradasi Semi Senjang
Ayakan
(mm) Tipis Halus Kasar WC BC Base
WC Base WC Base

37,5 100
25 100 100 90 - 100
19 90 - 100 90 - 100 100 100 100 100 100 90 - 76 - 90
100
12,5 100 75 - 85 50 - 80 90 - 100 90 - 100 87 - 100 90 - 100 90 - 100 75 - 90 60 - 78
9,5 70 - 95 50 - 80 25 - 60 75 - 85 65 - 90 55 - 88 55 - 70 77 - 90 66 - 82 52 - 71
4,75 30 - 50 20 - 35 20 - 28 53 - 69 46 - 64 35 - 54
2,36 20 - 30 16 - 24 16 - 24 50 - 723 35 - 553 50 - 62 32 - 44 33 - 53 30 - 49 23 - 41
1,18 14 - 21 21 - 40 18 - 38 13 - 30
0,600 12- 18 35 - 60 15 - 35 20 - 45 15 - 35 14 - 30 12 - 28 10 - 22
0,300 10 - 15 15 - 35 5 - 35 9 - 22 7 - 20 6 - 15
0,150 6-15 5 -13 4-10
0,075 8 - 12 8 - 11 8-13 6-10 2-9 6-10 4-8 4-9 4-8 3- 7
Ketentuan Aspal Keras
Tipe II Aspal yang
Dimodifikasi
Tipe I Aspal
Metoda A B
No. Jenis Pengujian Pen.
Pengujian
60- 70
PG70 PG76

1 Penetrasi pada 25°C (0,1 mm) SNI 2456-2021 60-70 Dilaporkan


2. Temparatur Geser Dinamis (°C) SNI 06-6441-2000 - 70 76
3. Viskositas Kinematis 135°C (cSt) ASTM D2170-10 > 300 < 3000
4. Titik Lembek (°C) SNI 2434:2011 > 48 Dilaporkan
5. Dalctilitas pada 25°C, (cm) SNI 2432:2011 > 100 -
6. Titik Nyala (°C) SNI 2433:2011 > 232 > 230 > 230
7. Kelarutan dalam Trichloroethylene (%) AASHTO T44-03 > 99 > 99 > 99
8. Berat Jenis SNI 2441:2011 > 1,0 > 1,0 -
Stabilitas Penyimpanan: Perbedaan
9. ASTM 13 5976 part 6.1 - - < 2,2
Titik Lembek (°C)
10. Kadar Parafin Lilin (%) SNI 03-3639-2002 < 2,2 - -
Pengujian Residu hasil TFOT (SNI-06-2440-1991) atau RTFOT(SNI-03-6835-2002)
11. Berat yang Hilang (%) SNI 06-2441-1991 < 0,8 < 0,8 < 0,8
12. Temparatur Geser Dinamis (°C) SNI 03-6441-2000 - 70 76
13. Penetrasi pada 25°C (%) SNI 06-2456-1991 > 54 > 54 > 54
14. Daktilitas pada 25°C (cm) SNI 2432:2011 > 50 > 50 > 25
Residu aspal segar setrelah PAV (SNI 03-6837-2002)pada temparatur 100 °C dan tekanan 2,1 Mpa

15. Temparatur Geser Dinamis (°C) SNI 03-6441-2000 - 31 34


Ketentuan Anti Stripping

No. Jenis Pengujian Standar Nilai

1 Titik Nyala (Claveland Open Cup), °C SNI 2433:2011 min 180

2 Viskositas, pada 25°C (Saybolt Furol), detik SNI 03-6721-2002 >200

3 Berat Jenis, pada 25°C, SNI 2441:2011 0,92 - 1,06

4 Bilangan asam (acid value), mL KOH/g SNI 04-7182-2006 < 10

5 Total bilangan amine (amine value), mL HCI/g ASTM D2073-07 150 – 350

Kompatibilitas Anti Stripping dengan Aspal


Uji pengelupasan dengan air mendidih ASTM D3625
1 min.80
(boiling water test), %1) (2005)
Stabilitas penyimpanan campuran aspal
2 SNI 2434:2011 maks.2,2
dan bahan anti pengelupasan, °C

Stabilitas pemanasan (Heat stability). Pengon- ASTM D3625-96


3 min.70
disian 72 jam, % permukaan terselimuti aspal Modification
SIFAT-SIFAT CAMPURAN BERASPAL PANAS

Ketentuan Sifat-Sifat Campuran SMA


SMA SMA Mod
Sifat-Sifat Campuran Tipis, Halus Tipis, Halus
dan Kasar dan Kasar
Draindow pada temparatur produksi,
% berat dalamcampuran (waktu 1 Maks. 0,3 0,3
jam)
Stabilitas Marshall (kg) Min. 600 700
Min. 2 2
Pelelehan (mm)
Maks. 4,5 4,5
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah
Min. 90 90
perendaman selama 24 jam, 60 °C (3)
Stabilitas Dinamis (lintasan/mm) Min. 2500 300
Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Lataston (HRS)
Lataston (HRS)
Sifat-sifat Campuran
Lapis Aus Lapis Pondasi
Kadar aspal efektif (%) Min. 5,9 5,5
Jumlah tumbukan per bidang 50
Min. 3,0
Rongga dalam campuran (%)
Maks. 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 17 17
Rongga terisi aspal (%) Min. 68
Stabilitas Marshall (kg) Min. 600
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah
Min * 90
perendaman selama 24 jam, 60 °C (3)
Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston (AC)

Laston (AC)
Sifat-sifat Campuran Lapis Pondasi
Lapis Aus
Antara
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Rasio partikel lolos ayakan 0,075mm dengan Min. 0,6
kadar aspal efektif Maks. 1,6
Min. 3,0
Rongga dalam campuran (%)
Maks. 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 15 14 13
Rongga Terisi Aspal (%) Min. 65 65 65
Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 1800
Min. 2 3
Pelelehan (mm)
Maks 4 6
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah
Min. 90
perendaman selama 24 jam, 60 °C
Rongga dalam campuran (%) pada Kepadatan
Mm. 2
membal (refusal)
Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston Mod (AC Mod)

Sifat-sifat Campuran Laston


Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Rasio partikel lolos ayakan 0,075mm Min. 0,6
dengan kadar aspal efektif Maks. 1,6
Min. 3,0
Rongga dalam campuran (VIM) (%)
Maks. 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 15 14 13
Rongga Terisi Aspal (VFB) (%) Min. 65 65 65
Stabilitas Marshall (kg) Min. 1000 2250
Min. 2 3
Pelelehan (mm)
Maks. 4 6
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah
Min. 90
perendaman selama 24 jam, 60 °C
Rongga dalam campuran (%) pada
Min. 2
Kepadatan membal (refusal)
Stabilitas Dinamis, lintasanimm Min. 2500
Representasi Volume Didalam Campuran

Volume Aspal

Volume Agregat

VIM VMA
VFB
Volume Aspal yang Terserap Agregat
Rumusan Campuran Rancangan (DMF)

 Paling Lambat 30 hari sebelum pekerjaan aspal dimulai


 Sumber-sumber agregat.
 Ukuran nominal maksimum partikel.
 Persentase setiap fraksi agregat pada penampung dingin
maupun penampung panas.
 Gradasi agregat gabungan yang memenuhi spesifikasi
 Kadar aspal optimum dan efektif terhadap berat total
campuran .
 Rentang temperatur pencampuran aspal dengan agregat
dan temperatur campuran beraspal dikeluarkan dari alat
pengaduk (mixer).
Rumusan Campuran Kerja (JMF)

 Percobaan campuran di AMP dan penghamparan


percobaan yang memenuhi ketentuan akan menjadikan
DMF dapat disetujui sebagai JMF.
 Penghamparan percobaan paling sedikit 50 ton untuk setiap
jenis campuran.
 12 benda uji Marshall harus dibuat setiap penghamparan
percobaan. Kepadatan rata-rata (Gmb) dari semua benda
uji yang memenuhi ketentuan harus menjadi Kepadatan
Standar Kerja (Job Standard Density).
 Pekerjaan pengaspalan yang permanen belum dapat
dimulai sebelum diperoleh JMF yang disetujui oleh Direksi
Pekerjaan.
 Tidak ada pembayaran terpisah yang akan dilakukan untuk
percobaan penghamparan.
Toleransi Komposisi Campuran

Toleransi Komposisi
Agregat Gabungan
Campuran
Sama atau lebih besar dari 2,36 mm ± 5 % berat total agregat
Lobos ayakan 2,36 mm sampai No.50 ± 3 % berat total agregat
Lobos ayakan No.100 dan tertahan No.200 ± 2 % berat total agregat
Lobos ayakan No.200 ± 1 % berat total agregat

Kadar aspal Toleransi


Kadar aspal ± 0,3 % berat total campuran

Temperatur Campuran Toleransi


- 10 °C dari temperatur
Bahan meninggalkan AMP dan dikirim ke
campuran beraspal di truk saat
tempat penghamparan
keluar dari AMP
KETENTUAN INSTALASI PENCAMPUR ASPAL (AMP)

Asphalt Mixing Plant (AMP)


 Harus mempunyai sertifikat "laik operasi" dan sertifikat kalibrasi dari
Metrologi untuk timbangan aspal, agregat dan bahan pengisi (filler),
yang masih berlaku.
 Harus dilengkapi dust collector yaitu sistem pusaran kering (dry cyclone)
dan pusaran basah (wet cyclone).
 Mempunyai pengaduk (pug mill) dengan kapasitas asli minimum 800
kg.
 Untuk AC-Base, jumlah cold bin tidak kurang dari 5 buah dan untuk
jenis campuran beraspal lainnya minimal 4 cold bin.
 Bahan bakar untuk memanaskan agregat haruslah minyak tanah atau
solar dengan berat jenis maksimum 860 kg/m3 atau gas Elpiji atau LNG
(Liquefied Natural Gas) atau gas yang diperoleh dari batu bara. Batu
bara yang digunakan dalam proses gasifikasi haruslah min. 5.500
K.Cal/kg.
 Agregat yang diambil dari pemasok panas (hot bin) atau pengering
(dryer) tidak boleh mengandung jelaga dan atau sisa minyak yang tidak
habis terbakar.
Tangki Penyimpanan Aspal
 Pemanasan di tangki harus dilakukan melalui kumparan uap (steam
coils), listrik, atau cara lainnya sehingga api tidak langsung memanasi
tangki aspal.
 Selimut uap (steam jacket) atau perlengkapan isolasi lainnya diperlukan
untuk mempertahankan temperatur aspal dalam sistem sirkulasi.
 Daya tampung tangki paling sedikit untuk kuantitas dua hari produksi,
dan harus disediakan dua tangki dengan kapasitas yang sama.
 Pengendali temperatur termostatik harus mampu mempertahankan
temperatur sebesar 160 °C.

Tangki Penyimpanan Aditif


 Kapasitas penyimpanan, minimal untuk satu hari produksi, dilengkapi
dozing pump sehingga dapat memasok langsung aditif ke pugmil.

Rumah Timbangan
 Rumah timbang harus disediakan untuk menimbang truk bermuatan
yang siap dikirim ke tempat penghamparan.
PRODUKSI CAMPURAN BERASPAL
PRODUKSI CAMPURAN BERASPAL
Perkiraan Temperatur
Viskositas Aspal
No. Prosedur Pelaksanaan Aspal
(Pas) Tipe I Tipe II

Pencampuran benda uji


1 0,2 155 ±1 165 ±1
Marshall
Pemadatan benda uji
2 0,4 145 ±1 155 ±1
Marshall
Pencampuran, rentang
3 0,2 - 0,5 145 - 155 155 - 165
temperatur sasaran
Menuangkan campuran
4 aspal dari alat pencampur ± 0,5 135 - 150 145 - 160
ke dalam truk
Pemasokan ke Alat
5 0,5 - 1,0 130 - 150 140 - 160
Penghampar
Pemadatan Awal (roda
6 1-2 125 - 145 135 - 155
baja)
Pemadatan Antara (roda
7 2 - 20 100 - 125 110 - 135
karet)
Pemadatan Akhir (roda
8 <20 > 95 >105
baja)
PENGHAMPARAN CAMPURAN

 Untuk menjamin sambungan memanjang vertikal maka harus ada


acuan tepi berupa besi profil siku dengan ukuran tinggi 5 mm lebih
kecil dari tebal rencana dan dipakukan pada perkerasan dibawahnya.
 Sebelum memulai penghamparan, sepatu (screed) alat penghampar
harus dipanaskan.
 Mesin vibrasi pada screed alat penghampar harus dijalankan selama
penghamparan .
 Hopper tidak boleh dikosongkan, sisa campuran harus dijaga tidak
kurang dari temperatur yang disyaratkan.
 Kelandaian sepatu (screed) alat penghampar untuk menjamin
terpenuhinya lereng melintang dan super elevasi yang diperlukan .
 Penghamparan harus dimu lai dari lajur yang lebih rendah menuju lajur
yang lebih tinggi bilamana pekerjaan yang dilaksanakan lebih dari satu
lajur.
PEMADATAN CAMPURAN
 Pemadatan campuran beraspal harus terdiri dari tiga operasi yang terpisah, yi :
Pemadatan Awal, Pemadatan Antara dan Pemadatan Akhir.
 Pemadatan awal atau breakdown rolling dilaksanakan dengan alat
pemadat roda baja, minimal 2x lintasan.
 Pemadatan kedua atau utama dilaksanakan dengan pemadat roda karet.
 Pemadatan akhir atau penyelesaian dilaksanakan dengan alat pemadat
roda baja tanpa penggetar (vibrasi)
 Pemadatan dimulai dari tempat sambungan memanjang dan kemudian
dari tepi luar. Selanjutnya, penggilasan dilakukan sejajar dengan sumbu
jalan berurutan menuju ke arah sumbu jalan , kecuali untuk superelevasi
pada tikungan harus dimulai dari tempat yang terendah dan bergerak
kearah yang lebih tinggi.
 Roda alat pemadat harus dibasahi dengan cara pengabutan secara terus
menerus untuk mencegah pelekatan campuran pada roda alat pemadat,
tetapi air yang berlebihan tidak diperkenankan. Roda karet boleh sedikit
diminyaki untuk menghindari lengketnya campuran beraspal pada roda.
 Setiap minyak bumi yang tumpah di atas perkerasan yang sedang
dikerjakan, harus dilakukannya pembongkaran dan perbaikan.
PENGENDALIAN MUTU
 Permukaan perkerasan harus diperiksa dengan mistar lurus sepanjang 3 m, dan
harus dilaksanakan tegak lurus dan sejajar dengan sumbu jalan.
 Kerataan permukaan lapis aus harus diperiksa dengan alat NAASRA-
Meter, dengan International Roughness Index (IRI) paling tidak 3 setiap
interval 100 m.
 Kepadatan untuk Lataston (HRS) tidak boleh kurang dari 97 % Kepadatan
Standar Kerja (Job Standard Density) yang tertera dalam JMF dan untuk
semua campuran beraspal lainnya tidak boleh kurang dari 98 %.
 Ketentuan Kepadatan :
Kepadatan yg Kepadatan Mini- Nilai minimum
Jumlah benda
disyaratkan mum Rata-rata setiap pengujian
uji per segmen
(% JSD) (% JSD) tunggal (% JSD)
3-4 98,1 95
5 98,3 94,9
98
>6 98,5 94,8
3-4 97,1 94
5 97,3 93,9
97
>6 97,5 93,8
FREKWENSI PENGENDALIAN MUTU
Bahan dan Pengujian Frekwensi Pengujian
Aspal :
Aspal bentuk drum 3√dari setiap jumlah
drum
Aspal curah Setiap tangki aspal
Jenis pengujian aspal drum dan curah mencakup :
Penetrasi dan titik lembek
Asbuton butir/adiitif asbuton 3√dari setiap jumlah
kemasan
- Kadar air
- Ekstraksi (kadar aspal)
- Ukuran butir maksimum
- Penetrasi aspal asbuton

Agregat :
- Abrasi dengan mesin Los Angeles Setiap 5.000 m3
- Gradasi agregat yang ditambahkan ketumpukan Setiap 1.000 m3
- Gradasi agregat dari penampung panas (hot bin) Setiap 250 m3 (min.2
pengujian per hari)
- Nilai setara pasir (sand equivalent) Setiap 250 m3
Campuran :
- Suhu di AMP dan suhu saat sampai dilapangan Setiap batch dan pengiriman
- Gradasi dan kadar aspal Setiap 200 ton (min. 2
pengujian per hari)
- Kepadatan, stabilitas, pelelehan, marshall quotient Setiap 200 ton (min. 2
(untuk non AC), rongga dalam campuran pada 75 pengujian per hari)
tumbukan dan stabilitas marshall sisa a tau Indirect
tensile Strength Ratio (ITSR)
- Rongga dalam campuran pd. Kepadatan marshall Setiap 3.000 ton
- Cam1puran rancangan (Mix Design) Marshall Setiap perubahan
agregat/rancangan

Lapisan yang dihampar :


- Benda uji inti (core) berdiameter 4” untuk partikel Benda uji inti paling sedikit
ukuran maksimum 1” dan 6” untuk partikel ukuran harus diambil dua titik
diatas 1”, baik untuk pemeriksaan pema-datan pengujian per penampang
maupun tebal lapisan bukan perata melintang per lajur dengan
jarak memanjang antar
penampang melintang yang
diperiksa tidak lebih 100 m

Toleransi Pelaksanaan :
- Elevasi permukaan, untuk penampang melintang dari Paling sedikit 3 titik yang
setiap jalur lau lintas diukur melintang pada paling
sedikit setiap 12,5 meter
memanjang sepanjang jalan
tersebut
PENGENDALIAN MUTU HARIAN

 Analisa saringan, paling sedikit dua contoh agregat per hari dari setiap
penampung panas.
 Temperatur campuran saat pengambilan contoh di AMP maupun di
lokasi penghamparan (satu per jam).
 Kepadatan hasil pemadatan di lapangan dan persentase kepadatan
lapangan terhadap JMD untuk setiap benda uji inti (core).
 Kepadatan Marshall, Stabilitas, Flow , Marshall Quotient, Stabilitas
Marshall Sisa atau Indirect Tensile Strength Ratio (ITSR), paling sedikit
dua contoh per hari.
 Kadar bitumen aspal keras maupun aspal modifikasi dalam campuran
dan gradasi agregat yang ditentukan dari hasil ekstraksi campuran paling
sedikit dua contoh per hari.
 Untuk filler (added) dari Kapur, Semen atau Asbuton ditentukan dengan
mencatat kuantitas silo atau penampung sebelum dan setelah produksi.
 Kadar anti stripping ditentukan dengan mencatat volume tangki sebelum
dan sesudah produksi dan juga diperiksa dengan pengujian Stabilitas
Marshall Sisa untuk setiap 200 ton produksi.
124

Anda mungkin juga menyukai