Anda di halaman 1dari 56

DESAIN PERKERASAN

JALAN KAKU

Struktur Perkerasan Baru

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT


BADAN PENGEMBANGAN SUM BER DAYA MANUSIA
0 22 PUSDIKLAT JALAN, PERUMAHAN, PEMUKIMAN DAN PENGEMBANGAN
/2
/1
5
INFRASTRUKTUR WILAYAH 1
12
PERKERASAN KAKU

2
PERKERASAN KAKU

1. Umur Rencana harus 40 tahun kecuali ditentukan lain


2. Kelompok sumbu kendaraan niaga desain yg lewat
selama umur rencana
3. Daya dukung efektif tanah dasar
4. Struktur Pondasi Jalan
5. Lapisan Drainase & Lapisan Subbase
6. Jenis Sambungan, biasanya Ruji (Dowel)
7. Jenis Bahu Jalan
8. Tebal Lapisan Pondasi dari solusi yg diberikan dalam
Bagan Desain 4 (hal. 8-6)
9. Detailed Desain meliputi demensi slab, penulangan slab,
posisi anker, ketentuan sambungan dsb
10. Kebutuhan daya dukung tepi perkerasan
3
1. UMUR RENCANA (UR) JALAN BARU

Perkerasan Kaku
 Semua jenis lapisan : 40 tahun
Umur Rencana < Kapasitas Jalan pada saat UR

Alternatif Umur Rencana


 discounted whole of life cost yang terendah

4
Struktur perkerasan yang umum dapat dilihat pada dan Gambar 1-2.

Gambar 1-2: Komponen Struktur Perkerasan Kaku

Perkerasan Beton
Lapis pondasi Beton Kurus (LMC)
Lapis Drainase Agregat Kelas A
Concrete
Tanah Dasar

Perbaikan Tanah Dasar


(jika dibutuhkan)atau
Pondasi
Lapis Penopang (jika dibutuhkan)

Struktur Perkerasan Kaku pada PermukaanTanah Asli (At Grade)

Perkerasan Beton
Lapis pondasi Beton Kurus (LMC)
Concrete
Lapis Drainase Agregat Kelas A
Tanah Dasar

Timbunan dipadatkan pada CBR


desain Pondasi

Struktur Perkerasan Kaku Pada Timbunan

Perkerasan Beton
Lapis pondasi Beton Kurus (LMC)
Lapis Drainase Agregat Kelas A
Tanah Dasar
Peningkatan Tanah Dasar tebal
850 mm 850 mm CBR ≥ 4% (jika dibutuhkan) Pondasi

5
Struktur Perkerasan Kaku Pada Galian
2. KELOMPOK SUMBU KENDARAAN
NIAGA DESAIN YG LEWAT SELAMA
UR
Distribusi Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga
 Untuk Perkerasan Kaku, Pd T-14-2003: Lampiran A
 Heavy Vehicle Axle Group (HVAG) & bukan CESA

6
7
Gambar 10-1 Jenis kendaraan dan jumlah kelompok sumbu

8
FAKTOR DAYA RUSAK KENDARAAN
(VEHICLE DAMAGE FACTOR = VDF , BINA MARGA)
 adalah perbandingan antara daya rusak oleh muatan sumbu suatu kendaraan terhadap daya rusak oleh beban sumbu standar. Perbandingan ini
tidak linier, melainkan exponensial sbb:

4
Beban Sumbu Kendaraan
VDF =
Beban Sumbu Standar
4
P
VDF = P=6 T, VDF = 1.6425
5.3

4
P
VDF = P=10 T, VDF = 2.2555
8.16

9
FAKTOR DAYA RUSAK KENDARAAN
(VEHICLE DAMAGE FACTOR = VDF , BINA MARGA)
4 4
P P
VDF = = X 0,266
15 8,16
P=18 T, VDF = 2.0362

4 4
P P
VDF = = X 0,028
18 8,16

P=21 T, VDF = 2.3248

 Penambahan beban sumbu pada single axle dual wheel


menjadi 2 kali Beban Standar, akan mengakibatkan
pertambahan daya rusak sebanyak 16 kali. Jika Beban
sumbu menjadi 3 kali, maka daya rusak menjadi 81 kali.

10
Distribusi Beban Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga (1)
untuk Jalan Lalu Lintas Berat (untuk desain perkerasan kaku)
Beban Jenis Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga
kelompok
Sumbu STRT STRG STdRT STdRG STrRG

(kN) Kelompok sumbu sebagai persen dari kendaraan niaga


10 - 20 7,6
20 - 30 16,5 0,2
30 - 40 18,4 0,5
40 - 50 11,8 1,1
50 - 60 19,0 2,2
60 - 70 7,6 4,9
70 - 80 10,2 7,4
80 - 90 0,7 6,9
90 -
1,1 2,6
100
100 -
1,8 1,8
110
110 -
1,6 0,3
120
120 -
3,0 0,1
130
130 -
3,3 1,8 0,4
140
140 -
1,5 1,8 0,7
150
150 -
0,3 1,8 1,0
160
160 -
3,6 1,1
170
170 -
0,1 1,1
180
180 - Catatan :
0,5
190 STRT : Sumbu tunggal roda tunggal
190 -
200
1,6 STRG :Sumbu tunggal roda ganda
200 -
0.4 2,7 0,13 STdRT : Sumbu tandem roda tunggal
210
210 - STdRT : Sumbu tandem roda ganda
2.4 0,8
220
220
-
11
STrRG : Sumbu tridem roda ganda
0.1 1,0
230
Distribusi Beban Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga (1)
untuk Jalan Lalu Lintas Berat (untuk desain perkerasan kaku)
Beban Jenis Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga
kelompok
Sumbu STRT STRG STdRT STdRG STrRG

(kN) Kelompok sumbu sebagai persen dari kendaraan niaga


340 -
350
350 -
0,4
360
360 -
370
370 -
0,9 0,13
380
380 -
0,4
390
390 -
0,26
400
400 -
0,26
410
410 -
0,13
420
420 -
430
430 -
440
440 -
0,40
450
450 -
0,13
460
460 -
470 Catatan:
470 -
0,13 • Berlaku untuk perhitungan desain
480
480 - ketebalan pelat perkerasan kaku.
490 • Sumber data RSDP3 Activity #201
490 -
500 studi sumbu kendaraan niaga di
500 - Demak, Jawa Tengah Tahun 2011
510
510 - (PANTURA) 12
0,13
520
520 -
3. DAYA DUKUNG EFEKTIF TANAH
DASAR (1) HAL 7-2

7.4 Pondasi Perkerasan Kaku Diatas Tanah Lunak :


 Pengangkatan dan penggantian tanah lunak, atau
 Lapis penopang dgn CBR desain tanah dasar < dari yg
ditentukan dalam Gambar 7-1. Lapis penopang harus
diberikan beban awal untuk membatasi pergerakan tak
seragam setelah konstruksi, atau
 Pondasi khusus seperti cakar ayam untuk mendu-kung
lapis pondasi

 Daya Dukung Efektif Tanah Dasar :hal 7-3


 Metode-metode yg dipakai saat ini melibatkan
 Penentuan daya dukung ekivalen bagi 1 m
pertama tanah dasar atau
 Penentuan modulus reaksi tanah dasar dari plate
bearing test.
13
3. DAYA DUKUNG EFEKTIF TANAH DASAR
(2)

 Metode ketiga yg diajukan yaitu daya dukung ekivalen yg


menghasilkan tingkat tegangan maks yg sama pada dasar
pelat perkerasan kaku di atas tanah lunak yg diberi lapis
penopang (capped) dibandingkan terhadap tanah dasar yg
seragam dgn kedalaman tak terbatas yg mempunyai daya
dukung yg sama.

 Analisa multi-layer (CIRCLY) digunakan untuk


memperoleh matriks solusi. Gambar 7-1 menunjukkan
solusi untuk struktur perkerasan umum yg ditunjukkan
dalam Gambar 7-2.

14
GAMBAR 7-1, hal 7-3
CBR Maksimum Tanah Dasar untuk Permukaan Tanah Lunak yang diberi Lapis
Penopang

CBR efektif tanah dasar


Untuk perkerasan kaku
(%)
Asumsi umum
Solusi analisa mekanistik

Tinggi timbunan (mm)


Catatan :
1. Tinggi timbunan ditentukan dari platform permukaan tanah lunak sampai dasar dari lapis
pondasi Lean Mix Concrete
2. CBR efektif untuk desain perkerasan kaku ditentukan dari Gambar 10-1 sangatlah sensitif
15
terhadap tinggi timbunan dan nilainya lebih rendah dari pada nilai yang dihasilkan dari sebagian
besar metode-metode lainnya untuk tinggi timbunan < 3 m.
Pelat beton tebal bervariasi
Lapisan LMC tebal bervariasi
Tanah Dasar Desain Lapis Pondasi Agregat Kelas A dengan tebal bervariasi
(perkerasan beton semen) atau permukaan timbunan biasa atau
pilihan (perkerasan lentur)
 
Tinggi Timbunan untuk Lapis Penopang dan timbunan tebal bervariasi, material timbunan
masuk ke Gambar 10-1 – timbunan pilihan (mungkin termasuk lapisan geotekstil atau
geogrid)

Tanah asli: tanah lunak terkonsolidasi normal sebelum dibebani

Gambar 7-2, hal 7-4


Struktur perkerasan kaku yang digunakan dalam analisa Gambar 10.1
(kasus perkerasan kaku)

16
3. DAYA DUKUNG EFEKTIF TANAH DASAR (3)
HAL 7-4

 7.4.2 Deformasi Plastis Tanah Dasar akibat Beban Dinamis

 Deformasi plastis di bawah sambungan perkerasan kaku


bersamaan dgn erosi material tanah dasar melalui
sambungan, menyebabkan rongga yg mungkin memerlukan
undersealing/mud jacking.
 Besarnya deformasi plastis pada lapisan-lapisan tanpa
pengikat (unbound) di bawah sambungan dapat diestimasi.
Gambar 7.3 menggambarkan dampak tinggi timbunan
terhadap jumlah repetisi beban yang menyebabkan kegagalan
sambungan
 Timbunan rendah pada tanah lunak rentan mengalami
kegagalan dini. Pondasi beton sebaiknya termasuk tulangan
distribusi retak jika tinggi timbunan < yg ditunjukkan
Gambar 7.3. Untuk alinyemen baru, jika dimungkinkan,
timbunan dipasang > yg ditunjukkan Gambar 7.3
17
GAMBAR 7-3, hal 7-5
Tinggi minimum dari permukaan akhir sampai batas deformasi plastis
permukaan tanah lunak asli dibawah sambungan pelat

Jumlah lintasan beban


sumbu per lajur per
arah (Kumulatif ESA
pangkat 4)

Tinggi permukaan akhir di atas permukaan tanah asli lunak (m)


Catatan :
1. Tinggi timbunan yang ditentukan dari Gambar 7-1 dan 7-2 adalah nilai minimum. Level garis kontrol harus
dinaikkan relatif terhadap nilai dari Gambar 7-1 atau 7-3 untuk membuat kemiringan melintang atau
superelevasi atau untuk variasi pelaksanaan.
2. Persyaratan deformasi plastis berlaku untuk pelat beton dengan sambungan. Kondisi ini tidak berlaku bagi:
a. Beton bertulang menerus,
b. Beton pratekan pasca penegangan (post-tension) 18
c. Beton bersambungan yang diperkuat oleh micro pile atau cakar ayam
3. DAYA DUKUNG EFEKTIF TANAH DASAR (4)
HAL 7-5

 7.5 Penurunan terkait Kegagalan pada Tanah Lunak

 Batas-batas lendutan akibat total settlement membantu


memastikan bahwa mutu pengendaraan (riding quality)
perkerasan tetap memadai dan perkerasan kaku tidak
mengalami keretakan berlebihan.
 Pengurangan batas-batas ini diperbolehkan untuk jalan
perkerasan lentur dengan volume lalu lintas rendah.
 Batas-batas ini tidak berlaku bagi perkerasan tanpa penutup
aspal (unsealed).
 Bila dilakukan konstruksi perkerasan bertahap dan tahap
pertama adalah perkerasan lentur, batas-batas ini dapat
dikurangi namun harus dipenuhi pada tahap konstruksi akhir
dan umur rencana sisa. Jika ada pekerjaan overlay yang
terjadwal, batas-batas ini berlaku pada umur rencana antara 19
overlay
3. DAYA DUKUNG EFEKTIF TANAH
DASAR (5)
 2 bentuk penurunan yang berbahaya akibat kon-solidasi
tanah : perbedaan penurunan pada se-mua daerah &
penurunan total dekat bangunan struktur.

 Penurunan total dekat bangunan struktur adalah yg paling


kritis. Setiap jenis penurunan dapat dikurangi dng
pembebanan awal. Penurunan pasca konstruksi yg cukup
besar (penurunan setelah dimulainya pelaksanaan lapis
perkerasan) menyebabkan kerusakan struktural dan
hilangnya kualitas berkendara dan karena itu harus
dipertimbangkan

 Batas-batas penurunan (settlement) bagi timbunan pada


tanah lunak dalam Tabel 7.1 berikut ini : (hal 7-6)

20
Batas yang Penanganan pencegahan
Jenis penurunan Kelas Jalan Uraian
diijinkan tipikal
Kasus Umum Total Semua jalan nasional, Penurunan mutlak Total 100 mm a) Pra-pembebanan sebelum
Penurunan propinsi dan kolektor setelah dimulainya pelaksanaan perkerasan (pra
pelaksanaan perkerasan pembebanan pada oprit
(setara dengan di struktur, sebesar periode
samping bangunan konsolidasi primer mungkin
struktur) dibutuhkan kecuali
penanganan tambahan
diberikan)
b) wick drain atau beban
timbunan tambahan
sementara (surcharge) bila
diperlukan untuk
mempercepat konsolidasi
c) penggantian tanah atau
pemancangan pada bagian
oprit struktur
Perbedaan Penurunan Jalan bebas hambatan Di antara setiap dua titik 0,003:1 Seperti untuk total settlement
dan Penurunan Total jika atau jalan raya dengan secara memanjang dan (perubahan
bersampingan dengan kecepatan rencana 100 - melintang termasuk yang kemiringan 0,3%)
bangunan struktur 120 km/j bersampingan dengan 0,006:1 (0,6%)(nilai Seperti di atas
Jalan raya atau jalan kecil struktur tertanam dan antara bisa dipakai
dengan kecepatan atau pada relief slab untuk kecepatan
rencana 60 kpj atau lebih abutment jembatan rencana lainnya)
rendah
Penurunan Rangkak Jalan bebas hambatan Digunakan pada 4 mm di Tinggi timbunan minimum sesuai
(Creep Settlement) atau jalan raya dengan perkerasan kaku dengan sambungan Gambar 7, atau dukungan dari
akibat beban dinamis kecepatan rencana 100 - sambungan micro pile dan cakar ayam atau
dan statis 120 km/j tulangan menerus.
Jalan raya atau jalan kecil 8 mm di
dengan kecepatan sambungan 21
rencana 60 km/j atau lebih
rendah
3. DAYA DUKUNG EFEKTIF TANAH
DASAR (6)
PERHATIAN,
 (hal 7-8)
 Beton bertulang hendaknya digunakan ketika salah satu dari
kondisi berikut ini tidak bisa dipenuhi:

a) batas-batas perbedaan penurunan yg diuraikan dalam Tabel 7.1


(hal 7-3),
b) tinggi timbunan yg disyaratkan pada Gambar 7.3 (hal 7-5).
 Beton bertulang menerus hendaknya digunakan pada
alinyemen baru ketika kondisi-kondisi tsb di atas tidak dapat
dipenuhi atau jika dinilai lebih murah. JRCP (Perkerasan Beton
Bertulang Dengan Sambungan) digunakan di lokasi lainnya
 Perkerasan kaku harus ditunjang oleh micro pile atau cakar
ayam jika tinggi min timbunan atau periode pra-pembebanan
min tidak tercapai. Kondisi ini terjadi pada pelebaran atau
rekonstruksi pada alinyemen perkerasan eksisting. Plat beton
perlu diberi tulangan
22
3. DAYA DUKUNG EFEKTIF TANAH
DASAR (7)
 Total Settlement pada Oprit Jembatan dan Bersebelahan
dengan Struktur Tertanam

 Batasan penurunan didefinisikan dalam Tabel 7.1 (hal 7-6).

 Penanganan-penanganannya termasuk penggantian tanah, pemadatan


berenergi tinggi, kolom batu, pencampuran tanah dsb. Penggunaan
perkerasan lentur pada oprit jembatan hendaknya dipertimbangkan
sekaligus dgn penjadwalan overlay pada oprit, untuk mengurangi
penanganan tanah lebih lanjut yg diperlukan

 Penanganan yang dibutuhkan seharusnya ditentukan oleh ahli


geoteknik

23
3. DAYA DUKUNG EFEKTIF TANAH DASAR (8)
7.6 Waktu Pra-Pembebanan pada Tanah Lunak, hal 9-9

 Timbunan pada tanah lunak harus dihampar dgn waktu > yg


ditentukan dalam Tabel 7.2 (hal 53) sebelum perkerasan
dihamparkan.

 Waktu aktual ditentukan oleh ahli geoteknik menggunakan


Panduan Geoteknik (Pt T-08-2002-B).
 Waktu pra-pembebanan bisa dipersingkat dgn pembebanan
sementara (surcharging) atau dengan penggunaan drainase vertikal
dgn bahan strip (wick drain).
 Untuk perkerasan lentur, waktunya bisa diubah dgn konstruksi
bertahap.

 Kondisi pra-pembebanan agar diaplikasikan dengan seksama


untuk konstruksi perkerasan kaku 24
Tabel 7.2 Estimasi waktu pra-pembebanan timbunan diatas tanah lunak,
hal 7-9
Ketinggian timbunan final (m)
Kedalaman sampai CBR lapangan 2% (m) <2 2 – 2.5 > 2.5
Waktu pra-pembebanan (bulan)
< 1,5 3 4 5
1,5 – 2,0 5 6 9
2,0 – 2,5 8 10 13
2,5 – 3,0 12 14 19

Catatan :
1. Wick drain, surcharge, konsolidasi vakum atau penanganan lainnya agar
dipertimbangkan untuk mengurangi waktu pra-pembebanan sehubungan
dengan waktu yang tersedia untuk pra-pembebanan yang terbatas.
2. Penilaian geoteknik dibutuhkan untuk menentukan waktu pra-pembebanan
yang sebenarnya.
3. Timbunan > 3 m diatas tanah lunak membutuhkan penyelidikan geoteknik
menyeluruh terutama untuk stabilitas lereng.

25
3. DAYA DUKUNG EFEKTIF TANAH
DASAR (9)
 7.7 Tinggi Minimum Timbunan untuk Mendukung
Perkerasan Kaku diatas Tanah Lunak Tanpa Perbaikan

 Setiap faktor berikut ini sebaiknya dipenuhi untuk timbunan diatas


tanah lunak pada permukaan tanah asli.

 Tinggi minimum keseluruhan timbunan untuk perkerasan kaku


hendaknya sesuai dengan Gambar 7.1 (hal 7-3) agar dapat
menahan pergerakan berlebihan dari pembebanan dinamis
untuk umur desain pondasi 40 tahun.

 Tinggi minimum lapisan penopang untuk menahan alur


(rutting) pada tanah dasar akibat lalu lintas konstruksi
hendaknya sesuai Bagan Desain 2 (hal 6-6).

26
3. DAYA DUKUNG EFEKTIF TANAH DASAR (10) (HAL. 7-9 )
 Tinggi-tinggi tersebut merupakan nilai minimum. Tinggi
tambahan harus ditambahkan pada nilai alinyemen vertikal
yang ditunjukkan dalam Gambar untuk mengantisipasi:
KLAS 3C
 Penurunan pasca konstruksi.
 Perbedaan superelevasi atau lereng melintang dari titik
rendah ke garis kendali alinyemen vertikal, termasuk
untuk desain pelebaran.

 Contoh : jalan raya, tanah lunak jenuh pada permukaan tanah


asli, tidak ada galian, lalin 40 tahun 200 juta ESA, muka air
tanah efektif di permukaan (tipikal daerah persawahan),
banjir 10 tahunan 500 mm di atas muka tanah, super-elevasi
5%, lebar perkerasan 7000 mm, perkerasan beton.

27
3. DAYA DUKUNG EFEKTIF TANAH
DASAR (11), HAL 7-10
 Diambil tinggi 2100 mm sebagai tinggi minimum timbunan
yang memenuhi 4 kondisi di bawah ini:

a) Timbunan minimum untuk tanah dasar memenuhi ketentuan


lantai kerja (Bagan Desain 2).
 Timbunan min. 1200mm
 Struktur perkerasan 520mm
 Perbedaan elv. akibat superelevasi 350 mm
 TOTAL 2070 mm

b) Timbunan total minimum untuk menahan deformasi plastis


pada tanah asli (Gambar 10.3)
 Timbunan min. 1750 mm
 Penyesuaian untuk superelevasi 350 mm
 TOTAL 2100 mm
28
3. Daya Dukung Efektif Tanah Dasar (11), hal 7-10
Diambil tinggi 2100 mm sebagai tinggi minimum timbunan yang memenuhi
4 kondisi di bawah ini:

c) Tinggi min utk ruang bebas dari muka air tanah


 Muka air tanah (Tabel 9.1) 600 mm
 Perkiraan penurunan stlh konstruksi 100 mm
 Struktur perkerasan 520 mm
 Lapis pemisah (filter) 100 mm
 Tinggi bebas superelevasi 350 mm
 TOTAL 1670 mm

d) Tinggi minimum untuk ruang bebas air banjir


 Perkiraan penurunan stlh konstruksi 100 mm
 Muka air banjir 500 mm
 Ruang bebas banjir tanah dasar 500 mm (Tabel 7.1)
 Struktur perkerasan 520 mm
 Perbedaan tinggi superelevasi 350 mm
29
 TOTAL 1970 mm
4. STRUKTUR PONDASI JALAN

Prosedur Desain dengan 4 Kondisi Tanah:

A. Kondisi tanah dasar normal,


B. Kondisi tanah dasar langsung diatas timbunan ren-dah (<
3m) diatas tanah lunak aluvial jenuh.
C. Sama dgn kondisi B namun tanah lunak aluvial dalam
kondisi kering.
D. Tanah dasar diatas timbunan diatas tanah gambut

Lihat lembar pada Perkerasan Lentur sebelum-nya,


hal 6-6

30
5. LAPISAN DRAINASE & LAPISAN
SUBBASE
Tebal lapisan diperoleh dari Bagan Desain 4, hal 8-6

Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi:


 Seluruh lapis sub base harus dapat mengalirkan air.

 Kelandaian drainase bawah permukaan ≥ 0,5% & titik kontrol


pembuangan ≤ 60m

 Elevasi titik pembuangan drainase bawah permukaan harus lebih


tinggi dari muka air banjir rencana

 Lihat Drainase Bawah Permukaan pada Perkerasan Lentur, hal

31
6. MENETAPKAN JENIS SAMBUNGAN
(UMUMNYA DOWEL) (1)
Lihat ketentuan-ketentuan dari Pd T-14-2003

Sambungan :
 Tujuan
 Membatasi tegangan & pengendalian retak akibat
penyusutan, lenting dan beban lalu lintas
 Memudahkan pelaksanaan
 Mengakomodasi gerakan pelat
 Jenis Sambungan
 Sambungan memanjang
 Sambungan melintang
 Sambungan isolasi
 Mengakomodasi gerakan pelat
Semua sambungan harus ditutup dng joint sealer kecuali
sambungan isolasi diisi dulu dng joint filler 32
6. MENETAPKAN JENIS SAMBUNGAN
(UMUMNYA DOWEL) (2)
Sambungan Memanjang dgn Batang pengikat (Tie
Bar) :

 Dimensi dan jarak batang pengikat :


At = 204 x b x h &
l = (38,3 x Φ) + 75, dimana:
 At = luas penampang tulangan / m pjg sambungan
 b = jarak terkecil antar sambungan atau jarak
sambungan dng tepi perkerasan (m)
 h = tebal pelat (m)
 l = panjang batang pengikat
 Φ = diamater batang pengikat (mm)
 Batang harus ulir, mutu min. BJTU 24, Φ 16 mm
 Jarak yang umumnya digunakan adalah 75 cm
33
34
6. MENETAPKAN JENIS SAMBUNGAN
(UMUMNYA DOWEL) (3)
Sambungan Susut Memanjang :
 Dilakukan dengan :
 Menggergaji atau
 Membentuk selagi plastis dengan 1/3 kedalaman.
Sambungan Susut Melintang & Sambungan
Pelaksanaan Melintang
 Tegak lurus sumbu memanjang & tepi perkerasan
 Untuk mengurangi beban dinamis, dipasang dengan kemiringan
1 : 10

35
6. MENETAPKAN JENIS SAMBUNGAN
(UMUMNYA DOWEL) (4)
Sambungan Susut Memanjang :

 Penggergajian ¼ tebal untuk perkerasan dng lapis pondasi


berbutir dan 1/3 tebal untuk bersemen
 Jarak sambungan susut melintang pada perkerasan :
 beton bersambung tanpa tulangan : 4 – 5 m
 beton bersambung dng tulangan : 8 – 15 m
 beton menerus dng tulangan sesuai kemampuan
pelaksanaan

 Sambungan dilengkapi ruji (dowel)


 Batang polos 45 cm, jarak 30 cm, lurus dan dapat bebas
bergerak saat beton menyusut
 ½ panjang ruji polos dilumuri bahan anti lengket,
 Φ ruji tergantung tebal pelat, tak dapat disubstitusi 36
6. MENETAPKAN JENIS SAMBUNGAN
(UMUMNYA DOWEL) (5)

Diamater Ruji

No. Tebal Pelat Beton, h Diameter Ruji


(mm) (mm)
1 125 < h ≤ 140 20
2 140 < h ≤ 160 24
3 160 < h ≤ 190 28
4 190 < h ≤ 220 33
5 220 < h ≤ 250 36

37
38
7. JENIS BAHU JALAN

Bahu Berpengikat:
 Jika terdapat kerb
 Gradien Jalan > 4%
 Sisi yg lebih tinggi pada kurva superelevasi
 LHRT > 10.000
 Jalan Tol atau Jalan Bebas Hambatan
 Dalam hal untuk lalu lintas sepeda motor

Material bahu berpengikat dapat berupa:


 Penetrasi makadam
 Burda
 Beton aspal (AC)
 Beton
 Kombinasi dari tied shoulder beton 500 – 600 mm dan bahu
dengan pengikat aspal 39
8. TEBAL LAPISAN PONDASI DARI
SOLUSI YG DIBERIKAN DALAM
BAGAN DESAIN 4

Tebal Lapisan diperoleh dari Bagan Desain 4,


hal 8-6

40
9. DETAILED DESAIN MELIPUTI DIMENSI PELAT BETON,
PENULANGAN, POSISI ANKER, KETENTUAN
SAMBUNGAN, DSB (1)
Tebal pelat beton dari Bagan Desain 4 & 4A

Ketentuan tentang penulangan, angker panel &


sambungan diperoleh dari Pd T-14-2003:

Sambungan Pelaksanaan Melintang :


 Sambungan pelaksanaan melintang yang :
 tidak direncanakan (darurat) harus menggunakan batang
pengikat berulir
 direncanakan harus menggunakan batang pengikat polos
di tengah-tengah pelat
 Batang pengikat polos :
 h ≤ 17 cm, Φ 16 mm, panjang 69 cm, jarak 60 cm
 h > 17 cm, Φ 20 mm, panjang 84 cm, jarak 60 cm
41
Bagan Desain 4: Perkerasan Kaku untuk Jalan
dengan Beban Lalu Lintas Berat (hal 8-6)
(Persyaratan desain untuk bagan solusi : perkerasan dengan sambungan dan dowel
serta tied shoulder, dengan atau tanpa tulangan distribusi retak)

Struktur Perkerasan R1 R2 R3 R4 R5
Kelompok sumbu kendaraan berat
<4.3x106 <8.6 x 106 < 25.8x106 <43 x 106 <86 x 106
(overloaded)11

Dowel dan bahu beton Ya

STRUKTUR PERKERASAN (mm)


Tebal pelat beton 265 275 285 295 305

Lapis Pondasi LMC 150

Lapis Pondasi Agregat Kelas A12 150

Perlu dicatat bahwa bagan di dalam Pd T-14-2003 tidak boleh digunakan untuk
desain perkerasan kaku tersebut didasarkan pada ketentuan berat kelompok
kendaraan resmi yang tidak realistis dengan kondisi Indonesia. Para desainer
harus menggunakan pembebanan kelompok beban yang aktual. LAMPIRAN A
memberikan pembebanan kelompok sumbu yang mewakili untuk Indonesia.42
Bagan Desain 4A: (hal 8-6)
Perkerasan Kaku untuk Jalan dng Beban Lalu Lintas Rendah
Perkerasan Kaku untuk Jalan Desa dengan Lalu Lintas rendah, jalan untuk jumlah
kendaraan niaga rendah dan lalu lintas seperti dalam Bagan Desain 5A
Tanah dasar Tanah Lunak dengan Lapis Dipadatkan Normal
Penopang
Bahu Terikat Ya Tidak Ya Tidak
Tebal Pelat Beton (mm)
Akses terbatas hanya mobil penumpang dan 160 175 135 150
motor
Dapat diakses oleh truk 180 200 160 175
Tulangan distribusi retak Ya Ya jika daya dukung
pondasi tidak seragam
Dowel Tidak dibutuhkan
LMC Tidak dibutuhkan
Lapis Pondasi Kelas A 30 mm 125 mm
Jarak sambungan transversal 4m

43
44
9. DETAILED DESAIN MELIPUTI DIMENSI PELAT BETON,
PENULANGAN, POSISI ANKER, KETENTUAN SAMBUNGAN,
DSB(3)
Sambungan Isolasi :

 Memisahkan perkerasan dng bangunan pelengkap

45
46
47
9. DETAILED DESAIN MELIPUTI DIMENSI PELAT BETON,
PENULANGAN, POSISI ANKER, KETENTUAN
SAMBUNGAN, DSB (4)
Pola Sambungan :

 Usahakan sepersegi mungkin, rasio maks 1,25


 Jarak sambungan memanjang maks. 3 – 4 m
 Jarak sambungan melintang maks. 25 h, maks. 5m
 Sambungan susut sampai kerb, kedalaman sesuai
 Antar sambungan bertemu di 1 titik
 Sudut antar sambungan < 60° dihindari
 Sambungan diatur tegak lurus dengan bangunan pelengkap
berbentuk bulat. Bangunan segi empat, sambungan pada
sudutnya atau di antara 2 sudut
 Celah sambungan isolasi 12 mm.
 Anyaman tulangan pada Panel 0,15% area beton
48
49
50
9. DETAILED DESAIN MELIPUTI DIMENSI PELAT BETON,
PENULANGAN, POSISI ANKER, KETENTUAN SAMBUNGAN,
DSB (5)
Penutup Sambungan :
 Mencegah masuknya air atau benda lain ke dalam sambungan
 Jika kemasukan benda-benda lain maka timbul kerusakan
(gompal) atau saling menekan ke atas (blow up)

Perkerasan Beton Semen untuk Kelandaian yang


Curam :
 Jika kelandaian > 3%, perencanaan mengacu pada butir 6 dan
ditambah dengan angker panel (panel anchored) dan angker
blok (anchor block)
 Angker melintang harus seluruh lebar pelat

51
Penggunaan Angker Panel dan Angker Blok pada
Jalan dengan Kemiringan Memanjang yang Curam
Kemiringan (%) Angker Panel Angker Blok
3–6 Setiap panel ketiga Pada bagian awal kemiringan
6 – 10 Setiap panel kedua Pada bagian awal kemiringan
>10 Setiap panel Pada bagian awal kemiringan dan 52
pada setiap interval 30 m berikutnya
9.2. KEBUTUHAN DAYA DUKUNG TEPI
PERKERASAN (1)
Daya dukung tepi perkerasan sangat diperlukan,
terutama bila terletak pada tanah lunak atau
tanah gambut (peat).

Ketentuan minimum :
 Setiap jenis lapisan pekerasan harus dipasang sampai lebar yg ≥
nilai min. dalam Gambar 9.1 di bawah ini
 Timbunan tanpa penahan pada tanah lunak (CBR < 2%) atau
tanah gambut (peat) harus dipasang pada kemiringan tidak lebih
curam dari 1V : 3H
 Lapis penopang dan peningkatan daya dukung tanah dasar harus
diperpanjang di bawah median sebagai-mana dalam Gambar
9.1. Area median harus terdrainase baik atau diisi dengan lean
mix concerete atau dengan bahan pengisi kedap untuk
menghindari pengumpulan air yg merusak tepi perkerasan
53
10. KEBUTUHAN DAYA DUKUNG TEPI PERKERASAN (2)
Tempat keluarnya air (daylight) melalui lapisan rembesan
yang lebih bawah

Tepi luar
P+S+C P

.
Tempat keluarnya

.
air (daylight) melalui
lapisan rembesan yg
lebih bawah

54
10. KEBUTUHAN DAYA DUKUNG TEPI PERKERASAN (3)

Drainase bawah permukaan pada segmen superelevasi

55
56

Anda mungkin juga menyukai