Anda di halaman 1dari 25

Pengendalian Mutu Hasil

Produksi Campuran Aspal

Pelatihan Pemeriksaan Unit Produksi Campuran


Beraspal (Asphalt Mixing Plant)

PU
PR

20
21
1. PEGENDALIAN CAMPURAN BERASPAL PANAS

Saat Pengangkutan dan


Saat Produksi di AMP Penghamparan Saat Selesai Penghamparan
Pengendalian Saat Produk Pengendalian Saat Penghamparan Pengendalian Hasil Penghamparan
Campuran Agar Sesuai Ketentuan: Campuran Agar Sesuai Ketentuan: Campuran Agar Sesuai Ketentuan:
❑ Pengendalian kesiapan eksisting
❑ Pengendalian konsistensi bahan ❑ Pemeriksaan akhir pekerjaan
(perbaikan, pembersihan dan
(aspal dan agregat). untuk pembayaran.
pelapisan dengan primecoat /
❑ Pengendalian temperatur
tack coat).
pencampuran (temperature
❑ Pengendalian tebal gembur
aspal, agregat dan campuran
❑ Pengendalian Temperatur
beraspal dari pug mill).
pemadatan awal, antara dan
❑ Pengendalian sifat Marshall
akhir.
campuran beraspal harian.
❑ Pengendalian kerataan dan cacat
permukaan.
PENGENDALI
AN
CAMPURAN
BERASPAL
PANAS PADA
SAAT
DIPRODUKSI
DI AMP

PU
PR

20
21
PEGENDALIAN CAMPURAN BERASPAL PANAS PADA SAAT
DIPRODUKSI DI AMP

❑ Konsistensi campuran beraspal panas dipengaruhi juga oleh konsistensi bahan yang
digunakan. Oleh sebab itu konsistensi bahan (aspal, agregat dan bahan lainnya)
harus terkendali dengan melakukan pengujian.
❑ Pengujian bahan dilakukan pada setiap penerimaan dengan contoh uji yang mewakili
sesuai ketentuan.
❑ Jenis pengujian bahan aspal, agregat dan bahan lainnya untuk pengendalian dapat
berupa pengujian utama sebagaimana tercantum pada tabel, sebagai indikasi.
❑ Jika terjadi perubahan sifat agregat maka harus dilakukan Kembali seluruh tahapan
penentuan Formula Campuran Kerja (JMF).
❑ Jika terjadi berubah sifat aspal saja maka pada saat pelaksanaan JMF ulang tidak
perlu melakukan kalibrasi bukaan cold bin.
PEGENDALIAN CAMPURAN BERASPAL PANAS PADA SAAT
DIPRODUKSI DI AMP
Tabel: Pengujian Indikasi untuk Pengendalian
PEGENDALIAN BAHAN CAMPURAN BERASPAL PANAS
A. Pengambilan Contoh Bahan Aspal dan Agregat

Pengambilan contoh uji bahan yang tidak mewakili kondisi di lapangan


menyebabkan ketidak sesuaian hasil JMF. Pengambilan contoh bahan aspal dan
agregat, baik jumlah maupun caranya, harus mengikuti standar berikut:
❖ SNI 03-6868-2002 Tata Cara pengambilan Contoh Uji Secara Acak Untuk Bahan
Konstruksi
❖ SNI 6889-2014 Tata Cara Pengambilan Contoh Agregat
❖ SNI 06-6399-2002 Tata Cara Pengambilan Contoh Aspal
PEGENDALIAN BAHAN CAMPURAN BERASPAL PANAS

A. Pengambilan Contoh Bahan Aspal dan Agregat

Tata cara
Pengambilan
Contoh Agregat
PEGENDALIAN BAHAN CAMPURAN BERASPAL PANAS

A. Pengambilan Contoh Bahan Aspal dan Agregat

Tata cara
Pengambilan
Contoh Aspal

8
PEGENDALIAN BAHAN CAMPURAN BERASPAL PANAS

B. Pengujian Sifat Agregat Kasar

Kelekatan agregat terhadap aspal Angularitas


SNI 2439:2011 SNI 7619:2012
Min. 95% SMA → 100/90
Abrasi Lainnya → 95/90
SNI 2417:2008 Partikel Pipih Lonjong
AC Modif./SMA Camp. Beraspal lainnya ASTM D4791-10
100 Put → Max. 6% 100 Put → Max. 8% Perbandingan 1:5
500 Put → Max. 30% 500 Put → Max. 40% SMA → Max. 5%
Lainnya → 10%

Kekekalan Bentuk Agregat Lolos #200


SNI 3407:2008 SNI ASTM C117:2012
Max: 12% (Natrium Sulfat) Max. 1%.
Miax: 18% (Magnesium Sulfat)

❑ Penyerapan Air Maksimum 2% untuk campuran SMA dan 3% untuk campuran lainnya
❑ Perbedaan berat jenis agregat kasar dan halus ≤ 0,2
PEGENDALIAN BAHAN CAMPURAN BERASPAL PANAS
C. Pengujian Sifat Agregat Halus
SNI. 03-4141-1996
Max. 1%

SNI ASTM C117:2012


Max. 10%

SNI 03-6877-2002
Min. 45%

SNI 03-4428-1997
Min. 50%

Nilai Setara Pasir


Kadar Rongga Tanpa Pemadatan
Agregat Lolos Ayakan No. 200
Gumpalan Lempung dan Butir mudah pecah dalam agregat

❑ Penyerapan Air Maksimum 2% untuk campuran SMA dan 3% untuk campuran lainnya
❑ Perbedaan berat jenis agregat kasar dan halus ≤ 0,2
PEGENDALIAN BAHAN CAMPURAN BERASPAL PANAS
D. Pengujian Sifat Aspal
Tipe I Tipe II Aspal Modifikasi
No. Jenis Pengujian Metoda Pengujian
Pen 60-70 PG70 PG76
1. Penetrasi pada 25C (0,1 mm) SNI 2456:2011 60-70 Dilaporkan (1)

Temperatur yang menghasilkan Geser Dinamis (G*/sinδ)


2. SNI 06-6442-2000 - 70 76
pada osilasi 10 rad/detik ≥ 1,0 kPa, (°C)
3. Viskositas Kinematis 135C (cSt) (3) ASTM D2170-10 ≥ 300 ≤ 3000
4. Titik Lembek (C) SNI 2434:2011 > 48 Dilaporkan (2)
5. Daktilitas pada 25C, (cm) SNI 2432:2011 > 100 -
6. Titik Nyala (C) SNI 2433:2011 > 232 > 230
7. Kelarutan dalam Trichloroethylene (%) AASHTO T44-14 > 99 > 99
8. Berat Jenis SNI 2441:2011 > 1,0 -
9. Stabilitas Penyimpanan: Perbedaan Titik Lembek (C) ASTM D 5976 Part 6.1 & SNI 2434:2011 - ≤ 2,2
10. Kadar Parafin Lilin (%) SNI 03-3639-2002 ≤2
Pengujian Residu hasil TFOT (SNI-06-2440-1991) atau RTFOT(SNI-03-6835-2002) :
11. Berat yang Hilang (%) SNI 06-2441-1991 < 0,8 < 0,8
Temperatur yang menghasilkan Geser Dinamis (G*/sinδ)
12. SNI 06-6442-2000 - 70 76
pada osilasi 10 rad/detik ≥ 2,2 kPa, (°C)
13. Penetrasi pada 25C (% semula) SNI 2456:2011 > 54 > 54 ≥ 54
14. Daktilitas pada 25C (cm) SNI 2432:2011 > 50 > 50 ≥ 25
Residu aspal segar setelah PAV (SNI 03-6837-2002) pada temperatur 100C dan tekanan 2,1 MPa
Temperatur yang menghasilkan Geser Dinamis (G*sinδ)
15. SNI 06-6442-2000 - 31 34
pada osilasi 10 rad/detik ≤ 5000 kPa, (°C)
PEGENDALIAN TEMPERATUR PENCAMPURAN
❑ Campuran beraspal panas yang dihasilkan/keluar
dari pug mill harus homogen dan memiliki temperatur
sesuai ketentuan, karena itu untuk pengendalian,
temperatur setiap batch campuran harus selalu
dipantau,
❑ Ketentuan temperature pencampuran didasarkan
pada ketentuan viskositas aspal.
❑ Jika jenis aspal yang digunakan berbeda maka
ketentuan temperature pencampuran mungkin
berbeda juga.
❑ Jika temperature campuran yang baru keluar dari
pug mill tidak sesuai maka temperature bahan harus
disesuaikan.
❑ Jika ada bahan yang ditambahkan dingin (filler dan
Asbuton) maka temperature agregat dapat dinaikan
menjadi lebih tinggi dari temperature pencampuran.
PEGENDALIAN TEMPERATUR PENCAMPURAN
PEGENDALIAN TEMPERATUR PENCAMPURAN
PEGENDALIAN TEMPERATUR PENCAMPURAN
PEGENDALIAN SIFAT MARSHAL CAMPURAN
❑ Kualitas campuran beraspal
panas selama pekerjaan
harus selalu dipantau karena
campuran yang sesuai JMF
yang disetujui yang diterima.
❑ Oleh sebab itu sesuai
ketentuan, setiap 200 ton
dan minimum 2 kali dalam
satu hari, produk campuran
di AMP harus diuji gradasi,
kadar aspal dan sifat-sifat
Marshall dengan hasil sesuai
JMF.

❑ Apabila hasil uji menunjukkan ketidak sesuaian dengan JMF maka campuran tersebut
tidak boleh dihampar dan harus segera dicari penyebabnya untuk diperbaiki.
PEGENDALIAN SIFAT MARSHAL CAMPURAN

❑ Penghamparan campuran yg tidak sesuai JMF, termasuk karena kelalaian melakukan


pengujian, berpotensi menyebabkan kerugian yang lebih besar karena campuran
terhampar tidak dapat memenuhi parameter mutu yang disyaratkan hingga mengalami
kerusakan.
❑ Beberapa kemungkinan penyebab produk campuran beraspal panas tidak sesuai JMF
antara lain:

▪ JMF tidak sesuai bahan, ▪ Agregat tercampur di stockpile atau cold bin
▪ Timbangan tidak akurat, ▪ Agregat tidak terlindung dari hujan,
▪ Kelalaian operator AMP, ▪ Bukaan cold bin tidak memadai,
▪ Penggunaan agregat kotor, ▪ Penggunaan bahan bakar tidak standar
PEGENDALIAN SIFAT MARSHALL CAMPURAN
A. JMF Tidak Sesuai Bahan di Lapangan
Kemungkinan
Penyebab:
❑ JMF copy paste
projek sebelumnya,
antaralain dengan
alasan mengejar
target waktu yang
sempit,
❑ JMF belum
berdasarkan agregat
dari hot bin (tahapan
JMF tidak diikuti
lengkap).
❑ Terjadi perubahan
quary/pemasok
bahan (tanpa
melakukan JMF
ulang),
PEGENDALIAN SIFAT MARSHALL CAMPURAN
B. Timbangan di AMP Tidak Akurat
❑ Timbangan di AMP jika tidak akurat dapat menyebabkan komposisi dan sifat campuran
beraspal tidak konsisten.
❑ Timbangan di AMP selain harus rutin (tiap tahun) dikalibrasi oleh instansi resmi
(Meteorologi), juga harus selalu dipantau dan dilakukan kalibrasi internal oleh
operator/teknisi AMP setiap bulan. hasilnya seperti grafik.
50

45
40

Timbangan yang diuji


35

30

25

20

15

10

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Timbangan standar

Naik Turun

Contoh Grafik Kalibrasi Internal Timbangan


PEGENDALIAN SIFAT MARSHALL CAMPURAN
C. Kelalaian Operator/Teknisi AMP
❑ Terjadi overflow agregat di hot bin tertentu mendorong operator menambah proporsi garegat
hot bin tersebut dalam campuran beraspal.
❑ Ada pekerjaan yang dilakukan secara manual dengan tenaga manusia, misalnya
memasukkan bahan (filler, plastik, serat selulosa dan bahan tambah lain) ke dalam pug mill
atau aliran dan penggetar agregat Cold bin tidak jalan sehingga dipukul secara manual.
Kelalaian dapat terjadi pada saat teknisi tersebut kelelahan.
❑ Pengujian yang semestinya tidak dapat dilakukan, missalnya karena keterbatasan alat,
kerusakan alat, keterbatasan waktu, dll, sehingga kualitas campuran tidak terkontrol dan kalua
ada kejanggalann dilakukan penyesuaian campuran secara fisual atau feeling operator/teknisi.
PEGENDALIAN SIFAT MARSHALL CAMPURAN
D. Penggunaan Agregat yang Kotor
❑ Boulder yang kotor akan menghasilkan agregat yang kotor, dan fraksi abu batu kemungkinan tercampur
lempung atau bahkan filler menempel pada agregat kasar.
❑ Agregat yang kotor berpengaruh pada kinerja campuran beraspal antara lain filer berlebih, , luas
permukaan agregat jadi lebih luas, stabilitas Marshall dan volumetric campuran tidak sesuai, film aspal
lebih tipis, lempung dapat mengurangi kelekatan aspal pada agregat. Akibatnya dapat terjadi kerusakan
pada perkerasan jalan, baik alur ataupun raveling.

Agregat Kasar Kotor Agregat Mengandung Proses Pencucian Agregat Agregat Setelah Dicuci
dengan Filler Tinggi Lempung Saat Basah
PEGENDALIAN SIFAT MARSHALL CAMPURAN
E. Agregat Tercampur di Stockpile dan Cold Bin
❑ Agregat yang tercampur, baik di stockpile ataupun cold bin dapat menyebabkan gradasi
agregat dari cold bin dan juga pada hot bin tidak konsisten. Hal ini dapat berpengaruh pada
kinerja/sifat Marshall campuran beraspal.
❑ Tumpukan antar agregat harus disimpan terpisah.
❑ Jumlah agregat di cold bin tidak boleh melebihi kapasitasnya.

Agregat Tercampur di Stockpile Agregat Tercampur di Cold Bin


PEGENDALIAN SIFAT MARSHALL CAMPURAN
F. Cold Bin Tidak Terlindung dari Hujan
❑ Kadar air yang tidak terkontrol dapat menyebabkan aliran agregat dari masing-masing cold bin
terhambat (terutama agregat halus) sehingga menghasilkan proporsi tidak sesuai rencana (JMF)/
❑ Perubahan pasokan agregat dari cold bin dapat menyebabkan gradasi agregat dalam hot bin
berubah sehingga campuran beraspal dri agregat hot bin dengan proporsi sesuai JMF tetapi
sifatnya tidak sesuai JMF.

PU
PR
Agregat di Stockpile dan Cold Bin Tidak Terlindung Agregat di Stockpile dan Cold Bin Dilindungi
20
21 dari Hujan dari Hujan
PEGENDALIAN SIFAT MARSHALL CAMPURAN
G. Outlet Cold Bin Tidak Memenuhi Syarat
❑ Bukaan harus dapat diatur sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kalibrasi
❑ Untuk menghindari diskontinuitas aliran agregat, bukaan cold bin dilengkapi penggetar (agregat kasar)
dan ban berjalan (agregat halus).
❑ Apa bila bukaan cold bin beserta alat penggetar dan ban berjalan tersebut tidak berfungsi baik maka
proporsi masing-masing fraksi cold bin agregat menjadi tidak konsisten yang pada akhirnya berakibat
pada tidak konsistennya sifat campuran beraspal yang diproduksi AMP.
PEGENDALIAN SIFAT MARSHALL CAMPURAN
G. Penggunaan Bahan Bakar Non-Standar
❑ Bahan bakar non-standar amtara lain minyak daur ulang, minyak limbah dan sebagainya.
❑ Penggunaan bahan bakar ini dapat mengakibatkan pembakaran tidak sempurna dan sisa
pembakaran menyelimuti agregat menyebabkan sifat campuran tidak sesuai JMF.
❑ Jika sisa pembakaran berupa manyak berat yang tidak terbakar dapat melunakkan aspal
dalam campuran sehingga stabilitas campuran rendah (tidak kuat).
❑ Jika sisa pembakaran berupa partikel karbon halus seperti jelaga, dapat menyelimuti agregat
dan aspal dalam campuran tidak melekat kuat pada agregat. Akibatnya mudah terjadi raveling.
❑ Pembakaran Bahan Bakar yang tidak sempurna menyebabkan tercampurnya bahan bakar
pada campuran beraspal yang mengakibatkan Rutting pada perkerasan jalan
❑ Jelaga yang menutupi agregat, menyebabkan aspal tidak merekat sempurna dan
menimbulkan pelepasan butir pada perkerasan

Agregat dari dryer yang menggunakan Rutting pada perkerasan lentur (di
BBM Standar (kiri) dan BBM Non Minyak dari Agregat Saat Direndam Riau) yang terpengaruh Penggunaan
Contoh – contoh BBM Non Standar Standar (kanan) Air BBM Non Standar

Anda mungkin juga menyukai